Anda di halaman 1dari 46

Kode Etik Psikologi

BAB 4 Hubungan Antar Manusia


BAB 5 Kerahasiaan Data
Oleh:
Ade Ana S, Anggi N, Defy P, Fitria R,
Ildham P, Ma’ruf H, Rachmat Irvan S,
Risma N, Supriyanto, Titin W, Ulfa
Amalia F, Virna F, Wengki A.

Fakultas Psikologi Unas Pasim


Oleh: Ade A

 bab 4. Hubungan Antar Manusia

 Berhubungan dengan manusia merupakan bagian mutlak dari


pekerjaan seorang psikolog ataupun ilmuwan psikologi.
 Manusia adalah mahkluk yang kompleks dan di sinilah kompleksitas
masalah berpotensi muncul dalam praktik profesional seorang
psikolog ataupun ilmuwan psikologi.
 Sebagai manusia, saat kita bertemu dengan sesama, sering kali
muncul sikap dan preferensi subjektif yang membuat kita sulit
memperlakukan setiap orang dengan sama persis.

Fakultas Psikologi Unas Pasim 2


Faktor yang dapat memengaruhi subjektivitas seorang psikolog saat
berhadapan dengan klien sebagai berikut:

1. Faktor-faktor demografis, seperti: jenis kelamin, ras, usia, agama,


“tempat asal, tahun lahir, dan sebagainya.
2. Memori tentang wajah atau kepribadian klien yang, mirip dcngan
yang pernah ditemui sebelumnya.
3. Bidang usaha atau pekerjaan klien yang berhubungan dengan
persoalan yang sedang psikolog hadapi.
4. Penampilan fisik yang menarik dari klien.
5. Pembawaan psikologis klien yang hangat dan bersahabat.
6. Kesamaan atau perbedaan nilai-nilai, filosofi, dan pandangan
hidup.

Fakultas Psikologi Unas Pasim 3


Jenis-Jenis Hubungan Antar Psikolog Dan Klien

A. Hubungan Majemuk (multiple Relationship)

KEPI (HIMPSI): Pasal 16-18 dan COC (APA): pasal 3.05, 3.06, 3.08, 6.05

 Hubungan majemuk berpotensi mengacaukan tujuan terapi karena


adanya konflik kepentingan dan ekspektasi psikolog yang lebih daripada
sekedar klien.

 Hubungan majemuk bisa terjadi ketika yang menjadi klien adalah:


sahabat, pacar, siswa atau guru dan berbagai hubungan lainnya.

 Selain berdampak pada objektivitas persepsi, klien juga berpotensi


dirugikan karena perhatiannya akan terbagi dalam dua hubungan.

Fakultas Psikologi Unas Pasim 4


 Membuka peluang terjadinya eksploitasi dan manipulasi oleh
terapis atau klien yang memiliki kekuasaan tertentu didalam
hubungannya.

 Jasa barter dalam membayar jasa psikolog dengan jasa dalam


bidang usahanya, juga harus dihindari.

 Dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Hubungan majemuk diatur


pada pasal 16, psikolog atau ilmuwan psikolog harus menghindari
dari hubungan majemuk jika dipertimbangkan dapat merusak
objektivitas, kompetensi atau efektivitas dalam menjalankan
fungsinya. 5
Fakultas Psikologi Unas Pasim
Oleh: Anggi

B. Hubungan Yang Melibatkan Kedekatan Seksual


KEPI (HIMPSI): Pasal 14-18 dan COC (APA): pasal 2.01, 3.01, 3.02, 3.03

 Kedekatan emosional dengan klien sangat berpotensi


membangkitkan persaan dan emosi di dalam diri psikolog sehingga
keinginan untuk menjalin hubungan yang lebih dari sekedar
psikolog-klien.
 Ketika hubungannya tidak melibatkan pelecehan, muncul
interpretasi yang bervariasi apakah boleh atau tidak boleh menjalin
hubungan romantis dengan klien.
 Ada pandangan yang mengatakan bahwa hal tersebut dapat
dianggap etis karena tidak merugikan keduanya, bahkan
cenderung menguntungkan kedua belah pihak.
Fakultas Psikologi Unas Pasim
Kasus 1. Dating Theraphy
Jane yang mengalami Depresi sejak ditinggalkan oleh pacarnya,
dan berdampak pada performa kerjanya dikantor, ia mendatangi
seorang psikolog muda yang terbiasa menangani kasus depresi,
setelah beberapa rangkaian pemeriksaan Jane merasa nyaman,
psikolog menyadari perubahan pada Jane bukan perubahan yang
sejati, psikolog berkesimpulan satu-satunya cara paling efektif untuk
memulihkan jane dengan membuatnya berpacaran kembali, dari
hasil pemeriksaan ditemukan ada kebutuhan besar dalam diri jane
untuk saling berbagi kasih dan diterima oleh lawan jenisnya. disisi
lain Psikolog mulai tertarik pada jane dan berencana menjadikannya
pacar.
Kode Etik Psikologi (HIMPSI, 2010/ dan APA (2010)
Menyatakan dengan tegas tentang batasan peran seorang psikolog
dengan klien nya, beberapa alasan yang mendasari pertimbangan
tidak etis ialah:

1. Kemungkinan besar terapis akan secara sepihak


mengakhiri sesi terapi untuk memenuhi kebutuhan
seksualnya.
2. Klien perlu mendapatkan rentang waktu dan peristiwa
yang cukup untuk meyakinkan bahwa ia dapat berfungsi
dengan baik tanpa kehadiran atau dukungan terapis.
Oleh: Defy

C. Hubungan dengan klien yang pernah ditangani.


KEPI (HIMPSI): Pasal 15-17 dan COC (APA): pasal 2.01-2.06, 3.06

Dalam hal ini psikolog tetap menerima klien dengan beberapa


kondisi yang perlu disesuaikan diantaranya:
1. Sebelum memulai sesi terapi, perlu mengkomunikasikan
kemungkinan adanya penegakan batasan-batasan kembali, guna
menghindari transference.
2. Persahabatan yang semula cukup erat perlu “dibekukan” untuk
sementara waktu, hubungan dibuat lebih formal, sopan,
selayaknya seorang psikolog dan klien.
3. Meminta bantuan pihak ketiga yang netral untukmengevaluasi atau
mengambil peran-peran guna menghindari konflik kepentingan.
Kasus 2: hadiah dari klien
Situasi A: Seorang klien datang kepada psikolognya karena
depresi berkepanjangan setelah ditinggal suaminya. Psikolog
memberikan sesi konseling yang direncanakan selama 8 sesi,
setelah sesi ke 6 klien sudah terlihat pulih sehingga sudah dapat
dilakukan sesi terminasi, merasa sangat membantu klien
membawaka hadiah berupa kemeja kerja di hari terakhirnya.

Situasi B: Jane mengalami dependent personality disorder, merasa


cukup terganggu dengan konsisinya ia berkonsultasi dengan
psikolog, setelah beberapa sesi terapi, Jane merasa nyaman
dengan sesinya sehingga berharap sesi dapat terus berlanjut, agar
psikolog tidak menghentikan sesi, Jane membelikan dasi, pen, dan
beberapa benda lainnya disetiap sesi.
Kasus 3: Menikahi Mantan Klien

Adi seorang psikolog yang menangani seorang seorang gadis


korban KDRT Rose , setelah menjalani beberapa sesi konsling
Rose terpesona dengan kepribadian Adi, ia merasa nyaman
menceritakan sengan terbuka segala pengalamannya dan
menginginkan hubungan lebih dari sekedar klien. Adi menyadari
bahwa Rose jatuh hati kepadanya, Adi pun merasa nyaman dengan
Rose, namun ia tetap bersikap netral hingga terminasi terapi.
Setelah serangkaian sesi selesai mereka membina komunikasi adi
akhirnya memutuskanuntuk menikahi Rose karena merasa semakin
cocok.
 cara-cara Menjaga Batasan Untuk Memlihara Oleh: Fitria
Hubungan Profesional Dengan Klien
Menurut Gutheil dan Gabbard 2006.
A. Sikap Profesional
 Kode Etik Psikologi Indonesia menekankan pentingnya sikap
profesionalisme (pasal 13) pada psikolog untuk menjaga objektivitas
hubungan dengan klien.
 Profesionalisme: perilaku yang mencerminkan karakteristik profesi,
perilaku yang sesuai dengan profesi yang sudah dipelajari serta
perilaku yang mematuhi standar etis dan teknis yang ada (Merriam-
Webster., 2014)
 Dalam pasal 13 HIMPSI 2010 , sikap profesional yaitu:sikap objektif,
yang memberikan pelayanan terbaik kepada siapapun yang
membutuhkan serta mengantisipasi dan melindungi klien, artinya
hubungan tidak boleh melebihi hubungan yang tidak berhubungan
dengan praktik psikologi.
B. Peran
Batasan peran merupakan hal yang esensial guna menjaga
hubungan yang profesional. Pertanyaan sederhana untuk
mendefinisikan batasan peran ialah: “Apakah ini yang terapis
lakukan?” walaupun interpretasi serta jawaban dari masing-masing
psikolog berbeda-beda, namun pertanyaan tersebut dapat
membantu memantapkan orientasi dalam hubungan profesional
dengan klien.

