Anda di halaman 1dari 100

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SYAIR-SYAIR

IMAM SYAFI’I (WAFAT 204 H/ 820 M)

JUNAIDI
NIM 18.02.0015

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIAH (STIT)
HIDAYATULLAH BATAM
2022 M/1443 H
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SYAIR-SYAIR
IMAM SYAFI’I (WAFAT 204 H/ 820 M)

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan

JUNAIDI
NIM 18.02.0015

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIAH (STIT)
HIDAYATULLAH BATAM
2022 M/1443 H

ii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu

Wa Ta’ala yang telah memberikan segala nikmat kepada hamba-Nya. Shawalat

dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad

Shallallahu Aalaihi Wasallam, para sahabat, keluarga, dan pengikutnya.

Dengan mengucap Alhamdulillah, sebagai rasa syukur kepada Allah SWT

yang tak terkira dan juga ungkapan banyak terima kasih, karya tulis ini saya

persembahan kepada: kedua orangtua saya yakni Ayahanda Matlase dan Ibunda

Ainah, terima kasih karena kalian telah menjadi orangtua yang hebat yang tak

pernah lelah untuk mendo’akan dan menyayangi anak-anaknya serta terima kasih

untuk seluruh dukungannya hingga saat ini. Kemudian untuk kakak Gunadi dan

istrinya, terima kasih karena telah memberikan motivasi dan dukungan. Dan untuk

Nenek, Adik, Paman/Bibi dan kepada semua yang yang telah berbuat baik dan

mendukung saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Terakhir, teruntuk

almamater tercinta Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hidayatullah Batam.

iii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi yang

saya susun dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Syair-Syair

Imam Syafi’i”, sebagai syarat memperoleh gelar sarjana merupakan hasil karya

saya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip

dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai

dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya

peroleh dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, apabila

dikemudian hari ditemukan adanya plagiat dalam skripsi ini.

Batam, 21 Maret 2022

JUNAIDI
NIM:18.02.0015

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu

Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat, hidayah, petunjuk dan bimbingan-Nya

kepada penulis, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Shawalat dan

salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad

Shallallahu Aalaihi Wasallam, para sahabat, keluarga, dan pengikutnya.

Penulis menyadari sepenuhnya penulisan skripsi ini jauh dari

kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman

penulis, sehingga terselesaikannya skripsi ini karena tidak lepas dari dukungan

dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis

menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda (Matlase) dan Ibunda (Ainah)

yang do’anya tak pernah putus, kasih sayangnya yang tiada pernah

pudar, motivasinya yang tak pernah padam sehingga menghantarkan

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak H. jamaluddin Nur, MM, M.Pd selaku Pembina Yayasan

Hidayatullah Batam yang juga banyak membimbing serta memberikan

motivasi dan dukungan kepada kami.

3. Bapak Mohammad Ramli, M.Pd.I selaku Ketua STIT Hidayatullah

Batam terima kasih atas motivasi dan dukungan.

v
4. Bapak Azhari, M.Pd.I dan Bapak Isrofil, M.Pd.I terima kasih untuk

waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing sehingga

terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak Muji, M.Pd.I selaku WAKA 1 STIT Hidayatullah Batam yang

memberikan bimbingan,arahan, dan masukan.

6. Ustadz Sarno dan tim pendanaan, terima kasih atas dukungan dan

motivasi yang telah diberikan.

7. Kepada seluruh keluarga tersayang terkhusus nenek, abang, kakak,

adik ,paman dan bibi yakni Nenek Janah, Bang Gunadi, Nadi, Fera,

dan semuanya yang telah mendo’akan dan memberikan semangat.

8. Seluruh Dosen pengajar di STIT Hidayatullah Batam serta staf tata

usaha BAUK dan BAAK yang senantiasa denga sabar mendidik dang

mengajar dan membantu semua urusan yang kami butuhkan.

9. Teman-teman seangkatan yang telah sama-sama berjuang dan saling

membantu, mengarahkan, mengingatkan dan memotivasi untuk

menyelesaiakan skripsi ini.

10. Kepala seluruh warga desa Teluk di tempat saya bertugas, terima

kasih atas kesempatan waktu yang telah diberikan untuk saya

menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada seluruh teman Asrama yang telah membantu dan memberikan

semangat serta dorongan sehingga penulis mampu menyelesaiakan

skripsi ini.

vi
12. Dan kepada semuanya yang telah membantu penulis menyelesaikan

proposal skripsi ini. Penulis mengucapkan ribuan terima kasih atas

bantuan dan dukungannya.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti dan bagi

seluruh pihak pada umumnya terutama bagi lembaga-lembaga pendidikan bisa

menjadikan sebuah refensi baru dalam menciptkan pendidikan akhlak mulia

dalam kehidupan sehari-hari. Amin yaa rabbal alamin.

Batam, 21 Maret 2022

penulis

Junaidi
18.02.0015

vii
ABSTRAK

Oleh
Junaidi
NIM: 18.02.0015

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SYAIR-SYAIR


IMAM SYAFI’I

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji apa saja nilai
pendidikan akhlak dalam syair-syair Imam syafi'i. Pertanyaan yang akan dijawab
melalui penelitian ini adalah: apakah ada nilai-nilai pendidikan akhlak yang
terdapat dalam syair-syair Imam Syafi'i dan yang kedua bagaimana
implementasinya dalam pendidikan. Metode penelitian yang digunakan yaitu
dengan jenis penelitian kepustakaan (Library Research), dengan ini peneliti
menelaah buku-buku kepustakaan yang relevan dengan penelitian, kemudian data
dikumpulkan dan dianalisis, kemudian data tersebut direduksi, selanjutnya data
disajikan dalam bentuk deskriptif dan penarikan kesimpulan. Sedangkan dalam
pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi dan metode analisis
datanya menggunakan metode analisis isi (content analisys).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai pendidikan akhlak dalam
syair-syair Imam Syafi'i ini sangatlah dibutuhkan bagi dunia pendidikan sekarang.
Adapun nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam syair-syair Imam Syafi'i
adalah: sabar dalam menuntut ilmu, takwa kepada Allah SWT, menjaga lisan,
etika baik dalam berdebat, qona’ah dan tidak tamak, bersikap murah hati, bersikap
lemah lembut, bersikap pemaaf, bersikap jujur dan tidak menipu, dan bersikap
saling menghormati.
Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam syair-syair Imam Syafi’i
dapat dilakukan disetiap sekolah. Nilai pendidikan akhlak ini dapat diterapkan
dengan memadukan seluruh komponen sekolah dimulai dari kurikulum,
lingkungan, dan sumber daya manusia agar tercipta sinerginitas dalam pembentuk
akhlak mulia.

Kata kunci: Akhlak, Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak, syair Imam Syafi’i

viii
ABSTRACT

By
Junaidi
NIM: 18.02.0015

The Values of Moral Education in Imam Shafi'i's Poems

This study aims to identify and examine the values of moral education in
Imam Shafi'i's poems. The questions that will be answered through this research
are: are there values of moral education contained in Imam Shafi'i's poems and the
second is how they are implemented in education. The research method used is
the type of library research (Library Research), with this the researcher examines
the literature books relevant to the research, then the data is collected and
analyzed, then the data is reduced, then the data is presented in descriptive form
and drawing conclusions. Meanwhile, the data collection uses the documentation
method and the data analysis method uses the content analysis method.

The results of this study indicate that the value of moral education in Imam
Syafi'i's poems is very much needed for the world of education today. The values
of moral education contained in Imam Shafi'i's poems are: patient in studying,
piety to Allah SWT, guarding the mouth, good ethics in debating, qona'ah and not
greedy, being generous, being gentle, being kind forgiving, being honest and not
deceiving, and being respectful.
The implementation of moral education values in Imam Syafi'i's poems can
be carried out in every school. The value of moral education can be applied by
integrating all school components starting from the curriculum, environment, and
human resources in order to create synergy in forming noble character.

Keywords: Morals, Moral Educational Values, Imam Syafi'i poetry

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................................iii

PERNYATAAN ORISINALITAS.....................................................................iiv

KATA PENGANTAR............................................................................................v

ABSTRAK...........................................................................................................viii

DAFTAR ISI...........................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................7
1.3 Batasan Masalah.............................................................................7
1.4 Tujuan Penelitian............................................................................8
1.5 Manfaat Penelitian..........................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................9


2.1 Landasan Teori.....................................................................................9
2.1.1 Nilai................................................................................................9
2.1.2 Pendidikan Akhlak.......................................................................11
2.1.3 Syair..............................................................................................33
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu................................................................36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................40


3.1 Jenis Penelitian...................................................................................40
3.2 Jenis Data............................................................................................41
3.3 Teknik Pengumpulan Data.................................................................41
3.4 Teknik Analisis Data..........................................................................42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................44


4.1 Gambaran Umum...............................................................................44
4.1.1 Biografi Imam Syafi’i......................................................................44
4.2 Hasil Penelitian...................................................................................61

x
4.3 Pembahasan........................................................................................70
4.3.1 Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Syair- Syair Imam Syafi’i...70
4.3.2 Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Syair-Syair
Imam Syafi’i dalam Konteks Pendidikan......................................80

BAB V PENUTUP................................................................................................83
5.1 Kesimpulan.........................................................................................83
5.2 Saran...................................................................................................84
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................86

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman modern sekarang ini yang kita kenal dengan istilah modernisasi

dan globalisasi. Perkembangan dan kemajuan teknologi, informasi, dan

komunikasi membuat manusia bebas dalam berekspresi. Kemajuan zaman dalam

seluruh aspek di era globalisasi menyebabkan perubahan sosial memunculkan

nilai- niali yang bersifat pragmatis, materialis, dan individualis. 1 Globalisasi telah

banyak mempengaruhi generasi muda Islam, seperti paham hedonisme yakni

menirukan gaya dan pola hidup budaya barat serta paham materialisme yang

menganggap tolak ukur sebuah kebahagian dan kesuksesan ialah materi atau uang.

Era globalisasi saat ini bermunculan alat-alat canggih yang memiliki

pengaruh terhadap generasi muda umat Islam dan bangsa. Pergaulan bebas,

minuman keras, seks bebas, remaja hamil di luar nikah, membuka aurat, tidak

mengenal tata krama, kurangnya sosialisasi dengan lingkungan sekitar dan

sebagainya, dianggap sangat tidak pantas.2 Akan tetapi, semua itu menjadi suatu

hal yang sangat lumrah terjadi sekarang ini. Apa yang pantas dan yang tidak

pantas menjadi sangat kabur.

Perilaku tersebut banyak terjadi di era globalisasi saat ini yang menjadi

penyebab utama rusaknya generasi umat Islam. Teknologi yang ada seharusnya

1
Qiqi Yuliati Zakiyah dkk, Pendidikan Nilai, (Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. 1, 2014),
hal. 125
Saifudin Amin, Pendidikan Akhlak Berbasis Hadits Arba’in An Nawawiyah, (Jawa Barat:
2

CV.Adanu Abimata, Cet. 1, 2021), hal. 3-4

1
digunakan untuk mempermudah aktivitas kegiatan dan pekerjaan tetapi

kenyataannya digunakan dalam hal yang salah dan merugikan. Jika teknologi

yang ada digunakan dengan cara yang benar juga akan menghasilkan banyak

kebaikan yang bisa kita peroleh. Karena tujuan adanya teknologi untuk

mempermudah dan mempercepat aktivitas kegiatan, membuka wawasan keilmuan

yang benar.

Pendidikan salah satu hal yang berperan penting bagi kehidupan manusia.

