Dosen Pengampu
Dr. Thomas Subarso Isriadi., M.Psi., P.Si
Eka Danta Jaya Ginting., M.A., Psi
Dr. Gustiarti Leila., Psi
Oleh
Jonedy Chandra Purba
NIM: 227049002
II. PEMBAHASAN
2.1 Waktu Kerja
Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1951, pekerja tidak boleh menjalankan
pekerjaan lebih dari 7 jam dalam satu hari dan tidak boleh lebih dari 40 jam dalam seminggu.
Dan apabila pekerjaan dilakukan di malam hari atau dalam kondisi yang berbahaya bagi
kesehatan dan keselamatan tubuh, waktu kerja maksimal adalah 6 jam dalam sehari dan 40
jam dalam seminggu.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, aturan tentang jam kerja
telah diperbaharui. Perusahaan wajib melaksanakan jam kerja dengan dua ketentuan seperti
yang tertuang dalam pasal 77 ayat 2, yaitu:
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Namun, ketentuan waktu kerja sebagaimana tertuang dalam Pasal 77 ayat 2 UU No. 13
Tahun 2003 tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Sektor usaha dan
2
pekerjaan tertentu dijelaskan dalam Pasal 23 PP No. 35 Tahun 2021 ayat 2 huruf a, b, dan c.
Pekerjaan yang dimaksud memilki karakteristik sebagai berikut:
a. Penyelesaian pekerjaan kurang dari 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan kurang dari 35 (tiga
puluh lima) jam 1 (satu) minggu.
b. Waktu kerja fleksibel; atau
c. Pekerjaan dapat dilakukan di luar lokasi kerja.
Perlu diperhatikan bahwa pelaksanaan waktu kerja dan jam kerja bagi pekerja/buruh
yang dipekerjakan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang menerapkan waktu kerja
kurang atau lebih dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l harus diatur dalam
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
3
Perusahaan yang mempekerjakan karyawan melebihi waktu kerja (lembur) wajib
membayar upah lembur (UU No. 13 Tahun 2003 pasal 77 ayat 2, UU No. 11 Tahun 2020 ayat
2). Perihal pembayaran upah kerja lembur diaturkan dalam Pasal 31-34 PP No. 35 Tahun
2021 sebagai berikut:
Pasal 31
1. Perusahaan yang mempekerjakan Pekerja/Buruh melebihi waktu kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2l ayat (2) wajib membayar Upah Kerja Lembur dengan
ketentuan:
a. Untuk jam kerja lembur pertama sebesar 1,5 (satu koma lima) kali Upah sejam.
b. Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya, sebesar 2 (dua) kali Upah sejam.
b. Jika hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek, perhitungan Upah Kerja
Lembur dilaksanakan sebagai berikut:
Jam pertama sampai dengan jam kelima, dibayar 2 (dua) kali Upah sejam;
Jam keenam, dibayar 3 (tiga) kali Upah sejam.
Jam ketujuh, jam kedelapan, dan jam kesembilan, dibayar 4 (empat) kali
Upah sejam.
4
b. Jam kesembilan, dibayar 3 (tiga) kali Upah sejam.
c. Jam kesepuluh, jam kesebelas, dan jam kedua belas, dibayar 4 (empat) kali Upah
sejam.
Pasal 32
1. Perhitungan Upah Kerja Lembur didasarkan pada Upah bulanan.
2. Cara menghitung Upah sejam yaitu 1/173 (satu per seratus tujuh puluh tiga) kali
Upah sebulan.
3. Dalam hal komponen Upah terdiri dari Upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar
perhitungan Upah Kerja Lembur 100% (seratus persen) dari Upah.
4. Dalam hal komponen Upah terdiri dari Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan
tidak tetap, apabila Upah pokok ditambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75% (tujuh
puluh lima persen) keseluruhan Upah maka dasar perhitungan Upah Kerja Lembur
sama dengan 75% (tujuh puluh lima persen) dari keseluruhan Upah.
Pasal 33
1. Dalam hal Upah Pekerja/Buruh dibayar secara harian maka penghitungan besarnya
Upah sebulan dilaksanakan dengan ketentuan:
a. Upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima), bagi Pekerja/Buruh yang bekerja 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. Upah sehari dikalikan 21 (dua puluh satu), bagi Pekerja/Buruh yang bekerja 5
(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
2. Dalam hal Upah Pekerja/Buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, Upah
sebulan sama dengan penghasilan rata-rata dalam 12 (dua belas) bulan terakhir.
3. Dalam hal Upah sebulan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 lebih rendah dari
Upah minimum maka Upah sebulan yang digunakan untuk dasar penghitungan Upah
Kerja Lembur yaitu Upah minimum yang berlaku di wilayah tempat Pekerja/Buruh
bekerja.
Pasal 34
1. Dalam hal Perusahaan telah melaksanakan pembayaran Upah Kerja Lembur dengan
sebutan lain dan nilai perhitungan Upah Kerja Lembur sama dengan atau lebih baik
maka perhitungan Upah Kerja Lembur tetap berlaku.
5
2. Upah Kerja Lembur dengan sebutan lain dan nilai perhitungannya yang telah
dilaksanakan oleh Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi Upah
Kerja Lembur sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
3. Pelaksanaan pembayaran Upah Kerja Lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (21 diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian
Kerja Bersama.
6
Hak untuk istirahat panjang ini hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada
perusahaan tertentu yang diatur dalam keputusan Menteri.
UU No. 11 Tahun 2020 mengubah ketentuan tentang istirahat dan cuti tahunan yang
tercantum dalam Pasal 79 Ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003. UU No. 11 Tahun 2020
menekankan bahwa jenis-jenis istirahat dan cuti beserta ketentuan yang disebutkan pada
Pasal 79 UU No. 13 Tahun 2003 adalah syarat wajib yang harus diberikan kepada
karyawa/buruh. Jika ada hal lain yang perlu ditambahkan akan dimuat dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, maupun perjanjian kerja.
Perubahan selanjutnya ada pada ketentuan istirahat mingguan. Dalam pasal 79 UU
No. 13 Tahun 2002 Ayat 2 b disebutkan ada dua skema istirahat mingguan. Pertama, skema 1
hari istirahat mingguan untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. Kedua, skema 2 hari istirahat
mingguan untuk skema 5 hari kerja dalam 1 minggu. Sementara dalam UU No. 11 Tahun
2020 hanya ada satu skema ketentuan istirahat mingguan, yakni 1 hari untuk 6 hari kerja
dalam 1 minggu (Pasal 81 Angka 23 Ayat 2 UU No. 11 Tahun 2020).
b. Cuti Haid
Pasal 81 UU No.13 Tahun 2003 mengatur tentang cuti haid. Pekerja/buruh perempuan
yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib
bekerja pada hari pertama dan kedua selama masa haid tersebut. Pada Pasal 81 Ayat 2 UU
No.13 Tahun 2003 dijelaskan lebih lanjut bahwa ketentuan ini diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja sama.
7
c. Cuti melahirkan
Pasal 82 UU No.13 Tahun 2003 mengatur tentang hak istirahat bagi perempuan yang
melahirkan. Pada ayat 1 pasal disebutkan bahwa pekerja/buruh perempuan berhak
memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saat melahirkan dan 1,5 bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
Lebih lagi pada ayat 2 disebutkan bahwa pekerja/buruh perempuan yang mengalami
keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat
keterangan dokter kandungan dan bidan.
d. Hak menyusui
Pasal 83 UU No.13 Tahun 2003 mengatur tentang hak pekerja/buruh perempuan
untuk menyusui anaknya. Disebutkan bahwa pengusaha mesti memberikan kesempatan
sepatutnya untuk pekerja/buruh perempuan untuk menyusui anaknya jika hal itu mesti
dilakukan selama waktu kerja.
8
III. KESIMPULAN
1. Jam kerja karyawan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan oleh perusahaan
karena berkaitan erat dengan hak dan kewajiban karyawan dan perusahaan.
2. Setiap perusahaan memiliki keunikan tersediri dalam mengatur jam kerja di
perusahaannya. Namun tetap harus mengacu dan tidak boleh menyimpang dari paraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
3. Aturan hukum yang mengatur tentang jam kerja karyawan sebelumnya diatur melalui UU
No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Kerja Tahun 1948
NR. 12 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia. Undang-undang ini dinyatakan
tidak berlaku lagi seiring ditetapkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dan kemudian mendapatkan penyesuaian melalui Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (yang mendapat penetapan melalui UU No. 6
Tahun 2023).