Anda di halaman 1dari 4

Monday, July 13, 2009

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN GANGGUAN JIWA Bisri Mustofa

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN GANGGUAN JIWA


A. PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien
(Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien.
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari
komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat
dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu
dan klien menerima bantuan.
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan
pada pertumbuhan klien meliputi :

1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.


2. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
3. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling
tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan Personal yang realistik.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :

1. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien
pecaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut (Hamid,
1998) :

1. Kesadaran diri.
2. Klarifikasi nilai.
3. Eksplorasi perasaan.
4. Kemampuan untuk menjadi model peran.
5. Motivasi altruistik.
6. Rasa tanggung jawab dan etik
B. PENGERTIAN GANGGUAN JIWA
Menurut American Psychiatric Association (APA, 1994), gangguan mental adalah gejala atau
pola dari tingkah laku psikologi yang tampak secara klinis yang terjadi pada seseorang dari
berhubungan dengan keadaan distres (gejala yang menyakitkan) atau ketidakmampuan
(gangguan pada satu area atau lebih dari fungsi-fungsi penting) yang meningkatkan risiko
terhadap kematian, nyeri, ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan yang penting, dan
tidak jarang respon tersebut dapat diterima pada kondisi tertentu.
Menurut Townsend (1996) mental illness adalah respon maladaptive terhadap stresor dari
lingkungan dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik
individu.
Konsep Gangguan Jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III adalah sindrom atau pola
perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas
berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distres) atau hendaya (impairment/disability) di
dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia (Maslim, 2002).
C. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN GANGGUAN JIWA
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Teknik komunikasi
terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi
penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk
mempengaruhi orang lain (Stuart & sundeen,1995).
Adapun tujuan komunikasi terapeutik adalah:

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal
yang diperlukan;

2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya;

3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap
perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang
dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Prinsip-prinsip komunikasi adalah:

1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi


2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan
terapeutik
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
5. Kerahasiaan klien harus dijaga
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
7. Implementasi intervensi berdasarkan teori
8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang
tingkah laku klien dan memberi nasihat
9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara
rasional
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat
menarik klien.

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik khusus, ada
beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan
gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :

1. penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita gangguan
penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan perubahan
fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).

2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan penderita
penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.

3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa saja
jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.

Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap perbedaan antara
penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode komunikasinya.

Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan


tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus
terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja
kacau balau.

Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :

1. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang
menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.

2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement

3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersama –
sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri
penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau
berhubungan dll.

4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus direduksi
atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita support dengan terapi – terapi lain,
jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan pasien lain bisa menjadi korban.

Kesehatan jiwa sering berpijak pada beberapa komponen, beberapa komponen tersebut
adalah:
1. Support system : dukungan dari orang lain atau keluarga membantu seseorang
bertahan terhadap tekanan kehidupan, stresor yang menyerang seseorang akan
melumpuhkan ketahanan psikologisnya, dengan dukungan dari sahabat, orang -
orang terdekat, suami, istri, orang tua maka seseorang menjadi lebih kuat dalam
menghadapi stressor.
2. Mekanisme Koping : bagaimana cara seseorang berespon terhadap stressor
menjadi satu ciri khas bagi setiap individu, jika responnya adaptif maka hasilnya
tentu perlaku positif, jika responnya negatif hasilnya adalah perilaku negatif.
3. Harga Diri : jika dia merasa lebih baik dari orang lain maka akan menjadi
sombong, jika dia merasa orang lain lebih baik dari dia maka dia akan mengalami
Harga Diri Rendah.
4. Ideal Diri : Bagaimana cara seseorang melihat dirinya, bagaimana dia seharusnya
: " saya hanya akan menikah dengan seorang wanita anak pengusaha" comment
tersebut adalah ideal diri tinggi, " saya hanya lulusan SD, menjadi buruh saja saya
sudah maksimal" comment ini adalah ideal diri rendah.
5. Gambaran Diri : apakah seseorang menerima dirinya beserta semua kelebihan dan
kekurangan, meski cantik dia menerima kecantikannya tersebut satu paket dengan
keburukan lain yang menyertai kecantikan tersebut.
6. Tumbuh Kembang : Jika seseorang tidak pernah mengalami trauma maka dewasa
dia tidak akan mengalami memori masa lalu yang kelam atau yang buruk.
7. Pola Asuh : kesalahan mengasuh orang tua memicu perubahan dalam psikologis
anak.
8. Genetika : Schizofrenia bisa secara genetis menurun ke anak, bahkan pada
saudara kembar peluang nya 50 %.
9. Lingkungan : Lingkungan yang buruk menjadi salah satu faktor pendukung
munculnya gangguan jiwa.
10. Penyalahgunaan Zat : penyalahgunaan zat memicu depresi susunan saraf pusat,
perubahan pada neurotransmitter sehingga terjadi perubahan pada fungsi
neurologis yang berfungsi mengatur emosi.
11. Perawatan Diri : jika seseorang tidak pernah mendapatkan perawatan, ex : lansia
maka dia akan mengalami suatu perasaan tidak berguna jika perasaan ini
berlangsung lama bisa memicu gangguan jiwa.
12. Kesehatan Fisik : gangguan pada sistem saraf mampu merubah fungsi neurologis,
dampak jangka panjangnya jika yang terkena adalah pusat pengaturan emosi akan
memicu gangguan jiwa.

Seharusnya ada banyak faktor yang memicu gangguan jiwa, jika semua faktor bisa direduksi dan
di minimalisir maka ke depan jumlah penderita gangguan jiwa dapat ditekan sekecil mungkin.

Anda mungkin juga menyukai