C. Waktu
Waktu sesi perlu ditetapkan dengan jelas sehingga dapat
memberikan gambaran sekaligus ekspektasi klien bahwa ia akan
mengalami beberapa periode mengenang dan mengingat kembali
masa lalunya hanya untuk waktu tertentu yang terbatas. Seorang
psikolog lelaki menemui klien perempuannya selama lebih dari 5
jam tentu membuat hubungannya dipertanyakan.
D.Tempat dan Ruang
Tempat sesi terbaik adalah rumah sakit atau ruang kerja psikolog,
walaupun dalam beberapa situasi mendesak sering kali tidak dapat
dilakukan, beberapa pelanggaran terhadap batasan tempat dan
ruang yang paling sering terjadi ialah:
1. Sesi dilakukan sambil makan siang
2. Dilakukan di Mobil saat psikolog dan klien menuju kesuatu tempat
yang sama.
3. Sesi yang dilakukan di rumah klien.

Namun sebagian terapi boleh, menemani klien saat menyetir, saat


berada dikeramaian,atau bahkan ditempat kamar mandi umum
(untuk penanganan gangguan paruresis) sepanjang relevan
dengan keluhan klien.
Oleh: ildham

E. Uang
 Uang adalah satu-satunya gratifikasi yang dapat diterima oleh
seorang psikolog atas jasanya,
 sering kali beberapa psikolog membebaskan biaya terapi, baik karena
prefensi psikolog terhadap klien, karena psikolog mengenal klien.
 Hal ini akan berdampak pada batasan yang dibangun antara psikolog-
klien dan kurang efektifnya dampak dari sesi yang diberikan terhadap
klien.
F. Hadiah

 hadiah dapat berpotensi merusak batasan antara psikolog-klien.


 Hal ini sering disadari oleh psikolog karena motivasinya hanya
sekedar memberikan apresiasi dan penghargaan yang sederhana
atas kemajuan klien. Namun klien dapat menginterpretasikannya
bermacam-macam dan kadang berlebihan.
 Cara terbaik adalah membuat batasan tidak memberikan hadiah
kepada klien. Namun ada kalanya klien yang memberikan hadiah
kepada psikolog. Oleh karena itu perlu bijaksana dalam
mengidentifikasi dan mengklarifikasi motivasi memberi hadiah oleh
klien sehingga tidak merasa tersinggung atau pemberiannya ditolak.
G. Batasan Lainnya

Batasan lain yang dapat mempengaruhi hubungan profesional


psikolog-klien, misalnya penggunaan kata-kata ( bahasa formal atau
bahasa sehari-hari), menceritakan pengalaman pribadi psikolog
(walau dalam hal-hal tertentu akan berguna untuk meningkatkan
kepercayaan klien) sentuhan atau kontak fisik, dan sebagainya.
Tindakan-tindakan dibawah ini boleh dilakukan atau sebaliknya dihindari guna
menjaga hubungan profesional psikolog-klien.

Psikolog-klien Psikolog-klien berjenis


Tindakan berjenis kelamin kelamin berbeda
sama

Bersalaman
Menempelkan pipi
Mencium pipi
Menyentuh pundak
Mengusap tangan
Memberikan nomor HP
sesi di Café/tempat umum
Sesi dirumah/kantor

Memberi hadiah oleh-oleh


Oleh: Ma’ruf
 Pengalihan Dan Penghentian Jasa

KEPI (HIMPSI): Pasal 22 dan COC (APA): pasal 3.12

Langkah-langkah yang tegas ketika Psikolog menyadari adanya


penyimpangan dalam hubungan tarapeutik yang dibangun. Beberapa
langkah yang dapat dilakukan ialah:

Pengalihan jasa
Dimungkinkan dalam kondisi saat psikolog merasa tidak mampu
mengatasi kasus klien.( keterbatasan fisik,kompetensi, maupun
emosional), psikolog atau klien pindah kota atau keterbatasan
pemberian imbalan jasa dari klien ( HIMPSI, 2010).
Penghentian jasa dapat dilakukan jika:
1. Klien tidak memerlukan jasa kembali
2. Ketergantungan antara psikolog-klien yang menimbulkan
perasaan tidak nyaman atau kedua belah pihak (HIMPSI
2010).
Pertimbangan yang perlu dipikirkan dalam melakukan pengalihan jasa

1. Psikolog memastikan bahwa psikolog lain yang akan menangani


klien memiliki kompetensi. Serta tidak berpotensi membahayakan
klien.
2. Psikolog perlu memberitahukan kemungkinan adanya penyesuaian
dalam hal biaya jasa.
3. psikolog perlu memberitahukan dan meminta persetujuan klien
tentang dibukanya rahasia dan data klien kepada psikolog rujukan
guna melanjutkan sesi.
 informed Consent

KEPI (HIMPSI): Pasal 20 dan COC (APA): pasal 3.10

 Tindakan untuk mengantisipasi kemungkinan terlampauinya


batasan dalam hubungan psikolog-klien, sangat penting bagi
psikolog meminta klien untuk membaca, menyepakati, dan
menandatangani lembar persetujuan (informed Consent) syarat-
syarat sesi.

 Batasan dan antisipasi tentang kemungkinan batasan dilanggar


perlu dtuliskan dalam lembar persetujuan dengan jelas sehingga
klien memahami betuk batasan tersebut. Hal ini dapat menghindari
kemungkinan salah paham atau salah persepsi dari masing-masing
pihak.
Oleh: Rirvan
 bab 5. kerahasiaan Data

 Salah satu penekanan nilai profesionalisme seorang psikolog


terletak pada kemampuannya menjaga rahasia.
 Pope dan Vetter (1992) mencatat bahwa kerahasiaan bahkan
disepakati oleh para psikolog sebagai kewajiban etis yang
terpenting (Crowe, Grogan.‘ Jacobs, Lindsay, & Mark, 1985),
 Psikolog atau terapis tidak bisa berjanji kepada klien bahwa semua
hal yang mereka sampaikan akan selalu menjadi rahasia di antara
kedua belah pihak.
 Ada pertimbangan-pertimbangan dan hukum di luar konteks terapi
yang kadang-kndang menjadi alasan sehingga proses, tujuan, dan
pengaruh dari informasi yang disampaikan klien akhirnya
dibeberkan dan itu membatasi kerahasiaan yang disepakati (Corey.
dkk., 201 I).
Kasus 1 Tarasoff
 Kasus TARASOFF merupakan kasus pembunuhan seorang
maasiswa bernama Tatiana Taasoff, pada 1969. Pelakunya bernama
Prosenjit Poddar, Setelah beberapa kali berkencan, mereka kemudian
tidak sependapat tentang kelanjutan hubungan mereka dan Poddar
terobsesi dengannya.
 Setelah Tarasoff menolaknya dengan kasar, Poddar mulai mengejar
dan mengalami gangguan emosi yang parah. Terapis yang
menangani, Dr. Laurence Moore, Poddar mengakui keinginannya
untuk membunuh Tarasof (Walaupun Poddar tidak pernah
menyebutkan nama Tarasoff dalam sesi yang ia ikuti, namun
mengidentifikasi bahwa wanita itulah yang dimaksud.
 Pada sesi ke-8, Moore menasihatinya, jika ancamannya tersebut terus
dilanjutkan, tidak ada pilihan lagi bagi Poddar untuk dirawat. Setelah
berkonsultasi dengan Dr.Harvey Powelson, seorang Psikiater yang
merupakan supervisor Dr.Moore, mereka kemudian menulis surat
kepada polisi kampus dan menyampaikan tentang adanya ancaman
kematian tsb.
 Saat Poddar mengakui akan ancaman yang ia berikan dia meyakinkan
polisi bahwa dia akan menjauhi Tarasoff, ia lalu dibebaskan. dan Dr.
Powelson memerintahkan agar semua catatan terapinya dimusnakan.
Namun, Poddar ternyata melanggar janjinya.
 Pada 27 Oktober 1969, Poddar menemui Tarasoff di rumahnya. Ketika ia
berusaha melarikan diri, Poddar mengejarnya dan kemudian
membunuhnya, Poddar lalu memanggil polisi. Dan dipenjara selama 5
tahun dan akhirnya di deportasi.
 Tidak lama setelah pembebasan, orangtua Tarasoff mengajukan gugatan
ke pengadilan atas diri psikiater dan University Of California, Barkeley.
Gugatan tersebut menyatakan bahwa terdakwa seharusnya mengingatkan
Tarasoff secara langsung akan adanya ancaman pembunuhan yang
mungkin saja bisa menyelamatkan hidupnya.
 Moore dan Powelson membela dirinya dengan dasar bahwa kewajiban
mereka adalah melindungi privasi klien mereka, Dari pihak ketiga.
Pengadilan memenangkan orang tua Tarasoff. Pengadilan memutuskan
psikoterapis harus membuka kerahasiaan kliennya jika ditemukan bahwa
klien tersebut berbahaya bagi nyawa orang lain hukum ini dikenal dengan
hukum Tarasoff.
Oleh: Novi
KATEGORI INFORMASI YANG DIRAHASIAKAN
Thompson (1990)
1. Status klien, baik mantan klien maupun klien yang saat ini sedang
ditangani.

2. Jumlah pertemuan, waktu pertemuan pertama kali, dan jarak


waktu antarpertemuan.

3. Tipe jasa, konseling individu, pasangan, keluarga, kelompok,


maupun kombinasi diantaranya.

4. Alasan klien mencari atau menerima jasa dan diagnosis yang


ditegakkan atas diri klien.

11-04-12
5. Kata-kata dan perilaku nonverbal yang ditampilkan klien selama
proses terapi.
6. Kata-kata dan perilaku nonverbal yang ditunjukan klien terhadap
terapis dalam konteks lainnya.
7. Kata-kata dan perilaku nonverbal terapis, baik didalam maupun
diluar konteks terapi.
8. Rencana intervensi dan hal yang saat ini sedang dilakukan.
9. Pandangan umum terapis mengenai jalannya intervensi dan
hasilnya.
REKAM PSIKOLOGI
Kode Etik Psikologi Indonesia (HIMPSI):Pasal 23
Code of Conduct (APA):Pasal 6.01 dan 6.02

Rekam psikologi adalah berbagai hal yang berkaitan dengan


pendokumentasian yang berhubungan dengan penelitian,
praktik dan karya lainnya dan dilakukan oleh seorang psikolog
atau ilmuan psikologi.

Seorang psikolog dan ilmuwan psikolog memiliki kewajiban


untuk membuat, menyimpan, menjaga, memberikan catatan
dan data yang berhubungan dengan penelitian, praktek,dan
karya lain sesuai hukum.
TUJUAN REKAM PSIKOLOGI

1. Untuk memudahkan pengguna jasa psikologi


dikemudian hari, baik oleh mereka sendiri maupun
professional lainnya.
2. Sebagai bukti pertanggungjawaban telah dilakukannya
pemeriksaan.
3. Untuk memenuhi prasyarat yang ditetapkan intuisi atau
hukum.
4. Memperbolehkan adanya replikasi desain dan analisis
penelitian.
5. Menjamin ketepatan dari penagihan dan pembayaran.
Oleh: Pri
INFORMASI YANG DICATAT
Committee on Professional Practice and Standars, Board of
Professional Affairs (2006)

Identitas Pribadi,Tanggal layanan, Tipe layanan, Biaya, Bentuk


asesmen, rencana intervensi, konsultasi, ringkasan laporan
Informasi lainnya yang diperoleh.

