Anda di halaman 1dari 149

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Penelitian


Salah satu tuntutan Reformasi 98 adalah Otonomi Daerah. Lahirnya tuntutan

ini bisa dimaknai sebagai strategi atau solusi atas maraknya isu disintegrasi daerah.
Ada banyak sebab lahirnya tuntutan itu. Salah satunya karena cara-cara
penyelesaian problem kebangsaan oleh pemerintah

yang militeristik. Padahal

militeristik adalah ciri fasisme1. Selain itu, otonomi daerah ini adalah bentuk
kompromi dari pertikaian panjang antara dua konsep bentuk negara dengan akar
historis dan filosofis sangat berbeda. Kedua konsep itu adalah bentuk negara federal
dan bentuk Negara kesatuan yang masing-masing diadopsi dan dipertahankan oleh
Muhammad Hatta dan Soekarno.
Reformasi telah membawa suasana baru dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Prestasi reformasi (Chrisnandi, 2008) 2 ditandai dengan rezim lama
diturunkan dan digantikan rezim baru. Politik otoritarianisme digantikan politik
demokrasi. Sentralisme dikubur dengan desentralisasi. Konstitusi lama (UUD 1945)
diamandemen sebanyak empat kali. Multipartai menyediakan ruang bagi setiap
1 Menurut Mansour Faqih, pemerintah dan bangsa ini dalam menyelesaikan konflik atas
sumber-sumber alam menggunakan cara-cara yang mengkombinasi teror dan represi,
penjinakan ideologi serta hegemoni. Lebih lengkap lihat di, Kata Pengantar Mansour Faqih
dalam Hugh Purcell, Fasisme, Resist Book, Yogyakarta, 2004 hal. xiii dan xiv. Alih bahasa
Faisol Feza dkk.
2 Chrisnandi menulis, terlepas dari prestasi itu, keprihatinan tengah merundung perjalanan
reformasi. Bayangkan, sewindu reformasi belum juga tampak Indonesia menepi dari
keterpurukan. Lebih lengkap lihat, Yuddy Chrisnandi, Beyond Parlemen: Dari Politik Kmapus
Hingga Suksesi Kepemimpinan Nasional, Penerbit Indo Hill Co, Jakarta, 2008, Cetakan 2,
hal 31 dan 32.
1

orang untuk berkumpul dan mendirikan partai politik. Dibentuk lembaga baru seperti
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat
daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia 3. Melalui asas desentralisasi, otonomi
daerah hadir untuk memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sendiri
urusan pemerintahan dalam upaya meningkatkan kemandirian daerah.
Desentralisasi merupakan sebuah proses di mana pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Pemerintah daerah memiliki
kewenangan untuk menjalankan segala urusan pemerintahan kecuali urusan
pemerintahan yang berkaitan dengan urusan Politik Luar Negeri, Pertahanan,
Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional, dan Agama 4. Karena itu adalah
urusan pemerintahan yang hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Urusan

wajib

yang

menjadi

kewenangan

pemerintah

kabupaten/kota

merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota. Urusan itu meliputi: (a)


perencanaan dan pengendalian pembangunan, (b) perencanaan, pemanfaatan, dan
pengawasan tata ruang, (c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat, (d) penyediaan sarana dan prasarana umum, (e) penanganan bidang
kesehatan, (f) penyelenggaraan pendidikan, (g) penanggulangan masalah sosial, (h)
3 Lebih lengkap lihat UU RI Nomor 12 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 7.
4 Idem Pasal 10 Ayat 3.
2

pelayanan bidang ketenagakerjaan, (i) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil


dan menengah, (j) pengendalian lingkungan hidup, (k) pelayanan pertanahan, (l)
pelayanan kependudukan, dan catatan sipl, (m) pelayanan administrasi umum
pemerintahan, (n) pelayanan administrasi penanaman modal, (o) penyelenggaraan
pelayanan dasar lainnya, (p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan5.
Selanjutnya, dalam urusan keuangan, diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah.
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah merupakan
subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara
Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. Pemberian sumber keuangan Negara
kepada Pemerintah Daerah didasarkan atas penyerahan tugas kepada Pemerintah
Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
Otonomi Daerah telah lama menjadi wacana publik Indonesia 6. Meski
demikian, dalam pelaksanaan otonomi daerah ini belum berjalan sebagaimana tujuan
awalnya. Terdapat banyak ketimpangan dalam upaya pengimplementasian konsep
otonomi daerah. Beragam realitas empirik dalam penyelenggaraan otonomi daerah.

5 Lebih lengkap lihat UU No 12 Tahun 2008 Pasal 14. Lihat juga PP No 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
6 Landasan hukumnya adalah UUD 1945 Pasal 18, UU No 1 Tahun 1945, UU No 22 Tahun 1948,
UUDS 1950 Pasal 131-133, UU No 44 Tahun 1950, UU No 1 Tahun 1957, UU No 6 Tahun 1959, UU
No 5 Tahun 1960, UU No 18 Tahun 1965, Ketetapan No XXI/MPRS/1966, Ketetapan No V/MPR/1973,
UU No 5 Tahun 1974, dan UU No 22 Tahun 1999, UU No 32 Tahun 2004, dan UU RI No 12 Tahun
2008.

Menurut Keban (Fakrulloh dkk, 2004) 7, ada beberapa hal yang dapat mengganggu
kinerja pencapaian tujuan otonomi daerah yaitu (1) adanya kesalahan strategis
dalam perwujudan otonomi daerah, (2) perbedaan persepsi dan pemahaman tentang
konsep otonomi daerah, (3) perbedaan paradigma otonomi daerah yang dianut oleh
para elit politik, (4) paradigma birokrasi masih kuat.
Sebagai salah satu daerah otonom pasca pemekaran dari Kabupaten Poso 8
tahun 2000, kabupaten Morowali tidak jauh dari realitas empirik tersebut.
Pembangunan infrastruktur jalan dan fasilitas pelayanan umum lainnya belum begitu
memadai. Berdasarkan data Dinas Kimpraswil Kabupaten Morowali dalam Angka
2001, menunjukkan bahwa ada 55% jalan negara, provinsi, dan kabupaten yang
mengalami kerusakan. Hanya 18% jalan dalam kondisi baik. Atas dasar itu, pada
Tahun Anggaran 2003 Kabupaten Morowali mendapatkan DAK non reboisasi
sebesar Rp 1,6 M untuk perbaikan jalan.
Selain itu, salah satu problema yang dihadapi oleh sebagian daerah
kabupaten/kota khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah dewasa ini adalah berkisar
pada upaya peningkatan PAD. Problema ini muncul karena adanya kecenderungan
berpikir dari sebagian kalangan birokrat di daerah yang menganggap bahwa
parameter utama yang menentukan kemandirian suatu daerah dalam berotonomi
adalah terletak pada besarnya PAD 9. Kecenderungan berpikir ini tidak lahir begitu
saja tanpa landasan rasional dan empiris mengingat masih banyak daerah otonom
7 Fakrulloh, Z.A., Eko, S., dan Saragi, T. P. Kebijakan Desentralisasi di Persimpangan Jalan,
Jakarta: CV. Cipruy. 2004, hal 22-25.
8 Pembentukan Kabupaten Morowali berdasarkan pada UU No 51 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai Kepulauan.
4

yang masih mengandalkan dana perimbangan sebagai sumber utama keuangan


daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Artinya,
daerah-daerah itu belum mampu menjalankan desentralisasi.
Merujuk pada hasil penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Departemen
Dalam Negeri bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada, Syarifuddin Tayeb
menyatakan bahwa dari 292 Daerah Kabupaten yang diteliti menunjukkan rendahnya
konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah. Berikut rinciannya:

122 Daerah Kabupaten berkisar antara 0,53 % - 10 %


86 Daerah Kabupaten berkisar antara 10 % - 20 %
43 Daerah Kabupaten berkisar antara 20,1 % - 30 %
17 Daerah Kabupaten berkisar antara 31,1 % - 50 %
2 Daerah Kabupaten berkisar di atas 50 %

Rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah,


karena daerah hanya diberikan kewenangan mobilisasi sumber dana pajak dan yang
mampu memenuhi hanya sekitar 20% - 30% dari total penerimaan untuk membiayai
kebutuhan rutin dan pembangunan, sementara 70% - 80% didrop dari pusat 10.
Mengingat banyaknya sumber-sumber PAD 11 yang bisa dioptimalkan, daerah
otonom

tidak perlu mengandalkan dana perimbangan dalam pembiayaan

penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Apalagi dalam konteks Kabupaten


9 Lihat di artikel, Ochan, 2009, Implementasi Peraturan Daerah Kota Palu yang Berorientasi
Bagi Kepentingan Masyarakat Dalam Menunjang Otonomi Daerah. http://www. 017implementasi-peraturan-daerah-kota.html (5/8/2011)
10 Syarifuddin Thayeb, Hasil Penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Depdagri UGM,
Yogyakarta, 2001, hlm.5.
5

Morowali yang memiliki banyak kekayaan sumber daya alam. Pengelolaan kekayaan
alam itu berbanding lurus dengan peningkatan jumlah wajib pajak dan retribusi
daerah.
Kabupaten dengan visi Morowali Menuju Kabupaten Agribisnis 2012" ini
menyimpan kekayaan alam di sektor perkebunan, pertanian, peternakan, kelautan,
pertambangan, dan pariwisata yang melimpah yang bisa dikelola untuk menambah
sumber-sumber PAD dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah dalam
membiayai secara mandiri urusan rumah tangga daerah. Sektor-sektor potensial ini
jika dikelola secara maksimal akan membantu mempercepat pertumbuhan
perekonomian masyarakat yang pada gilirannya akan menambah jumlah objek PAD.
Misalnya, di sektor pertambangan dan perkebunan yang cukup mendominasi di
Kabupaten Morowali, para pengusaha pertambangan dan perkebunan untuk
melaksanakan usahanya pasti mengurus Surat Izin Usaha dan dokumen-dokumen
lain yang dikenakan pajak maupun retribusi. Sebagai gambaran, pada tahun 2010
sektor pertambangan nikel memberikan kontribusi ke PAD sebesar Rp 4 M 12.
Sektor pertanian adalah tumpuan 76 persen penduduk. Pada tahun 2001 nilai
kegiatan ekonomi pertanian Rp 527 miliar, sekitar 37 persen berasal dari

11 Pendapatan Asli Daerah (PAD) digolongkan menjadi 4 bagian yaitu Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan
yang Sah. Lihat, UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. Baca juga
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah (perubahan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006)
Pasal 26.
12 Lihat Harian ANTARA News, Koran Lokal Palu, Pertambangan Nikel Sumbang PAD
Morowali Rp5 Miliar , Jumat, 21 Januari 2011.
6

perkebunan13. Sektor perikanan, di antara 10 kecamatan hanya Kecamatan Mori Atas


dan Lembo yang tidak memiliki garis pantai, sehingga ada 80 persen wilayah
Morowali yang berpotensi untuk perikanan14.
Di sektor pertambangan, terdapat Nikel dan marmer. Nikel dengan luas
arealnya mencapai lebih kurang 149.700 hektar dengan cadangan terduga 8 juta
WMT. Di sektor Minyak dan gas, terdapat Lapangan minyak Tiaka Blok Trili dengan
fasilitas penunjang terletak sekitar 17 mil dari garis pantai. Hasil evaluasi
menunjukkan bahwa cadangan minyak di lapangan Tiaka (Original oil in Place
OOIP) sebesar 106,56 MMBO (Million barrel oil/juta barrel minyak). Total kapasitas
produksi per hari mencapai sekitar 6.500 barrel (BOPD) yang diperoleh dari enam
sumur produksi atau rata-rata produksi setiap sumur sebesar sekitar 1.100 BOPD.
Gas bumi, dari hasil pemboran sumur produksi, dihasilkan juga gas ikutan sebanyak
sekitar 3,5 TCF (Ton cubic feet) dengan air terproduksi sekitar 3.000 BOPD 15.
Menurut data dari BPS Kabupaten Morowali tercatat lebih dari 100 Pemegang Izin
Usaha Pertambangan di wilayah ini.
Melihat potensi kekayaan SDA Kabupaten Morowali sebagaimana diuraikan di
atas, DPPKAD sebagai salah satu SKPD, berpeluang besar untuk mengoptimalkan
13 Lihat, Harian KOMPAS, Selasa, 01 Juli 2003. Selengkapnya ada di
http://www.kompas.com/kompas cetak/0307/01/daerah/401669.htm diunduh tanggal 5
Agustus 2011.
14 Ochan Sangadji, (27/11/2008), dalam artikel Morowali, Kabupaten Terkaya di Sulteng.
Sumber data artikel ini dilengkapi dengan data dari BPS dan Dinas Pertambangan
Kabupaten Morowali. Selengkapnya baca di http://www.ochansangadji.co.nr diunduh tanggal
7 Oktober 2011.
15 Ochan Sangadji, Ibid.
7

manajemen keuangan daerah hasil penerimaan dari sumber-sumber PAD. Dalam hal
ini, dituntut efektifitas dan efisiensi pelaksanaan peran DPPKAD dalam manajemen
keuangan daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Kecerdasan
pengelolaan penerimaan keuangan dibutuhkan untuk memastikan semua pos
anggaran pembelanjaan daerah dalam setiap tahun anggaran mendapat bagian
secara proporsional. Selain itu, juga untuk menekan defisit APBD dalam setiap tahun
anggaran.
Persoalannya kemudian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Morowali dalam tiga tahun anggaran terakhir mengalami defisit. Tahun
2006 defisit APBD Morowali mencapai lebih Rp 75 miliar, tahun 2007 lebih Rp 63
miliar dan tahun anggaran 2008 mencapai lebih 63 miliar 16.
Di sisi lain, realisasi penerimaan PAD Kabupaten Morowali selama tiga Tahun
berturut-turut yakni pada tahun anggaran 2007 sebesar Rp 8,80 M, 2008 sebesar Rp
14,53 M, 2009 sebesar Rp 13,82 M17. Angka ini menunjukkan peningkatan PAD.
Pertanyaannya, apakah rasio perbandingan antara kekayaan alam dengan PAD
Kabupaten Morowali dalam tiga tahun terakhir itu, seimbang?

Artinya, dengan

melihat potensi kekayaan SDA, bukankah pemerintah daerah dalam hal ini DPPKAD
dapat membuat target pencapaian PAD yang lebih besar?
Selain itu, Penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Morowali pada
tahun anggaran 2007 sebesar Rp 434,48 M, pada tahun 2008 sebesar Rp 373,308 M

16 Ochan Sangadji, Idem hlm. 3


17 Data ini diperoleh dari DPPKAD Kabupaten Morowali.
8

dan

pada

tahun

2009

sebesar

Rp

368,918

M18.

Dibandingkan

dengan

Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tengah, DAU Kabupaten Morowali tahun 2008 berada


di urutan tertinggi ke dua setelah Kabupaten Banggai. Pada tahun 2009 berada pada
urutan tertinggi ke tiga setelah Kabupaten Banggai 19. Padahal DAU hanya
diperuntukkan bagi daerah dengan PAD kecil sebagai upaya pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Artinya, Kabupaten ini masih sangat
tergantung pada dana dari Pemerintah Pusat dalam membiayai penyelenggaraan
urusan pemerintahan daerah.
Terkait dengan itu, ada beberapa hal yang relevan untuk dipertanyakan. Misalnya
apakah secara aktual aparat DPPKAD Kabupaten Morowali dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana Peraturan
Daerah?
Dalam hal strategi, apakah Pemerintah Daerah telah mengubah strategi
mengenai teknis operasional lapangan terutama sistem pendataan ulang dalam
rangka menjaring semaksimal mungkin obyek pajak maupun subyek pajak sebagai
dasar perhitungan dan pengenaan pajak? Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
apakah

Pemerintah Kabupaten Morowali

melalui DPPKAD telah melakukan

intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap seluruh sumber penerimaan daerah, telah


mengidentifikasi secara optimal sumber-sumber PAD yag baru?
18 DPPKAD dan Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008
Tanggal 24 Desember 2008 tentang Rincian Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota Tahun 2009. Lihat juga di http://www.ngada.org (27/09/2011)
19 Ibid., hlm 1
9

Atas dasar ini, penulis melakukan penelitian tentang bagaimana peran salah
satu SKPD yang banyak bergelut dalam pengelolaan keuangan daerah. Penelitian ini
dilakukan di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah dengan judul Peran DPPKAD
dalam Manajemen Keuangan Daerah (Studi Tentang Pengelolaan Pendapatan
Asli Daerah) Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011.
1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan judul penelitian ini, rumusan masalahnya sebagai berikut:

1.2.1. Bagaimana Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali


pada tahun 2008-2011?
1.2.2. Faktor-faktor apa yang

mempengaruhi

Peran

DPPKAD

dalam

Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun 2008-2011?


1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten
Morowali pada tahun 2008-2011.
1.3.2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Peran DPPKAD

dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun 2008-2011.


1.4.

Manfaat Penelitian
1.4.1. Secara Teoritis
a. Sebagai bahan studi ilmiah untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam
Manajemen Keuangan Daerah dan secara spesifik pengelolaan PAD
Kabupaten Morowali dalam kurun waktu 2008-2011.
b. Sebagai bahan studi perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang
berkaitan dengan Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah
dan secara spesifik pengelolaan PAD Kabupaten Morowali dalam kurun
waktu 2008-2011 beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

10

c. Sebagai bahan studi pustaka di almamater peneliti yakni di Program


Studi Ilmu Pemerintahan Jurusan Politik Pemerintahan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Universitas Hasanuddin.
1.4.2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten Morowali untuk
mengevaluasi kinerjanya selama kurun waktu 2008-2011.
b. Sebagai bahan kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten Morowali untuk
merumuskan desain strategi dalam upaya pengelolaan PAD Kabupaten
Morowali ke depannya.

1.5.

Metode Penelitian
1.5.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dipusatkan di Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Morowali Provinsi
Sulawesi Tengah.
1.5.2. Dasar dan Jenis Penelitian
a. Dasar penelitian deskriptif. Peneliti akan melihat langsung realitasrealitas di lapangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Realitasrealitas itu akan dipilah berdasarkan kebutuhan penelitian lalu
dikumpulkan untuk kemudian dianalisis.

11

b. Jenis

penelitian

deskriptif

kualitatif

yakni

suatu

metode

yang

menggambarkan atau melukiskan kenyataan serta keadaan objek yang


diteliti secara sistematis, faktual dan akurat untuk kemudian dianalisis
secara mendalam.
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data
Data digolongkan menjadi dua bagian yaitu data sekunder dan data
primer. Penggolongan ini dilakukan demi menjaga keakuratan dan relevansi
serta kekayaan data yang diperoleh di lapangan sehubungan dengan objek
penelitian ini. Data primer adalah data yang bersumber dari studi lapang
berupa wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan dengan tujuan
untuk memperoleh data-data yang faktual dan akurat mengenai objek
penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang bersumber dari
kepustakaan berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek
penelitian. Adapun data dari studi lapang diperoleh dengan menggunakan
teknik-teknik sebagai berikut :
1.5.3.1.

Wawancara

Teknik pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mendapatkan


gambaran mengenai objek penelitian dengan cara tanya jawab secara
mendalam

dan

terbuka

dengan

bertatap

muka

langsung

dengan

informan/responden. Bentuk data yang diperoleh terdiri dari kutipan langsung


yang merupakan pengalaman langsung dan pengetahuan informan/responden
dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara.

12

Wawancara dilakukan dengan beberapa informan/responden terpilih yang


menguasai informasi mengenai objek penelitan.
1.5.3.2.

Observasi

Teknik ini berupa pengamatan langsung terhadap objek penelitian guna


memperoleh keterangan berupa informasi, data dan fakta akurat yang
berhubungan dengan objek penelitian. Teknik ini juga digunakan untuk
mengetahui relevansi antara keterangan informan/responden dan data dengan
kenyataan yang ada dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek
penelitian dan tetap mengontrol keabsahannya. Data yang didapat melalui
observasi langsung terdiri dari keterangan kegiatan berupa perilaku, tindakan,
dan keseluruhan kemungkinan interaksi interpersonal dan proses penataan
yang merupakan kecenderungan dan pengalaman manusia yang dapat
diamati.
1.5.3.3.

Studi kepustakaan

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data-data pendukung

(data

sekunder) dari berbagai literatur baik berupa buku, makalah, majalah, hasil
penelitian yang relevan, koran dan dokumen-dokumen tertulis lain sebagai
referensi yang berkaitan dengan objek penelitian.

1.5.4. Penentuan Informan


Dalam desain penelitian deskriptif kualitatif, jenis informan/responden
ada dua yaitu informan kunci (key informan) dan informan sekunder

13

(secondary informan). Informan kunci adalah mereka yang dianggap


menguasai objek penelitian. Sedangkan informan sekunder dibutuhkan untuk
melengkapi informasi/data tentang objek penelitian guna memperkaya
analisis, tetapi tidak mesti ada.
Dalam struktur organisasi DPPKAD Kabupaten Morowali, terdapat
enam (6) bidang yang bekerja sesuai dengan kewenangannya masing-masing
berdasarkan Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008. Keenam
bidang yang dimaksud yakni Bidang Pendapatan, Bidang Anggaran, Bidang
Akuntansi, Bidang Perbendaharaan dan Bidang Aset. Masing-masing bidang
tersebut membawahi tiga (3) seksi.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pada kegiatan pra
penelitian, penulis menemukan fakta bahwa tidak semua bidang dalam
DPPKAD memiliki kewenangan dalam pengelolaan PAD, masing-masing
bidang dalam menjalankan perannya dibatasi dengan tugas pokok dan
fungsinya. Bahkan hanya satu bidang yang memiliki peran langsung dalam
pengelolaan PAD yakni Bidang Pendapatan 20. Sedangkan bidang lain seperti
Bidang Anggaran, dan Bidang Akuntasi tidak mempunyai peran langsung 21
20 Lihat tupoksi masing-masing bidang dalam Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun
2008.
21 Maksud penulis dalam penggunaan prasa peran langsung adalah peran yang
bersentuhan langsung dalam pengelolaan PAD yakni perencanaan dan pelaksanaan
pemungutan (realisasi) yang hanya dilakukan oleh Bidang Pendapatan. Sedangkan maksud
dari peran tidak langsung adalah peran yang tidak berhubungan langsung dengan
pengelolaan PAD yakni pada saat dilakukan rekonsiliasi yang melibatkan bidang lain seperti
Bidang Akuntansi dan Bidang Anggaran. Rekonsiliasi dilakukan dalam setiap tahun anggaran
yang juga melibatkan UPTD Kecamatan dalam lingkup DPPKAD.
14

dalam pengelolaan PAD. Namun demikian, untuk memperkaya analisis,


penulis tetap melakukan wawancara dengan beberapa informan yang kapabel
pada masing-masing bidang tersebut, termasuk para Kepala Seksi. Selain itu,
penulis juga melakukan wawancara mendalam dengan Kepala Dinas,
Sekretaris Dinas, Kepala Sub Bagian Urusan Perencanaan dan Program dan
Kepala UPTD Kecamatan atau Camat dalam lingkup DPPKAD. Adapun
informan/responden yang dimaksud yaitu:
1. Kepala DPPKAD (Haeruddin Rompone, S.Sos)
2. Sekretaris DPPKAD (Drs Yusman Mahbub)
3. Kepala Sub Bagian Perencanaan Program (Sappa Sao, M.Si)
4. Kepala Bidang Pendapatan (Jufri M. Taiyeb, SE)
5. Kepala Bidang Anggaran (Alamsyah, MEC.DEV)
6. Kepala Bidang Akuntansi (Alwi Gawi, SE)
7. Kepala Seksi Pajak/Retribusi Daerah (Yohanes P. Labunga)
8. Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan (Yaumi T. Baduddun, SE)
9. Kepala Seksi Pengkajian Anggaran (Charles M. Toha)
10. 2 orang Staf Bidang Pendapatan (Nani Sari, SE dan M. Ramli) 22
11. Kepala UPTD Kecamatan Lembo (Deitje Dewanto, SE)
12. Sekretaris Camat Witaponda (Muh Ridwan, S.Ag, M.Si)
13. Camat Bahodopi (Syamsu Abdullah)
Pasca pemekaran pada tahun 2011, Kabupaten Morowali terdiri dari 18
kecamatan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa setiap kecamatan
memiliki UPTD yang membantu DPPKAD dalam pemungutan PAD. Petugaspetugas UPTD inilah sebagai ujung tombak DPPKAD dalam pemungutan PAD
karena mereka yang turun langsung ke lapangan. Dari 18 kecamatan, empat
kecamatan di antaranya belum memiliki UPTD pasca pemekaran. Dan karena
22 Penulis memilih dua orang informan ini dengan pertimbangan kedua orang staf dalam
Bidang Pendapatan tersebut adalah peserta magang di Kantor DPPKAD dan Kantor
Pelayanan Perpajakan Kabupaten Poso pada tahun 2011 sebagai salah satu upaya
DPPKAD Kabupaten Morowali dalam meningkatkan kualitas aparaturnya dalam pengelolaan
PAD.
15

keterbatasan waktu, dana dan tenaga, penulis memilih tiga UPTD kecamatan
sebagai informan dengan pertimbangan berdasarkan capaian realisasi
penerimaan PAD dari sektor yang memiliki kontribusi besar dalam PAD pada
tahun anggaran 2011 dan pertimbangan jarak tempuh antara Ibu Kota
Kabupaten dengan Ibu Kota Kecamatan.
Selain karena masalah waktu, tenaga dan biaya, kesulitan-kesulitan
yang penulis temui selama proses pengumpulan data menjadi salah satu
pertimbangan penulis dalam memilih informan/responden. Kesulitan-kesulitan
yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam pengumpulan data yang
dimaksud di antaranya adalah keterbatasan informan/responden dalam
memberikan data yang dibutuhkan karena adanya ketakutan pembahasan
akan membias karena persoalan keuangan masih dianggap sebagai
persoalan yang sensitif meski penulis sudah memberikan pemahaman bahwa
penelitian ini hanya untuk tujuan kajian akademik, tidak ada hubungannya
dengan

persoalan

audit

sebagaimana

yang

dilakukan

BPK

(Badan

Pemberantasan Korupsi).
Penulis memulai penelitian pada bulan Desember 2011. Bertepatan
dengan waktu evaluasi pengelolaan APBD tahun anggaran 2011 dan
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)
Kabupaten Morowali tahun 2012. Dalam perumusan, pembahasan dan
penetapan yang dilakukan dalam Rapat Paripurna di DPRD melibatkan
seluruh SKPD pengelola/pengguna keuangan daerah, tidak terkecuali
DPPKAD sebagai koordinator pengelola PAD. Hal ini menjadi salah satu
16

kesulitan bagi penulis dalam pengumpulan data. Padatnya agenda kegiatan


yang yang dilakukan di internal DPPKAD dan agenda rapat di DPRD membuat
penulis kesulitan melakukan wawancara mendalam dengan Kepala Dinas,
Kepala Bidang dan Kepala Seksi dalam lingkup DPPKAD. Untuk mengatasi
hal itu, penulis mencuri waktu istrahat informan pada malam hari di rumah
masing-masing.
1.6. Definisi Operasional
1.6.1. Peran DPPKAD
Peran yang dimaksud dalam penelitian ini ialah peran DPPKAD dalam
penggelolaan PAD Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011 berdasarkan tugas
pokok dan fungsinya. Peran itu digambarkan dalam empat indikator
pengelolaan PAD, yaitu:
Perencanaan Target
Pelaksanaan Pemungutan
Pengawasan atas Penatausahaan
Pelaporan dan Evaluasi Realisasi
1.6.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Penelitian ini dibatasi pada sektor tertentu yang besar konstribusinya
dalam penerimaan PAD Kabupaten Morowali dalam kurun waktu 2008-201123.
1.6.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan PAD
Faktor-faktor yang dimaksud adalah faktor-faktor pendukung dan faktorfaktor penghambat dalam pengelolaan PAD Kabupaten Morowali Tahun 20082011.
23 Lihat Tabel 4.3.-4.6. tentang Target dan Realisasi PAD Kab Morowali tahun 2008-2011.
17

1.7. Analisis Data


Penelitian ini dilakukan secara berkesinambungan. Artinya, tahap pengumpulan
data, pengolahan data dan analisis data dilakukan secara bersamaan selama proses
penelitian. Jadi pengolahan data tidak harus dilakukan setelah data terkumpul tetapi
juga dilakukan ketika proses pengumpulan data sedang berlangsung.
Bentuk

analisis

data

dilakukan

dengan

mengorganisasikan

data,

menjabarkannya kedalam unit-unit, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang


penting dan yang akan dipelajari, menguraikan dalam bentuk kata dan kalimat, dan
selanjutnya membuat kesimpulan.

18

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bagian ini berisi deskripsi singkat tentang landasan teori yang digunakan
sesuai dengan fokus penelitian, kerangka konsep dan skema kerangka konsep
sesuai dengan desain penelitian, serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang
berhubungan erat dengan objek penelitian.
Posisi teori dalam desain deskriptif kualitatif sangat penting mengingat teori
dalam desain ini adalah acuan dalam menganalisis hasil-hasil penelitian. Teorisasi
penelitian ini adalah deduktif. Konsekuensinya, peneliti dituntun oleh teori saat
mengumpulkan data dan ketika melakukan analisis. Pengaruh teori dalam
pembahasan hasil penelitian sangat membantu peneliti dalam melakukan analisis.
Namun tidak berarti data-data hasil penelitian tidak objektif karena telah dicemari
oleh teori.
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Bungin (2007:31) bahwa:
ketika sebuah masalah penelitian telah ditemukan, maka peneliti mencoban
membahas masalah penelitian tersebut dengan teori-teori yang dipilihnya.
Model deduktif dalam format deskriptif kualitatif akan sangat membantu
peneliti tidak saja saat menemukan masalah, tetapi juga untuk membangun
hipotesis, menyusun kerangka metodologis, menganalisis data maupun
pembahasan hasil penelitian, bahwa teori ini akan dibahas untuk dikritik atau
disempurnakan24

24 Burhan Bungin, 2007, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Putra Group, Edisi Pertama, Cetakan Kedua.
Hlm 31
19

Oleh karena itu, penulis menggunakan dua teori utama untuk mengungkap
gejala atas fenomena objek penelitian, yaitu teori peran (role theory) dan teori
manajemen.

2.1.

Landasan Teori
2.1.1. Toeri Peran
Peran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan
yang terutama25. Levinson (Soekamto, 1982)26, menulis bahwa peranan adalah
suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi
struktur

sosial

masyarakat,

peranan

meliputi

norma-norma

yang

dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat,


peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
Selanjutnya,

Levinson

mengemukakan

bahwa

peranan

dapat

mencakup tiga hal yaitu:


1. norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang
dalam masyarakat. Peranan arti ini merupakan rangkaian peraturanperaturan yang membimbing sesorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
2. suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
25 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985),
hlm. 735
26 Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), hlm. 238
20

3. sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat 27.
Menurut Robert M. Z. Lawang, peran diartikan sebagai suatu pola
perilaku yang diharapkan dari sesorang yang memiliki status atau posisi
tertentu dalam organisasi28.
Dalam perspektif

Sosiologi, Antropologi dan Psikologi Sosial, peran

(role) adalah sebuah bangunan teori tersendiri yang disebut dengan Role
Theory29. Ditinjau dari perspektif sosiologi, Barbara (Gana, 2009) 30, peran
adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil.

27 Ibid hlm 239.


28 Lihat Lawang, Robert M Z. Pengantar Sosiologi, PT. Karunika Universitas terbuka, Jakarta, 1985
hlm 89.

29 Dalam teori ini dijelaskan bahwa sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada
skenario yang disusun oleh masyarakat. Skenario itu mengatur apa dan bagaimana peran
setiap orang dalam lingkungannya. Seseorang yang patuh akan hidup harmoni, tetapi jika
seserang menyalahi skenario, maka hidupnya tidak akan harmoni, ia akan dihujat. Jadi
jangan heran jika terjadi demonstrasi karena pemimpin menyalahi skenario. Selengkapnya
baca di Janah, Lailia Fatkul. 2009. Sumber : http://bidanlia.blogspot.com/2009/07/teoriperan.html. Dan baca juga di Syakira, Gana. 2009. Teori Peran, tersedia di http://syakirablog.blogspot.com/2009/01/konsep-diri-peran.html diunduh tanggal 17 September 2011.
Sumber-sumber itu di antaranya mengambil pemikiran Robert Linton dan Glen Elder.
30 Syakira, Gana. 2009. Teori Peran (Online). Sumber: http://syakirablog.blogspot.com/2009/01/konsep-diri-peran.html diunduh tanggal 17 September 2011.
21

Peran pemerintah daerah terbagi atas peran yang lemah dan peran
yang kuat. Menurut Leach, Stewart dan Walsh

(Muluk, 2005) 31, peran

pemerintah daerah yang lemah ditandai dengan beberapa indikator yakni


rentang tanggungjawab

fungsi atau kewenangan yang sempit, cara

penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat reaktif, derajat otonomi yang


rendah terhadap fungsi-fungsi yang diemban dan tingginya derajat kontrol
eksternal. Peran pemerintah daerah yang kuat ditandai oleh beberapa
indikator yakni rentang tanggungjawab fungsi atau kewenangan yang luas,
cara penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat positif, derajat
otonomi yang tinggi atas fungsi-fungsi yang diemban dan derajat kontrol
eksternal yang terbatas.
Sehubungan dengan itu, Taufik Manji dalam skripsinya, Analisis Peran
Pemerintah Kota terhadap Perkelahian antar Kelompok di Kota Makassar
mengungkapkan:
peran dan defenisinya memberikan pahaman bahwa dalam setiap
kelompok masyarakat setiap individu dituntut untuk menjalankan
perannya masing-masing. Kesinambungan sistem sosial tentunya
dipengaruhi oleh berjalannya peran-peran dari individu. Mandegnya
sistem peran akan sangat berpengaruh pada sistem sosial sebuah
31 Identiikasi atas beragam faktor penyebab atas pilihan dominasi instrumen kebijakan,
didasarkan pada kerangka Leach, Stewart, dan Walsh. Pilihan kerangka ini dapat membantu
menyusun model penyelenggaraan pemerintahan daerah baik yang bersifat ex ante maupun
ex post facto. Ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam kerangka ini yaitu dimensi
ekonomi, pemerintahan dan politik yang berkaitan dengan bentuk demokrasi lokal.
Pembagian peran pemerintah daerah yang lemah dan yang kuat adalah turunan dari dimensi
pemerintahan. Selengkapnya ada di Muluk, K., 2007, Model Peran Pemerintah Daerah,
Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, hlm 62 dan 63,
Penerbit Bayumedia Publishing, Malang.
22

masyarakat. Ketika salah satu sistem peran tidak berjalan maka sistem
peran yang lain akan dipengaruhi oleh sistem peran yang tidak berjalan
tersebut. Maka tak jarang menimbulkan persoalan sosial dalam
masyarakat32.

2.1.2. Teori Manajemen


Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan apa pun
manajemen sangatlah diperlukan untuk seluruh sumber daya organisasi demi
terwujudnya cita-cita atau misi organisasi yang bersangkutaan. Demikian
halnya

dalam

pengelolaan

PAD.

Manajemen

sangat

penting

untuk

memaksimalkan pengelolaan PAD. Manajemen berasal dari bahasa Inggris


yakni manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola
dan lain sebagainya. Kegiatan manajerial yang baik adalah pra syarat dalam
pengelolaan PAD yang baik. Manajemen dapat dipahami sebagai suatu
proses pengaturan seluruh sumber daya dalam sebuah organisasi yang di
dalamnya terdaapt kerja sama demi tercapaiannya tujuan yang telah
ditetapkan.

Berikut

ini

beberapa

definisi/pengertian

manajemen

yang

dikemukakan oleh para pakar manajemen.


George R. Terry dalam Arif (1989) menyatakan bahwa: manajemen
adalah kegiatan yang merencanakan, mengorganisasikan dan mengontrol
atau mengoperasikan unsur-unsur dasar manusia, benda-benda, mesin-

32 Selengkapnya lihat Taufik Manji dalam Analisis Peran Pemerintah Kota terhadap
Perkelahian antar Kelompok di Kota Makassar , 2010, Politik Pemerintahan FISIP Universitas
Hasanuddin Makassar, hlm 27-28 tentang Definisi Peran.
23

mesin, metode-metode, uang dan pasar, memberikan kepemimpinan pada


usaha-usaha manusia untuk mencapai tujuan dari badan usaha 33.
Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Sarwoto bahwa :
manajemen sebagai proses menghimpun dan meluncurkan pekerjaan dari
orang-orang yang dikoordinasi secara kelompok untuk memperoleh tujuan
yang diinginkan.34
Selanjutnya Sondang P. Siagian menjelaskan bahwa: manajemen
adalah kemampuan dan ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam
rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain 35. Dalam
bahasa berbeda M. Manulang memberikan pengertian bahwa: manajemen
adalah sebuah proses yang khas, yang terdiri dari atas perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan
baik ilmu seni agar dapat menyelesaiakan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.36

33 Ishak Arif dalam Pokok-Pokok Organisasi Dan Manajemen, Yayasan Pembinaan Umat
NURUL FALAH, Palu, 1989, hlm. 16
34 Sarwoto, dalam Dasar-Dasar Organisasi Dan Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1998, hlm. 45
35 Selengkapnya lihat di SP. Siagian, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku organisasi,
Gunung agung, Jakarta, 1994, hlm. 8
36 Lihat juga M. Manulang dalam Dasar-Dasar Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1997, hlm. 54
24

Demikian halnya dengan S. Kimball dan D.S Kimball Jr yang


mengemukakan bahwa: manajemen terdiri dari semua tugas dan fungsi yang
meliputi penyusunan sebuah perusahaan, pembiayaan, penetapan garis-garis
besar kebijaksanaan, penyediaan semua peralatan yang diperlukan dan
penyusunan kerangka organisasi serta pemilihan pejabat terasnya. 37
Berdasarkan
menyimpulkan

beberapa

bahwa

pada

pengertian/definisi
dasarnya

para

ahli

di

atas,

dalam

penulis

memberikan

definisi/pengertian tidak terlepas dari beberapa hal yang sangat penting dalam
manajemen yaitu:
1. adanya wadah dan alat pencapaian tujuan
2. adanya proses/fungsi tertentu termasuk kerjasama dalam mencapai tujuan
3. adanya tujuan bersama yang ingin dicapai.

Pada dasarnya, pembahasan tentang manajemen adalah pembahasan


tentang beberapa fungsi fundamental yang harus dilaksanakan untuk
memperoleh gambaran utuh tentang apa yang mesti dilakukan demi
tercapapianya tujuan bersama. Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai
fungsi manajemen.
Menurut Luther Gulk dalam Sutopo fungsi manajemen mencakup
POSDCRB yaitu:
1. Perencanan (planning)
37 S. Kimball dan D.S Kimball Jr, Manajemen Pelayanan Masyarakat, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1994, hlm. 43
25

2. Pengorganisasian (organizing)
3. Penyusunan pegawai (staffing)
4. Pemberian bimbingan (directing)
5. Pengkoordinasian (coordinating)
6. Pelaporan (reporting)
7. Penganggaran (budgeting)38
Kemudian Harol Kont dalam Sarwoto merumuskan fungsi manajemen
dalam POSC yaitu :
1. Perencanaan (planning)
2. Pengorganisasian (organizing)
3. Penyusunan Pegawai (staffing)
4. Pengawasan (controlling)39
Selanjutnya George R. Terry dalam Sutopo memberikan gambaran
yang lebih jelas tentang fungsi manajemen yang dikenal dengan POAC
yaitu:
1. Perencanaan (planning)
38 Selengkapnya di Sutopo,Administrasi Manajemen Dan Organisasi, Lembaga
Administrasi Negara RI, Jakarta 2001, hlm. 24
39 Sarwoto, op.cit, hlm. 24
26

2. Pengorganisasian (organizing)
3. Penggerakan (actuating)
4. Pengawasan (controlling)40
Dari beberapa rumusan tersebut oleh para ahli dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnnya rumusan tersebut hanya berkisar pada empat fungsi
sebagaimana yang dirumuskan oleh George R. Terry. Berikut ini penjelasan ke
empat fungsi tersebut.

2.1.2.1.

Perencanaan (Planning)

Perencanaan adalah fungsi yang sangat vital yang bukan hanya tugas
seorang pemimpin tetapi juga harus melibatkan setiap orang dalam sebuah
organisasi guna menentukan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara
mencapainya.
Sondang P. Siagian, menjelaskan bahwa: perencanaan (planning)
adalah keseluruhan proses perkiraan dan penentuan secara matang hal-hal
yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.41
Selanjutnya, M. Manulang mendefinisikan bahwa: perencanaan adalah
apa yang harus dicapai (penentuan waktu secara kuantitatif) dan bila hak itu

40 Sutopo, op.cit, hlm. 24


41 S.P. Siagian, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, 1984, hlm. 13
27

harus dicapai, dimana hal itu harus dicapai, bagaimana hal itu harus dicapai,
siapa yang bertanggung jawab, dan mengapa harus dicapai. 42
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa perencanaan merupakan
suatu proses perumusan tentang apa yang akan dilakukan dan dan
bagaimana pelaksanaannya.
2.1.2.2.

Pengorganisasian (Organizing)

S. P. Siagian mengemukakan bahwa: pengorganisasian adalah keseluruhan


proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab
dan wewenang yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang
dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian yang
telah ditentukan.43
Seteleh

perencanaan

dilakukan,

maka

fungsi

selanjutnya

adalah

pengorganisasian. Dari definisi diatas pengorganisasian merupakan suatu


proses pengaturan keseluruhan sumber daya dalam sebuah organisasi.
Pengaturan itu mencakup pembagian tugas, alat-alat, sumber daya manusia,
wewenang dan sebagainya untuk menghindari kesimpangsiuran dalam
pelaksanaan kegiatan. Fungsi ini lebih cenderung pada pengaturan kegiatan
administratif.
2.1.2.3.

Penggerakan (Actuating)

Menurut George R. Terry dalam Sarwoto yang dimaksud dengan


penggerakan adalah tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota
42 M. Manulang, op.cit, hlm. 25
43 Ibid, hlm. 116
28

suka berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran agar sesuai dengan


perencanaan dan usaha-usaha organisasi.44
Penggerakkan

atau

pelaksanaan

dilakukan

setelah

fungsi

perencanaan. Agar pelaksanaan berjalan sesuai dengan perencanaan maka


sangat ditekankan pada bagaimana cara/strategi seorang pemimpin dalam
menggerakkan pegawainya. Hal ini sangat penting untuk menghindari agar
bawahan tidak melaksanakan tugasnya di bawah tekanan atau paksaan tetapi
atas dasar pilihan sadar dengan penuh tanggungjawab.

2.1.2.4.

Pengawasan (Controlling)

Tanpa adanya fungsi pengawasan maka fungsi-fungsi yang lainnya


tidak akan berjalan efektif dan efisien karena pengawasan tidak hanya
berlangsung pada saat pelaksanaan tetapi juga pada saat perencanaan dan
pengorganisasian. Dan pada dasarnya dalam fungsi pengawasan juga
terdapat proses pengevaluasian untuk menjaga agar seluruh kegiatan tidak
melenceng dari tujuan yang ingin dicapai.
Pengawasan sangat penting untuk memastikan bahwa apa telah
dilaksanakan sesuai dengan rencana, penempatan orang-orangnya sudah
tepat (the right men in the right place) dan waktunya sudah sesuai. Jika belum
maka akan diadakan perbaikan agar tujuan dapat tercapai.

44 Sarwoto, op.cit, hlm. 30


29

Rekso

Hadiprojo

mengemukakan

bahwa

perencanaan

pada

hakekatnya merupakan usaha memberikan petunjuk pada para pelaksana


agar mereka selalu bertindak sesuai dengan perencanaan 45
Selanjutnya, menurut Susilo Martoyo, pengawasan adalah suatu proses
untuk menentukan apa yang harus dikerjakan, apa yang sedang dikerjakan,
nilai proses dan hasil pelaksanaan pekerjaan atau tugas, melakukan koreksikoreksi atas kesalahan-kesalahan atau sesuai rencana sebagainya. 46

2.2.

Kerangka Konsep
2.2.1. Konsep Peran
Atas dasar uraian di atas, peran DPPKAD Kabupaten Morowali di sini
ialah segala tindakan DPPKAD baik dalam bentuk kebijakan strategis,
kebijakan teknis ataupun peran dalam bentuk kerja sama dengan institusi
lain/SKPD pengelola PAD, yang terkait dengan pengelolaan PAD.
2.2.2. Konsep Keuangan Daerah
Keuangan daerah dapat diartikan sebagai: semua hak dan kewajiban
yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa
uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum
dimiliki/dikuasai oleh Negara atau Daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak

45 Dikutip dari Rekso Hadiprojo dalam Dasar-Dasar Manajemen, BPFE, Yogyakarta, 1993,
hlm. 53
46 Susilo Martoyo dalam Pengetahuan Dasar Manajemen Dan Kepemimpinan, BPFE,
Yogyakarta, 1988, hlm. 123
30

lain

sesuai

ketentuan/peraturan

perundang-undangan

yang

berlaku

(Mamaseh, 1995)47.
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daeah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan
uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut 48.
Semua hak yang dimaksud di sini adalah hak untuk memungut sumbersumber penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan/atau hak untuk menerima sumbersumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi
Khusus sesuai peraturan tang ditetapkan. Sedangkan semua kewajiban yang
dimaksud adalah kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk membayar
tagihan-tagihan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan fungsi
pemerintahan, infrastruktur, pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi.
Keuangan daerah memiliki ruang lingkup yang terdiri atas keuangan
daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Keuangan daerah yang dikelola langsung terdiri atas Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah.

47 Lihat, Halim dalam Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah, Penerbit
Salemba Empat, 2004, hlm 18-20
48 Lihat poin 6 Pasal 1 Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 10 Tahun 2009
Tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Morowali.
31

Kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah


(BUMD).
Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah.
Manajemen keuangan daerah adalah pengorganisasian dan pengelolaan
sumber-sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk
mencapai

tujuan

yang

dikehendaki

daerah

tersebut

49.

Alat

untuk

melaksanakan manajemen keuangan daerah disebut dengan tata usaha


daerah.
Menurut Mamaseh (1995), tata usaha keuangan daerah dibagi menjadi
dua golongan, yaitu tata usaha umum dan tata usaha keuangan. Tata usaha
umum menyangkut kegiatan surat-menyurat, mengagenda, mengekspedisi,
meyimpan surat-surat penting atau mengarsipkan serta kegiatan dokumentasi
lainnya. Sedangkan tata usaha keuangan pada intinya adalah tata buku yang
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang
keuangan

berdasarkan

prinsip-prinsip,

standar-standar

tertentu

serta

prosedur-prosedur tertentu sehigga dapat memberikan informasi aktual di


bidang keuangan.
Dalam penelitian ini, manajemen keuangan daerah dipersempit menjadi
pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD). Pengelolaan keuangan daerah
adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,

49 Lihat, Halim dalam Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah, Penerbit
Salemba Empat, 2004, hlm 20.
32

penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan


daerah50.
Penting untuk diketahui bahwa Pemegang Kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Daerah adalah Kepala Daerah yang karena jabatannya mempunyai
kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.
Kekuasaan pengelolaan keuangan Negara dari Presiden sebagian diserahkan
kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan

kekayaan

daerah

yang

dipisahkan.

Ketentuan

tersebut

berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah yaitu bahwa


gubernur/bupati/walikota

bertanggungjawab

atas

pengelolaan

keuangan

daerah sebagaio bagian dari kekuasaan pemerinah daerah 51.


Dalam menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah,
Kepala Daerah membentuk Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
(SKPKD). SKPKD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku
50 Lihat poin 7 (Pasal 1), poin 10, poin 13, poin 14, poin 15, poin 32m dan poin 61 Peraturan
Daerah Kabupaten Morowali Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pokok-pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah Kabupaten Morowali.
51Selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, Kepala Daerah
melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan daerah
kepada Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah, Kepala Satuan
Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), dan
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Barang
Dareah. Selengkapnya Lihat di Darise, Nurlan dalam PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH (Pedoman Untuk Eksekutif dan Legislatif, Rangkuman 7 UU, 30 PP dan 15
Permendagri). Penerbit Indeks Jakarta tahun 2009 edisi 2 hlm 30-33.
33

pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan


keuangan daerah. Selanjutnya, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)
adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya
disebut dengan kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah.
Bendahara Umum (BU) adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitasnya
sebagai Bendahara Umum Daerah.
Setiap tahun anggaran, ada yang disebut dengan Rencana Kerja dan
Anggaran yang disusun oleh setiap SKPD (RKA-SKPD). RKA-SKPD adalah
dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan,
rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan
sebagai dasar penyusunan APBD. RKA-SKPD ini kemudian dibahas pada saat
Musrembang lalu dibahas di DPRD untuk kemudian dibuatkan regulasi dalam
bentuk peraturan daerah (perda). Perda inilah yang kemudian menjadi acuan
dalam penuyusunan Domuken Pelaksanaan Anggaran (DPA).
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
(DPA-PPKD) adalah dokumen pelaksanaan anggaran badan pengelola
keuangan daerah selaku Bendahara Umum Daerah.
2.2.3. Konsep Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa
satu tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31

34

Desember52. APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah


yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD
terdiri

atas

anggaran

pendapatan,

anggaran

belanja,

dan

anggaran

pembiayaan. Anggaran pendapatan berasal dari Pendapatan Asli Daerah,


Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan.
Sebelum menjadi APBD, berbentuk RAPBD. RAPBD dibahas di DPRD
untuk kemudian dibuatkan regulasi dalam bentuk peraturan daerah tentang
APBD53. ABPD ini adalah akumulasi dari seluruh RKA setiap SKPD dalam satu
tahun anggaran pemerintah daerah. Inilah yang menjadi acuan seluruh
instansi pemerintah daerah dalam menjalankan urusan pemerintahan sesuai
dengan kewenangan masing-masing instansi/SKPD baik itu dalam hal
pendapatan untuk SKPD pengelola teknis dalam pemungutan PAD, maupun
urusan belanja dan pembiayaan.
2.2.4. Konsep Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Otonomi
kemandirian

daerah

daerah.

perlu

Untuk

diwujudkan
mewujudkan

dalam
otonomi

rangka
daerah

mewujudkan
dibutuhkan

kecerdasan untuk mengelola segala potensi yang dimiliki daerah untuk


mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pegelolaan itu mencakup Sumber
Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA). SDM berkaitan erat
52 Lihat Pasal 1 poin 17 dan Pasal 70, dan Pasal 179 UU No 12 Tahun 2008.
53 Lihat Lampiran 13 tentang Perda ABPD Kabupaten Morowali tahun 2008-2011.
35

dengan pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan, informasi dan


keterampilan. Sedangkan SDA mencakup segala kekayaan alam yang dimiliki
suatu daerah. Dalam hubungannya dengan peningkatan PAD, kehandalan
SDM dan kekayaan SDA suatu daerah sangat diperlukan. SDA yang didukung
dengan SDA yang memadai untuk mengelola kekayaan yang dimiliki daerah
akan melahirkan daerah dengan PAD yang baik.
Merujuk pada UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, penerimaan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan
pembiayaan. Pendapatan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan dan lain-lain pendapata. Pembiayaan bersumber dari sisa lebih
perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan
daerah dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Sedangkan
Pendapatan Asli Daerah

(PAD) sendiri bersumber dari Pajak Daerah,

Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan


Lain-lain PAD yang Sah54. Artinya, PAD adalah pendapatan tetap pemerintah
daerah dari berbagai

sumber yang ditetapkan dalam peraturan daerah

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Senada dengan


itu, Halim (2004:67) menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli

54 Lebih lengkapnya buka Pasal 5 Ayat (1), (2) dan (3) dan Pasal 6 Ayat (1) dan (2) UU No
33 Tahun 2004 tentang Perimbangn Keuangan Antara Pemerinntah Pusat dengan
Pemerintah Daerah.
36

daerah. Lebih jauh, Yani (2002:106)55 menyatakan bahwa ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan PAD diantaranya:
1. Memberikan peluang kepada masyarakat untuk memberikan usaha yang
dapat meningkatkan pendapatan daerah.
2. Adanya dukungan dan dorongan dari pihak pemerintah untuk mencari dan
menggali sumber-sumber PAD yang ada di daerah.
3. Membuka peluang yang seluas-luasnya untuk melakukan berbbagai
hubungan kemitraan dengan semua pihak baik swasta, investor dan
kalangan pengusaha dalam memperoleh pendapatan.
Senada dengan hal itu, Soedjamanto (1999;72) mengemukakan:
PAD merupakan potensi yang sangat kuat didalam meningkatkan taraf
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang diperoleh dari berbagai
pencarian

dan

pengalian

sumber-sumber

dana

daerah

yang

pengelolaannya dapat dilakukan oleh semua pihak yang ada di daerah,


baik pemerintah, swasta, pengusaha dan lainnya.
Sehubungan dengan itu, kebijakan keuangan daerah dengan kebijakan
keuangan negara perlu disinkronkan karena saling berhubungan erat.
Hubungan tersebut tidak hanya bersifat keuangan, tetapi juga berhubungan
dengan faktor-faktor lain seperti penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Oleh karena itu diperlukan perencanaan. Perencanaan PAD perlu dilakukan
dengan penuh perhitungan dan pertimbangan yang matang, cepat dan tepat

55 Dikutip dari Tesis Charles N Toha, 2010, Universitas Tadulako Palu, Analisis Implementasi
Kebijakan Retribusi Pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Morowali.
37

serta mempermudah tercapainya tujuan,

dengan tetap memperhitungkan

resikonya.
Pada dasarnya, setiap pemerintah daerah selalu berupaya seoptimal
mungkin untuk memperbaharui manajemen pengelolaan PAD mengingat PAD
adalah cerminan pendapatan masyarakat suatu daerah. Selain itu, pemerintah
daerah akan dianggap gagal jika hanya mengandalkan bantuan keuangan dari
pemerintah pusat. Untuk itu perlu adanya rumusan strategi bagi pemerintah
daerah dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah. Pemerintah
daerah harus lebih cerdas mengidentifikasi titik-titik yang berpotensi
meningkatkan
mempengaruhi

PAD.

Meningkatnya

pertumbuhan

pendapatan

ekonomi

dan

masyarakat

kesejahteraan

jelas

sekaligus

berpengaruh pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Peningkatan PAD


tidak terlepas dari kemampuan pemerintah dalam membina masyarakat dan
unsur swasta dalam mewujudkan berbagai bidang usaha, yang pada
gilirannya berperan besar dalam pemasukkan di kas daerah.
2.2.4.1.

Pajak Daerah

Menurut Sunarto (2005:15), pajak daerah merupakan pajak yang


dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang
berguna untuk menunjang penerimaan

pendapatan asli daerah dan hasil

penerimaan tersebut masuk di dalam APBD.


Berdasarkan UU No 34 Tahun 2000, dari segi kewenangan pemungutan
pajak atas objek pajak di daerah, dibagi atas dua hal yaitu pajak daerah yang
38

dipungut oleh pemerintah provinsi dan pajak daerah yang dipungut oleh
pemerintah Kabupaten atau kota.
Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah Provinsi adalah pajak yang
kewenangan pungutannya terdapat pada pemerintah daerah provinsi. Pajak
provinsi terbagi atas beberapa jenis yaitu, pajak Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di
Atas Air, pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah Kabupaten/kota adalah
pajak yang kewenangan pemungutan ada pada pemerintah daerah kabupaten
atau kota. Berdasarkan UU Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah, jenis
pajak kabupaten atau kota ditetapkan sebanyak tujuh, yaitu pajak Hotel, pajak
Restoran, pajak Hiburan, pajak Reklame, pajak Penerangan Jalan, pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan pajak Parkir 56. Namun dalam
penelitian dibatasi hanya pada pajak daerah Kabupaten.
Selain itu, kehadiran Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah membuka peluang sebesar-besarnya
kepada daerah untuk meningkatkan PAD. Ada pajak-pajak baru yang
kewenangan pemungutannya diserahkan kepada daerah kabupaten sebagai
sumber penerimaaan PAD

bagi pemerintah daerah. Pajak-pajak baru yang

56 UU No 34 Tahun 2000 ini adalah pengganti UU No 18 Tahun 1997. UU No 34 Tahun 2000


kemudian diganti dengan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pencantuman UU No 34 Tahun 2000 dalam tulisan ini karena dianggap masih relevan dan
tidak bertentangan dengan UU No 28 Tahun 2009.
39

sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah pusat itu terdiri dari pajak bumi
dan bangunan (PBB) perdesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan (BPHTB).
2.2.4.2.

Retribusi Daerah

Selain

pajak

daerah,

penerimaan

pemerintah

daerah

yang

diperuntukkan dalam peyelenggaraan urusan pemerintah daerah berasal dari


retribusi daerah.

Namun, untuk retribusi tiap daerah memiliki potensi yang

berbeda satu sama lain, untuk itu pemerintah daerah harus dapat melihat
peluang apa saja yang dapat dilakukan dalam menggali penerimaan dari
retribusi untuk menunjang penerimaan.
Menurut Siahaan (2005:5), retribusi adalah pembayaran wajib dari
penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh
negara bagi penduduknya secara perorangan. Namun tidak semua jasa yang
diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya. Tetapi, hanya
jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial-ekonomi layak
dijadikan sebagai objek retribusi.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pungutan daerah dalam bentuk retribusi
digolongkan menjadi tiga, yaitu golongan retribusi jasa umum, retribusi jasa
usaha dan retribusi perizinan tertentu.
Retribusi jasa umum terdiri dari 14 jenis retribusi, retribusi jasa usaha 11
jenis dan retribusi perizinan tertentu ada 4 jenis yaitu izin mendirikan bangunan
40

(IMB), izin tempat penjualan minuman beralkohol, izin gangguan (HO), izin
trayek dan izin usaha perikanan.
Jelas bahwa jenis pajak daerah dibatasi. Sedangkan untuk retribusi
daerah masih dimungkinkan jenis lain apabila ditetapkan dalam peraturan
pemerintah (PP). Khususnya retribusi perizinan tertentu, berdasarkan pasal
150 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, jenis retribusi selain yang
ditetapkan itu masih memungkinkan untuk menetapkan jenis retribusi lain
sepanjang memenuhi kriteria.
Kriteria yang dimaksud yaitu perizinan tersebut termasuk kewenangan
pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas
desentralisasi, perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi
kepentingan

umum,

dan

biaya

yang

menjadi

beban

daerah

dalam

penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulanginya dampak


negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari
retribusi, ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2.2.4.3.

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Penerimaan pendapatan daerah dari pengelolaan kekayaan daerah


yang dipisahkan ialah penerimaan pendapatan yang berasal dari laba BUMD
dan hasil kerja sama pemerintah daerah dengan pihak ketiga. Jenis hasil

41

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan jika dirinci menurut objek


pendapatan mencakup57:

bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

daerah/BUMD
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

pemerintah/BUMN
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta

2.2.4.4.

atau kelompok usaha masyarakat.


Lain-lain PAD yang sah

Penerimaan pendapatan daerah yang terakhir ialah melalui pendapatan


lain-lain daerah yang sah58, yakni meliputi:

Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan


Jasa giro
Pendapatan bunga
Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau jasa oleh Daerah.

57 Lihat, Pasal 26 ayat 3 Permendagri No 59 Tahun 2007 (Perubahan Permendagri No 13


Tahun 2006) tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
58 Lihat, Pasal 6 ayat 2 UU No 33 Tahun 2004.
42

P
EE

N
D

L R
A
E
AA
A

RR
A

E
N

A
T
((

11

EE

A
G
))

Gambar 2.1.
Bagan Indikator Pengelolaan PAD

2.3.

Hasil Penelitian yang Relevan


Penelitian ini bukanlah yang pertama. Beberapa peneliti sebelumnya telah

mengangkat topik/objek penelitian yang sama dengan topik/objek penelitian penulis.


Dari hasil kegiatan pra penelitian, penulis menemukan informasi bahwa ada
beberapa orang peneliti sebelumnya yang telah melakukan penelitian di DPPKAD
Kabupaten Morowali dalam jarak waktu yang relatif berdekatan yaitu tahun 2010 dan
2011 dengan topik/objek penelitian yang hampir sama sebagaimana yang penulis
uraikan di bawah ini. Hasil-hasil penelitian itu penulis jadikan sebagai rujukan untuk
menambah referensi dan memperkaya analisis. Berikut ini adalah beberapa hasil
penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan erat dengan objek penelitian
penulis.

43

Pertama, laporan Akhir Program D4 Keuangan Daerah, Implementasi


Kebijakan Pengelolaan Retribusi Pasar dalam Meningkatkan PAD di Kabupaten
Banggai Provinsi Sulawesi Tengah oleh Syamsul Bahri Lanta dari IPDN. Dari hasil
analisis dan pembahasan yang dilakukan penulis, diperoleh suatu gambaran umum
bahwa pelaksanaan kebijakan pengelolaan retribusi pasar sebagai salah satu
komponen PAD di Kabupaten Banggai sudah cukup baik. Dari distribusi jawaban
responden/masyarakat terhadap sub variabel (dimensi tujuan kebijakan) yang
dilakukan menunjukkan bahwa dimensi tujuan kebijakan belum berjalan sesuai yang
diharapkan. Penyebabnya, masyarakat/pedagang sebagai pihak yang menggunakan
jasa pasar belum mengetahui secara jelas tujuan dari program. Komunikasi antara
pelaksana kebijakan dengan sasaran kebijakan kurang baik. Petugas pemungut
dalam menyampaian informasi ataupun kegiatan sosialisasi program tidak berjalan
sesuai yang diharapkan.
Oleh karena itu, penulis menyarankan agar Pemerintah Daerah harus
menyikapi kondisi ini dengan melakukan sosialisasi program kepada masyarakat
tentang penjelasan tujuan dari program raining of trainers (ToT) yakni peningkatan
keterampilan dan pengetahuan, sehingga dapat mengoptimalkan penarikan retribusi
dengan baik sebagai salah satu komponen PAD.
Kedua, laporan Penelitian Lembaga Pusat Pengkajian Kebijakan dan Otonomi
Daerah, Optimalisasi Pengelolaan Sumber-Sumber PAD Kabupaten Morowali oleh
Drs Darwis, M.Si dkk. Dari hasil penelitian itu menunjukkan bahwa potensi retribusi
pasar cukup besar sementara realisasi penerimaan retribusi ini masih kecil. Oleh

44

karena itu, penulis menyarankan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan retribusi pasar guna meningkatkan penerimaan PAD yaitu:
a. peningkatan perencanaan, koordinasi, pengawasan;
b. peningkatan kualitas (pengetahuan dan keterampilan) pengelola retribusi
pasar untuk membangun kreativitas pengelola pasar yang professional di
masa yang akan datang;
c. pengelolaan

retribusi

pasar

diserahkan

ke

aparatur

pemerintah

Kecamatan;
d. kelengkapan fasilitas pasar seperti air dan penerangan yang memadai;
e. mengoptimalkan potensi-potensi pasar seperti lahan, petak dan pelataran;
f. memperbaiki penataan pasar sehingga nyaman dan indah.
Ketiga, laporan Penelitian PT Esa Pratama Cipta Celebes Konsultan,
Optimalisasi Pengelolaan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten
Morowali oleh Konsultan Manajemen Perencanaan. Hasil penelitian itu menunjukkan
bahwa optimalisasi pengelolaan

retribusi pasar terutama dalam hal pemungutan

retribusi pasar sangat perlu dilakukan mengingat nilai pemasukan dari sektor retribusi
pasar bagi PAD cukup besar. Dari hasil survey lapangan diperoleh data bahwa
sebagian besar pasar tradisonal yang bersifat swabangun maupun pasar inpres
(pasar permanen) yang dibangun oleh pemerintah belum cukup memadai. Hal ini
sangat mempengaruhi pengelolaan pungutan retribusi. Akibatnya, di beberapa pasar,
pungutan retribusi pasar tidak dilakukan secara rutin, bahkan ada beberapa
pedagang yang tidak dikenakan biaya retribusi tempat berjualan. Selain itu, di
beberapa pasar tradisonal tidak dikenakan pungutan apa pun.

45

Keempat, hasil penelitian untuk penyusunan Tesis, Analisis Implementasi


Kebijakan Retribusi Pasar Terhadap

Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten

Morowali oleh Charles N Toha dari Universitas Tadulako Palu tahun 2010.
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengungkapkan bahwa hampir sebagian
besar aparat pemungut retribusi pasar belum maksimal

melaksanakan tugasnya

dengan baik. Hal ini disebabkan antara lain masih minimnya pengetahuan petugas
dan tingkat pendidikan rata-rata masih SLTA bahkan ada yang SLTP, kurangnya
dukungan dana operasional serta tidak adanya pemberian insentif. Kondisi ini
mengakibatkan semakin lemahnya mental aparat pelaksana karena apa yang harus
dikerjakan tidak akan sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Ini berarti
bahwa pelaksanaan kebijakan retribusi pasar dalam meningkatkan pendapatan asli
daerah belum baik.
Sehubungan dengan hal itu, Charles menyarankan kepada

pemerintah

bahwa dalam rangka peningkatan PAD perlu adanya pemberian insentif serta
dukungan dana operasional, sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat
meningkatkan kinerja. Selain itu, menurutnya, dalam proses pemungutan retribusi
daerah, utamanya retribusi pasar yang harus dilakukan oleh aparat Dinas PPKAD
Kabupaten Morowali, adalah:
a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi daerah;
b. melakukan intensifikasi data melalui pemutakhiran data;
c. frekuensi jam kerja pemungutan ditingkatkan/ditambah;
d. setiap bulan secara periodik mengadakan evaluasi permasalahan dan
hambatan yang terjadi dilapangan, dan

46

e. mengubah Perda yang sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang dan
meningkatkan kesejahteraan aparat pemungut.
Keenam, hasil penelitian untuk Skripsi, Optimalisasi Pengelolaan Pendapatan
Asli Daerah Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Morowali oleh Rena Kamaruddin Program Studi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako tahun 2011. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan satu variabel yaitu, optimalisasi pengelolaan
PAD dengan indikatornya yaitu perencanaan pemerintah setempat, kerjasama yang
dilakukan, pelaksanaan dan pengawasan dari pemerintah daerah. Indikator ini
dirumuskan dengan menggunakan teori manajemen G.R. Terry.
Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, Rena menemukan fakta
bahwa, dalam penentuan target PAD diperoleh gambaran bahwa pelaksanaan
perencanaan penentuan target yang terkait dalam pengelolaan pendapatan asli
daerah sudah sesuai dengan data potensi sumber PAD. Dari 10 responden 4 orang
atau 40% menyatakan sesuai, 3 orang atau 30% menyatakan cukup sesuai dan 3
orang atau 30% menyatakan kurang sesuai karena aparatur DPPKAD sendiri turun
langsung mencari informasi. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan dalam
perencanaan penentuan target PAD Kabupaten Morowali masih belum sesuai.
Setelah melakukan pembahasan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk
dimasukkan ke dalam RAPBD dan dibahas oleh DPRD untuk menjadi APBD masih
terdapat perubahan anggaran dari target yang telah ditentukan. Menurut Rena, hal ini
menunjukkan bahwa proses pengumpulan atau penyampaian informasi/data

47

mengenai potensi penerimaan PAD masih belum begitu akurat sehingga penentuan
perencanaan target PAD tidak didasarkan pada data yang ril.
Dari

indikator kerjasama, Rena

mengungkapkan

bahwa

pelaksanaan

hubungan kerjasama yang dilakukan oleh DPPKAD dengan isntansi pemerintah yang
lain dalam rangka meningkatkan penerimaan PAD Kabupaten Morowali adalah baik.
Dari 10 responden 6 orang atau 60% menyatakan baik, 3 orang atau 30%
menyatakan cukup baik dan 1 orang atau 10% menyatakan kurang baik.
Bentuk kerjasama yang dilakukan DPPKAD dengan instansi pemerintah yang
lain misalkan penyampaian laporan data realisasi pendapatan daerah dari SKPD
maupun UPTD melalui rapat evaluasi terhadap realisasi pendapatan yang dilakukan
per 3 bulan, yang dilanjutkan dengan monitoring bersama terhadap hasil evaluasi
pendapatan. Selain itu Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
juga melakukan hubungan kerjasama dengan dinas lain melalui penagihan secara
tim terhadap objek-objek yang berpotensi besar misalkan dalam penagihan pajak
terhadap perusahaan-perusahaan pertambangan yang ada di Kabupaten Morowali.
Sehingga dapat disimpulkan hubungan kerjasama yang dilakukan dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dengan dinas-dinas lain sudah baik.
Dari indikator Pelaksanaan, Rena menemukan bahwa prosedur pelaksanaan
penerimaan dan penyetoran PAD sudah baik. Dari 10 responden 5 orang atau 50%
menyatakan baik. 1 orang atau 10% menyatakan sangat baik dan 4 orang atau 40%
menyatakan cukup baik.

48

Dari indikator Pengawasan, ditemukan bahwa tingkat pengawasan dalam


pengelolaan PAD pada DPPKAD cukup baik. Dari 10 responden 7 orang atau 70%
menyatakan cukup diawasi, 1 orang atau 10% menyatakan diawasi dan 2 orang atau
20% menyatakan kurang diawasi. Bentuk pengawasan yang dilakukan seperti rapat
evaluasi yang dilakukan per 3 bulan bersama SKPD dan UPTD serta membahas
kendala-kendala yang didapatkan dilapangan apabila hasil yang dicapai tidak
mencapai target.
Bentuk pengawasannya juga dilakukan melalui penyetoran langsung hasil
penerimaan ke rekening PAD Kabupaten Morowali dan setiap hasil setoran tersebut
juga akan dibahas dalam rapat evaluasi, sehingga dalam bentuk pengawasan seperti
diatas akan dapat menghasilkan kemungkinan terjadinya kecurangan sangat kecil.
Akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, belum ada transparansi
pemanfaatan atas hasil PAD tersebut walaupun pengawasan pengelolaannya sudah
dilakukan seoptimal mungkin. Dapat dilihat dari hasil pembangunan Kabupaten
Morowali yang masih belum begitu nampak maksimal, baik pembangunan fisik
maupun

pembangunan

sumber

daya

manusianya.

Selain

itu,

Rena

juga

mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi dalam optimalisasi pengelolaan


PAD yakni aktualisasi data, sumber daya pengelola dan tingkat kesadaran
masyarakat. Data potensi penerimaan PAD Kabupaten Morowali masih belum akurat,
kebanyakan masih merupakan data yang lama. Akibatnya, dalam perencanaan
penentuan target PAD Kabupaten Morowali masih terdapat perubahan anggaran dari
target yang telah ditentukan.

49

Faktor personil atau sumber daya pengelola yang masih rendah. Ini nampak
dari tingkat pendidikan aparatur DPPKAD dari jumlah pegawai yang berpendidikan
setingkat SMA 62,5 % atau 130 orang dari pegawai keseluruhan DPPKAD. Oleh
karena itu, DPPKAD telah mengupayakan melakukan pelatihan-pelatihan kepada
semua pegawainya. Dari segi tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak
dan retribusi,juga masih sangat rendah. Dapat terlihat dari 91.839 Wajib Pajak
Kabupaten Morowali yang membayar hanya 81.747 Wajib Pajak. Hal ini dikarenakan
masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan DPPKAD kepada masyarakat.

Landasan Hukum:
1. UUD RI 1945
2. UU No 12/2008
3. UU No 33/2004

4. UU No 28/2009
5. Perda Kab. Morowali No 10/2009
6. Perbup Morowali No 14/2008

Pengelolaan
PAD

Landasan Teori
1. Role Theory
2. POACE

Indkator Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD:


1. Perencanaan Target
2. Pelaksanaan Pemungutan
3. Pengawasan Penatausahaan
4. Pelaporan
Faktor-faktor
yang dan Evaluasi Realisasi PAD
Gambar
mempengaruhi: 2.2.
Bagan Kerangka Konsep
pendukung
BAB III
penghambat

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


3.1.

Keadaan Geografis
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun 1999, Kabupaten Morowali

merupakan salah satu daerah otonom yang terbentuk bersama dua kabupaten

50

lainnya di Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Buol dan Kabupaten Banggai


Kepulauan.
Kabupaten ini sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Poso.
Wilayahnya membentang dari arah tenggara ke barat dan melebar ke bagian timur
serta berada di daratan Pulau Sulawesi dan wilayah lainnya terdiri dari pulau-pulau
kecil. Bagian paling utara terdapat wilayah Kecamatan Mamosalato dan Bungku
Utara, di bagian paling selatan terdapat wilayah Kecamatan Menui Kepualauan, yang
terdiri dari beberapa pulau besar dan pulau kecil. Sedangkan di bagian timur adalah
perairan Teluk Tolo serta bagian paling barat terdapat wilayah Kecamatan Moro Atas.
Dilihat dari posisi di permukaan bumi, wilayah Kabuapten Morowali terletak
pada pesisir pantai di perairan Teluk Tomori dan Teluk Tolo, serta kawasan lainnya
terletak di kawasan hutan dan lembah pegunungan.
Pada tahun 2004, Kabupaten Morowali mengalami pemekaran sehingga
Kecamatan yang semula berjumlah 10 menjadi 13 Kecamatan dan pada tahun 2009
bertambah lagi satu Kecamatan sehingga berjumlah 14 Kecamatan 59. Kecamatan
Bungku Utara dimekarkan menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Bungku Utara
dan Kecamatan Mamosalato. Bungku Barat dimekarkan menjadi tiga kecamatan
yaitu Kecamatan Bungku Barat, Bumi Raya, dan Wita Ponda. Mori Atas dimekarkan
menjadi Kecamatan Mori Atas dan Mori Utara. Kemudian tahun 2011 bertambah
menjadi 18 Kecamatan dengan tambahan Kecamatan Bungku Pesisir dengan Ibu
Kota Lafeu, Kecamatan Bungku Timur dengan Ibu Kota Kolono, Kecamatan Petasia
Timur dengan Ibu Kota Bungintimbe, dan Kecamatan Lembo Raya dengan Ibu Kota
Petumbea60.
3.1.1. Batas dan Luas Wilayah

59 Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.


51

Secara administratif, Kabupaten Morowali memiliki batas-batas wilayah


sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Tojo Una-Una
Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara

dan Sulawesi Selatan


Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Banggai dan

Perairan Teluk Tolo


Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Propinsi Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Tojo Una-Una.
Belahan utara wilayah ini terdiri dari Kecamatan Mamosalato, Bungku
Utara, Petasia, dan Soyo Jaya. Belahan Selatan terdiri dari Kecamatan
Menui Kepulauan, Bungku Selatan dan Bahodopi. Di belahan barat terdapat
Kecamatan Lembo dan Moro Atas. Sedangkan di belahan timur terdapat
Kecamatan Bungku Tengah, Bungku Barat, Bumi Raya, dan Witaponda.
Luas daratan Kabupaten Morowali kurang lebih 15.490,12 km 2 atau

sekitar 22,77 % dari luas daratan Propinsi Sulawesi Tengah. Luas wilayah
Kabupaten Morowali menempati urutan pertama bila dibandingkan dengan
luas daratan kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Tengah. Perhatikan tabel
berikut:
Tabel 3.1.
Perbandingan Luas Daratan Kabupaten Morowali dengan Kabupaten/Kota lainnya di Sulawesi
Tengah, Tahun 2010
No

Kabupaten/Kota

Luas (km2)

Persentas

60 Data ini penulis peroleh dari diskusi dengan pegawai BPS. Empat kecamatan tersebut
belum diinput dalam data Morowali Dalam Angka 2011 karena masih menggunakan data
2010. Sedangkan buku Morowali Dalam Angka 2012 belum diterbitkan karena datanya
belum rampung.
52

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Banggai Kepulauan
Banggai
Morowali
Poso
Tojo Una-Una
Donggala61
Parigi Moutong
Toil-Toli
Buol
Palu

3.214,46
9.672, 70
15.490,12
8.712,25
5.721,51
10.471,71
6.231,85
4.079,77
4.043,57
395,06

e
4,73
14,22
22,77
12,81
8,41
15,39
9,16
6,00
5,94
0,58

Sulawesi Tengah
68.033,00
100,00
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali

Wilayah Kabupaten Morowali terdiri dari 18 Kecamatan dengan wilayah


daratan yang terluas adalah Kecamatan Bungku Utara yaitu 2.406,79 km 2 atau
15,54 % dari luas daratan Kabupaten Morowali. Wilayah daratan terkecil
adalah Menui Kepulaun dengan luas 223,63 km 2 atau 1,44 % dari total luas
daratan Kabupaten Morowali. Perhatikan tabel berikut ini.
Tabel 3.2.
Luas Wilayah Daratan Kabupaten Morowali menurut Kecamatan, 2010
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kecamatan

Luas (km2)

Persentase

Menui Kepulaun
Bungku Selatan
Bahodopi
Bungku Tengah
Bungku Barat
Bumi Raya
Witaponda
Lembo
Mori Atas
Mori Utara
Petasia
Soyo Jaya
Bungku Utara
Mamosalato

223,63
1.271,19
1.080,98
1.112,80
758,93
504,77
519,70
1.332,84
1.508,81
1.048,93
1.635,24
605,51
2.406,79
1.480,00

1,44
8,21
6,98
7,18
4,90
3,26
3,36
8,60
9,79
6,77
10,56
3,91
15,54
9,55

Kabupaten Morowali
15.490,12
100,00
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.

61 Termasuk luas wilayah Kabuapten Sigi.


53

Hingga akhir tahun 2010, Kabupaten Morowali terdiri dari 240 Desa
dengan

topografi

169

desa/kelurahan

berupa

tanah

datar

dan

71

desa/kelurahan berupa perbukitan. Secara geografis, 132 desa di antaranya


berbatasan dengan pantai, 14 desa terletak di sekitar daerah aliran
sungai/lembah, 29 desa berada di daerah perbukitan/lereng dan 65 desa
lainnya terletak di daerah daratan. Lihat tabel 3.3.
3.1.2. Letak dan Jarak Tempat
Kabupaten Morowali terletak antara 01 03112 LS dan 0304648 LS serta
antara 12100224 BT dan 12301536 BT. Pada saat dibentuk, ibukota
Kabupaten Morowali bertempat di Kolonodale. Namun berdasarkan UU No 51
tahun 1999, ibukota definitif, yakni di Bungku (Bungku Tengah) telah
difungsikan kembali. Bungku berbatasan dengan Perairan Teluk Tolo sehingga
dapat dicapai melalui laut, darat, atau kombinasi keduanya sesuai dengan
keadaan geografis wilayah lainnya. Jarak antara Bungku dengan ibukota
kecamatan baik melalui darat maupun laut dapat dilihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.3.
Banyaknya Desa menurut Kecamatan dan Letak Geografis, 2010
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kecamatan

Pantai

Lembah/DAS

Menui Kepulaun
Bungku Selatan
Bahodopi
Bungku Tengah
Bungku Barat
Bumi Raya
Witaponda
Lembo
Mori Atas
Mori Utara
Petasia
Soyo Jaya
Bungku Utara

19
32
10
23
9
5
4
13
3
8

3
2
4
1
-

Lereng/Punggun
g Bukit
1
1
3
7
4
2
2
5
2

Dataran

Jumlah

2
5
1
5
5
14
6
6
9
10

19
33
12
29
10
13
9
24
12
8
28
9
20

54

14

No

Mamosalato
6
4
2
2
Kabupaten
132
14
29
65
Morowali
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.

Ibu Kota
Kabupaten
Bungku

10

11

13

14

3.2.

14
240

Tabel 3.4.
Jarak Ibu Kota Kabupaten dengan Ibu Kota Kecamatan
Kecamatan/Ibu
Jarak Melalui
Ditempuh dengan
Darat
(Km)
Laut
(Mil)
Kota
Kedaraan
Menui Kepulaun/
99
Laut
Ulunambo

64
Darat+Laut
Bungku Selatan/
44
Laut
Kaleroang

Darat+Laut
Bahodopi/
41
Darat
Bahodopi
Bungku Tengah/
0
0
Darat
Bungku
Laut
Tabel 3.4. (lanjutan)

Bungku Barat/
27
Darat
Wosu
Bumi Raya/
48
Darat
Bahonsuai
Witaponda/
61
Darat
Lantula Jaya
Limbo/
149
Darat
Beteleme
Mori Atas/
200
Darat
Tomata
Mori Utara/
221
Darat
Mayumba
Petasia/
115
Darat
Kolonodale
Soyo Jaya/
115
15
Darat+Laut
Lembasumara
Bungku Utara/
115
45
Darat+Laut
Baturube
Mamosalato/
161
45
Darat/Laut
Tanasumpu
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.

Keadaan Demografis
3.2.1. Persebaran dan Kepadatan Penduduk
Dari hasil registrasi penduduk dan juga hasil Sensus Penduduk
(SP2010) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Morowali setiap

55

tahunnya selalu bertambah. Jumlah penduduk Kabupaten Morowali tahun 2004


tercatat 166.477 jiwa, tahun 2005 tercatat 170.200 jiwa, tahun 2006 tercatat
178.328 jiwa, tahun 2007 tercatat 190.012 jiwa, tahun 2008 tercatat 198.998
jiwa, pada akhir tahun 2009 tercatat 203.864 jiwa, dan pada saat Sensus
Penduduk 2010 tercatat sebesar 206.322 jiwa. Ditinjau dari jenis kelaminnya,
pada akhir tahun 2009 jumlah laki-laki lebih besar dari pada perempuan yaitu
104.074 jiwa dibanding 99.790 jiwa dengan rasio jenis kelamin 104,29. Pada
tahun 2010 jumlah laki-laki 107.006 jiwa sedangkan perempuan berjumlah
99.316 jiwa dengan rasio jenis kelamin 107,74. Perhatikan tabel berikut ini.
Tabel 3.5.
Jumlah Penduduk menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin, 2007-2010 62
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kecamatan

Laki-laki

Perempuan

Menui Kepulaun
Bungku Selatan
Bahodopi
Bungku Tengah
Bungku Barat
Bumi Raya
Witaponda
Lembo
Mori Atas
Mori Utara
Petasia
Soyo Jaya
Bungku Utara
Mamosalato
Kabupaten Morowali
2010
2009
2008
2007

5.920
8.677
3.508
14.242
5.321
5.960
8.820
10.677
5.540
3.627
17.556
4.281
7.569
5.308

6.144
8.596
3.086
13.532
4.772
5.528
8.122
9.623
4.878
3.192
16.149
3.603
7.130
4.961

Rasio Jenis
Kelamin
96,35
100,94
113,67
105,25
111,50
107,81
108,59
110,95
113,57
113,63
108,71
118,82
106,16
106,99

107.006
104.074
101.481
97.349

99.316
99.790
97.517
92.680

107,74
104,29
104,06
105,02

62 Sumber: Registrasi Penduduk 2006-2009/Population Registration 2006-2009 Sensus


Penduduk 2010/Popuation Census 2010.
56

Penduduk Morowali tahun 2010 saat Sensus Penduduk 2010 tersebar


di 14 kecamatan dengan penduduk terbanyak berada di Kecamatan Petasia
dengan jumlah 33.705 jiwa atau sekitar 16,34% dari total penduduk.
Sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Bohodopi dengan
jumlah 6.594 jiwa atau sekitar 3,20% dari total penduduk.

Tabel 3.6.
Penyebaran Penduduk Menurut Kecamatan, 2007-2010
No

Kecamatan

Jumlah Penduduk

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Menui Kepulaun
Bungku Selatan
Bahodopi
Bungku Tengah
Bungku Barat
Bumi Raya
Witaponda
Lembo
Mori Atas
Mori Utara
Petasia
Soyo Jaya
Bungku Utara
Mamosalato
Kabupaten
Morowali
2010
2009
2008
2007

12.064
17.273
6.594
27.774
10.093
11.488
16.942
20.300
10.418
6.819
33.705
7.884
14.699
10.269

% terhadap
penduduk
kabupaten
5,85
8,37
3,20
13,46
4,89
5,57
8,21
9,84
5,05
3,31
16,34
3,82
7,12
4,98

206.322
203.864
198.998
190.012

100,00
100,00
100,00
100,00

Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.

Pada akhir tahun 2010 di Kabupaten Morowali terdapat 50.747 rumah


tangga/KK, sehingga rata-rata jumlah penduduk setiap rumah tangga/KK
adalah 4 jiwa per rumah tangga/KK.

57

Dari

segi

kepadatan

penduduk,

Kecamatan

Menui

Kepulauan

merupakan daerah terpadat yaitu 54 jiwa/ per km 2 dan dua kecamatan lain
yakni Kecamatan Bungku Utara dan Kecamatan Bahodopi dengan kepadatan
paling rendah yaitu 6 jiwa per km 2. Secara umum kepadatan penduduk di
Morowali pada tahun 2010 sebesar 13 jiwa.km 2.

Tabel 3.7.
Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan, 2007-2011
No

Kecamatan

Jumlah
Penduduk

Luas
Wilayah

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Menui Kepulaun
Bungku Selatan
Bahodopi
Bungku Tengah
Bungku Barat
Bumi Raya
Witaponda
Lembo
Mori Atas
Mori Utara
Petasia
Soyo Jaya
Bungku Utara
Mamosalato
Kabupaten
Morowali

12.064
17.273
6.594
27.774
10.093
11.488
16.942
20.300
10.418
6.819
33.705
7.884
14.699
10.269

223,63
1.271,19
1.080,98
1.112,80
758,93
504,77
519,70
1.332,84
1.508,81
1.048,93
1.635,24
605,51
2.406,79
1.480,00

Kepadatan Penduduk
Per km2
54
14
6
25
13
23
33
15
7
7
21
13
6
7

2010
2009
2008
2007

206.322
203.864
198.998
190.012

15.490,12
15.490,12
15.490,12
15.490,12

13
13
13
12

Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.

3.2.2. Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Pengangguran sebagai salah satu masalah yang ditimbulkan dalan
dunia ketenagakerjaan sudah menjadi masalah nasional yang hingga kini
masih sulit pemecahannya. Dalam teorinya, masalah ini terjadi karena adanya
ketidakseimbangan

antara

pertumbuhan

penduduk

yang

pesat

yang
58

berpengaruh pada pertambahan jumlah pencari kerja setiap tahun dengan


jumlah lapangan kerja yang tersedia. Di Kabupaten Morowali berdasarkan data
pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial,
tahun 2010 jumlah pencari yang belum tersalurkan sudah menurun karena
sudah ditempatkan berdasarkan komposisinya. Adapun pencari kerja yang
masih terdaftar terdiri dari lulusan SLTA (43,09%), Diploma (27,42%) dan
Sarjana (28,93%). Sisanya adalah lulusan SD dan SLTP.
Tabel 3.8.
Jumlah Pencari Kerja dan Lowongan Pekerjaan menurut Jenis Kelamin, 201063
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Uraian
Sisa Pencari Kerja dari Tahun Lalu
Pencari Kerja yang Terdaftar (sisa
tahun lau+tahun ini)
Ditempatkan Tahun ini
Dihapuskan Tahun ini
Pencari Kerja yang Belum
Ditempatkan
Sisa Lowongan dari Tahun lalu
Permintaan Lowongan Tahun ini
Pemenuhan Lowongan Tahun ini
Penghapusan Lowongan

Laki-laki
2.274
3.173

Perempuan
3.469
4.871

Jumlah
5.743
8.044

161
104
2.908

155
242
4.474

316
346
7.382

161
161
-

155
155
-

376
376
-

Sisa Lowongan yang Belum


Terpenuhi

Kabupaten Morowali
2010

Tabel 3.9.
Pencari Kerja yang Masih Terdaftar menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2007-2010
No
1

Tingkat Pendidikan
SD

Laki-laki
6

Perempuan
2

Jumlah
8

SLTP

29

33

SLTA

1.341

1.840

3.181

D1-D3

608

1.416

2.024

63 Sumber data pada Tabel 3.8.-3.10. ini diambil dari Dinas Nakertranssos Kabupaten
Morowali.
59

SARJANA

924

Kabupaten Morowali
2010
2009
2008
2007

1.212

2.908
2.274
1.009
1.726

2.136

4.474
3.469
1.674
1.999

7.382
5.743
2.683
3.725

Tabel 3.10.
Penempatan Pencari Kerja yang Masih Terdaftar menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis
Kelamin, 2007-2010
No
1

Tingkat Pendidikan
SD

Laki-laki
-

Perempuan
-

Jumlah
-

SLTP

SLTA

20

26

D1-D3

SARJANA

136

150

285

Kabupaten Morowali
2010
2009
2008
2007

161
1.009
40
264

155
1.674
2
264

315
2.683
42
528

3.2.3. Pendidikan
Salah satu indikator utama untuk melihat keberhasilan proses
pembangunan suatu daerah adalah dukungan sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas dengan tetap tidak mengabaikan kuantitas. Pendidikan
sebagai salah satu wahana untuk melahirkan SDM yang memiliki daya saing
tinggi yang diharapkan dapat mempercepat kemajuan dan kesejahteraan
bangsa dan Negara. Beberapa program pendidikan nasional yang diterapkan
pemerintah seperti wajib belajar 9 tahun dan beberapa program pendidikan

60

lainnya adalah sederet upaya untuk mewujudkan manusia Indonesia yang


tangguh dan mampu bersaing di era globalisasi.
Sasaran pendidikan selama ini

yang lebih diutamakan adalah

peningkatan SDM dengan memberikan kesempatan kepada seluruh kalangan


masyarakat untuk mengecap pendidikan seluas-luasnya khususnya penduduk
usia sekolah (7-24 tahun). Ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana
maupun prasarana pendidikan menjamin peningkatan mutu pendidikan, meski
itu tidak selalu berbanding lurus.
Berbagai problem yang muncul di dunia pendidikan kita dewasa ini
bukan lagi hanya informasi elitis, masyarakat dewasa ini sudah cukup cerdas
dan kritis untuk mengetahuinya. Oleh karena itu, pemerintah selalu
mengupayakan pemecahan masalah-maslah itu dengan meluncurkan berbagai
program pendidikan yang dianggap rasional untuk meningkatkan kualitas SDM.
Demikian halnya dengan Kabupaten Morowali dengan berbagai problem
teoritis dan praktis dalam pelaksanaan pendidikan yang juga belum teratasi
secara optimal.
Sebagai gambaran, tabel berikut ini memuat data tentang jumlah
sekolah, pelajar, tenaga pendidik atau guru dari tingkat sekolah tingkat
menengah atas (SMA dan SMK)64. Perhatikan Tabel 3.11.

64Selengkapnya, tabel yang memuat data tentang jumlah sekolah, pelajar, tenaga pendidik
atau guru dan jumlah Peserta dan Lulusan Ujian Akhir dari tingkat taman kanak-kanak (TK)
sampai tingkat sekolah tingkat menengah atas (SMA dan SMK), lihat tabel 4.1.1.-4.1.10. hlm
53-62 di Morowali Dalam Angka 2011, BPS Kabuparen Morowali.
61

Untuk melihat gambaran pelaksanaan pendididkan di Kabupaten


Morowali pada tahun ajaran 2010/2011, dapat dilakukan dengan melihat
beberapa segi seperti tingkat pendayagunaan tenaga pendidik, tingkat
efisiensi ;penggunaan dan kecukupan sarana pendidikan, dan tingkat
kelulusan65.
Tingkat pendayagunaan tenaga pendidik pada tahun ajaran 2010/2011
yang

merupakan

perbandingan

antara

jumlah

murid

dengan

guru

menunjukkan bahwa beban tenaga pengajar di tingkat SD adalah 12. Hal ini
berarti bahwa rata-rata satu orang guru harus mengajar 12 orang murid SD.
Beban mengajar yang lain yaitu untuk SMP, SMU, dan SMK masing-masing
sebesar 17;18; dan 16.
Tingkat efisiensi; penggunaan dan kecukupan sarana pendidikan. dapat
diketahui dari rasio murid terhadap sekolah atau perbandingan jumlah murid
dengan jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Morowali. Pada tahun ajaran
2010-2011 rasio pendidikan di tingkat SD, SMP, SMU, SMK yaitu rata-rata
murid per sekolah sebanyak 119, 162, 273, dan 193.
Tingkat kelulusan SD, SMP, SMU, dan SKM pada tahun 2010 masingmasing sebesar 97,32% ;99,38%; 99,02%; dan 91,32%. Pada tahun
sebelumnya tingkat kelulusan siswa masing-masing sebesar 89,02%; 87,77%;

65 Selengkapnya lihat di Morowali Dalam Angka 2010 yang disusun oleh BPS Kabupaten
Morowali.
62

73,70%; dan 86,78%. Angka ini menunjukkan peningkatan persentase yang


cukup drastis. Terutama untuk tingkat SMA.
3.2.4. Kesehatan
Secara teoritis, kelengkapan fasilitas kesehatan sangat mempengaruhi
kualitas pelayan dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya peningkatan
kualitas kesehatan melalui fasilitas kesehatan, pelayanan kesehatan, dan
mendorong

partisipasi

masyarakat,

khususnya

masyarakat

dengan

pendapatan di bawah rata-rata.


Tabel 3.11.
Banyaknya Sekolah, Pelajar, dan Guru SMP menurut Kecamatan dan Status Sekolah T.A. 2010/201166
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kecamatan
Menui Kepulaun
Bungku Selatan
Bahodopi
Bungku Tengah
Bungku Barat
Bumi Raya
Witaponda
Lembo
Mori Atas
Mori Utara
Petasia
Soyo Jaya
Bungku Utara
Mamosalato
Kabupaten
Morowali
2010
2009
2008
2007

Negeri
Sekolah
3
6
2
7
2
3
2
4
3
2
6
2
5
4

Pelajar
582
863
291
1.367
312
529
787
775
456
223
1.398
152
540
349

Guru
29
41
20
107
9
32
31
56
34
15
86
21
19
17

Swasta
Sekolah
1
1
1
1
2
-

Pelajar
49
125
140
101
228
-

Guru
15
10
11
12
-

Jumlah
Sekolah
3
6
2
7
2
4
2
5
4
3
8
2
5
4

Pelajar
528
863
291
1.367
312
578
787
900
596
324
1.626
152
540
349

Guru
29
41
20
107
9
31
71
44
26
98
21
19
17

51
49
49
33

8.570
8.152
7.588
6.658

517
640
578
526

6
5
5
6

643
579
562
530

48
65
60
64

57
54
54
39

9.213
8.731
8.150
7.188

533
704
638
590

66 Sumber: Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Morowali.


63

Upaya penyediaan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas pada


tahun 2008 sudah menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Hal ini terlihat ketika RSUD di Bungku mulai difungsikan. Hingga
tahun 2010, rumah sakit di Kabupaten Morowali berjumlah 2 unit. Selain itu,
jumlah puskesmas sampai pada tahun 2010 menjadi 98 unit yang terdiri dari
Puskesmas perawatan 11 unit, Puskesmas non-perawatan 7 unit, dan
Pusmesmas Pembantu (PUSTU) 80 unit. Fasilitas kesehatan lainnya seperti
posyandu dan poskesdes pada tahun 2010 tercatat sebanyak 286 unit dan 72
unit yang sudah hampir tersebar di 14 kecamatan 67.
Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah seperti peningkatan
pelayanan kesehatan masyarakat melalui pencegahan penyakit antara lain
telah dilakukan berbagai vaksinasi hingga ke pelosok pedesaan oleh pihak
kesehatan di daerah ini. Pencegahan penyakit melalui vaksinasi di antaranya
berupa vaksin BCG, DPT HB3, Polio, Campak, TT1, TT2 dll. Dibandingkan
tahun sebelumnya, kuantitas akumulatif kegiatan vaksinasi pada tahun 2009
cenderung menurun. Selain itu, juga dilakukan upaya peningkatan pelayanan
kesehatan masyarakat melalui usaha penyediaan tenaga medis dan tenaga
kesehatan lainnya yang terus diupayakan melalui penempatan tenaga
kesehatan seperti dokter di setiap kecamatan dan bidan-bidan desa yang
hampir tersebar di seluruh desa.
Dalam upaya pelayanan kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan
anak, bidan di desa dibantu dukun bayi untuk menangani persalinan dan
67 Selengkapnya lihat Morowali Dalam Angka, 2011 pada Tabel 4.2.1-4.2.8 hlm 63-73.
64

perawatan iuy dan balitanya. Pada tahun 2009 jumlah bidan sebanyak 65
orang sedangkan dukun bayi tercatat 296 orang di antaranya 58,11% (172
orang) merupakan dukun terlatih.

Tabel 3.12.
Banyaknya Tenaga Dokter menurut Kecamatan 2010
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kecamatan

Dokter

Jumlah

Umum

Spesialis

Gigi

Menui Kepulaun
Bungku Selatan
Bahodopi
Bungku Tengah
Bungku Barat
Bumi Raya
Witaponda
Lembo
Mori Atas
Mori Utara
Petasia
Soyo Jaya
Bungku Utara
Mamosalato
Kabupaten
Morowali

1
1
11
1
1
1
1
1

7
1
1

2
-

2
1

1
-

1
1
14
1
1
1
2
1

10
1
1

2010
2009
2008
2007

27
30
30
27

3
3
3
3

4
7
7
5

34
40
40
35

Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.

3.2.5. Pemerintahan
Pada awal pemekaran yakni pada tahun 1999, wilayah administrasi
Kabupaten Morowali terdiri dari 8 kecamatan, kemudian pada tahun 2003
menjadi 10 kecamatan yang membawahi 218 desa definif dan 1 unit
pemukiman transmigrasi (UPT), di antaranya 10 yang berstatus kelurahan
65

serta kedudukan Ibu Kota Kabupaten Morowali di Kota Kolonodale. Pada tahun
2009 Kabupaten Morowali mengalami pemekaran menjadi 14 kecamatan.
Kemudian pada tahun 2011 menjadi 18 kecamatan.
Berdasarkan status pemerintahan, pada tahun 2009 sampai 2010
terdapat 240 kelurahan/desa yang terdiri dari 230 desa dan 10 kelurahan.
Perhatikan tabel di bawah ini68.
Tabel 3.13.
Nama Ibu Kota Kecamatan, Desa Definitif menurut Kecamatan dan Status Pemerintahan, 2010
No

Kecamatan
Menui Kepulauan
Bungku Selatan
Bahodopi
Bungku Tengah
Bungku Barat
Bumi Raya
Witaponda
Lembo
Mori Atas
Mori Utara
Petasia
Soyo Jaya
Bungku Utara
Mamosalato

Nama Ibu Kota


Kecamatan
Ulunambo
Kaleroang
Bahodopi
Bungku
Wosu
Bahonsuai
Lantula Jaya
Beteleme
Tomata
Mayumba
Kolonodale
Lembah Sumara
Baturube
Tanasumpu

Status
Desa
18
33
12
23
10
13
9
24
12
8
25
9
20
14

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kelurahan
1
6
3
-

Kabupaten Morowali

Bungku Tengah

230

10

3.2.6. Keuangan, Perbankan dan Pendapatan Regional


Realisasi penerimaan pajak pada tahun 2008 mencapai Rp 33.874,8
juta, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 34.774,8 juta.
Sektor pertambangan memberikan konstribusi realisasi pajak yang sangat
besar yakni Rp 31.242,06 juta69.
68 Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Morowali yang tercantum
dalam Morowali Dalam Angka, 2011, BPS Kabupaten Morowali.
69 Kabupaten Morowali Dalam Angka 2008.
66

Pada tahun 2009 mencapai Rp 36.507,649 juta. Lebih tinggi jika


dibandingkan

tahun

sebelumnya

yakni

Rp

34.774,792

juta.

Sektor

pertambangan memberikan konstribusi realisasi pajak yang sangat besar yakni


Rp 33.874,856 juta70.
Pada tahun 2010 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 57.720,014
juta, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 36.507,649 juta.
Konstribusi realisasi pajak sektor pertambangan sebesar Rp 54.985,493 juta 71.
Lihat Tabel 3.14.
Selain pajak daerah sebagaimana yang dirinci dalam tabel di atas, juga
ada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) yang sejak dikeluarkannya UU Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak dan Retribusi Daerah, menjadi kewenangan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam pemungutannya namun realisasinya nanti pada tahun
2012. Sebagai gambaran, berikut ini adalah tabel tentang Realisasi
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2007-2009 72.

70 Ibid 2009
71 Ibid 2010
72 Sumber data adalah DPPKAD yang tercantum dalam Morowali Dalam Angka 2010 di
Kantor BPS Kabupaten Morowali.
67

Tabel 3.14.
Realisasi Penerimaan Pajak dan Retribusi Kabupaten Morowali, 2007-2010 (ribu rupiah) 73
No

Jenis Penerimaan

2007

2008

2009

2010

Bagian Pendapatan Asli


Daerah
Pajak Daerah
a. Pajak Hotel
b. Pajak Hiburan
c. Pajak Restoran
d. Pajak Penerangan
Jalan
e. Pajak Reklame Papan
f. Pajak Bahan Galian
Golongan C
g. Pajak Parkir
h. Pajak Alat Tangkap
Ikan

8.807.252

14,533,137

13,820,311

17,417,709

Retribusi Daerah
a. Retribusi Pelayanan
Kesehatan
b. Retribusi
Penggantian Biaya
KTP & Catpil
c. Retribusi Pasar
d. Retribusi Kendaraan
Bermotor
e. Retribusi Pasar
Grosir & Pertokoan
f. Retribusi Terminal
g. Retribusi RPH

1.073.645
246.414

h. Retribusi
Pengangkutan Ikan
i. Retribusi Ijin
Peruntukkan
Pengunaan Tanah
j. Retribusi IMB
k. Retribusi Tempat
Khusus Parkir

693.962
4.352
1.398
1.000
60.345

988.144
14.731
449.828

2.433.766
17.834
4.583
588.836

522.237
104.630

76.000
426.778

110.422
400.145

133.402
857.668

20.808

36.945

976.253
209.205

1.930.843
874.662

6.931.999
5.362.038

33.351

23.661

143.109

80.201

91.099
21.108

110.920
24.554

166.073
40.551

113.041
42.043
-

11.875

85.462

17.282
25.641
-

14.000
56.150
74.302

11.120
-

1.664.100
12.409
2.000
25.871
632.750

99.151
16.093
-

26.408
25.000

240.098

148.449
36.437
-

222.087
11.850

73 Sumber data pada tabel 3.14 dan tabel 3.15 dari DPPKAD Kabupaten Morowali.
68

l.

Retribusi Izin
Gangguan HO
m. Retribusi Izin Trayek
n. Retribusi Hasil
Hutan Ikutan
o. Retribusi lainnya

503.788

6.027

384.119
-

13.490
13.505
67.273
757.116

Tabel 3.14. (lanjutan)


3

Laba Usaha Milik Daerah

6000

382.671

Penerimaan dari DinasDinas

164.285

Penerimaan Lain-lain

3.815.100

10.941.327

9.785.855

3.597.787

II

Bagian Bagi Hasil Pajak


dan Bukan Pajak

35.335.844

51.306.754

50.669.668

49.827.269

Bagi Hasil Pajak

34.630.289

41.054.248

43.520.876

49.172.666

Bagi Hasil Bukan Pajak


a. Iuran Hasil Hutan
b. Iuran Hasil
Pengusahaan Hutan
c. Pemberian Hak Atas
Tanah Negara
d. Landrent
e. Iuran
Eksplorasi/Eksploita
si/Royalti
f. Lainnya

705.555
705.555
-

10.252.506
-

7.148.791
-

654.603
-

127.098
2.316.411

358.231
118.373

237.498
417.105

7.808.997

Tabel 3.15.
Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Sektor, 2007-2010
No

Sektor

Pedesaan

2
3
4
5

Perkotaan
Perkebunan
Kelautan
Pertambangan
Jumlah

2007
529.970

85.847
189.523
29.740.314
30.545.365,5

Tahun
2008

334.818
29.697
272.870
34.137.407
34.774.792

2009
829.066

2010
1.092.767

510.999
1.292.728

127.661
1.514.091
54.985.493
57.720.014

33.874.856
34.507.649

69

3.3.

Gambaran Umum DPPKAD Kabupaten Morowali


Optimalisasi penyelenggaraan urusan pemerintahan adalah impian setiap

pemerintah daerah. Ini adalah konsekuensi dari pemberlakuan kebijakan Otonomi


Daerah bahwa Pemerintah Daerah dituntut untuk mandiri dalam segala hal dalam
menyelenggarakan urusan rumah tangganya. Tidak terkecuali pelayanan kepada
masyarakat khususnya dalam bidang pendapatan dan keuangan. Untuk itu perlu
dibentuk Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan
Asset Daerah. Demikian halnya dengan Kabupaten Morowali sebagal salah satu
daerah otonom yang juga dilengkapi dengan DPPKAD 74.
3.3.1. Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Tugas Pokok dan Fungsi Masing-masing Jabatan pada Organisasi Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Morowali,
Tugas pokok dan fungsi DPPKAD Kabupaten Morowali adalah sebagai berikut:
3.3.1.1.

Kepala Dinas

Kepala

Dinas

mempunyai

tugas

pokok

melaksanakan

urusan

pemerintahan daerah di bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset


berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Adapun fungsi Kepala
Dinas adalah:

74 Bagan Struktur Organisasi DPPKAD Periode 2008-2012 dapat dilihat pada Lampiran 2.
70

Perumusan kebijakan teknis di bidang Pendapatan, Pengelolaan

Keuangan dan Asset


Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di

bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset


Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang

Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset


Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan

tugas dan fungsinya.


3.3.1.2. Sekretaris
Sekretaris

mempunyai

tugas

pokok

melaksanakan

pemberian

pelayanan administrasi kepala satuan unit kerja di lingkungan Dinas


Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset. Adapun fungsi Sekretaris
adalah:

Pelaksanaan urusan perencanaan dan program


Pelaksanaan urusan kepegawaian dan umum
Pelaksanaan urusan keuangan dan asset
Pelaksanaan urusan administrasi perkantoran.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, sekretaris membawahi

beberapa Sub Bagian seperti Sub Bagian Perencanaan Program yang


mempunyai tugas pokok dan fungsi mempersiapkan kebijakan teknis,
rencana dan program di bidang Pendapatan ,Pengelolaan Keuangan dan
Asset Daerah. Selain itu, ada juga Sub Bagian Keuangan dan Asset, dan Sub
Bagian Kepegawaian dan Umum.

3.3.1.3.

Bidang Pendapatan
71

Bidang
pendataan,

Pendapatan
meginventarisir

mempunyai
dan

tugas

mengkaji

pokok
potensi

melaksanakan
sumber-sumber

pendapatan daerah serta menyusun kebijakan operasional pendapatan


daerah yang meliputi pajak daerah dan retribusi daerah, pendapatan lain-lain
dan dana perimbangan, serta evaluasi dan pelaporan daerah. Fungsi Bidang
Pendapatan adalah

Menetapkan kebijakan pegelolaan pajak daerah, reribusi daerah, dana

perimbangan dan pendapatan lain-lain


Mengawasi dan mengendalikan kegiatan pengelolaan pendapatan

daerah
Mengkoordinasikan tentang penerimaan daerah dengan instansi terkait
Memberikan bimbingan dan pertimbangnan teknis terhadap kegiatan

pendataan, perhitungan, penetapan, penagihan pajak dan retribusi


Melaksanakan pendaftaran wajib pajak dan wajib retribusi
Menetapkan pajak dan retribusi daerah
Melaksanakan penagihan pada seluruh komponen pendapatan daerah
Melaksanakan evaluasi dan pelaporan terhadap realisasi penerimaan
pendapatan.
Bidang Pendapatan membawahi tiga Seksi yakni Seksi Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah, Seksi Pendapatan Lain-lain dan Dana Perimbangan,


dan Seksi Evaluasi dan Pelaporan Pendapatan.
3.3.1.4.

Bidang Anggaran
Bidang Anggaran mempunyai tugas pokok menyiapkan dan

mengkaji

data

serta

dasar-dasar

dalam

rangka

penyusunan

dan

pengelolaan anggaran. Adapun Fungsi Bidang Anggaran adalah:


72

Mengumpulkan Data dan bahan dalam penyusunan APBD dan

perubahan APBD
Mengkaji data dalam perencanaan anggaran
Menyiapkan dasar-dasar pelaksanaan anggaran
Menyiapkan pengesahan dokumen anggaran.
3.3.1.5. Bidang Akuntansi
Bidang

Akuntansi

mempunyai

tugas

pokok

mengkoordinir,

melakukan pembinaan, memberikan petunjuk teknis operasional serta


pengawasan atas penatausahaan dan pelaporan keuangan pemerintah
daerah terhadap pelaksanaan APBD. Adapun Fungsi Bidang Akuntansi
yaitu:

Menyusun draft SK tim kerja penyusunan laporan keuangan pemerintah

daerah baik laporan semesteran maupun laporan tahunan


Menyusun laporan semesteran pelaksanaan APBD
Menyusun laporan keuangan pemerintah daerah (laporan tahunan)
yang

terdiri

dari:

Rancangan

peraturan

daerah

tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, rancangan peraturan kepala


daerah tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,

neraca daerah, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan.


Melakukan koordinasi dengan SKPD dalam hal pelaporan keuangan,
pelaksanaan pemeriksaan keuangan dan tindak lanjut laporan hasil

pemeriksaan.
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
3.3.1.6. Bidang Perbendaharaan
Bidang Perbendaharaan mempunyai tugas pokok melakukan
pembinaan operasional, mengkoordinasikan dan melakukan evaluasi serta

73

merumuskan kebijakan operasional, penyelenggaraan keuangan bidang


perbendaharaan pada pendapatan dan pengelolaan keuangan asset
daerah. Adapun Fungsi Bidang Perbendaharaan adalah:

Menyiapkan Anggaran Kas


Menyiapkan SPD (Surat Penyediaan Dana)
Menyiapkan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana)
Menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah
Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh Bank

dan atau lembaga Keuangan lainnya yang ditunjuk


Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan

pelaksanaan APBD
Menyimpan uang APBD
Melaksanakan penetapan

usahakan inventaris daerah


Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna

uang

daerah

dan

dalam

mengelola/menata

angaran atas beban rekening kas umum


Melaksanakan pemberian pinjaman atas nama daerah
Melakukan penagihan piutang.
3.3.1.7. Bidang Aset
Bidang

Aset

mempunyai

tugas

pokok

menyusun

kegiatan

pengelolaan asset, pengelolaan asset, pengawasan asset yang meliputi


inventarisasi,

penghapusan,

penyimpanan

dan

pengamanan

serta

pengawasan dan penertiban. Adapun Fungsi Bidang Aset adalah:


Menetapkan kebijakan pengelolan asset daerah kabupaten
Melaksanakan pengelolaan asset daerah kabupaten
Melaksanakan pengawasan asset daerah kabupaten
Memfasilitasi pengelolaan asset daerah pemekaran skala kabupaten.
3.3.1.8. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

74

Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) mempunyai tugas pokok dan


fungsi membantu Dinas dalam penyelenggaraan tugas teknis di Bidang
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah. Adapun tugas
pokok dan fungsi UPTD sebagaimana dimaksud pada ayat diatur dan
ditetapkan

lebih

lanjut

oleh

Kepala

Dinas

sepanjang

tehnis

pelaksanaannya.
3.3.1.9.

Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas pokok dan fungsi


melaksanakan

sebagian

tugas

Dinas

Pendapatan,

Keuangan dan Asset sesuai dengan keahliannya.

Pengelolaan

Kelompok Jabatan

Fungsional yang dimaksud terdiri dari sejumlah tenaga dalam jenjang


jabatan fungsional yang terbagi dalam beberapa kelompok sesuai dalam
bidang keahliannya. Setiap kelompok sebagaimana dimaksud dipimpin
oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Bupati dan
bertanggungjawab kepada Kepala Dinas. Jumlah jabatan sebagaimana
dimaksud ditentukan berdasarkan kebutuhan, beban kerja dan kebutuhan
Daerah. Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud,
diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.3.2. Keadaan Pegawai
Jumlah Pegawai DPPKAD sampai dengan akhir tahun 2011 berjumlah 216
0rang. Pada Tabel 3.16 digambarkan mengenai jumlah pegawai dilihat dari
segi pangkat/golongan, eselon, dan tingkat pendidikan formal.

75

Tabel 3.16 menunjukkan bahwa dari segi kepangkatan/golongan,


pegawai DPPKAD Kabupaten Morowali sebagian besar berpangkat/golongan
II, yaitu berjumlah 64 orang atau sebesar 29,62 %. Sedangkan Tabel 3.17,
pegawai yang berpangkat/golongan III dilihat dari tingkat pendidikannya, yang
berpendidikan sarjana sebanyak

60 orang atau 44,11

%, dan yang

berpendidikan SLTA dengan pangkat/golongan II berjumlah 63 orang

atau

46,32 %.
Tabel 3.16. Keadaan Pegawai menurut Pangkat/Golongan 75.
No

Pangkat/ Golongan

Jumlah

1.

IV / c

2.

IV / b

3.

IV / a

4.

III / d

5.

III / c

14

6.

III / b

7.

III / a

39

8.

II / d

9.

II / c

10.

II / b

11.

II / a

52

12.

I/c

13.

Pegawai Non
Organik

80

Jumlah

216

Tabel 3.17. Keadaan Pegawai Menurut Eselon dan Pendidikan Formal 76


No.

Eselon

Jumlah

Pendidikan

Jumlah

75 Sumber, DPPKAD Kab. Morowali Tahun 2011.


76

II

Magister (S2)

III

Sarjana (S1)

60

IV

18

Diploma

SLTA

63

Non Eselon

112

SLTP

Jumlah total

136

Jumlah total

136

3.3.3. Tingkat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai


Seiring dengan tuntutan masyarakat akan efektifitas dan efisiensi
pelayanan publik, peningkatan kualitas aparatur di setiap instansi pemerintah
merupkaan suatu keniscayaan. Demikian halnya dengan DPPKAD Kabupaten
Morowali melalui peningkatan kemampuan pegawainya dengan pelaksanaan
pendidikan dan latihan (Diklat), baik Diklat Struktural, Diklat Teknis maupun
Fungsional serta dengan memberikan peluang kepada pegawainya untuk
melanjutkan pendidikan formal pada jenjang pendidikan Sarjana dan Program
Magister maupun pendidikan informal seperti kursus-kursus dan lain
sebagainya.
Tabel 3.18.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil berdasarkan pendidikan umum di lingkungan DPPKAD Kabupaten Morowali
Keadaan : juni 201177
TINGKAT PENDIDDIKAN
NO

PASCA

PASCA

SARJANA

SARJANA

S.3

S.2

SARJANA

JUMLAH

SARJANA
MUDA

D.1

SLTA

SLTP

SD

S.1

76 Sumber, DPPKAD Kab. Morowali Tahun 2010.


77 Sumber: Kasubag Kepegawaian dan Umum DPPKAD tahun 2011.
77

JUMLAH

54

54

67

67

10

11

130

10

Pegawai DPPKAD Kabupaten Morowali yang telah mengikuti pendidikan


dan pelatihan dapat dilihat pada Tabel 3.19. Dari 136 orang PNS di DPPKAD
Kabupaten Morowali terdapat 50 orang yang sudah mengikuti pendidikan dan
latihan serta pelatihan penjenjangan. Jumlah tersebut sudah representatif dari
jumlah jabatan stuktural di DPPKAD, yakni berjumlah 24 orang. Hal ini
berdasarkan aturan kepegawaian yang berlaku bahwa setiap pegawai yang
menduduki jabatan stuktural harus menempuh pendidikan penjenjangan
sesuai dengan eselon yang dimiliki.
Tabel 3.19.
Keadaan Pegawai menurut Pendidikan Struktural dan Teknis Fungsional 78
No.

Pendidikan dan Latihan

Jumlah

1.

Diklat PIM I,II / SPAMEN

1 orang

2.

Diklat PIM III / SPAMA

5 orang

3.

Dilkat PIM IV /ADUM/ADUMLA

10 orang

4.

Latihan Keuangan Daerah (LKD)

10 orang

5.

Kursus Keuangan Daerah (KKD)

2 orang

6.

Latihan Sistem Keuangan Daerah (SKD)

10 orang

7.

Latihan Teknis Fungsional Pendapatan

2 orang

8.

Kursus Bendaharawan

5 orang

9.

Kursus Manajemen Proyek

5 orang

78 Sumber : Dinas PPKAD Kab. Morowali Tahun 2010


78

10.

Belum pernah mengikuti Diklat


Jumlah

86 orang
136 orang

3.3.4. Sarana dan Prasarana Pendukung


Selain kualitas SDM yang harus diolah untuk meningkatkan kualitas
pelayanan, sarana prasaran juga harus memadai. Kedua perangkat ini niscaya
ada untuk tujuan pelayanan kepada masyarakat. Berikut ini tabel tentang
inventaris milik DPPKAD.
Tabel 3.20.
Keadaan perlengkapan kantor DPPKAD Kabupaten Morowali79
No

Nama Perlengkapan

Jumlah

Gedung kantor

1 buah

Mobil

8 Unit

Sepeda motor

69 unit

Air Conditioner

13 buah

Brankas

4 buah

Lemari

31 buah

Mesin tik

16 buah

Kalkulator

76 buah

Filling kabinet

11 buah

10

Laptop

18 buah

11

UPS

12

Meja rapat pimpinan

13

Meja biro

124 buah

14

Kursi putar sandaran

16 buah

15

Kursi lipat

73 buah

16

Komputer

4 unit

17

Printer

17 buah

18

Meja kerja

20 buah

19

Papan data

1 buah

20

Kursi rapat

50 buah

7 unit
1 buah

79 Sumber: Bidang Aset Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Morowali, 2011

79

21

Meja rapat penjang

1 buah

22

Mesin fax

1 unit

23

Kursi sofa

2 unit

24

Meja staf

15 buah

25

Genset

1 unit

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Salah satu Grand Strategy80 Pemerintah Kabupaten Morowali yang tertuang
dalam Visi Kabupaten Morowali, Kabupaten Agrobisnis (Kabupaten SiE) adalah
menciptakan pemerintahan yang akuntabel. Grand Strategy ini dijabarkan dalam misi
bahwa

setiap

SKPD

menerapkan

Standar

Operasional

Prosedur

dalam

perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pengawasan yang tepat waktu dan


terintegrasi berbasis teknologi informasi serta data yang akurat. Untuk DPPKAD,
penjabarannya

adalah

bahwa

SKPD

ini

harus

menerapkan

pengelolaan,

penatausahaan dan penyajian laporan keuangan secara tepat waktu dan akurat,
sistem informasi keuangan (SIMKEU) secara online dan terintegrasi dan asset yang
diinventarisir secara tepat81.
80 Selengkapnya lihat Visi Misi Kabupaten Morowali Periode 2008-2012 pada Lampiran 14.
81 Selain itu, beberapa penjabaran lain dari salah satu Grand Strategy ini yaitu:Setiap SKPD
memiliki persentase ketepatan waktu dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan
kegiatan, kelengkapan data secara akurat dan pemenuhan terhadap SOP.
b.

Setiap SKPD mencapai sasaran kinerjanya secara terukur dalam administrasi yang tertib dan
lancar, persentase kelancaran kegiatan dengan administrasi yang tertib. Rasio realisasi PAD
terhadap potensi di setiap SKPD pengelola PAD.

80

Berdasarkan penjabaran salah satu poin Grand Strategy di atas, setiap SKPD
dalam lingkup Kabupaten Morowali terikat dengan Grand Strategy ini dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan bidang kerjanya masingmasing. Konsekuensinya adalah bahwa ada program kegiatan tertentu dalam setiap
SKPD

yang

menjadi

prioritas

Pemerintah

Kabupaten

Morowali

dalam

memyelenggarakan urusan pemerintahan selama satu periode kepemimpinan.


Grand Strategy itu dijabarkan dalam setiap SKPD sesuai dengan bidang kerjanya.
Tidak terkecuali dengan DPPKAD.
4.1.

Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali Tahun


2008-2011
Pada dasarnya, pengelolaan pendapatan daerah adalah bagian integral dari

pengelolaan APBD dalam setiap tahun anggaran. Demikian halnya dengan PAD yang
merupakan salah satu komponen dalam pendapatan daerah. Selain dari pengelolaan
belanja dan pembiayaan, pengelolaan pendapatan adalah bagian integral dalam
pengelolaan APBD. Penelitian ini difokuskan pada pengelolaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebagai salah satu komponen dalam APBD.
Oleh karena itu, untuk menghindari pembahasan yang membias, peran yang
dimaksud dalam penelitian ini ialah peran DPPKAD yang berhubungan langsung
c.

Seluruh aparatur pemerintah memiliki kompetensi sesuai bidangnya dengan pengembangan


karir dan kaderisasi yang jelas. Untuk DPPKAD, persentase kemampuan sumber daya
aparatur dalam pengelolaan keuangan

d.

setiap SKPD memilki persentase aparatur yang memiliki kompetensi sesuai bidangnya. Dan
penurunan pelanggaran disiplin pegawai. Selengkapnya lihat di Lampiran 3 tentang Grand
Strategy Kabupaten Norowali.

81

dengan pengelolaan PAD82. Sedangkan indikator pengelolaan yang dimaksud


meliputi: Perencanaan Target PAD, Pelaksanaan Pemungutan PAD, Pengawasan
atas Penatausahaan PAD, Pelaporan dan Evaluasi Realisasi PAD, yang dilakukan
DPPKAD selama selang waktu 2008, 2009, 2010 dan 2011.
Berdasarkan tipe penelitian ini yakni deskriptif kualitatif, maka dalam
pembahasan hasil penelitian, penulis menggambarkan tentang bagaimana peran
DPPKAD dalam pengelolaan PAD. Dari hasil kegiatan pra penelitian 83, penulis
menemukan fakta bahwa bidang yang bersentuhan langsung dengan pengelolaan
PAD adalah Bidang Pendapatan. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini penulis
hanya memfokuskan pembahasan pada bagaimana peran DPPKAD dalam hal ini
Bidang Pendapatan dalam pengelolaan PAD dalam empat

tahun terakhir. Akan

tetapi, tidak berarti bahwa peran bidang lain yang berhubungan dengan pengelolaan
PAD tidak dibahas sama sekali, demikian halnya dengan SKPD lain yang memiliki
keterkaitan dalam penelitian ini. Penulis tetap menghubungan peran bidang lain
dalam lingkup DPPKAD dan SKPD-SKPD lain pengelola PAD sebagai sebuah kerja
sistem dalam pengeloaan keuangan daerah dalam hal ini Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten Morowali. Untuk itu, ada indikator yang penulis rumuskan dalam
definisi operasional dengan mengacu pada tugas pokok dan fungsi Bidang

82 Peran yang dimaksud di sini bukan hanya apa yang ada dalam Tugas Pokok dan Fungsi
DPPKAD, tetapi juga peran lain yang berhubungan langsung dengan Pengelolaan PAD.
Selain itu, karena tujuan penelitian ini bukan untuk mengetahui implementasi Peraturan
Bupati No 14 Tahun 2008.
83 Pra Penelitian penulis lakukan, 22-29 November 2011, untuk mencari informasi awal
tentang objek penelitian guna mempermudah pelaksanaan penelitian.
82

Pendapatan dalam Pengelolaan PAD sesuai dengan Peraturan Bupati Morowali


Nomor 14 Tahun 2008.
Perlu diketahui bahwa tugas pokok dan fungsi DPPKAD yang dirumuskan
dalam Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008 hanya berupa acuan umum
dalam pengelolaan PAD. Sedangkan pelaksanaan operasional tupoksi itu dijabarkan
dalam kegiatan rutin setiap bidang dan seksi. Selain itu, dalam menjalankan
perannya, DPPKAD juga mengacu pada visi dan misi Kabupaten Morowali yang
terangkum dalam Grand Strategy sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Salah satu
poin dalam Grand Strategy ini dijabarkan bahwa DPPKAD harus menerapkan
pengelolaan, penatausahaan dan penyajian laporan keuangan secara tepat waktu
dan akurat, sistem informasi keuangan (SIMKEU) secara online dan terintegrasi dan
asset yang diinventarisir secara tepat
Uraian dari kegiatan-kegiatan rutin DPPKAD adalah penjabaran dari
indikator-indikator dalam penelitian ini,untuk menggambarkan bagaimana peran
DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali dalam empat tahun
terakhir84.
Atas dasar itu, untuk menggambarkan bagaimana pengelolaan PAD yang
dilakukan DPPKAD dalam kurun waktu 2008-2011, penulis merumuskan indikator
84 Pada minggu pertama penelitian, penulis sangat kesulitan mengumpulkan informasi karena
aparatur DPPKAD terutama Kepala Dinas, Sekretaris, Kepala Bidang Pendapatan, Kepala Bidang
Anggaran, Kepala Bidang Perebndaharaan dan Kepala Bidang Akuntansi sedang sibuk menyusunan
laporan pertanggungjawaban penerimaan keuangan daerah Kabupaten Morowali untuk akhir tahun
anggaran 2011, dan perumusan rencana anggaran setiap SKPD.

83

pengelolaan yang terdiri dari Perencanaan Target PAD, Pelaksanaan Pemungutan


PAD, Pengawasan atas Penatausahaan PAD, Pelaporan dan Evaluasi Realisasi
PAD.
4.1.1. Perencanaan Target PAD
Setiap tahun anggaran, ada Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKASKPD). RKA-SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang
berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta
rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. RKA ini dibuat oleh
setiap SKPD terutama SKPD Pengelola PAD. DPPKAD selaku koordinator
pengelola PAD pun demikian. Di dalam RKA itu terdapat target PAD.
Dalam DPPKAD, perencanaan target PAD dilakukan di Bidang
Pendapatan dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna di DPRD Kabupaten dalam
pembahasan rencana APBD untuk kemudian ditetapkan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Morowali. Perencanaan target PAD ini diserahkan
sepenuhnya kepada Bidang ini sebagai yang paling mengetahui kondisi objektif
potensi PAD. Kegiatan perencanaan sangat penting untuk mencapai sebuah
tujuan85. Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, dalam perencanaan target
PAD setiap tahun anggaran, Bidang Pendapatan melakukan fungsi koordinasi
dengan bidang lain, seperti Bidang Anggaran dan Sub Bagian Urusan
Perencanaan dan Program.
85 Fungsi Perencanaan juga dilakukan oleh SKPD lain seperti Dinas Pertambangan, Dinas
Perikanan dan Kelautan, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, Kantor Pelayanan
Perizinan, RSUD dll, sedangkan realisasi dilakukan oleh DPPKAD
84

Sub Bagian Urusan Perencanaan dan Program bekerja atas limpahan


wewenang yang diberikan oleh Sekretaris DPPKAD karena berdasarkan tugas
pokok dan fungsinya, Sekretaris DPPKAD di wilayah teknis

tidak terlibat

langsung dalam pengelolaan PAD. Tetapi peran itu dilaksanakan oleh Sub
Bagian Urusan Perencanaan dan Program DPPKAD.
Tugas pokok dan fungsi sub Bagian Urusan Perencanaan Program
adalah mempersiapkan kebijakan teknis, rencana dan program di bidang
pengelolaan PAD. Dalam pelaksanaan fungsi tersebut, Sub Bagian ini
,melaksanakan fungsi koordinasi dengan Bidang Pendapatan.
Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Kepala Sub Bagian Urusan
Perencanaan dan Program (Sappa Sao, S.Sos. Msi):
tugas sub Bagian Urusan Perencanaan Program adalah mempersiapkan
kebijakan teknis, rencana dan program di bidang pengelolaan PAD.
Untuk itu, dalam pelaksanaan fungsi ini, kami melaksanakan fungsi
koordinasi dengan Bidang Pendapatan86.
Setiap bidang dalam lingkup DPPKAD menyusun RKT (Rencana Kerja
Tahunan) sebagai input di Sub Bagian Urusan Perencanaan dan Program.
RKT-RKT itu kemudian dikoreksi, diverifikasi dan dikompilasi untuk kemudian
dijadikan RKT DPPKAD.
Untuk itulah, dalam upaya untuk memantapkan perencanaan program
dalam setiap tahun anggaran, Bagian Urusan Perencanaan Program

86 Hasil wawancara tanggal 4 Desember 2012 pukul 09:30 WITA di Kantor DPPKAD
Kabupaten Morowali.
85

melakukan koordinasi dengan bidang lain, salah satunya adalah Bidang


Pendapatan.
dari Bidang Pendapatan, Bagian Urusan Perencanaan Program
menerima input berupa RKT yang berisi target, kondisi objektif di
lapangan dan masalah-masalah teknis lain dalam pemungutan PAD
karena Bidang ini yang paling mengetahui kondisi objektif di
lapangan87.
Selain itu, Bagian Urusan Perencanaan dan Program juga melakukan
koordinasi dengan Bidang Anggaran. Salah satu fungsi Bidang Anggaran
adalah Salah tugas pokok dan fungsi Bidang Anggaran adalah mengumpulkan
Data dan bahan dalam penyusunan APBD dan perubahan APBD. Data awal
dalam penyusunan APBD adalah Rencana Kerja Pemerintah Daerah sebagai
penjabaran visi dan misi Bupati. Selain itu, sebagai data awal diambil dari
Bidang Pendapatan yakni estimasi pendapatan tahun anggaran berjalan.
Sedangkan

data

perencanaan

Pendapatan

Daerah

termasuk

PAD

sepenuhnya diambil dari Bidang Pendapatan. Hal ini sebagaimana yang


diungkapkan Kepala Bidang Anggaran (Alamsyah, S.STP.MEC.DEV) bahwa:
dalam hal perencanaan target PAD, pada dasarnya bidang anggaran
hanya menuggu data dari Bidang Pendapatan karena mereka yang
paling mengetahui kondisi objektif di lapangan. Data ini tidak dikaji lagi
karena sudah dalam bentuk angka. Data ini diolah untuk kemudian
dimasukkan dalam rencana anggaran pendapatan tahunan DPPKAD.
Selanjutnya, rencana anggaran tersebut dibahas bersama Tim
Anggaran Pemerintahan Daerah (TAPD) dalam rapat di DPRD 88.
Selain itu, salah satu fungsi Bidang Pendapatan adalah menetapkan
kebijakan pengelolaan PAD. Dalam menetapkan kebijakan itu, ada beberapa
87 Hasil wawancara tanggal 22-29 November 2011 pukul 10:00 WITA di Kantor DPPKAD
Kabupaten Morowali pada kegiatan Pra Penelitian.
88 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Anggaran tanggal 04 Januari 2012 pukul 21:00
WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten Morowali.
86

indikator yang perlu untuk diketahui yaitu mengetahui potensi PAD, dasar
kewenangan, dan arah kebijakan.
4.1.1.1.

Mengetahui potensi PAD

Potensi-potensi PAD adalah sumber-sumber yang diperkirakan dapat


memberikan konstribusi PAD. Di Kabupaten Morowali, sumber-sumber PAD
yang paling berpotensi dalam memberikan konstribusi PAD adalah Pajak
Bahan Galian Mineral Bukan Logam dan Batuan. Sumber PAD ini telah
dibuatkan regulasinya yakni Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Air
Tanah dan Pajak Bahan Galian Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagai
acuan dasar dalam pengelolaannya. Sedangkan potensi lain adalah Pajak Air
Bawah Tanah yang juga dibuatkan regulasi yakni Perda Nomor 3 Tahun 2011
tentang BPHTB. Urutan sumber PAD Kabupaten Morowali berdasarkan
konstribusi dalam angka tahun 2011, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Kepala Bidang Pendapatan (Djufri M. Taiyeb, SE) bahwa 89:
urutan sumber PAD berdasarkan jumlah konstribusi terhadap APBD
dalam empat tahun terakhir yaitu sebagai berikut:
dari sektor pajak, urutannya adalah,
1. Pajak mineral bukan logam dan batuan
2. Pajak penerangan jalan
3. Pajak reklame
4. Pajak restoran
5. Pajak hotel
6. Pajak hiburan
7. BPHTB
8. Pajak Air Bawah Tanah,
dari sektor retribusi, urutannya adalah
1. Retribusi Jasa umum, terdiri dari:
a. Pelayanan Kesehatan
89 Hasil wawancara tanggal 29 Desember 2011 pukul 20:00 WITA.
87

b.
c.
d.
2.

Pelayanan Pasar
Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor
Pelayanan Parkir
Retribusi Jasa usaha, terdiri dari:
a. PKD (Pemakaian Kekayaan Daerah)
b. Pelayanan Terminal
c. Pelayanan Tempat Khusus Parkir
d. Pelayanan Kepelabuhanan
e. Pelayanan Jasa Usaha Pemotongan Hewan

Selain itu, mengenai potensi PAD Kabupaten Morowali yang bisa


dikelola untuk meningkatkan PAD, Kepala Bidang Akuntansi (Alwi Gawi, SE)
menambahkan:
di Kabupaten Morowali, dalam 4 tahun terakhir ini yang paling
potensial adalah pajak restoran. Capaian PAD tahun 2011 adalah Rp 20
M90.
Mengetahui

sumber-sumber

PAD

yang

berpotensi

memberikan

konstribusi besar sangat berperan penting dalam pencapaian target. Hal ini
berdasarkan pengalaman dari empat tahun terakhir dalam pengelolaan PAD
yang

dilakukan

DPPKAD

Kabupaten

Morowali.

Sebagaimana

yang

dikemukakan oleh Kepala Bidang Pendapatan (Djufri M. Taiyeb, SE):


berdasarkan pengalaman 3-4 tahun sebelumnya, pemda dalam
menetapkan target PAD dalam APBD terlalu dipaksakan. Potensipotensi PAD yang ditargetkan itu tidak realistis. Akhirnya, antara target
dan realisasi terjadi selisih yang sangat jauh 91.
Selanjtunya, mengenai target dan sumber PAD yang paling potensial
untuk meningkatkan PAD Kabupaten Morowali ke depan tidak jauh berbeda
sebagaimana yang diungkapkan Kepala DPPKAD (Haeruddin Rompone,
S.Sos) bahwa:
90 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Akuntansi tanggal 10 Januari 2012 pukul 20:30
WITA di Kantor DPPKAD.
91 Sumber data: Hasil Wawancara tanggal 29 Desember 2011 pukul 20:00
88

mengenai target PAD Kabupaten Morowali dalam empat tahun terakhir


ini terlalu tinggi sehingga susah dicapai. Berdasarkan pengalaman itu,
maka DPPKAD Kabupaten Morowali menempuh langkah-langkah yang
dianggap paling efektif untuk meningkatkan PAD misalnya dengan
mengidentifikasi sumber-sumber PAD yang paling potensial mengingat
banyaknya urusan pemerintahan daerah yang harus dibiayai secara
mandiri oleh pemerintah daerah. Sehingga pada tahun 2014, setelah
penyerahan PBB ke Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah
Kabupaten Morowali memaksimalkan pengeloaan PAD dengan
mengandalkan Pajak Produksi mengingat potensi Pajak ini sangat luar
biasa. Misalnya, pajak produksi di sektor pertambangan, pertanian dan
perkebunan92.

Oleh

karena

itu,

untuk

mengetahui

potensi-potensi

itu,

Bidang

Pendapatan melakukan langkah-langkah taktis dalam bentuk intensifikasi dan


ekstensifikasi. Intensifikasi adalah suatu model perbaikan atau pengelolaan
manajemen untuk mengefektifkan semua potensi pendapatan yang ada atau
potensi yang tersedia. Sedangkan Ekstensifikasai PAD adalah suatu upaya
untuk meningkatkan pendapatan melalui pembangunan objek pajak baru,
meningkatkan nilai objek pajak itu. Misalnya dengan membangun pasar baru.
Salah

satu

fungsi

Seksi

Evaluasi

dan

Pelaporan

adalah

melaksanakan/membuat daftar penetapan penerimaan serta daftar tunggakan


wajib pajak dan wajib retribusi. Berdasarkan tupoksi tersebut, Seksi ini terlibat
langsung dalam persiapan perencanaan PAD dengan melakukan pendataan
ulang terhadap potensi PAD yakni pajak dan retribusi daerah.
Mengenai hal ini, Yohanes P. Labunga (Kepala Seksi Evaluasi dan
Pelaporan) menambahkan bahwa:
92 Hasil wawancara dengan Kadis DPPKAD pada tanggal 30 Desember 2011 pukul 13:00 di
Kantor DPPKAD
89

personil DPPKAD yang di-SK-kan oleh Bupati dirurunkan ke lapangan


untuk melakukan pendataan tentang objek pajak/retribusi di awal tahun
jika memang diperlukan. Karena ada beberapa jenis PAD yang tidak
memerlukan pendataan ulang. Sedangkan yang dievaluasi adalah
beberapa penerimaan yang tidak mencapai target.
Adapun Langkah-langkah dalam menetapkan Target yaitu; pertama
asumsi . Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi potensi
PAD yang dimulai dari ketidakberhasilan rencana tindakan PAD. Misalnya
di sektor retribusi pasar di Morowali. Untuk menentukan besar asumsi
dalam satu sektor, harus diketahui dalam satu hari berapa hasil yang
diperoleh kemudian dikali 360 hari (satu tahun). Rumus ini berlaku untuk
semua komponen pajak dan retribusi. Asumsi ini dirumuskan oleh Panitia
Anggaran yang dibentuk. Selama ini, berdasarkan pengalaman empat
tahun terakhir, defisit dalam PAD Kabupaten Morowali selalu terjadi karena
asumsi tidak baik. Sebagai contoh, pada APBD tahun 2011 sangat
dipaksakan yaitu Rp 47 M dan yang terealisasi hanya Rp 18 M. Kedua,
Prediksi/perkiraan. Prediksi ini berdasarkan pada asumsi. Bahwa dari
asumsi itu, akan diambil atau untuk menentukan besar prediksi
dengan pertimbangan bahwa ada resiko-resiko atau kendala-kendala yang
cukup signifikan sebagai penyebab tidak terwujudnya asumsi itu yang
akan dihadapi.
Ketiga, Penetapan target. Target ini diperoleh dari
prediksi. Dengan pertimbangan sebagaimana pada saat melakukan
prediksi, maka pada saat menetukan target harus dibuang 20% dari
preiksi93.

4.1.1.2.

Dasar Kewenangan

Konsekuensi pemberlakuan otonomi daerah adalah bahwa pelimpahan


wewenang menuntut berbagai upaya penyesuaian manajemen keuangan
daerah (APBD) termasuk arah pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD).
Oleh karena itu, dalam manajemen keuangan daerah, dan lebih spesifik
perencanaan pengelolaan PAD, satu hal yang mendesak untuk dikelola dan

93 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bidang Pendapatan
DPPKAD pada tanggal 30 Januari 2012 pukul 10:45 WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten
Morowali.
90

dikembangan secara profesional, adalah sistem informasi manajemen


keuangan.
Secara spesifik, landasan hukum pengelolaan di bidang pendapatan
daerah adalah: UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; PP No 66 Tahun
2001 tentang Retribusi Daerah; PP No 16 Tahun 2005 tentang Perhitungan
Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor.; PERMENDAGRI Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Perubahan PERMENDAGRI Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah; dan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah
Sejak diberlakukannya UU No 34 Tahun 2000 94 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, Pemerintah Kabupaten Morowali telah melakukan
restrukturisasi dasar pemungutan pandapatan daerah termasuk Pendapatan
Asli Daerah (PAD) melalui perubahan dan/atau penghapusan beberapa
Peraturan Daerah bahkan penerbitan Peraturan Daerah baru. Beberapa jenis
PAD dari pajak/retribusi daerah yang diterapkan di Kabupaten Morowali
merupakan hasil penyesuaian tersebut. Lihat Tabel 4.1.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sejak diberlakukannya UU No 28 Tahun
2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pemerintah Kabupaten Morowali
telah melakukan penyesuaian Peraturan Daerah sebagai dasar kewenangan
94 UU ini adalah perubahan atas UU No18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
91

dalam pengelolaan PAD. Berdasarkan tabel di atas, terdapat 7 jenis pajak


daerah dan 22 jenis retribusi daerah yang telah disesuaikan dengan UU No 28
Tahun 2009.

4.1.1.3.

Arah Kebijakan Pengelolaan PAD

Empat tahun terakhir (2008-2011), Pemerintah Kabupaten Morowali


melakukan

langkah-langkah

yang

dapat

menjamin

terselenggaranya

peningkatan kinerja DPPKAD dalam pengelolaan PAD tanpa pembebanan


yang lebih berat pada masyarakat. Pengelolaan PAD mengacu pada potensi
daerah yang dimiliki Kabupaten Morowali sebagaimana yang tercantum dalam
visi Kabupaten Morowali yakni menjadikan Kabupaten Morowali sebagai
Lumbung pangan (SiE). Selain dari sumber-sumber pendapatan yang sudah
dikelola selama ini, masih terdapat beberapa sumber-sumber Pendapatan Asli
Daerah yang berpotensi untuk digali dan dioptimalkan penerimaannya dengan
tetap memperhitungkan kemampuan ekonomi masyarakat.
Arah kebijakan umum yang dilakukan pada periode Rencana
Pembangunan Jangkah Menengah (RPJM) tahun 2008-2012 adalah menggali
dan mendayagunakan seluruh potensi pendapatan daerah guna memperkuat
perekomomian daerah dan penyelenggaraan otonomi daerah. Tujuannya agar
terjadi peningkatan kinerja pengelolaan pendapatan daerah dan khususnya
PAD. Upaya menggali sumber potensi yang dimaksud

dibarengi dengan

peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat mengingat

faktor ini
92

adalah salah satu masalah utama dalam pelaksanaan pemungutan PAD.


Tidak jarang rendahnya kualitas pelayanan kepada masyarakat menjadi
alasan rasional keengganan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam
peningkatan PAD.
Tabel 4.1.
Jenis Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Morowali Hasil Penyesuaian dengan UU No 28
Tahun 200995
No
1
2
3
4
5
6
7

Jenis Pajak
Hotel
Restoran
Hiburan
Reklame
Penerangan Jalan
Pengambilan Bahan Galian Gol C
Televesi dan Parabola

8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Jenis Retribusi
Pengganti Biaya Cetak Akte Catatan Sipil
Jasa Usaha Pemakaian Kekayaan Daerah;
Jasa Usaha Tempat Pelelangan
Jasa Usaha Tempat Penginapan
Jasa Usaha Pelayanan Kapal
Jasa Usaha Pelayanan Kapal
Usaha Penjualan Produksi Izin Tempat Penjualan
Minuman Beralkohol
Izin Gangguan
Izin Trayek
Izin Usaha Angkuatan
Pengendalian Komoditi Perkebunan dll
Izin Usaha Perdagangan
Biaya Administrasi Wajib Daftar Perusahaan
Penyediaan Administrasi Proyek
Izin Pengusahaan di Bidang Minyak dan Gas
Bumi
Penumpang Kapal Laut
Penggantian Biaya Cetak dan Jasa KTP
Izin Tanda Pendaftaran Usaha Peredaran Kaset
Penjualan Bibit Tanaman
Izin Usaha Perikanan
Izin Usaha Pertambangan
Lain lain Retribusi yang sah

Untuk mewujudkan arah kebijakan pengelolaan pendapatan daerah


tersebut,

pemerintah

Kabupaten

Morowali

secara

bertahap

menata

infrastruktur dan suprastruktur daerah agar satu dengan yang lainnya tidak
terjadi tumpang tindih.
95 Sumber: BAPPEDA Kabupaten Morowali dalam RPJMD 2008-2012
93

Dalam kebijakan umum anggaran pendapatan, Pemkab Morowali


berupaya untuk meningkatkan PAD melalui optimalisasi sumber PAD baik
pajak dan retribusi sebagai andalan penerimaan APBD. Kebijakan tersebut di
atas diarahkan pada :
a. Penyusunan dan penggunaan anggaran mengikuti besarnya APBD
yang tersedia menurut tahun anggaran,
b. Meningkatkan penerimaan melalui intensifikasi sumber-sumber
pendapatan asli daerah yang telah dilaksanakan selama ini,
terutama bagi sumber-sumber penerimaan yang wajar yakni meliputi
sumber-sumber penerimaan yang telah ditetapkan dalam UndangUndang dan yang telah dikembangkan berdasarkan ruang lingkup
kewenangan Kabupaten.
c. Memperluas diversifikasi (ekstensifikasi) sumber pendapatan asli
daerah berdasarkan kewenangan Kabupaten. Perluasan sumber
penerimaan daerah mengarah pada upaya mendayagunakan
seluruh potensi daerah yang dibarengi dengan kualitas pelayanan
kepada masyarakat.
d. Mendayagunakan Badan Usaha Milik Daerah sebagai sumber
pendapatan daerah.
e. Mewujudkan kerjasama

pemerintah

daerah

dengan

pihak

ketiga/swasta.
f. Meningkatkan pelayanan publik sesuai bidang kewenangan dari
setiap satuan kerja.
g. Memberikan kepastian hukum dalam kaitan penaman modal baik
asing maupun swasta
h. Secara terbuka bersama-sama dalam kaitan dengan perhitungan
objek pajak maupun retribusi
94

i. Mengembangkan mekanisme on line pelayanan guna efektif dan


efisien.
4.1.2. Pelaksanaan Pemungutan PAD
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) mempunyai tugas pokok dan
fungsi membantu DPPKAD dalam penyelenggaraan tugas teknis di Bidang
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah. Adapun tugas pokok
dan fungsi UPTD diatur dan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Dinas
sepanjang tehnis pelaksanaannya. Setiap kecamatan memiliki UPTD, kecuali
kecamatan yang baru dimekarkan96. Petugas UPTD setiap kecamatan terdiri
dari Kepala UPTD, Pembantu UPTD dan Bendahara Penerimaan Kecamatan.
Dalam menjalankan tugasnya, setiap UPTD kecamatan dibantu Kepala Desa
dalam pemungutan pajak/retribusi. Hasil pungutan kemudian disetor ke
Bendahara Kecamatan untuk kemudian diteruskan ke Bidang Perbendaharaan
DPPKAD atau disetor langsung ke BPD kemudian bukti pembayaran
diserahkan ke Bendahara Penerimaan DPPKAD.
Namun tidak semua jenis PAD dikelola langsung oleh DPPKAD.
Pemungutan retribusi diserahkan pada SKPD-SKPD lain sesuai dengan
kewenangan masing-masing. Lihat tabel 4.2. tentang jenis-jenis PAD yang
dikelola langsung oleh DPPKAD.
Setiap SKPD pengelola PAD yang berjumlah 13 SKPD di Kabupaten
Morowali juga memiliki UPTD Kecamatan yang melakukan pemungutan. Untuk
jenis PAD yang dikelola/dipungut oleh SKPD lain, DPPKAD hanya menerima
96 Daftar nama-nama Kepala UPTD 14 Kecamatan ada di halaman Lampiran 12.
95

laporan bulanan yang kemudian direkap sebagai bahan pembahasan dalam


rapat evaluasi yang dilakukan setiap tiga bulan.
Dalam hal pelaksanaan pemungutan PAD yang dilakukan UTPD Kecamatan,
Kepala UPTD Kecamatan Lembo, (Deitje Dewanto, SE) menjelaskan bahwa:
dalam hal pemungutan, berdasarkan pengalaman empat tahun terakhir
dalam pemungutan PAD sektor rumah makan dan penginapan, sudah
cukup bagus. Namun masih ada beberapa kendala teknis seperti,
masyarakat tidak mau menggunakan nota penjualan. Padahal nota ini
adalah sekaligus sebagai alat kontrol untuk mengetahui jumlah
pelanggan setiap harinya. Tapi ada juga yang memiliki kesadaran yang
sangat bagus. Untuk itu, dalam rangka untuk memaksimalkan
pengelolaan pemungutan, Kabupaten (DPPKAD) memberikan imbalan
kepada petugas Kecamatan (UPTD) yang berprestasi. Misalnya di
Lembo ini, pada tahun 2008 mendapatkan 1 unit mobil untuk sebagai
kendaraan operasional Camat dalam pemungutan PAD. Kemudian
pada tahun 2010 mendapatkan 1 unit sepeda motor atas prestasi yang
dicapai dalam tahun anggaran 201097.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan Sekretaris Kecamatan
Witaponda (Muh Ridwan, S.Ag, M.Si.) bahwa:
dalam pelaksanaan pemungutan, kami kekurangan tanaga dan
fasilitas. Tenaga pemungut selama ini hanya mengandalkan tenaga
honorer. Soal dana operasional, yang ada hanya upah pungut dari
kepada Kades dari Kabupaten (DPPKAD). Kesadaran masyarakat
sudah cukup bagus. Kemajemukan komposisi masyarakat cukup
membuat mereka untuk paham kewajibannya. Pengalaman tahun
2008-2011, kalau mereka lambat mendapatkan SPPT, mereka yang
datang sendiri mengambil. Namun sebelumnya ada sosialisasi dan
evaluasi teknis yang silakukan oleh pemerintah Kecamatan 98.

97 Hasil wawancara tanggal 26 januari 2012 pukul 10:15 WITA di Kantor UPTD Kecamatan
Lembo yang berjarak 149 km dari Ibu Kota Kabupaten Morowali.
98 Hasil wawancara tanggal 25 Januari 2012 pukul 14:00 WITA di Kantor Kecamatan
Witaponda yang berjarak 61 km dari Ibu Kota Kabupaten Morowali.
96

Kemudian ditambahkan oleh Camat Bahodopi (Syamsu Abdullah)


bahwa:
selama ini, pelaksanaan pemungutan sudah maksimal. Masyarakat
selalu tepat waktu membayar. Bahkan tidak jarang mereka datang
sendiri untuk menanyakan jumlah pajaknya 99.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Seksi Penerimaan Bidang
Perbendaharaan (Bustan) bahwa:
pelaksanaan pemungutan pengelolaan PAD ini sudah maksimal
tergantung dari objek yang dituju. Capaian target setiap tahun anggaran
sudah bagus Dan pastinya, hambatan yang membuat target tidak
tercapai tetap ada misalnya masih banyak masyarakat yang enggan
membayar karena saling menunggu. Contoh, si A akan bayar pajak
kalau si B sudah bayar pajak100
Sebelum

pelaksanaan

pemungutan/penagihan,

terlebih

dahulu

dilaksanakan pendaftaran dan penetapan wajib pajak dan wajib retribusi.


Dalam setiap tahun ada monitoring di lapangan yang dilakukan DPPKD untuk
mengidentifikasi sumber-sumber PAD. Monitoring ini adalah pendataan awal.
Misalnya monitoring terhadap sector pajak reklame. Semua pengusaha yang
memasang papan reklame akan didaftar sebagai subjek pajak dan reklame
sebagai objek pajak. Pelasanaan pedaftaran wajib pajak dan wajib retribusi
hanya dilakukan ketika wajib pajak sudah tetap. Misalnya, untuk sektor pajak
bahan galian golongan C, wajib pajaknya hanya boleh didaftar ketika terjadi
transaksi. Transaksi yang dimaksud adalah proses jual beli bahan galian itu.
99 Hasil wawancara tanggal 22 Januari 2012 pukul 10:15 WITA di Rumah Camat Bahodopi
yang berjarak 41 km dari Ibu Kota Kabupaten Morowali.
100 Hasil wawancara tanggal 27 Januari 2012 pukul 10:30 WITA di Kantor DPPKAD Kab
Morowali.
97

Tabel 4.2.
Jenis-Jenis PAD yang dikelola langsung DPPKAD Kabupaten Morowali 101
No

Jenis PAD
1.
Pajak Hotel
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C
~ Batu
~ Batu Pecah
~ Pasir
~ Sirtu
~ Kerikil
~ Urugan (Pasir dan Kerikil)
~ Marmer
~ Blok Marmer
Pajak Air Bawah Tanah
Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB)

Pengelola
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD
Dinas PPKAD

Mengenai pelaksanaan teknis pendaftaran wajib pajak sebagaimana


dikemukakan Kepala Bidang Pendapatan (M. Jufri Taiyeb):
pelaksanaan teknis pendaftaran wajib pajak: pertama, data pada tri
wulan ke empat sebagai data awal pada tahun anggaran berikutnya
adalah dasar dalam menetapkan wajib pajak. Kedua, setelah didaftar
dan ditetapkan, data awal itu disebarkan ke UPTD-UPTD kecamatan
untuk melakukan penagihan. Ketiga, hasil pungutan disetor ke kas
101 Data ini diperoleh dari Laporan Realisasi Penerimaan PAD Kabupaten Morowali oleh
DPPKAD Kabupaten Morowali Tahun Anggaran 2011 yang disahkan pada tanggal 20
Desember 2011.
98

daerah oleh bendahara khusus penerimaan (BKP). Keempat, setiap


bulan UPTD kecamatan memasukkan lapiran realisasi yang diserahkan
ke Bidang Pendapatan. Kelima, laporan realisasi itu diserahkan ke
Kepala Dinas. Sedangkan uang fisiknya diserahkan kepada Kepala
Seksi Penerimaan di Bidang Perbendaharaan.
Hanya saja, ada beberapa kendala klasik yang kami hadapi. Misalnya,
selama ini masih banyak SKPD yang tidak membuat laporan realisasi
bulanan. Selain itu, SKPD tidak efektif dalam melakukan penagihan.
Untuk menutupi kelemahan itu, kami mengejar potnsi PAD yang besar
seperti pajak bahan mineral bukan logam dan batuan. Sektor ini sangat
potensial dengan pertimbangan bahwa di Kabupaten Morowali ada
banyak pengusaha yang sedang gencar melakukan pembangunan
infrastruktur102.
Selain itu, juga dilakukan strategi tertentu dalam upaya peningkatan
sistem pendataan ulang untuk menjaring semaksimal mungkin objek pajak
sebagai dasar perhitungan dan penetapan pajak dilakukan melalui monitoring,
pemberian

hadiah

(doorprise),

ajakan

untuk

bertanggungjawab,

dan

sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan penerangan


pemahaman.
Setelah pendaftaran juga dilakukan penetapan wajib pajak dan
retribusi. Adapun penetapkan pajak dan retribusi daerah itu ada dua macam
yaitu

penetapan nilai transaksi dan penetapan secara jabatan. Penetapan

nilai transaksi, maksudnya adalah pemberlakuan pengenaan nominal pajak


secara normal sesuai dengan peraturan yang berlaku. Misalnya, sector pajak
hotel. Setiap pengunjung dikenakan biaya 10% dari transaksi. Untuk itu harus
dilakukan pengawasan yang ketat karena tidak ajrang pengelola hotel juga
melakukan kecurangan.
102 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pendapatan tanggal 9 Januari 2012 pukul
21:30 WITA.
99

Namun kalau penetapan ini tidak berhasil, maka dilakukan penetapan


secara jabatan. Maksudnya, ada kesepakatan bersama tentang nominal yang
harus disetor restoran setiap bulan, misalnya Rp 500.000/bulan. Angka ini
tidak berpatokan pada biaya 10% dari transaksi. Konsekuensinya, sedikit atau
banyaknya pengunjung tidak berpengaruh pada nominal itu.
4.1.3. Pengawasan atas Penatausahaan PAD
Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah.
Manajemen keuangan daerah adalah pengorganisasian dan pengelolaan
sumber-sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut 103. Sedangkan alat untuk
melaksanakan manajemen keuangan daerah disebut dengan tata usaha
daerah.
Menurut Mamaseh (1995), tata usaha keuangan daerah dibagi menjadi
dua golongan, yaitu tata usaha umum dan tata usaha keuangan. Tata usaha
umum menyangkut kegiatan surat-menyurat, mengagenda, mengekspedisi,
meyimpan surat-surat penting atau mengarsipkan serta kegiatan dokumentasi
lainnya. Sedangkan tata usaha keuangan pada intinya adalah tata buku yang
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang
keuangan

berdasarkan

prinsip-prinsip,

standar-standar

tertentu

serta

prosedur-prosedur tertentu sehigga dapat memberikan informasi aktual di


bidang keuangan.
103 Lihat, Halim dalam Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta, 2004, hlm 20.
100

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan tata usaha keuangan


daerah adalah penatausahaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah
satu indikator dalam pengelolaan PAD. Dari hasil observasi yang penulis
lakukan selama pra penelitian, fungsi penatausahaan PAD di DPPKAD
Kabupaten Morowali adalah kewenangan Bidang Akuntansi DPPKAD
berdasarkan tugas pokok dan fungsinya. Oleh karena itu, pembahasan fungsi
pengawasan atas penatausahaan PAD dalam penelitian ini difokuskan pada
Bidang Akuntansi dengan tetap mengamati keterkaitannya dengan bidang atau
seksi lain dalam lingkup DPPKAD Kabupaten Morowali.
Salah satu tugas pokok Bidang Akuntansi melakukan pengawasan atas
penatausahaan dan pelaporan keuangan pemerintah daerah terhadap
pelaksanaan APBD, termasuk di dalamnya jenis PAD sebagai salah satu
komponen Keuangan Daerah dalam struktur APBD setiap tahun anggaran.
Mengenai penajabaran dalam pelaksanaan fungsi tersebut, Kepala
Bidang Akuntansi (Alwi Gawi, SE) menjelaskan bahwa:
inti dari tugas pokok dan fungsi Bidang Akuntansi adalah melakukan
pencatatan dan pelaporan penerimaan PAD per SKPD per semester
bahkan per bulan berdasarkan peraturan yang berlaku, bukan
melakukan pembinaan, itu terlalu berlebihan, para perumus tupoksi itu
tidak mengerti realitas objektif di lapangan 104.
Pencatatan dan pelaporan adalah bentuk pengawasan yang dilakukan
Bidang Akuntansi berdasarkan kewenangannya. Pencatatan itu meliputi data
target dan realisasi PAD setiap tahun anggaran, laporan realisasi yang
104 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Akuntansi tanggal 10 Januari 2012 pukul 20:30 WITA di
Kantor DPPKAD.

101

dimasukkan oleh petugas UPTD Kecamatan, laporan realisasi setiap SKPD


pengelola PAD, termasuk laporan keuangan dari jenis PAD pada bidang
perbendaharaan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesesuaian dan keakuratan
data laporan pengelolaan PAD oleh DPPKAD sebelum dilakukan pembahasan
pada rapat pertanggungjawaban di DPRD dalam setiap tahun anggaran.
Untuk melengkapi pencatatan itu, Bidang Akuntansi melakukan
pencatatan terhadap bukti pembayaran/penyetoran dari setiap jenis PAD
terutama dari jenis pajak dan retribusi daerah dari petugas pemungut PAD
yakni dari UPTD DPPKAD setiap kecamatan. Hal ini sebagaimana yang
diungkapkan Kepala Bidang Akuntansi (Alwi Gawi, SE):
setelah uang fisik PAD masuk di rekening daerah yang dibayarkan di
PT Bank Sulteng, Bidang Akuntansi melakukan pencatatan penerimaan
PAD beserta bukti-bukti penyetoran/pembayaran setiap SKPD dan
UPTD DPPKAD setiap kecamatan. Ini dilakukan setiap enam bulan
bahkan setiap bulan. Bukti-bukti penyetoran/pembayaran itu dicatat
sebagai bahan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban
keuangan sebagai tugas akhir Bidang Akuntansi. Laporan
pertanggungjawaban keuangan ini dibahas dalam rapat evaluasi
tahunan dalam setiap akhir tahun anggaran di DPRD, diaudit BPK 105.
Hubungannya dengan Bidang/Seksi lain dalam lingkup DPPKAD dan
SKPD-SKPD lain pengelola PAD, Bidang Akuntansi melakukan rekonsiliasi
sebelum rapat evaluasi tahunan dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menjaga
keakuratan data laporan pengelolaan PAD dalam setiap tahun anggaran.
Rekonsiliasi yang dilakukan dibagi menjadi dua yaitu rekonsiliasi
internal dan rekonsiliasi eksternal. Rekonsiliasi internal dilakukan dengan
105 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Akuntansi tanggal 10 Januari 2012 pukul 21:00 WITA di
Kantor DPPKAD.

102

Bidang-Bidang lain dalam internal DPPKAD, termasuk UPTD kecamatan.


Tujuannya adalah untuk memastikan kesamaan data realisasi PAD karena
tidak jarang terjadi perbedaan. Ketika terjadi perbedaan akan diidentfikasi
letak masalahnya untuk kemudian dilakukan penyesuian. Rekonsilliasi ini
sangat penting sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Bidang Akuntansi
(Alwi Gawi, SE) bahwa:
dalam melakukan penyusunan laporan pertanggungjawaban kami
super hati-hati karena ini hal yang sangat sensitive. Salah sedikit akan
dibongkar habis-habisan di dalam rapat di DPRD. Akurasi data sangat
penting dalam penyusunan laporan sebelum rapat di DPRD. Kalau
dalam laporan SKPD menyatakan bahwa penerimaan misalnya Rp
100.000 dari target Rp 200.000, maka laporan di DPPKAD juga harus
begitu. DPRD selalu ribut kalau target tidak tercapai karena sangat
berpengaruh pada belanja APBD dalam tahun anggaran berjalan 106.
Rekonsiliasi eksternal dilakukan dengan SKPD-SKPD pengelola PAD
yang berjumlah 13 SKPD. Dalam pelaksanaannya, SKPD-SKPD itu diundang
secara bergilir setiap hari dalam setiap akhir tahun anggaran. Ini juga
dilakukan untuk melakukan penyesuaian data penerimaan PAD. Tujuannya
adalah untuk lebih memantapkan keakuratan data sehingga tidak lagi
diragukan karena tidak jarang terjadi perbedaan data antara SKPD-SKPD
dengan DPPKAD selaku Koordinator Pengelola PAD.
4.1.4. Pelaporan dan Evaluasi Realisasi PAD
Dalam studi manajemen keuangan daerah, evaluasi dan pelaporan
adalah kegiatan penting untuk menjaga terlaksananya pengelolaan keuangan

106 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Akuntansi tanggal 10 Januari 2012 pukul 21:30
WITA di Kantor DPPKAD.
103

daerah dengan efektif dan efisien. Demikian halnya dengan pengelolaan


Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Morowali oleh Pemerintah Daerah
dalam hal ini DPPKAD Kabupaten Morowali. Di DPPKAD terdapat Seksi
Evaluasi dan Pelaporan di bawah Bidang Pendapatan yang melakukan fungsi
evaluasi dan pelaporan tentang PAD107.
Salah satu tugas pokok dan fungsi Seksi Evaluasi dan Pelaporan
adalah mengevaluasi/mencatat jenis penerimaan pendapatan asli daerah dari
pajak dan retribusi daerah. Dalam pelaksanaannya, Seksi Evaluasi dan
Pelaporan menerima laporan dari Seksi Pajak Retribusi Daerah. Laporan itu
diterima setiap tanggal 10 bulan berjalan. Laporan itu adalah hasil yang diinput
Seksi Evaluasi dan Pelaporan untuk kemudian disampaikan/dibahas pada
saat rapat evaluasi yang dilaksanakan setiap tiga bulan dalam satu tahun
anggaran.
Yohanes P. Labunga (Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bofdang
Pendapatan) mengungkapkan bahwa:
laporan itu berisi data realisasi dan potensi PAD yang disusun Seksi
Evaluasi dan Pelaporan. Idealnya, laporan harus selesai disusun setiap
tiga bulan. Namun tidak jarang dilakukan dalam dua bulan, tergantung
dari kebijakan pimpinan dan yang paling penting adalah koordinasi
harus kuat. Biasanya sebelum dilakukan pelaporan, Kepala Dinas
menanyakan kesiapan laporan sebelum dilakukan evaluasi 108.

107 Setiap Bidang dalam DPPKAD terdapat Seksi Evaluasi dan Pelaporan sesuai dengan
kewenangan masing-masing. Dan yang melakukan fungsi Evaluasi dan Pelaporan PAD
adalah Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bidang Pendapatan.
104

Dalam setiap tahun anggaran, DPPKAD mengadakan rapat evaluasi


yang dilakukan setiap 3 bulan sekali. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh
Kepala Bidang Pendapatan (M. Jufri Taiyeb):
rapat evaluasi dilakukan setiap tri wulan dalam satu tahun. Pada tri
wulan pertama, yang dibahas adalah perencanaan target dan
penetapannya. Pada tri wulan ke dua, yang dibahas adalah evaluasi
pelaksanaan atau penagihan. Pada tri wulan ke tiga, yang dibahas
adalah hasil evaluasi pada tri wulan ke dua sebagai input dala APBD-P.
Sedangkan pada rapat evaluasi tri wulan ke empat, yang dibahas
adalah realisasi pencapaian dan merupakan data pertanggungjawaban
pemungutan ke DPRD109.
Tujuan diadakannya rapat evaluasi ini ada dua. Pertama, untuk
melakukan rekonsiliasi dengan SKPD-SKPD lain pengelola PAD 110. Tujuan
rekonsiliasi ini adalah untuk mengetahui capain pendapatan masing-masing
SKPD. DPPKAD selaku koordinator pengelola PAD, melakukan penyelerasan
dan memadukan data yang masuk. Dari pengalaman 4 tahun terakhir,
seringkali ada SKPD yang tidak memasukkan laporan realisasi. Selain itu,
data realisasi penerimaan tidak sesuai dengan data realisasi penerimaan di
DPRD sehingga DPPKAD dalam hal ini Bidang Pendapatan mengidentifikasi
letak masalahnya melalui rapat evaluasi/rekonsiliasi sebagai data awal untuk
kemudian ditentukan langkah-langkah penyelesaiannya. Selain itu, laporan
108 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bidang Pendapatan
DPPKAD pada tanggal 30 Januari 2012 pukul 10:45 WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten
Morowali.
109 Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang Pendapatan DPPKAD tanggal 29 Desember
2011 pukul 22:00 WITA
110 Saat penulis melakukan penelitian, terdapat 13 SKPD pengelola PAD di Kabupaten
Morowali.
105

yang masuk sering terjadi perbedaan. Misalnya, laporan yang dimasukkan


SKPD pengelola PAD dengan laporan UPTD kecamatan berbeda dalam
nominal. Untuk itu, DPPKAD menyesuaikan atau mencocokkan data tersebut.
Jika tidak cocok, diidentifikasi apa masalahnya.
Kedua, untuk mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan. Ini dilakukan
untuk mengetahui apakah target tercapai atau tidak. Jika tidak, diidentifikasi
apa masalahnya. Ada dua jenis pendekatan yang dilakukan, yaitu:
1. Monitoring lapangan yang dilakukan langsung oleh aparat DPPKAD.
Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi objektif di lapangan.
Misalnya di sektor pajak restoran , ketika ada selisih yang cukup
besar antara target dengan realisasi, aparat DPPKAD turun ke
lapangan untuk mengidentifikasi penyebabnya. Dari hasil observasi
kemudian dapat diketahui permasalahan/penyebabnya. Sebagai
contoh, penerimaan Pajak Restoran disebabkan karena jumlah
pengunjung pada restoran tersebut menurun.
2. Evaluasi ulang dilakukan hanya pada sektor PBB, bentuknya adalah
memperbaharui data objek pajak. Misalnya bentuk fisik bangunan
rumah yang sudah berubah.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam setiap tahun
anggaran dilakukan Rapat Evaluasi setiap tiga bulan untuk mengevaluasi
pelaksanaan pengelolaan PAD. Dalam hal ini yang dibahas bukan hanya
nominal realisasi PAD dalam setiap tahun anggaran tetapi juga berbagai
permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan PAD sebagai bahan
106

pertimbangan bagi DPPKAD dalam upaya meningkatkan realisasi PAD untuk


tahun anggaran berikutnya. Dari berbagai permasalahan itu kemudian disusun
langkah-langkah perbaikan dalam pengelolaan PAD.
Dari hasil pengamatan, penulis menemukan bahwa tahapan evaluasi dan
pelaporan dalam pengelolaan PAD sangat urgen dilakukan guna menemukan
masalah utama yang menjadi kendala dalam merealisasikan target PAD dalam
setiap tahun anggaran untuk kemudian merumuskan langkah-langkah
perbaikan. Apalagi setelah pemberlakuan UU Nomor 28 Tahun 2009,
pemungutan retribusi diserahkan kepada Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu. Sedangkan SKPD teknis pengelola PAD hanya memberikan
pertimbangan teknis111. Ketika UU ini diberlakukan, beberapa jenis retribusi
yang sebelumnya dikelola langsung SKPD tertentu diserahkan kepada Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu. Tidak terkecuali DPPKAD selaku koordinator
pengelola PAD. Artinya, DPPKAD yang sebelumnya mengalami masalah
dalam berkoordinasi dengan SPKD lain dalam pengelolaan PAD harus
merumuskan langkah-langkah inovatif untuk memaksimalkan pengelolaan
PAD yang pengelolaannya secara langsung telah banyak melibatkan SKPD
lain.

Koordinasi

ini

sangat

penting

terutama

dalam

menyelaraskan/menyesuaikan data target dan realisasi dengan SKPD lain


pengelola PAD. Apalagi dalam pengelolaan PAD selama empat terakhir
DPPKAD mengalami kesulitan dalam menyesuaiakan data target dan
realisasi. Salah satunya disebabkan karena masih saja ada SKPD yang tidak
111 Selengkapnya lihat UU Nomor 28 Tahun 2009.
107

atau

terlambat

memasukkan

datanya

sebelum

dilakukan

laporan

pertanggungjawaban di DPRD.
Sehubungan dengan itu, Kepala Bidang Pendapatan (M. Jufri Taiyeb)
menjelaskan bahwa:
untuk menyikapi pemberlakuan UU Nomor 28 Tahun 2009, pada tahun
2012 ini Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali dalam hal ini
DPPKAD melakukan; peningkatan kapasitas dinas melalui penguatan
fungsi UPTD. UPTD setiap kecamatan saling berkoordinasi untuk
mempertanggungjawabkan semua pengeloaan dan pendapatan di
wilayah kecamatan masing-masing. Hal ini sangat penting mengingat
UPTD Kecamatan adalah ujung tombak pengelolaan PAD. Jumlah
standar personil UPTD kecamatan yang memungut pajak minimal
sebanyak 3 orang masing-masing Kepala UPTD, Pembantu UPTD dan
BKP (Bendahara Khusus Penerimaan). Mereka harus membuat laporan
realisasi setiap bulan. Khusus untuk BKP, akan lebih dimaksimalkan
fungsinya sehingga laporan realisasi bulanan masuk tanpa kendala.
Untuk itulah akan dikuatkan fungsinya karena selama ini, kapasitas
personil masih sangat lemah. Untuk konteks saat ini, langkah-langkah
yang dilakukan untuk mengantisipasi masalah tersebut adalah dengan
melakukan bimbingan teknologi (bintek), magang di DPPKAD
kabupaten/kota lain seperti saat ini dilakukan di Kota Palu dan
Kabupaten Poso. Selain itu, ke depannya akan dilakukan studi banding
ke daerah-daerah yang telah sukses dalam pengelolaan PAD-nya 112.
Selanjutnya, dari hasil wawancara mendalam dengan informan yang sama (M
Jufri Taiyeb, SE), penulis memperoleh informasi tentang langkah-langkah
taktis DPPKAD untuk meningkatkan PAD meski informasi ini tidak detail
karena Kepala Bidang Pendapatan tidak bersedia memberikan informasi ini
secara detail. Menurut Taiyeb, hal itu adalah rahasia internal DPPKAD.
Selanjutnya Taiyeb mengungkapkan bahwa:

112 Hasil wawancara tanggal 8 Januari 2012 Pukul 20:30 WITA.


108

rencana ke depan, pada tahun 2012, dalam upaya mengoptimalkan


pemungutan PAD, Bidang Pendapatan akan melakukan langkahlangkah taktis dengan mengunakan pendekatan seperti;
1. Pembinaan melalui sosialisi bahwa akan diterapkan disiplin pajak
dan retribusi. Jadi otomatis tidak ada wajib pajak dan wajib retribusi
yang akan lolos dari kewajiban pajak dan retribusi. Untuk itu,
regulasi yang dibuat pemerintah daerah harus realistis dan
mendukung.
2. Pada tahun 2014, berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah, PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dan
BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) sudah
masuk dalam golongan PAD. Oleh karena itu, DPPKAD memasang
strategi peningkatan kesadaran masyarakat wajib pajak untuk
melakukan kewajiban tanpa ada paksaan atau bentuk intimidasi
apapun. Tetapi dengan memberikan doorprise kepada wajib pajak
yang dengan kesadaran sendiri menyetor pajak paling lambat
tanggal 30 Mei sejak jatuh tempo. Semua wajib pajak dapat kupon
yang akan diundi untuk dapat doorprise. Setiap kecamatan dapat
kesempatan. Ini adalah langkah baru karena sebelumnya, hanya
pengelola yang diberi kesempatan. Pembiayaan doorprise didapat
dari insentif.
3. Pendataan dan pemetaan kembali untuk menaikkan nilai nominal
dengan melakukan pendataan dan pemetaan objek PBB untuk
kemudian dilakukan penetapan ulang tentang nilai nominal pajak
sesuai dengan kondisi objektif di lapangan.
4. Memberikan reward (pengharagaan) pada pengelola PAD. Setiap
kecamatan mendaftarkan calon penerima penghargaan untuk
kemudian dinilai atau dievaluasi di DPPKAD Kabupaten dan
selajutnya ditatapkan sebagai peneriman penghargaan.
Bentuk penghargaan itu ada dua macam yaitu:
a. Upah Pungut
Bentuk penghargaan ini adalah Upah pungut yang dibayarkan
sebesar 5% yang diberikan ketika pengelola mencapai target.
b. Pemberian fasilitas operasional
Penghargaan ini terkait dengan pengelolaan PBB. Bentuk pemberian
penghargaan ini adalah mobil opresional yang diberikan kepada
camat. Alhamdulillah, berkat strategi ini sudah empat tahun berturutturut selau dapat insentif. Pada tahun 2011 kami dapat insentif PBB
sebesar Rp 3,5 M dari Pemerintah Pusat atas keberhasilan
pencapaian dengan penerimaan dari PBB sebesar Rp 165,1 M dari
target tang ditetapkan. Makanya pendekatan ini kami anggap cukup
efektif113.
113 Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang pendapatan DPPKAD tanggal 29 Desember
2011 pukul 20:30 WITA.
109

Sebagai salah upaya untuk meningkatkan kualitas SDM aparatur dalam


pengelolaan PAD, DPPKAD memberikan penghargaan kepada pengelola PAD
yang memenuhi kriteria. Kriteria yang dimaksud adalah indikator keberhasilan
Adapun indikator keberhasilan untuk pemberian penghargaan kepada
pengelola di tingkat kecamatan adalah:
1) Kecamatan dengan lunas PBB tercepat
2) Berdasarkan kriteria besaran.
a) Kriteria A adalah Kecamatan dengan tetapan potensi dan
capaian PBB di atas Rp 150.000.000.
b) Kriteria B adalah Kecamatan dengan tetapan potensi dan
capaian PBB di atas Rp 75.000.000- Rp 150.000.000.
c) Kriteria C adalah Kecamatan dengan tetapan potensi dan
capaian PBB di bawah Rp 75.000.000.
Sehubungan dengan pemberian reward, Kepala Bidang Pendapatan
(Djufri M. Taiyeb, SE) menambahkan bahwa:
pada tahun 2011, ada 2 kecamatan yang dapat doorprise dengan
kriteria A, 2 kecamatan dengan kriteria B dan 1 kecamatan dengan
criteria C. Selain itu, ada 2 orang Kepala Desa yang diberi hadiah
kendaraan. Kades yang juara I di setiap kecamatan mendapatkan
bonus dalam bentuk Tabanas untuk biaya operasional. Mekanisme
penetuan juaranya yakni dengan dilaporkan/didaftarkan di Kecamatan
masaing-masing untuk dinilai di kabupaten. Dan ke depannya, Pemda
harus tetapkan regulasi dengan konsep peningkatan kapasitas
DPPKAD dengan penguatan UPTD kecamatan. Sehingga ke depannya
camat berperan sebagai koordinator dan UPTD sebagai pengelolaan di
lapangan, bukan lagi SKPD yang harus turun langsung karena itu
sangat memboroskan anggaran114.

114 Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang Pendapatan DPPKAD tanggal 29 Desember
2011 pukul 22:00 WITA.
110

Senada dengan yang diungkapkan Kepala DPPKAD Kabupaten


Morowali (Haeruddin Rompone, S.Sos) bahwa:
dalam upaya peningkatan PAD Kabupaten Morowali DPPKAD
menyediakan fasilitas penunjang dalam pelaksanaan tugas operasional
pemungutan PAD. Sebagai contoh, pada tahun 2011, untuk UPTD
Kecamatan, DPPKAD Kabupaten Morowali menghadiahkan 6 unit mobil
kepada 6 camat dan beberapa unit motor kepada para Kades untuk
mendukung kelancaran tugas operasional pemungutan PAD 115.

Berdasarkan data target dan realisasi PAD Kabupaten Morowali Tahun


Anggaran 2008-2011, penulis kemudian menemukan beberapa sub bahasan
yang erat kaitannya dengan salah satu indikator penelitian peran DPPKAD
Kabupaten Morowali yang penulis rumuskan dalam definisi operasional.
Indikator peran yang penulis maksud dalam penelitian ini Pelaporan dan
Evaluasi Realisasi PAD. Adapun sub-sub bahasan yang dimaksud yaitu PAD
dengan Kontribusi Terbesar dalam empat tahun terakhir, Realisasi Penerimaan
PAD Terbesar Per SKPD, Realisasi Penerimaan PAD Terbesar Per UPTD, dan
Hubungan DPPKAD dengan SKPD lain dalam Pengelolaan PAD. Dari
pengamatan dan analisis penulis, selain sub bahasan pertama, kedua dan
ketiga, sub bahasan keempat juga sangat urgen untuk diuraikan dalam
pembahasan Pelaporan dan Evaluasi Realisasi PAD karena itu memberikan
gambaran tentang bagaimana hubungan DPPKAD dengan SKPD lain
pengelola PAD untuk kemudian dianalisis bagaimana pengaruhnya terhadap

115 Hasil wawancara dengan Kadis DPPKAD pada tanggal 30 Desember 2011 pukul 13:00
WITA di Kantor DPPKAD.
111

pengelolaan PAD khususnya dalam Evaluasi dan Pelaporan PAD dalam setiap
tahun anggaran.
4.1.4.1.

PAD dengan Konstribusi Terbesar dalam Empat Tahun Terakhir

Pada Tabel 4.3, Tabel 4.4, Tabel 4.5, dan Tabel 4.6 berikut diuraikan tentang
target dan realisasi dari seluruh komponen jenis PAD Kabupaten Morowali
dalam tahun anggaran 2008, 2009, 2010 dan 2011. Berdasarkan tabel-tabel
ini dapat ditentukan jenis PAD yang paling besar kontribusinya dalam
pendapatan daerah. Selanjutnya dapat pula dilihat apakah terjadi peningkatan
dalam pengelolaan PAD atau tidak dalam empat tahun terakhir.
Berdasarkan Tabel 4.3, jenis PAD yang paling besar kontribusinya dari
jenis Pajak Daerah adalah Pajak Bulk Sampling yaitu sebesar Rp
1.275.000.000 dari target Rp 1.175.000.000. Dari jenis Retribusi yang paling
besar

adalah

Retribusi

874.662.375 dari target

Pelayanan

Kesehatan

Rp 549.950.000.

yakni

sebesar

Rp

Dari jenis Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah yang Dipisahkan yang besar adalah Bagian Laba Alat
Penyertaan Modal/Investasi yakni sebesar Rp 382.671.540 dari target Rp
382.000.000. Sedangkan dari jenis Lain-lain PAD yang Sah, yang paling besar
adalah Pendapatan Lainnya yakni sebesar Rp 7.586.556.969 dari target Rp
2.890.000.000.
Berdasarkan Tabel 4.4. jenis PAD yang paling besar kontribusinya dari
jenis Pajak Daerah adalah Pajak Penerangan Jalan yaitu sebesar Rp
591.346.587 dari target Rp 588.836.405. Dari jenis

Retribusi yang paling


112

besar adalah Retribusi Pelayanan Kesehatan yakni sebesar Rp 4.200.680.108


dari target Rp 4.121.000.000. Dari jenis Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang

Dipisahkan

yang

besar adalah

Bagian

Laba Alat

Penyertaan

Modal/Investasi yakni sebesar Rp 776.594.929. dari target Rp 700.000.000.


Sedangkan dari jenis Lain-lain PAD yang Sah, yang paling besar adalah
Pendapatan Asli Daerah Lainnya yakni sebesar Rp 3.377.192.060 dari target
Rp 16.495.892.367.
Berdasarkan tabel 4.5. jenis PAD yang paling besar kontribusinya dari
jenis Pajak Daerah adalah Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C yaitu
sebesar Rp 841.160.829 dari target Rp 7.297.158.560. Dari jenis Retribusi
yang paling besar adalah Retribusi Pelayanan Kesehatan yakni sebesar Rp
5.226.222.113 dari target Rp 10.750.000.000. Dari jenis Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan tidak dapat terealisasi. Dari target Rp.
1.000.000.000, tidak dapat direalisasikan karena laba atas penyertaan
modal/investasi di Tahun 2010 masuk ke kas daerah Januari Tahun 2011 116.
Sedangkan dari jenis Lain-lain PAD yang Sah yang paling besar adalah
Pendapatan Asli Daerah Lainnya yakni sebesar Rp 7.437.606.852 dari target
Rp 7.401.265.449.
Berdasarkan tabel 4.6. jenis PAD yang paling besar kontribusinya dari jenis
Pajak Daerah adalah Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C yaitu sebesar
Rp 1.731.147.491 dari target Rp 4.850.543.120,27. Dari jenis Retribusi yang
116 Rena Kamaruddin dalam Skripsinya OPTIMALISASI PENGELOLAAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH PADA DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH
KABUPATEN MOROWALI, Untad, Palu 2011. Hlm 75.

113

paling besar adalah Retribusi Pelayanan Kesehatan yakni sebesar Rp


7.953.809.883 dari target

Rp 8.893.297.691. Dari jenis Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah yang Dipisahkan adalah Bagian Laba Alat Penyertaan


Modal/Investasi yakni sebesar Rp 1.847.791.562 dari target Rp 1.000.000.000.
Sedangkan dari jenis Lain-lain PAD yang Sah, yang paling besar adalah
Pendapatan Asli Daerah Lainnya yakni sebesar Rp 4.964.035.927 dari target
Rp12.927.695.090.
Dari Tabel 4.3., Tabel 4.4., Tabel 4.5., dan Tabel 4.6., dapat dilihat tren
pengelolaan PAD Kabupaten Morowali dalam tahun anggaran 2008, 2009,
2010 dan 2011. Realisasi PAD Kabupaten Morowali dalam tahun anggaran
2008 sebesar Rp 14.533.137.053 dari target Rp 13.375.442.795 atau surplus
sebesar Rp 1.157.694.258 Pada tahun anggaran 2009 sebesar Rp
13.820.311.687 dari target Rp 30.457.238.927 atau defisit Rp 16.636.927.240.
Pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp 17.417.709.460 dari target Rp
49.110.252.215 atau defisit Rp 31.692.542.755. Sedangkan pada tahun
anggaran 2011 sebesar Rp 19.651.390.324 dari target Rp 46.947.535.901
atau defisit Rp 27.296.145.577.

Tabel 4.3. Target dan Realisasi PAD Tahun 2008


JENIS PAD
PENDAPATAN ASLI DAERAH

TARGET
PERUBAHAN
Rp 13.375.442.795

Rp

REALISASI
14.533.137.053

114

PAJAK DAERAH
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak P. Bahan Galian Gol. C
Pajak Alat Tangkap Ikan
Bulk Sampling
Pajak Galian C Lainya

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

2.760.894.070
50.400.000
25.200.000
1.000.000
75.000.000
504.257.820
500.036.250
30.000.000
1.175.000.000
400.000.000

Rp 2.433.766.659,00
Rp
17.834.750
Rp
4.583.000
Rp
Rp
110.422.374
Rp
588.836.405
Rp
400.145.130
Rp
36.945.000
Rp
1.275.000.000
Rp
-

RETRIBUSI DAERAH
Ret Pelayanan Kesehatan
~ Dinas Kesehatan
~ Badan Pengelola RSUD
Ret Penggantian Biaya Cetak KTP
Ret Pembuatan Kartu Keluarga
Ret Pelayanan Pasar
Ret Pengujian Kendaraan Bermotor
Ret Pelayanan Kepelabuhan
Ret Pemakaian Kekayaan Daerah
Ret Izin Usaha Perikanan
Ret Jasa Usaha Rumah Potong Hewan
Ret Peruntukan Lahan
Ret Terminal
Ret Penguasaan Atas Lahan
Ret Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Ret Izin Gangguan (HO)
Ret Izin Trayek
Ret Sewa Alat
Ret Izin Usaha Industri
Ret Penjualan Produksi Hasil Hutan
Ret Pelayanan Administrasi
Ret Izin Pemungutan Hasil Hutan
Ret Pembinaan Dan Pengawasan Hasil
Bumi Industri
Ret Izin Usaha Jasa Kontruksi

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

4.106.430.725
549.950.000
42.000.000
507.950.000
90.000.000
30.000.000
104.844.000
29.230.000
1.250.000
200.000
85.462.075
6.935.000
600.000.000
25.624.000
1.000.000.000
350.000.000
27.991.150
2.204.000
100.000.000
90.000.000
300.000.000
10.960.500
1.000.000

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

1.930.843.008
874.662.375
44.734.500
829.927.875
90.000.000
53.109.000
110.920.600
24.554.000
1.986.000
99.151.331
8.199.000
16.093.000
148.449.387
36.437.750
13.490.000
90.631.468
83.313.975
194.332.122
14.368.500
-

Rp
Rp

35.000.000
65.980.000

Rp
Rp

5.164.500
65.980.000

Rp

382.671.540

Rp

HASIL PERUSAHAAN MILIK DAERAH &


HASIL
PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH
Rp
382.000.000
YANG
DISAHKAN
Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah
Morowali
Rp
Tabel 4.3 (lanjutan)
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Bagian Laba Alat Penyertaan
Modal/Investasi
Kepada Pihak Ketiga

Rp

Rp

Rp
Rp

382.000.000
-

Rp
Rp

382.671.540
-

115

LAIN - LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH


YANG SAH
Penerimaan Jasa Giro
Denda Keterlambatan Pelaksanaan
Pekerjaan
Daerah
Sumbangan Pihak Ketiga
Pendapatan Lainnya
Penjualan Hasil Pertanian

Rp

6.126.118.000

Rp

9.785.855.846

Rp

2.000.000.000

Rp

2.199.298.877

Rp

116.000.000

Rp
Rp
Rp

1.120.118.000
2.890.000.000
-

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

7.586.556.969
-

TA 2008
Pajak

Retribusi

HPKDyd

Lain-lain PAD

17%
13%
2%

68%

Gambar 4.1
Sumber PAD Terbesar di Kabupaten Morowali Tahun 2008
Keterangan
Pajak

: Rp 2,433,766,659

Retribusi

: Rp 1,930,843,008

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

: Rp

Lain-Lain Pad Yang Sah

382,671,540

: Rp 9,785,855,846

Tabel 4.4. Target dan Realisasi PAD Tahun 2009


JENIS PAD

PENDAPATAN ASLI DAERAH


PAJAK DAERAH

TARGET PERUBAHAN

Rp
Rp

30.457.238.927
2.595.236.405

REALISASI

Rp
Rp

13.820.311.687
1.314.533.345

116

Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak P. Bahan Galian Gol. C
Pajak Alat Tangkap Ikan
Bulk Sampling
Pajak Galian C Lainya
RETRIBUSI DAERAH
Ret Pelayanan Kesehatan
~ Dinas Kesehatan
~ RSUD Bungku
~ RSUD Kolonodale
Ret Penggantian Biaya Cetak KTP/Akte
Catatan Sipil
Ret Pelayanan Pasar
Ret Pengujian Kendaraan Bermotor
Ret Pelayanan Kepelabuhan
Ret Pemakaian Kekayaan Daerah
Ret Izin Usaha Perikanan
Ret Jasa Usaha Rumah Potong Hewan
Ret Peruntukan Lahan
Ret Terminal
Ret Penguasaan Atas Lahan
Ret Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Ret Izin Gangguan (HO)
Ret Izin Trayek
Ret Sewa Alat
Ret Izin Usaha Industri
Ret Penjualan Produksi Hasil Hutan
Ret Pelayanan Administrasi
Ret Izin Pemungutan Hasil Hutan
Ret Pembinaan Dan Pengawasan Hasil
Bumi Industri
Ret Jasa konstruksi

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

50.400.000
75.000.000
1.000.000
75.000.000
588.836.405
600.000.000
30.000.000
1.175.000.000
7.936.539.500
4.121.000.000
61.000.000
60.000.000
4.000.000.000

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

14.499.210
10.515.550
91.547.343
591.346.587
580.844.655
25.780.000
6.190.794.175
4.200.680.108
7.160.000
183.524.791
4.009.995.317

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

150.000.000
104.844.000
45.000.000
6.200.000
436.000.000
125.000.000
6.935.000
300.000.000
34.980.000
1.000.000.000
1.000.000.000
50.000.000
14.620.000
35.000.000
100.000.000
10.960.500
1.000.000

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

161.893.000
150.505.765
28.522.000
3.940.000
118.330.000
6.935.000
221.500.000
29.140.000
587.087.642
18.805.200
11.189.000
227.873.816
93.579.345
98.174.600
12.017.050
-

Rp
Rp

350.000.000
45.000.000

Rp
Rp

42.851.070
177.770.574

Rp

700.000.000

Rp

776.594.929

Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah


Morowali
Rp
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Rp
Bagian Laba Alat Penyertaan Modal/Investasi
Rp
700.000.000
Kepada Pihak Ketiga
Rp
Tabel 4.4. (lanjutan)

Rp
Rp
Rp
Rp

776.594.929
-

Rp

5.538.389.238

HASIL PERUSAHAAN MILIK DAERAH &


HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN
DAERAH YANG DISAHKAN

LAIN - LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH


YANG SAH

Rp

19.225.463.022

117

Penerimaan Jasa Giro


Denda Keterlambatan Pelaksanaan
Pekerjaan
Daerah
Sumbangan Pihak Ketiga
Pendapatan Lainnya
Pendapatan dari Pengembalian Pajak

Rp

1.500.000.000

Rp

683.976.970

Rp

116.000.000

Rp
Rp
Rp

52.764.769
16.495.892.367
1.060.805.886

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

321.414.322
3.377.192.060
1.155.805.886

TA 2009
Pajak

Retribusi

HPKDyd

Lain-lain PAD

10%
40%
45%
5%

Gambar 4.2
Sumber PAD Terbesar di Kabupaten Morowali Tahun 2009

Keterangan
Pajak

: Rp 1,314,533,345

Retribusi

: Rp 6,190,794,175

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

: Rp

Lain-Lain Pad Yang Sah

776,594,929

: Rp 5,538,389,238

Tabel 4.5. Target dan Realisasi PAD Tahun 2010


JENIS PAD

TARGET PERUBAHAN

REALISASI

118

PENDAPATAN ASLI DAERAH


PAJAK DAERAH
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C
~ Batu
~ Batu Pecah
~ Pasir
~ Sirtu
~ Kerikil
~ Urugan (Pasir dan Kerikil)
~ Marmer
~ Blok Marmer
~ Bulk Sampling
~ Pajak Galian C Lainnya
Pajak Alat Tangkap Ikan
RETRIBUSI DAERAH
Ret. Pelayanan Kesehatan
~ Dinas Kesehatan
~ Badan Pengelola RSUD Kolonodale
~ Badan Pengelola RSUD Morowali
Ret. Sewa Alat
Ret. Izin Usaha Jasa Konstruksi
Ret. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Ret. Pengujian Kendaraan Bermotor
Ret. Terminal
Ret. Tempat Khusus Parkir
Ret. Pelayanan Kepelabuhanan
Ret. Izin Trayek
Ret. Pembinaan & Pengawasan Hasil Bumi &
Industri
Ret. Izin Usaha Industri
Ret. Pelayanan Pasar
Ret. Pemakaian Kekayaan Daerah
Ret. Pelayanan Administrasi
Ret. Izin Gangguan HO
Ret. Rumah Potong Hewan
Ret. Penjualan Produksi Hasil Hutan
Ret. Peruntukan Lahan
Ret. Penguasaan Atas Lahan
Ret. Pemakaian Kekayaan Daerah
Ret. Izin Usaha Perikanan
Ret. Balai Benih Udang

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

49.110.252.215,94
8.451.158.560,00
75.000.000
100.000.000
4.000.000
175.000.000
800.000.000
7.297.158.560
124.872.910
38.401.920
124.632.898
128.673.100
48.535.760
32.270.800
2.450.000
3.281.250
3.020.137.873
3.773.902.049
15.968.497.951
10.750.000.000
1.750.000.000
6.500.000.000
2.500.000.000
500.000.000
500.000.000
1.000.000.000
60.000.000
60.000.000
9.500.000
100.000.000
20.000.000

Rp 17.417.709.460
Rp 1.660.857.251
Rp
17.737.501
Rp
36.686.603
Rp
2.000.000
Rp
130.521.812
Rp
632.750.506
Rp
841.160.829
Rp
127.106.688
Rp
54.516.496
Rp
172.562.103
Rp
179.542.102
Rp
66.121.646
Rp
122.173.754
Rp
Rp
Rp
Rp
119.138.040
Rp
Rp 6.894.976.056
Rp 5.226.222.113
Rp 1.129.677.129
Rp 3.643.477.285
Rp
453.067.699
Rp
47.921.573
Rp
113.627.912
Rp
224.306.297
Rp
40.551.000
Rp
26.400.000
Rp
13.150.000
Rp
103.573.613
Rp
12.505.000

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

1.500.000.000
150.000.000
250.000.000
50.000.000
30.000.000
55.000.000
25.000.000
68.997.951
250.000.000
320.000.000
270.000.000

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

Rp

Rp

313.439.828
117.350.000
255.970.290
25.057.000
43.282.210
24.920.000
63.062.838
3.538.232
240.098.150
-

Tabel 4.5. (lanjutan)

119

HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH


YANG
DIPISAHKAN

Rp

1.000.000.000

Rp

Bagian Laba Atas Penyertaan


Modal/Investasi

Rp

1.000.000.000

Rp

LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH


YANG SAH

Rp

23.690.595.704,94

Rp

8.861.876.152

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

1.500.000.000
450.000.000
1.500.000.000
12.839.330.255
7.401.265.449
-

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

131.327.406
316.552.431
192.721.100
7.437.606.852
783.668.363

Jasa Giro Kas Daerah


Denda Keterlambatan Pekerjaan
Pendapatan dari Pengembalian Pajak Pengh.
Sumbangan Pihak Ketiga
Pendapatan Asli daerah lainnya
Penerimaan Pembiayaan

TA 2010
Pajak

Retribusi

HPKDyd

Lain-lain PAD

9%
51%

40%

Gambar 4.3
Sumber PAD Terbesar di Kabupaten Morowali Tahun 2010

Keterangan
Pajak

: Rp 1,660,857,251

Retribusi

: Rp 6,894,976,056

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

: Rp -

Lain-Lain Pad Yang Sah

: Rp 8,861,876,152

120

Tabel 4.6. Target dan Realisasi PAD Tahun 2011


JENIS PAD

TARGET PERUBAHAN

REALISASI

PENDAPATAN ASLI DAERAH


PAJAK DAERAH

Rp 46.947.535.901,49
Rp 6.657.543.120,27

Rp
Rp

19.651.390.324
2.876.509.750

Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C
~ Batu
~ Batu Pecah
~ Pasir
~ Sirtu
~ Kerikil
~ Urugan (Pasir dan Kerikil)
~ Marmer
~ Blok Marmer
~ Bulk Sampling
~ Pajak Galian C Lainnya
Pajak Air Bawah Tanah
Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB)

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

75.000.000
125.000.000
5.000.000
200.000.000
900.000.000
4.850.543.120,27
150.000.000
50.000.000
150.000.000
150.000.000
50.000.000
50.000.000
10.000.000
10.000.000
1.120.000.000
3.110.543.120,27
2.000.000
500.000.000

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

32.917.804
43.244.145
2.350.000
114.537.817
952.312.493
1.731.147.491
16.764.452
9.897.294
121.009.287
116.555.485
12.588.802
44.314.963
1.410.017.208
-

RETRIBUSI DAERAH

Rp

10.662.297.691

Rp

9.521.557.299

Ret. Pelayanan Kesehatan


~ Dinas Kesehatan
~ Badan Pengelola RSUD Kolonodale
~ Badan Pengelola RSUD Morowali
Ret. Sewa Alat
Ret. Izin Usaha Jasa Konstruksi
Ret. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Ret. Pengujian Kendaraan Bermotor
Ret. Terminal
Ret. Tempat Khusus Parkir
Ret. Pelayanan Kepelabuhanan
Ret. Izin Trayek
Ret. Pembinaan & Pengawasan Hasil
Bumi & Industri
Ret. Izin Usaha Industri
Ret. Pelayanan Pasar
Ret. Pemakaian Kekayaan Daerah
Ret. Pelayanan Administrasi
Ret. Izin Gangguan HO
Ret. Rumah Potong Hewan
Ret. Peruntukan Lahan
Ret. Penguasaan Atas Lahan
Ret. Izin Usaha Perikanan
Ret. Balai Benih Udang

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

8.893.297.691
1.750.000.000
4.643.297.691
2.500.000.000
150.000.000
9.000.000
200.000.000
30.000.000
25.000.000
25.000.000
180.000.000
20.000.000
75.000.000

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

7.953.809.883
1.916.846.213
3.441.097.798
2.595.865.872
159.802.111
36.150.000
393.454.323
29.926.000
30.740.000
12.800.000
8.180.000
17.185.000
70.626.100

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

125.000.000
500.000.000
50.000.000
65.000.000
100.000.000
15.000.000
200.000.000
-

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

139.300.000
200.521.434
250.000.000
26.360.900
29.120.860
10.700.000
10.342.958
142.537.730
-

121

Tabel 4.6. (lanjutan)


HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN
DAERAH YANG
DIPISAHKAN

Rp

1.000.000.000

Rp

1.847.791.562

Bagian Laba Atas Penyertaan


Modal/Investasi
LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI
DAERAH YANG SAH
Jasa Giro Kas Daerah
Denda Keterlambatan Pekerjaan
Sumbangan Pihak Ketiga
Pendapatan Asli daerah lainnya
Penerimaan Pembiayaan

Rp

1.000.000.000

Rp

1.847.791.562

Rp 28.627.695.090,22

Rp 5.405.531.713,82

Rp
500.000.000
Rp
200.000.000
Rp15.000.000.000
Rp12.927.695.090
Rp
-

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

45.019.922
154.719.880
4.964.035.927
241.755.985

TA 2011
Pajak

Retribusi

HPKDyd

Lain-lain PAD

14%

28%

9%
49%

Gambar 4.4
Sumber PAD Terbesar di Kabupaten Morowali Tahun 2011

Keterangan
Pajak

: Rp 2,876,509,750

Retribusi

: Rp 9,521,557,299

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

: Rp 1,847,791,562

Lain-Lain Pad Yang Sah

: Rp 5,405,531,713

122

5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Target
Realisasi
Sisa

Sisa

Realisasi
Target

Gambar 4.5.
Realisasi, Target, dan Sisa PAD Tahun Anggaran 2008, 2009, 2010 dan 2011117
* Keterangan:
1. Tahun Anggaran 2008; Target Rp13.375.442.795, Realisasi Rp 14.533.137.053, Sisa
Surplus Rp 1.157.694.258
2. Tahun Anggaran 2009; Target Rp 30.457.238.927, Realisasi Rp 13.820.311.687, dan Sisa
Defisit Rp 16.636.927.240
3. Tahun Anggaran 2010; Target Rp 49.110.252.215, Realisasi Rp17.417.709.460, dan Sisa
Defisit Rp 31.692.542.755
4. Tahun Anggaran 2011; Target Rp 46.947.535.901, Realisasi Rp 19.651.390.324, dan Sisa
Defisit Rp 27.296.145.577

117 Sumber Data Sekunder: Bidang Pendapatan DPPKAD Kabupaten Morowali


123

25
20
15
10
5
0
0

0.5

1.5

2.5

3.5

4.5

Gambar 4.6.
Kurva Pergerakan Nilai Realisasi Penerimaan PAD Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011
(dalam angka milyaran rupiah)118
Keterangan:
Realisasi Penerimaan PAD Kabupaten Morowali Tahun Anggaran;
(1)
(2)
(3)
(4)

2008 sebesar Rp14.533.137.053;


2009 sebesar Rp13.820.311.687;
2010 sebesar Rp17.417.709.460;
2011 sebesar Rp19.651.390.324.

Dari Gambar 4.5 dapat diketahui bahwa kurva pergerakan angka


realisasi penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali dari hasil
pengelolaan PAD dalam kurun waktu 2008-2011 mengalami pasangan
surut. Demikian juga dengan target PAD yang ditentukan (pasca APBD-P).
Pada Tahun Anggaran 2008, target PAD Kabupaten Morowali sebesar
Rp13.375.442.795 dan yang terealisasi sebesar Rp 14.533.137.053 atau
melebihi target yang ditentukan dengan surplus sebesar Rp 1.157.694.258.
118 Sumber Data Sekunder: Bidang Pendapatan DPPKAD Kabupaten Morowali.
124

Sebaliknya, pada Tahun Anggaran 2009 target PAD Kabupaten Morowali


sebesar Rp 30.457.238.927, sedangkan yang terealisasi hanya Rp
13.820.311.687, atau defisit sebesar Rp 16.636.927.240. Hal ini berarti
bahwa selain defisit, realisasi penerimaan PAD pada Tahun Anggaran 2009
menurun dibandingkan dengan Tahun Anggaran sebelumnya (2008) yang
mencapai Rp 14.533.137.053.
Realisasi

PAD

Kabupaten

Morowali

kembali

normal

bahkan

meningkat dibandingkan dengan 2 tahun anggaran sebelumnya yakni


sebesar Rp17.417.709.460 pada Tahun Anggaran 2010. Meski demikian,
sisa target yang tidak terealisasi (defisit) sebesar Rp 31.692.542.755 dari
target Rp 49.110.252.215. Selanjutnya pada

Tahun Anggaran 2011

meningkat lagi menjadi Rp 19.651.390.324 dari target Rp 46.947.535.901.


Meski demikian juga masih tersisa Rp 27.296.145.577 yang tidak terealisasi
atau defisit. Selengkapnya, untuk mengetahui trend pengelolaan PAD
Kabupaten Morowali pada Tahun Anggaran 2003-2011, perhatikan Gambar
4.7.
25
20
15
10
5
0
0

10

125

Gambar 4.7.
Kurva Pergerakan Nilai PAD Kabupaten Morowali Tahun 2003-2011 (dalam angka milyaran rupiah) 119
Keterangan:
PAD Kabupaten Morowali Tahun Anggaran;
(5) 2003 sebesar Rp 3.857.832.000;
(6) 2004 sebesar Rp 3.856.498.000;
(7) 2005 sebesar Rp 4.346.474.000;
(8) 2006 sebesar Rp 5.588.707.000;
(9) 2007 sebesar Rp 8.807.252.820;
(10)2008 sebesar Rp14.533.137.053;
(11)2009 sebesar Rp13.820.311.687;
(12)2010 sebesar Rp17.417.709.460;
(13)2011 sebesar Rp19.651.390.324.

.
4.1.4.2.

Realiasi Penerimaan PAD Terbesar Per SKPD


Di Kabupaten Morowali terdapat 13 SKPD yang mengelola PAD yang

bekerja berdasarkan kewenangannya. Masing-masing SKPD itu dalam


melaksanakan fungsi pengelolaannya dibantu dengan UPTD SKPD yang
bersangkutan. Berikut ini tabel tentang beberapa SKPD pengelola PAD dan
realisasi penerimaan PAD dalam tahun anggaran 2011.
Berdasarkan Tabel 4.7, dapat dilihat bahwa urutan SKPD dengan
Realisasi Penerimaan PAD terbesar hingga 30 Oktober 2011 sebagai berikut.
Pertama, DPPKAD dengan realisasi penerimaan sebesar Rp 6.908.997.470.
Kedua, RSUD Kolonodale dengan realisasi penerimaan sebesar

Rp

3.441.097.798 dari jenis Pajak Retribusi Pelayanan Kesehatan. Ketiga, RSUD


Morowali dengan realisasi penerimaan sebesar Rp 2.034.230.660 dari jenis
Pajak Retribusi Pelayanan Kesehatan. Keempat, Dinas Kesehatan Morowali
dengan realisasi penerimaan sebesar Rp 1.497.485.213 yang juga dari jenis
Pajak Retribusi Pelayanan Kesehatan. Kelima PLN Kabupaten Morowali
119 Sumber data: DPPKAD dan BAPPEDA Kabupaten Morowali.
126

dengan realisasi penerimaan sebesar Rp 950.588.312 dari jenis Pajak


penerangan jalan, Dinas Perumahan dan Penataan Ruang dengan realisasi
penerimaan sebesar Rp 340.793.440 dari jenis Retribusi IMB, Dinas Kelautan
dan Perikana Daerah dengan realisasi penerimaan sebesar Rp129.642.480
dari jenis Retribusi Izin Usaha Perikanan dan Dinas Koperasi, UMKM,
Perindustrian dan Perdagangan Daerah

dengan realisasi penerimaan

sebesar Rp 193.453.550 dari jenis Retribusi Pembinaan dan Pengawasan


Hasil Bumi dan Industri, dan Retribusi Izin Usaha Industri. Sedangkan realisasi
penerimaan PAD dari SKPD lain tidak begitu besar yakni berada di bawah
angka ratusan juta120.
4.1.4.3.

Realiasi Penerimaan PAD Terbesar Per UPTD DPPKAD

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam menjalankan tugas


pokok dan fungsinya, DPPKAD memiliki UPTD di setiap kecamatan yang
diberikan

kewenangan

dalam

pengelolaan

PAD

pemungutan PAD dari beberapa jenis PAD seperti

khususnya

dalam

Pajak Hotel, Pajak

Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Retribusi Pasar serta PBB
sektor Pedesaan/Perkotaan. Perhatikan Tabel 4.8.
Dari Tabel 4.8 dapat dilihat capaian penerimaan PAD setiap Kecamatan
dari berbagai sektor PAD termasuk PBB. Dari sektor Pajak Hotel, kecamatan
yang paling besar capaian penerimaan PAD-nya adalah Kecamatan Lembo
120 Hasil analisis ini adalah salah satu alasan penulis untuk memfokuskan penelitian pada
DPPKAD Kabupaten Morowali. Adapun dari SKPD lain, penulis melakukan penelusuran data
sekunder untuk memperkaya analisis.
127

yakni sebesar Rp 14.189.343. Dari sektor Pajak Restoran adalah Kecamatan


Mori Utara, Kecamatan Lembo, Kecamatan Petasia yakni masing-masing Rp
10.315.000, Rp 10.221.668 dan Rp 8.851.000. Dari sektor Pajak Hiburan
hanya Kecamatan Petasia yang terealisasi yakni Rp 650.000. Dari sektor
Pajak Reklame adalah Kecamatan Witaponda, Kecamatan Lembo dan
Kecamatan Petasia yakni masing-masing sebesar Rp 8.488.797, Rp
7.384.134 dan Rp 6.481.000. Dari sektor Retribusi Pasar adalah Kecamatan
Petasia yakni sebesar Rp 50.210.000, Kecamatan Lembo sebesar Rp
49.352.500, dan Kecamatan Bungku Tengah yakni sebesar Rp 17.950.250.
Sedangkan

dari

sektor

PBB Perkotaan/Pedesaan

adalah

Kecamatan

Witaponda yakni sebesar Rp 227.550.138, Kecamatan Lembo sebesar Rp


180.420.994, Kecamatan Bumi Raya sebesar Rp 165.428.070 dan Kecamatan
Petasia sebesar Rp 132.901.171.
4.1.4.4.

Hubungan DPPKAD dengan SKPD Lain Pengelola PAD

Konsekuensi otonomi daerah adalah tuntutan kemandirian pemerintah


daerah dalam menjalankan urusan pemerintahan daerah. Untuk itu, harus
ditopang dengan kemandirian keuangan daerah. Hal ini berarti bahwa
tanggungjawab keuangan daerah adalah tanggungjawab pemerintah daerah
sepenuhnya yang dilakukan bersama dengan instansi-instansi pemerintah
daerah terkait. Di Kabupaten Morowali, ada 13 SKPD pengelola PAD yang
bertanggungjawab dalam pengelolaan keuangan daerah dan pada khususnya
pengelolaan PAD. Oleh karena itu, penting untuk penulis gambarkan bahwa
dalam pengeolaan PAD, DPPKAD Kabupaten Morowali selalu melibatkan
128

SKPD

pengelola

PAD

baik dalam perencanaan

target, pelaksanaan

pemungutan, penatausahaan hingga evaluasi dan pelaporan.


Dalam setiap tahun anggaran, setiap SKPD menyusun Recana Kerja
Tahunan

(RKT)

sebagai

bahan

pembahasan

dalam

Musrembang

(Musyawarah Rencana Pembangunan) tahunan. RKT ini mencakup rencana


pendapatan dan pembiayaan penerimaan dan pembiayaan pengeluaran.
Peserta Musrembang adalah semua SKPD yang terkait dengan rencana
pembangunan tahunan Kabupaten Morowali yang dilaksanakan BAPPAEDA.
Sebelum musrembang dimulai, ada gambaran umum dari Kepala DPPKAD
mengenai laporan target dan realisasi penerimaan daerah termasuk PAD.
Hasil musrembang itu dituangkan dalam bentuk RKA (Rencana Kerja
Anggaran). RKA yang kemudian menjadi RAPBD ini dibahas di DPRD dalam
Sidang Paripurna untuk dibuatkan peraturan daerah. RAPBD menjadi APBD
ketika sudah dibuatkan peraturan daerahnnya. APBD ini kemudian menjadi
pedoman dalam penyusunan DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran). DPA ini
dibuat oleh masing-masing SKPD. Dalam satu tahun anggaran tidak jarang
terjadi perubahan dalam RKA (RKA-P). Perubahan ini disebabkan adanya
kegiatan mendesak yang harus dimasukkan tetapi tidak menambah beban
anggaran. RKA-P itu dibahas ulang di DPRD untuk kemudian dibuatkan
peraturan Bupati.
Selanjutnya

dari

hasil

pengamatan

selama

penelitian

penulis

menemukan bahwa dalam rencana pendapatan yang tertuang dalam RKT,

129

DPPKAD melakukan kerjasama dengan SKPD lain untuk meningkatkan


realisasi PAD dalam setiap tahun anggaran. Hal ini penting ditegaskan untuk
mengamati bagaimana hubungan DPPKAD dengan SKPD lain dalam
pengelolaan PAD. Salah satu bentuk hubungan itu teraktualkan dalam
perumusan

langkah-langkah

peningkatan

PAD

yang

perbaikan

melibatkan

pengelolaan

SKPD

lain.

dalam

Sebagaimana

rangka
yang

diungkapkan Kepala DPPKAD (Haeruddin Rompone, S.Sos) bahwa:


langkah-langkah peningkatan PAD Kabupaten Motrowali yaitu;
pertama, Kerjasama dengan Kantor Pajak Pratama Poso untuk
mengaudit Pajak Produksi Pertambangan. Kedua, semua komponen
PAD dimaksimalkan dengan mengoptimalkan semua UPTD dengan
memperhatikan kesejahteraan Pegawai UPTD termasuk kendaraan
operasional. Alhasil, dalam APBD-P tahun 2011, target PAD terlampaui.
Sektor andalan Morowali dalam peningkataan PAD adalah Pajak
Produksi Nikel. Mulai tahun 2008, perusahaan-perusahaan nikel yang
sudah bereporasi sudah banyak. Untuk itu, Pemda sekarang
membentuk Tim untuk melakukan penataan dan penilaian tentang
nominal. Ketiga, mengoptimalkan kerjasama dengan instansi-instansi
pengelola PAD karena pengelolaan PAD pada khususnya bukan hanya
tanggungjawab DPPKAD. Termasuk dengan melibatkan para camat
dalam setiap rapat evaluasi untuk mengidentifikasi masalah
pengelolaan PAD yang dihadapi. Keempat, meningkatkan kualitas SDM
pengelola PAD melalui Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) bukan
pendidikan formal. Pada akhir tahun 2011, DPPKAD mengirim
pegawainya untuk mengikuti Diklat di PPKAD Poso 121.
Selanjutnya, Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bidang Pendapatan
menambahkan bahwa:
dalam rangka peningkatan PAD, DPPKAD ke depannya perlu melakukan
langkah-langkah perbaikan yang sifatnya teknis seperti; membentuk panitia
anggaran berdasarkan SK Bupati dengan melibatkan 13 SKPD pengelola PAD
yang mampu bekerja ekstra. Kemudian harus mampu menghitung realisasi
PAD lima tahun yang lalu untuk menetukan 5 tahun ke depan yang juga
121 Hasil wawancara dengan Kadis DPPKAD pada tanggal 30 Januari 2012 pukul 13:00
WITA di Kantor DPPKAD.
130

sifatnya masih asumsi. Realisasi lima tahun itu dijumlah kemudian dibagi 5
untuk mendapatkan 5 tahun ke depan. Selanjutnya dihitung apakah terjadi
surplus atau defisit. Ini dilakukan oleh Panitia Analisis Rencana Anggaran 122.
Hasil wawancara tersebut memperkuat analisis penulis bahwa dalam
pengelolaan PAD, DPPKAD tidak berdiri sendiri tetapi juga ditopang oleh
SKPD lain pengelola PAD. Hal ini terlihat jelas pada saat penyusunan RKT
yang mencakup rencana pendapatan, rencana pembiayaan pengeluaran dan
pembiayaan penerimaan. RKT dari masing-masing SKPD itu menjadi RKA
pasca musrembang yang kemudian ditetapkan menjadi RAPBD dan terakhir
menjadi APBD. Sedangkan langkah-langkah perbaikan dalam pengelolaan
PAD sebagaimana diuraikan sebelumnya ditetapkan oleh DPPKAD setelah
dilakukan evaluasi dengan SKPD lain pengelola PAD pada saat rekonsilisasi.
Langkah-langkah perbaikan itu bertujuan untuk meningkatkan realisasi PAD
untuk tahun anggaran berikutnya yang tertuang secara implisit dalam
perencanaan target PAD.

Tabel 4.7.
Daftar realisasi Penerimaan PAD per SKPD Keadaan Sampai dengan 30 Oktober 2011123
SKPD

JENIS PENERIMAAN

TARGET (P)

REALISASI

122 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bidang Pendapatan
DPPKAD pada tanggal 30 Januari 2012 pukul 10:45 WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten
Morowali.
123 Sumber: Bidang Pendapatan DPPKAD Kabupaten Morowali dalam Tahun Anggaran 2011
131

Dinas Kesehatan
Daerah
RSUD Kolonodale
RSUD Morowali
Dinas Pekerjaan
Umum Daerah
Dinas Perumahan
dan Penata Ruang
Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan
Informatika Daerah

Dinas Koperasi,
UMKM, Perindustrian
dan Perdagangan
Daerah
Dinas Pendapatan,
Pengelolaan
Keuangan dan Asset
Daerah

Retribusi Pelayanan Kesehatan


Retribusi Pelayanan Kesehatan
Retribusi Pelayanan Kesehatan

Rp 1.750.000.000
Rp 3.000.000.000
Rp 2.500.000.000

Rp
Rp
Rp

1.497.485.213
3.441.097.798
2.034.230.660

Retribusi Sewa Alat


Retribusi Izin Jasa Konstruksi

Rp
Rp

150.000.000
9.000.000

Rp
Rp

95.700.028
36.150.000

Retribusi I M B
Ret. Pengujian Kendaraan
Bermtr
Retribusi Terminal
Ret. Tempat Khusus Parkir
Ret. Pelayanan Kepelabuhan
Ret. Izin Trayek
Ret. Pembinaan dan
Pengawasan

Rp

500.000.000

Rp

340.793.440

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

50.000.000
25.000.000
25.000.000
180.000.000
20.000.000

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

29.926.000
23.926.000
11.100.000
6.180.000
12.185.000

Rp 1.500.000.000

Rp

64.053.550

Hasil Bumi dan Industri


Ret. Isin Usaha Industri

Rp

200.000.000

Rp

129.400.000

Pajak Pengambilan Bahan


Gal Gol C

Rp 4.850.543.120

Rp

1.314.994.866

Rp
Rp

2.000.000
500.000.000

Rp
Rp

Bagi Hasil Pajak dari Provinsi

Rp
50.000.000
Rp
65.000.000
Rp
100.000.000
Rp 15.000.000.000
Rp 11.268.137.538

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

250.000.000
25.566.800
27.263.360
5.291.172.444

Ret. Rumah Potong Hewan

Rp

Rp

8.120.000

Ret. Peruntukan Lahan

Rp

Rp

10.342.958

Ret. Penguasaan Atas Lahan

Rp

Ret. Izin Usaha Perikanan

Rp
200.000.000
Rp
Rp
900.000.000
Rp 43.109.680.658

Pajak Air Bawah Tanah


BPHTB
Ret. Pemakaian Kekayaan
Daerah
Ret. Pelayanan Administrasi
Ret. Izin Gangguan H.O

Sumbangan Pihak Ketiga


Dinas Pertanian,
Peternakan dan
Kesehatan Hewan
Dinas Kehutanan
dan Perkebunan
Dinas Energi &
Sumber Daya
Mineral
Dinas Kelautan &
Perikanan Daerah

Ret. Balai Benih Perikanan


PLN
Jumlah

Pajak penerangan jalan

15.000.000
250.000.000

Rp

Rp
129.642.480
Rp
Rp
950.588.312
Rp 15.729.918.909

Tabel 4.8.
Daftar realisasi Penerimaan PAD dan PBB Kecamatan Se-Kabupaten Morowali Tahun 2011 (Keadaan
Sampai dengan 30 Oktober 2011)124
Kecamatan
Menui Kepulaun

Pajak Hotel (Rp)


300.000

Pajak Restoran (Rp)


160.000

Pajak Hiburan (Rp)


-

124 Sumber: Bidang Pendapatan DPPKAD Kabupaten Morowali Tahun 2011


132

Bungku Selatan
Bahodopi
Bungku Tengah
Bungku Barat
Bumi Raya
Witaponda
Lembo
Mori Atas
Mori Utara
Petasia
Soyo Jaya
Bungku Utara
Mamosalato
Jumlah

1.000.000
2.577.500
400.000
1.600.000
2.220.000
14.189.343
750.000
6.000.000
46.600
29.083.443

150.000
500.000
1.300.000
2.030.000
2.000.000
1.500.000
10.221.668
2.854.750
10.315.000
8.851.000
44.225
39.926.643

650.000
650.000

Tabel 4.8. (lanjutan)


Kecamatan

Pajak Reklame (Rp)

Retribusi Pasar (Rp)

Menui Kepulaun
Bungku Selatan
Bahodopi
Bungku Tengah
Bungku Barat
Bumi Raya
Witaponda
Lembo
Mori Atas
Mori Utara
Petasia
Soyo Jaya
Bungku Utara
Mamosalato
Jumlah

3.395.500
1.522.705
606.000
3.700.000
1.427.450
6.000.000
8.488.797
7.384.134
5.868.950
2.285.000
6.481.000
1.500.000
1.420.975
2.570.000
52.650.511

8.165.750
5.952.600
4.000.000
17.950.250
3.202.000
3.000.000
5.390.000
49.352.500
7.500.000
3.916.000
50.210.000
3.483.334
2.300.000
164.422.434

4.2.

PBB Sektor
Pedesaan/ Perkotaan
(Rp)
38.557.109
34.271.704
36.582.012
53.658.735
76.042.129
165.428.070
227.550.138
180.420.994
98.699.410
48.364.925
132.901.171
58.596.633
63.778.120
38.994.971
1.253.846.121

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peran DPPKAD dalam Pengelolaan


PAD Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011
4.2.1. Faktor-faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung dalam pengelolaan PAD oleh DPPKAD
Kabupaten Morowali yang dimaksud dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
wawancara, observasi dan hasil penelusuran dokumen yang kemudian
133

dianalisis. Jadi tidak dirumuskan sendiri oleh penulis untuk menjaga


keakuratan data.
Faktor-faktor pendukung yang dimaksud dapat dilihat dari segi ketersediaan
fasilitas operasional dalam pelaksanaan pemungutan PAD. Di antaranya
melalui pemberian Upah Pungut dan pemberian fasilitas operasional sebagai
bentuk penghargaan dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan PAD
khususnya bagi pelaksana teknis di lapangan (UPTD DPPKAD Kecamatan).
4.2.1.1.

Pemberian Upah Pungut


Upah Pungut ini dibayarkan sebesar 5% yang diberikan ketika

pengelola UPT5D DPPKAD Kecamatan ketika mencapai target yang telah


ditentukan berdasarkan jenis PAD yang dikelola/dipungut.
4.2.1.2.

Pemberian Fasilitas Operasional


Pemberian fasilitas operasional ini terkait dengan pengelolaan PBB

yang belum termasuk dalam komponen PAD. Bentuk penghargaan ini adalah
pemberian mobil opresional yang diberikan kepada Camat dan kendaraan roda
dua kepada Kepala Desa berdasarkan kriteria sebagaimana yang diuraikan
pada sub pembahasan Langkah-Langkah Perbaikan dalam Pengelolaan PAD
ke depan. Meski dalam pelaksanaan pemeberian penghargaan ini belum
maksimal karena bergantung pada prestasi yang dicapai setiap kecamatan
dalam pengelolaan PAD, langkah ini merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi guna meningkatkan capaian realisasi PAD dalam setiap tahun
anggaran.
134

Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Kepala Bidang Pendapatan


(Djufri M. Taiyeb, SE):
di tahun 2011, sudah ada beberapa kecamatan yang mendapatkan
kendaraan operasional dengan kriteria A, B dan C serta ada 2 Kepala
Desa yang diberi hadiah kendaraan roda dua. Selain itu, Kades yang
juara I di setiap Kecamatan mendapatkan bonus dalam bentuk Tabanas
untuk biaya operasional.125.
Senada dengan yang diungkapkan Kepala DPPKAD Kabupaten
Morowali (Haeruddin Rompone, S.Sos) bahwa:
dalam upaya peningkatan PAD Kabupaten Morowali DPPKAD
menyediakan fasilitas penunjang dalam pelaksanaan tugas operasional
pemungutan PAD. Sebagai contoh, pada tahun 2011, untuk UPTD
Kecamatan, DPPKAD Kabupaten Morowali menghadiahkan 6 unit mobil
kepada 6 camat dan beberapa unit motor kepada para Kades untuk
mendukung kelancaran tugas operasional pemungutan PAD 126.

4.2.2. Faktor-faktor Penghambat


Dari hasil penelitian, penulis menemukan beberapa faktor yang menjadi
penghambat bagi DPPKAD Kabupaten Morowali dalam pengelolaan PAD
berdasarkan pengalaman tahun 2008-2011. Berikut ini hasil wawancara
penulis dengan beberapa informan/responden terpilih.
Menurut Kepala Bidang Pendapatan DPPKAD Kabupaten Morowali
(Djufri M. Taiyeb, SE) bahwa:

125 Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang Pendapatan DPPKAD tanggal 29 Desember
2011 pukul 22:00 WITA.
126 Hasil wawancara dengan Kadis DPPKAD pada tanggal 30 Desember 2011 pukul 13:00
WITA di Kantor DPPKAD.
135

faktor-faktor penghambat DPPKAD dalam pengelolaan PAD selama


empat tahun terakhir yaitu; pertama, untuk BPHTB, NJOPTK (Nilai Jual
Objek Pajak Tidak Kena Pajak) terlalu tinggi yakni sebesar Rp
60.000.000. Kedua, Penetapan target tidak berdasarkan pemetaan
potensi PAD. Sebagai contoh, dalam ABPD 2011, pemda menagetkan
PAD sebesar Rp 46 M dan yang terealisasi hanya Rp 23,5 M. Ini berarti
terjadi ketimpangan yang sangat besar. Untuk itu, perlu adanya
penetapan ulang sesuai dengan perhitungan ril di lapangan. Ketiga,
Sumber Daya Manusia yang masih sangat lemah. Kelima, regulasi yang
belum tepat dan masih perlu dispesifikasikan. Sebagai contoh, dalam
hal kebijakan pemungutan retribusi, tidak jarang SKPD seperti Dinas
Perindag melakukan kegiatan pemungutan pada objek retribusi yang
sama dengan SKPD lain. Padahal masing-masing memiliki ruang kerja
yang jelas berbeda. Oleh karena itu, perlu adanya pengorganisasian
kembali. Keenam, Tingkat kesadaran masyarakat masih sangat rendah.
Solusi sosialisasi dan regulasi harus tepat (penetapan ulang). Ketujuh,
Rendahnya pendapatan masyarakat127.

Penjelasan ini dieperkuat dengan apa yang diungkapkan Kepala


DPPKAD (Haeruddin Rompone, S.Sos) bahwa:
kendala-kendala yang kami hadapi dalam pengelolaan PAD selama
empat tahun terakhir yaitu; pertama, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
tidak merata untuk semua Kabupaten/Kota di Indonesia. NJOP
Morowali terlalu tinggi. Contoh, NJOP tanah sebesar Rp 60.000.000.
Kedua, kesadaran masyarakat dan SDM masih rendah. Makanya akan
dimaksimalkan sosialisasi128.
Hal

senada

diungkapkan

Kepala

Seksi

Penerimaan

Bidang

Perbendaharaan (Bustan ) bahwa:


faktor-faktor penghambat dalam pengelolaan PAD selama empat tahun
terakhir ini yaitu; pertama fasilitas tidak memadai seperti perangkat
lunak. Kedua, dana operasional yang masih sangat terbatas. Ketiga,
kesadaran masyarakat: kalaupun misalnya dana operasional
127 Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang pendapatan DPPKAD tanggal 29 Desember
2011 pukul 20:30 WITA .
128 Hasil wawancara tanggal 30 Desember 2011 pukul 13:00 WITA di Kantor DPPKAD.
136

memungkinkan tetapi kesadaran masyarakat masih rendah,


pengelolaan PAD tetap tidak akan maksimal. Dari pengalaman 4 tahun
terakhir di lapangan, sering kami melakukan penagihan berulang kali
pada wajib pajak yang sama pada masyarakat yang tidak mau
membayar pajak. Salah satu penyebabnya adalah, masih banyak
masyarakat yang tidak mau menyadari peruntukkan pajak 129.
Dalam bahasa yang berbeda, Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan
BIdang Pendapatan (Yohanes P. Labunga) menjelaskan bahwa:
kendala-kendala yang dihadapi DPPKAD Kabupaten Morowali dalam
pengelolaan PAD empat tahun terakhir adalah kualitas SDM masih
rendah, tunjangan masih rendah, Wilayah Kabupaten Morowali yang
terlalu luas dan terdiri dari pulau-pulau dan target PAD yang terlalu
tinggi sehingga susah dicapai karena selama ini dalam perencanaan
target tidak berdasarkan pada asumsi.130
Menurut Kepala Bidang Akuntansi (Alwi Gawi, SE), dalam pengelolaan
PAD, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh aparatur DPPKAD
khususnya petugas UPTD yang tersebar di 18 Kecamatan se-Kabupaten
Morowali, meskipun sifatnya sangat teknis tetapi sangat menentukan dalam
pengelolaan PAD seperti kredibilitas pemungut PAD. Menurut beliau, berapa
pun besarnya hasil pungutan, jika petugas lapangan tidak jujur maka itu juga
percuma. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kejujuran para pemungut PAD
karena DPPKAD tidak setiap saat turun langsung ke lapangan untuk
melakukan pengawasan tetapi hanya melakukan monitoring terbatas, itu pun
dilakukan ketika ada masalah teknis di lapangan. Selain itu, kesadaran

129 Hasil wawancara tanggal 27 Januari 2012 pukul 10:35 WITA di Kantor DPPKAD.
130 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bidang Pendapatan
DPPKAD pada tanggal 30 Januari 2012 pukul 10:45 WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten
Morowali.
137

masyarakat yang masih rendah, dana operasional dan kendaraan operasional


yang masih terbatas juga sangat mempengaruhi.131
Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan yang kemudian dianalisis penulis
menemukan bahwa ada faktor lain yang menjadi penghambat bagi DPPKAD
dalam pengelolaan PAD seperti soal kedisiplinan waktu masuk kantor dan
penggunaan waktu untuk bekerja dalam setiap hari kerja. Masih banyak
pegawai DPPKAD yang masuk kantor di atas pukul 10:00. Padahal
semestinya harus masuk pada pukul 08:00. Bahkan tidak jarang Kepala Dinas
atau Kepala Bidang yang datang terlebih dahulu dan harus menunggu
pegawainya untuk mengerjakan tugas-tugas teknis.
Demikian halnya dengan penggunaan waktu jam kerja. Pada saat jam
kerja masih banyak pegawai, baik yang berstatus PNS maupun honorer, yang
tidak menggunakan jam kerja secara maksimal untuk mengerjakan tugastugas kantor berdasarkan tugas pokok dan fungsinya masing-masing
sehingga tidak jarang ada pekerjaan teknis yang tidak diselesaikan pada
waktu

yang

semestinya.

Sebagai

contoh,

seorang

Kepala

Bidang

memerintahkan salah seorang pegawainya untuk membuat surat undangan.


Surat undangan itu selesai dikerjakan dalam waktu kurang lebih 1 minggu
kemudian yang seharusnya bisa diselesaikan dalam satu hari saja.

131 Hasil wawancara tanggal 10 Januari 2012 pukul 20:30 WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten
Morowali.

138

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.

Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang kemudian dianalisis, penulis menyimpulkan

beberapa hal penting yakni sebagai berikut:

139

5.1.1. Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali tahun


2008-2011
Setiap

instansi

pemerintah

daerah

dalam

menjalankan

urusan

pemerintahan berdasarkan kewenangannya tidak terlepas dari Visi Misi


Kabupaten yang dirumuskan dalam Grand Strategy dengan tetap berpedoman
pada tugas pokok dan fungsinya.
Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008 tentang tugas pokok
dan fungsi DPPKAD, hanya berupa acuan umum dalam pengelolaan PAD.
Sedangkan pelaksanaan operasional tupoksi itu dijabarkan dalam kegiatan
rutin setiap bidang dan seksi. Untuk itu penulis menjabarkan empat indikator
yaitu: Perencanaan Target PAD, Pelaksanaan Pemungutan, Pengawasan atas
Penaatausahaan, Evaluasi dan Pelaporan.
Pertama, Perencanaan Target PAD sebagai

kewenangan Bidang

Pendapatan DPPKAD berdasarkan tugas pokok dan fungsinya dengan tetap


melakukan koordinasi dengan bidang lain dalam lingkup DPPKAD termasuk
UPTD setiap kecamatan dan SKPD lain pengelola PAD. Bidang inilah yang
paling mengetahui kondisi objektif potensi/sumber PAD yang memungkinkan
untuk meningkatkan PAD dalam setiap tahun anggaran. Dalam menetapkan
kebijakan pengelolaan PAD, ada beberapa indikator yang harus diketahui yaitu
potensi PAD, dasar kewenangan, dan arah kebijakan.
Kedua, secara teknis, pemungutan PAD dikelola setiap UPTD
Kecamatan/Camat yang fungsinya adalah membantu DPPKAD. Petugas
140

UPTD ini terdiri dari Kepala UPTD/Camat, Bendahara Penerima dan


Pembantu UPTD. Camat dibantu oleh setiap Kepala Desa dalam pemungutan
beberapa

jenis

PAD

yang

dikelola

kecamatan.

Selain

itu,

dengan

pertimbangan efisiensi dan efektifitas, ada beberapa jenis PAD yang dikelola
UPTD lain pengelola PAD yang juga melakukan pemungutan berdasarkan
kewenangannya masing-masing.
Untuk menanggulangi kendala-kendala teknis dalam pemungutan PAD,
DPPKAD melakukan langkah-langkah seperti pembinaan kepada masyarakat
dan peningkatan kualitas petugas pemungut, memberikan hadiah kepada
petugas UPTD yang berprestasi, dan pendataan serta pemetaan kembali
objek pajak/retribusi untuk menaikkan nilai nominal sesuai dengan kondisi
objektif di lapangan.
Ketiga, fungsi pengawasan atas penatausahaan PAD dilakuikan Bidang
Akuntansi. Dalam hal ini adalah pencatatan dan pelaporan karena inti dari
tugas pokok dan fungsi Bidang Akuntansi adalah melakukan pencatatan dan
pelaporan penerimaan PAD per SKPD per semester bahkan per bulan
berdasarkan peraturan yang berlaku. Pencatatan dan pelaporan adalah
bentuk

pengawasan

yang

dilakukan

Bidang

Akuntansi

berdasarkan

kewenangannya. Pencatatan itu meliputi data target dan realisasi PAD setiap
tahun anggaran, laporan realisasi yang dimasukkan oleh petugas UPTD
Kecamatan, laporan realisasi setiap SKPD pengelola PAD, termasuk laporan
keuangan dari jenis PAD pada bidang perbendaharaan. Hal ini dilakukan untuk
menjaga kesesuaian dan keakuratan data laporan pengelolaan PAD oleh
141

DPPKAD sebelum dilakukan pembahasan pada rapat pertanggungjawaban di


DPRD dalam setiap tahun anggaran. Untuk melengkapi pencatatan itu, Bidang
Akuntansi melakukan pencatatan terhadap bukti pembayaran/penyetoran dari
setiap jenis PAD terutama dari jenis pajak dan retribusi daerah dari petugas
pemungut PAD yakni dari UPTD DPPKAD setiap kecamatan.
Keempat, Evaluasi dan Pelaporan adalah kegiatan penting untuk
menjaga terlaksananya pengelolaan keuangan daerah dengan efektif dan
efisien. Di DPPKAD Kabupaten Morowali terdapat Seksi Evaluasi dan
Pelaporan dalam Bidang Pendapatan yang melakukan fungsi evaluasi dan
pelaporan tentang PAD. Salah satu tugas pokok dan fungsi Seksi Evaluasi dan
Pelaporan adalah mengevaluasi/mencatat jenis penerimaan pendapatan asli
daerah dari pajak dan retribusi daerah. Dalam pelaksanaannya, Seksi
Evaluasi danPelaporan menerima laporan dari Seksi Pajak Retribusi Daerah.
Laporan itu diterima setiap tanggal 10 bulan berjalan. Laporan itu adalah hasil
yang

diinput

Seksi

Evaluasi

dan

Pelaporan

untuk

kemudian

disampaikan/dibahaas pada saat rapat evaluasi yang dilaksanakan setiap tiga


bulan dalam satu tahun anggaran.
Berdasarkan keempat indikator tersebut, penulis menemukan bahwa
pengelolaan PAD Kabupaten Morowali dalam kurun waktu 2008-2011 belum
maksimal. Hal ini bisa dilihat dari target dan realiasi PAD selama empat tahun
terakhir. Pada tahun anggaran 2009, realisasi PAD Kabupaten Morowali
sebesar Rp 13.820.311.687 dari target Rp 30.457.238.927 atau defisit Rp
16.636.927.240. Pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp 17.417.709.460 dari
142

target Rp 49.110.252.215 atau defisit Rp 31.692.542.755. Sedangkan pada


tahun

anggaran

2011

sebesar

Rp

19.651.390.324

dari

target

Rp

46.947.535.901 atau defisit Rp 27.296.145.577. Selisih antara target dengan


realisasi PAD sangat besar dalam kurun waktu 2009-2011. Artinya, hanya
pada tahun anggaran 2008, realisasi (sebesar Rp 14.533.137.053) PAD
Kabupaten Morowali melampaui target (sebesar Rp 13.375.442.795) yakni
surplus sebesar Rp 1.157.694.258.
5.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi Peran DPPKAD dalam Pengelolaan
PAD Kabupaten Morowali tahun 2008-2011 meliputi faktor-faktor pendukung
dan faktor-faktor penghambat.
Faktor-faktor pendukung di antaranya adalah pemberian upah pungut
dan pemberian fasilitas operasional. Sedangkan faktor-faktor penghambat di
antaranya:
a. untuk BPHTB, NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak) terlalu tinggi (60 M) padahal menurut Perda Morowali No 3
Tahun 2011 tentang BPHTB tarif pajak BPHTB hanya 5% dari NPOP;
b. SDM aparatur yang masih lemah sehingga berimbas pada rendahnya
kedisiplinan waktu dan kedisiplinan kerja;
c. rendahnya pendapatan masyarakat. Data BPS di Morowali Dalam
Angka 2011 tabel 3.2.1. hlm 41 menunjukkan bahwa terdapat 7.382
Pencari Kerja yg Belum Ditempatkan. Selain itu, data PDRB Kabupaten
Morowali Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010 versi BPS Morowali,
PDRB Morowali atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 adalah Rp
9.726.480 (dengan migas) dan Rp 8.128.697 (tanpa Migas) dari jumlah
Penduduk 206.322 jiwa;
143

d. wilayah Kabupaten Morowali yang sangat luas (15.490,12 km2 atau


22,77% dari luas daratan Sulteng) dan beberapa kecamatan terdiri dari
pulau-pulau;
e. target PAD tiap tahun anggaran terlalu tinggi dan tidak berdasarkan
potensi tapi kebutuhan sehingga sulit dicapai.

5.2. Saran
1. Kabupaten Morowali adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah dengan
potensi SDA yang sangat besar terutama dari sektor perikanan dan kelautan,
pertanian dan pertambangan. Artinya, ada banyak peluang bagi pemerintah
Kabupaten dalam hal ini DPPKAD untuk menggali sumber-sumber PAD untuk
meningkatkan Pendapatan Daerah. Oleh karena itu, DPPKAD harus
merumuskan

langkah-langkah

strategis

baru

untuk

mengekstensifikasi

sumber-sumber PAD baru yang belum ditetapakan dalam peraturan daerah


dengan meningkatkan akurasi data lapangan.
2. Kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh seluruh instansi pemerintah
Kabupaten Morowali kepada masyarakat perlu ditingkatkan. Misalnya dengan
memperbaiki falisitas publik seperti jalanan yang rusak yang hingga penulis
menyelesaikan penelitian ini masih banyak yang rusak bahkan tidak diaspal,
pelayanan penerangan/listrik yang sering bermasalah seperti seringnya terjadi
pemadaman listrik yang bahkan tidak teratur sehingga sering menimbulkan
protes dari masyarakat, dan masih banyak bentuk pelayanan publik lainnya
yang masih perlu ditingkatkan. Hal sangat penting karena sangat berpengaruh
pada semangat dan kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak/retribusi
dalam melunasi kewajibannya. Khususnya DPPKAD sebagai salah satu
instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat,
144

massifikasi sosialisasi tentang pentingnya membayar pajak/retribusi dan


sumber-sumber PAD lainnya adalah salah satu langkah yang masih relevan
untuk ditingkatkan.
3. Disiplin waktu dan disiplin kerja aparatur DPPKAD harus ditingkatkan
sehingga

pada gilirannya akan berpengaruh pada kerja DPPKAD dalam

meningkatkan PAD Kabupaten Morowali. Selain itu, kualitas SDM aparatur


DPPKAD penting untuk diperhatikan karena berbanding lurus dengan hasil
kerja.
4. Akurasi data tentang objek pajak, retribusi dan komponen PAD lainnya perlu
ditingkatkan sehingga dalam perencanaan target PAD dalam setiap tahun
anggaran

tidak

berdasarkan

pada

kebutuhan

belanja

daerah

tetapi

berdasarkan pada potensi PAD. Hal ini juga dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya defisit yang sangat besar antara realisasi dengan target pasca
perubahan target PAD dalam APBD-P seperti yang terjadi pada APBD tahun
anggaran 2008-2011.

Khususnya di sektor pajak dan retribusi, lapangan

kerja masyarakat penting untuk diperhatikan karena sangat berpengaruh pada


kemampuan masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi.
5. Untuk menghindari kesalahan berfikir karena hanya meneliti satu sampel yakni
DPPKAD Kabupaten Morowali, penulis tidak menyimpulkan bahwa PP No 41
Tahun 2008 tentang penggabungan beberapa urusan pemerintahan dalam
satu SKPD tidak efektif. Tetapi dalam konteks Kabupaten Morowali,
penggabungan beberapa urusan pemerintahan daerah kabupaten seperti
bidang pendapatan, keuangan dan aset daerah dalam satu SKPD yaitu
DPPKAD perlu dipertimbangkan. Dari hasil penelitian penulis, hal itu sangat
berpengaruh pada kualitas pelayanan yang diberikan karena DPPKAD harus
145

mengurusi tiga bidang urusan pemerintah daerah kabupaten sekaligus. Hal ini
sangat

berpengaruh

pada

upaya

DPPKAD

dalam

memaksimalkan

pengelolaan untuk meningkatkan PAD.


6. Kabupaten Morowali sangat kaya akan SDA. Ini berarti sangat berpotensi
untuk meningkatkan PAD. Namun, SDA tanpa didukung dengan SDM yang
memadai tidak akan memberikan kontribusi yang baik dalam upaya
peningkatan PAD. Untuk itu, DPPKAD masih perlu untuk memberikan
kesempatan yang lebih besar kepada aparaturnya untuk mengikuti pendidikan
dan pelatihan.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, I, 1989, Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen, Palu: Yayasan Pembinaan
Umat NURUL FALAH.
Bagir, M., 1994, Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah menurut UUD
1945, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Bungin, B., 2007, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Busroh, A.D., 1990. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Chrisnandi, Y., 2008, Beyond Parlemen: Dari Politik Kampus Hingga Suksesi
Kepemimpinan Nasional, Jakarta: Penerbit Indo Hill Co.
Darise, N., 2009. Pengelolaan Keuangan Daerah: Pedoman Untuk Eksekutif dan
Legislatif, Rangkuman 7 UU, 30 PP dan 15 Permendagri. Jakarta: Indeks
Jakarta.
Fakrulloh, Z.A., Eko, S., dan Saragi, T. P., 2004, Kebijakan Desentralisasi di
Persimpangan Jalan, Jakarta: CV. Cipruy.
Gade, M., 2000. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Lembaga Penerbit
Halim, A., 2004, Akuntansi Pendapatan Daerah, Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi
Keuangan Daerah, Jakarta: Salemba Empat.
Hadiprojo, R., 1993, Dasar-Dasar Manajemen, Yogyakarta: BPFE.
Manulang, M., 1997, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Ghalia Indonesia.
146

Martoyo, S., 1988, Pengetahuan Dasar Manajemen Dan Kepemimpinan, Yogyakarta:


BPFE.
Kamaruddin, R., 2011. Optimalisasi Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah pada Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten
Morowali. Palu: Universitas Tadulako.
Kansil, C.S.T dkk. 2008. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.
Kimball, S., dan Kimball Jr, D.S., 1994, Manajemen Pelayanan Masyarakat, Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Moleong, L.J. 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muluk, K., 2007, Model Peran Pemerintah Daerah, Desentralisasi dan Pemerintahan
Daerah, Malang: Bayumedia Publishing.
Ndraha, T., 2003, Kybernology 1 (Ilmu Pemerintahan Baru), Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya,.
Nuralam, A,, 200I, Pemerintahan Daerah, Jurnal Otonomi Daerah, Jakarta:
DEPDAGRI,
Poerwadarminta, W.J.S., 1985, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai
Pustaka,
Purcell, H., 2004, Fasisme (Alih bahasa Faisol Feza dkk), Yogyakarta: Resist Book.
Rasyid, M. R., 1997, Makna Pemerintahan, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya
Sarwoto, 1998, Dasar-Dasar Organisasi Dan Manajemen, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Siagian, S.P., 1984, Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung.
Siahaan, M. P., 2005. Pajak daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Siagian, SP., 1994, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku organisasi, Jakarta:
Gunung agung.
Singarimbun, M., Effendi S., 1980, Metode Penelitian Survai, Yogyakarta: Pusat
Penelitian dan Studi Kependudukan, Universitas Gadjah Mada.
Soekamto, S., 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press.
Sunarto, 2005. Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: BPFE UGM.
Sutopo, 2001, Administrasi Manajemen Dan Organisasi, Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara RI.
Thayeb, S., 2001, Hasil Penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Depdagri dan
UGM, Yogyakarta.
Thoha, M., 2008. Perilaku Organisasi (konsep dasar dan aplikasinya), Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Tim Penyusun. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan. FISIP
UNHAS. Makassar.
Toha, Charles., 2010, Analisis Implementasi Kebijakan Retribusi Pasar terhadap
Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Morowali. Palu: Universitas
Tadulako
147

Usman, H., dkk. 2008. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara.
Widjaja, HAW. 2003. Otonomi Daerah Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh.
Jakarta: Rajawali Pers.
Yani, A, 2008, HUBUNGAN KEUANGAN antara PEMERINTAH PUSAT dan
PEMERINTAH DAERAH di INDONESIA, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Dokumen Lain
Harian ANTARA News, Koran Lokal Palu, Jumat, 21 Januari 2011
Harian KOMPAS, Selasa, 01 Juli 2003
RPJMD Kabupaten Morowali Tahun 2008-2012
Morowali Dalam Angka 2008
Morowali Dalam Angka 2009
Morowali Dalam Angka 2010
Morowali Dalam Angka 2011
Peraturan Bupati Morowali No 14 Tahun 2008 tentang Tupoksi DPPKAD Kabupaten
Morowali
Perda Kab. Morowali No 10 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 59 Tahun 2007 perubahan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2007 Tanggal 6
Desember 2007 Tentang Rincian Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi
Dan Kabupaten/Kota Tahun 2008.
Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tanggal 24
Desember 2008 tentang Rincian Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota Tahun 2009. Kunjungi
Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok dan Fungsi
Masing-masing Jabatan pada Organisasi Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Morowali, susunan
organisasi DPPKAD Kabupatej Morowali.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah
UUD Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen IV)
UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
UU No 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali,
dan Kabupaten Banggai Kepulauan
UU No 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah
UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dengan Pemerintah Daerah
UU No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah
UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
148

PP No 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah dan PP No 66 Tahun 2001 Tentang


Retribusi Daerah
Data Online
http://www. 017-implementasi-peraturan-daerah-kota.html
http://bidanlia.blogspot.com/2009/07/teori-peran.html.
http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/konsep-diri-peran.html.
http://www.ngada.org
http://www.kompas.com/kompas cetak/0307/01/daerah/401669.htm
http://www.ochansangadji.co.nr

149

Anda mungkin juga menyukai