ASPEK HUKUM
PENATAAN KELEMBAGAAN BADAN KERJASAMA ANTAR DESA
PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG DESA
SPIRIT DESA MEMBANGUN INDONESIA
Oleh : Arif Indra Setyadi
(Anggota TIM Perumus Penataan Kelembagaan BKAD Kecamatan Kedungbanteng)
I. Latar Belakang
Penataan Kelembagaan BKAD hendaknya dipahami bukan sekedar menunjukkan
rangkaian perubahan Desa yang dihadirkan oleh UU Desa. Namun seperti pada sebuah
diktum: Peraturan bukan segala-galanya, tetapi segala sesuatunya membutuhkan peraturan.
Peraturan yang baik tidak serta merta melahirkan kebaikan dalam waktu cepat, tetapi peraturan
yang buruk dengan cepat menghasilkan keburukan.
Penataan kelembagaan BKAD hendaknya dipahami sampai dengan asas atau dasar
filosofi berlakunya UU Desa, sehingga lahirnya UU Desa memberikan harapan, manfaat,
kepastian dan keadilan hukum sebagai proses kelahiran kembali (reinkarnasi) Desa dan BKAD
dalam perspektif kebaikan bagi masyarakat Desa.
Pandangan yang menganggap Desa sekedar sebagai beban pembangunan Negara, adalah
merupakan pandangan yang usang dan tidak sesuai dengan semangat Proklamasi dan
konstitusional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dibalik pandangan yang salah tersebut,
melahirkan potensi bagi penguasa untuk menjadikan masyarakat miskin perdesaan sebagai
objek pembangunan melalui pelaksanaan program-program pemberdayaan yang tidak
didasarkan pada semangat sebagai bangsa yang berdaulat.
Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat miskin perdesaan, selalu bertumpu
pada pembiayaan yang bersumber dari utang luar negeri. Kenyataan ini tidak memberikan
ruang yang cukup bagi masyarakat miskin perdesaan menuju kemandirian dalam kehidupan
dan penghidupan di Desa. Sebaliknya pembiayaan yang bersumber dari utang luar negeri
justru akan menambah beban kehidupan dan penghidupan masyarakat Desa.
Cara pandang Desa sebagai masyarakat bukan sebagai kesatuan masyarakat hukum
atau organisasi pemerintahan, melahirkan konsep Desa sebagai lembaga-lembaga dan
masyarakat sebagai penerima manfaat program-program. Konsep inilah yang melahirkan
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dari berbagai kementerian, yang diberikan bukan
kepada Desa melainkan kepada masyarakat.
Berbagai BLM yang masuk ke desa membuat Desa menjadi pasar (outlet) proyek.
Setiap proyek yang datang dari Pemerintah mempunyai rezim sendiri yang tidak menyatu pada
sistem pemerintahan, perencanaan dan keuangan Desa. Proses ini seringkali membuat hasil
perencanaan warga yang tertuang dalam RPJM Desa menjadi terabaikan. Salah satu pintu
masuk BLM ke masyarakajat Desa adalah melalui Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat- Mandiri Perdesaan (PNPM-MP).
Kejanggalan pelaksanaan PNPM-MP adalah mekanisme aliran dana PNPM-MP yang
tidak pernah masuk dalam mekanisme APB Desa tetapi setiap Desa membuat perencanaan
sampai laporan yang menyantumkan dana PNPM sebagai salah satu sumber pembiayaan
pembangunan. Kondisi demikian berakibat pada tidak adanya kewenangan Kepala Desa
(Pemerintah Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), untuk mengontrol penggunaan
dana PNPM-MP di masyarakat Desa.
Kehadiran PNPM-MP di masyarakat Desa lebih mencerminkan Money Driven
Development (MDD). Uang merupakan bentuk komitmen konkret pemerintah menolong
masyarakat Desa, sekaligus sebagai sarana intervensi dan mobilisasi terhadap masyarakat
untuk aksi kolektif yang menyokong kesejahteraan dengan membentuk Tim Pengelola
Kegiatan (TPK) dan kelompok-kelompok penerima manfaat program.
Model pendekatan kelompok dalam pemberian bantuan mencerminkan sebuah imposisi
(dipaksakan) secara instan, sehingga pembentukan kelompok dilakukan bukan berdasar pada
emansipasi lokal, tetapi karena dituntut kepentingan untuk memperoleh dana BLM.
Sepanjang program dan uang masih berjalan, kelompok-kelompok itu akan tetap
terpelihara. Tetapi kalau program dan uang sudah berakhir, maka kelompok-kelompok itu akan
mati dengan sendirinya. Setiap program selalu meninggalkan dan menitipkan kelompok
Kepada Desa. Bagi Kepala Desa, hal itu adalah beban. Kepala Desa biasa bertindak sebagai
orang tua asuh atas kelompok-kelompok ad hoc bentukan pemerintah. Jika Desa mampu,
maka kelompok itu akan dirawat, tetapi kalau Desa tidak mampu maka kelompok itu dibiarkan
mati dengan sendirinya.
Gagasan atau wacana untuk melegalisasikan program pemberdayaan masyarakat
dalam penanggulangan kemiskinan, sebetulnya telah dimulai sejak 7 (tujuh) tahun yang lalu
yaitu sejak tahun 2007, melalui perumusan Rancangan Perundang-Undangan tentang Desa.
Para penggiat dan kelompok masyarakat yang peduli dengan pembangunan masyarakat
perdesaan, seperti : PARADE NUSANTARA, PPDI, APDESI, dan didukung sepenuhnya oleh
Satuan Kerja PNPM-MP, tidak lelah untuk memperjuangkan RUU tentang Desa untuk menjadi
Undang-Undang tentang Desa. Baru pada awal tahun 2014, RUU tentang Desa disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai Undang-Undang melalui Undang-
Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang mulai berlaku pada tanggal 15 Januari 2014.
Bertepatan pada tahun yang sama yaitu pada tanggal 3 Nopember 2014 dan melalui
Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Dalam Negeri
Republik Inonesia Nomor : 402/2128/PNPM-MP/11/2014 tanggal 3 Nopember 2014 perihal
Penegasan Tugas dan kewajiban Fasilitator, dan tidak dimasukannya pembiayaan PNPM-MP
dalam APBN 2015, secara programatik PNPMMP telah berakhir. Berakhirnya PNPM-MP
secara programatik bertepatan pula dengan berakhirnya masa kekuasaan pemerintah
pengagas PNPMMP.
Berakhirnya PNPM-MP kemudian berlanjut dengan proses evolusi ke dalam Undang-
Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Proses dan perencanaan yang diatur dalam UU
Desa sebagian besar mengadopsi model perencanaan partisipatif yang dikembangkan oleh
PNPM Mandiri Perdesaan. Evolusi PNPMMP dimaksud berubahnya pemberdayaan
masyarakat dalam penanggulangan kemisikinan dari sebatas PROGRAM menuju pada
kejelasan status hukum dalam PERUNDANG-UNDANGAN.
Pokok permasalahan dalam evolusi PNPMMP ke dalam UU tentang Desa yaitu status
hukum yang menjelaskan tentang status kepemilikan, keterwakilan, dan batas kewenangan
serta satuan kerja pembangunan Desa. Beberapa pokok masalah itulah yang harus dicarikan
pemecahannya dan terus dikembangkan dalam rangka Penataan Kelembagaan Badan
Kerjasama Antar Desa sebagai wadah lembaga Kerjasama Antar Desa dalam kesatuan
Wilayah Kecamatan Kedungbanteng.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 yang merupakan hasil evolusi PNPM-
MP, harus dipandang sebagai peluang atau kesempatan bagi Pemerintahan Desa menjadi
salah satu sumber pembiayaan Pembangunan Desa dan sebagai salah satu Pilar
Pembangunan Desa.
Mewujudkan Desa Mandiri yang diamanatkan dalam Undang-Undang Tentang Desa,
harus ditempuh dengan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa
sebagai Hak Otonomi Desa dalam pengelolaan sumber pembiayaan untuk Pembangunan
Desa. Peningkatan Pendapatan Asli Desa salah satunya dapat dilakukan dengan Penguatan
kelembagan Badan Kerjasam Desa (BKD) atau Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) sebagai
badan yang melaksanakan hasil evolusi PNPMMP dalam wadah Badan Kerjasama Antar
Desa (BKAD) di tingkat Kecamatan.
Penataan kelembagaan BKAD, salah satunya adalah melestarikan dan
mengembangkan aset masyarakat berupa modal dana bergulir PPK/PNPM Mandiri Perdesaan.
Pentingnya melestarikan dan mengembangkan aset masyarakat berupa modal dana bergulir
karena saat ini terdapat aset dana bergulir Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM-MP yang
saat ini secara nasional nilainya mencapai kurang lebih Rp 10,450 trilyun (sepuluh trilyun
empat ratus lima puluh milyar rupiah). Pelaksanaan dana bergulir ini masih tersebar di 5.300
(lima ribu tiga ratus) kecamatan, 401 (empat ratus satu) kabupaten, 1 (satu) kota, dan 33 (tiga
puluh tiga) provinsi.[1]
Besarnya aset Dana Bergulir UPK PNPM-MP, yang merupakan Dana Amanah
Pemberdayaan Masyarakat (DAPM), hendaknya dapat dilestarikan dan dikembangkan sebagai
salah satu pilar pembangunan Desa. DAPM UPK PNPM-MP sebagai instrumen pada proses
evolusi ke dalam UU Desa, dilakukan melalui transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP
menuju pada Unit Usaha Bersama BUM Desa. Transformasi menuju Unit Usaha Bersama
BUM Desa merupakan perwujudan dari Kerjasama Antar Desa dalam wadah BKAD.
Transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP menuju Unit Usaha Bersama BUM Desa,
harus diikuti lebih dahulu dengan Transformasi BKAD versi Petunjuk Teknis Operasional (PTO)
PNPM-MP menuju BKAD versi UU Desa. Transformasi dalam wujud penataan kelembagaan
BKAD ini, bertujuan untuk mengevolusi dari Program menuju Perundang-Undangan, sehingga
menjamin kepastian hukum dan asas legalitas pengelolaan UPK Dana Bergulir PNPM-MP.
II. Pembahasan
Hasil reseach/penelitian Lembaga Penelitian SMERU tentang Studi Kualitatif Dampak
PNPM Perdesaan di Provinsi Jawa Timur, Sumatera Barat dan Sulawesi Tenggara pada
tahun 2013, salah satunya menyimpulkan bahwa secara umum, studi ini menemukan bahwa
PNPM-Perdesaan sudah dijalankan dengan baik. Tingkat partisipasi, transparansi dan
akuntabilitas berjalan dengan sangat baik dalam pelaksanaan PNPM-Perdesaan.
Kesimpulan lain menjelaskan bahwa dari segi kesesuaian kebutuhan utama
masayarakat miskin dengan proyek yang disetujui dalam PNPM-Perdesaan di daerah
penelitian hampir tidak ditemukan proyek PNPM-Perdesaan yang bersesuaian dengan
kebutuhan warga miskin. Hal ini memberi indikasi bahwa pemberdayaan warga masyarakat
miskin belum berjalan dengan baik dalam PNPM-Perdesaan.
Prinsipnya sistem yang digunakan dalam pelaksanaan program pemberdayaan
masyarakat desa miskin melalui PNPM-MP sudah baik dengan membangkitkan kesadaran
partisipatif masyarakat, pelaksanaan program yang mengedepankan asas transparansi dan
akuntabilitas. Hanya saja dengan berakhirnya PNPM-MP menimbulkan pertanyaan :
Bagaimana pasca berakhirnya PNPM-MP, terhadap pemberdayaan masyarakat miskin Desa
melalui kelompok-kelompok penerima manfaat dari program, dan bagaimana sistem yang telah
terbangunkan dan aset-aset yang telah berkembang di masyarakat tetap dapat dilestarikan dan
dikembangkan sebagai dana amanah masyarakat ?
Sistem dan aset program pemberdayaan masyarakat miskin Desa agar tetap lestari
dan dapat dikembangkan dengan melakukan penataan kelembagaan PNPM-MP yaitu dengan
melakukan proses penyesuaian kelembagaan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang Desa.
Undang-undang Desa, memberikan ruang untuk penataan kelembagaan PMPN-MP,
melalui penerapan asas subsidiaritas yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan
pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa. kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau
mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan
prakasa masyarakat Desa.[2]
Pengalihan kewenangan pemberdayaan masyarakat miskin perdesaan dari PNPM-MP
menjadi kewenangan lokal berskala desa yang dimiliki oleh Desa. Berdasarkan pada asas
subsidiaritas, tahapan dalam penataan kelembagaan PNPM-MP diawali dari pembentukan
kelembagaan di tingkat Desa. Tahap penataan kelembagaan PNPM-MP yang dimaksud adalah
:
ALUR PEMBENTUKAN BUM DESA BERSAMA & UNIT-UNIT USAHA BERSAMA BUM
DESA DALAM WADAH BKAD
a. Kerjasama Antar Desa di bidang sosial kemasyarakatan
Kerjasama Antar Desa di bidang ini berdasarkan ketentuan yang diatur pada Pasal 92
ayat 1 huruf (b) meliputi : kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan
pemberdayaan masyarakat Antar Desa. Kerjasama Antar Desa di bidang sosial
kemasyarakatan ini, dilakukan oleh Badan Kerjasama Desa (BKD) sebagai Utusan Wakil Desa
berdasarkan kesepakatan pada forum Musyawarah Antar Desa.
Kegiatan Kerjasama Antar Desa dibidang sosial kemasyarakat tidak bertujuan utama
untuk memperoleh keuntungan ekonomi secara langsung bagi BKAD sebagai pengelola, tetapi
lebih difokuskan untuk kegiatan yang bersifat kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan kemasyarakat dalam wadah Badan Kerjasama Antar Desa ditujukan untuk
pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui
skema kerja sama antar-Desa, sebagaimana diatur pada Pasal 92 ayat 4 huruf (b) UU Desa.
Kedudukan BKAD dalam pelaksanaan kegiatan program Pemerintah dan Pemerintah
Daerah pada skema kerjasama antar Desa, sebagai kordinator pelaksana. Pelaksanaan
kegiatan ini dilaksanakan melalui unit-unit kerja BKAD sesuai dengan bidang pengelolaannya.
Kegiatan unit kerja BKAD difokuskan pada kegiatan yang berorientasi sosial bukan
usaha yang berorientasi keuntungan secara ekonomi. Kegiatan sosial kemasyarakat yang
dimaksud adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui kelompok-kelompok
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Kegiatan yang menggerakan pembangunan
partisipatif masyarakat dengan menggali potensi Desa dibidang Pertania, Peternakan,
Perikanan dan Perkebunan.
Menggerakan partisipatif masyaraka tdengan menumbuhkan kesadaran untuk ikut serta
secara aktif pada program Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota,
dibidang Pendidikan, Keagamaan, dan Budaya dengan pendekatan yang bersifat kearifan lokal
Desa serta program peningkatan ketrampilan dan keahlian dengan pendirian Pusat Balai
Latihan Usaha (PBLU) di tingkat Desa.
a. Kerjasama Antar Desa di bidang Keamanan dan Ketertiban
Kerjasama Antar Desa dalam wadah BKAD di bidang keamanan dan ketertiban
dilakukan sebagai langkah preventif (pencegahan) dan langkah represif sehingga tercipta
tatanan kehidupan yang damai, tenang dan tentram di wilayah Kecamatan.
Kegiatan ini juga bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan yang mungkin terjadi
terhadap ancaman bencana alam. Pembentukan Kerjasama di bidang keamanan dan
ketertiban dilakukan sebagai langkah persiapan menghadapi bencana alam dan wabah
penyakit sehingga tercipta korodinasi yang menyeluruh dan cepat tanggap dalam satu wilayah
Kecamatan.
Pelaksanaan kerjasama dibidang keamanan dan ketertiban ini, dilakukan dengan
membentuk unit-unit kerja dibawah pengelolaan BKAD. Alur pembentukan unit-unit kerja BKAD
ini sama dengan alur pembentukan Unit-Unit Kerja BKAD di bidang sosial kemasyarakatan.
Berdasarkan uraian tentang penataan kelembagaan BKAD versi PNPM-MP yang
berevolusi ke dalam UU Desa mengarahkan kelembagaan BKAD sebagai satu-satunya wadah
kerjasama antar Desa, yang meliputi 2 (dua) bentuk kegiatan pokok. Bidang-bidang kerjasama
antar Desa ditata dalam 2 (dua) wadah kerjasama yang meliputi : UNIT USAHA BERSAMA
BUM DESA dan UNIT KERJA BKAD.
2. Transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP menuju BUM Desa
Transformasi identik dengan perubahan, karena sejatinya transformasi adalah sebuah
bentuk perpindahan menuju sistem yang dianggap lebih baik dan mendukung. Perubahan ini
dilandasi oleh situasi dan kondisi yang menuntut sebuah sistem untuk berubah. UPK Dana
Bergulir PNPM-MP yang telah dinyatakan berakhir secara programatik, harus mampu berubah
atau hijrah dari sebuah program menuju pada sistem perundang-undangan.
Transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP bertujuan untuk menjamin kepastian
hukum dan asas legalitas tentang status hukum (payung hukum) dalam rangka melestarikan
dan mengembangkan aset Dana Bergulir PNPM-MP. UPK Dana Bergulir PNPM-MP yang pada
awalan merupakan proyek atau program yang inisiasi dan digerakan oleh Pemerintah
(Goverment driven development) menuju pada kemandirian untuk melestarikan dan
mengembangan Dana Bergulir tersebut menjadi milik masayarakat atau Desa melalui wadah
BKAD.
Transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP diarahkan kepada terciptanya konsep
Tradisi Berdesa sebagai konsep hidup bermasyarakat dan bernegara di ranah Desa. Gagasan
tradisi berdesa sebagai salah satu gagasan fundamental yang mengiringi pendirian BUM Desa.
Inti gagasan dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah:
a. BUM Desa membutuhkan modal sosial (kerja sama, solidaritas, kepercayaan, dan sejenisnya)
untuk pengembangan usaha yang menjangkau jejaring sosial yang lebih inklusif dan lebih luas.
b. BUM Desa berkembang dalam politik inklusif melalui praksis Musyawarah Desa sebagai forum
tertinggi untuk pengembangan usaha ekonomi Desa yang digerakkan oleh BUM Desa.
c. BUM Desa merupakan salah satu bentuk usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif antara
pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Usaha ekonomi Desa kolektif yang dilakukan oleh
d. BUM Desa mengandung unsur bisnis sosial dan bisnis ekonomi.
e. BUM Desa merupakan badan usaha yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai upaya
menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh
Desa atau kerja sama antar-Desa.
f. BUM Desa melakukan transformasi terhadap program yang diinisiasi oleh pemerintah
(government driven; proyek pemerintah) menjadi milik Desa.
Berdasarkan pada uraian tentang Penataan Kelembagaan BKAD di atas, Transformasi
yang tepat untuk UPK Dana Bergulir PNPM-MP adalah Kerjasama BUM Desa Antar Desa
dengan membentuk BUM Desa Bersama dalam wadah BKAD. UPK Dana Bergulir diletakan
sebagai salah satu Unit Usaha Bersama BUM Desa dibawah BUM Desa Bersama.
SKEMA TRANSFORMASI UPK DANA BERGULIR PNPM-MP
MENUJU UNIT USAHA BERSAMA BUM DESA
Dasar pertimbangan transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP menuju kepada Unit
Usaha Bersama BUM Desa dalam wadah BKAD, sebagai berikut :
a. Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro juncto
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK-5/2014 tentang Tata Cara Pendirian
Lembaga Keuangan Mikro.
b. Berlakunya Pasal 58 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan juncto Undang-
Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan undang-Undang Nomor 7 tahun 1992
tentang Perbankan.
c. Tahap transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP menuju Unit Usaha Bersama BUM Desa
dalam wadah BKAD.
Dengan berlakunya UU LKM maka setiap aktivitas lembaga keuangan yang khusus
didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik
melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak
semata-mata mencari keuntungan harus tunduk pada Undang-Undang yang mengatur tentang
LKM.
Lembaga yang melakukan aktivitas memberikan jasa pengembangan usaha dan
pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro
kepada anggota dan masyarakat, wajib memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan
paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku, demikian yang diatur
pada Pasal 39 ayat 2 UU LKM juncto Pasal 29 dan Pasal 30 POJK Nomor 12/POJK-5/2015.
Berdasarkan ketentuan pada Pasal 5 UU LKM juncto Pasal 2 POJK Nomor 12/POJK-
5/2014, mengatur bahwa Bentuk badan hukum LKM adalah Perseroan Terbatas atau Koperasi.
Apabila berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas maka sahamnya paling sedikit 60%
(enam puluh persen) dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik
desa/kelurahan, sisanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau koperasi.
Selain pertimbangan yuridis di atas transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP menuju
Unit Usaha Bersama BUM Desa, juga mempertimbangan ketentuan dalam Pedoman Penataan
dan Perlindungan Kegiatan Permodalan PNPM-MP, Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa, tanggal 27 Maret 2015 mengatur bahwa :
1. Dana Bergulir hasil kegiatan PNPM-MPd merupakan milik masyarakat yang diwakili
Pemerintah desa (Kepala Desa). Untuk itu Dana Bergulir tersebut, dibagi secara merata
kepada seluruh Desa dalam satu wilayah Kecamatan, dengan ketentuan bahwa
pembagian yang dimaksud hanya untuk keperluan pencatatan sebagai aset/milik Desa.
Dengan demikian, tidak ada pembagian dana secara fisik, atau tidak ada proses transfer Dana
dari rekening UPK ke Desa.
2. Dana Bergulir yang dicatatkan sebagai aset Desa, wajib diserahkan pengelolaannya kepada
Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) melalui Berita Acara oleh setiap Desa.
3. Dalam rangka pengembangan usaha antar Desa, Dana Bergulir dapat dijadikan modal
untuk pembentukan BUMDesa dan /atau BUM Desa antar Desa yang merupakan milik
Desa-Desa dalam satu wilayah Kecamatan.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas proses transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-
MP, harus melalui tahapan hibah, yaitu diawali Hibah dari UPK PNPM-MP kepada BKAD yang
dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah, yang kemudian BKAD menghibahkan kembali
kepada Pemerintah Desa melalui mekanisme APB Desa, sesuai ketentuan yang diatur dalam
Pasal 17 dan Pasal 18 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Nomor 4 tahun 2014 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
Hibah yang diberikan kepada Desa kemudian menjadi penyertaan Modal untuk
Pendirian Unit Usaha Bersama BUM Desa dalam bentuk Perseroan Terbatas yang bergerak
dibidang Lembaga Keuangan Mikro. Satu-satunya lembaga Desa yang dapat memperoleh
penyertaan modal dari Pemerintah Desa hanya Badan Usaha Milik Desa, sehingga
transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP lebih tepat jika berubah menjadi Unit Usaha
Bersama BUM Desa.
Sebelum BUM Desa menyerahkan modal yang bersumber dari Hibah Dana Bergulir
PNPM-MP ke dalam Unit Usaha Bersam BUM Desa, lebih dahulu dilakukan kesepakatan
dalam forum Musyawarah Antar Desa yang diselenggarakan oleh BKAD untuk membentuk
Usaha Bersama BUM Desa dalam wadah Badan Kerjasama Antar Desa di satu wilayah
Kecamatan.
Berdasarkan kesepakatan membentuk BUM Desa Bersama tersebut kemudian BKAD
mendirikan Unit Usaha Bersama BUM Desa dalam bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas
(PT) yang bergerak di bidang Lembaga Keuangan Mikro. Komposisi pemegang saham dimiliki
oleh BUM Desa dalam satu wilayah Kecamatan dan BKAD sebagai wadah Kerjasama Antar
Desa di satu wilayah Kecamatan.
I. Penutup
Berdasarkan Uraian tentang transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP dan Penataan
Kelembagaan BKAD versi PNPM menuju BKAD versi UU Desa, dapat ditarik simpulan:
1. BKAD versi UU Desa sebagai satu-satunya wadah Kerjasama Antar Desa dalam satu wilayah
Kecamatan.
2. BKAD versi UU Desa memiliki 2 (dua) bidang Pengelolaan yaitu Unit Kerja BKAD dan BUM
Desa Bersama yang dapat mendirikan Unit-Unit Usaha Bersama BUM Desa.
3. Unit Kerja BKAD di tujukan untuk pengelolaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang tidak
berorientasi pada keuntungan secara ekonomi, tetapi lebih kepada pengelolaan Program
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
4. Unit Usaha Bersama BUM Desa ditujukan untuk pengelolaan di bidang pengembangan usaha
Ekonomi perdesaan yang beorientasi keuntungan.
5. Transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP lebih tepat menjadi Unit Usaha Bersama BUM
Desa dalam wadah BKAD.
6. Transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP menuju Unit Usaha Bersama BUM Desa,
didasarkan pada pertimbangan yuridis untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan asas
legalitas bagi kelembagaan UPK Dana Bergulir PNPM-MP dan Pengelolanya.
7. Bentuk badan hukum yang tepat bagi Unit Usaha Bersama BUM Desa Dana Bergulir PNPM-
MP adalah Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang Lembaga Keuangan Mikro.
Demikian makalah ini dibuat dengan kerendahan hati dan kekurang pahaman yang
mendalam, sehingga jauh dari sempurna, untuk itu Penulis bersedia menerima saran dan kritik
yang sifatnya membangun dari para pembaca. Terimakasih atas atensi dan perhatian mudah-
mudahan bermanfaat bagi hadirin dan pembaca sekalian.