Anda di halaman 1dari 46

TUGAS INDIVIDU

KONSEP DAN PENANGANAN KORBAN TENGGELAM,


PENANGANAN BAROTRAUMA,DAN PRINSIP PENANGANAN
CEDERA AKIBAT BINATANG LAUT

KONSEP DAN PRINSIP DASAR TRIAGE,RJP,MEMBUKA JALAN


NAPAS,MENGELUARKAN BENDA ASING,MEMASANG NECK
COLLAR, MENGHENTIKAN PENDARAHAN DAN EVAKUASI
SERTA TRANSPORTASI

DOSEN : ISMUNANDAR, S.Kep,Ns,M.Kes

DI SUSUN OLEH
NAMA : Yosua Rivo Towehi

POLITEKNIK KESEHATAN PALU


TAHUN AKADEMIK 2023
TUGAS INDIVIDU 1
KONSEP DAN PENANGANAN KORBAN TENGGELAM
A. Konsep korban tenggelam
Konsep korban tenggelam adalah pemahaman mengenai berbagai aspek yang
terkait dengan orang yang berada dalam bahaya tenggelam atau telah tenggelam
di dalam air. Memahami konsep ini penting dalam upaya penyelamatan dan
pencegahan tenggelam. Korban tenggelam adalah kejadian yang serius, dan
langkah-langkah penanganan yang cepat dan tepat dapat membuat perbedaan
besar dalam menyelamatkan nyawa seseorang. Prioritaskan keselamatan dan
hubungi profesional penyelamatan setempat segera setelah memungkinkan.

B. Pencegahan korban tenggelam

a. Pendidikan Keselamatan Air: Edukasi diri sendiri dan orang lain tentang
bahaya air, tanda-tanda peringatan, dan cara berenang yang aman.
b. Pengawasan yang Ketat: Jangan pernah biarkan anak-anak atau orang dewasa
yang tidak bisa berenang berada di sekitar air tanpa pengawasan yang ketat.
c. Menggunakan Pelampung dan Alat Keselamatan: Pastikan Anda menggunakan
pelampung atau peralatan penyelamatan yang sesuai saat berenang di tempat-
tempat berbahaya.
d. Pentingnya Menggunakan Pelampung: Mengenakan pelampung adalah hal
penting terutama bagi mereka yang tidak bisa berenang dengan baik.
e. Berhati-hati dengan Arus Air: Pahami bahaya arus air di sungai, laut, dan
perairan alami lainnya. Jangan mencoba melawan arus air yang kuat.
f. Tidak Berenang Sendirian: Berenanglah dengan teman atau keluarga, terutama
di tempat-tempat yang tidak diawasi.

C. Penaganan korban tenggelam


a. Konsep Dasar:
1) Keselamatan Diri: Prioritaskan keselamatan Anda sendiri sebelum mencoba
menyelamatkan korban. Pastikan Anda memiliki pelampung atau peralatan
penyelamatan yang tepat.
2) Segera Hubungi Bantuan Darurat: Panggil nomor darurat atau tim
penyelamat setempat untuk meminta bantuan profesional. Waktu sangat
penting dalam penyelamatan korban tenggelam.

b. Langkah-langkah Penanganan Korban Tenggelam:


1) Tinjau Situasi: Evaluasi situasi dengan cepat. Catat lokasi tepatnya di
mana korban tenggelam dan apakah ada bahaya lain seperti arus air kuat,
gelombang besar, atau lingkungan berbahaya lainnya.
2) Berikan Bantuan Pertama: Jika korban tidak sadar, lakukan pemeriksaan
tanda-tanda kehidupan (pernapasan, denyut nadi, dan respons). Jika
diperlukan, mulai RJP (resusitasi jantung paru) segera.
3) Memanggil Korban: Jika korban sadar dan berada di air, cobalah
memanggilnya untuk mendekati Anda. Dorong korban untuk tetap tenang
dan berenang ke arah Anda jika mereka mampu.
4) Menggunakan Alat Penyelamatan: Jika ada pelampung, papan selancar,
atau alat penyelamatan lainnya di sekitar Anda, gunakan alat tersebut
untuk mencapai korban. Jangan mencoba menyelam ke dalam air jika
Anda tidak memiliki pelatihan penyelam yang memadai.
5) Jangan Membiarkan Korban Menceburkan Anda: Hindari situasi di mana
korban yang panik dapat menarik Anda ke dalam air. Pertahankan jarak
yang aman dan gunakan alat penyelamatan jika memungkinkan.
6) Bantuan Tim Penyelamat: Jika tim penyelamat datang, berikan informasi
yang relevan kepada mereka tentang situasi dan kondisi korban. Biarkan
para profesional mengambil alih proses penyelamatan.
7) Pantau Korban: Setelah korban diselamatkan, berikan pertolongan pertama
sesuai kebutuhan. Pemulihan korban tenggelam dapat memerlukan
pernapasan buatan atau tindakan medis lebih lanjut. Tetap pantau tanda-
tanda vital korban sampai bantuan medis tiba.
8) Memberikan Dukungan Psikologis: Korban tenggelam atau saksi yang
mengalami kejadian tersebut mungkin memerlukan dukungan psikologis.
Berbicara dengan penuh empati dan menawarkan dukungan dapat
membantu mengatasi stres pasca-kejadian.
9) Lakukan resusitasi jantung paru (CPR) dengan tangan

Jika saat diangkat ke daratan, orang tersebut sudah tidak responsif dan
tidak bernapas, segera mulai tindakan CPR (cardiopulmonary
resuscitation) atau resusitasi jantung paru. Pemberian CPR sebenarnya
bisa dilakukan dengan langsung memberikan tekanan pada dada tanpa
terlebih dahulu memberikan napas buatan.

Melansir Saint John Ambulance, ini adalah cara CPR untuk menolong orang
tenggelam berusia dewasa dan anak-anak di atas 1 tahun.

1. Tempatkan bagian bawah pergelangan salah satu tangan Anda di tengah dada
korban, dan tempatkan tangan satu lagi di atasnya.

2. Tekan tangan ke bawah sekitar 5 cm. Pastikan untuk tidak menekan tulang
rusuk.

3. Lakukan 30 kali kompresi dada, dengan laju 100 kali kompresi per menit atau
lebih.

4. Biarkan dada untuk naik sepenuhnya sebelum kembali memberikan tekanan.

5. Periksa apakah korban mulai bereaksi atau bernapas.

Sementara itu, berikut ini adalah cara CPR untuk menolong orang
tenggelam
berusia anak anak di bawah 1 tahun.

1. Tempatkan dua jari pada tulang dada.

2. Tekan ke bawah sedalam 1 – 2 sentimeter (cm). Pastikan untuk tidak


menekan ujung tulang dada.

3. 30 kali kompresi dada dengan laju 100 kali kompresi per menit atau lebih.

4. Lakukan Biarkan dada untuk naik seutuhnya di antara tekanan.

5. Periksa apakah korban mulai bernapas.

Jika korban masih tidak bernapas, lakukan dua kali napas buatan
pendek dan dilanjutkan dengan 30 kali kompresi dada.Ulangi terus siklus
ini sampai orang tersebut mulai bernapas atau bantuan medis datang.
Setelah mendapatkan CPR, korban harus secepatnya mendapatkan bantuan
medis lanjutan untuk memeriksa adanya komplikasi atau kerusakan organ.

Catatan: instruksi di atas tidak dimaksudkan sebagai pengganti


pelatihan CPR. Pelatihan CPR resmi bisa Anda dapatkan melalui Palang
Merah Indonesia atau institusi pelayanan kesehatan lain.

10) Hangatkan tubuh korban

Saat korban sadar dan kondisi memungkinkan, angkat tubuhnya ke


tempat kering dan hangat untuk beristirahat. Namun, jangan langsung
membasuh korban dengan air hangat atau memijat kaki jika ia menggigil.
Cukup jaga tubuhnya tetap hangat dan kering dengan menambahkan
selimut atau baju hangat.

Selalu temani dan periksa tanda-tanda vital seperti denyut nadi serta
pernapasan dan seberapa baik respons korban tenggelam sampai bantuan
medis datang Hal yang terpenting saat melakukan pertolongan pertama
pada korban tenggelam adalah menjaga diri agar tetap tenang. Jangan
sampai Anda juga ikut celaka saat menolong korban tenggelam.

Dengan begitu, Anda bisa berpikir jernih mencari bantuan di


sekeliling Anda, baik menggunakan alat bantu atau meminta bantuan
petugas yang terlatih.

TUGAS 2
KONSEP DAN PENANGANAN BAROTRAUMA

A. Definisi Barotrauma

Barotrauma merupakan suatu kerusakan pada jaringan juga sekuelnya yang


mengakibatkan kegagalan dalam menyamakan antara tekanan udara di dalam rongga
udara dalam tubuh dengan tekanan disekitarnya yang terjadi pada saat menyelam
ataupun terbang. Barotrauma adalah kondisi yang ditandai dengan perasaan
tersumbat dan menyakitkan pada telinga. Kondisi ini disebabkan oleh adanya
perubahan tekanan udara yang terjadi dengan cepat.
Barotrauma adalah semua hal yang telah diakibatkan atas tekanan kuat yang
secara mendadak dalam ruangan yang telah berisi udara pada tulang temporal.
Barotrauma juga dapat terjadi akibat kegagalan yang dialami oleh tuba eustachius
dalam Upaya menyamakan tekanan dari bagian telinga tengah dan perjadi pada saat
turun dari ketinggian ataupun naik dari bawah air saat menyelam. Barotrauma
sendiri paling banyak terjadi cedera pada saat menyelam (Martinus 2019).

B. Etiologi , Patofisiologi & Faktor Resiko Barotrauma


Etiologi yang mendasari barotrauma adalah perbedaan tekanan antara ruang
telinga tengah dan lingkungan eksternal. Apabila tekanan melebihi 90mmHg, tuba
eustachius tidak dapat terbuka (Arbanto, et al 2018). Sesuai hukum boyle,
peningkatan tekanan ambien menghasilkan penurunan volume gas yang proporsional
di ruang tubuh. Peningkatan tekanan ambien ini dapat terjadi ketika seseorang
melakukan penyelaman, berada di pesawat terbang, ruang hiperbarik atau karena
trauma benda tumpul.
Selain itu terdapat beberapa kondisi yang menjadi factor risiko terjadinya
barotrauma pada telinga tengah yaitu riwayat kanker kepala dan leher, saluran
koklea yang membesar atau lebih pendek, saluran vestibular yang membesar serta
kondisi anatomis telinga tengah dan telinga dalam.

Barotrauma dapat terjadi pada waktu seorang penyelam turun (descent)


maupun naik (ascent). Berdasarkan patogenesisnya dibedakan :
1) Barotrauma waktu turun (descent) Barotrauma waktu turun lebih sering terjadi
daripada waktu naik. Saat penyelam turun, tubuhnya mendapat penambahan
tekanan dari luar. Penambahan tekanan ini normalnya tidak akan menimbulkan
Barotrauma selama proses equalisasi berjalan lancar. Rongga-rongga fisiologis
tubuh umumnya mempunyai dinding yang keras (tulang), sehingga tidak
mungkin kolaps. Kegagalan equalisasi menyebabkan tekanan udara dalam
ronggarongga fisiologis menjadi relatif negatif terhadap tekanan sekelilingnya.
Hal ini akan menimbulkan distorsi atau kerusakan jaringan lunak pada
rongga, dan dapat terjadi kongesti vaskuler, oedema mukosa disertai transudasi
cairan tubuh dan bahkan perdarahan kedalam rongga-rongga fisiologis tubuh.
2) Barotrauma waktu naik (ascent Barotrauma) Sebaliknya, waktu penyelam naik
ke permukaan penyelam mengalami penurunan tekanan di sekelilingnya. Sesuai
hukum Boyle penurunan tekanan mengakibatkan pengembangan (expansion)
udara dalam rongga-rongga fisiologis tubuh. Volume udara yang mengembang,
normalnya dapat dikeluarkan lewat rongga-rongga fisiologis tubuh sehingga
tekanan antara rongga-rongga tubuh dengan tekanan sekelilingnya tetap
seimbang.
Namun bila ada obstruksi, udara yang mengembang tadi akan terperangkap
dan meningkatkan tekanan dalam rongga-rongga fisiologis tubuh. Barotrauma
semacam ini umumnya menimbulkan nyeri mendadak akibat kenaikan tekanan
dalam rongga dan ada bahaya emboli vena.

C. Diagnosis Barotrauma

Manifestasi klinis pada barotrauma telinga tengah berupa kurang dengar, rasa
nyeri dalam telinga, autofoni, perasaan ada air dalam telinga dan kadang-kadang
disertai tinitus dan vertigo (Fitri, 2015.). Selain itu, pasien juga perlu ditanyakan
terkait riwayat pajanan terhadap perubahan tekanan ambien atau trauma. Namun
pada beberapa pasien terkadang tidak menunjukkan gejala apapun (asimtomatik).
Setelah pasien memiliki tanda dan gejala barotrauma telinga, selanjutnya dilakukan
evaluasi lebih lanjut melalui pemeriksaan otoskopi untuk menentukan dan
mengklasifikasikan tingkat cedera. Pemeriksaan ini penting karena akan membantu
penegakkan diagnosis dan pengobatan yang akan diberikan.
Saat ini, ada tiga metode untuk mengevaluasi dan menilai barotrauma telinga
tengah yaitu system penilaian Teed, Modified Teed, dan O'Neill. Sistem klasifikasi
ini lebih sering digunakan pada komunitas bawah laut dan hiperbarik, sistem ini
tidak sering digunakan oleh ahli THT. Salah satu metode untuk mengklasifikasikan
tingkat cedera pada barotrauma telinga adalah Teed Grading. Teed Grading
mengevaluasi potensi trauma terhadap membran timpani yang dievaluasi satu kali
oleh pemeriksa.

D. KOMPLIKASI BAROTRAUMA

Komplikasi yang dapat terjadi akibat dari barotrauma telinga yaitu efusi
serosa, efusi serosanguinosa, perdarahan pada telinga tengah, perforasi membran
timpani dan barotrauma telinga dalam (inner ear barotrauma). Selain itu dapat terjadi
gangguan pendengaran yang bersifat sementara sampai kronis, infeksi telinga
tengah, nyeri kronis, serta gangguan kestabilan gaya berjalan (gangguan
keseimbangan) dan kelumpuhan saraf (Rimelda, 2017).
Agar memudahkan masyarakat awam mengingat gejala Barotrauma,
sehingga kapan pun dan dimanapun menemui korban bisa menentukan sakit dan
tindakan pertolongan awal, gejala dengan nama “SAGO TUMBUK” sebagai
berikut :
▪ SAkit/nyeri telinga yang hebat
▪ VertiGo/Pusing
▪ Telinga berdengung
▪ Muntah
▪ Berkurang/hilang pendengaran
▪ Keluar cairan dari telinga

E. Tatalaksana / Pengobatan Barotrauma

a. Konservatif
Pengobatan konservatif barotrauma telinga biasanya cukup, yaitu dengan
memberikan dekongestan lokal atau melakukan manuver valsava, selama tidak
ada infeksi saluran pernapasan atas. Jika cairan atau cairan bercampur darah
tetap berada di telinga tengah selama beberapa minggu, dianjurkan untuk
melakukan miringotomi dan menggunakan selangventilasi jika diperlukan.
Prosedur miringotomi ini secara klasik dilakukan di bagian anterior dan
inferior membran timpani untuk menghindari potensi kerusakan pada struktur
telinga tengah, terutama bila dilakukan secara darurat dalam kasus yang ekstrim.
Komplikasi yang dapat terjadi terkait dengan prosedur ini yaitu infeksi,
perdarahan, gangguan pendengaran dan perforasi kronis.
Saat ini diketahui ada 4 cara menyeimbangkan tekanan di rongga telinga tengah
yaitu :
1. Dengan menggerakkan rahang ke kiri dan ke kanan,
2. Meniup perlahan dengan lubang
3. Menelan ludah (metode Toynbee)
4. Menguap
b. Preventif
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu
mengunyah permen karet atau melakukan perasat Valsalva, terutama sewaktu
pesawat terbang mulai turun untuk mendarat. Beberapa studi mengatakan bahwa
prapengobatan dengan pseudoefedrin dapat menurunkan risiko barotrauma
selama perjalanan udara pada orang dewasa.
Selain itu penggunaan pseudoefedrin sebelum menyelam dapat menurunkan
insiden dan keparahan barotrauma telinga tengah pada penyelam.Namun
penggunaan obat-obatan tersebut perlu diperhatikan terkait efek samping yang
ditimbulkan.
F. Kesimpulan
Barotrauma merupakan cedera yang terjadi akibat perbedaan tekanan antara
ruang eksternal dan bagian dalam tubuh. Barotrauma dapat terjadi di setiap struktur
tubuh, termasuk ruang tertutup yang dapat ditempati oleh udara, tetapi paling sering
terjadi di telinga tengah. Manifestasi klinis barotrauma telinga tengah termasuk
gangguan pendengaran, sakit telinga, dering spontan, sensasi air di telinga, dan
terkadang tinnitus dan pusing.
Pengobatan barotrauma telinga biasanya cukup konservatif, yaitu tanpa
adanya infeksi saluran pernapasan atas, diberikan dekongestan lokal atau manuver
Valsava. Anda dapat mencegah barotrauma dengan sering mengunyah permen karet
atau melakukan manuver Valsava, terutama saat pesawat mulai turun dan mendarat.

TUGAS 3 KONSEP DAN PRINSIP PENANGANAN CEDERA AKIBAT


BINATANG LAUT
Fenomena kemunculan ubur-ubur khususnya di wilayah KAB. POSO ini sudah
diimbau oleh (aparat) di Kabupaten Poso secara berkala. Pemerintah kabupaten sudah
sampaikan secara berkala imbauan dan peringatan sesuai wewenangnya. Kemarin ada 10
warga yang kena sengatan ubur-ubur, kebanyakan korban itu masih anak-anak, karena
mungkin rasa ingin tahu mereka jadi mereka pegang ubur-ubur itu," Alamat wisata pante inbo
terletak di kelurahan lawanga poso kota utara kabupaten poso propinsi Sulawesi Tengah. Ada
pun prinsip penanganan cedera akibat Binatang laut khususnya sengatan ubur ubur sebagai
berikut.
A. PENDAHULUAN

Serangan binatang laut berbahaya merupakan salah satu resiko yang dihadapi
oleh para wisatawan dan orang yang berada/bekerja diair laut. Disamping itu resiko
karena sifat alamiah laut seperti arus, pasang surut, ombak, suhu air laut, kondisi didasar
laut dan jenis pekerjaan/kegiatan yang dilaukan dilaut juga menimbulkan resiko trauma
diair laut. Binatang laut berbahaya dapat dibagi jadi dua kelompok yaitu binatang laut
yang menggigit dan binatang laut yang menyengat.

Binatang laut yang menggigit misalnya hiu, barakuda, paus pembunuh, belut
laut dan sebagainya. Bila binatang tersebut menyerang manusia akan menyebabkan luka
dengan perdarahan yang masif,sehingga sering menyebabkan kematian akibat kehilangan
darah. Tindakan bedah/operatif, atau ligasi (pasang torniquet diproximal luka ) untuk
menghentikan perdarahan perlu segera dilakukan guna mencegah kematian.

Trauma karena serangan binatang laut yang menyengat biasanya tidak berat/
hebat, namun binatang ini mengeluarkan toksin saat dia menyengat yang menyebabkan
terjadinya reaksi antigen-antibody, bila reaksinya hebat bisa menyebabkan kematian .
Kematian bisa karena efek langsung dari reaksi antigen-antibody, maupun akibat tidak
langsung misalnya korban kesakitan, kejang atau pingsan kemudian tenggelam. Anti
dotum yang tepat sangat diperlukan untuk memutus rantai reaksi antigen-antibody,
sehingga idetifikasi jenis binatang yang menyerang sangat penting untuk menentukan
terapi.

Untuk mencegah terjadinya serangan binatang laut berbahaya kita harus


mengetahui jenis binatang laut berbahaya diperairan tersebut, pola hidupnya, pola
perilakunya saat mau menyerang manusia, serta jenis alat pelindung diri yang tepat.
Pertolongan pertama yang tepat serta terapi definitif sedini mungkin dan mengatasi
kedaruratan akibat trauma (perdarahaan, syok, reaksi antigen-antibody) dan kecepatan
evakuasi kefasilitas medis terdekat sangat menentukan kehidupan korban.

B. PENYAJIAN MATERI

1. Hewan Laut Yang Menyengat Dan Berbahaya Banyak hewan laut menggigit
atau menyengat. Beberapa memberikan racun melalui mereka gigi, tentakel, duri,
atau kulit. Lainnya, seperti hiu, tidak berbisa tetapi
dapat menimbulkan gigitan serius dengan besar, gigi yang
tajam. Kebanyakan makhluk yang menyengat atau menggigit telah
mengembangkan perilaku ini sebagai mekanisme pertahanan atau
untuk membantu mereka berburu makanan. Kebanyakan sengatan hewan
laut dan gigitan disebabkan oleh kontak tidak disengaja. Misalnya, Anda
bisa menginjak ikan pari terkubur di pasir atau sikat terhadap ubur-ubur saat
berenang. Penyelam dan nelayan sangat beresiko karena sering dan lama kontak
mereka dengan kehidupan laut. Berikut ini adalah hewan laut yang dapat
membahayakan:

a. Ikan Pari
Ikan Pari memiliki duri berbisa di ekornya. Jika tanpa sengaja menginjak
ikan pari, itu akan merespon dengan menyodorkan ekornya ke kaki atau kaki.
Venom dan tulang belakang fragmen dapat menyebabkan luka menjadi
terinfeksi.Sengatan ikan pari biasanya menyebabkan rasa sakit, mual, kelemahan,
dan pingsan. Dalam kasus yang jarang terjadi, korban mungkin akan kesulitan
bernapas atau bahkan mati.

b. Tentakel laut
Ubur-ubur, anemon, dan karang semua memiliki tentakel. Setiap tentakel
ditutupi dengan sengatan individu yang disebut nematocysts. Kebanyakan sengatan
dari ubur-ubur, anemon, dan karang menyebabkan ruam dan kadang-kadang lecet.
Anda juga mungkin mengalami sakit kepala, nyeri dada, nyeri otot, berkeringat,
atau hidung meler.

c. Gurita Cincin Biru


Gurita cincin biru dari Australia adalah salah satu hewan laut paling
berbahaya. Air liurnya berbisa mengandung neurotoxin yang menyebabkan
kegagalan pernapasan dan kelumpuhan. Ketika gelisah, cincin biru berdenyut,
menandakan bahwa gigitan akan datang. Menurut University of Sydney, satu gurita
cincin biru memiliki cukup racun untuk melumpuhkan 10 manusia dewasa.

d. Bulu Babi
Bulu babi yang tercakup dalam duri tajam dilapisi dengan racun. Jika Anda
menginjak sebuah landak, duri mungkin akan pecah dan menancap di
kaki ,menghasilkan luka yang menyakitkan. Jika duri tidak dihapus sepenuhnya,
luka dapat menjadi meradang, menyebabkan ruam dan nyeri otot dan sendi.

e. Ikan besar yang berbahaya


Ikan besar, seperti hiu dan barakuda, dapat menimbulkan luka gigitan
yang cukup besar atau bahkan memotong-motong atau membunuh manusia.
f. Ular laut
Serangan dari ular laut sesungguhnya jarang terjadi. Sesuai sifat hewan itu,
pada umumnya tidak akan menyerang kalau mereka tidak merasa terganggu atau
terprovokasi. Namun jika digigit oleh ular laut, akan mengalami gejala berupa
kekakuan anggota tubuh, rasa sakit dan kontraksi otot yang disertai
kelemahan.Kelumpuhan otot bisa menjalar ke badan dan mengakibatkan kesukaran
bernafas, akibatnya korban sering panik dan bertindak kurang wajar.

g. Stonefish
Ikan yang menyamar dengan koral atau lingkungan sekitarnya dapat
menyuntikan bisa melalui tulang belakangnya yang keras sehingga menembus kulit
korban.

h. Cone shell ( kerang laut )

Di laut juga terdapat kerang berwarna warni. Semuanya harus


diperlakukan dengan hati hati dan tidak memegang dengan tangan telanjang.
Bagian penyengat dari hewan yang hidup dalam kerang dapat mencapai setiap
permukaan badannya.

2. Ciri-Ciri dari Pasien yang Terkena Sengatan Hewan Laut Tentakel Laut/ ubur-ubur
Sengatan ubur-ubur dapat menyebabkan:

1. Sensasi terbakar
Menyakitkan tanda atau garis merah yang berkembang setelah beberapa
menit sampai beberapa jam seperti gatal,kesemutan dan mati rasa,melepuh,cekot
yang dapat memancarkan sebuah kaki atau lengan ke dada

2. Iritasi ringan hingga sedang di kulit biasanya membaik dalam waktu satu hingga dua
minggu. Dalam beberapa kasus, tanda-tanda pada kulit mungkin makan waktu satu
sampai dua bulan.

3. Sengatan ubur-ubur yang parah dapat mempengaruhi seluruh tubuh (reaksi sistemik).

4. Tanda dan gejala sengatan ubur-ubur yang parah seperti


a.Mual
b.Muntah
c.Sakit kepala
d.Kejang otot
e.Kelemahan
f.Kesulitan mengendalikan gerakan otot
g.Pusing
h.Demam

3. Pertolongan Pertama Pada Sengatan Hewan Laut


Perawatan pada sengatan hewa laut bervariasi tergantung pada jenis gigitan atau
sengatan. Tapi, beberapa aturan umum yang berlaku untuk penanganan sengatan
hewan laut:
a. Jangan biarkan korban latihan, karena hal ini dapat menyebarkan racun,kecuali
dokter memerintahkan
b. Jangan memberi obat apapun.
c. Air tawar sering memperburuk racun, sehingga bilas luka hanya dengan air laut.
d. Jika Anda menghapus sebuah stinger, pakailah sarung tangan.
a. Gunakan handuk untuk menyeka tentakel liar atau sengatan.
Beberapa sengatan dan gigitan merespon dengan baik terhadap pengobatan
pertolongan pertama. Sebuah lifeguard dapat memberikan pertolongan pertama,
harus membutuhkannya. Pertolongan pertama dari sengatan beberapa hewan laut
yaitu:
a. Stingrays
Jika Anda dapat melihat fragmen dari stinger hanya di bawah kulit Anda,
tuangkan air garam di atas luka untuk flush mereka keluar. Jika tulang belakang
tertanam di dada, leher, atau perut, biarkan penghapusan untuk para profesional
medis. Terapkan tekanan langsung jika luka pendarahan berat. Anda mungkin perlu
suntikan tetanus, antibiotik, dan / atau jahitan. Seorang dokter mungkin juga
merekomendasikan mengangkat bagian tubuh yang terkena selama beberapa hari.

b. Ubur-ubur
Setelah disiram sengatan dengan air garam, menghilangkan potongan
tentakel dengan pinset atau jari bersarung. Cuka akan menghentikan pelepasan racun
dari tentakel ubur-ubur kotak, tapi akan membuat sengatan buruk. Jika Anda tidak
yakin apa yang menyengat ,carilahpengobatan medis profesional bukannya
mengobati luka sendiri.

c. Sea Urchins(Landak laut)


Cuka juga berguna untuk cedera landak laut karena larut duri mereka. Jika
duri telah menembus jauh ke dalam kulit Anda, dokter mungkin perlu untuk
menghapusnya. Perendaman bagian tubuh yang terkena dalam air panas membantu
untuk menghilangkan rasa sakit.
d. Ular laut
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang
cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara
mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena
pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran
darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan hindari
gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan
menimbulkan pendarahan lokal. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit
secepatnya, dengan cara yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan
atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa.
Sementara beberapa gigitan hewan laut dan sengatan dapat
mematikan ,terutama dari gurita cincin biru atau ubur-ubur kotak.Sebagian besar
cedera dari hewan laut tidak mengancam nyawa. Semakin cepat mendapatkan
perawatan medis, semakin cepat sengatan dan gigitan hewan
laut untuk disembuhkan.

TUGAS INDIVIDU NO 14

KONSEP DAN PRINSIP DASAR TRIAGE,RJP,MEMBUKA JALAN


NAPAS,MENGELUARKAN BENDA ASING,MEMASANG NECK
COLLAR, MENGHENTIKAN PENDARAHAN DAN EVAKUASI
SERTA TRANSPORTASI

TUGAS INDIVIDU KONSEP DAN PRINSIP DASAR TRIAGE


A. PENGERTIAN TRIAGE

Triase – Apa yang dimaksud dengan Triase? Triase atau yang


dibaca Triase merupakan sebuah kata dalam K3 yang berasal dari bahasa
Perancis. Triage atau Triase memiliki arti memilah atau melakukan penyortiran.

Triase di dalam K3 berarti melakukan penilaian terhadap penderita,


menandai dan memindahkan penderita pada lokasi perawatan yang telah ditentukan
sebelumnya. Dalam prosedur K3, pelaksanaan tindakan Triase dilakukan pada
korban dengan jumlah banyak.

B. JENIS DAN TAHAPAN TRIASE

Dalam pelaksanaannya sendiri, Triase menjadi suatu cara pertolongan kepada


korban dengan memberikan tanda atau label yang memiliki warna tertentu pada
masing – masing penderita atau korban.

Triase yang menjadi suatu tanda penting dalam melakukan evakuasi atas
pasien gawat darurat memiliki empat warna garis yang berbeda. Keempat warna
garis tersebut tentu saja masing – masing memiliki perbedaan maksud, arti dan
tujuan.

C. ARTI EMPAT WARNA PADA TRIASE SEBAGAI BERIKUT INI :

1. Kategori merah (prioritas 1)

Pasien dengan kategori merah adalah pasien prioritas pertama yang


membutuhkan pertolongan sangat cepat. Pertolongan diperlukan pasien sesegera
mungkin. Pasien yang masuk ke dalam kategori ini adalah pasien yang mengalami
kondisi kritis dan butuh pertolongan medis.
Biasanya, pasien kategori prioritas 1 adalah pasien – pasien yang mengalami
gangguan pada bagian pernapasan, mengalami pendarahan yang tak terkendali baik
pendarahan besar atau penurunan status mental.