Informasi Yang tidak perlu Dicatat

• Pernyataan-pernyataan emosional.
• Pandangan pribadi dari psikolog yang menangani.
• Pelanggaran hukum yang pernah dilakukan klien.
• Informasi sensitive yang dapat mempermalukan dan
membahayakan klien.
PENGGUNAAN ALAT TELEKOMUNIKASI DAN
PELANGGARAN PRIVASI
Hal-hal yang mudah diabaikan dan menimbulkan adanya
pelanggaran terhadap kerahasiaan dan privasi klien (Pope &
Vasquez,2007)
1. Sumber rujukan
memberikan ucapan terima kasih kepada psikolog Yang telah
merujuk dan memberikan informasi spesifik Mengenai klien dan
memberitahukan apa yang telah terjadi selama sesi pertemuan
bersama kita.
2. Konsultasi Publik
Membuka peluang akan adanya pihak lain yang seharusnya tidak
menerima informasi yang dibicarkan, misalnya membicarkan klien
dalam lift yang penuh.
3. Gosip
Jika kabar slentingan klien diceritakan oleh psikolog
maka hal tersebut merupakan pelanggaran kode etik.
4. Catatan kasus dan berkas data
Diperlukan tempat tertutup untuk melindungi catatan
klien, tidak menampilkan nama klien ditempat umum.
Atau tempat terkunci untuk menyimpan catatan atau
dokumen yang hanya dipegang oleh psikolog.
5. Telepon, faksimile dan pesan tertulis
pesan mengenai data klien yang berpotensi terlihat
oleh orang lain. Misal lembar dr faksimile.
6. Komputer
peran komputer dalam menjaga kerahasiaan data, dimanakah
letaknya, apakah aman dari hacker, apakah dilindungi pasword,
bagaimana menghapus data rahasia?

7. Kantor yang ada dirumah.


pertimbangan: apakah ada kemungkinan anggota keluarga
mengganggu sesi, mendengar sesi, apakah telepon atau pesan
suara dari klien dapat didengar anggota keluarga lain?

8. Berbagi dengan orang terdekat.

pemberian informasi kepada pasangan dilakukan sebagai cara


untuk menjaga kedekatan. Tantangannya bagaimana hal tersebut
dilakukan tanpa melanggar privasi klien.
Oleh: Titin W

MEMPERTAHANKAN KERAHASIAAN DATA


Kode Etik Psikologi Indonesia:Pasal 24
Code of Conduct (APA):Pasal 4.01; 4.03; 6.02
Orang yang menjalani jasa psikologi harus mematuhi hal sebagai
berikut:

1. Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya


dan memuat hal-hal yang langsung berkaitan dengan pemberian
jasa psikologi.
2. Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak yang
secara langsung berwenang atas diri pengguna jasa psikologi.
3. Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan dan tertulis
kepada pihak ketiga hanya bila pemberitahuan diperlukan untuk
kepentingan jasa psikologi dengan tetap menjaga kerahasiaan.
 Apabila data klien yang menjalani jasa psikologi tersebut harus
dimasukkan ke basis data atau sistem yang dapat diakses pihak
lain tanpa persetujuan orang yang bersangkutan maka harus
digunakan kode atau cara lain yang dapat melindungi orang
tersebut agar tidak dapat dikenali.

 Sebelum merekam suara atau video dari individu yang


membutuhkan jasa, psikolog dan/atau ilmuwan psikologi
sebelumnya harus memperoleh izin dari individu atau pihak lain
yang memiliki otoritas secara hukum.
 Sebisa mungkin, seorang profesional harus berupaya membuat
sistem yang dapat menjaga kerahasiaan dalam pencatatan data,
dan bertanggung jawab penuh atas konten informasi dan data yang
dicatat sendiri ataupun yang dicatat atas supervisi dari seorang
psikolog dan/atau ilmuwan psikolog tersebut.

 Batas waktu dan persyaratan penyimpanan data biasanya


diatur berdasarkan pada hukum. Jika belum ada hukum atau aturan
yang jelas mengenai hal ini data yang ada paling tidak harus
dipertahankan selama tiap tahun dari sejak kontak terakhir dengan
klien (Committee on Professional Practice and Standards, Board of

Professional Affairs, 2006).


