Tugas Josua Towehi
Tugas Josua Towehi
DI SUSUN OLEH
NAMA : Yosua Rivo Towehi
a. Pendidikan Keselamatan Air: Edukasi diri sendiri dan orang lain tentang
bahaya air, tanda-tanda peringatan, dan cara berenang yang aman.
b. Pengawasan yang Ketat: Jangan pernah biarkan anak-anak atau orang dewasa
yang tidak bisa berenang berada di sekitar air tanpa pengawasan yang ketat.
c. Menggunakan Pelampung dan Alat Keselamatan: Pastikan Anda menggunakan
pelampung atau peralatan penyelamatan yang sesuai saat berenang di tempat-
tempat berbahaya.
d. Pentingnya Menggunakan Pelampung: Mengenakan pelampung adalah hal
penting terutama bagi mereka yang tidak bisa berenang dengan baik.
e. Berhati-hati dengan Arus Air: Pahami bahaya arus air di sungai, laut, dan
perairan alami lainnya. Jangan mencoba melawan arus air yang kuat.
f. Tidak Berenang Sendirian: Berenanglah dengan teman atau keluarga, terutama
di tempat-tempat yang tidak diawasi.
Jika saat diangkat ke daratan, orang tersebut sudah tidak responsif dan
tidak bernapas, segera mulai tindakan CPR (cardiopulmonary
resuscitation) atau resusitasi jantung paru. Pemberian CPR sebenarnya
bisa dilakukan dengan langsung memberikan tekanan pada dada tanpa
terlebih dahulu memberikan napas buatan.
Melansir Saint John Ambulance, ini adalah cara CPR untuk menolong orang
tenggelam berusia dewasa dan anak-anak di atas 1 tahun.
1. Tempatkan bagian bawah pergelangan salah satu tangan Anda di tengah dada
korban, dan tempatkan tangan satu lagi di atasnya.
2. Tekan tangan ke bawah sekitar 5 cm. Pastikan untuk tidak menekan tulang
rusuk.
3. Lakukan 30 kali kompresi dada, dengan laju 100 kali kompresi per menit atau
lebih.
Sementara itu, berikut ini adalah cara CPR untuk menolong orang
tenggelam
berusia anak anak di bawah 1 tahun.
3. 30 kali kompresi dada dengan laju 100 kali kompresi per menit atau lebih.
Jika korban masih tidak bernapas, lakukan dua kali napas buatan
pendek dan dilanjutkan dengan 30 kali kompresi dada.Ulangi terus siklus
ini sampai orang tersebut mulai bernapas atau bantuan medis datang.
Setelah mendapatkan CPR, korban harus secepatnya mendapatkan bantuan
medis lanjutan untuk memeriksa adanya komplikasi atau kerusakan organ.
Selalu temani dan periksa tanda-tanda vital seperti denyut nadi serta
pernapasan dan seberapa baik respons korban tenggelam sampai bantuan
medis datang Hal yang terpenting saat melakukan pertolongan pertama
pada korban tenggelam adalah menjaga diri agar tetap tenang. Jangan
sampai Anda juga ikut celaka saat menolong korban tenggelam.
TUGAS 2
KONSEP DAN PENANGANAN BAROTRAUMA
A. Definisi Barotrauma
C. Diagnosis Barotrauma
Manifestasi klinis pada barotrauma telinga tengah berupa kurang dengar, rasa
nyeri dalam telinga, autofoni, perasaan ada air dalam telinga dan kadang-kadang
disertai tinitus dan vertigo (Fitri, 2015.). Selain itu, pasien juga perlu ditanyakan
terkait riwayat pajanan terhadap perubahan tekanan ambien atau trauma. Namun
pada beberapa pasien terkadang tidak menunjukkan gejala apapun (asimtomatik).
Setelah pasien memiliki tanda dan gejala barotrauma telinga, selanjutnya dilakukan
evaluasi lebih lanjut melalui pemeriksaan otoskopi untuk menentukan dan
mengklasifikasikan tingkat cedera. Pemeriksaan ini penting karena akan membantu
penegakkan diagnosis dan pengobatan yang akan diberikan.
Saat ini, ada tiga metode untuk mengevaluasi dan menilai barotrauma telinga
tengah yaitu system penilaian Teed, Modified Teed, dan O'Neill. Sistem klasifikasi
ini lebih sering digunakan pada komunitas bawah laut dan hiperbarik, sistem ini
tidak sering digunakan oleh ahli THT. Salah satu metode untuk mengklasifikasikan
tingkat cedera pada barotrauma telinga adalah Teed Grading. Teed Grading
mengevaluasi potensi trauma terhadap membran timpani yang dievaluasi satu kali
oleh pemeriksa.
D. KOMPLIKASI BAROTRAUMA
Komplikasi yang dapat terjadi akibat dari barotrauma telinga yaitu efusi
serosa, efusi serosanguinosa, perdarahan pada telinga tengah, perforasi membran
timpani dan barotrauma telinga dalam (inner ear barotrauma). Selain itu dapat terjadi
gangguan pendengaran yang bersifat sementara sampai kronis, infeksi telinga
tengah, nyeri kronis, serta gangguan kestabilan gaya berjalan (gangguan
keseimbangan) dan kelumpuhan saraf (Rimelda, 2017).
Agar memudahkan masyarakat awam mengingat gejala Barotrauma,
sehingga kapan pun dan dimanapun menemui korban bisa menentukan sakit dan
tindakan pertolongan awal, gejala dengan nama “SAGO TUMBUK” sebagai
berikut :
▪ SAkit/nyeri telinga yang hebat
▪ VertiGo/Pusing
▪ Telinga berdengung
▪ Muntah
▪ Berkurang/hilang pendengaran
▪ Keluar cairan dari telinga
a. Konservatif
Pengobatan konservatif barotrauma telinga biasanya cukup, yaitu dengan
memberikan dekongestan lokal atau melakukan manuver valsava, selama tidak
ada infeksi saluran pernapasan atas. Jika cairan atau cairan bercampur darah
tetap berada di telinga tengah selama beberapa minggu, dianjurkan untuk
melakukan miringotomi dan menggunakan selangventilasi jika diperlukan.
Prosedur miringotomi ini secara klasik dilakukan di bagian anterior dan
inferior membran timpani untuk menghindari potensi kerusakan pada struktur
telinga tengah, terutama bila dilakukan secara darurat dalam kasus yang ekstrim.
Komplikasi yang dapat terjadi terkait dengan prosedur ini yaitu infeksi,
perdarahan, gangguan pendengaran dan perforasi kronis.
Saat ini diketahui ada 4 cara menyeimbangkan tekanan di rongga telinga tengah
yaitu :
1. Dengan menggerakkan rahang ke kiri dan ke kanan,
2. Meniup perlahan dengan lubang
3. Menelan ludah (metode Toynbee)
4. Menguap
b. Preventif
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu
mengunyah permen karet atau melakukan perasat Valsalva, terutama sewaktu
pesawat terbang mulai turun untuk mendarat. Beberapa studi mengatakan bahwa
prapengobatan dengan pseudoefedrin dapat menurunkan risiko barotrauma
selama perjalanan udara pada orang dewasa.
Selain itu penggunaan pseudoefedrin sebelum menyelam dapat menurunkan
insiden dan keparahan barotrauma telinga tengah pada penyelam.Namun
penggunaan obat-obatan tersebut perlu diperhatikan terkait efek samping yang
ditimbulkan.
F. Kesimpulan
Barotrauma merupakan cedera yang terjadi akibat perbedaan tekanan antara
ruang eksternal dan bagian dalam tubuh. Barotrauma dapat terjadi di setiap struktur
tubuh, termasuk ruang tertutup yang dapat ditempati oleh udara, tetapi paling sering
terjadi di telinga tengah. Manifestasi klinis barotrauma telinga tengah termasuk
gangguan pendengaran, sakit telinga, dering spontan, sensasi air di telinga, dan
terkadang tinnitus dan pusing.
Pengobatan barotrauma telinga biasanya cukup konservatif, yaitu tanpa
adanya infeksi saluran pernapasan atas, diberikan dekongestan lokal atau manuver
Valsava. Anda dapat mencegah barotrauma dengan sering mengunyah permen karet
atau melakukan manuver Valsava, terutama saat pesawat mulai turun dan mendarat.
Serangan binatang laut berbahaya merupakan salah satu resiko yang dihadapi
oleh para wisatawan dan orang yang berada/bekerja diair laut. Disamping itu resiko
karena sifat alamiah laut seperti arus, pasang surut, ombak, suhu air laut, kondisi didasar
laut dan jenis pekerjaan/kegiatan yang dilaukan dilaut juga menimbulkan resiko trauma
diair laut. Binatang laut berbahaya dapat dibagi jadi dua kelompok yaitu binatang laut
yang menggigit dan binatang laut yang menyengat.
Binatang laut yang menggigit misalnya hiu, barakuda, paus pembunuh, belut
laut dan sebagainya. Bila binatang tersebut menyerang manusia akan menyebabkan luka
dengan perdarahan yang masif,sehingga sering menyebabkan kematian akibat kehilangan
darah. Tindakan bedah/operatif, atau ligasi (pasang torniquet diproximal luka ) untuk
menghentikan perdarahan perlu segera dilakukan guna mencegah kematian.
Trauma karena serangan binatang laut yang menyengat biasanya tidak berat/
hebat, namun binatang ini mengeluarkan toksin saat dia menyengat yang menyebabkan
terjadinya reaksi antigen-antibody, bila reaksinya hebat bisa menyebabkan kematian .
Kematian bisa karena efek langsung dari reaksi antigen-antibody, maupun akibat tidak
langsung misalnya korban kesakitan, kejang atau pingsan kemudian tenggelam. Anti
dotum yang tepat sangat diperlukan untuk memutus rantai reaksi antigen-antibody,
sehingga idetifikasi jenis binatang yang menyerang sangat penting untuk menentukan
terapi.
B. PENYAJIAN MATERI
1. Hewan Laut Yang Menyengat Dan Berbahaya Banyak hewan laut menggigit
atau menyengat. Beberapa memberikan racun melalui mereka gigi, tentakel, duri,
atau kulit. Lainnya, seperti hiu, tidak berbisa tetapi
dapat menimbulkan gigitan serius dengan besar, gigi yang
tajam. Kebanyakan makhluk yang menyengat atau menggigit telah
mengembangkan perilaku ini sebagai mekanisme pertahanan atau
untuk membantu mereka berburu makanan. Kebanyakan sengatan hewan
laut dan gigitan disebabkan oleh kontak tidak disengaja. Misalnya, Anda
bisa menginjak ikan pari terkubur di pasir atau sikat terhadap ubur-ubur saat
berenang. Penyelam dan nelayan sangat beresiko karena sering dan lama kontak
mereka dengan kehidupan laut. Berikut ini adalah hewan laut yang dapat
membahayakan:
a. Ikan Pari
Ikan Pari memiliki duri berbisa di ekornya. Jika tanpa sengaja menginjak
ikan pari, itu akan merespon dengan menyodorkan ekornya ke kaki atau kaki.
Venom dan tulang belakang fragmen dapat menyebabkan luka menjadi
terinfeksi.Sengatan ikan pari biasanya menyebabkan rasa sakit, mual, kelemahan,
dan pingsan. Dalam kasus yang jarang terjadi, korban mungkin akan kesulitan
bernapas atau bahkan mati.
b. Tentakel laut
Ubur-ubur, anemon, dan karang semua memiliki tentakel. Setiap tentakel
ditutupi dengan sengatan individu yang disebut nematocysts. Kebanyakan sengatan
dari ubur-ubur, anemon, dan karang menyebabkan ruam dan kadang-kadang lecet.
Anda juga mungkin mengalami sakit kepala, nyeri dada, nyeri otot, berkeringat,
atau hidung meler.
d. Bulu Babi
Bulu babi yang tercakup dalam duri tajam dilapisi dengan racun. Jika Anda
menginjak sebuah landak, duri mungkin akan pecah dan menancap di
kaki ,menghasilkan luka yang menyakitkan. Jika duri tidak dihapus sepenuhnya,
luka dapat menjadi meradang, menyebabkan ruam dan nyeri otot dan sendi.
g. Stonefish
Ikan yang menyamar dengan koral atau lingkungan sekitarnya dapat
menyuntikan bisa melalui tulang belakangnya yang keras sehingga menembus kulit
korban.
2. Ciri-Ciri dari Pasien yang Terkena Sengatan Hewan Laut Tentakel Laut/ ubur-ubur
Sengatan ubur-ubur dapat menyebabkan:
1. Sensasi terbakar
Menyakitkan tanda atau garis merah yang berkembang setelah beberapa
menit sampai beberapa jam seperti gatal,kesemutan dan mati rasa,melepuh,cekot
yang dapat memancarkan sebuah kaki atau lengan ke dada
2. Iritasi ringan hingga sedang di kulit biasanya membaik dalam waktu satu hingga dua
minggu. Dalam beberapa kasus, tanda-tanda pada kulit mungkin makan waktu satu
sampai dua bulan.
3. Sengatan ubur-ubur yang parah dapat mempengaruhi seluruh tubuh (reaksi sistemik).
b. Ubur-ubur
Setelah disiram sengatan dengan air garam, menghilangkan potongan
tentakel dengan pinset atau jari bersarung. Cuka akan menghentikan pelepasan racun
dari tentakel ubur-ubur kotak, tapi akan membuat sengatan buruk. Jika Anda tidak
yakin apa yang menyengat ,carilahpengobatan medis profesional bukannya
mengobati luka sendiri.
TUGAS INDIVIDU NO 14
Triase yang menjadi suatu tanda penting dalam melakukan evakuasi atas
pasien gawat darurat memiliki empat warna garis yang berbeda. Keempat warna
garis tersebut tentu saja masing – masing memiliki perbedaan maksud, arti dan
tujuan.
Pasien kategori hijau ini dapat menunggu sampai diberikan pertolongan tanpa
membuat masalah yang ia alami bertambah semakin parah. Biasanya korban atau
pasien yang masuk dalam kategori ini adalah pasien yang mengalami nyeri pada alat
gerak dan cedera ringan pada jaringan lunak.
Pasien dalam kategori hitam adalah pasien yang tidak mungkin tertolong
atau pasien meninggal. Pasien tidak butuh pertolongan medis, namun butuh eksekusi
untuk dikremasi oleh keluarganya.
Label atau tanda Triase secara umum sangatlah beragam. Tanda atau label
Triase tak hanya memiliki keberagaman warna melainkan memiliki keberagaman
bentuk, model, ukuran serta bahan. Bentuknya bermacam – macam mulai dari
memiliki kartu berwarna dengan tanda seperti warna atau pita khusus yang
disematkan.
D. PROSEDUR TRIASE
Dalam tata laksananya, prosedur Triase dimulai ketika pasien tiba di Instalasi
Gawat Darurat. Dokter akan secara langsung melakukan pemeriksaan cepat dan
singkat untuk menentukan kondisi pasien seperti apa.
Terakhir, pasien kategori hitam atau prioritas terakhir. Pasien kategori ini
bisa secara langsung dipindahkan ke ruang jenazah. Dokter atau tenaga medis akan
menilai status triasenya secara berkala karena masing – masing pasien memiliki
kondisi yang sewaktu – waktu dapat berubah.Jika kondisi pasien mengalami
perubahan, dokter akan melakukan prosedur triase ulang atau retriase. Contohnya,
jika pasien berada dalam kategori kuning maka ia bisa berpindah ke kategori merah
jika kondisinya semakin bertambah parah.Sementara pasien dalam kategori merah,
jika kondisinya membaik maka bisa berpindah ke kategori kuning setelah retriase
dilakukan.
E. TATA CARA PERTOLONGAN TERHADAP KORBAN
Di lokasi kejadian, tim yang bertugas untuk menolong korban akan sesegera
mungkin menyiapkan berbagai macam pos pertolongan yang disesuaikan dengan
prioritas pertolongan. Prioritas pertolongan tersebut seperti yang kami jelaskan
sebelumnya telah ditentukan sesuai dengan perbedaan kategori yang dibedakan atas
warna, bentuk dan sebagainya.Mengenai seperti apa tahapan cara pemberian
pertolongan terhadap korban.
F. Pemeriksaan pernapasan
G. Penilaian sirkulasi
Pemeriksaan nadi karotis pada pasien perlu dilakukan. Nantinya pasien akan
mendapatkan pertolongan sesuai dengan tingkat keparahannya. Maksudnya pasien
akan mendapatkan pertolongan sesuai dengan label yang diberikan petugas
kepadanya. Dalam langkah ini, pasien akan diperiksa seperti apa nafasnya. Pasien
juga akan diperiksa apakah butuh alat bantu pernapasan atau tidak. Jika tidak
membutuhkan alat bantu pernapasan, berarti pasien tersebut masih memiliki nafas
yang cukup dan sirkulasi yang baik.
H. Penilaian mental
Bantuan Hidup Dasar atau Basic Life Support (BLS) adalah usaha yang
dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban
mengalami keadaan yang mengancam nyawa.(Deden Eka PB at 1:10:00)
Keadaan darurat yang mengancam nyawa bisa terjadi sewaktu-waktu dan di mana
pun. Kondisi ini memerlukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar adalah usaha
untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang
mengancam nyawa.
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu
tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk
menghentikan proses yang menuju kematian.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat
dengan teknik ABC yaitu airway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau
memberikan nafas buatan, dan circulation atau pijat jantung pada posisi shock.
Namun pada tahun 2010 tindakan BLS diubah menjadi CAB (circulation,
breathing, airway). Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari
kerusakan yang irreversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti
selama 3-4 menit.
Langkah-Langkah BLS
1. Memeriksa keadaan pasien, respon pasien, termasuk mengkaji ada / tidak adanya
nafas secara visual tanpa teknik Look Listen and Feel.
2. Melakukan panggilan darurat dan mengambil AED,
3. Circulation : ·
Meraba dan menetukan denyut nadi karotis. Jika ada denyut nadi maka
dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika tidak ditemukan
denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi dada.
Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk
memeriksa denyut nadi korban. ·
Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.
Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah
sternum).
Penentuan lokasi ini dapat dilakukan dengan cara tumit dari tangan yang
pertama diletakkan di atas sternum, kemudian tangan yang satunya
diletakkan di atas tangan yang sudah berada di tengah sternum. Jari-jari
tangan dirapatkan dan diangkat pada waktu penolong melakukan tiupan
nafas agar tidak menekan dada. Petugas berlutut jika korban terbaring di
bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur
Gambar 2 Chest compression ·
Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18
detik) ·
4. Airway.
Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka
bebaskan jalan nafas melalui head tilt– chin lift. Caranya dengan meletakkan satu
tangan pada dahi korban, lalu mendorong dahi korban ke belakang agar kepala
menengadah dan mulut sedikit terbuka (Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah
dengan mengangkat dagu (Chin Lift). Namun jika korban dicurigai cedera tulang
belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust yaitu dengan mengangkat
dagu sehingga deretan gigi Rahang Bawah berada lebih ke depan daripada deretan
gigi Rahang Atas.
5. Breathing.
Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik
diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal
yang masuk adekuat. Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut :
·
Pastikan hidung korban terpencet rapat ·
Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam) ·
Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin · Berikan satu ventilasi
tiap satu detik ·
Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu
detik. Gambar 5 Pernafasan mulut ke mulut ·
Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut
korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban. ·
Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa
dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi
volume tidal sekitar 600 ml. ·
Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi
6 – 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat
dilakukan tanpa interupsi. ·
Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan
bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar
10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. ·
Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah
terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan
100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.
6. RJP
terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun,
atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya
tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi
otomatis atau pemasangan advance airway.
7. Alat defibrilasi otomatis.
Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat tersedia/datang ke
tempat kejadian. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah
ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut
sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali.
Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan
periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS
(Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak.
Perbedaaan Langkah-Langkah BLS Sistem ABC dengan CAB No ABC
CAB.
1 Memeriksa respon pasien Memeriksa respon pasien termasuk ada/tidaknya
nafas secara visual.
2 Melakukan panggilan darurat dan mengambil AED (Automatic Ekstenal
Defibrilator). Melakukan panggilan darurat
3 Airway (Head Tilt, Chin Lift) Circulation (Kompresi dada dilakukan sebanyak
satu siklus 30 kompresi, sekitar 18 detik)
4 Breathing (Look, Listen, Feel, dilanjutkan memberi 2x ventilasi dalam-dalam)
Airway (Head Tilt, Chin Lift)
5 Circulation (Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2)) Breathing ( memberikan
ventilasi sebanyak 2 kali, Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2))
6 Defribilasi Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah : ·
Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan
kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah
henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular
Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah
kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early
defibrillation). ·
Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda
karena proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut
ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan
mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih
awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali
kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik). · Kurang dari 50% orang
yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya.
Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi
alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut
ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit
bagi orang awam. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat
menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa
mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut
setidaknya dapat melakukan kompresi dada. Penggunaan Sistem ABC Saat ini : 1.
Pada korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP
konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi
sistem respon darurat. 2. Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah
Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru
secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga,
warna mukosa/kulit dan kesadaran
Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan maneuver
jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik
Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang
disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.
Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut
dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari.
Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya
sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)
Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui
mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan
nafas dan dilakukan maneuver Heimlich. Gambar 2. Pemeriksaan sumbatan jalan
nafas di daerah mulut dengan menggunakan teknik cross finger Tanda-tanda
adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :
Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga
mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing
lainnya sehingga hembusan nafas hilang. Cara melakukannya :
Abdominal thrust
Chest thrust
Back blow
Sianosis
Kelelahan dan meninggal Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah
jalan nafas bebas!
Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas
Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi
leher netral
Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat
tempatkan korban pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal!
C. Chin Lift
Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien
kemudian angkat.
D. Head Tilt
Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan
pada pasien dugaan fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga
kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke
depan.
E. Jaw thrust Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga
barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas
Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan hentakan
mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen). Abdominal Thrust
(Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk Caranya : penolong harus berdiri
di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong,
kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut
korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan
tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang
cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas.
Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di
garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan
kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan
hentakan yang cepat ke arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring
tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru
(RJP).
Gejala pada dewasa umumnya sama dengan gejala pada anak. Bila anak
batuk atau dengan wheezing yang dicurigai terjadi aspirasi benda asing di saluran
napas. Benda asing di bronkus kebanyakan memasuki bronkus kanan karena lebih
lebar dan lebih segaris dengan lumen trakea. Benda asing dapat menyumbat secara
total bronkus lobaris atau segmental dan mengakibatkan atelektasis atau obstruksi
parsial yang berfungsi seperti katup satu arah dimana udara dapat masuk ke paru-
paru tetapi tidak dapat keluar, sehingga menyebabkan emfisema obstruktif. Pasien
pada benda asing di bronkus umumnya datang pada fase asimptomatik kemudian
benda asing bergerak ke perifer, sehingga udara yang masuk terganggu dan pada
auskultasi terdengar ekspirasi memenjang dengan mengi, Gejala fisik dapat
bervariasi karena perubahan benda asing, keluhan batuk kronik dan sesak napas
menyerupai gejala pasien asma atau bronkopnemonia. Benda asing organik
menyebabkan reaksi yang hebat pada saluran nafas dengan gejala
laringotrakeobronkitis, toksmia, batuk, dan demam irregular. Tanda fisik benda asing
di bronkus bervariasi, karena perubahan posisi dari satu sisi ke sisi lain dalam paru.
Benda asing di orofaring dan hipofaring dapat tersangkut di tosil, dasar lidah,
valekula, sinus piriformis menimbulkan rasa nyeri pada saat menelan.
C. Penatalaksanaan
Rhinolit dapat dikeluarkan dengan menggunakan forseps yang ujungnya
dapat memegang dengan baik. Forceps alligator Hartman, forceps bayonet atau wire
loops umumnya digunakan. Dengan anestesi lokal dapat dilakukan apabila pasien
yang kooperatif sedangkan penggunaan anestesi umum dapat dilakukan jika pasien
tidak kooperatif. Jika terlalu besar, rhinolit dapat dipecahkan terlebih dahulu dalam
keping yang lebih kecil dengan menggunakan ultrasound lithotripsy. Bila tidak
berhasil, dapat dilakukan rhinotomi lateral.
D. KESIMPULAN
Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen (dari
luar tubuh) dan benda asing endogen (dari dalam tubuh) yang dalam keadaan normal
benda tersebut tidak ada.
Benda asing eksogen terdiri dari zat organik seperti kacang-kacangan, tulang,
dan lain-lain; dan zat anorganik seperti peniti, jarum dan lain-lain. Benda asing
endogen contohnya krusta, nanah, secret kental, darah atau bekuan darah, dan
meconium.
Penyangga leher ini dipasang, apa bila terjadi trauma akibat kecelakaan, baik
jatuh dari ketinggian, atau cedera saat olah raga, atau jatuh karena tabrakan
kendaraan. Apa bila pasien ditemukan tergeletak di lapangan, adanya tanda-tanda
benturan pada tengkorak kepala, atau ada tanda memar pada area kepala dan leher,
maka petugas kesehatan melakukan pertolongan pertama dengan memposisikan
tulang belakang sangat hati-hati, kemudian memasang servikal collar, kemudian
melakukan pemeriksaan lanjut di Rumah Sakit. Apakah ada tulang servikal patah/
retak atau tidak. Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan
malam dan diubah secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai
kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat sementara dan harus
dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi otot serta kontraktur. Jangka
waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi nyeri pada nyeri servikal non
spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-
3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik
dapat dijadikan indikasi pelepasan collar.
B. Tujuan
a. Mencegah pergerakan tulang servikal yang patah (proses immobilisasi serta
mengurangi kompresi pada radiks saraf).
b. Mencegah bertambahnya kerusakan servik dan spinal cord.
c. Mengurangi rasa sakit.
d. Mengurangi pergerakan leher selama pemulihan.
e. Mengurangi pergerakan leher yang berlebihanselama proses pemulihan strain /
sprain
f. Mengurangi rasa sakit
C. Indikasi
Digunakan pada pasien yang mengalami trauma leher, fraktur tulang servikal.
Cervikal collar dipasangkan untuk pasien 1 kali pemasangan. Penggunaan ulang
Cervikal collar tidak sesuai dengan standar kesehatan dan protap.
E. Kontraindikasi
a. Hindari posisi tengkurap dan trendelenburg. Beberapa kontrovesi yaitu posisi
pasien adalah datar, jika posisi datar dianjurkan, mungkin sebagai indikasi adalah
monitor tekanan intrakranial. Tipe monitoring yang tersedia adalah screws, cannuls,
fiberoptic probes.
b. Elevasi bed bagian kepala digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial.
Beberapa alasan bahwa elevasi kepala akan menurunkan tekanan intrakranial, tetapi
berpengaruh juga terhadap penurunan Cerebral Perfusion Pressure (CPP).
c. Kepala pasien harus berada dalm posis netral tanpa rotasi ke kiri atau kanan,
flexion atau extension dari leher.
d. Elevasi bed bagian kepala diatas 40 akan berkontribusi terhadap postural hipotensi
dan penurunan perfusi otak.
e. Meminimalisasi stimulus yang berbahaya, berikan penjelasan sebelum menyentuh
atau melakukan prosedur.
f. Rencanakan aktivitas keperawatan. Jarak antara aktivitas keperawatan paling
sedikit 15 menit. g. Elevasi kepala merupakan kontra indikasi pada psien hipotensi
sebab akan mempengaruhi CPP.
F. Komplikasi
a. Fleksi, ekstensi atau rotasi leher akan meningkatkan karena obstruksi venous
outlow.
b. Penumpukan secret atau kerusakan kulit mungkin terjadi posisi pasien tidak
dirubah setiap 2 jam.
c. Nyeri atau kegelisahan akan meningkatkan tekanan intrakranial.
TUGAS VI KONSEP DAN PRINSIP DASAR MENGHENTIKAN
PERDARAHAN
A. PENGERTIAN
Perdarahan (bahasa Inggris: hemorrhage, exsanguination; bahasa Latin:
exsanguinātus, tanpa darah) merupakan istilah kedokteran yang digunakan untuk
menjelaskan ekstravasasi atau keluarnya darah dari tempatnya semula. Pendarahan
dapat terjadi hanya di dalam tubuh, misalnya saat terjadi peradangan dan darah
keluar dari dalam pembuluh darah atau organ tubuh dan membentuk hematoma; atau
terjadi hingga keluar tubuh, seperti mengalirnya darah dari dalam vagina, mulut,
rektum atau saat kulit terluka, dan mimisan. Pendarahan juga menyebabkan
hematoma pada lapisan kulit/memar, biasanya terjadi setelah tubuh dipukul atau
jatuh dari suatu ketinggian. Pendarahan adalah peristiwa keluarnya darah dari
pembuluh darah karena pembuluh tersebut mengalami kerusakan. Kerusakan ini bisa
disebabkan oleh benturan fisik, sayatan, atau pecahnya pembuluh darah yang
tersumbat.
B. JENIS PERDARAHAN
Perdarahan dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan luar (terbuka) dan perdarahan
dalam (tertutup).
a. Perdarahan Luar (Terbuka) adalah jenis perdarahan yang terjadi akibat kerusakan
dinding pembuluh darah disertai dengan kerusakan kulit, yang memungkinkan darah
keluar dari tubuh dan terlihat jelas keluar dari luka tersebut. Perdarahan luar dibagi
lagi menjadi 3 sesuai dengan pembuluh darah yang mengalami kerusakan, yaitu
perdarahan arteri, vena, dan kapiler.
b. Perdarahan dalam adalah jenis perdarahan yang terjadi di dalam rongga dada,
rongga tengkorak dan rongga perut. Biasanya tidak tampak darah mengalir keluar,
tapi terkadang dapat juga keluar melalui lubang hidung, telinga dan mulut.Penyebab
dari perdarahan dalam di antaranya :
1) Pukulan keras, terbentur hebat
2) Luka tusuk
3) Luka tembak
4) Pecahnya, pembuluh darah karena suatu penyakit
5) Robeknya pembuluh darah akibat terkena ujung tulang yang patah, seperti pada
fraktur costa
1. Perdarahan arteri Darah yang berasal dari arteri keluar menyembur (proyektil)
sesuai dengan denyutan nadi dan berwarna merah terang karena masih kaya oksigen.
Bila tekanan sistolik menurun, maka pancarannya akan berkurang. Tekanan ini
menyebabkan perdarahan arteri lebih sulit dikendalikan. Pemantauan dan
pengendalian mungkin harus dilakukan sepanjang perjalanan menuju fasilitas
kesehatan.
3. Perdarahan kapiler Berasal dari pembuluh kepiler, darah yang keluar merembes
perlahan, warna darah tampak warna merah sedang. Darah yang keluar merembes
karena pembuluh yang sangat kecil dan hampir tidak memiliki tekanan. Perdarahan
kapiler sering membeku sendiri.
Kita juga harus mewaspadai derajat berat perdarahan yang dialami penderita.
Secara umum dapat dikatakan bahwa berat ringannya perdarahan yang terjadi
berhubungan dengan ukuran fisik penderita. Contohnya kehilangan darah sebanyak
1000 cc pada orang dewasa adalah serius, namun pada anak cukup setengahnya (500
cc) sudah dianggap serius. Pada bayi 150 cc darah yang hilang dapat mengancam
nyawa.
Selain itu perdarahan yang dapat digolongkan perdarahan hebat, yaitu :
1. Bila perdarahan memancar dari luka
2. Bila diperkiraan > 250 mL darah yang sudah keluar
3. Bila perdarahan berlanjut > 5 menit
Bila ada luka ringan perdarahan dapat berhenti sendiri, sedangkan pada luka
hebat darah mengalir deras hingga tidak sempat membeku. Reaksi tubuh yang alami
pada perdarahan adalah penyempitan pembuluh darah dan pembekuan darah. Luka
yang besar dapat mencegah terjadinya pembekuan darah secara alami ini. Bila terjadi
kondisi perdarahan hebat tugas penolong adalah meredakan aliran agar darah dapat
membeku secepatnya pada luka. Dan perlu diperhatikan sebelum menutup luka
adalah jangan mencoba membersihkan luka yang hebat dengan air atau antiseptic.
6) Tehnik pengkleman
7) Tehnik ligase
8) Immobilisasi
b. Perdarahan dalam
1) R - rest : Diistirahatkan, adalah tindakan pertolongan pertama yang esensial,
penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
2) I - Ice : Terapi dingan, gunanya mengurangi perdarahan, danmeredakan rasa
nyeri.
3) C - Compresion : Penakanan atau balut tekan gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan perdarahan lebih lanjut.
4) E - Elevation : Peninggian daerah cedera gunanya untuk mencegah statis,
mengurangi edema (pembengkakan), dan rasa nyeri.
1. Perdarahan berhenti
Resusitasi cairan
Pengganti yang terbaik adalah darah dari golongan yang sama. Kalau tidak ada maka
untuk sementara dapat dipakai cairan pengganti untuk mencegah terjadinya syok dan
memanfaatkan golden time yang ada. Beberapa jenis cairan pengganti yang dapat dipakai
yaitu :
1. Plasma
2. plasma nate 14
4. ringer laktat
5. NaCL
TUGAS VII KONSEP DAN PRINSIP EVAKUASI SERTA TRANSPORTASI
D. Kesiapan Pasien Saat Evakuasi Pemindahan korban gawat darurat dalam keadaan
emergensi contohnya adalah :
Pemindahan Emergensi
a. Tarikan baju
Kedua tangan korban gawat darurat harus diikat untuk mencegah naik kearah
kepala waktu baju ditarik. Bila tidak sempat, masukkan kedua tangan dalam
celananya sendiri.
b. Tarikan Selimut
Korban gawat darurat ditaruh dalam selimut , yang kemudian ditarik.
c. Tarikan lengan
Dari belakang korban gawat darurat, kedua lengan paramedic masuk dibawah
ketiak korban gawat darurat memegang kedua lengan bawah korban gawat darurat.
d. Ekstrikasi
Dilakukan pada korban gawat darurat dalam keadaan harus di keluarkan secepat.
d. Short spine board Short spine board dan KED sebenarnya lebih merupakan alat
ekstrikasi. Setelah selesai ekstrikasi tetap korban gawat darurat harus diletakkan
pada alat pemindahan yang lain (Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016).
Pada transportasi udara hal yang dapat timbul di udara akibat perbedaan
tekanan udara adalah hipoksia. Hipoksia dapat terjadi karena kadar oksigen
menurun serta menurunnya suplai oksigen dalam darah, khususnya pada korban
COPD, oedema paru, pneumoni, dan emboli paru.
Di udara akan terjadi penurunan kemampuan darah mentransportasi oksigen
ke jaringan tubuh. Sehingga beberapa korban gawat darurat yang mengalami
anemia dan keracunan karbon monoksida, akan mengalami penuruna kadar
oksigen di dalam sel selama transportasi udara.
3. Jalur Rujukan
a. Dari kader dapat langsung merujuk ke:
1) Puskesmas pembantu
2) Bidan desa
3) Puskesmas rawat inap
4) Rumah Sakit Swata atau Pemerintah