Anda di halaman 1dari 9

JAM KERJA KARYAWAN

(Materi Kuliah Psikologi Ketenagakerjaan)

Dosen Pengampu
Dr. Thomas Subarso Isriadi., M.Psi., P.Si
Eka Danta Jaya Ginting., M.A., Psi
Dr. Gustiarti Leila., Psi

Oleh
Jonedy Chandra Purba
NIM: 227049002

PEMINATAN PSIKOLOGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


MAGISTER PSIKOLOGI SAINS
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
I. PENDAHULUAN
Jam kerja karyawan adalah waktu yang dipergunakan oleh karyawan untuk
melaksanakan aktivitas pekerjannya. Jam kerja karyawan merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan oleh perusahaan karena, pertama: hal ini berkaitan erat dengan hak dan
kewajiban karyawan. Kedua, setiap perusahaan memiliki keunikan tersediri dalam mengatur
jam kerja di perusahaannya. Kendati demikian, aturan tentang jam kerja di tiap Perusahaan
tetap harus mengacu dan tidak boleh menyimpang dari paraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia.
Di Indonesia, aturan tentang jam kerja karyawan sebelumnya diatur melalui UU No. 1
Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Kerja Tahun 1948 NR. 12 Dari
Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia. Undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku
lagi seiring ditetapkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dan kemudian mendapatkan penyesuaian melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (yang mendapat penetapan melalui UU No. 6 Tahun 2023). Makalah ini
akan mencoba memberikan penjelasan tentang pengaturan jam kerja karyawan dengan
mengacu pada peraturan perundang-undangan di Indonesia.

II. PEMBAHASAN
2.1 Waktu Kerja
Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1951, pekerja tidak boleh menjalankan
pekerjaan lebih dari 7 jam dalam satu hari dan tidak boleh lebih dari 40 jam dalam seminggu.
Dan apabila pekerjaan dilakukan di malam hari atau dalam kondisi yang berbahaya bagi
kesehatan dan keselamatan tubuh, waktu kerja maksimal adalah 6 jam dalam sehari dan 40
jam dalam seminggu.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, aturan tentang jam kerja
telah diperbaharui. Perusahaan wajib melaksanakan jam kerja dengan dua ketentuan seperti
yang tertuang dalam pasal 77 ayat 2, yaitu:
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Namun, ketentuan waktu kerja sebagaimana tertuang dalam Pasal 77 ayat 2 UU No. 13
Tahun 2003 tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Sektor usaha dan

2
pekerjaan tertentu dijelaskan dalam Pasal 23 PP No. 35 Tahun 2021 ayat 2 huruf a, b, dan c.
Pekerjaan yang dimaksud memilki karakteristik sebagai berikut:
a. Penyelesaian pekerjaan kurang dari 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan kurang dari 35 (tiga
puluh lima) jam 1 (satu) minggu.
b. Waktu kerja fleksibel; atau
c. Pekerjaan dapat dilakukan di luar lokasi kerja.

Perlu diperhatikan bahwa pelaksanaan waktu kerja dan jam kerja bagi pekerja/buruh
yang dipekerjakan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang menerapkan waktu kerja
kurang atau lebih dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l harus diatur dalam
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

2.2 Kerja Lembur


Yang dimaksud dengan kerja lembur adalah pekerjaan yang dilakukan di luar jam
kerja yang sudah ditentukan. Penjelasan Pasal 78 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003
mempersyaratkan kembali bahwa lembur sedapat mungkin harus dihindarkan karena
pekerja/buruh harus mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat dan memulihkan
kebugarannya. Artinya, jam kerja lembur harus menjadi alternatif terakhir yang hanya dapat
dilakukan apabila pekerjaan tidak dapat diselesaikan dengan waktu kerja normal.
Peraturan perundang-undangan (Pasal 78 UU No. 13 Tahun 2003) menyebutkan
bahwa kerja lembur hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memperoleh persetujuan
dari pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 7 ayat 2 poin a), dan waktu kerja lembur hanya
dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam
dalam 1 (satu) Minggu (Pasal 7 ayat 2 poin b). Namun, perihal waktu kerja lembur yang
dinyatakan dalam Pasal 7 ayat 2 poin b UU No. 13 Tahun 2003 diperbaharui dalam UU No.
11 Tahun 2020 dan PP No. 35 Tahun 2021 pasal 26 poin 1 menjadi paling lama 4 (empat) jam
dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) Minggu.
Selain memperoleh persetujuan karyawan, PP No. 35 Tahun 2021 pasal 29 ayat 1 dan
2 mewajibkan perusahaan yang mengadakan kerja lembur untuk memberi kesempatan kepada
karyawan untuk beristirahat secukupnya dan memberikan makanan dan minuman paling
sedikit 1.400 (seribu empat ratus) kilo kalori, apabila kerja lembur dilakukan selama 4
(empat) jam atau lebih. Dan makanan dan minuman yang diberikan tidak dapat digantikan
dengan uang.

3
Perusahaan yang mempekerjakan karyawan melebihi waktu kerja (lembur) wajib
membayar upah lembur (UU No. 13 Tahun 2003 pasal 77 ayat 2, UU No. 11 Tahun 2020 ayat
2). Perihal pembayaran upah kerja lembur diaturkan dalam Pasal 31-34 PP No. 35 Tahun
2021 sebagai berikut:
 Pasal 31
1. Perusahaan yang mempekerjakan Pekerja/Buruh melebihi waktu kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2l ayat (2) wajib membayar Upah Kerja Lembur dengan
ketentuan:
a. Untuk jam kerja lembur pertama sebesar 1,5 (satu koma lima) kali Upah sejam.
b. Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya, sebesar 2 (dua) kali Upah sejam.

2. Perusahaan yang mempekerjakan Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


wajib membayar Upah Kerja Lembur, apabila kerja lembur dilakukan pada hari
istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja dan
40 (empat puluh) jam seminggu, dengan ketentuan:
a. Perhitungan Upah Kerja Lembur dilaksanakan sebagai berikut:
 Jam pertama sampai dengan jam ketujuh, dibayar 2 (dua) kali Upah sejam;
 Jam kedelapan, dibayar 3 (tiga) kali Upah sejam; dan
 Jam kesembilan, jam kesepuluh, dan jam kesebelas, dibayar 4 (empat) kali
Upah sejam.

b. Jika hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek, perhitungan Upah Kerja
Lembur dilaksanakan sebagai berikut:
 Jam pertama sampai dengan jam kelima, dibayar 2 (dua) kali Upah sejam;
 Jam keenam, dibayar 3 (tiga) kali Upah sejam.
 Jam ketujuh, jam kedelapan, dan jam kesembilan, dibayar 4 (empat) kali
Upah sejam.

3. Perusahaan yang mempekerjakan Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


wajib membayar Upah Kerja Lembur, apabila kerja lembur dilakukan pada hari
istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja dan
40 (empat puluh) jam seminggu, dengan ketentuan perhitungan Upah Kerja Lembur
dilaksanakan sebagai berikut:
a. Jam pertama sampai dengan jam kedelapan, dibayar 2 (dua) kali Upah sejam

4
b. Jam kesembilan, dibayar 3 (tiga) kali Upah sejam.
c. Jam kesepuluh, jam kesebelas, dan jam kedua belas, dibayar 4 (empat) kali Upah
sejam.

Pasal 32
1. Perhitungan Upah Kerja Lembur didasarkan pada Upah bulanan.
2. Cara menghitung Upah sejam yaitu 1/173 (satu per seratus tujuh puluh tiga) kali
Upah sebulan.
3. Dalam hal komponen Upah terdiri dari Upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar
perhitungan Upah Kerja Lembur 100% (seratus persen) dari Upah.
4. Dalam hal komponen Upah terdiri dari Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan
tidak tetap, apabila Upah pokok ditambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75% (tujuh
puluh lima persen) keseluruhan Upah maka dasar perhitungan Upah Kerja Lembur
sama dengan 75% (tujuh puluh lima persen) dari keseluruhan Upah.

Pasal 33
1. Dalam hal Upah Pekerja/Buruh dibayar secara harian maka penghitungan besarnya
Upah sebulan dilaksanakan dengan ketentuan:
a. Upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima), bagi Pekerja/Buruh yang bekerja 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. Upah sehari dikalikan 21 (dua puluh satu), bagi Pekerja/Buruh yang bekerja 5
(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
2. Dalam hal Upah Pekerja/Buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, Upah
sebulan sama dengan penghasilan rata-rata dalam 12 (dua belas) bulan terakhir.
3. Dalam hal Upah sebulan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 lebih rendah dari
Upah minimum maka Upah sebulan yang digunakan untuk dasar penghitungan Upah
Kerja Lembur yaitu Upah minimum yang berlaku di wilayah tempat Pekerja/Buruh
bekerja.

Pasal 34
1. Dalam hal Perusahaan telah melaksanakan pembayaran Upah Kerja Lembur dengan
sebutan lain dan nilai perhitungan Upah Kerja Lembur sama dengan atau lebih baik
maka perhitungan Upah Kerja Lembur tetap berlaku.

5
2. Upah Kerja Lembur dengan sebutan lain dan nilai perhitungannya yang telah
dilaksanakan oleh Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi Upah
Kerja Lembur sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
3. Pelaksanaan pembayaran Upah Kerja Lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (21 diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian
Kerja Bersama.

PP No. 13 Tahun 2021 menyebutkan bahwa kewajiban Perusahaan membayar Upah


Kerja Lembur dikecualikan bagi Pekerja/Buruh dalam golongan jabatan tertentu, yakni
pekerja/buruh yang mempunyai tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana, dan
atau pengendali jalannya Perusahaan dengan waktu kerja tidak dapat dibatasi dan mendapat
Upah lebih tinggi. Penggolongan jabatan ini diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Apabila golongan jabatan tertentu tidak diatur
dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama maka
Pengusaha wajib membayar Upah Kerja Lembur.

2.3 Istirahat dan cuti


Waktu istirahat dan cuti adalah hak pekerja/buruh. Pengusaha wajib memberi waktu
istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh (UU No. 13 pasal 79 ayat 1). Waktu istirahat dan cuti
tersebut meliputi:
a. Istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4
(empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.
b. Istirahat Mingguan. 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2
(dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
c. Cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus. Hal ini diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pelaksanaan
cuti tahunan ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun
ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah
bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan
ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua)
tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

6
Hak untuk istirahat panjang ini hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada
perusahaan tertentu yang diatur dalam keputusan Menteri.

UU No. 11 Tahun 2020 mengubah ketentuan tentang istirahat dan cuti tahunan yang
tercantum dalam Pasal 79 Ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003. UU No. 11 Tahun 2020
menekankan bahwa jenis-jenis istirahat dan cuti beserta ketentuan yang disebutkan pada
Pasal 79 UU No. 13 Tahun 2003 adalah syarat wajib yang harus diberikan kepada
karyawa/buruh. Jika ada hal lain yang perlu ditambahkan akan dimuat dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, maupun perjanjian kerja.
Perubahan selanjutnya ada pada ketentuan istirahat mingguan. Dalam pasal 79 UU
No. 13 Tahun 2002 Ayat 2 b disebutkan ada dua skema istirahat mingguan. Pertama, skema 1
hari istirahat mingguan untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. Kedua, skema 2 hari istirahat
mingguan untuk skema 5 hari kerja dalam 1 minggu. Sementara dalam UU No. 11 Tahun
2020 hanya ada satu skema ketentuan istirahat mingguan, yakni 1 hari untuk 6 hari kerja
dalam 1 minggu (Pasal 81 Angka 23 Ayat 2 UU No. 11 Tahun 2020).

