Anda di halaman 1dari 3

Pemerintah Pusat telah mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan UU

No.13/2012 tentang Keistimewaan DIY yang jumlah nominalnya hanya Rp. 500
M, jauh dari total besaran rancangan yang diajukan Pemerintah DIY yaitu sebesar
Rp.1,2 Triliun.
Apabila dikomparasikan dengan daerah-daerah otonomi khusus lainnya,
maka besaran Dana Keistimewaan DIY adalah yang terkecil. Seperti diketahui,
Dana Otonomi khusus bagi Aceh tahun 2013 mencapai Rp. 6,1 T, sedangkan Papua
memperoleh Rp.4,2 T serta Papua Barat yang mendapatkan Rp. 1,4 T. Hal ini
tentunya harus dimaklumi mengingat di samping penentuan porsi dana yang
berasal dari APBN ini dibuat jauh hari sebelum pengesahan UUK, grand
designnya belum terinci, sehingga proposal yang diajukan DIY sebelumnya tidak
berpengaruh terhadap besaran anggaran yang telah diploting Pemerintah.
Terlepas dari hal itu, sebenarnya ada beberapa isu urgen untuk dibahas, yaitu
isu alokasi, mekanisme, akuntabilitas penggunaan dana keistimewaan serta
manfaat langsung bagi masyarakat. Tulisan ini mencoba untuk menyoroti seputar
isu-isu tersebut.
Dalam mekanisme hubungan kekuasaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah di dalam koridor negara kesatuan, dikenal adanya hubungan kewenangan
dan hubungan keuangan yang menyertainya. Sebagai konsekuensi dari
implementasi kebijakan desentralisasi asimetris, Daerah yang berstatus
khusus/istimewa mendapatkan jatah beberapa kewenangan tambahan beserta
sumber pendanaannya sesuai dengan landasan hukum yang menyertainya. Dalam
konteks DIY, UU No. 13/2012 telah memberikan lima kewenangan tambahan di
luar kewenangan standard, yang terdiri dari kewenangan pelantikan Gubernur dan
Wakil Gubernur, kelembagaan, kebudayaan, tata ruang dan pertanahan..
Apabila dilihat sepintas, terlihat bahwa kelima kewenangan keistimewaan
DIY yang melekat pada level Pemerintah Propinsi tersebut tidak banyak
menyentuh langsung isu-isu krusial masyarakat. Tentunya hal ini tentunya akan
menjadi pekerjaan rumah bagi para pakar penyusun grand desain keistimewaan
DIY, agar kelima urusan keistimewaan beserta pendanaan langsung dari Pusat
tersebut dapat diperinci dengan jelas serta membawa kemaslahatan besar bagi
khalayak umum. Hal ini sangatlah logis mengingat muara utama dari segala bentuk
dan jenis pemerintahan adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Secara umum, fungsi pemerintahan mencakup tiga hal, yaitu pengaturan,


pelayanan dan pemberdayaan. Fungsi pengaturan atau regulasi terkait dengan
upaya penegakan hukum dan aturan yang harus dipatuhi masyarakat demi
kepentingan bersama. Apabila dikaitkan dengan kelima kewenangan keistimewaan
DIY, maka kewenangan pelantikan Kepala Daerah, Tata ruang dan Pertanahan
termasuk di dalamnya.
Dibandingkan dengan empat kewenangan lainnya, kewenangan pelantikan
Gubernur/Wakil Gubernur, kendati merupakan substansi utama materi UUK,
namun mengingat skop pelaksanaan urusan ini lebih bersifat terbatas, berdurasi
pendek dan tak berimbas langsung pada isu kesejahteraan masyarakat, maka
mestinya mendapat porsi terkecil dari total alokasi dana keistimewaan.
Sementara itu, pelaksanaan urusan Tata Ruang yang termasuk ranah fungsi
pengaturan, hendaknya berfokus pada perencanaan tata ruang dan lingkungan yang
inovatif berbeda dengan provinsi lain, yang mengutamakan kenyamanan hidup dan
kelestarian lingkungan, seperti implementasi Ruang Terbuka Hijau ideal, penataan
ruang yang ramah lingkungan dan berakar pada budaya, fasilitas tata ruang yang
ramah gender dan kaum difabel. Porsi dana keistimewaan yang dialokasikan untuk
kewenangan ini tentu lebih besar dari porsi kewenangan pertama.
Sedangkan dalam hal kewenangan bidang pertanahan, yang juga merupakan
bagian dari fungsi pengaturan, seiring dengan adanya kejelasan subyek hukum atas
tanah SG dan PA di DIY hendaknya Pemerintah DIY tidak membuat kebijakan
pertanahan yang akan memunculkan kekhawatiran warga masyarakat yang selama
ini menggunakannya. Mestinya, justru dengan implementasi UUK ini, Pemerintah
DIY dapat menginventarisasi asset tanah SG dan PA untuk bisa melayani
masyarakat selaku penggunanya dengan lebih jelas dan lebih baik. Isu rencana
revitalisasi jagang (parit di sekeliling beteng Kraton) yang sempat dikhawatirkan
para penduduk magersari, hendaknya perlu disikapi dengan bijaksana dan
mengutamakan kepentingan warga. Pihak Kraton tentunya sangat bijaksana dan
tidak akan semena-mena menggusur warganya tanpa memberikan solusi yang
bijak. Itulah istimewanya DIY.
Selanjutnya, porsi yang lebih besar dari dana keistimewaan hendaknya
dialokasikan untuk kewenangan yang bersentuhan langsung dengan peningkatan
kualitas pelayanan publik. Kewenangan yang terkait dengan fungsi pelayanan ini
adalah kewenangan kelembagaan. Dengan adanya kewenangan ini, Pemerintah

DIY berwenang menata kelembagaan sesuai dengan kebutuhan riil daerah, yang
muara akhirnya adalah efektivitas dan efisiensi layanan publik. Harus dicatat
bahwa kebijakan penataan kelembagaan nantinya jangan hanya terpancang pada
mekanisme formal guna mengadopsi pengarusutamaan kultur semata, namun harus
lebih berorientasi pada peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik,
yang akan menjadi penanda keistimewaan Jogja.
Terakhir, kewenangan yang terkait dengan fungsi pemberdayaan dari
Pemerintahan adalah kewenangan kebudayaan. Tentunya Pemerintah DIY akan
mengartikan konsep kebudayaan di sini adalah kebudayaan dalam arti luas, yang
mencakup makna kebudayaan yang berorientasi mensejahterakan masyarakat
secara lahir dan batin. Kesejahteraan lahiriyah terkait dengan kesejahteraan fisik,
sedangkan kesejahteraan batiniyah terkait dengan rasa aman dan nyaman warga
mendapat pengayoman Pemerintah DIY. Tentunya urusan ini harus mendapat porsi
dana yang cukup besar mengingat strategisnya peran Pemerintah DIY.
Sementara itu, terkait dengan isu akuntabilitas penggunaan dana keistimewaan,
maka perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait eksistensi, mekanisme
dan proses pertanggungjawaban anggarannya, mengingat masyarakat jogja
termasuk kategori masyarakat yang berpendidikan sangat baik dan kritis.
Akhirnya mesti disadari bahwa dana kestimewaan yang akan diterima saat ini
merupakan sebuah test case bagi DIY, apakah dana yang diberikan bisa dikelola
efektif sesuai peruntukannya serta berimbas pada peningkatan kesejahtaeraan
masyarakat atau tidak. Keberhasilan pengelolaan dana keistimewaan ini, bisa
menjadi alat bargaining yang strategis guna meminta jatah lebih banyak pada
tahun-tahun berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai