Anda di halaman 1dari 7

Dalam era otonomi daerah, pemerintah telah memberikan kesempatan yang luas bagi pemerintah daerah untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Pemerintah daerah dapat mengatur sendiri beberapa aspek kehidupan di
daerahnya baik aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, maupun budaya. Dalam aspek ekonomi,
pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membentuk suatu BUMD. Pada hakikatnya BUMD mempunyai
peran yang strategis dalam era otonomi daerah saat ini. Data yang ada menunjukkan bahwa sebanyak 1.007
BUMD dengan aset sebesar Rp340,118 triliun, mencatat laba sebesar Rp10,372 triliun atau rata-rata rasio laba
terhadap aset (ROA) sebesar 3,0 persen. Rendahnya tingkat ROA menunjukkan pengelolaan BUMD belum
optimal, baik dari aspek keuangan maupun  kinerja. Dengan kondisi ini, dan ditambah adanya
praktek mismanagement yang mengarah pada inefisiensi dan kecurangan, maka BUMD perlu dan penting untuk
melakukan pembenahan sehingga terjadi percepatan pelayanan publik. Oleh karena itu, perlu dilakukan reviu
literatur untuk memberikan konsep dan kondisi pengelolaan BUMD berdasarkan referensi sebagai dasar
pelaksanaan kajian selanjutnya. Dari reviu literatur mengenai BUMD ini dapat diketahui bahwa:

1. BUMD menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah. Terdapat dua bentuk BUMD, yaitu: 1) Perusahaan
Umum Daerah adalah BUMD yang seluruh modalnya dimiliki oleh satu Daerah dan tidak terbagi atas
saham, dan 2) Perusahaan Perseroan Daerah adalah BUMD yang berbentuk perseroan terbatas yang
modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya
dimiliki oleh satu Daerah. Dari pengamatan terhadap peraturan perundang-undangan ditemukan belum
adanya Undang-undang tentang Badan Usaha Milik Daerah pengganti UU Nomor 5 Tahun 1962 tentang
Perusahaan Daerah  sebagai payung hukum BUMD. Kondisi ini sangat berbeda dengan Badan Usaha Milik
Negara dimana telah memiliki payung hukum yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara.
2. Konsep pengelolaan BUMD non persero (Perusahaan Daerah/Perusahaan Umum Daerah) dimungkinkan
dengan model pengelolaan BUMD dengan sistem ”swakelola mandiri”. Konsep pengelolaan ini
menggunakan sistem pengawasan ataupun pembinaan secara bertanggungjawab dan intensif. Pengelolaan
BUMD dilakukan dengan pengawasan dan pembinaan secara langsung oleh pemangku kebijakan yang
dilakukan oleh kepala daerah selaku pemegang otoritas tertinggi di pemerintah daerah. Kewenangan
pemerintah daerah selaku pemegang otoritas dapat melakukan ”intervensi kebijakan” dalam konteks yang
positif terkait kinerja dari BUMD melalui dewan pengawas. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah menyebutkan bahwa dalam pengelolaan BUMD salah satunya harus mengandung unsur tata kelola
perusahaan yang baik. Namun demikian, peraturan pemerintah maupun peraturan lain yang mengatur lebih
lanjut ketentuan mengenai tata kelola perusahaan yang baik dalam pengelolaan BUMD tersebut belum
dikeluarkan. Sementara konsep pengelolaan BUMD persero (Perseroan Terbatas/Perusahan Perseroan
Daerah), berdasarkan Permendagri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Badan Hukum BUMD, menyatakan
bahwa BUMD berbentuk perseroan terbatas tunduk pada UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan peraturan pelaksanaannya.
3. Kondisi pengelolaan BUMD masih belum optimal antara lain terlihat dari pengelolaan yang masih terjebak
dalam pola kerja birokrasi daripada sebagai perusahaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan,
pelayanan yang diberikan belum maksimal, serta adanya praktek mismanagement yang mengarah pada
inefisiensi dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan BUMD.

Reviu literatur ini masih masih jauh dari sempurna, namun demikian dapat menggambarkan landasan hukum
BUMD, bentuk pengelolaan BUMD dan kondisi pengelolaan BUMD yang belum efisien. Reviu literatur ini
dapat digunakan untuk dasar melakukan kajian pengelolaan BUMD yang efisien. 

https://www.bpkp.go.id/puslitbangwas/konten/2291/14.125-Reviu-Literatur-Pengelolaan-Badan-
Usaha-Milik-Daerah
Dalam kondisi ini, strategi bisnis menjadi krusial bagi para pebisnis agar tetap eksis dan
berkembang. BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) merupakan organisasi yang mengatur
bisnis berskala daerah, sehingga BUMD harus bisa diandalkan sebagai penggerak ekonomi
rakyat.
“Di tengah pandemi Covid-19, harapannya, BUMD dapat menciptakan iklim kerja baru
berbasis teknologi, walaupun pada akhirnya semua sektor juga dituntut untuk semakin kreatif
dalam menghadapi pandemi,” ujar Johan Arifin, S.E, M.Si, Ph.D saat memberikan sambutan
dalam acara “Webinar #8: Inovasi dan Adaptasi Strategi Bisnis BUMD di Era New Normal”
yang diadakan oleh Program Studi Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas
Islam Indonesia (27/10).
“Covid-19 menyadarkan kita akan pentingnya belajar teknologi demi membantu
kelangsungan aktivitas bisnis, termasuk BUMD,” imbuh Sururi selaku wakil dari IAI (Ikatan
Akuntan Indonesia) Yogyakarta dalam sambutan membuka acara ini.
BUMD merupakan salah satu pilar ekonomi yang memberikan kontribusi cukup besar bagi
perekonomian Indonesia. Kontribusi ekonomi tersebut seperti pembayaran pajak, penyerapan
tenaga kerja, penyediaan pelayanan publik, dan pemberian dividen kepada pemerintah
daerah.
“Berdasar laporan realisasi anggaran tahun 2019, kontribusi BUMD terhadap PAD
(Pendapatan Asli Daerah) sebesar 4,12%. Sedangkan kontribusi BUMD terhadap total
pendapatan adalah 1,6%,” ucap Dr. Mahmudi, S.E, M.Si selaku Dosen Akuntansi UII saat
menyampaikan materi pertama. Merujuk data tersebut, tak heran bahwa BUMD dituntut
untuk memberikan kinerja terbaik dalam pelayanan, keuangan, inovasi, administrasi, serta
operasional.
“Tiga kata kunci yang harus dijunjung BUMD adalah adaptasi, inovasi, dan evolusi,” tambah
Mahmudi. Berdasar ketiga kata kunci tersebut, Mahmudi juga menambahkan apabila ketiga
kata kunci tersebut tidak dilakukan, maka besar kemungkinan kinerja BUMD akan menurun. 
Beberapa BUMD yang berada di Jogja adalah PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), Bank
Jogja, dan XT Square. XT Square merupakan BUMD yang mengelola properti sehingga
pendapatan bertumpu dari kunjungan wisatawan. Pandemi yang memaksa masyarakat tetap
berada dirumah tentu membuat XT Square kesulitan.  “Adaptasi dan inovasi terus dilakukan
XT Square,” ujar M. Verga Prabowo, S.T selaku pemateri kedua sekaligus Direktur XT
Square. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya mempertahankan keberlangsungannya di masa
pandemi ini
Dra. Neni Meidawati, M.Si, Ak. selaku pemateri ketiga dan juga dosen Prodi Akuntansi UII
menuturkan bahwa seharusnya perubahan paradigma BUMD tidak perlu menunggu adanya
Covid-19. “Sejak berdirinya sebuah BUMD, kita harus selalu melakukan adaptasi dan inovasi
untuk merespon situasi yang ada,” tambah Neni. (DYH/AZ)
Carut-Marut BUMD di Te n g a h Pandemi
https://fecon.uii.ac.id/2020/10/carut-marut-bumd-di-tengah-pandemi/
Tata Kelola Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dalam Peningkatan
Perekonomian Daerah
Oleh Humas     Dipublikasikan pada 12 Februari 2022

Kategori: Evaluasi

Dibaca: 6.316 Kali

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


(UU Pemda) telah mengatur bahwa kepala daerah adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. Kepala daerah dalam
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah dimaksud
menyusun laporan keuangan daerah yang memuat salah satunya ikhtisar
laporan keuangan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Hal ini menegaskan
bahwa BUMD merupakan badan usaha yang dimiliki oleh pemda. Oleh
karena itu, pemda harus mengoptimalkan peran BUMD.

BUMD merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar


modalnya dimiliki oleh pemda melalui kekayaan daerah yang dipisahkan
untuk dijadikan penyertaan modal BUMD. Dalam kerangka regulasi,
pengaturan mengenai BUMD telah tercantum dalam Pasal 304 serta Pasal
331 sampai dengan Pasal 343 UU Pemda. Pengaturan
lebih rigid mengenai tata kelola BUMD mulai dari pendirian,
penyelenggaraan, hingga pembinaan dan pengawasan diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan
Usaha Milik Daerah (PP BUMD).

BUMD pada dasarnya didirikan untuk memberikan manfaat dalam


perkembangan perekonomian daerah, memberikan kemanfaatan umum
bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat, serta untuk memperoleh laba
dan/atau keuntungan. Tujuan pendirian dimaksud menunjukkan adanya
relasi antara peran BUMD dan pelaksanaan otonomi daerah oleh pemda
yang berkewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sebagaimana tercantum
dalam Pasal 1 angka 6 UU Pemda.
Relasi antara BUMD dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut
tergambarkan manakala BUMD dibagi menjadi dua jenis yakni Perusahaan
Umum Daerah (Perumda) dan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda).
Dalam Pasal 8 PP BUMD, BUMD Perumda tugasnya lebih difokuskan
pada kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa sesuai
kondisi, karakteristik dan potensi daerah yang bersangkutan. Hal ini
berbeda dengan BUMD Perseroda yang berbentuk Perseroan Terbatas
(PT) berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (UU Perseroan Terbatas) yang lebih
berorientasi untuk menghasilkan laba.

Belum Berjalan Secara Maksimal


Kontribusi BUMD dalam peningkatan perekonomian daerah belum berjalan
optimal. BUMD yang seharusnya menjadi salah satu sumber Pendapatan
Asli Daerah (PAD) belum menjadikan suatu daerah mandiri secara fiskal.
Pada faktanya perekonomian daerah masih bergantung pada dana transfer
dari pemerintah pusat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 yang
menunjukkan bahwa hanya tiga provinsi yang memiliki porsi PAD lebih
tinggi dari pendapatan lainnya termasuk Transfer ke Daerah dan Dana
Desa (TKDD).

Selain dari tingkat kemandirian fiskal daerah, kontribusi BUMD dalam


peningkatan perekonomian daerah juga ditunjukkan melalui perbandingan
total aset dengan laba yang dihasilkan. Berdasarkan Rapat Koordinasi
Nasional Keuangan Daerah Tahun 2019 yang diselenggarakan oleh
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), terdapat 1.097 BUMD di
Indonesia dengan total aset Rp340,118 triliun. Namun laba yang dihasilkan
hanya mencapai Rp10,372 triliun (perbandingan laba terhadap aset hanya
sekitar 3,05 persen).

Gambaran kondisi BUMD juga dapat dilihat dari banyaknya BUMD yang
mengalami kerugian. Pada tahun 2020 sebanyak 286 atau 33,72 persen
dari total 848 BUMD yang terdata BPS mengalami kerugian. Jumlah
tersebut memang meningkat diakibatkan pandemi COVID-19 pada tahun
2020, namun demikian dalam kondisi normal seperti pada tahun 2018 dan
2019, data menunjukkan bahwa pada prinsipnya jumlah perusahaan yang
merugi juga masih cukup besar dengan rata-rata 33-35 persen dari total
jumlah BUMD.

Permasalahan Tata Kelola BUMD


Selain sebagai tindak lanjut amanat UU Pemda, lahirnya PP BUMD
diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan tata kelola
BUMD yang selama ini terjadi. Pada tataran implementasi, beberapa
BUMD maupun pemda menyampaikan berbagai permasalahan terkait tata
kelola BUMD yang dapat dikelompokkan menjadi tiga isu.
Pertama, permasalahan jenis bentuk hukum BUMD. Belum seluruh pemda
melakukan penyesuaian badan hukum BUMD, baik menjadi berbentuk
Perumda maupun Perseroda sebagaimana diatur dalam PP BUMD.
Selanjutnya, masih terdapat tantangan bagi pemda dalam pendirian BUMD
baru dan bagi BUMD dalam melakukan pembentukan anak perusahaan,
serta adanya kompleksitas penyertaan modal pada BUMD pada saat
pendiriannya.

Kedua, permasalahan regulasi, yaitu belum ditetapkannya seluruh


substansi peraturan turunan dari PP BUMD, tidak implementatifnya
peraturan perundang-undangan terkait BUMD sektor keuangan
mikro/Lembaga Keuangan Mikro (LKM), peraturan perundang-undangan
yang kurang memberikan ruang BUMD untuk berkembang, dan terdapat
peraturan perundang-undangan terkait BUMD yang sudah tidak sesuai
dengan kondisi perkembangan.

Ketiga, permasalahan penyelenggaraan BUMD pada masa pandemi


COVID-19 yang bermula sejak tahun 2020 mengakibatkan perekonomian
daerah maupun nasional terpukul dengan terjadinya penurunan
pendapatan (revenue) di hampir seluruh jenis usaha termasuk BUMD
karena adanya pembatasan mobilitas masyarakat.

Langkah Perbaikan terhadap Tata Kelola BUMD


Dalam menghadapi permasalahan tata kelola BUMD, pemda telah
melakukan berbagai upaya seperti menindaklanjuti peraturan perundang-
undangan, perbaikan kelembagaan BUMD, melakukan pembinaan dan
pengawasan secara rutin sebagaimana amanat PP BUMD, serta
melakukan berbagai kegiatan guna mendukung implementasinya dengan
pembentukan Tim Pembinaan BUMD.

Selain upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemda dimaksud, terdapat


beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan, baik oleh
pemerintah pusat maupun pemda. Pertama, terkait jenis bentuk hukum
BUMD, agar melakukan penyesuaian/perubahan bentuk hukum BUMD
sesuai PP BUMD. Kemendagri perlu lebih memperhatikan proses pendirian
BUMD dan pemda melakukan penataan dalam proses penyertaan modal
awal BUMD.

Kedua, terkait permasalahan regulasi, di antaranya perlu segera menyusun


peraturan pelaksana yang belum ditetapkan sebagaimana amanat PP
BUMD dan perubahan peraturan pelaksana yang sudah tidak sesuai lagi
dengan kondisi perkembangan saat ini. Pemerintah dan pemda perlu
melakukan tindak lanjut terhadap pengaturan BUMD sektor keuangan yaitu
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Ketiga, BUMD perlu melakukan inovasi dengan memanfaatkan teknologi
informasi, dan melakukan diversifikasi usaha guna menghasilkan produk
yang dibutuhkan oleh masyarakat. (KEDEPUTIAN BIDANG POLHUKAM
SEKRETARIAT KABINET RI)

Read more: https://setkab.go.id/tata-kelola-badan-usaha-milik-daerah-bumd-dalam-peningkatan-
perekonomian-daerah/

Anda mungkin juga menyukai