Anda di halaman 1dari 12

Tugas Perbankan dan LPD

OLEH : KELOMPOK 2

DW AYU CANDRA FERONIKA ( 03 )

KOMANG INDAH RAHMAWATI ( 14 )

I MADE ARDI WIDIARSANA ( 17 )

NI WAYAN PONI DALIA ( 34 )

NI LUH PUTU EKA PUTRI SUARDIANI ( 37 )

UNIVERSITAS MAHASARASWATI

FAKULTAS EKONOMI

2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberadaan LPD di Bali sesungguhnya terproses dari sebuah kesadaran dan kemauan
bersama dari masyarakat adat Bali yang telah lama ada dan berkembang jauh sebelum
Indonesia merdeka, sebelum Republik Indonesia ini didirikan. Kesadaran dan kemauan
bersama itu terwadahi melalui organisasi komunitas berbasis wilayah yakni Desa Adat
(kini Desa Pakraman), Banjar Adat (kini Banjar Pakraman).
Selain itu, juga tumbuh berbagai organisasi masyarakat atas dasar aktivitas kegiatan
sosial-ekonomi masyarakat yakni sekaa. Sekaa-sekaa itu di antaranya Sekaa Manyi
(kelompok pemanen hasil pertanian di sawah), Sekaa Gong (kelompok penabuh), Sekaa
Semal (kelompok pengusir hama tupai) dan lain-lainnya.
Masing-masing kelompok sekaa tersebut secara aktif melaksanakan kegiatan bersama
untuk mencapai kesejahteraan bersama. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan yakni
kegiatan penghimpunan dan peminjaman dana di antara anggota sekaa. Aktivitas
penghimpunan dana itu ada yang berupa pepeson atau pecingkreman, baik berupa uang
maupun barang yang dilakukan setiap bulan. Uang yang terkumpul itu kemudian
didistribusikan kembali kepada anggota melalui rapat. Anggota yang mendapat
kesempatan meminjam uang itu ditentukan oleh rapat tersebut, termasuk bunga yang
dikenakan kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya, semua anggota sekaa akan
mendapatkan kesempatan untuk memanfaatkan dana sekaa itu dalam upaya
mengembangkan aktivitas ekonomi yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan
bersama.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah LPD ?


2. Bentuk struktur organisasi LPD ?
3. Aktivitas LPD ?
4. Peranan LPD di dalam perekonomian masyarakat ?
5. Permasalahan dan Penyelesaian Kredit Macet di LPD?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
Agar masyarakat lebih sadar bahwa peran LPD di dalam perekonomian masyarakat
sangat penting dan berpengaruh pesat.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah LPD


Keberadaan LPD di Bali sesungguhnya terproses dari sebuah kesadaran dan kemauan
bersama dari masyarakat adat Bali yang telah lama ada dan berkembang jauh sebelum
Indonesia merdeka, sebelum Republik Indonesia ini didirikan. Kesadaran dan kemauan
bersama itu terwadahi melalui organisasi komunitas berbasis wilayah yakni Desa Adat (kini
Desa Pakraman), Banjar Adat (kini Banjar Pakraman).
Selain itu, juga tumbuh berbagai organisasi masyarakat atas dasar aktivitas kegiatan sosial-
ekonomi masyarakat yakni sekaa. Sekaa-sekaa itu di antaranya Sekaa Manyi (kelompok
pemanen hasil pertanian di sawah), Sekaa Gong (kelompok penabuh), Sekaa Semal
(kelompok pengusir hama tupai) dan lain-lainnya.
Masing-masing kelompok sekaa tersebut secara aktif melaksanakan kegiatan bersama untuk
mencapai kesejahteraan bersama. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan yakni kegiatan
penghimpunan dan peminjaman dana di antara anggota sekaa. Aktivitas penghimpunan dana
itu ada yang berupa pepeson atau pecingkreman, baik berupa uang maupun barang yang
dilakukan setiap bulan. Uang yang terkumpul itu kemudian didistribusikan kembali kepada
anggota melalui rapat. Anggota yang mendapat kesempatan meminjam uang itu ditentukan
oleh rapat tersebut, termasuk bunga yang dikenakan kepada yang bersangkutan. Pada
akhirnya, semua anggota sekaa akan mendapatkan kesempatan untuk memanfaatkan dana
sekaa itu dalam upaya mengembangkan aktivitas ekonomi yang bermuara pada peningkatan
kesejahteraan bersama.
Dinamika ekonomi berbasis komunitas khas Bali itu memberi inspirasi Gubernur Bali, Prof.
Dr. Ida Bagus Mantra. Pada tahun 1983, pucuk pimpinan Pemerintah Daerah Provinsi Bali
ini merumuskan gagasan untuk membentuk sebuah lembaga keuangan berbasis adat dengan
mengadopsi dan mengembangkan konsep sekaa, banjar dan desa adat yang telah tumbuh di
tengah-tengah masyarakat Bali.
Untuk memperkuat gagasannya itu, Gubernur Mantra mengadakan studi banding ke Padang.
Di sana sudah berdiri Lumbung Pitih Nagari (LPN). LPN merupakan lembaga simpan pinjam
untuk masyarakat adat Padang yang cukup sukses. LPN sudah ada di Minang, jauh sebelum
Jepang menjajah Indonesia LPN pada awalnya mengenal prinsip dasar arisan yang
dimanfaatkan untuk kepentingan adat seperti upacara pertunangan, pernikahan, pengangkatan
datuk dan lain-lain. Namun lama-kelamaan pengelolaan uang dimanfaatkan untuk kegiatan
produktif seperti modal usaha.
Pada saat yang sama, Pemerintah Pusat juga meluncurkan program pembentukan lembaga
kredit di pedesaan untuk mendorong pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat desa. Beberapa bulan kemudian digelar seminar tentang Lembaga Keuangan
Desa (LKD) atau Badan Kredit Desa (BKD) di Semarang yang dilaksanakan Departemen
Dalam Negeri pada bulan Februari 1984. Salah satu kesimpulan seminar tersebut yaitu “perlu
dicari bentuk perkreditan di pedesaan yang mampu membantu pengusaha kecil dipedesaan
yang saat itu belum tersentuh oleh Lembaga Keuangan yang ada seperti bank”.
Sejumlah provinsi di Indonesia sesungguhnya sudah memiliki Lembaga Perkreditan
Pedesaan yang tumbuh subur pada dekade 1980-an. Lembaga ini secara umum disebut
Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP). Namun di setiap daerah namanya berbeda-
beda seperti di Aceh disebut Lembaga Kredit Kecamatan (LKC), di Jawa Barat disebut
Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), di Jawa Tengah disebut Badan Kredit Kecamatan
(BKK).
Bali mencoba menerjemahkan hasil keputusan seminar di Semarang dengan mengandopsi
konsep sekaa yang telah tumbuh di masyarakat Bali. Akhirnya, terbentuklah Lembaga
Perkreditan Desa (LPD) di Bali yang dengan tujuan untuk membantu desa adat. Keuntungan
LPD direncanakan untuk membangun kehidupan religius berikut kegiatan upacaranya seperti
piodalan, sehingga warganya tidak perlu membayar iuran wajib.
Mula pertama, dibuat pilot project satu LPD di tiap-tiap kabupaten. Kala itu, dasar hukum
pembentukan LPD hanyalah Surat Keputusan (SK) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali
No. 972 tahun 1984, tanggal 19 Nopember 1984. Sebagai Implementasi dari Kebijakan
Pemerintah Daerah Tingkat I Bali tersebut diatas, maka secara resmi LPD beroperasi mulai 1
Maret 1985, dimana disetiap Kabupaten didirikan 1 LPD. Selanjutnya LPD diperkuat oleh
peraturan daerah provinsi Bali No. 2 / 1988 hingga peraturan daerah provinsi Bali No.8/2002
dan peraturan terk.Selain persyaratan untuk memiliki peraturan desa adat tertulis, pendirian
LPD juga bergantung anggaran tahunan pemerintah provinsi untuk menyediakan modal awal
dan menyiapkan para pelaksana manajemen.

2.2 Struktur Organisasi LPD

Berikut adalah contoh dari struktur organisasi LPD


2.3 Aktivitas LPD

LPD merupakan badan usaha keuangan milik desa Pakraman yang melaksanakan
kegiatan usaha dilingkungan desa untuk Krama desa, LPD sebagai lembaga keuangan
memiliki lapangan usaha sebagai berikut:

 Mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan yang


terarah serta penyaluran modal kerja yang efektif.
 Menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga desa dan tenaga
kerja pedesaan.
 Meningkatkan daya beli atau lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di desa.
 Menerima / menghimpun dana dari krama desa dalam bentuk tabungan dan
deposito
 Memberikan pinjaman untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif pada
sektor pertanian, industri/kerajinan kecil, perdagangan dan usaha-usaha lain yang
dipandang perlu.

3 Peranan LPD di dalam perekonomian masyarakat ?

Desa adalah basis terdepan dalam menuju kemandirian, karena desa memiliki kontribusi
penting sebagai asset pembangunan nasional.Desa dipandang memiliki keuntungan
komperatif, karena memiliki resources yang besar seperti tenaga kerja, kekayaan alam,
tradisi dan kebudayaan yang memiliki nilai jual yang tinggi.Oleh karena itu keberadaan
desa dipandang perlu diberdayakan sehingga mempunyai peranan yang nyata dalam
mendukung pembangunan nasional.
Desa adat di Bali atau disebut dengan desa pakraman merupakan kesatuan masyarakat
hukum adat yang bersifat keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Dengan semakin
meningkat dan kompleknya pembangunan, desa pakraman memegang peranan yang
sangat penting dalam menata dan membina kehidupan masyarakat terhindar dari
pengaruh buruk pesatnya pembangunan.
Mengingat peranan dan kontribusinya desa pakraman begitu besar dalam masyarakat
serta dalam upaya untuk mengantisipasi dinamika sosial ekonomi, maka dipandang perlu
memodifikasi kegiatan desa pakraman kearah usaha produktif, yaitu untuk
memberdayakan pakraman sebagai kekuatan yang tidak hanya berbasis sosial tetapi juga
bernuansa ekonomis. Peluang itu ditangkap oleh Pemerintah Provinsi Bali dengan
dikeluarkannya SK Gubernur Bali 972 Tahun 1984 yang mengatur tentang Pendirian
Lembaga Perkreditan Desa. Langkah ini merupakan langkah yang strategis mengingat
bali sebagai daerah tujuan wisata dunia, tingkat perputaran uang sangat tinggi dan
sebagian perputaran uang tersebut lari ke luar Bali. Tujuan utamanya dengan
dikeluarkannya SK tersebut selain untuk memberdayakan Desa Pakraman, juga termasuk
usaha untuk melindungi masyarakat pedesaan dari incaran para rentenir.

Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet Pada Lembaga


Perkreditan Desa Di Desa Padangsambian
Dalam dunia bisnis kata “kredit” diartikan sebagai
“Kesanggupan dalam meminjam uang atau kesanggupan akan
mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan
barang, atau jasa dengan perjanjian akan membayarkannya
kelak”.6 Sedangkan kredit macet diartikan bahwa debitur tidak
mampu melaksanakan prestasinya sesuai dengan jangka waktu
yang telah ditentukan dalam perjanjian. Konsekuensi yuridis bagi
debitur yang telah melakukan wanprestasi tersebut adalah wajib
membayar ganti kerugian kepada krediturnya.
Untuk mendapatkan kredit harus melalui prosedur yang telah
ditentukan oleh lembaga keuangan. Agar kegiatan pelaksanaan
perkreditan dapat berjalan dengan sehat dan layak. Secara umum
cara menyelesaikan kredit macet itu dengan menggunakan 6 C
antara lain :
a. Character ( kepribadian / Watak )
Character adalah tabiat serta kemauan dari pemohon
untuk memenuhi kewajiban yang telah dijanjikan. Yang
5
Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 134. 6
S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, 2001,
Pengurusan Piutang Negara Macet Pada PUPN/BUPLN Suatu Kajian Teori dan
Praktek, Pustaka Bangsa, h. 17diteliti adalah sifat-sifat, kebiasaan, kepribadian,
gaya
hidup dan keadaan keluarga.
b. Capacity ( kemampuan )
Capacity adalah kesanggupan pemohon untuk melunasi
kewajiban dari kegiatan usaha yang dilakukan atau
kegiatan yang ditinjau dengan kredit dari bank. Jadi
maksud dari penilaian kredit terhadap capacity ini untuk
menilai sampai dimana hasil usaha yang diperolehnya
akan mampu untuk melunasinya pada waktunya sesuai
dengan perjanjian kredit yang telah disepakati.
c. Capital ( modal )
Capital adalah modal yang dimiliki calon debitur pada saat
mereka mengajukan permohonan kredit pada bank.
d. Collateral ( jaminan )
Collateral adalah barang – barang yang diserahkan pada
bank oleh peminjan atau debitur sebagai jaminan atas
kredit yang diberikan. Barang jaminan diperlukan agar
kredit tidak mengandung resiko.
e. Condition of Economic ( kondisi ekonomi )
Condition of Economic adalah situasi dan kondisi, sosial,
ekonomi, budaya dan lainnya yang mempengaruhi
keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk
satu kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan
dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan
yang memperoleh kredit.
f. Constrain ( batasan atau hambatan )
Dalam penilaian debitur dipengaruhi oleh hambatan yang
tidak memungkinkan sesorang melakukan usaha di suatu
tempat.Penelitian ini berlokasi di Desa Padangsambian Kota
Denpasar. Penyebab kredit macet didalam Lembaga Perkreditan
Desa di Padangsambian yakni dipengaruhi oleh penyimpangan
dalam pelaksanaan prosedur perkreditan, itikad kurang baik dari
pemilik, pengurus, atau pegawai bank, lemahnya sistem
administrasi dan pengawasan kredit serta lemahya sistem
informasi kredit macet dan penyebab timbulnya kredit macet
adalah kegagalan usaha debitur, musibah terhadap debitur atau
terhadap kegiatan usaha debitur, serta menurunnya kegiatan
ekonomi dan tingginya suku bunga kredit. Berdasarkan hasil
wawancara sebagaimana diuraikan diatas maka penulis dapat
simpulkan bahwa faktor-faktor yang sering menimbulkan
terjadinya kredit macet pada Lembaga Perkreditan Desa di
Padangsambian yaitu:
A. Faktor Internal
Adapun yang termasuk faktor internal disini yaitu faktor yang
disebabkan dari dalam pihak itu sendiri, diantaranya yaitu:
1. kesalahan dari pihak Lembaga Perkreditan Desa yang
melakukan kekeliruan saat menganalisa nilai jaminan
dan juga kemampuan dari debitur untuk melunasi
kreditnya tersebut.
2. Kelalaian dari pegawai Lembaga Perkreditan Desa yang
tidak melakukan analisa sesuai dengan prinsip
pemberian kredit pada Lembaga Perkreditan Desa.
B. Faktor Eksternal yang disebabkan karena debitur itu sendiri
yaitu:
1. Karena debitur mengalami pailit atau bangkrut sehingga
tidak dapat lagi melunasi kewajibannya untuk membayar
sisa utang.2. Kurangnya Itikad baik dari debitur untuk selalu
membayar cicilan utang tepat pada waktunya.
3. Keadaan ekonomi debitur yang melemah yang bisa
diakibatkan karena kondisi usaha yang kurang kondusif
hingga gagalnya usaha yang dirintis oleh debitur.
Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa
kelemahan dalam analisa kredit, ini bisa disebabkan oleh berbagai
hal diantaranya yaitu lemahnya kebijakan dan standar operasional
prosedur dalam analisa kredit, kurangnya kemampuan pegawai
dalam menganalisa kredit dan kurangnya informasi yang diterima
bank.
Dalam Lembaga Perkreditan Desa ini, terlalu ekspansif, untuk
mengejar target penyaluran kredit bank mengabaikan aspek
analisa yang baik atau menurunkan tingkat kehati-hatiannya.
Riwayat nasabah, riwayat nasabah menjadi satu-satunya dasar
keputusan kredit, sehingga mengabaikan analisa kredit. Asal ada
agunan, Lembaga Perkreditan Desa ini, hanya melihat agunan
sebagai dasar keputusan pemberian kredit, sehingga faktor-faktor
analisa yang lainnya terabaikan. Realisasi kredit yang tidak tepat
waktu, keputusan dan pencairan kredit yang terlalu lama,
menyebabkan nasabah tidak dapat mengalokasikan dananya
sesuai dengan kebutuhannya. Plafon kredit yang tidak sesuai
kebutuhan nasabah. Plafon kredit yang terlalu kecil menyebabkan
nasabah tidak dapat menggunakan dananya dengan optimal,
sehingga mungkin akan menghambat usahanya. Sedangkan
dalam suatu plafon kredit yang terlalu besar menyebabkan
nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Kredit macet mempunyai dampak negatif bagi kedua belah
pihak, baik itu Lembaga Perkreditan Desa ini ataupun nasabah.
Bagi nasabah dampaknya adalah dia harus menanggung kewajiban yang
cukup berat kepada bank. Mengingat setiap
pinjaman dari Lembaga Perkreditan Desa (konvensional)
mengandung bunga, maka jumlah kewajiban nasabah semakin
lama akan semakin bertambah besar jika belum dilunasi.
Sedangkan Lembaga Perkreditan Desa ini dampaknya jauh
lebih serius karena selain dana yang disalurkan untuk kredit
berasal dari masyarakat, kredit macet juga mengakibatkan
Lembaga Perkreditan Desa ini kekurangan dana sehingga
mempengaruhi kegiatan usaha Lembaga Perkreditan Desa.
2. Penyelesaian Kredit Macet Pada Lembaga Perkreditan Desa
Di Desa Padangsambian Kota Denpasar.
Penyelesaian pinjaman adalah suatu langkah penyelesaian
pinjaman bermasalah melalui lembaga hukum. Yang dimaksud
dengan lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang
Negara (DJPLN), melalui Badan Peradilan, dan melalui Arbitrase
atau Badan Alternatif Penyelesaian sengketa. Dalam Pasal 6 UUHT
dinyatakan yaitu apabila debitur cidera janji, pemegang hak
tangungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak
tangungan melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Pada Pasal 6 Undang
undang hak tangungan ini memberikan hak bagi pemegang hak
tangungan untuk melakukan parate eksekusi, artinya pemegang
hak tangungan tidak perlu memperoleh persetujuan dari pemberi
hak tangungan (debitur), juga tidak perlu meminta penetapan dari
pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas hak
tangungan yang menjadi jaminan hutang debitur dalam hal
debitur cidera janji.7 Penyelesaian dalam Lebaga Perekreditan Desa
7
Sutan Remy Sjahdeini, 1997, Kredit Sindikasi, Proses Pembentukan Dan
Aspek Hukum, Grafitini, Jakarta, h. 33di Padangsambian yaitu dengan cara, pertama-
tama yaitu dengan
pensyaratan kembali, dimana kredit yang resmi biasanya
berhubungan langsung dengan pihak bank sebagai penyedia
layanan kredit. Kedua yaitu kredit macet pada umumnya terjadi
karena ketidakmampuan konsumen untuk membayar dalam
tenggang waktu tertentu. Biasanya sudah ada peringatan sebelum
kredit macet ini terjadi. Selanjutnya, mengkonversi ulang menjadi
kredit baru. Dalam hal ini, Kredit yang berkepanjangan berpotensi
untuk menimbulkan bunga pembayaran. Hal tersebut yang
membuat orang semakin malas dan tidak mampu mengeluarkan
uang untuk membayar kreditnya. Berdasarkan wawancara dengan
I Wayan Adnyana bahwa jika debitur di posisi yang demikian,
maka cobalah untuk datang kepada bank dan meminta konversi
tunggakan. Hal ini akan membuat Anda bisa membayar kredit dan
membayar bunganya dibelakang sehingga tidak berat. Kemudian
langkah berikutnya yaitu, Jika Anda benar-benar tidak memiliki
uang yang tersisa untuk melakukan pembayaran, maka Anda bisa
mengatasinya dengan menggadaikan barang yang memiliki
taksiran yang sama. Sebab, ketika barang tersebut digadaikan,
debitur tidak perlu bingung untuk memikirkan bagaimana cara
melunasi. Sebab, barang gadai yang tidak dapat dilunasi akan
