Pada umumnya: setiap kalimat terdiri atas beberapa unsur yaitu Subjek (S), Predikat (P), Objek
(0), dan Keterangan (K), Akan tetapi, pada dasarnya setiap kalimat terdiri atas dua bagian yang saling
melengkapi yaitu S dan P. O dan K hanyalah keterangan lebih lanjut terhadap P atau bagian kalimat yang
menerangkan P.
Akhdiah dkk. Mengatakan bahwa setiap kalimat yang baik harus memiliki Subjek dan Predikat
( 1985;3 ). Ini berarti jika salah satu atau kedua unsur kalimat ( S dan P ) tidak ada, kalaimat itu terasa
janggal dan tidak efektif karena kedua unsur itu merupakan sendi atau dasar kalimat yang mendukung
ide pokok suatu kalimat. Ibarat sebuah bangunan, jika tidak memiliki dasar yang kokoh, bangunan itu
menjadi kurang kuat sehingga mudah roboh.
Memang, dua unsur kalimat ini ( S dan P ) tidak sama sifatnya dengan dua unsur kalimat lainnya. 0
dan K tidaklah selalu mesti hadir dalam suatu kalimat. Dengan kata lain, tidaklah setiap kalimat mesti
mengandung 0 dan K. Dalam Bahasa Indonesia memang dikenal istilah kalimat tak sempurna yaitu
kalimat yang tidak bersubjek atau tidak berpredikat atau tidak bersubjek dan tidak berpredikat. Kalimat
semacam ini juga disebut kalimat yaitu kalimat yang salah satu atau kedua unsurnya tidak ada. Istilah
tidak ada ini hanya ditinjau secara eksplisit, sesungguhnya tidak ada istilah kalimat. Marilah kita
perhatikan beberapa kalimat berikut.
1. Dian
2. Perampok
3. Kemarin pagi
Lepas dari situasi dan kondisi lahirnya kalimat-kalimat di atas jelas ada unsur inti kalimat yang diselipkan.
Akan tetapi, dengan memahami bagaimana situasi dan kondisi lahirnya kalimat-kalimat itu,
kenyataannya menjadi lazim. Secara eksplisit, kalimat 1 dan 2 di atas tidak bersubjek. Dia hanya
dibentuk oleh P. Akan tetapi, secara implisit S kalimat itu ada yaitu lawan bicara. Selanjutnya, kalimat 3,
4, dan 5 bisa saja merupakan kalimat jawab singkat terhadap pertanyaan berikut,
Misalnya :
Kedua kalimat di atas tergolong kalimat yang tidak baku secara jelas. boleh dikatakan kedua kalimat itu
tidak memiliki S. Hal ini disebabkan oleh hadirnya kata tugas kepada dan bagi di depan kata-kata yang
semuanya berfungsi sebagai yaitu hadirin dan ada belum melunasi uang SPP. Dengan menghilangkan
kedua kata tugas itu kita akan mendapat dua buah kalimat yang baku yaitu :
Kesalahan serupa ini bisa juga diatasi dengan mengubah fakultas kita masih memerlukan tenaga
pengajar bisa diubah menjadi kalimat yang baku di fakultas kita masih diperlukan
KALIMAT TANPA SUBYEK
Bila Anda menerima surat undangan pesta perkawinan, Anda mungkin menjumpai
kalimat yang berbunyi sebagai berikut:
Boleh jadi, Anda mengira kalimat tadi biasa-biasa saja, tidak bermasalah, apalagi hampir
semua surat undangan pesta perkawinan yang Anda terima memuat kalimat seperti itu. Jika
pendapat Anda demikian, Anda telah terkecoh oleh kalimat tersebut. Masalahnya, kalimat
tersebut bermasalah karena tidak bersubyek.
Jelaslah subyek (S) kalimat itu tidak ada. Secara semantik, kalimat tadi teruji dengan
pertanyaan “Apa yang merupakan kebahagiaan dan kehormatan bagi kami?” Jawabannya ,
“Bapak/Ibu/Saudara hadir pada resepsi tersebut”. Karena jawabannya tanpa apabila,
penggunaan apabila tidak benar. Kesalahan itu dikuatkan oleh analisis struktural yang lain.
Misalnya, kalimat tersebut kita tata kembali sehingga terbentuk kalimat sebagai berikut:
Dari penataan kembali (permutasi) itu tampak jelas kejanggalan tadi. Agar kalimat
tersebut berterima, kata sambung apabila ganti dengan bahwa sehingga hasilnya:
Permutasinya:
Dalam makalah atau karya tulis yang lain sering terdapat pola kalimat yang berbunyi:
Seperti kalimat (1), kalimat (2) itu pun tidak benar sebab tidak bersubyek. Kejanggalan
makin terlihat kalau kalimat tadi kita tata kembali. Perhatikan penataan kembali (permutasi)
kalimat di bawah ini!
tidak mengherankan.
Secara semantis, kita dapat bertanya, “Apa yang tidak mengherankan?”. Dari jawaban itu
sekali lagi terbukti penggunaan apaila tidak tepat. Karena itu, apabila perlu kita ganti dengan
bahwa sehingga kalimat (2) berbunyi seperti di bawah ini.
PS
menggembirakan.
Permutasinya:
/ tidak mengherankan.
Permutasinya:
KP
SP
Jelaslah penggantian kalau dengan bahwa menghasilkan kalimat yang benar, yang rasional
karena bersubyek. Dengan penggantian kalau dengan bahwa, kalimat yang semula berpola P +
K atau K + P menjadi P + S atau S + P.
Agar Anda menguasai pola kalimat yang tidak baku itu, di bawah ini disajikan beberapa
kalimat yang perlu Anda cermati.
Tentu saja, penggantian jika, bila, kalau, dan apabila dengan bahwa menghasilkan
kalimat yang baku.
Dari pengamatan terbukti pola kalimat yang tidak benar itu tidak sedikit jumlahnya.
Boleh dikatakan, pola kalimat P + K atau K + P merupakan salah satu ciri kalimat yang tidak
baku. Dibawah ini data lain.
(10) Dengan masuknya listrik ke desa berarti kesejahteraan masyarakat desa meningkat.
(12) Diharapkan agar Pemilihan Umum 1997 berlangsung jujur dan adil.
Semua pola kalimat di atas berpola P + K kecuali kalimat (10) dan (11) yang berpola K +
P. karena kalimat-kalimat di atas tidak bersubyek, Anda perlu menyuntingnya sehingga
bersuyek. Suntingan Anda benar bila sama dengan kalimat-kalimat di bawah ini.
SP
PS
SP
KS
meningkat.
meningkat.
KS
kesenjangan sosial.
PSP
(13) Suatu kesalahan besar / meremehkan bahasa daerah.
PS
SP
PS
SP
P S
SP
Itulah beberapa contoh kalimat yang tidak bersubyek. Masih banyak yang lain. Dari segi
nalar (logika), kalimat-kalimat tersebut rancu (kontaminatif). Setidaknya, pikiran yang
terkandung dalam kalimat-kalimat terseut kurang jernih. Kalau kalimat-kalimat itu terdapat pada
bahasa lisan atau ditulis oleh orang awam, itu wajar, itu biasa-biasa saja. Namun masalahnya
menjadi serius dan memilukan karena kalimat-kalimat yang tidak baku itu menghiasi juga karya
tulis resmi dan karya tulis ilmiah.