Oleh: Ulfa

KASUS 2: BERTEMU KLIEN DI RUANG PUBLIK


Ratna adalah seorang konselor mahasiswa di sebuah kampus
swasta. Dia telah melakukan konseling terhadap Sasa selama
beberapa bulan terkait engan masalah keluarga dan body image
yang ia alami. Suatu hari, Ratna dan temannya pergi ke sebuah
kafe untuk Bersantai sambil menikmati makan malam. Ratna sangat
terkejut Ketika seorang pelayan datang menghampiriya dengan
ceria dan menyapanya, dan dia ternyata adalah Sasa. Ratna
bercakap-cakap sebentar dengan Sasa, yang kemudian
membawakan makanan yang mereka pesan dan selanjutnya pergi
melayani pengunjung lainnya. Sasa sama sekali tidak menyebutkan
tentang konseling atau aspek lainnya yang berkaitan dengan
konteks relasi yang ia miliki dengan Ratna. Teman Ratna lalu
bertanya siapa Sasa dan bagaimana ia bisa mengenalnya.
MENDISKUSIKAN BATASAN KERAHASIAAN DATA
KEPADA PENGGUNA JASA PSIKOLOGI
Kode Etik Psikologi Indonesia (HIMPSI): pasal 25
Code of conduct (APA): pasal 4.02;4.06

Materi diskusi
 Membicarakan informasi kerahasiaan data dalam rangka
memberikan konseling/konsultasi kepada pengguna jasa psikologi
(perorangan, oraganisasi, mahasiswa, partisipan penelitian) dalam
rangka tugasnya sebagai profesional.
 Materi yang dibicarakan hanya digunakan untuk tujuan ilmiah atau
profesional, diupayakan tidak mengganggu kehidupan pribadi
pengguna jasa. Laporan yang diberikan baik secara lisan atau
tertulis hanya sebatas perjanjian atau kesepakatan yang dibuat
(HIMPSI, 2010).
Lingkup orang.
 Pembicaraan yang berkaitan dengan jasa psikologi hanya dilakukan
dengan mereka yang terlibat dalam permasalahan atau kepentingan
jasa.
 Pemberian keterangan/data diperoleh melalui persetujuan jasa
psikologi atau penasihat hukumnya dan organisasi yang secara
profesional terlibat dalam perjanjian.
 Dalam proses konsultasi antar rekan sejawat psikologi tidak saling
berbagi hal-hal yang seharusnya menjadi rahasia pengguna jasa
psikologi
Kasus 3: Obrolan disiang hari Oleh: Virna

Misal Anda seorang calon konselor untuk mahasiswa, anda


biasanya bertemu dengan supervisor atau dosen pembimbing
setiap minggu untuk mendiskusikan kasus-kasus. Suatu hari saat
makan siang, anda mendengar teman magang yang menceritakan
kasus-kasus dengan detail bahkan sampai menyebutkan nama
klien, mereka membuat lelucon tentang beberapa klien. Sementara
didekat mereka duduk beberapa mahsiswa lainnya yang mungkin
saja mendengar percakapan mereka.

11-04-12
Menurut fisher (2008, dalam Corey dkk, 2011), langkah
praktis secara etis yang dapat dilakukan untuk melindungi
hak kerahasiaan klien.

1. Persiapan. Informasikan kepada klien tentang pentingnya


kerahasiaan dengan klien.

2. Ungkapkan kebenarannya dimuka. Perlu adanya penekanan


tentang kerahasiaan dan upayakan memperoleh persetujuan dari
klien akan keterbatasan ini sebelum terikat dalam relasi yang
sifatnya profesional dengan anda.

3. Dapatkan persetujuan klien sebelum data diungkapkan.


Dokumentasikan persetujuan dari klien sebelum data diungkapkan.
4. Berikan respons yang etis terkait permintaan hukum terhadap
pengungkapan data.

5. Hindari hal-hal yang dapat dihindari berkaitan dengan kerahasiaan.


Hindari membuat pengecualian terhadap aturan kerahasiaan. Awasi
pencatatan dan pendokumentasian hal-hal yang dilakukan dalam
pemberian jasa.