tersita secara langsung oleh pegadaian. Pada langkah berikutnya
adalah bagi pelaku usaha juga penting untuk menjalankan sistem
ini. Hal ini berfungsi agar tidak mempermudah orang yang sulit
dalam pelunasan untuk melakukan sejumlah pembayaran. Selain
itu, taksiran juga dapat difasilitasi dengan mempertanyakan
berapa barang yang telah masuk kredit, yang dapat menjadi
pertimbangan pelaku usaha. Berikutnya adalah sebuah kegiatan
yang jarang disadari oleh sebagian orang yang mengalami Kredit
Macet adalah meluangkan sejumlah uang. Hal ini akan mempermudah setiap
debitur dalam melunasi hutangnya setiap
bulan. Luangkan uang sesuai gaji yang Anda terima, jika di awal,
maka bayarlah di awal, demikian juga ketika menerima gaji di
akhir bulan.8 Jika sudah sampai peringatan terakhir tetapi sang
konsumen masih belum dapat membayar kreditnya, dia bisa
mengajukan penjadwalan kembali. Hal ini memuat penambahan
waktu pembayaran yang mampu dilakukan oleh konsumen. Oleh
karena itu, segala kondisi yang menyebabkan kredit macet perlu
sepengetahuan dari bank yang bersangkutan. Anda bisa datang
kepada bank untuk meminta persyaratan kembali. Maka, bank
akan menaksir beberapa kemungkinan yang sesuai dengan
keadaan Anda sehingga kredit bisa diatur ulang. Bentuk
penyelesaian kredit macet dengan jaminan hak tanggungan pada
Lembaga Perkreditan Desa di Kota Denpasar yaitu dengan
memberikan surat peringatan kepada debitur yang menunggak,
kemudian melakukan musyawarah dengan debitur untuk mencari
solusi penyelesaian kredit macet secara bersama-sama, apabila
tidak ditemukan jalan tengah maka dibawa ke Pengadilan,
diselesaikan secara lelang apabila telah terjadi kesepakatan antara
debitur dan Lembaga Perkreditan Desa dalam hal debitur sudah
tidak bisa lagi melunasi sisa kreditnya.
BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan LPD sangat penting keberadaannya di setiap desa
Adat Besang Kangin karena mampu membantu masyarakat desa untuk memenuhi kegiatan
ekonominya. LPD juga sebagai aset penting Bali karena fungsinya yang sangat fundamental
untuk menyangga adat, budaya dan kehidupan sosial masyarakat Bali. Tersangganya adat,
budaya dan kehidupan sosial masyarakat Bali merupakan harapan tidak hanya masyarakat
Bali tetapi juga bangsa Indonesia. Lantaran adat, budaya dan kehidupan masyarakat Bali
merupakan aset sekaligus potensi bangsa Indonesia.
Kendati pun pada awalnya kelahiran LPD berangkat dari kearifan lokal untuk
menyangga adat dan budaya masyarakat Bali, pada kenyataannya LPD berperan dalam
mengatasi permasalahan bangsa di tingkat desa. Permasalahan-permasalahan itu di antaranya
membuka akses sumber dana yang lebih mudah bagi masyarakat pedesaan sehingga mereka
bisa berdaya secara ekonomi mencapai kesejahteraan. Tidak hanya akses sumber dana, LPD
juga membantu mengatasi masalah fundamental masyarakat pedesaan yakni pendidikan dan
kesehatan. Banyak LPD di Bali kini yang mengembangkan usahanya tidak saja dari aspek
ekonomi semata tetapi juga berperan memberdayakan masyarakat melalui produk-produk
inovatif dalam mendorong pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan.
Dalam bidang pendidikan misalnya, sejumlah LPD di Bali memberikan produk dana
pendidikan bagi masyarakat desa. Produk ini merupakan upaya mendidik masyarakat
menyiapkan biaya pendidikan anak-anaknya yang kian hari kian mahal. Dengan begitu, tidak
sampai terjadi angka putus sekolah di desa. Produk ini di luar program pemberian santunan
pendidikan secara rutin bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Dalam bidang kesehatan, sejumlah LPD di Bali juga membuat produk dana kesehatan
bagi masyarakat desa. Produk-produk serupa terus pula dikembangkan untuk mengatasi
persoalan-persoalan lain yang dihadapi masyarakat pedesaan.
Oleh karena itu, keberadaan LPD merupakan aset dan potensi bangsa yang sangat penting
untuk dipertahankan. Mempertahankan LPD tidak hanya berarti menjamin terjaganya adat,
budaya dan kehidupan sosial masyarakat Bali tetapi juga memperkokoh pembangunan dan
kemandirian bangsa Indonesia.
Bahkan, yang dibutuhkan bukan semata-mata upaya untuk tetap mempertahankan
LPD itmen dan kebijakan yang sungguh-sungguh untuk makin memperkuat posisi LPD.
Dengan begitu, LPD akan semakin mampu memaksimalkan perannya dalam pembangunan
bangsa.

Anda mungkin juga menyukai