Hari Libur Dan Hak Cuti Lain


Selain ketentuan istirahat antara jam kerja, istirahat mingguan, istirahat panjang, dan
cuti tahunan, UU No.13 Tahun 2003 juga mengatur beberapa cuti lain yakni: cuti atau
kesempatan, ibadah agama, cuti haid, cuti hamil-melahirkan, hak menyusui, hari-hari libur
resmi.
a. Melaksanakan Ibadah Agama
Pasal 80 UU No.13 Tahun 2003 mengatur bahwa pengusaha wajib memberikan
kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah seturut
kewajiban agama yang dianut oleh pekerja/buruh tersebut.

b. Cuti Haid
Pasal 81 UU No.13 Tahun 2003 mengatur tentang cuti haid. Pekerja/buruh perempuan
yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib
bekerja pada hari pertama dan kedua selama masa haid tersebut. Pada Pasal 81 Ayat 2 UU
No.13 Tahun 2003 dijelaskan lebih lanjut bahwa ketentuan ini diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja sama.

7
c. Cuti melahirkan
Pasal 82 UU No.13 Tahun 2003 mengatur tentang hak istirahat bagi perempuan yang
melahirkan. Pada ayat 1 pasal disebutkan bahwa pekerja/buruh perempuan berhak
memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saat melahirkan dan 1,5 bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
Lebih lagi pada ayat 2 disebutkan bahwa pekerja/buruh perempuan yang mengalami
keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat
keterangan dokter kandungan dan bidan.

d. Hak menyusui
Pasal 83 UU No.13 Tahun 2003 mengatur tentang hak pekerja/buruh perempuan
untuk menyusui anaknya. Disebutkan bahwa pengusaha mesti memberikan kesempatan
sepatutnya untuk pekerja/buruh perempuan untuk menyusui anaknya jika hal itu mesti
dilakukan selama waktu kerja.

Upah Penuh Saat Cuti


Upah penuh saat cuti diberikan oleh perusahaan terhadap penggunaan hak istirahat
mingguan, cuti tahunan, istirahat panjang, pelaksanaan ibadah, serta cuti
melahirkan/keguguran (Pasal 84 UU No.13 Tahun 2003). Oleh karena itu, cuti atau istirahat
karena haid tidak ditentukan sebagai cuti yang berhak mendapat upah penuh, melainkan
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 81
Ayat 2 UU 13/2003).

Hari Libur Resmi


Di luar cuti-cuti dan waktu istirahat di atas, Pasal 85 UU No.13 Tahun 2003
menyebutkan peraturan tentang hari-hari libur resmi. Pada hari-hari libur resmi,
pekerja/buruh tidak wajib bekerja. Akan tetapi, pengusaha dapat mempekerjakan pekerja atau
buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus
dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan
kesepakatan kerja.
Jenis atau sifat pekerjaan yang memungkinkan untuk mempekerjakan pekerja/buruh
untuk bekerja pada hari libur ditentukan lebih jauh dengan keputusan menteri (Pasal 85 Ayat
4 UU No.13 Tahun 2003). Ditentukan pula bahwa mereka yang dipekerjakan pada hari libur
resmi berhak mendapatkan upah kerja lembur (Pasal 85 Ayat 3 UU No.13 Tahun 2003).

8
III. KESIMPULAN
1. Jam kerja karyawan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan oleh perusahaan
karena berkaitan erat dengan hak dan kewajiban karyawan dan perusahaan.
2. Setiap perusahaan memiliki keunikan tersediri dalam mengatur jam kerja di
perusahaannya. Namun tetap harus mengacu dan tidak boleh menyimpang dari paraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
3. Aturan hukum yang mengatur tentang jam kerja karyawan sebelumnya diatur melalui UU
No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Kerja Tahun 1948
NR. 12 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia. Undang-undang ini dinyatakan
tidak berlaku lagi seiring ditetapkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dan kemudian mendapatkan penyesuaian melalui Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (yang mendapat penetapan melalui UU No. 6
Tahun 2023).

IV. DAFTAR BACAAN


1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya
undang-undang kerja tahun 1948 nr. 12 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2o2i Tentang Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan
Kerja
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja
Menjadi Undang-Undang

Anda mungkin juga menyukai