Rangkuman HK Adat
Rangkuman HK Adat
1. Religio Magis
2. Comunal (Kebersamaan)
kepentingan2 umum.
3. Tradisional
- Cara berfikir yg mencoba agar hal yg dimaksud, diingini & dikehendaki diberi wujud suatu benda
sekalipun fungsinya hanya sbg lambang saja
contoh : Dlm hkm adat Jawa Tengah, kata sepakat berbesanan belum mengikat (scr yuridis) hrs ada
tanda yg nyata2 terlihat yakni peningset dari pihak laki2 kepada perempuan
5. Kontan (tunai)
- Karena tiap tindakan dlm hkm adat sll diberi bentuk nyata, maka antara prestasi &
kontraprestasi dianggap selesai pada seketika itu pula.
-terbuka : menerima masuknya unsur-unsur dari luar asal tidak bertentangan dg jiwa hk adat itu
sendiri.
7. Dinamis
8. Tidak dikodifikasikan
- hk adat kebanyakan tdk ditulis dan tidak dibukukan, spt halnya hukum barat yg disusun scr
sistematis dlm kitab perundangan.
Ruang Lingkup Hukum Adat
1. Soerojo Wignjodipoero, hkm adat sbbi:
3. Van Vollenhoven, pembidanganya:
a. Hukum Negara
a. Bentuk2 masya hkm adat
b. Hukum Tata Usaha Negara
b. Tentang Pribadi
c. Hukum Pidana
c. Pemerintahan & Peradilan
d. Hukum Perdata
d. Hukum Keluarga
e. Hukum Antar Bangsa Adat
e. Hukum Perkawinan
f. Hukum Pelanggaran
MASYARAKAT HUKUM
3. Memiliki pengurus/penguasa
Misal :
1. Desa di Jawa
- pengurus sendiri
2. Famili di Minangkabau
jurai
- pengurus sendiri, diketuai oleh seorang penghulu andiko, jurai
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
1. PAGUYUBAN
1. PATEMBAYAN
1. GEMEINSCHAFT
- Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa persatuan batin, diibaratkan dg
peralatan tubuh manusia atau hewan.
1. GESHELLSCHAFT
Bentuk kehidupan bersama dmn anggota-anggotanya mempunyai ikatan lahir yg
bersifat pokok untuk jangka waktu yg pendek,
Bersifat sbg suatu bentuk dlm pikiran belaka, dan strukturnya adalah mekanis,
sbgmn diumpamakan dg sebuah mesin.
a. Pertalian darah menurut garis bapak (patrilineal), misal : Batak, Nias, Lampung dsb
Masyarakat atau persekutuan dimana keanggotaan seseorang ditentukan berdasar tempat tinggal
di dalam lingkungan daerah persekutuan.
a. Persekutuan Desa
Segolongan orang yg terikat pd suatu tempat kediaman, trmasuk di dalamnya dukuh-dukuh kecil yg
terpencil dan tidak berdiri sendiri. (Misal : Jawa, Bali, Lombok, Madura)
b. Persekutuan Daerah
Suatu daerah tertentu yg di dalamnya terletak beberapa desa dan masing-masing memiliki tata
susunan dan pengurus sendiri-sendiri yg sejenis tetapi semuanya merupakan bagian bawahan dr
daerah. (misal : Marga di Sumatera Selatan)
c. Perserikatan
3. GENEALOGIS TERITORIAL
Van Vollenhoven
Pemerintah desa di seluruh Indonesia hrs dibentuk scr seragam. Pemerintahan desa lepas dr
adat.
Mengacu pd pola pemerintahan desa di Jawa, di luar Jawa msh byk komunitas ygmempunyai
pola pemerintahan bersifat genealogis dg adat setempat msh sangat jelas, shg UU itu tidak efektif.
Di daerah Jawa, desa yg dikepalai oleh seorang lurah yg diangkat pemerintah atasannya dg
status PNS, tidak mengalami kesulitan, namun di luar Jawa dg adat yg msh kuat, meski 12
tahun stlh UU diumumkan, pelaksanaannya msh jauh dr tujuan keseragaman yg hrs dicapai.
Pemerintahan desa baru yg lepas dr adat kebanyakan tidak dpt berfungsi, karena tdk lg
berorientasi pd masyarakat di daerah kekuasaannya, tp sekedar menjalankan perintah dr
atasan.
1. Aceh
4. Sumatera Selatan
7. Kalimantan
8. Minahasa
9. Gorontalo
14. Irian
Pasal 18B Ayat (2) dalam Bab tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 28I Ayat (3) berada dalam Bab
tentang Hak Asasi Manusia.
Pasal 18B Ayat (2) : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur
dalam undang-undang.
Pasal 28I Ayat (3) : Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Persyaratan Yuridis Konstitusional Pengakuan MHA dlm UUD 1945 (Amandemen II)
Dg menggunakan logika hukum terbalik, UUD 1945 ingin menyatakan bahwa MHA itu
memang sudah tidak ada. Karena tidak ada ketentuan mengenai “siapa yg harus menyatakan dan
membuktikan MHA itu masih ada??” dan “apa kriteria utk menyatakan MHA msh ada atau tidak??”
Bahwa thd MHA yg masih hidup terasing atau bahkan yang secara sadar dan sengaja
mengasingkan dirinya (Suku Badui, Kajang, Suku Anak Dalam, Suku Dayak dan lain sebagainya) yang
masih menjalani hidup dan kehidupannya secara tradisionilnya itu tidak diakui sebagai MHA, karena
dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban modern sekarang ini.
Di lain pihak, terhadap MHA yang sudah maju dan sudah berbaur bahkan sudah menyatu
dengan perkembangan zaman dan peradaban modern, juga tidak diakui keberadaannya sebagai
MHA dengan alasan, bahwa MHA itu tidak lagi hidup dengan menempati kesatuan wilayah tertentu
dan juga dianggap sudah tidak lagi terikat pada tatanan dan nilai-nilai adat istiadat dan hukum
adatnya sendiri.
4. Diatur dlm UU
Hukum adat adalah hukumnya masyarakat yang lahir dari akar budaya lisan (bertutur)
berbentuk tidak tertulis. Pengaturan-pengaturan apapun termasuk terhadap pembentukan dan
eksistensi dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban yang dimiliki MHA pun dijiwai dan diatur oleh
ketentuan-ketentuan hukum adat yang tidak tertulis itu. Pengaturan dan pengakuan MHA ke dalam
bentuk peraturan perundang-undangan (Perda) dengan sifatnya yang tertulis itu pastinya akan
menghilangkan jati diri asli dari MHA yang pada akhirnya akan berakibat pada hapus dan hilangnya
nilai-nilai adat istiadat dan juga hukum adat mereka.
Persyaratan dan Parameter Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (KMHA) Berdasar Putusan MK RI
No. 31/PUU-V/2007tentang Pengujian UU No. 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota tual di
Provinsi Maluku
Jd, Bagaimana kedudukan Hukum Adat dan MHA dlm UUD 1945 setelah amandemen ??? Apakah
semakin kuat ??? Atau semakin lemah ???
Marginalisasi thd eksistensi MHA mjd sah, trmasuk proses dan mekanisme penghapusannya
pun sah dan legal, krn negara melihat MHA terbatas pd lembaga adat, adat istiadat dan hukum adat,
dapat dikatakan keberadaan MHA yg menumpang dlm wilayah negara, shg negara berwenang
membatasi/ menghapuskan MHA dlm rangka pelaksanaan thd hak-hak adat tradisionalnya.