2. Kategori kuning (prioritas 2)

Pasien dengan kategori kuning merupakan pasien prioritas 2 yang butuh


pertolongan segera namun tidak berada dalam kondisi kritis yang mengkhawatirkan
seperti pada prioritas pertama. Korban yang mengalami luka bakar tanpa gangguan
pernapasan, mengalami nyeri hebat dan cedera punggung berada dalam kategori ini.

3. Kategori hijau (prioritas 3)

Pasien dalam prioritas ketiga (area observasi) secara umum mengalami


cedera ringan dan masih mampu berjalan atau dapat mencari pertolongan sendiri.
Pasien dalam kategori ini biasanya dapat mencari pertolongan sendiri sesuai yang ia
butuhkan.

Pasien kategori hijau ini dapat menunggu sampai diberikan pertolongan tanpa
membuat masalah yang ia alami bertambah semakin parah. Biasanya korban atau
pasien yang masuk dalam kategori ini adalah pasien yang mengalami nyeri pada alat
gerak dan cedera ringan pada jaringan lunak.

4. Kategori hitam (prioritas 4)

Pasien dalam kategori hitam adalah pasien yang tidak mungkin tertolong
atau pasien meninggal. Pasien tidak butuh pertolongan medis, namun butuh eksekusi
untuk dikremasi oleh keluarganya.

Label atau tanda Triase secara umum sangatlah beragam. Tanda atau label
Triase tak hanya memiliki keberagaman warna melainkan memiliki keberagaman
bentuk, model, ukuran serta bahan. Bentuknya bermacam – macam mulai dari
memiliki kartu berwarna dengan tanda seperti warna atau pita khusus yang
disematkan.
D. PROSEDUR TRIASE

Dalam tata laksananya, prosedur Triase dimulai ketika pasien tiba di Instalasi
Gawat Darurat. Dokter akan secara langsung melakukan pemeriksaan cepat dan
singkat untuk menentukan kondisi pasien seperti apa.

Pemeriksaan singkat dan cepat ini meliputi pemeriksaan kondisi umum,


pemeriksaan tanda – tanda vital, pemeriksaan pernapasan dan kebutuhan medis lain,
serta masih banyak lagi lainnya. Jika pemeriksaan usai dilakukan, selanjutnya dokter
yang bertugas akan menentukan kategori warna triase mana yang sesuai dengan
kondisi pasien.Apakah pasien termasuk kategori 1, kategori 2, kategori 3 atau
bahkan kategori 4 yang notabennya sudah tak dapat ditolong lagi.Jika setelah
pemeriksaan diketahui pasien berada di kategori merah, maka pasien akan langsung
diberikan tindakan medis di ruang resusitasi atau di ruang operasi. Jika memang
diperlukan rujukan ke rumah sakit lain, informasinya juga akan segera diberikan
kepada pihak medis lain dan pihak keluarga pasien.

Jika pasien berada di kategori kuning, maka pasien dapat dipindahkan ke


ruang observasi. Pasien dalam kategori ini nantinya akan ditangani setelah pasien
kategori merah selesai. Sementara pasien dengan kategori hijau, artinya pasien
tersebut dapat ditangani secara rawat jalan. Jika memang kondisinya memungkinkan,
pasien juga boleh pulang.

Terakhir, pasien kategori hitam atau prioritas terakhir. Pasien kategori ini
bisa secara langsung dipindahkan ke ruang jenazah. Dokter atau tenaga medis akan
menilai status triasenya secara berkala karena masing – masing pasien memiliki
kondisi yang sewaktu – waktu dapat berubah.Jika kondisi pasien mengalami
perubahan, dokter akan melakukan prosedur triase ulang atau retriase. Contohnya,
jika pasien berada dalam kategori kuning maka ia bisa berpindah ke kategori merah
jika kondisinya semakin bertambah parah.Sementara pasien dalam kategori merah,
jika kondisinya membaik maka bisa berpindah ke kategori kuning setelah retriase
dilakukan.
E. TATA CARA PERTOLONGAN TERHADAP KORBAN

Di lokasi kejadian, tim yang bertugas untuk menolong korban akan sesegera
mungkin menyiapkan berbagai macam pos pertolongan yang disesuaikan dengan
prioritas pertolongan. Prioritas pertolongan tersebut seperti yang kami jelaskan
sebelumnya telah ditentukan sesuai dengan perbedaan kategori yang dibedakan atas
warna, bentuk dan sebagainya.Mengenai seperti apa tahapan cara pemberian
pertolongan terhadap korban.

Pengelompokan korban perlu dilakukan untuk mengetahui tindakan apa yang


perlu dilakukan terhadap korban. Walau korban atau pasien mampu berjalan,
pertolongan perlu dilakukan sesuai dengan keluhan atau masalah yang ia hadapi.

F. Pemeriksaan pernapasan

Penilaian pernapasan diperlukan untuk mengetahui kondisi area pernapasan


yang merupakan alat vital dalam tubuh manusia. Penilaian dilakukan secara cepat
dan sistematis. Jika korban tidak bernafas, maka jalan pernapasan perlu
dibersihkan.Jika pasien memang tidak dapat bernafas (meninggal) maka label warna
hitam yang artinya pasien tak dapat ditolong lagi akan diberikan. Sementara jika
korban mampu bernafas namun butuh pertolongan cepat, maka label merah akan
disematkan.Untuk pasien yang nafasnya lancar maka label kuning atau hijau yang
akan diberikan. Semua pasien akan mendapatkan tindakan berbeda sesuai dengan
tingkat keparahan dan keperluan pertolongan.

G. Penilaian sirkulasi

Pemeriksaan nadi karotis pada pasien perlu dilakukan. Nantinya pasien akan
mendapatkan pertolongan sesuai dengan tingkat keparahannya. Maksudnya pasien
akan mendapatkan pertolongan sesuai dengan label yang diberikan petugas
kepadanya. Dalam langkah ini, pasien akan diperiksa seperti apa nafasnya. Pasien
juga akan diperiksa apakah butuh alat bantu pernapasan atau tidak. Jika tidak
membutuhkan alat bantu pernapasan, berarti pasien tersebut masih memiliki nafas
yang cukup dan sirkulasi yang baik.
H. Penilaian mental

Pihak penolong perlu memeriksa status mental pasien setelah pemeriksaan


fisik termasuk jika pemeriksaan pernapasan telah dilakukan. Ketika pasien memiliki
kemampuan untuk mengikuti perintah secara sederhana, maka label warna kuning
akan diberikan. Sementara jika pasien tidak mampu mengikuti perintah secara
sederhana, maka label warna merah akan diberikan. Informasi secara menyeluruh
tentang pasien akan diberikan pihak penolong sesegera mungkin. Setelah semuanya
diperiksa, penolong akan memberikan pengarahan mental kepada pasien. Pasien
akan berusaha ditenangkan. Namun jika tidak bisa tenang, pasien akan mendapatkan
tindakan dari pihak medis. Pasien pun akan memindahkan korban sesuai dengan
posnya masing – masing. Dengan demikian pertolongan akan semakin terarah.

TUGAS II KONSEP DASAR RJP

A. PENGERTIAN BANTUAN HIDUP DASAR


Bantuan hidup dasar merupakan usaha yang pertama kali dilakukan untuk
mempertahankan kondisi jiwa seseorang pada saat mengalamai kegawatdaruratan.
(siti rohmah.2012)

Bantuan hidup dasar adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat


penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa(rido.2008)

Bantuan Hidup Dasar atau Basic Life Support (BLS) adalah usaha yang
dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban
mengalami keadaan yang mengancam nyawa.(Deden Eka PB at 1:10:00)

Keadaan darurat yang mengancam nyawa bisa terjadi sewaktu-waktu dan di mana
pun. Kondisi ini memerlukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar adalah usaha
untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang
mengancam nyawa.

B. Bantuan Hidup Dasar (Resusitasi Jantung Paru)


Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan usaha yang dilakukan untuk
mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory
arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest). Resusitasi jantung paru otak dibagi
dalam tiga fase :bantuan hidup dasar, bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka
lama. Namun pada pembahasan kali ini lebih difokuskan pada Bantuan Hidup Dasar.

Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu
tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk
menghentikan proses yang menuju kematian.

Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat
dengan teknik ABC yaitu airway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau
memberikan nafas buatan, dan circulation atau pijat jantung pada posisi shock.

Namun pada tahun 2010 tindakan BLS diubah menjadi CAB (circulation,
breathing, airway). Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari
kerusakan yang irreversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti
selama 3-4 menit.

Tujuan dari Bantuan Hidup Dasar sebagai berikut:


1.Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
2.Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).
3.Menyelematkan nyawa korban.
4.Mencegah cacat.
5.Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan

Langkah-Langkah BLS
1. Memeriksa keadaan pasien, respon pasien, termasuk mengkaji ada / tidak adanya
nafas secara visual tanpa teknik Look Listen and Feel.
2. Melakukan panggilan darurat dan mengambil AED,
3. Circulation : ·
Meraba dan menetukan denyut nadi karotis. Jika ada denyut nadi maka
dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika tidak ditemukan
denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi dada.
 Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk
memeriksa denyut nadi korban. ·
 Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.
 Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah
sternum).
Penentuan lokasi ini dapat dilakukan dengan cara tumit dari tangan yang
pertama diletakkan di atas sternum, kemudian tangan yang satunya
diletakkan di atas tangan yang sudah berada di tengah sternum. Jari-jari
tangan dirapatkan dan diangkat pada waktu penolong melakukan tiupan
nafas agar tidak menekan dada. Petugas berlutut jika korban terbaring di
bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur
Gambar 2 Chest compression ·
Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18
detik) ·

Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit. Kedalaman


kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal
sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan
untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm).

4. Airway.
Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka
bebaskan jalan nafas melalui head tilt– chin lift. Caranya dengan meletakkan satu
tangan pada dahi korban, lalu mendorong dahi korban ke belakang agar kepala
menengadah dan mulut sedikit terbuka (Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah
dengan mengangkat dagu (Chin Lift). Namun jika korban dicurigai cedera tulang
belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust yaitu dengan mengangkat
dagu sehingga deretan gigi Rahang Bawah berada lebih ke depan daripada deretan
gigi Rahang Atas.