Pendidikan merupakan jalan utama pembentukan sumber daya manusia yang

berkualitas, beriman, dan bertakwa, serta cakap terampil. 3 Pendidikan mampu

menciptakan suatu peradaban, semakin baik pendidikan suatu bangsa maka

semakin maju peradabannya. Pendidkan juga sebagai upaya dalam membentuk

kepribadian seorang untuk menjadi lebih baik. Menurut Al-Ghazali “pendidikan

merupakan suatu kegiatan yang sistematis yang melahirkan perubahan progresif

pada tingkah laku manusia; atau usaha untuk menghilangkan akhlak yang buruk

dan menanamkan akhlak yang baik”4. Al- Ghazali menitik beratkan bahwa proses

pendidikan lebih berfokus pada pembentukan akhlak. Pendidikan secara nasional

seperti yang tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang telah

dirumuskan oleh pemerintah dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) pada pasal 3.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

3
Sita Acetylena, Pendidikan Karakter Ki Hajar Dewantara, (Malang : Madani, Cet. 1,
2018), hal. 11
4
Uci Sanusi dkk, Ilmu Pendidikan Islam,(Sleman: CV Budi Utama, Cet. 1, 2018), hal. 9

2
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.5

Dilihat dari fungsi dan tujuan pendidikan nasionl salah satu indikator yang

harus tercapai ialah akhlak mulia. Hal ini seharusnya telah diwujudkan oleh

pendidikan yang ada sekarang ini dan telah diterapkan dalam kehidupan sehari-

hari. Karena akhlak mulia berfungsi sebagai filter atau saringan bagi generasi

muda Islam terhadap pengaruh negatif dari luar. Namun pada kenyatan realitanya

perilaku umat Islam terkhususnya generasi muda penerus bangsa masih jauh dari

perilaku akhlak mulia. Hal ini disebabkan sedikitnya penerapan pendidikan akhlak

yang diajarkan sedangkan pengaruh perilaku negatif yang merusak generasi muda

sangat besar.

Pendidikan akhlak merupakan suatu usaha untuk mengembangkan seorang

anak dalam mengembangkan akhlak yang baik dan menjadikan perilaku yang baik

menjadi sifat yang senantiasa selalu melekat pada dirinya sehingga dalam

berperilaku yang baik tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Islam

menjadikan akhlak sebagai barometer keimanan.6 Pendidikan akhlak tidak hanya

membawa manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia, tetapi juga

membawa kebahagiaan pada kehidupan yang kekal yaitu akhirat. Melalui

pendidikan akhlak manusia dibimbing untuk mencapai keseimbangan hidup

secara rohani dan jasmani, baik hubungan sosial sesama manusia dan lingkungan

maupun dengan Tuhan sebagai penciptanya.

Pendidikan akhlak atau budi pekerti sangatlah dibutuhkan dalam kehidupan

suatu bangsa. Pendidikan akhlak harus diterapkan dalam semua aktivitas

5
Hamid Darmadi, Pengantar Pendidikan Era Globalisasi, (Indonesia: An1mage, Cet. 1,
2019), hal. 14
6
Badrudi ddk, Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an Studi Tarbawi Perspektif Syaikh
Nawawi Al- Bantani, (Serang: A-Empat, Cet. 1, 2021), hal. 73

3
kehidupan terutama di dalam lembaga pendidikan. Semakin banyak pendidikan

penanaman akhlak yang diberikan maka secara otomatis akan melahirkan perilaku

akhlak mulia.

Prinsip dasar pendidikan akhlak yang berbasis sosial dan menjadi landasan

awal untuk membangun dan mendidik manusia agar berakhlak mulia yaitu: tata

bicara (retorika), teloransi dan kasih sayang, kelembutan, keadilan, amanah,

kejujuran kesabaran, persaudaraan, tolong menolong, saling menghormati,

bermurah hati, dan saling menasihati. Prinsip-prinsip merupakan pondasi awal

untuk menanamkan pendidikan akhlak mulia. Selanjutnya pendidikan akhlak

perlu diajarkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari agar menjadi

sebuah kebiasaan yang tertanam dalam jiwa.

Selain Al-Qur'an dan Hadits sebagai sumber utama dalam pendidikan

akhlak mulia. Menurut Al-Ghazali bahwa sumber-sumber akhlak baik adalah Al-

Qur’an, Sunnah Nabi, dan akal fikiran.7 Untuk itu, ilmu akhlak juga

membutuhkan banyak media tidak cukup hanya dengan teori. Harus adanya

contoh yang nyata yang bisa dijadikan teladan. Atau adanya ilmu yang dirangkum

dalam bentuk lain. Banyak sekali sumber belajar yang bisa digunakan untuk

menarik minat peserta didik salah satu diantara melalui sebuah bahan bacaan,

novel, majalah, buku, dan juga sebuah seni musik lagu serta melalui sebuah karya

sastra. Syair merupakan karya sastra yang banyak digunakan oleh orang-orang

terdahulu untuk menyampaikan sebuah pesan yang mengandung makna nasehat.

Syair salah satu karya sastra yang masih terjaga sampai saat ini. Syair

merupakan jenis puisi lama yang dimana setiap bait-bait kata yang indah dan

7
Dudung Rahmat Hidayat dkk, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (Bandung: IMTIMA, Cet. 1,
2007), hal. 21

4
menarik bagi orang yang membaca ataupun yang mendengarkannya. Setiap

lantunan kata dalam syair juga memiliki kanduangan makna dari yang

menciptakan yang bisa menggugah hati dan perasaan. Di setiap syair yang

diciptkan tentu ada pesan dan nasehat yang disampaikan dari penyair tersebut.

Syair adalah salah satu jenis puisi klasik yang memperoleh pengaruh

kebudayaan Arab.8 Syair merupakan sebuah karya sastra yang dimanipulasi oleh

seorang penyair kemudian bisa menjadi realitas simbolik bagi lingkungan

masyarakat. Sedangkan realitas sosial merupakan kaitan langsung antara isi syair,

maknanya, dan perasaannya dengan dunia nyata atau alam sekelilingnya. Untuk

itu, syair tidak hanya sebuah karya sastra yang memiliki untaian kata yang indah

lebih dari itu sebuah puisi diciptakan karena adanya sebuah keingian dari

pengarang untuk mengungkapkan sebuah perasaan dan eksistensinya sebagai

manusia. Berbicara tentang sebuah syair tidak lepas dari seorang ulama yang ahli

dalam bahasa dan juga syair yakni Imam Abdillah bin Idris atau yang kita kenal

dengan sebutan Imam Syafi’i.

