Anda di halaman 1dari 2

Mutilasi Demokrasi dalam Kewajiban Transformasi UPK menjadi BUMDESMA.

Pada dasarnya keberadaan BUMDes/ BUMDesMa merupakan salah satu modal penting
bagi desa untuk mewujudkan pemberdayaan masyarakat. Desa sejahtera dan mandiri apabila
pengelolaan potensi desa melalui BUMDes/BUMDesMa dilakukan dengan optimal dan efektif.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja telah menegaskan secara tegas
mengenai kedudukan BUM Desa/BUMDesMa sebagai badan hukum yang didirikan oleh Desa
dan/atau bersama Desa-Desa untuk mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan
investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan atau menyediakan jenis usaha
lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Untuk menindaklanjuti hal
tersebut, terbitlah Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa.
Kajian tentang PP Nomor 11 Tahun 2021 ini banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan,
merujuk pada Pasal 73 tentang Kewajiban UPK untuk bertransformasi menjadi BUMDES
Bersama.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perspektif Pengelola UPK terhadap


“Kewajiban” Transformasi UPK menjadi BUMDesMa di Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif, dan metode pengumpulan
data menggunakan teknik wawancara, studi literature, dan observasi. Mengacu pada teori
implementasi kebijakan oleh Merilee S. Grindle, keberhasilan implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan
implementasi (context of implementation). Teori ini membantu penulis mengkaji dan memahami
penolakan pengelola UPK terhadap implementasi Pasal 73 PP nomor 11 Tahun 2021.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa 47% pengelola UPK di Kabupaten Pesisir Selatan
menolak diberlakukannya pasal 73 PP nomor 11 Tahun 2021. Menurut Asosiasi UPK NKRI
yang disetujui beberapa pengelola UPK Kabupaten Pesisir Selatan, Pemerintah sebaiknya
melakukan revisi terhadap PP No.11 Tahun 2021 tentang BUMDes, khusus nya pasal 73 ayat (1)
agar dihapuskan seluruhnya, atau paling tidak mengubah frasa 'wajib' menjadi 'dapat', sehingga
memberikan opsi/pilihan UPK untuk dapat beralih menjadi BUMDesma atau tidak, dan bukan
merupakan sebuah kewajiban mutlak. Secara tidak langsung kebijakan ini menghilangkan hak
berpendapat pengelola UPK sebagai sebuah lembaga Eks PNPM Mandiri Pedesaan.
Menindaklanjuti hal tersebut, Komisi V DPR RI sepakat dengan Dirjen pengembangan Ekonomi
dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk melakukan pengkajian terhadap
transformasi UPK eks PNPM Mandiri menjadi Bumdesma, pengkajian ini nantinya akan
melibatkan Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini
dilakukan menghindari mutilasi demokrasi terhadap hak UPK sebagai target kebijakan. Faktor
lain penolakan ini karena ada nya ketidaksesuaian dalam aspek legal formal, kekhawatiran
penyalahgunaan aset, kelembagaan yang berbeda dan aspek pergesekan kepentingan di lapangan.
Pada dasarnya UPK tidak anti BUMDes Bersama, melainkan siap untuk bersinergi bersama.
Keterbatasan penelitian ini, hanya membahas penolakan implementasi kebijakan dari
perspektif Pengelola UPK yang mungkin mengandung bias. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi pemangku kepentingan yang terlibat dalam Implementasi
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021, khususnya Pemerintah Daerah yang berinteraksi
langsung dengan Pengelola UPK di Kecamatan.

Anda mungkin juga menyukai