5. Breathing.
Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik
diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal
yang masuk adekuat. Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut :
·
 Pastikan hidung korban terpencet rapat ·
 Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam) ·
 Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin · Berikan satu ventilasi
tiap satu detik ·
 Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu
detik. Gambar 5 Pernafasan mulut ke mulut ·
 Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut
korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban. ·
 Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa
dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi
volume tidal sekitar 600 ml. ·
 Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi
6 – 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat
dilakukan tanpa interupsi. ·
 Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan
bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar
10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. ·
 Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah
terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan
100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.
6. RJP
terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun,
atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya
tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi
otomatis atau pemasangan advance airway.
7. Alat defibrilasi otomatis.
Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat tersedia/datang ke
tempat kejadian. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah
ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut
sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali.
Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan
periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS
(Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak.
Perbedaaan Langkah-Langkah BLS Sistem ABC dengan CAB No ABC
CAB.
1 Memeriksa respon pasien Memeriksa respon pasien termasuk ada/tidaknya
nafas secara visual.
2 Melakukan panggilan darurat dan mengambil AED (Automatic Ekstenal
Defibrilator). Melakukan panggilan darurat
3 Airway (Head Tilt, Chin Lift) Circulation (Kompresi dada dilakukan sebanyak
satu siklus 30 kompresi, sekitar 18 detik)
4 Breathing (Look, Listen, Feel, dilanjutkan memberi 2x ventilasi dalam-dalam)
Airway (Head Tilt, Chin Lift)
5 Circulation (Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2)) Breathing ( memberikan
ventilasi sebanyak 2 kali, Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2))
6 Defribilasi Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah : ·
Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan
kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah
henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular
Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah
kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early
defibrillation). ·
Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda
karena proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut
ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan
mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih
awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali
kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik). · Kurang dari 50% orang
yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya.
Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi
alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut
ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit
bagi orang awam. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat
menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa
mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut
setidaknya dapat melakukan kompresi dada. Penggunaan Sistem ABC Saat ini : 1.
Pada korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP
konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi
sistem respon darurat. 2. Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah

TUGAS III KONSEP DASAR MEMBUKA JALAN NAFAS


A. PENGERTIAN
Pembukaan jalan napas manual adalah teknik dasar pembukaan jalan napas
atas dengan mengangkat kepala dan mendorong rahang bawah ke depan atau disebut
angkat kepala-angkat dagu (head tilt-chin lift) yang disebabkan jatuhnya lidah atau
relaksasi otot jalan napas atas. Pada kasus trauma dengan kecurigaan cedera
leher/servikal, maka dilakukan penarikan rahang tanpa mendorong kepala (jaw
thrust)

Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru
secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh

Pemeriksaan Jalan Napas :

L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga,
warna mukosa/kulit dan kesadaran

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan

F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong

Tindakan Membuka jalan nafas dengan proteksi cervikal

 Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu)

 Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)

 Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi).

Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan maneuver
jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
 Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik
Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang
disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.

 Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut
dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari.

 Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya
sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)

 Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui
mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan
nafas dan dilakukan maneuver Heimlich. Gambar 2. Pemeriksaan sumbatan jalan
nafas di daerah mulut dengan menggunakan teknik cross finger Tanda-tanda
adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :

 Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin


lift, jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa
endotrakeal.

 Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara


mengatasi : finger sweep, pengisapan/suction.

 Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi,


trakeostomi.

B. Membersihkan jalan nafas

Sapuan jari (finger sweep)

Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga
mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing
lainnya sehingga hembusan nafas hilang. Cara melakukannya :

 Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher)


kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot
rahang lemas (maneuver emaresi)
 Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus
dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan
gerakan menyapu.

Mengatasi sumbatan nafas parsial Dapat digunakan teknik manual thrust

 Abdominal thrust

 Chest thrust

 Back blow

Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :

 Gelisah oleh karena hipoksia

 Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)

 Gerak dada dan perut paradoksal

 Sianosis

 Kelelahan dan meninggal Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah
jalan nafas bebas!

 Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas

 Beri oksigen bila ada 6 liter/menit

 Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi
leher netral

 Nilai apakah ada suara nafas tambahan.

Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat
tempatkan korban pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal!

C. Chin Lift

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan

Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien
kemudian angkat.
D. Head Tilt

Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan
pada pasien dugaan fraktur servikal.

Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga
kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke
depan.

E. Jaw thrust Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga
barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas

F. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)

Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan hentakan
mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen). Abdominal Thrust
(Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk Caranya : penolong harus berdiri
di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong,
kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut
korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan
tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang
cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.

G. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)

Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas.
Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di
garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan
kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan
hentakan yang cepat ke arah atas.

Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring
tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru
(RJP).

H. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri

Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.


Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di
bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas
kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan
tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

TUGAS IV KONSEP DASAR MENGELUARKAN BENDA ASING


A. Pengeluaran Benda Asing
Definisi
Definisi benda asing di dalam suatu organ adalah benda yang berasal dari
luar tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada.
Kerongkongan sebagai jalan masuknya makanan dan minuman secara anatomis
terletak di belakang tenggorokan (jalan nafas). Kedua saluran ini sama-sama
berhubungan dengan lubang hidung maupun mulut. Agar tidak terjadi salah masuk,
maka di antara kerongkongan dan tenggorokan terdapat sebuah katup (epiglottis)
yang bergerak secara bergantian menutup tenggorokan dan kerongkongan seperti
layaknya daun pintu. Saat bernafas, katup menutup kerongkongan agar udara menuju
tenggorokan, sedangkan saat menelan makanan, katup menutup tenggorokan agar
makanan lewat kerongkongan. Tersedak dapat terjadi bila makanan yang seharusnya
menuju kerongkongan, malah menuju tenggorokan karena berbagai sebab.
Jalan masuknya makanan dan minuman ke dalam saluran nafas1 Obstruksi
jalan napas oleh benda asing pada orang dewasa sering terjadi pada saat makan,
daging merupakan penyebab utama obstruksi jalan napas meskipun demikian
berbagai macam bentuk makanan yang lain berpotensi menyumbat jalan napas pada
anakanak dan orang dewasa
B. Gejala Klinis
Aspirasi benda asing adalah suatu hal yang sering ditemukan dan ditangani
dalam situasi gawat darurat. Aspirasi benda asing dapat menyebabkan berbagai
perubahan mulai dari gejala yang minimal dan bahkan tidak disadari, sampai
gangguan jalan napas dan dapat menimbulkan kematian. Gejala sumbatan benda
asing di dalam saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan
(total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda asing. Benda asing yang masuk
melalui hidung dapat tersangkut di hidung, nasofaring, laring, trakea dan bronkus.
Benda yang masuk melalui mulut dapat tersangkut di orofaring, hipofaring, tonsil,
dasar lidah, sinus piriformis, esofagus atau dapat juga tersedak masuk ke dalam
laring, trakea dan bronkus. Gejala yang timbul bervariasi, dari tanpa gejala hingga
kematian sebe- lum diberikan pertolongan akibat sumbatan total. Benda asing di
laring dapat menutup laring, tersangkut di antara pita suara atau berada di subglotis.
Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk dan letak (posisi) benda asing.

Sumbatan total di laring akan menimbulkan keadaan yang gawat biasanya


kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan
oleh timbulnya spasme laring dengan gejala antara lain disfonia sampai afonia,
apnea dan sianosis.

Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan disfonia sampai afonia,


batuk yang disertai serak (croupy cough), odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis,
dan rasa subjektif dari benda asing (penderita akan menunjuk lehernya sesuai dengan
letak benda asing tersebut tersang- kut) dan dispnea dengan derajat bervariasi. Gejala
ini jelas bila benda asing masih tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah
turun ke trakea, tetapi masih menyisakan reaksi laring oleh karena adanya edema.

Benda asing yang tersangkut di trakea akan menyebabkan stridor, dapat


ditemukan dengan auskultasi (audible stridor) dan palpasi di daerah leher (palpatory
thud). Jika benda asing menyumbat total trakea akan timbul sumbatan jalan napas
akut yang memerlukan tindakan segera untuk membebaskan jalan napas.

Gejala pada dewasa umumnya sama dengan gejala pada anak. Bila anak
batuk atau dengan wheezing yang dicurigai terjadi aspirasi benda asing di saluran
napas. Benda asing di bronkus kebanyakan memasuki bronkus kanan karena lebih
lebar dan lebih segaris dengan lumen trakea. Benda asing dapat menyumbat secara
total bronkus lobaris atau segmental dan mengakibatkan atelektasis atau obstruksi
parsial yang berfungsi seperti katup satu arah dimana udara dapat masuk ke paru-
paru tetapi tidak dapat keluar, sehingga menyebabkan emfisema obstruktif. Pasien
pada benda asing di bronkus umumnya datang pada fase asimptomatik kemudian
benda asing bergerak ke perifer, sehingga udara yang masuk terganggu dan pada
auskultasi terdengar ekspirasi memenjang dengan mengi, Gejala fisik dapat
bervariasi karena perubahan benda asing, keluhan batuk kronik dan sesak napas
menyerupai gejala pasien asma atau bronkopnemonia. Benda asing organik
menyebabkan reaksi yang hebat pada saluran nafas dengan gejala
laringotrakeobronkitis, toksmia, batuk, dan demam irregular. Tanda fisik benda asing
di bronkus bervariasi, karena perubahan posisi dari satu sisi ke sisi lain dalam paru.
Benda asing di orofaring dan hipofaring dapat tersangkut di tosil, dasar lidah,
valekula, sinus piriformis menimbulkan rasa nyeri pada saat menelan.

C. Penatalaksanaan
Rhinolit dapat dikeluarkan dengan menggunakan forseps yang ujungnya
dapat memegang dengan baik. Forceps alligator Hartman, forceps bayonet atau wire
loops umumnya digunakan. Dengan anestesi lokal dapat dilakukan apabila pasien
yang kooperatif sedangkan penggunaan anestesi umum dapat dilakukan jika pasien
tidak kooperatif. Jika terlalu besar, rhinolit dapat dipecahkan terlebih dahulu dalam
keping yang lebih kecil dengan menggunakan ultrasound lithotripsy. Bila tidak
berhasil, dapat dilakukan rhinotomi lateral.

D. KESIMPULAN
Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen (dari
luar tubuh) dan benda asing endogen (dari dalam tubuh) yang dalam keadaan normal
benda tersebut tidak ada.

Benda asing eksogen terdiri dari zat organik seperti kacang-kacangan, tulang,
dan lain-lain; dan zat anorganik seperti peniti, jarum dan lain-lain. Benda asing
endogen contohnya krusta, nanah, secret kental, darah atau bekuan darah, dan
meconium.

Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing pada saluran


nafas adalah usia, jenis kelamin, faktor kejiwaan (emosi,dan gangguan psikis)
kegagalan mekanisme proteksi, faktor kecerobohan, misalnya kebiasaan menaruh
benda di mulut, makan dan minum tergesa-gesa.

Benda asing organik seperti kacang mempunyai sifat higroskopik, mudah


jadi lunak,mengembang oleh air serta dapat menyebabkan iritasi pada mukosa,
mukosa bronkus edema, meradang dapat terjadi jaringan granulasi disekitar benda
asing, sehingga gejala sumbatan bronkus menghebat timbul laringotrakeo-brokitis,
toksemia,btuk, dan demam yang iregular.
Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan lebih ringan, dan lebih
mudah didignosis dengan pemeriksaan radiologi. Benda asing berasal dari metal dan
tipis seperti jarum, peniti, dapat masuk ke dalam bronkus yang lebih distal dengan
memberikan gejala batuk spamodik.

Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing saluran napas akan


mengalami 3 stadium. Stadium pertama yaitu violent paroxysms of coughing,
(choking), (gagging) dan obstruksi jalan napas dengan segera. Stadium kedua, gejala
stadium permulaan diikuti oleh interval asimptomatis. Stadium ketiga, telah terjadi
gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap
benda asing.

Diagnosa benda asing di saluran nafas ditegakkan berdasarkan atas


anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, radiologis dan tindakan bronkoskopi.
Komplikasi dapat disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau trauma tindakan
bronkoskopi. Komplikasi akut akibat tersangkutnya benda asing antara lain sesak
nafas, hipoksia, asfiksia sampai henti jantung.

TUGAS V KONSEP DASAR MEMASANG NECK COLAR


A. Pengertian
cervical Collar adalah alat penyangga leher atau tulang cervical. Alat ini
berfungsi untuk menyangga leher yang bisa digunakan orang dewasa maupun anak-
anak. Alat ini digunakan pada pasien dengan diagnosis cervical sprain / strain ( yaitu
terjadinya cidera pada otot-otot leher atau ligamen sendi). Pemasangan Neck Colar
adalah memasang alat neck collar untuk mobilisasi leher (memepertahankan tulang
servikal). Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI Brace (sternal
Occipital Mandibular Immobilizer).(muryati, S. 2015)

Penyangga leher ini dipasang, apa bila terjadi trauma akibat kecelakaan, baik
jatuh dari ketinggian, atau cedera saat olah raga, atau jatuh karena tabrakan
kendaraan. Apa bila pasien ditemukan tergeletak di lapangan, adanya tanda-tanda
benturan pada tengkorak kepala, atau ada tanda memar pada area kepala dan leher,
maka petugas kesehatan melakukan pertolongan pertama dengan memposisikan
tulang belakang sangat hati-hati, kemudian memasang servikal collar, kemudian
melakukan pemeriksaan lanjut di Rumah Sakit. Apakah ada tulang servikal patah/
retak atau tidak. Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan
malam dan diubah secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai
kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat sementara dan harus
dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi otot serta kontraktur. Jangka
waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi nyeri pada nyeri servikal non
spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-
3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik
dapat dijadikan indikasi pelepasan collar.

Kerah serviks memiliki penyangga dagu yang secara slidally terhubung ke


permukaan bagian dalam komponen anterior yang diadaptasi untuk mengamankan
terhadap dagu dan leher pengguna. Komponen posterior terhubung ke komponen
anterior untuk mengelilingi leher pengguna. Mekanisme penyesuaian ketinggian
memiliki kunci pegas yang mengamankan mekanisme penyesuaian ketinggian
terhadap komponen anterior.

Kerah serviks meliputi alas kaki yang terus-menerus memanjang dari


mekanisme penyesuaian ketinggian umumnya tanpa variasi ketebalan. Komponen
posterior memiliki bagian samping dengan sejumlah engsel hidup yang terletak di
dekat slot memanjang untuk tali yang terhubung ke komponen anterior.

B. Tujuan
a. Mencegah pergerakan tulang servikal yang patah (proses immobilisasi serta
mengurangi kompresi pada radiks saraf).
b. Mencegah bertambahnya kerusakan servik dan spinal cord.
c. Mengurangi rasa sakit.
d. Mengurangi pergerakan leher selama pemulihan.
e. Mengurangi pergerakan leher yang berlebihanselama proses pemulihan strain /
sprain
f. Mengurangi rasa sakit
C. Indikasi
Digunakan pada pasien yang mengalami trauma leher, fraktur tulang servikal.
Cervikal collar dipasangkan untuk pasien 1 kali pemasangan. Penggunaan ulang
Cervikal collar tidak sesuai dengan standar kesehatan dan protap.

D. Jenis Jenis Cervical Collar


a. Soft Servical Collar
b. Hard Servical Collar
c. SOMI (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer)
d. Xcollar Extrication Collar

E. Kontraindikasi
a. Hindari posisi tengkurap dan trendelenburg. Beberapa kontrovesi yaitu posisi
pasien adalah datar, jika posisi datar dianjurkan, mungkin sebagai indikasi adalah
monitor tekanan intrakranial. Tipe monitoring yang tersedia adalah screws, cannuls,
fiberoptic probes.
b. Elevasi bed bagian kepala digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial.
Beberapa alasan bahwa elevasi kepala akan menurunkan tekanan intrakranial, tetapi
berpengaruh juga terhadap penurunan Cerebral Perfusion Pressure (CPP).
c. Kepala pasien harus berada dalm posis netral tanpa rotasi ke kiri atau kanan,
flexion atau extension dari leher.
d. Elevasi bed bagian kepala diatas 40 akan berkontribusi terhadap postural hipotensi
dan penurunan perfusi otak.
e. Meminimalisasi stimulus yang berbahaya, berikan penjelasan sebelum menyentuh
atau melakukan prosedur.
f. Rencanakan aktivitas keperawatan. Jarak antara aktivitas keperawatan paling
sedikit 15 menit. g. Elevasi kepala merupakan kontra indikasi pada psien hipotensi
sebab akan mempengaruhi CPP.

F. Komplikasi
a. Fleksi, ekstensi atau rotasi leher akan meningkatkan karena obstruksi venous
outlow.
b. Penumpukan secret atau kerusakan kulit mungkin terjadi posisi pasien tidak
dirubah setiap 2 jam.
c. Nyeri atau kegelisahan akan meningkatkan tekanan intrakranial.
TUGAS VI KONSEP DAN PRINSIP DASAR MENGHENTIKAN
PERDARAHAN
A. PENGERTIAN
Perdarahan (bahasa Inggris: hemorrhage, exsanguination; bahasa Latin:
exsanguinātus, tanpa darah) merupakan istilah kedokteran yang digunakan untuk
menjelaskan ekstravasasi atau keluarnya darah dari tempatnya semula. Pendarahan
dapat terjadi hanya di dalam tubuh, misalnya saat terjadi peradangan dan darah
keluar dari dalam pembuluh darah atau organ tubuh dan membentuk hematoma; atau
terjadi hingga keluar tubuh, seperti mengalirnya darah dari dalam vagina, mulut,
rektum atau saat kulit terluka, dan mimisan. Pendarahan juga menyebabkan
hematoma pada lapisan kulit/memar, biasanya terjadi setelah tubuh dipukul atau
jatuh dari suatu ketinggian. Pendarahan adalah peristiwa keluarnya darah dari
pembuluh darah karena pembuluh tersebut mengalami kerusakan. Kerusakan ini bisa
disebabkan oleh benturan fisik, sayatan, atau pecahnya pembuluh darah yang
tersumbat.
B. JENIS PERDARAHAN
Perdarahan dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan luar (terbuka) dan perdarahan
dalam (tertutup).

a. Perdarahan Luar (Terbuka) adalah jenis perdarahan yang terjadi akibat kerusakan
dinding pembuluh darah disertai dengan kerusakan kulit, yang memungkinkan darah
keluar dari tubuh dan terlihat jelas keluar dari luka tersebut. Perdarahan luar dibagi
lagi menjadi 3 sesuai dengan pembuluh darah yang mengalami kerusakan, yaitu
perdarahan arteri, vena, dan kapiler.

b. Perdarahan dalam adalah jenis perdarahan yang terjadi di dalam rongga dada,
rongga tengkorak dan rongga perut. Biasanya tidak tampak darah mengalir keluar,
tapi terkadang dapat juga keluar melalui lubang hidung, telinga dan mulut.Penyebab
dari perdarahan dalam di antaranya :
1) Pukulan keras, terbentur hebat
2) Luka tusuk
3) Luka tembak
4) Pecahnya, pembuluh darah karena suatu penyakit
5) Robeknya pembuluh darah akibat terkena ujung tulang yang patah, seperti pada
fraktur costa

C. Mengidentifikasi sumber perdarahan


Sumber-sumber perdarahan berbeda dan hal ini dapat diobservasi atau dilihat
dari karakteristik keluarnya darah (perdarahan). Adapun perbedaan perdarahan
tersebut dapat dilihat dari ketiga sumber perdarahan yaitu :

1. Perdarahan arteri Darah yang berasal dari arteri keluar menyembur (proyektil)
sesuai dengan denyutan nadi dan berwarna merah terang karena masih kaya oksigen.
Bila tekanan sistolik menurun, maka pancarannya akan berkurang. Tekanan ini
menyebabkan perdarahan arteri lebih sulit dikendalikan. Pemantauan dan
pengendalian mungkin harus dilakukan sepanjang perjalanan menuju fasilitas
kesehatan.

2. Perdarahan vena Darah yang keluar dari pembuluh vena mengalir/menetes,


berwarna merah gelap. Walau terlihat luas dan banyak namun umumnya mudah
dikendalikan. Tekanan dalam pembukuh vena mungkin lebih rendah dari tekanan
udara luar sehingga pada vena yang besar ada 5 kemungkinan kotoran atau udara
tersedot ke dalam pembuluh ini melalui luka terbuka. Keadaan ini dapat mengancam
nyawa. Misal pada cedera leher.

3. Perdarahan kapiler Berasal dari pembuluh kepiler, darah yang keluar merembes
perlahan, warna darah tampak warna merah sedang. Darah yang keluar merembes
karena pembuluh yang sangat kecil dan hampir tidak memiliki tekanan. Perdarahan
kapiler sering membeku sendiri.

Kita juga harus mewaspadai derajat berat perdarahan yang dialami penderita.
Secara umum dapat dikatakan bahwa berat ringannya perdarahan yang terjadi
berhubungan dengan ukuran fisik penderita. Contohnya kehilangan darah sebanyak
1000 cc pada orang dewasa adalah serius, namun pada anak cukup setengahnya (500
cc) sudah dianggap serius. Pada bayi 150 cc darah yang hilang dapat mengancam
nyawa.
Selain itu perdarahan yang dapat digolongkan perdarahan hebat, yaitu :
1. Bila perdarahan memancar dari luka
2. Bila diperkiraan > 250 mL darah yang sudah keluar
3. Bila perdarahan berlanjut > 5 menit

Bila ada luka ringan perdarahan dapat berhenti sendiri, sedangkan pada luka
hebat darah mengalir deras hingga tidak sempat membeku. Reaksi tubuh yang alami
pada perdarahan adalah penyempitan pembuluh darah dan pembekuan darah. Luka
yang besar dapat mencegah terjadinya pembekuan darah secara alami ini. Bila terjadi
kondisi perdarahan hebat tugas penolong adalah meredakan aliran agar darah dapat
membeku secepatnya pada luka. Dan perlu diperhatikan sebelum menutup luka
adalah jangan mencoba membersihkan luka yang hebat dengan air atau antiseptic.

D. Teknik atau Cara Prosedur Tindakan Menghentikan Perdarahan


Cara menghentikan pendarahan:
a) Angkat bagian tubuh yang terluka.
b) Tekan bagian yang terluka dengan kain bersih.
c) Jika tidak ada, gunakan tangan Anda.
d) Tetap tekan bagian tubuh yang terluka sampai pendarahan terhenti.
e) Jika pendarahan tidak bisa diatasi dengan menekan bagian tubuh yang terluka,
dan korban telah kehilangan banyak darah, maka dianjurkan untuk:
1. Tetap menekan dengan kuat bagian tubuh yang terluka
2. Mengangkat bagian tubuh yang terluka setinggi-tingginya
3. Mengikat bagian lengan atau kaki yang dekat dengan luka, sedekat dekatnya.
4. Ikat di antara bagian yang terluka dengan badan korban. Kencangkan ikatan
sampai pendarahan.
Sebelum melakukan pembalutan ada beberapa hal berkaitan dengan teknik
pembalutan, harus dipahami dahulu jenis perdarahan yang timbul serta bagaimana
perdarahan tersebut dapat dihentikan

E. Tehnik Menghentikan Perdarahan


Terdapat beberapa cara menghentikan perdarahan yaitu :
a. Perdarahan Luar
1) Menekan dengan jari tangan
Lakukan penekanan pada pembuluh darah dengan jari bila pembuluh darah
dekat pada permukaan kulit. Tujuan penekanan adalah untuk menghentikan
aliran darah yang menuju ke pembuluh nadi yang cedera. Adapun daerah-
daerah pembuluh darah yang ditekan sesuai daerah yang terjadi perdarahan di
mana tempat yang 10 ditekan ialah hulu (pangkal) pembuluh nadi yang
terluka. Adapun tempat-tempat penekanan tersebut yaitu
a) Arteri Temporalis Superficia
Arteri Temporalis Superficial: pada pelipis 1 cm depan lubang telinga
luar
b) Arteri Facialis
Untuk perdarahan daerah muka. Tempat penekanan : pada rahang bawah
1 cm depan sendi rahang
c) Arteri Carotis Communis
Untuk perdarahan daerah leher, kepala, muka. Tempat penekanan : pada
sisi leher d) Arteri Sub Clavia
Untuk perdarahan seluruh lengan. Tempat penekanan : pada bagian
bawah pertengahan tulang selangka
e) Arteri Brachialis
Untuk perdarahan seluruh lengan. Tempat penekanan : pada bagiandalam
lengan atas 5 jari dari ketiak
f) Arteri Femoralis
Untuk perdarahan seluruh tungkai bawah. Tempat penekanan : pada
pertengahan lipat paha.

2) Penekanan dengan sapu tangan


a) Sapu tangan yang bersih dilipat bagian dalamnya atau pembalut wanita
yang bersih dan belum dipakai
b) Letakkan bagian yang bersih tersebut langsung di atas luka dan tekanlah
atau lakukan pembalutan
c) Perdarahan dapat berhenti dan pencermaran oleh kuman dapat dihindarkan

3) Tekanan di tempat perdarahan


a) Adalah cara terbaik untuk perdarahan nadi
b) Tekan tempat perdarahan dengan setumpuk kasa kain bersih 11
c) Penekanan dilakukan hingga perdarahan berhenti atau sampai pertolongan
yang lebih mantap diberikan
d) Kasa boleh dilepas bila sudah basah oleh darah
e) Tutup kasa dengan balutan yang menekan dan bawa penderita ke pusat
pelayanan kesehatan
f) Selama perjalanan, daerah yang mengalami perdarahan diangkat lebih
tinggi dari letak jantung
g) Awasi tanda-tanda syok
h) Awasi tanda-tanda perdarahan yang terus berlangsung
i) Anjurkan korban untuk tenang

4) Tekanan dengan torniket


a) Torniket adalah balutan yang menjepit sehingga aliran darah di bawahnya
terhenti sama sekali
b) Bahan yang dapat digunakan adalah sehelai pita kain yang lebar, kain segitiga
yang dilipat-lipat atau sepotong karet ban sepeda
c) Panjang torniket harus cukup untuk dua kali lipatan
d) Tempat pemasangan torniket yang baik adalah lima jari di atas cedera
e) Torniket hanya digunakan apabila penanganan peradarahan dengan cara lain
belum dapat mengatasi perdarahan. Kerugian penggunaan torniket adalah
kematian jaringan bagian distal torniket, yang dapat mengakibatkan bagian
tersebut akan mati dan harus diamputasi.
Cara memasang torniket
a) Buat ikatan di anggota badan yang cedera
b) Selipkan sebatang kayu di bawah ikatan tersebut
c) Kencangkan kedudukan kayu tersebut dengan memutarnya
d) Agar kayu tetap erat kedudukannya, ikat ujung satunya 12
e) Tanda bahwa torniket sudah kencang adalah menghilangnya denyut nadi
pada bagian distal, warna kulit pucat kekuningan
f) Segera bawa korban ke pusat pelayanan kesehatan
g) Torniket harus jelas terlihat dan tidak boleh ditutupi
h) Setiap 10 menit, torniket harus dikendorkan selama 30 detik dan daerah luka
ditekan dengan kasa/kain bersih
5) Tehnik elevasi
Dilakukan dengan mengangkat bagian yang luka (setelah dibalut)
sehingga lebih tinggi dari jantung. Tehnik ini hanya untuk perdarahan di
daerah alat gerak saja dan dilakukan bersamaan dengan tekanan langsung.
Tehnik ini tidak dapat digunakan untuk korban dengan kondisi cedera otot
rangka dan benda tertancap.

6) Tehnik pengkleman

Dilakukan pada pembuluh darah yang agak besar. Sebelum diklem,


pastikan terlebih dahulu mana pembuluh darah yang menjadi sumber
perdarahan. Dapat dilakukan dengan cara meletakkan kassa di tempat luka
sehingga darah terserap kemudian diangkat dan diperhatikan dari mana asal
perdarahan. Kemudian daerah tersebut dijepit dan diusahakan posisi klem
tegak lurus. Ini berguna jika dilakukan ligasi maka ikatan tidak longgar
setelah klem dibuka.

7) Tehnik ligase

Dilakukan bila penjepitan dengan klem masih terjadi perdarahan


terutama perdarahan yang besar. Caranya sama dengan klem, namun setelah
diklem dilakukan ligasi pada pembuluh darah kemudian klem di buka. Ligasi
dapat dilakukan dengan menggunakan chromic cat gut atau plain cat gut
dengan ukuran 3,0. Hal yang perlu diperhatikan ligasi dengan cat gut,
disimpulkan sekurangkurangnya 3 kali. Karena semakin lama maka cat gut
akan mengembang dan ikatan menjadi longgar apabila hanya sekali atau dua
kali.

8) Immobilisasi

Bertujuan meminimalkan gerakan anggota tubuh yang luka. Dengan


sedikitnya gerakan diharapkan aliran darah kebagian yang luka menurun.

b. Perdarahan dalam
1) R - rest : Diistirahatkan, adalah tindakan pertolongan pertama yang esensial,
penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
2) I - Ice : Terapi dingan, gunanya mengurangi perdarahan, danmeredakan rasa
nyeri.
3) C - Compresion : Penakanan atau balut tekan gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan perdarahan lebih lanjut.
4) E - Elevation : Peninggian daerah cedera gunanya untuk mencegah statis,
mengurangi edema (pembengkakan), dan rasa nyeri.

F. Bentuk Evaluasi dan Tindak Lanjut Tindakan

Komponen yang harus dievaluasi adalah :

1. Perdarahan berhenti

2. Tidak terjadi syok

3. Tidak terjadi komplikasi yang lebih berat

4. Pasien tidak panic

Resusitasi cairan

Pengganti yang terbaik adalah darah dari golongan yang sama. Kalau tidak ada maka
untuk sementara dapat dipakai cairan pengganti untuk mencegah terjadinya syok dan
memanfaatkan golden time yang ada. Beberapa jenis cairan pengganti yang dapat dipakai
yaitu :

1. Plasma

2. plasma nate 14

3. fresh frozen plasma (mengandung semua factor pembekuan, kecualitrombosit)

4. ringer laktat

5. NaCL
TUGAS VII KONSEP DAN PRINSIP EVAKUASI SERTA TRANSPORTASI

A. Definisi Evakuasi dan Transportasi


Evakuasi adalah upaya memindahkan korban kepusat pelayanan kesehatan atau
tempat rujukan lainnya agar korban mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih
lanjut dengan cara mengevakuasi korban dari lokasi kejadian menuju ketempat aman
(Panacea, 2013).
B. Mekanika Tubuh Saat Mengangkat Tulang yang paling kuat di tubuh manusia adalah
tulang panjang, dan yang paling kuat diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot
yang beraksi pada tulang-tulang tersebut juga paling kuat. Dengan demikian maka
pengangkatan harus dilakukan dengan tenaga terutama pada paha, dan bukan dengan
membungkuk diantara kelompok otot, maka kelompok fleksor lebih kuat dibandingkan
kelompok ekstentor. Dengan demikan pada saat mengangkat tandu, tangan harus
menghadap kedepan, dan bukan kebelakang. Semakin dekat beban ke sumbu tubuh,
semakin ringan pengangkatan. Dengan demikian maka ussahakan agar tubuh sedekat
mungkinke beban (tandu) yang akan diangkat. Kaki menjadi tumpuan utama saat
mengangkat. Jarak antara kedua kaki yang paling baik saat mengangkat adalah berjarak
sebahu kita. Kenali kemampuan diri sendiri. Bila merasa tidak mampu, mintalah
pertolongan petugas lain, dan jangan memaksakan mengangkat karena akan
membahayakan korban gawat darurat, pasangan dan kita sendiri (Sartono, Masudik &
Suhaeni, 2016).

C. Kesiapan Petugas Saat Memindahkan Dan Mengangkut Korban

1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita


2. Nilailah beban akan diangkat secara bersama, dan bila merasa tidak mampu jangan
dipaksakan. Selalu komunikasi secara teratur dengan pasangan kita.
3. Kedua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit di depan kaki sebelahnya.
4. Berjongkok, jangan membungkuk saat mengangkat. Punggung harus selalu dijaga
lurus
5. Tangan yang memegang menghadap kedepan.
6. Jarak antara kedua tangan yang memegang (misalnya tandu) minimal 30 cm.
7. Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa , jarak maksimal
tangan kita ke tubuh kita adalah 50 cm.
8. Jangan memutar tubuh saat mengangkat.
9. Hal-hal tersebut juga berlaku saat menarik atau mendorong korban gawat darurat
(Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016).

D. Kesiapan Pasien Saat Evakuasi Pemindahan korban gawat darurat dalam keadaan
emergensi contohnya adalah :

1. Ada api atau bahaya api atau ledakan


2. Ketidakmampuan menjaga gawat darurat terhadap bahaya lain pada TKP atau benda
jatuh.
3. Usaha mencapai korban gawat darurat lain yg lebih urgent .

Pemindahan Emergensi
a. Tarikan baju
Kedua tangan korban gawat darurat harus diikat untuk mencegah naik kearah
kepala waktu baju ditarik. Bila tidak sempat, masukkan kedua tangan dalam
celananya sendiri.
b. Tarikan Selimut
Korban gawat darurat ditaruh dalam selimut , yang kemudian ditarik.
c. Tarikan lengan
Dari belakang korban gawat darurat, kedua lengan paramedic masuk dibawah
ketiak korban gawat darurat memegang kedua lengan bawah korban gawat darurat.
d. Ekstrikasi
Dilakukan pada korban gawat darurat dalam keadaan harus di keluarkan secepat.

Pemindahan Non Emergensi


a. Pengangkatan dan pemindahan secara langsung
Dilakukan oleh 2 atau 3 petugas. Harus di ingat bahwa cara ini tidak boleh
dilakukan bila ada kemungkina fraktur cervikal. Prinsip pengangkatan harus di
lakukan.
b. Pemindahan dan pengangkatan memakai seprei
Sering dilakukan di RS tidak boleh dilakukan bila ada dugaan fraktur cervikal
(Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016).
F. Perlengkapan untuk memindahkan korban gawat darurat
Beberapa perlangkap untuk memindahkan korban gawat darurat seperti brankar
(wheeled stretcher), Tandu sekop (scoop stretcher, orthopaedic stretcher) long spine
board, serta short spine board dan KED ( Kendrick Extrication Device).

a. Brankar (wheeled stretcher)


Hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Korban gawat darurat selalu di selimuti.
2. Kepada korban gawat darurat/ keluarga selalu diterangkan tujuan perjalanan
3. Korban gawat darurat sedapat mungkin selalu dilakukan “ strapping”
(fiksasi). Sebelum pemindahan
4. Brankar berjalan dengan kaki korban gawat darurat di depan, kepala
dibelakang supaya korban gawat darurat dapat melihat arah perjalanan brankar.
Posisi ini dibalik bila akan naik tangga ( jarang terjadi). Sewaktu dalam
ambulance menjadi terbalik, kepala di depan (dekat pengemudi) supaya
paramedic dapat bekerja (bila perlu intubasi, dsb).pada wanita inpartu posisi
dalam ambulance boleh dibalik supaya paramedic dapat membantu partus.
5. Jangan sekali-kali meninggalkan korban gawat darurat sendirian diatas
brankar. Korban gawat darurat mungkin berusaha membalik, yang berakibat
terbaliknya brankar
6. Selalu berjalan hati-hati (Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016)

b. Tandu Sekop ( scoop stretcher, orthopaedic stretcher)


Alat yang sangat bermanfaat untuk pemindahan korban gawat
darurat. Bila ada dugaan fraktur servikal maka alat yang dipilih adalah SLB
(long spine board). Harus diingat bahwa tandu sekop bukan alat transportasi, dan
hanya alat pemindah. Waktu proses pengangkatan sebaiknya 4 petugas, masing-
masing satu pada sisi tandu sekop, karena kemungkinan akan melengkung
(Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016).
c. Long spine board
Sebenarnya bukan alat pemindahan, tetapi alat fiksasi. Sekali korban gawat
darurat di fiksasi atas LSB ini, tidak akan diturunkan lagi sampai terbukti tidak
adanya fraktur servikal, karena itu harus terbuat dari bahan yang tidak akan
mengganggu pemeriksaan rotgen. Pemindahan korban gawat darurat ke atas
LSB memerlukan teknik khusus yaitu memakai “log roll”. Setelah korban gawat
darurat di atas LSB selalu dilakukan “ strapping”, lalu LSB diletakkan di atas
stretcher (Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016).

d. Short spine board Short spine board dan KED sebenarnya lebih merupakan alat
ekstrikasi. Setelah selesai ekstrikasi tetap korban gawat darurat harus diletakkan
pada alat pemindahan yang lain (Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016).

F. Pemasalahan Dalam Evakuasi Evakuasi korban gawat darurat dapat dilakukan


melalui darat, udara maupun laut atau sungai. Melalui darat dan laut tidak terlalu
banyak masalah hanya waktu lebih lama. Melalui udara mempunyai masalah
tersendiri yang harus dikuasai oleh tim kesehatan yang melakukannya.

Sebelum melakukan evakuasi harus dipikirkan : kemungkinan korban harus


dirujuk dan cara transportasinya. Korban-korban yang harus dirujuk biasanya
adalah :
1. Bayi premature dengan komplikasi yang memerlukan fasilitas (NICU)
2. Korban hamil dengan resiko tinggi
3. Infark miokard terutama yang tidak stabil, COPD keracunan obat, syok septik
dengan korban HD
4. Korban trauma dengan kelainan neurologic, luka bakar >30%
5. Korban psikiatrik dapat ditolak dipenerbangan

Pada transportasi udara hal yang dapat timbul di udara akibat perbedaan
tekanan udara adalah hipoksia. Hipoksia dapat terjadi karena kadar oksigen
menurun serta menurunnya suplai oksigen dalam darah, khususnya pada korban
COPD, oedema paru, pneumoni, dan emboli paru.
Di udara akan terjadi penurunan kemampuan darah mentransportasi oksigen
ke jaringan tubuh. Sehingga beberapa korban gawat darurat yang mengalami
anemia dan keracunan karbon monoksida, akan mengalami penuruna kadar
oksigen di dalam sel selama transportasi udara.

Menurunnya kadar oksigen ke jaringan akan memacu terjadinya syok dan


nyeri. Pada korban karena luka bakar “frostbite” akan terjadinya penurunan
perfusi oksigen di dalam jaringan. Pada saat bersamaan terjadi pula penurunan
kemampuan sel mempurgnakan oksigen, khususnya pada korban keracunan
sianida, mabuk alcohol, dan penggunaan bahan hitotositik lain (Sartono,
Masudik & Suhaeni, 2016).
G. Kesiapan Tempat Rujukan
Menurut Boswick (2012), Rujukan adalah penyerahan tanggung jawab dari
satu pelayanan kesehatan kepelayanan kesehatan lainnya, sistem rujukan upaya
kesehatan adalah sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan
terjadinya penyerangan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang
timbul, baik secara vertikal maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih
kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
1. Tujuan Rujukan
Tujuan dilakukan rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada
fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat
terselamatka, dengan demikian dapat meningkatkan AKI dan AKB
2. Cara Merujuk
Langkah-langkah dalam melakukan rujukan:
a. Menetukan kegawat daruratan penderita
1) Pada tingkat kader terlatih ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani
sendiri oleh keluarga atau kader, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayan
kesehatan yang terdekat
2) Pada tingkat bidan desa dan puskesmas, tenaga kesehatan yang ada pada
fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat
kegawatdaruratan kasus yang ditemui mana yang harus ditangani sendiri atau
dirujuk.
b. Menentukan Tempat Rujukan
Prinsipnya adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan
terdejat termasuk fasilitas pelayan dengan tidak mengabaikan kesediaan dan
kemampuan penderita.

c. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga


d. Memberikan informasi pada tempat rujukan:
1) Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
2) Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan
selama dalam perjalan ke tempat rujukan
e. Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila
penderita tidak mungkin dikirim

3. Jalur Rujukan
a. Dari kader dapat langsung merujuk ke:
1) Puskesmas pembantu
2) Bidan desa
3) Puskesmas rawat inap
4) Rumah Sakit Swata atau Pemerintah

b. Dari Posyandu dapat langsung merujuk ke:


1) Puskesmas pembantu
2) Bidan desa

Anda mungkin juga menyukai