6. Bicarakan tentang kerahasiaan. Upayakan adanya dialog dengan


klien tentang kerahasiaan jika diperlukan
Oleh: Wengki
PENGUNGKAPAN KERAHASIAAN DATA
Kode Etik Psikologi Indonesia (HIMPSI): pasal 26
Code of conduct (APA): pasal 4.05
Data/informasi dapat diungkapkan dengan persetujuan dari klien,
atau pihak lain yang diberikan otoritas secara hukum. Jika
diungkapkan tanpa persetujuan klien maka itu hanya dapat
dilakukan atas ketentuan dan keperluan hukum atau tujuan lainnya
seperti.
 Membantu mereka yang memerlukan jasa psofesional, baik secara
perorangan maupun organisasi
 Memperoleh konsultasi dari pihak profesional yang tepat
 Melindungi klien/pasien atau pihak lainnya dari masalah atau
kesulitan
 Mendapatkan pembayaran untuk jasa atas klien/pasien.
Jika data atau informasi tersebut diperlukan untuk protokol riset dari
pihak yang berwenang dan memerlukan identifikasi personal maka
identitas tersebut harus dihapuskan sebelum datanya dapat diakses.
PEMANFAATAN INFORMASI DAN HASIL PEMERIKSAAN
PSIKOLOGI UNTUK TUJUAN PENDIDIKAN ATAU TUJUAN LAIN
Kode Etik Psikologi Indonesia (HIMPSI): pasal 26
Code of conduct (APA): pasal 4.05
psikolog/ ilmuwan psikolog tidak mengungkapkan dalam penulisan,
materi pengajaran maupun dimedia lainnya hasil jasa psikolog yang
bersifat pribadi dan rahasia.
Informasi yang sifatnya rahasia diungkapkan hanya jika ada alasan
yang kuat, dan tidak bertentangan dengan hukum dan mengambil
langkah seperti:
 Langkah-langkah yang wajar menyamarkan individu /organisasi
yang bersangkutan.
 Telah memberikan izin tertulis
 Terdapat otoritas hukum.

11-04-12
Aplikasi: Who Abused Jane Doe?

Pada tahun 1997 seorang psikiater bernama David Corwin yang


berkolaborasi dengan Erna Olafson mengembangkan sebuah studi
kasus mengenai memori. Subjek dari penelitian adalah Jane doe
(nama disamarkan) dicurigai menjadi korban kekerasan ibu
kandungnya secara seksual maupun fisik sehingga mereka
meminta Corwin untuk mengevaluasi tindakan tersebut agar
memenangkan hak asuh. Pada tahun 1984 Corwin mewawancarai
Jane untuk pertama kalinya, Jane mengaku bahwa telah dianiaya
ibu kandungnya. Setelah 3 kali di wawancara Jane tetap mengaku
dianiaya ibu kandungnya. Setelah Corwin menyimpulkan ,hak asuh
di miliki ayah dan ibu tirinya.setelah 11 tahun berlalu corwin masih
membahas dikonferensi memori dan kekerasan anak,
Tahun 1995, corwin kembali bertanya setelah jane berusia 17 th,
jane mengingat kekerasan yang dilakukan ibunya namun tidak
mengingat pelecehan seksualnya, lalu Corwin memutar rekeman
video saat jane beusia 6 th, akhirnya Jane mengingatnya.
Corwin mengundang beberapa peneliti serta dokter untuk
mengomentari kasus Jane agar dapat dibuat jurnal. Beberapa ahli
melihat kedua video saat usia 6 dan 17. Corwin sangat
merahasiakan nama Jane dan kerabat lainnya agar publik tidak tau
tetapi dalam rekaman video jelas Jane menyebutkan identitas
aslinya. Lalu Lotfus dan Guyer (investigator rahasia) meneliti kasus
Jane dengan setanpa izin dari Corwin dan jane, mereka
mengungkapkan identitas jane doe, serta kebenaran atas kejadian
tersebut, sehingga mereka dituduh melakukan beberapa
pelanggaran kode etik dalam psikologi.
Demikian presentasi dari kelompok kami
mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam
penulisan ataupun pengucapan
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai