Anda di halaman 1dari 83

TUGAS INDIVIDU

KEPERAWATAN PALIATIF

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER SERVIKS

Di Susun Oleh :

Cristian Lasani, S. Kep


NIM. PO71204223021

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


PROGRAM STUDI NERS
2023
BAB I

PENDAHLUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi dibidang

keperawatan yang seKankerra khusus menangani respon manusia

terhadap masalah yang menganKankerm hidup. Keperawatan kritis

juga dapat dipahami sebagai upaya pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh perawat profesional untuk mempertahankan hidup

(mainting life). Pasien kritis memiliki angka morbiditas dan mortalitas

yang tinggi, sehingga dengan mengenali ciri-cirinya dengan cepat

dengan penatalaksanaan dini yang sesuai pada pasien yang berada

dalam keadaan kritis dapat membantu mencegah perburukan lebih

lanjut dan memaksimalkan peluang untuk sembuh (Gwinnut, 2010).

Comprehensive CritiKankerl Kankerre Departemen Of Health

inggris merecomendasikan untuk memberikan perawatan kritis sesuai

pilosofi perawatan kritis tanpa batas (critiKankerl Kankerre without

well), yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi dimanapun pasien

tersebut seKankerra fisik berada dalam rumah sakit (Jevon dan

Ewens, 2009). Pasien kritis memerlukan penKankertatan medis yang

berkesinambungan dan monitoring penilaian setiap tindakan yang

dilakukan. Dengan dmikian pasien kritis erat kaitannya dengan

perawatan intensif karena denga cepat dapat dipantau perubahan

1
fisiologis yang terjadi atau terjadinya penurunan fungsi organ-organ

tubuh lainnya.

Dalam konteks pelayanan kegawat daruratan, aspek asuhan

keperawatan pada tahap pelaksanaan/implemetasi harus mengacu

pada dokrin dasar pelayanan gawat darurat yaitu time saving is life

saving (waktu adalah nyawa), dengan ukuran keberhasilan adalah

respon time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≥ 2

jam dengan lingkup pelayanan kegawat daruratan yaitu melakukan

primery survei, tanpa dukungan alat diagnostik kemudian dilanjutkan

dengan secondary survey menggunakan tahap ABCD yaitu A: Arway

management, B : Breahiting managemen, C : Circulation managemen,

D : Disabiliy managemen dan E : Exposure managemen. Pada kasis

Kanker sevik ditemukan kegawat daruratan pada pola nafas tidak

efektif serta nyeri hebat yang dirasakan pada daerah perut tembus

kebelakan (Basoeki, dkk, 2015).

Saat ini, penyakit non menular yang cukup menkhwatirkan bagi

masyarakat terutama kaum wanita adalah kanker serviks. Penyakit

kanker serviks menduduki peringkat pertama kematian pada wanita

akibat penyakit keganasan. Kanker serviks atau keganasan mulut

rahim merupakan keganasan yang paling banyak dijumpai, tetapi

pasien sering datang pada stadium IIb artinya sudah masuk jauh

kejaringanpelvis karena infiltrasimetastasenya. Menurut Word Healt

Organization (WHO), saat ini penyakit kanker serviksmenempati


peringkat teratas diantara berbagi jenis kanker yang menyebabkan

kematian pada perempuan. Di Indonesia kanker serviks menempati

peringkat kedua dari segi jumlah penderita kanker serviksa pada

perempuan namun sebagai penyebab kematian masih menepati

peringkat pertama.

WHO menyatakan bahwa pada tahun 2018 diperkirakan

sebanyak 570.000 kasus baru kanker serviksdimana 6,6% dari semua

jenis kanker pada wanita. Kasus kanker serviks di Amerika sekitar

12.990 kasus baru dan sekitar 4.120 wanita meninggal karena kanker

serviks (AmeriKankern KankerncerSociety, 2016). Penderita kanker

servik di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 98 692 ( 0,8 % ),

Menurut yayasan peduli kanker serviksIndonesi (2011), diIndonesai

setiap tahun jumlah penderta kanker serviks menKankerpai 15.000

kasus.

Pada tahun 2030, jumlah penderita kanker serviks di Indonesai

diperkirakan akan terus meningkat hingga sebesar tujuh kali lipat dan

menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita

penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000

penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks.

(Kemenkes RI, 2016).

Penyakit kanker serviks merupakan penyakit kanker dengan

prevalensi tertinggi di Indonesia pada tahun 2013, yaitu kanker serviks

sebesar 0,8%. Berdasarkan estimasi jumlah penderita kanker serviks


terbanyak terdapat pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa

Tengah yaitu 19.734 orang. Penyakit KankerServiksyang terjadi dapat

disebabkan oleh beberapa fakktor yaitu: faktor perilaku seperti

melakukan hubungan seksual pertama diusiadini (kurang dari 16

tahun), berganti-ganti pasangan seksual yang menyebabkan infeksi

herpes genetalia atau infeksi klamidia menahun, pemakaian DES

(dietilstilbestrol) untuk mencegah keguguran, gangguan sistem

kekebalan tubuh, pemakaian pil KB jangka lama, merokok, dan

kelompok ekonomi lemah juga telah diketahui sebagai faktor risiko

kanker serviks (Kartikawati, 2013). Lemahnya status ekonomi yang

terjadi pada sebagaian besar pengidap kanker serviks mempengaruhi

prognosis pada penderita kanker serviks. Tinggi rendahnya prognosis

pada penderita kanerserviks juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

dan kurangnya pengetahuan mengenai kanker serviks yang

sebenarnya dapat dideteksi seKankerra dini sebagai tindakan

preventivebagi wanita yang telah aktif dalam aktivitas seksual seperti

menggunakan papsmears dan inspeksi visual asetat (IVA) (Rasjidi

dan Sulistiyanto, 2008; Rositchetal., 2012).

Kanker servik selain menyebabkan angka kematian juga

penyakit yang sulit dideteksi sehingga penyakit ini banyak diketahui

setelah stadium lanjut. Sehingga pasien dengan diagnosa Kanker

Serviks rata-rata mengunjungi UGD setelah timbul gejala-gejala yang

diantaranya perdarahan pasKanker senggama, keputihan yang


berulang walaupun telah diobati, perdarahan spontan pervagina yang

abnormal diluar siklus menstruasi, kesulitan berkemih, nyeri dibagian

bawah perut atau kram panggul. Selain itu KankerServiks juga dapat

menyebabkan respon psikologis pada pasien yaitu Isolasi sosial,

harga diri rendah dan putus asa merupakan manifestasi yang sering

muncul juga. Oleh karena itu asuhan keperawatan yang diberikan

tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk perawatan

psikologis.
10

BAB II

TINJAUAN KEGAWATDARURATAN KANKER SERVIKS

A. TINJAUAN TEORI

1. Konsep Dasar Medis

a. Pengertian

Kanker serviks/kanker leher rahim termasuk dalam

kategori tumor ganas yang timbul di leher rahim wanita. Kanker

ini dapat meluas ke vagina, rahim hingga indung telur (Shadine,

2012).

Kanker Cerviks yaitu keganasan pada leher rahim yang

merupakan keganasan pada bagian terendah rahim yang

menonjol ke liang sanggama / vagina ( Depkes RI, 2006) .

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan

bahwa kanker serviks/kanker leher rahaimadalah tumor ganas

atau neoplasma yang berkembang di daerah leher rahim wanita.

Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker

leher rahim merupakan keganasan yang berasal dari sel serviks.

Kanker serviks terjadi ketika sel pada serviks mengalami

pertumbuhan yang tidak normal serta menginvasi jaringanatau

organ – organ lain disekitar serviks seperti pada vagina bagian

dalam, kandung kemih, rektum, dinding panggul, ginjal, hati,

paru-paru dan tulang (Arisusilo, 2012).Serviks merupakan

bagian dari organ reproduksi internal wanita


10
tepatnyasepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris,

menonjol dan terletakdiantara rahim (uterus) dengan vagina

(Kemenkes RI, 2015). Kanker serviksmerupakan kanker yang

disebabkan oleh infeksi virus HPV tipe 16 dan 18.

Dalam konteks pelayanan kegawat daruratan, aspek

asuhan keperawatan pada tahap pelaksanaan/implemetasi

harus mengacu pada dokrin dasar pelayanan gawat darurat

yaitu time saving is life saving (waktu adalah nyawa), dengan

ukuran keberhasilan adalah respon time (waktu tanggap)

selama 5 menit dan waktu definitif ≥ 2 jam dengan lingkup

pelayanan kegawat daruratan yaitu melakukan primery survei,

tanpa dukungan alat diagnostik kemudian dilanjutkan dengan

secondary survey menggunakan tahap ABCD yaitu A: Arway

management, B : Breahiting managemen, C : Circulation

managemen, D : Disabiliy managemen dan E : Exposure

managemen. Pada kasus Kanker sevik dengan stadium lanjut

(stadium IVA dan IVA) ditemukan kegawatdaruratan pada pola

nafas tidak efektif, penurunan kesadaran serta nyeri hebat yang

dirasakan pada daerah perut tembus kebelakan(Basoeki, dkk,

2015).
Gambar 2.1
Cerviks Sehat Dan Terkena Kanker

b. Anatomi fisiologi

Organ reproduksi wanita secara umum dibagi dua, yaitu

organ reproduksi wanita yang terdapat di luar dan di dalam

tubuh.

Gambar 2.2
Anatomi Cerviks

1) Organ Reproduksi Wanita Bagian Dalam

a) Ovarium
Merupakan organ utama pada wanita. Ovarium (indung

telur) berjumlah sepasang, berbentuk oval dengan

panjang 3 – 4 cm. Ovarium berada di dalam rongga

badan, di daerah pinggang. Umumnya setiap ovarium

menghasilkan ovum setiap 28 hari. Berjumlah sepasang

dan terletak di dalam rongga perut pada daera pinggang

sebelah kiri dan kanan. Berfungsi untuk menghasilkan sel

ovum dan hormon wanita seperti: Estrogen yang

berfungsi untuk mempertahankan sifat sekunder pada

wanita, serta juga membantu dalam prosers pematangan

sel ovum. Progesterone yang berfungsi dalam

memelihara masa kehamilan.

b) Fimbriae

Merupakan serabut/silia lembut yang terdapat di bagian

pangkal ovarium berdekatan dengan ujung saluran

oviduct. Berfungsi untuk menangkap sel ovum yang telah

matang yang dikeluarkan oleh ovarium.

c) Infundibulum

Merupakan bagian ujung oviduct yang berbentuk

corong/membesar dan berdekatan dengan fimbriae.

Berfungsi menampung sel ovum yang telah ditangkap

oleh fimbriae.
d) Tuba fallopi

Merupakan saluran memanjang setelah infundibulum

yang bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi

sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada

dindingnya.

e) Oviduct

Merupakan saluran panjang kelanjutan dari tuba

fallopi.Berfungsi sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi

sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada

dindingnya.

f) Uterus

Merupakan organ yang berongga dan berotot. Berbentuk

seperti buah pir dengan bagian bawah yang mengecil.

Berfungsi sebagai tempat pertumbuhan embrio. Tipe

uterus pada manusia adalah simpleks yaitu dengan satu

ruangan yang hanya untuk satu janin. Uterus mempunyai

3 macam lapisan dinding yaitu : Perimetrium (lapisan

yang terluar yang berfungsi sebagai pelindung uterus),

Miometrium (lapisan yang kaya akan sel otot dan

berfungsi untuk kontraksi dan relaksasi uterus dengan

melebar dan kembalike bentuk semula setiap bulannya),

Endometrium (lapisan terdalam yang kaya akan seldarah

merah. Bila tidak terjadi pembuahan maka


dindingendometrium inilah yang akan meluruh

bersamaan dengan selovum matang).

g) Fimbriae

Merupakan serabut/silia lembut yang terdapat di bagian

pangkal ovarium berdekatan dengan ujung saluran

oviduct. Berfungsi untuk menangkap sel ovum yang telah

matang yang dikeluarkan oleh ovarium.

h) Infundibulum

Merupakan bagian ujung oviduct yang berbentuk

corong/membesar dan berdekatan dengan fimbriae.

Berfungsi menampung sel ovum yang telah ditangkap

oleh fimbriae.

i) Tuba fallopi

Merupakan saluran memanjang setelah infundibulum

yang bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi

sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada

dindingnya.

j) Oviduct

Merupakan saluran panjang kelanjutan dari tuba

fallopi.Berfungsi sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi

sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada

dindingnya.
k) Uterus

Merupakan organ yang berongga dan berotot. Berbentuk

seperti buah pir dengan bagian bawah yang mengecil.

Berfungsi sebagai tempat pertumbuhan embrio. Tipe

uterus pada manusia adalah simpleks yaitu dengan satu

ruangan yang hanya untuk satu janin. Uterus mempunyai

3 macam lapisan dinding yaitu : Perimetrium (lapisan

yang terluar yang berfungsi sebagai pelindung uterus),

Miometrium (lapisan yang kaya akan sel otot dan

berfungsi untuk kontraksi dan relaksasi uterus dengan

melebar dan kembalike bentuk semula setiap bulannya),

Endometrium (lapisan terdalam yang kaya akan seldarah

merah. Bila tidak terjadi pembuahan maka

dindingendometrium inilah yang akan meluruh

bersamaan dengan selovum matang).

l) Cervix

Merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya

menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim.

Menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan

sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju saluran

vagina.
m)Saluran vagina

Merupakan saluran lanjutan dari cervic dan sampai pada

vagina.

n) Klitoris

Merupakan tonjolan kecil yang terletak di depan vulva.

Sering disebut dengan klentit.

2) Organ Reproduksi Wanita Bagian Luar

a) Vagina

Merupakan saluran yang menghubungkan organ uterus

dengan tubuh bagian luar. Berfungsi sebagai organ

kopulasi dan saluran persalinan keluarnya bayi sehingga

sering disebut dengan liang peranakan. Di dalam vagina

ditemukan selaput dara.

b) Vulva

Merupakan suatu celah yang terdapat di bagian luar.

Vulva terbagi atas sepertiga bagian bawah vagina,klitoris,

dan labia. Hanya mons dan labia mayora yang dapat

terlihat pada genetalia eksterna wanita. Arteri pudenda

interna mengalirkan darah ke vulva. Arteri ini berasal dari

arteri iliaka interna bagian posterior, sedangkan aliran

limfatik dari vulva mengalir ke nodus inguinalis.


3) Alat genetalia luar terdiri dari :

a) Mons veneris/pubis (Tundun)

Bagian yang menonjol berupa tonjolan lemak yang besar

terletak di di atas simfisis pubis. Area ini mulai ditumbuhi

bulu pada masa pubertas.

b) Labia Mayora (bibir besar)

Dua lipatan dari kulit diantara kedua paha bagian atas.

Labia mayora banyak mengandung urat syaraf. Labia

mayora merupakan struktur terbesar genetalia eksterna

wanita dan mengelilingi organ lainnya, yang berakhir pada

mons pubis

c) Labia Minora (bibir kecil)

Berada di sebelah dalam labia mayora. Jadi untuk

memeriksa labia minora, harus membuka labia mayora

terlebih dahulu.

d) Klitoris (Kelentit)

Sebuah jaringan ikat erektil kecil kira-kira sebesar biji

kacang hijau yang dapat mengeras dan tegang (erectil)

yang mengandung urat saraf, jadi homolog dengan penis

dan merupakan organ perangsang seksual pada wanita.

e) Vestibulum (serambi)

Merpakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia

minora), muka belakang dibatasi oleh klitoris dan


perineum. Dalam vestibulum terdapat muara-muara dari :

liang senggama (introitus vagina),urethra,kelenjar

bartolini, dan kelenjar skene kiri dan kanan.

f) Himen (selaput dara)

Lapisan/membran tipis yang menutupi sebagian besar dari

liang senggama, ditengahnya berlubang supaya kotoran

menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina

pada bagian ini, bentuknya berbeda-beda ada yang

seperti bulan sabit. Konsistensinya ada yang kaku, dan

ada yang lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada

yang dapat dilalui satu jari. Himen mungkin tetap ada

selama pubertas atau saat hubungan seksual pertama

kali.

g) Perineum (kerampang)

Merupakan bagian terendah dari badan berupa sebuah

garis yang menyambung kedua tuberositas iski, daerah

depan segitiga kongenital dan bagian belakang segitiga

anal, titik tengahnya disebut badan perineum terdiri dari

otot fibrus yang kuat di sebelah depan anus

c. Etiologi

Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namum

ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjo,

antara lain :
1) Pemekaian celana ketat

Pemakaian celana ketat dapat meningkatkan suhu vagina

sehingga akan merusak daya hidup sebagian mikro

organisme, dan mendukung perkembangan sebagian

mikroorganisme lainnya. Akhirnya, pertumbuhan

mikroorganisme menjadi tidak seimbang. Kondisi tersebut

memungkinkan perkembangan mikroorganisme yang justru

menyebabkan terjadinya infeksi

2) Umur

Umur pertamakali melakukan hubungan seksual penelitian

menunjukkan bahwa semakin mudah wanita melaukan

hubungan seksual semakin besar mendapatkan kanker

serviks. Hubungan seksual pad usia 20 tahun di anggap

masih terlalu mudah umur peningkatan usia seseorang

kinerja organ-organ dan kekebalan tubuhnya. Danitu

membuatnya relatif muda terserang berbagai infeksi. Kanker

rahim berpotensi paling besar pada usia antara 35-55 tahun.

3) Paritas

Paritas adalah kemampuan wanita untuk melahirkan secara

normal. Pada proses persalinan normal, baik bergerak

melalui mulut rahim dan ada kemungkinan sedikit merusak

jarinagn epitel ditempat tersebut. Pada kasus wanita yang

melahirkan lebih dari 2x dan dengan jarak yang terlalu dekat.


Keruskan jaringan epitel in berkembang kearah pertumbuhan

sel upnormal yang brtpotensi ganas.

4) Penurunan sistem kekebalan tubuh

Tunuh kita memiliki serangkaian sistem kekebalan yang

secara otomatis berusaha mengatasi gangguan-gangguan

infeksi dan pertumbuhan sel upnormal. Namun dalam kondisi

tertentu, sistem kekebalan ini dapat melemah sehingga

pengendalian gangguannya pun melemah. Kondisi semacam

ini terdapat pada wanita yang menjalani oprasi gagal ginjal,

atau pengidap virus HIV. Denga melemahnya sistem

kekebalan, maka perkembanagn infeksi tidak terhambat, dan

pertumbuhan sel upnormal terus meningkat hingga

mencapai tahap invasif (menyebar kemana-mana).

5) Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol )

DES ( Diethilstilbestrol ) adalah obat penguat kehamilan

yang dikomsumsi untuk mencegah keguguran. Oabat ini

sekarang sudah tidak popular para ahli menyimpulkan DES

berpotensi menimbulakn sel kanker diwilayah serviks.

6) Pemakaian Pil KB.

Pemakaian pil KB secara terus menerus berpotensi

menimbulkan kanker seviks. Pada pemakaian lebih dari 5

tahun, resiko ini menetap menjadi 2x lebih besar dibanding

wanita yang tidak memakai pil KB.


7) RAS

Pola kehidupan sosial ekonomi tiap-tiap ras dapat

berpengaruh terhadap meningkatan resiko mengidap kanker

rahim. Hasil penelitian menunjukkan Ras afrika-amerika

paling beresiko tinggi mengidap kanker rahim. Sementara

Amerika-hispanik cenderung dibawahnya. Adapun ras Asia-

Amerika relatif sama dengan Amerika-Hispanik.

8) Polusi Udara

Polusi udara baik yang bersal dari asap rokok, emisi

kendaraan, pabrik dan sebagainya memiliki banyak

kandungan senyawa karsinogen yang berpotensi

memunculkan sel kanker

9) Pemakian anti septik di vagina

Wanita moderen selalu ingin tampil sempurna termasuk

diwilayah pribadinya. Kali ini banyak sekali produk antiseptik

khusus vagina yang bisa membuat vagina lebih bersih dan

selalu wangi. Namun pemakaian antiseptik yang terlalu

sering tidak baik. Antiseptik tersebut dapat membunuh

bakteri dosekitar vagina, termasuk bakteri yang

menguntungkan. Dan apabila digunakan dalam dosis yang

terlalu sering, maka zat antiseptik tersebut dapat

mengakibatkan iritasi pada kulit bibir vagina yang sangat


lembut. Iritasi ini bisa berkembang menjadi sel upnormal

yang berpotensi displasia.

10)Jumlah kehamilan dan partus

Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering

partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan

resiko mendapat larsinoma serviks.

11) Jumlah perkawinan

Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan

berganti-ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang

besar terhadap kanker serviks ini.

12)Inveksi Virus

Inveksi virus Herpes simpleks (HISV-2) dan virus papiloma

atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai faktor

penyebab kanker serviks.

d. Patofisioloi

Serviks mempunyai dua jenis sel epitel yang melapisi

nektoserviks dan endoserviks, yaitu sel epitel kolumner dan sel

epitel squamosa yang disatukan oleh Sambungan Squamosa

Kolumner (SSK).Proses metaplasia adalah proses pergantian

epitel kolumner dan squamosa. Epitel kolumner akan digantikan

oleh squamosa baru sehingga SSK akan berubah menjadi

Sambunga SquamosaSquamosa (SSS)/ squamosa berlapis.


Pada awalnya metaplasia berlangsung fisiologis Namun

dengan adanya mutagen dari agen yang ditularkan melalui

hubungan seksual seperti sperma, virus herpes simplek tipe II,

maka yang semula fisiologis berubah menjadi displasia.

Displasia merupakan karakteristik konstitusional sel seperti

potensi untuk menjadi ganas.

Hampir semua ca. serviks didahului dengan derajat

pertumbuhan prakanker yaitu displasia dan karsinoma insitu.

Proses perubahan yang terjadi dimulai di daerah Squamosa

Columner Junction (SCJ) atau SSK dari selaput lendir portio.

Pada awal perkembangannya, ca. serviks tidak memberikan

tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan speculum, tampak

sebagai portio yang erosive (metaplasia squamosa) yang

fisiologik atau patologik.

1) Tumor dapat tumbuh sebagai berikut:

a) Eksofitik, mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai

masa proliferasi yang mengalami infeksi sekunder dan

nekrosis.

b) Endofitik, mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks

dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi

ulkus.
c) Ulseratif, mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur

jaringan serviks dan melibatkan awal fornises vagina

untuk menjadi ulkus yang luas.

2) Displasia pada serviks disebut Neoplasia Servikal

Intraepitelial (CIN). CIN ada tiga tingkatan yaitu:

a) CIN I : Displasia ringan, terjadi di epitel basal lapisan

ketiga, perubahan sitoplasmik terjadi di atas sel epitel

kedua dan ketiga.

b) CIN II : Displasia sedang, perubahan ditemukan pada

epitel yang lebih rendah dan pertengahan, perubahan

sitoplasmik terjadi di atas sel epitel ketiga.

c) CIN III : Displasia berat, terjadi perubahan nucleus,

termasuk pada semua lapis sel epitel, diferensiasi sel

minimal dan karsinoma insitu.

e. Klasifikasi Ca Cerviks

Penentuan diagnosis stadium kanker serviks sangat

penting untuk pengobatan atau penanganan yang tepat.

Stadium kanker serviks dibedakan menjadi 5 jenis. Menurut

Cancer Research UK tentang jenis kanker serviks diberikan

sebagai berikut:

1) Stadium 1

Stadium satu ditandai dengan sel kanker yang hanya ada di

serviks dan ukuran kelainannya kurang dari 3 mm.


Stadium ini berarti bahwa kanker hanya terdapat dalam

leher rahim. Biasanya dibagi menjadi 2 tahap pada

stadium ini, yaitu:

a) Stadium 1A

Pada stadium 1A pertumbuhan sangat kecil hanya

dapat dilihat dengan mikroskop. Stadium 1A1 berarti

kanker telah tumbuh kurang dari 3 milimeter (mm) ke

dalam jaringan leher rahim, dan kurang dari 7 mm

lebarnya. Stadium 1A2 berarti kanker telah tumbuh

antara 3 dan 5 mm ke dalam jaringan serviks, tetapi

masih kurang dari 7 mm lebarnya.

Gambar 2.3 Stadium 1A

b) Stadium 1B

Pada stadium 1B daerah kanker mulai meluas, tetapi

kanker masih hanya dalam jaringan serviks dan belum

menyebar. Biasanya dapat dilihat tanpa mikroskop,

tetapi tidak selalu terlihat. Pada stadium 1B1 kanker

tidak lebih besar dari 4 cm. Pada tahap 1B2 kanker

lebih besar dari 4 cm.


G
ambar
2.4
Stadiu
m 1B1
dan
1B2

2) Stadium 2

Pada kanker serviks stadium 2, kanker telah mulai

menyebar di luar leher rahim ke dalam jaringan sekitarnya.

Namun belum tumbuh ke dalam otot atau ligamen yang

melapisi pelvis (dinding panggul) maupun bagian bawah

vagina. Tahapan ini di bagi menjadi dua, yaitu:

a) Stadium 2A

Pada tahap 2A kanker telah menyebar ke dalam

bagian atas vagina.

Gambar 2.5 Stadium 2A

b) Stadium 2B

Pada tahap 2B kanker tersebar sampai ke jaringan di


sekitar leher rahim.
Gambar 2.6 Stadium 2B
3) Stadium 3

Kanker serviks stadium 3 telah menyebar keluar rahim tapi

masih berada didalam rongga panggul dan belum masuk

sampai kandung kemih atau rektum.Namun kelenjar getah

bening sudah bisa mengandung sel kanker. Kanker pada

stadium ini adalah kanker yang tingkat dan gejalanya

sudah semakin parah. Stadium 3 ini dibagi menjadi dua,

yaitu:

a) Stadium 3A

Stadium 3A apabila sel kanker telah menyebar ke

sepertiga bagian bawah vagina namun belum sampai ke

dinding panggul.

Gambar 2.7 Stadium 3A

b) Stadium 3B

Sedangkan stadium 3B, sel kanker telah menyebar ke

dinding panggul bahkan sudah bisa memblokir ureter

karena ukurannya yang sudah membesar. Sumbatan ini

bisa menyebabkan ginjal berhenti bekerja.


Gambar 2.8 Stadium 3B

4) Stadium 4

Kanker serviks stadium 4 telah menyebar ke kandung

kemih, rektum atau yang lainnya. Stadium 4 juga dibagi

menjadi dua, yaitu 4A dan 4B.

a) Stadium 4A

Stadium 4A telah menyebar ke kandung kemih, rektum

serta kelenjar getah bening.

Gambar 2.9Stadium 4a

b) Stadium 4B

Stadium 4B, kanker telah menyebar keluar panggul dan

kelenjar getahbening lain selain panggul seperti hati,

perut, paru-paru, saluran pencernaan, tulang.

Gambar 2.10 stadium 4B


f. Tanda dan gejala.

1) Stadium I karsinoma tersebut pada serviks

a) Stadium IA : Karsinoma mikro invasive (invasi stoma

awal)

Tanda dan gela yangg muncul pada stadium IA

biasanya tidak nampak, kalupun ada hanya berupa

keputihan berwarna putuh pucat atau merah muda dan

berbau

b) Stadium IB : karsinoma invasive yang terbatas pada

serviks.

Tanda dan gejala yang muncul pada stadium IB

berupa keputihan berwarna berwarna kecokelatan atau

berdarah, aroma yang menyengat, jumlah yang lebih

banyak daripada biasanyadan sedikit perdarahan setelah

berhubungan seksual.

2) Stadium II karsinoma meluas keluar serviks, tetapi tidak

mencapai dinding panggul

a) Stadium IIA : kanker sudah meluas menjadi 5cm atau

lebih dan kedalaman kanker lebih jauh, kanker juga

semakin meluas merambah sisi vagina.

Tanda dan gela yang muncul pada stadium IIA

berupa Vagina berair dan mengeluarkan aroma busuk,


Vagina terasa nyeri dan tidak nyaman saat berhubungan

intim, dan Perdarahan setelah berhubungan intim, baik

saat menstruasi maupun di periode menopause.

b) Stadium IIB : Kanker sudah menyebar ke jaringan yang

berada di samping leher rahim (parametria).

Tanda dan gejalaberupa perdarahan akan semakin

kentara. Bukan lagi hanya keluar bercak darah biasa dari

vagina, tetapi kadang berupa darah segar. Pada

beberapa kondisi, kemungkinan penderitanya akan terus

mengeluarkan darah menstruasi tanpa jeda atau datang

dan pergi dalam durasi yang pendek serta nyeri yang

dirasakan pada daerah perut bagian bawah.

3) Stadium III karsinoma sudah mencapai dinding panggul pada

pemeriksaan rectal tidak ada celah antara tumor mencapai

1/3 distal vagina, dengan komplikasi hidronefrosis dan

afungsi ginal.

a) Stadium IIIA : Belum mencapai dinding panggul

Gejala kanker serviks stadium IIIA sudah sangat jelas,

yaitu berupa perdarahan abnormal, sekret dari vagina

berwarna kuning, berbau, dan terjadi intasi vagina serta

mukosa vulva. Perdaraha vagina akan semakin sering

terjadi dan nyeri semakin progresif


b) Stadium IIIB : Sudah mencapai dinding panggul dan atau

ada idronefrosis atau afungsi ginjal.

Serangan kanker sudah akan mulai menyebar

pada jaringan saraf yang terdapat pada area panggul

yang akan menyebabkan penyumbatan pada area

selangkangan dan perut. Dalam hal ini biasanya perut

pasien akan terlihat membesar, pasien juga akan

merasakan amat sakit pada perut bagian bawah dan

kadang berpindah sakitnya dari perut bagian kiri

kemudian ke perut bagian kanan. Aliran darah yang

menuju kaki juga akan tersumbat karena tekanan,

sehingga memicu pembengkakan pada kedua kaki atau

salah satunya. pasien bisa mengeluhkan rasa nyeri

ringan hingga sedang pada ginjal akibat endapan cairan

pada ginjal.

4) Stadium IV karsinoma sudah meluas keluar velvik kecil (True

velvic atau secara klinik sudah mengenai mukaso veksika

urinaria dan rektum).

a) Sadium IVA : Menyebar ke kandung kemih atau rektum,

dan kelenjar getah bening atau tempat jauh.

Pada stadium IVA Serangan kanker sudah akan

mulai menyebar pada jaringan saraf yang terdapat pada

area pelvis yang akan menyebabkanPasien juga akan


kesulitan buang air kecil (BAK), Penurunan jumlah urine,

urine berdarah, atau inkontinensia urine (tidak dapat

menahan pipis)karena saluran kencing tersumbat oleh

massa kanker.

Gejala jika kanker serviks menyebar ke

kelenjar getah bening : Gejala paling umum yang

terjadi Ketika kanker menyebar ke kelenjar getah bening

adalah teraba keras atau bengkak pada Kelenjar getah

bening yang terlibat. Kanker serviks dapat menyebar ke

kelenjar getah bening di daerah antara tulang pinggul.

Sel-sel kanker juga dapat menghentikan aliran

cairan getah bening. Hal ini bisa

menyebabkan

pembengkakan di kaki karena cairan getah bening yang

menumpuk akibat bendungan tersebut. Pembengkakan

ini disebut lymphoedema (limfedema).

b) Stadium IVB : Menyebar ke organ yang jauh seperti hati,

paru-paru, tulang.

Gejala kanker serviks menyebar ke hati:

(1) ketidaknyamanan atau rasa sakit di sisi kanan perut

(2) merasa sakit/meriyang

(3) nafsu makan yang buruk dan penurunan berat badan

(4) perut bengkak (disebut asites)

(5) menguningnya kulit (jaundice)


(6) gatal pada kulit sekujur tubuh

Gejala jika kanker serviks menyebar ke paru-paru:

Ketika kanker sudah bermetastase (berpindah)

sampai di paru-paru akan menghambat proses ventilasi.

Ventilasi yang tidak maksimal akan menyebabkan

jantung membutuhkan usaha lebih untuk memompa

darah, karena tidak adekuatnya ventilasi dan beban

jantung meningkat, cairan paru-paru menumpuk dan

keluar melalui dinding sel sehingga muncul gejala

sebagai berikut :

(1) batuk yang tidak kunjung hilang

(2) sesak napas

(3) lebih mudah mengalami infeksi paru

(4) batuk darah

(5) penumpukan cairan antara dinding

dada dan paru (efusi pleura)

(6) Penumpukan sekret akibat kelemahan refleks batuk

(7) Terdapat bunyi tambahan snoring

Gejala kanker serviks stadium 4 jika telah menyebar ke

tulang:

Gejala paling umum jika kanker telah menyebar ke

tulang adalah nyeri tulang, nyeri tumpul ataupun

menusuk. Bahkan nyerinya sering muncul tak terduga,


tak jarang membangunkan penderitanya saat

tidur. Selain rasa sakit, tulang yang tertekan juga menjadi

lebih lemah dan cenderung mudah patah (fraktur).

g. Pemeriksaan penunjang

1) Sitologi/Pap Smear

Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan

adalah pap smear. Pap smear merupakan salah satu cara

deteksi dini kanker leher rahim. Hasil pemeriksaan pap

smear menunjukkan stadium dari kanker serviks :

a) Normal

b) Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat

ganas)

c) Displapsia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat

ganas)

d) Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan

serviks paling luar)

e) Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks

yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).

Keuntungan: murah dapat memeriksa bagian-bagian

yang tidak terlihat.

Kelemahan: tidak dapat menentukan dengan tepat

lokalisasi.
2) Schillentest

Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen

karena tidak mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium

maka hasil yang didapatkan yaitu :

a) epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua,

b) sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.

3) Koloskopi

Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop)

yang digunakan untuk mengamati secara langsung

permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal.

Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks

dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.

Hasil pemeriksaan kolposkopi yaitu :

a) Benigna

Epitel gegepan normal, ectodi, zone transforman dan

perubahan peradangan.

b) Suspek

Lekoplakia, punctation : daerah bertitik merah, palpillary

punctation, mozaik, dan transformasi yang atypis

Keuntungan: dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan

sehingga mudah untuk melakukan biopsy.

Kelemahan: hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat

saja yaitu porsio, sedang kelianan pada


skuamosa columnar junction dan intra servikal

tidak terlihat.

4) Biopsi

Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis

karsinomanya.

5) IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker

serviks. Tes sangat mudah dan praktis dilaksanakan,

sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan

praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat

sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan

asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada

permukaan serviks yang tidak normal.

Tabel 2.1
Hasil Tes IVA

Klasivikasi IVA Temuan Klinis


Hasil Tes-Positif Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite,
biasanya dekat SSK
Hasil Tes-Negatif Permukaan polos dan halus, berwarna merah
jambu, ektropion, polip, servisitis, inflamasi,
nabothian cysts.
Kanker Massa mirip kembang kol atau bisul
6) Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat

komplikasi pendarahan yang terjadi pada penderita kanker

serviks dengan mengukur kadar hemoglobin yang akan

menurun , leukosit meningkat, trombosit meningkat dan

kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-

sel tubuh

h. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kegawat

daruratan kanker serviks, tergantung pada stadiumnya.

penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:

histerektomi, radiasi dan kemoterapi.

Menurut Tanto (2014) penatalaksanaan medis secara

umumberdasarkan stadium kanker serviks:

Tabel 2.2
Klasifikasi
penatalaksanaan

STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi
panggul dan evaluasi kelenjar limfe paraaorta
Ib,Iia
(bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, Ivb Radiasi paliatif
Kemoterapi
Menurut Reader dkk (2013), penatalaksanaan pada

kanker serviks yaitu :

1) Stadium IA

Kanker serviks pada stadium IA ditangani dengan

histektomi atau dengan radioterapi, karena kanker masih

terbatas di daerah serviks

2) Stadium IB dan IIB

Pada stadium ini ditangani dengan histerektomi total dan

limfadektomi bolateral

3) Stadium IIB sampai IVB

Pada stadium ini kanker sudah menyebar melewati daerah

serviksnsampai ke organ lain. Penanganan yang dilakukan

biasanya dengan radioterapi, kemoterapi dan pembedahan.

i. Konsep teori pemberian O2

1) Nasal kanul

Nasal kanul arus rendah mengalirkan oksigen ke nasofaring

dengan aliran 1-6 liter/menit dengan frekuensi oksigen (O2)

(Fi-02) anatar 24-44%. Aliran yang lebih tinggi tidak

meningkatkan fraksi oksigen secara bermakna di atas 44%

dan dapat mengakibatkan mukosa membran menjadi kering

2) Tubuh sungkup berfungsi sebagai penampung untuk oksigen

(O2) dan karbom dioksida (CO2) hasil ekpirasi. Alat ini


mampu menyediakan fraksi oksigen (O2) (Fi-02) sekitar 40-

60% dengan aliran sekitar 5-10 liter/menit. Pada

penggunaan alat ini di rekomendasikan agar aliran oksigen

dapat tetap di pertahankan sekitar 5 liter/menit atau lebih

yang bertujuan untuk mencegah karbon dioksida yang telah

dikeluarkan dan tertahan pada sungkup untuk terhirup

kembali.

Frekuensi oksigen (O2) (Fi-02) pada


Alat Terapi Oksigen (O2) Arus Rendah dan Arus Tinggi
Aliran Oksigen (O2) 100% Fraksi Oksigen (O2) (FiO2)
Nasal Kanul
1 Liter/ menit 24
2 Liter/ menit 28
3 Liter/ menit 32
4 Liter/ menit 36
5 Liter/ menit 40
6 Liter/ menit 44
Transtrakeal
0,5-4 Liter/ menit 24-40
Sungkup Oksigen (O2)
5-6 Liter/ menit 40
6-7 Liter/ menit 50
7-8 Liter/ menit 60
Sungkup dengan Reservoir
6 Liter/ menit 60
7 Liter/ menit 70
8 Liter/ menit 80
9 Liter/ menit 90
10 Liter/ menit > 99
Nonrebreathing
4-10 Liter/ menit 60-100
Sistem Arus Tinggi
Sungkup Venturi
3 Liter/ menit 24
6 Liter/ menit 28
9 Liter/ menit 40
12 Liter/ menit 40
15 Liter/ menit 50

2. Konsep Asuhan Keperawatan

b. Pengkajian

Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara

sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan

dan fungsional klien pada saat ini dan riwayat sebelumnya

(Potter & Perry, 2013). Pengkajian keperawatan terdiri dari dua

tahap yaitu mengumpulkan dan verifikasi data dari sumber

primer dan sekunder dan yang kedua adalah menganalisis

seluruh data sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis

keperawatan

1) PengkajIan Primer

Menurut Jevon dan Ewens (2007), pengkajian Airway (A),

Breathing (B), Circulation (C), Disabillity (D), Expossure (E)

pada pengkajian gawat darurat Carsinoma serviks adalah.

a) Airway

Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Tanda-tanda

terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:


adanya snoring atau gurgling, stridor atau suara nafas

tidak normal, agitasi (hipoksia), penggunaan otot bantu

pernafasan. Look dan listening bukti adanya masalah

pada saluran nafas bagian atas dan potensial penyebab

obstruksi: lendir/secret, muntahan, perdarahan

(Thygerson, 2011)

Pengkajian kegawat daruratanAirwaypada pasien Ca

cerviks stadium IVB adanya sumbatan/obstruksi jalan

nafas oleh penumpukan sekret aibat kelemahan refleks

batuk dan terdapat bunyi nafas tambahan snoring ini

disebabkan karena

a) Diagnosa Keperawatan

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

sekresi yang tertahan, Spasme pada jalan napas,

Hipersekresi jalan napas , Secresi yang tertahan,

Proses infeksi

Table 2.3 Tanda dan Gejala pada Bersihan Jalan


Nafas Tidak Efektif

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif

(Tidak tersedia) 1. Batuk tidak efektif

2. Tidak mampu batuk

3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi

kering

5. Mekonium dijalan nafas (pada

neonates)
Gejala dan tanda minor

Subjektif Objektif

1. Dispnea 1. Gelisah

2. Sulit 2. Sianosis

berbicara 3. Bunyi nafas menurun

3. Ortopnea 4. Frekuensi nafas berubah

5. Pola nafas berubah

6. Mata terbuka lebar


b) Intervensi Keperawatan

Tabel 2.4
Intervensi Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berdasarkan SLKI dan SIKI

Rencana tindakan
No Diagnosa
Tujuan Intervensi

1. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Majemen jalan

napas tidak efektif diharapkan bersihan jalan napas efektif napas Observasi :

berhubungan dengan indikator dari menurun ke a. Monitor jalan napas ( frekuens,

dengan sekresi meningkat ( 1-5 ) kedalaman, usaha napas )

yang tertahan, Kriteria hasil: b. Monitor bunyi napas tambahan (

spasme pada jalan a. Batuk efektif mis : gurgling, mengi, wheezing,

nafas, hiper sekresi b. Produksi sputum ronkhe )

jalan nafas, sekresi c. Mengi c. Monitor sputum ( jumlah, warna,

yang tertahan dan d. Sweezing aroma


proses infeksi e. Dyspnea Terapeutik:

f. Ortopnea a. Pertahankan kepatenanan

g. Sulit bicara jalan napas

h. Gelisah b. Posisikan semifowler atau fowler

i. Frekuensi napas c. Berikan minum hangat

d. Lakukan fisioterapi dada

e. Berikan oksigen

Edukasi :

a. Anjurkan asupan caiiran 2000ml /

hari

b. Ajarkan tehnik batuk efektif

Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
bronkhodilator, ekspektoran dan
mukolitik.

2.Pemantauan Respirasi

Observasi :

a. Monitor Frekuensi, irama, dan

usaha bernapas

b. Monitor pola napas (bradipnea,

takipnea, hiperventilasi, kusmaul,

cheyne stokes, biot)

c. Monitor kemampuan batuk efektif

d. Monitor adanya produksi sputum

e. Monitor adanya sumbatan jalan

napas

f. Palpasi kesimetrisan ekspansi

paru
g. Aukultasi bunyi napas

h. Monitor saturasi oksigen

i. Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik:

a. Atur interval pemantuan respirasi

sesuai kondisi pasien

b. Dokumentasi hasil pemantauan

Edukasi :

a. Jelaskan tujuan dan

prosedur pemantuan

b. Informasikan hasil pemantuan

3. Latihan batuk efektif

Obervasi :

a. Identifikasi kemampuan batuk


b. Monitor adanya retensi sputum

c. Monitor tanda dan gejala infeksi

saluan napas

d. Monitor input dan output cairan

Terapeutik:

a. Atur posisi semifowler

b. Buang secret pada tempat sputum

Edukasi:

a. Jelaskan tujuan dan

prosedur batuk efektif

b. Anjurkan mengulangi Tarik napas

dalam hingga 3 kali

c. Anjurkan batuk dengan kuat

langsung setelah Tarik napas yang


ke 3 kali.

Kolaborasi:
a. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran.
b) Breathing

Menurut Wilkinson & Skinner, 2000 dikutip oleh

(Rani, 2013) pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk

menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan

pernafasan pada pasien.

Pengkajian pada kegawat daruratan Ca cerviks

Stadium IVBbreating Look, listen dan feel dilakukan

penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien. Sesak

napas terjadi pada pasein ca cerviks karena anemia atau

penyebaran kanker ke paru-paru.Tanda-tanda umum

adanya distress pernafasan adalah penggunaan otot

bantu pernafasan, dispneu, kedalaman napas, frekuensi

pernafasan, ekspansi paru, pengembangan dada, retraksi

dada dan auskultasi untuk adanya: suara abnormal pada

dada.

a) Diagnosa Keperawatan

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Hambatan

Upaya nafas, Depresi pusat pernapasan, Penurunan

Energi
Table 2.5 Tanda dan Gejala pada Pola Nafas Tidak
Efektif

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif

Dyspnea 1. Penggunaan otot bantu pernapasan

2. Fase ekpirasi memanjang

3. Pola nafas abnormal (mis. takipnea,

bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,

cheyne-stokes)
Gejala dan tanda minor

Subjektif Objektif

Ortopnea 1. Pernapasan pursed-lip

2. Pernapasan cuping hidung

3. Diameter toraks anterior-posterior

meningkat

4. Ventilasi semenit menurun

5. Kapasitas vital menurun

6. Tekanan ekpirasi menurun

7. Tekanan inspirasi menurun

8. Ekskursi dada berubah


b) Intervensi Keperawatan

Tabel 2.6
Intervensi Keperawatan Pada Pola Nafas Tidak Efektif berdasarkan SLKI dan SIKI

Rencana tindakan
No Diagnosa
Tujuan Intervensi
1. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Manajement jalan

berhubungan dengan keperawatan diharapkan pola napas napas Observasi :

hambatan upaya efektif yang a. Monitor jalan napas ( frekuens,

nafas, depresi pusat dibuktikan denganindicator sebagai kedalaman, usaha napas )

pernafasan, penurunan berikut:dari menurun ke membaik b. Monitor bunyi napas tambahan ( mis

energi (1-5) : gurgling, mengi, wheezing, ronkhe )

Kriteria hasil : c. Monitor sputum ( jumlah,

a. Dispnea warna, aroma

b. Penggunaan otot bantu napas Terapeutik:

c. Pemanjangan fase ekspirasi a. Pertahankan kepatenanan jalan

d. Pernapasan cuping hidung


e. Frekuensi napas napas

f. Kedalaman napas b. Posisikan semifowler atau fowler

g. Pola napas normal c. Berikan minum hangat

(eupnea) 16-20 menit d. Lakukan fisioterapi dada

e. Berikan oksigen

Edukasi :

a. Anjurkan asupan caiiran 2000ml / hari

b. Ajarkan tehnik batuk efektif

Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian bronkhodilator,

ekspektoran dan mukolitik.

2. Pemantauan Respirasi

Observasi :

a. Monitor Frekuensi, irama, dan usaha


bernapas

b. Monitor pola napas (bradipnea,

takipnea, hiperventilasi, kusmaul,

cheyne stokes, biot)

c. Monitor kemampuan batuk efektif

d. Monitor adanya produksi sputum

e. Monitor adanya sumbatan jalan

napas

f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

g. Aukultasi bunyi napas

h. Monitor saturasi oksigen

i. Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik:

a. Atur interval pemantuan respirasi


sesuai kondisi pasien

b. Dokumentasi hasil pemantauan

Edukasi :

a. Jelaskan tujuan dan

prosedur pemantuan

b. Informasikan hasil pemantuan

3. Dukungan emosional

Observasi :

a. Identifikasi fungsi marah, frustasi, dan

amuk bagi pasien

b. Identifikasi hal-hal yang telah memicu

emosi

Terapeutik:

a. Fasilitasi mengungkapakan perasaan


cemas, marah atau sedih

b. Lakukan sentuhan untuk memberikan

dukungan ( mis : merangkul,

menepuk –nepuk )

c. Tetap bersama pasien dan pastikan

keamanan selama ansietas

d. Kurangi tuntutan berfikir atau lelah

Edukasi :

a. Anjurkan mengungkapkan perasaan

yang dialami ( mis : ansietas, marah,

sedih )

b. Anjurkan mengungkapkan
pengalaman emosional sebelum dan
pola respon yang biasa digunakan
c. Ajarkan penggunaan mekanisme

yang tepat

Kolaborasi :

a. Rujuk untuk konseling jika perlu.

4.Pengaturan posisi

Observasi :

a. Monitor status oksigensi sebelum dan

sesudah mengubah posisi

b. Monitor alat traksi agar selalu tepat

Terapeutik:

a. Tempatkan pada posisi terapiutik

b. Tempatkan objek yang sering

digunakan dalam jangkuan

c. Tempatkan bell atau lampu panggilan


dalan jangkuan

d. Atur posisi tidur yang di sukai

e. Motivasi melakukan rom aktif atau

pasif

f. Motivasi terlibat dalam

perubahan posisi

g. Ubah posisi setiap 2 jam

Edukasi :

a. Informasikan saat akan dilakukan

perubahan posisi

b. Ajarkan cara menggunakan postur

yang baik dan mekanika tubuh yang

baik selama melakukan perubahan

posisi
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian premidikasi
sebelum mengubah posisi
60

c) Diagnosa Keperawatan

Gangguan Pertukaran Gasberhubungan dengan

ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, Perubahan

membran alveolus-kapiler

Table 2.7
Tanda dan Gejala pada gangguan pertukaran Gas

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif

Dyspnea 1. PCO2 meningkat/menurun

2. PO2 Mneurun

3. Takikardia

4. pH atrial meningkat/menurun

5. Bunyi nafas tambahan


Gejala dan tanda minor

Subjektif Objektif

Pusing 1. Sianosis

Penglihatan 2. Diaforesis

Kabur 3. Gelisa

4. Nafas cuping hidung

5. Pola nafas abnormal

6. Warna kulit abnornal

7. Kesadaran menurun
d) Intervensi Keperawatan

Tabel 2.8
Intervensi Keperawatan Pada Gangguan Pertukaran Gas berdasarkan SLKI dan SIKI

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Pemantauan Respirasi

berhubungan dengan depresi keperawatan selama 1 x 8 jam, Observasi

pusat pernapasan diharapkan pola nafas efektif yang a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan

dibuktikan dengan kriteria hasil: upaya nafas

a. Frekuensi nafas dalam rentang b. monitor pola nafas (bradipnea, takipnea)

normal (16-22x/menit) c. Monitor kemampuan batuk efektif

b. Tidak penggunaan otot bantu d. Monitor status oksigen

pernafasan e. Monitor nilai AGD

c. Tidak ada pernapasan pursed- Terapeutik

lip a. Atur interval pemantauan respirasi


d. Tidak ada pernapasan cuping sesuai kondisi pasien

hidung b. dokumentasi hasil pemantauan

Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan

prosedur pemantauan

b. informasikan hasil pemantauan, jika

perlu

2. Terapi Oksigen

Observasi

a. Monitor kecepatan aliran oksigen

b. Monitor efektifitas terapi oksigen

c. Monitor tanda-tanda hipoksia


d. Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat makan
e. Monitor kecemasan akibat pemasangan

oksigen

Terapeutik

a. Bersihkan sekret pada mulut, hidung

dan trakea, jika perlu

b. Pertahankan kepatenan jalan nafas

c. Siapkan dan atur peralatan pemasangan

oksigen

d. Tetap berikan oksigen saat

pasien ditransportasi

e. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai

dengan tingkat mobilisasi pasien.

Edukasi

a. Ajarkan pasien dan keluarga cara


menggunakan oksigen di rumah.

Kolaborasi

a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen

b. Kolaborai penggunaan oksigen

saat aktivitas dan/atau tidur


c) Circulation

pada pengkajian ini khususnyapada pasien dengan

Carsinoma serviks dilakukan pengkajian volume darah

dan cardiac output serta perdarahan. Pengkajian kegawat

daruratan Ca Cerviks Stadium IV ini meliputi tingkat

kesadaran, kadang terjadi penurunan kesadaran, warna

kulit menjadi pucat, peningkatan nadi dan adanya

pendarahan, hipotensi/hipertensi, takikardia, takipnea,

ekstremitas dingin, capilary refill time >2 detik dan asites

a) Diagnosa Keperawatan

Pefusi perifer tidak efektif berhubungan dengan

penurunan konsentrasi hemoglobin (pendarahan).,

Kekurangan volume cairan, Penurunan aliran darah

arteri dan vena.

Table 2.9
Tanda dan Gejala pada Perfusi Perifer Tidak Efektif

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif

(Tidak 1. Pengisian kapiler >3 detik

tersedia) 2. Nadi perifer menurun atau tidak

teraba

3. Akral teraba dingin

4. Warna kulit pucat


5. Turgor kulit menurun

Gejala dan tanda minor

Subjektif Objektif

1. Parastesia 1. Edema

2. Nyeri 2. Penyembuhan luka lambat


ekstermitas
(klaudikasi 3. Indeks ankie-brachial<0,90
intermiten)
4. Bruit femoral
b) Intervensi Keperawatan

Tabel 2.10
Intervensi Keperawatan Pada Perfusi Perifer Tidak Efektif berdasarkan SLKI dan SIKI

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Pefusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Pemantauan Tanda Vital


Observasi
efektifberhubungan dengan keperawatan diharapkan
a. Monitor tekanan darah
perdarahan, kekurangan keadekuatan airan darah pasien
b. Monitor nadi (frekuensi,
Volume Cairan, penurunan dapat dibuktikan dengan indicator kekuatan, irama)
c. Monitor pernafasan (frekuensi,
aliran darah arteri dan sebagai berikut: dari kurang ke
kedalaman)
meningkat (1-5)
d. Monitor suhu tubuh
Kriteria hasil : e. Monitor oksimetri nadi
f. Monitor tekanan nadi (selisih TDS dan
a. edema perifer menurun
TTD)
b. akral membaik g. Identifikasi penyebab perubahan tanda
c. turgo kulit membaik vital
Terapeutik
d. tekanan darah sistolik a. Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
membaik
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
a. tekanan darah diastolic
Edukasi
membaik a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
2. Perawatan Sirkulasi
Observasi :
a. Periksa sirkulasi perifer (mis;
nadi,edema,pengisian kapiler, warna,
suhu)
b. identifikasi factor resiko gangguang
sirkukasi
c. monitor panas, kemerahan,nyeri
atau bengkak pada ektermitas
Terapeutik :
a. hindari pemesangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatan perfusi.
b. Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstermitas dengan keterbatan
perfusi
c. Lakukan perawatan kaki dan kuku
d. Lakukan hidrasi
Edukasi :
a. Anjurkan behenti merokok
b. Anjurkan olahraga rutin
c. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
d. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan.
3. Manajement sensasi perifer
Observasi :
a. Identikasi penyebab perubahan sensasi
b. Periksa perbedaan sensasi panas

dan dingin
c. Monitor perubahan kulit
Terapeutik :
Hindari pemakain benda-benda yang
berlebihan suhungnya (mis. Terlalu panas
atau dingin)
Edukasi :
Anjurkan pengunaan thermometer untuk
menguji suhu
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik
4. Manajemen Syok Anafilaktif

Tindakan
a. Monitor status kardiopulmonal
(frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
nafas)
b. Mengontrol memonitor status oksigen
c. Monitor tingkat kesadaran
Terapeutik
a. Pertahankan jalan nafas Paten
b. Pemasangan jalur IV
c. Pasang kateter urine untuk
menilai Produksi urine
Kolaborasi
-
d) Disability

Pada pengkaian Disabilitydilakukan pengkajian

neurologi, untuk mengetahui kondisi umum dengan

pemeriksaan cepat status umum neurologis dengan

mengcek kesadaran, dan reaksi pupil. (Tutu, 2015)

e) Exposure

Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan pada

bagian tubuh yang paling berkonstribusi pada status

penyakit pasien. Pada kasus Ca cerviks masalah yang

terjadi pada exposure yaitu terjadi peningkatan suhu

tubuh, nyeri pada abdomen,terasa nyeri pada bagian

panggul (pelvis) atau perut bagian bawah bila ada radang

panggul, bila nyeri didaerah pinggang ke bawah

kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf

lumbosakral, dan gangguan saat berkemih, atau kesulitan

buang air kecilkarena adanya sumbatan pada saluran

kencing, nyeri di daerah kandung kemih serta anus.

a) Diagnosa Keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan Agencedera biologis


Table 2.11
Tanda dan Gejala pada Nyeri Akut

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif

1. Mengeluh 1. Tampak meringis

nyeri 2. Bersikap prospektif (mis. waspada,

posisi menghindari nyeri)

3. Gelisah

4. Frekuensi nadi meningkat

5. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor

Subjektif Objektif

(tidak tersedia) 1. Tekanan darah meningkat

2. Pola nafas berubah

3. Nafsu makan berubah

4. Proses berpikir terganggu

5. Menarik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. Diaphoresis
b) Intervensi Keperawatan

Tabel 2.12
Intervensi Keperawatan Pada Nyeri Akut berdasarkan SLKI dan SIKI

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


Observasi
berhubungan dengan Agen keperawatan diharapkan nyeri
a. Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi,
cedera biologis berkurang yang dibuktikan dengan frakuensi, kualitas, intensitas nyeri
(1-5) b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
kriteria hasil:
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
a. Tidak ada keluhan nyeri
memperingan nyeri
b. Tidak ada ekpresi meringis e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
c. Pasien nampak tenang
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
d. Nyeri tidak
respon nyeri
mengganggu aktivitas g. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang sudah
diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik
a. Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan stategi meredakan
nyeri

Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, danpemicu
nyeri
b. Jelaskan stategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesik
77

2) Pengkajian Sekunder

Pengkajian sekunder meliputi pengkajian subjektif dan

objektif dari riwayat keperawatan (Riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat

keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki. Pengkajian

sebagai berikut:

a) Faranheit (Suhu tubuh) : kaji suhu tubuh, dan suhu

lingkungan

b) Exposure : kaji tekanan darah, irama dan kekuatan nadi,

saturasi oksigen

c) Head to toe assement (pengkajian dari kepala hingga

kaki) meliputi pengkajian riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat

penyakit keluarga.

Berikut pengkajian keperawatan pada pasien kanker

serviks (Prabowo E & Eka, 2014):

a) Biodata

b) Keluhan Utama

Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit

sekunder yang menyertai.

c) Riwayat Penyakit Sekarang

d) Riwayat Keluarga, Seorang ibu yang mempunyai riwayat

ca serviks.
e) Siklus Menstruasi yang tidak teratur atau terjadi

perdarahan diantara siklus haid adalah salah satu tanda

gejala kanker leher rahim.

f) Gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan - makanan

cepat saji dapat memicu sel kanker untuk tumbuh dengan

cepat, pada orang – orang dengan gemar berganti - ganti

pasangan dengan mengesampingkan efek negatifnya

kemungkinan besar dapat timbul gejala - gejala tersebut

sehingga mengarah pada terjadinya kanker leher rahim.

g) Perilaku seks berganti - ganti pasangan. Dengan perilaku

tersebut kemungkinan virus penyebab terjadinya kanker

serviks dapat ditularkan dengan mudah

h) Riwayat Psikososial

Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki

koping adaptif yang baik. Pada klien kanker serviks,

biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu pasien

mengalami perubahan struktur fungsi tubuh .Selain itu,

kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama

proses pengobatan, sehingga pasien mengalami

kecemasan.
c. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang

respon individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah

kesehatan atau proses kehidupan ataupun kerentanan respon.

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif

2) Polanafas tidak efektif

3) Perfusi perifer tidakefektif

4) Nyeri akut

d. IntervensiKeperawatan

Perencanaan keperawatan merupaka langkah ketiga

dalam proses keperawatan yang terdiri dari dua langkah (Potter

& Perry, 2013). Langkah pertama adalah menetapkan tujuan

dan hasil yang harapkan bagi klien. Langkah kedua

perencanaan keperawatan adalah merencanakan intervensi

keperawatan yang akan diimplementasikan ke pasien. Dalam

menetapkan tujuan dan kriteria hasil perawat menggunakan

pedoman Nursing Outcomes Classification (NOC).Sedangkan

dalam merencanakan intervensi keperawatan digunakan

Nursing Intervensions Classification (NIC)

e. Impelemntasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat

proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun

rencana keperawatan (Potter & Perry, 2013). Pada tahap ini


perawat akan mengimplementasikan intervensi yang telah

direncanakan berdasarkan hasil pengkajian dan penegakkan

diagnosis yang diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil

sesuai yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan

status kesehatan klien.

Penerapan implementasi keperawatan yang dilakukan

perawat harus berdasarkan intervensi berbasis bukti atau telah

ada penelitian yang dilakukan terkait intervensi tersebut. Hai ini

dilakukan agar menjamin bahwa intervensi yang diberikan

aman dan efektif (Miller, 2012). Dalam tahap implementasi

perawat juga harus kritis dalam menilai dan mengevaluasi

respon pasien terhadap pengimplementasian intervensi yang

diberikan.

f. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap kelima dari prsoes

keperawatan. Tahap ini sangat penting untuk menentukan

adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien (Perry &

Potter, 2013). Hal yang perlu diingat bahwa evaluasi

merupakan proses kontinu yang terjadi saat perawat

melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi

perawat membuat keputusan-keputusan klinis dan secara

terus-menerus mengarah kembali ke asuhan keperawatan.

Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien


menyelesaikan masalah kesehatan actual, mencegah

terjadinya masalah risiko, dan mempertahankan status

kesehatan sejahtera. Proses evaluasi menentukan keefektifan

asuhan keperawatan yang diberikan.

Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAP

untuk mengevaluasi hasil intervensi yang dilakukan. Poin S

merujuk pada respon subjektif pasien setelah diberikan

intervensi. Poin O melihat pada respon objektif yang dapat

diukur pada pasien setelah dilakukannya intervensi. Poin A

adalah analisis perawat terhadap intervensi yang dilakukan.

Poin P adalah perencanaan terkait tindakan selanjutnya sesuai

analisis yang telah dilakukan sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Andri Irawati. (2018). Faktor Modifikasi (Teori Health Belief Model) dalam
Deteksi Dini Kanker Serviks pada Majelis Riyadhul Jannah dan
Majelis Fatayat NU di Dusun Meduran Desa Asrikaton Kecamatan
Pakis Kabupaten Malang. Malang

Bulechek Gloria,dkk. (2015 ). NIC (Nursing Inteventions Clasification


Measurement of Health Outcomes Edisi 6: Jakarta.Elselver

Departemen Kesehatan Indonesia. Laporan hasil riset kesehatan dasar


(RISKESDAS) 2010: Jakarta: Depkes RI; 2011.

Diagnosis Keperawatan NANDA Internasional: Definisi dan Klasifikasi


2015-2017. Jakarta: EGC.

Emilia, Ova, dkk, 2010. Bebas Ancaman Kanker Serviks. Yogyakarta:


MedPress.

Kementerian Kesehatan RI Pusat. (2015). Data dan Informasi Stop Kanker.


Jakarta

Moorhead,dkk. (2015). NOC (Nursing Outcomes Clasifications) Measure


of Health Outcomes Edisi 5: Jakarta. 2015

Novelia Dita. (2017). Asuhan keperawatan pada pasien dengan Kanker


serviks post kemoterapi di ruang gynekologi-onkologi irna
kebidanan RSUP DR. M. Djamil Padang . Padang : Poltekkes
kemenkes Padang

Nurwijaya, Hartati, dkk. 2010. Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Jakarta:
Elex Media Komputindo

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta

Nugrahaeni, dyan kunthi & novie elvinawaty mauliku. (2011). Metodologi


penelitian kesehatan. Cimahi: Stikes a. yani press

Nugroho, Taufan. (2010). Buku Ajar Ginekologi Untuk Mahasiswi


Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Nurcahyo, Jalu. (2010). Awas!!!Bahaya Kanker Rahim dan Kanker
Payudara. Yogyakarta: Wahana Totalita Publisher

Nurwijaya, Hartati, Andrijono, H.K. Suheimi. (2010). Cegah dan Deteksi


Kanker Serviks. Elex Media Komputindo

Price,AS.,Wilson,M.L.2010.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Alih Bahasa : dr. Brahm U. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Rahajeng, Ekowati. Hilangkan Mitos tentang Kanker. Dirjen Pengendalian


Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kemenkes RI. 2014

Rasjidi, Imam. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi.


Jakarta : EGC

Septia Haryani, Defrin, Yenita. (2012). Prevalensi Kanker Serviks


Berdasarkan Paritas di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Padang :
Jurnal Kesehatan Andalas.

Sari, A. P., Syahrul, F., Ua, F. K. M., Epidemiologi, D., & Ua, F. K. M. (n.d.).
Faktor yang berhubungan dengan tindakan vaksinasi hpv pada
wanita usia dewasa, 321–330.

T. Heather Herdman. (2015). Nanda International Inc. Nursing Diagnosis :


Definitions & Clasification 2015-2017 Edisi 10: Jakarta. EGC

Tutus Praningki , Indra Budi. (2017) Sistem Prediksi Penyakit Kanker


Serviks Menggunakan CART, Naive Bayes, dan k-NN. Yogyakarta
: Universitas AMIKOM Yogyakarta,

Yuli Kusumawati, Ridhiya Wiyasa N, E. N. R. (2016). Pengetahuan,


Deteksi Dini Dan Vaksinasi Hpv Sebagai Faktor Pencegah Kanker
Serviks Di Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
11(2), 204–213. http://doi.org/ISSN 1858-1196 diakses pada
tanggal 20 Januari 2019
Pathway Ca Serviks

Serviks Pembesaran sel-sel kanker

Metaplastik Squamosa

Columnar Junction (SCJ) Proses metaplasi (erosive)

Anda mungkin juga menyukai