Sosok Imam Syafi’i sebagai seorang imam mazhab fikih terkemuka dalam

Islam sudah tidak asing lagi bagi kaum muslim, apalagi muslim Indonesia yang

mayoritas menganut mazhab Syafi'i. Kemulian Imam Syafi’i yang nasabnya

masih keturunan Rasulullah saw. Dalam perkara ilmu Imam Syafi’i terkenal

sangat cerdas selain ahli dalam bidang keilmuan fikih, kalam dan lainnya beliau

juga dikenal ahli dalam bidang bahasa Arab dan syair. Hal ini dibuktikan dengan

banyaknya nasehat dan hikmah yang disampaikan dalam bentuk prosa kata yang

indah dan dalam bentuk syair. Keindahan bahasanya sangat memukau, pilihan

8
E. Kosasih, Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Nobel Edumedia, Cet. 1, 2015), hal. 14

5
diksinya sangat tepat dan terinci, hikmah yang menjadi perhatiannya mencakup

beragam aspek kehidupan yang berlaku sepanjang zaman.

Di sisi lain, substansi puisi-puisi Imam al-Syafi'i lebih banyak memuat

tentang nilai-nilai pendidikan, terutama moral. setiap kalimat yang muncul dari

Imam Syafi’i merupakah hikmah, dan setiap ungkapan yang disampaikan adalah

kebenaran. Dan setiap apa yang beliau sampaikan mengandung nilai, nasehat,

pendidikan dalam kehidupan.

Permasalahan yang ingin dijawab adalah nilai-nilai pendidikan akhlak yang

terdapat pada kumpulan syair atau diwan Imam Syafi’i. Adapun yang termasuk

kedalam nilai-nilai pendidikan akhlak tersebut adalah: nilai-nilai ketakwaan, nilai-

nilai kesabaran, nilai kejujuran, nilai keikhlasan, kesopanan, nilai-nilai dalam

bersosial, kelembutan, dan moralitas bangsa.

Adapun diantara syair-syair Imam Syafi’I yang akan menjadi objek

penelitian diantaranya:

1. Jagalah lisanmu, wahai manusia!


Jangan sampai ia menggigitmu, karena lisan itu ular.
Banyak orang mati terbunuh oleh lisannya.
Padahal, sebelumnya ia ditakuti kawan-kawannya9.

2. Sabarlah kamu akan pahitnya seorang guru.


Sebab,mantapnya ilmu karena banyaknya guru
Barang siapa tak sudi merasakan pahitnya belajar,
Ia akan bodoh selama hidupnya.10

3. Manusia selalu menghendaki agar keinginannya dipenuhi.


Namun, Allah bermaksud untuk memenuhi yang dikehendakinya saja.
Manusia selalu berbicara tentang jasa dan hartanya.11
Padahal takwa kepada Allah adalah sebaik-baik yang diperlukan.
4. Aku berdebat dengan seorang bukan karena aku suka mencari
Kesalahan-kesalahannya . dihatiku tiada secuil ilmu pun,

9
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i, (Yogyakarta : Diva Pres, Cet.
1,2019), hal. 84
10
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 136
11
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 323

6
Kecuali hal itu ada disetiap orang. Aku tidak berdebat dengan
Seseorang, kecuali atas dasar kebijaksanaan (nasihat.12

5. Seseorang hamba yang merdeka adalah ia yang qana’ah.


Sementara, orang yang merdeka tetapi seperti budak adalah ia yang
tamak.
Maka, bersikap qana’ahlah, sebab
Di dalam ketidak qana’ahan itu hanyalah ketamakan.13

Untuk itu perlunya kita mendalami sebuah antalogi bahasa syair Imam

Syafi’i untuk mengambil sebuah hikmah dan nilai pendidikan dalam setiap

untaian kalimat yang beliau sampaikan untuk diterapkan di dalam kehidupan.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat judul penelitian tentang Nilai-

Nilai Pendidikan Akhlak dalam Syair-Syair Imam Syafi’i.

1.2 Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang masalah diatas maka timbul sebuah

permasalahan yang harus diselesaikan. Adapun rumusan masalahnya sebagai

berikut:

1.3.1 Apakah nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam syair-syair

Imam Syafi’i ?

1.3.2 Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam syair-syair

Imam Syafi’i dalam konteks pendidikan ?

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan dilatar belakang, maka penulis

membatasi permasalahan yang ada tersebut agar dalam melakukan penelitian nanti

menjadi lebih fokus terhadap masalah yang akan diajukan. Adapun batasan

masalahnya ialah nilai-nilai pendidikan akhlak dalam syair Imam Syafi’i.

12
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 153
13
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 220

7
1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 untuk mengetahui apakah ada nilai-nilai pendidikan akhlak yang

terdapat dalam syair-syair Imam Syafi’i.

1.4.2 Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam

syair-syair Imam Syafi’i.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan

mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan

pendidikan akhlak mulia.

1.5.2 Manfaat Secara Praktis

A. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak dalam syair-syair Imam Syafi'i

serta bisa mengaktualisasikan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam

kehidupan sehari-hari.

B. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk

merumuskan kembali nilai-nilai pendidikan akhlak.

C. Memberikan sumbangan dan kontribusi pemikiran tentang nilai-nilai

pendidikan akhlak dalam syair Imam Syafi’i sebagai penambahan bahan

bacaan dan karya ilmiah yang bisa menjadi bahan referensi bagi peneliti

berikutnya.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Nilai

A. Pengertian Nilai

Nilai secara etimologi berasal dari bahasa Inggris yaiti value yang

berarti harga. Dalam kehidupan sehari-hari, nilai merupakan sesuatu yang

berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.14

Kata nilai menurut KBBI adalah “harga, harga uang, angka kepandaian;

biji; potensi; banyak sedikitnya; kadar, mutu; sifat-sifat (hal-hal) yang

penting atau berguna bagi manusia; sesuatu yang menyempurnakan

manusia sesuai hakikatnya”.15

Nilai memiliki pengertian yang sangat luas dan beragam. Berikut ini

definisi nilai menurut ahli dan tokoh, yaitu :

1. Menurut Zakiyah Darajat, mendefinisikan “nilai adalah suatu perangkat

keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang

memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran dan perasaan,

keterikatan maupun perilaku”.16

14
Qiqi Yuliati Zakiyah dkk, Pendidikan Nilai,...hal. 14
15
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, Cet. 2, 2002), hal. 783
16
Zakiah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, Cet. 1, 1984), hal.
260

9
2. Menurut Kupperman, “nilai adalah patokan normatif yang

mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihan diantara cara-

caratindakan alternatif".17

3. Menurut Kartono Kartini dan Dalil Guno (2003), “nilai sebagai sesuatu

yang baik. Semacam keyakinan sesorang terhadap yang seharusnya atau

tidak seharusnya dilakukan ( misalnya jujur, ikhlas) atau cita cita yang

ingin dicapai oleh seseorang”.18

Dari definisi-definisi pengertian nilai diatas, maka peneliti

menyimpulkan bahwa pengertian nilai ialah sesuatu yang berkualitas

sangat berharga dan berguna bagi manusia untuk dipertahankan dan

dijalankan dalam kehidupan guna mencapai sebuah tujuan.

B. Macam-Macam Nilai

Nilai diklasifikasikan dalam beberapa macam, diantaranya:

1. Klasifikasi nilai dilihat dari segi sumbernya ada dua. Yaitu nilai ilahi

dan nilai insani, nilai illahi adalah nilai yang dititahkan tuhan melalui

para rasul, yang berbentuk takwa, iman, adil, yang diabadikan dalam

wahyu ilahi. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai insani adalah nilai

yang tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup dan berkembang

dari peradaban manusia.

2. Nilai dilihat dari segi sifatnya dibedakan menjadi tiga macam yaitu,

nilai subjektif adalah nilai yang merupakan reaksi subjek dan objek.

Nilai subjektif rasional (logis) yakni nilai-nilai yang merupakan esensi

dari objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat, seperti

17
Halimatussa’diyah, Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Multikultural, (Surabaya: Jakad
Media Publising, Cet. 1, 2020), hal. 10
18
Qiqi Yuliati Zakiyah dkk, Pendidikan Nilai,...hal. 14

10
nilai kemerdekaan, nilai kesehatan, nilai keselamatan, badan dan jiwa,

nilai perdamaian dan sebagainya. Nilai objektif metafisik yaitu nilai

uang ternyata mampu menyusun kenyataan objektif seperti nilai-nilai

agama.

3. Nilai dilihat dari bentuk dan tingkatan nilai, dimana dalam klasifikasi

ini nilai dibagi dalam 3 penampilan yaitu:

Nilai sebagai fakta watak dalam arti sebagai indikasi seberapa jauh
seseorang bersedia menjadikan sebagai pegangan dalam pembimbing
dan pengambilan keputusan.
Nilai sebagai fakta kultural dalam arti sebagai indikasi yang
diterimanya, nilai tersebut dijadikan kreteria normatif dalam
pengambilan keputusan oleh anggota masyarakat.
Nilai sebagai konteks struktural nilai yang ada, baik sebagai fakta,
watak, maupun sebagai fakta kutural mampu memberikan dampak pada
struktural sosial yang bersangkutan.19

Dari macam-macam nilai tersebut, maka peneliti mengambil

kesimpulan bahwa nilai itu berdasarkan sumbernya ada dua yaitu nilai yang

bersumber dari Tuhan yang diturunkan melalui Rasul tentuknya berbentuk

dalam sebuah kebaikan dan yang kedua nilai yang berasal dari manusia

yang berdasarkan kesepakatannya. Adapun nilai yang bersumber pada

manusia masih bersifat abstrak yang masih perlu dipertimbangkan sebuah

kebenarannya. Nilai yang bersumber pada manusia dibatasi oleh ruang dan

waktu.

2.1.2 Pendidikan Akhlak

A. Pengertian Pendidikan Akhlak

Kata pendidikan akhlak merupakan dua rangkaian kata yang terdiri

dari kata pendidikan dan akhlak. Sebelum penulis menjelaskan mengenai

19
Doni Putra, Belajar Tadabbur Ilmu Karakter Pada Lebah, Burung Gagak dan Singga,
(Pekanbaru: Guepedia, Cet. 1, 2020), hal. 89-90

11
pendidikan akhlak, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenai

pengertian pendidikan, kemudian pengertian akhlak dan dan selanjutnya

pengertian pendidikan akhlak yang merupakan penggabungan dari kata

pendidikan dan kata akhlak.

Pendidikan berasal dari bahasa Yunani, “paedagogie” yang berarti

“bimbingan yang diberikan kepada anak”. Dalam KBBI pendidikan adalah

“proses perubahan sikap dan tata laku seseorang/ kelompok orang dalam

usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan;

proses, cara, perbuatan mendidik”.20 Yang bearti, pendidikan disini ialah

suatu usaha yang dilakukan sebagai proses untuk mengubah sikap dan

perilaku seseorang atau kelompok agar menjadi lebih dewasa agar bisa

membedakan mana yang benar dan yang salah dan dilakukan melalui

pengajaran dan pelatihan. Jadi, pendidikan itu dikatakan berhasil jika ada

perubahan sikap dari sesorang atau kelompok itu setelah mengikut proses

pelajaran ataupun pelatihan.

Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa


“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara”.21

Arti pendidikan menurut istilah sangatlah beragam. Definisi pendidikan

antara seorang ahli dan yang lainnya tidaklah sama. Apalagi ahli-ahli

terdahulu dan zaman sekarang. Berikut ini definisi pendidikan menurut

beberapa ahli, sebagai berikut:

20
Sudarto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: CV Budi Utama, Cet.1, 2019), hal. 42
21
Muhammad Hasan dkk, Landasan Pendidikan, (Makassar: Tahta Media Group, Cet. 1,
2019), hal. 24

12
1. Ahmad Tafsir, mendefinisikan bahwa “pendidikan adalah bimbingan

yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang

secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam”.22

2. Menurut Ki Hajar dewantara, “Pendidikan adalah tuntunan didalam

hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya yaitu menuntun

segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka

sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai

keselamatan dan kebahgia yang setinggi-tingginya”.23

3. Omar Muhammad Thoumi Al-Syaibani, menyatakan bahwa

“pendidikan merupakan proses mengubah tingkah laku individu pada

kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya dengan cara

pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi diantara

profesi-profesi asasi dalam masyarakat”.24

Dari pengertian-pengertian pendidikan diatas, maka dapat dipahami

bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang

ataupun lembaga untuk membimbing, dan mengarahkan orang lain atau

peserta didik dalam rangka untuk mebuatnya lebih dewasa agar tumbuh

sikap dan perilaku yang benar dalam kehidupan menurut ajaran agama

Islam.

Selanjutnya kita masuk pengertian dari akhlak. Kata akhlak mungkin

sudah tidak asing lagi bagi kita terkhusus umat Islam. Kata “akhlak”

berasal dari bahasa Arab, yaitu jama’ dari kata “khuluqun” yang secara

22
Azwar Rahmat dkk, Konsep Dasar Pendidikan Islam, (Tasikmalaya: Edu Publisher, Cet.
1, 2021), hal. 34-35
23
Sudarto, Filsafat Pendidikan Islam,...hal. 43
24
Azwar Rahmat dkk, Konsep Dasar Pendidikan Islam,...hal. 34-35

13
linguistik diartikan debgan budi pekerti, perangai, tingkah laku, tabiat, tata

krama, sopan santun, adab, dan tindakan. Selain itu kata akhlak juga

berasal dari kata “khalaqa” atau “khalqun” yang bearti kejadian, serta erat

hubungannya dengan kata “khaliq” yang artinya menciptakan, tindakan

atau perbuatan, sebagaiman terdapat dalam kata “al-khaliq” yang bearti

pencipta “makhluq” yang berarti yang diciptakan.25 Istilah akhlak dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berati “budi pekerti, tabi’at,

kelakuan,watak”.26

Sedangkan pengertian akhlak secara termonologi atau istilah

memiliki banyak makna diantaranya para pakar keilmuan mendefinisikan

akhlak sebagai berikut :

1. Ibn Miskawih mengatakan “akhlak adalah sifat yang tertanam dalam

jiwa yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan tanpa

memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.27

2. Ibrahim Anis, “akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang

akan melahirkan perbuatan baik dan buruk, tanpa membutuhkan

pemikran dan pertimbangan”.28

3. Ahmad Amin, definis “akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya

bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu

dinamakan akhlak”.29

25
Beni Ahmad Saebani dkk, Ilmu Akhlak, (Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. 3, 2017), hal.
13
26
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. III, 1990), hal. 28
27
Beni Ahmad Saebani dkk, Ilmu Akhlak,…hal 14
28
Muji, Akhlakul Karimah, (Bali: CV Mudilan Group, Cet. 1, 2021), hal. 4
29
Anugrah Arifin, Aqidah Akhlak (Berbasis Humanisti), (Klaten: Lakeisha Cet. 1, 2020),
hal. 6

14
4. Menurut Imam Al-Ghazali, “akhlak adalah sikap yang tertanam dalam

jiwa yang menimbulkan berbagai macam perbuatan dengan mudah

secara langsung tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran”.30

5. Al- Qurthuby, “suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab

kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatan termasuk bagian dari

kejadinya”.31

Dari pengertian akhlak diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa

akhlak merupakan suatu sifat, tabi’at, tingkah laku, watak, perangai, budi

pekerti, ataupun adab seseorang yang telah tertanam dalam jiwanya

sehingga dalam setiap perbuat akan lahir secara langsung tanpa

memerlukan pemikiran ataupun pertimbangan baik itu bernilai benar dan

salah ataupun baik dan buruk dalam pandangan agama Islam. Akhlak bisa

dibentuk melalui pembiasaan atau mengulang-ulang perbuatan dan tingkah

laku sehingga secara tidak sadar akan menjadi kebiasaan dalam kehidpan

sehari-hari.

Sedangkan pengertian pendidikan akhlak ialah usaha yang dilakukan

untuk menumbuhkan dan menanamkan sikap dan perilaku terpuji sehingga

secara tidak sadar akan mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan

tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan yang dilandasi dengan

ajaran agama Islam.

30
Beni Ahmad Saebani dkk, Ilmu Akhlak,...hal. 14
31
Anugrah Arifin, Aqidah Akhlak (Berbasis Humanisti),...hal 6-7

15
B. Dasar Pendidikan Akhlak

Islam merupakan agama yang sempurna, sehingga setiap ajaran yang

ada dalam Islam memiliki dasar pemikiran, begitu pula dengan pendidikan

akhlak. Dalam agama Islam, dasar utama dalam pendidikan akhlak adalah

Al-Qur’an dan As-Sunnah.32 Jadi, tolak ukur benar dan salah, baik dan

buruk suatu perbuatan yang kita lakukan ialah dengan berpedoman kepada

Al-Qur’an dan As-Sunnah (Hadits). Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an

maupun Hadits yang menjelaskan tentang perintah berakhlak yang mulia,

berlaku baik dan menjauhkan diri dari perbuatan kemungkaran, diantara

yang terdapat dalam firman Allah SWT.

‫ان َواِ ْيت َۤاِئ ِذى ْالقُرْ ٰبى َويَ ْن ٰهى ع َِن ْالفَحْ َش ۤا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫اِ َّن َ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َوااْل ِ حْ َس‬

)٩٠ :‫( النحل‬. َ‫م لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ ن‬€ْ ‫يَ ِعظُ ُك‬

Artinya: “Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(Q.S. An-
Nahl : 90)

Didalam Al-Qur’an juga dijelaskan bahwa yang menjadi contoh

kita dalam berakhlak mulia yaitu Baginda Rasulullah SAW sebagaimana

yang terdapat dalam surah Al-Ahzab ayat 21.


‫ر هّٰللا‬€ ‫م ااْل ٰ خر و َذ َك‬€ ْ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُكم في رسُوْ ل هّٰللا اُ ْسوةٌ حسنَةٌ لِّم ْن َكانَ يرْ جُوا هّٰللا و ْاليو‬
َ َ َ َ ِ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ِ ِ َ ْ ِ ْ

)٢١ :‫َكثِ ْير ًۗا – (االحزاب‬

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri


teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
32
Abdu Rahman dkk, Konsep Pendidikan Akhlak, Moral dan Karakter dalam Islam,
(Pekanbaru: Guepedia, Cet. 1, 2020), hal. 48

16
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”
(Q.S. Al-Ahzab : 21)

Didalam Hadits Nabi beliau juga menyampaikan tentang keutamaan

akhlak mulia, diantar haditsnya sebagai berikut.

‫ِإنَّ َما بُ ِع ْث ُ ُأل‬


ِ ‫ار َم اَأل ْخ‬
‫الق‬ ِ ‫ت تَ ِّم َم َم َك‬
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan
kemuliaan akhlak.” (HR Al-Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘Anhu).33

‫َأ ْك َم ُل ْال ُمْؤ ِمنِينَ ِإي َمانًا َأحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا‬


Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah
yang paling baik akhlaknya.” [HR. Abu Daud no. 4682 dan Ibnu Majah
no. 1162.]34
Jadi, sumber utama dalam pendidikan akhlak ialah Al-Qur’an dan

As-Sunnah. Al-Qur’an dan As-Sunnah juga merupakan pokok semua ajaran

dalam Islam. Namun dalam pendidikan akhlak kita juga bisa menggunak

sumber-sumber lainnya yang berlandasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Karena dalam pendidikan kita harus banyak menggunakan media dan

metode yang banyak sehingga lebih mudah dalam menyampaikan. Seperti

kisah-kisah para sahabat, tabi’in, ulama, dan orang-orang sholeh juga bisa

menjadi referensi dan motivasi dalam pendidikan akhlak.

33
Syibran Mulasi dkk, Metodologi Studi Islam, (Aceh: Yayasan Muhammad Zaini, Cet. 1,
2021), hal. 7
34
Muji, Akhlakul Karimah,...hal. 10

17
C. Tujuan Pendidikan Akhlak

Tujuan pendidikan Akhlak tidak bisa dipisahkan dari tujuan

pendidikan Islam itu sendiri. Menurut Al- Ghazali, tujuan utama

pendidikan adalah pembentukan akhlak. Beliau mengatakan bahwa tujuan

sesorang dalam mempelajari segala ilmu pengetahuan adalah untuk

kesempurnaan dan keutamaan jiwa.35 Oleh karena tujuan utaman dari

pendidikan islam ialah untuk menciptkan manusia berakhlak mulia baik

berakhlak terhadap Allah SWT., Rasulullah SAW., sesama manusia,

maupun sesama mahluk ciptaan Allah SWT.

Oleh karena itu pendidikan Akhlak sebagai tujuan utama dalam

pendidikan Islam. Sehingga pendidikan Akhlak perlu ditanamkan kepada

anak-anak dan generasi muda umat Islam agar ketika dewasa nanti mereka

bisa menjadi generasi penerus yang berakhlak mulia.

Di dalam kitab Bidayah Al-hidayah tujuan pendidikan akhlak

menurut Imam Al-Ghazali adalah untuk mewujudkan sikap batin yang

mampu mendorong perilaku secara spontan untuk melahirkan perbuatan

zohir yang bernilai baik, sehingga ia berperilaku terpuji, mencapai

kesempurnaan yang dijalani dengan petunjuk-petunjuk Allah SWt. Beliau

juga berkata tujuan pendidikan akhlak ialah kesempurnaan insan di dunia

dan akhirat yakni mendorong manusia agar berperilaku yang baik untuk

mencapat derajat takwa kepada Allah SWT.36

35
Bediuzzaman Said Nursi Afriantoni, Prinsip-Prinsip Pendidikan Akhlak Generasi Muda,
(Yogakarta: CV Budi Utama, Cet. 1, 2015), hal. 16
36
Abdu Rahman dkk, Konsep Pendidikan Akhlak, Moral Dan Karakter Dalam Islam,
(Pekanbaru: Guepedia, Cet. 1, 2020), hal. 65

18
Menurut Ahmad Amin tujuan pendidikan Akhlak bukan hanya

mengetahui pandangan atau teori, lebih dari itu tujuan pendidikan akhlak

adalah untuk mendorong dan mempengaruhi kehendak kita, agar mampu

berperilaku baik serta memberikan manfaat kepada sesama manusia.37

Sedangkan tujuan pendidikan akhlak menurut Barmawi Umar yakni

pertama, untuk memperoleh irsyad, yakni membedakan antara amal yang

baik dan buruk. Kedua, untuk memperoleh taufik agar setiap perilaku

sesuai dengan ajaran syariat islam. Dan yang ketiga, untuk mendapat

hidayah, artinya selalu berperilaku baik dan menghindari perilaku buruk

agar setiap perbuatan selalu mendapat ridho dari Allah swt.38

Drs. Anwar Masy’ari juga berpendapat tentang “tujuan pendidikann

akhlak yaitu untuk megetahui perangai manusia yang baik dan jahat,

sehingga melakukan perangai yang baik dan menjauhi perangai yang

buruk sehingga terjalin hubungan baik di dalam lingkungan masyarakat”.39

Dari beberapa pendapat ahli diatas, maka peneliti menyimpulkan

bahwa tujuan dari pendidikan akhlak merupakan tujuan dalam pendidikan

Islam. Karena akhlak mulia merupakan salah satu tujuan diutusnya

Rasulullah SAW di muka bumi ini. Dengan adanya pendidikan akhlak

diharapkan dapat mewujudkan ketaqwaan kepada Allah SWT, cinta

kebenaran dan keadilan secara teguh dan bertindak laku bijaksana dalam

kehidupan sehari – hari. Selain itu dengan adanya pendidikan akhlak dapat

37
Khaidir Dkk, Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini, (Aceh: yayasan penerbit muhammad
zaini, Cet. 1, 2021) hal. 10
38
Khaidir dkk, Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini,...hal. 11
39
Nino indrianto, Pendidikan Agama Islam Interdisipliner, (Yogyakarta, CV Budi Utama,
Cet. 1, 2020), hal. 91

19
membentuk pribadi manusia, sehingga mereka dapat mengetahui mana

yang baik dan mana yang tidak baik serta membentuk pribadi pekerti luhur,

sopan santun, berlaku baik dan sabar, serta rajin dan ikhlas beribadah

kepada Allah SWT. agar menjadi muslim yang sejati.

D. Metode Pendidikan Akhlak

Imam Al-Ghazali mengungkapkan langkah-langkah pendidikan

akhlak, metode mendidik anak dalam rangka pengajaran akhlak serta

membiasakan ibadah, dari teori Imam Al-Ghazali bisa dianalisis bahwa

metode pendidikan akhlak ialah dengan metode amsal/ perumpamaan,

metode keteladan, metote nasehat.40

Adapun metode-metode yang bisa digunakan dalam pendidikan

akhlak ialah sebagai berikut:

1. Metode Keteladanan

Dalam Al-Qur’an kata teladan diterjemahkan dari kata uswah

bersanding dengnan kata hasanah, yang berarti baik. Jika digabungkan

akan menjadi uswatun hasanah yang berarti teladan yang baik. Wujudnya

dapat berupa perbuatan, kelakuan, sifat, perkataan, dan sebagainya.41

Keteladan memiliki landasan kokoh dari Al-Qur’an. Didalam Al-Qur’an

disebutkan bahwa Rasulullah Memiliki kepribadian yang luhur. Secara

tidak langsung Allah SWT memerintahkan umat Islam agar meniru atau

40
Abdul Rahman dkk, Konsep Pendidikan Akhlak, (Pekanbaru: Guepedia, Cet. 2020), hal.
90
41
Yamar Arifin, Pemikiran-Pemikiran Emas Para Tokoh Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Ircisod, Cet. 1, 2018), hal. 159

20
mencontoh sikap dan perilaku Rasulullah dalam kehidupan ini. 42

Sebagaiman firman Allah SWT.


‫ر هّٰللا‬€ ‫م ااْل ٰ خر و َذ َك‬€ ْ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُكم في رسُوْ ل هّٰللا اُ ْسوةٌ حسنَةٌ لِّم ْن َكانَ يرْ جُوا هّٰللا و ْاليو‬
َ َ َ َ ِ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ِ ِ َ ْ ِ ْ

)٢١ :‫َكثِ ْير ًۗا – (االحزاب‬

Artinya : “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (Q.S. Al-
Ahzab : 21)

Mencermati Q.S. Al-Ahzab ayat 21 menegaskan bahwa, metode

keteladanan merupakan metode yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW

kepada keluarga, dan para sahabatnya. Dengan metode keteladanan ini

terbukti sangat efektif bagi para sahabatnya di manapun, dan kapanpun

mereka berada.43

Jadi, metode keteladanan merupakan salah satu upaya yang bisa

dilakukan dalam membentuk akhlak anak ataupun peserta didik. Dimana

seorang guru atau orang tua memberikan contoh perilaku dan teladan

akhlak yang baik, sehingga peserta didik akan menirukan dan mencontoh

perilaku dalam kehidupan secara langsung baik dari segi perbuatan, sifat,

perkataan dan yang lainnya.

2. Metode Amsal atau perumpamaan

Metode perumpamaan adalah metode pendidikan yang digunakan

pendidik kepada anak didik dengan cara memajukan berbagai

42
Beni Prasetiya, Metode Pendidikan Karakter Religius Paling Efektif Di Sekolah,(Malang:
Acemedia Publication, Cet. 1, 2021), hal. 56
43
Yusron Masduki, Tantangan Pendidikan Keluarga Ditengah Komunitas Non Muslim Di
Yogyakarta, (Palembang: Tunas Gemilang Press, Cet. 1, 2020), hal. 95

21
perumpamaan agar materinya mudah dipahami. 44 Sebagaimana dalam

firman Allah sebagai berikut.

)٢٧ :‫اس فِ ْي ٰه َذا ْالقُرْ ٰا ِن ِم ْن ُك ِّل َمثَ ٍل لَّ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُوْ ۚنَ – (الزمر‬
ِ َّ‫ض َر ْبنَا لِلن‬
َ ‫َولَقَ ْد‬

Artinya :“Dan sungguh, telah Kami buatkan dalam Al-Qur'an ini segala
macam perumpamaan bagi manusia agar mereka dapat pelajaran.”(Q.S.
Az-Zumar:27).

“Al-Thabari menafsirkn ayat tersebut bahwa Allah SWT telah

memberikan perumpamaan bagi mereka orang-orang musyrik Quraisy

dengan berbagai contoh dari umat-umat terdahulu agar mereka takut dan

sebagai peringatan supaya mereka mendapat pelajaran”.45

Metode ini dengan membuat perumpamaan yang menarik, seni dan

teknik yang tinggi dalam menyampaikan informasi untuk menjelaskan

berbagai fakta dan menafsirkan berbagai peristiwa dan kejadian. Sehingga

akan menimbulkan daya tarik dan rangsangan tersendiri yang kuat bagi

pesrta didik.46 Sesungguhnya metode perumpamaan merupakan metode

tertinggi yang diberikan Allah kepada Manusia dalam Al-Qur’an.

Dikatakan tertinggi karena metode perumpamaan memerlukan pemikiran

yang kritis dan analisanya yang tajam untuk menemukan titik persamaan

antara masalah yang sebenarnya dengan benda yang dijadikan

perumpamaan.47

Imam Al-Ghazali berkata: “ketahuilah perintah-perintah Allah ada

dua macam, yaitu fardu dengannya tercapailah keselamatan dan

44
Jejen Musfah, Manajemen Pendidikan Teori, kebijakan, Dan Praktik, (Jakarta: Kencana,
Cet. 1, 2015), hal. 143
45
Jejen Musfah, Manajemen Pendidikan Teori, kebijakan, dan Praktki,...hal. 143
46
Abdul Rahman dkk, Konsep Pendidikan Akhlak, Moral, dan Karakter dalam Islam,...hal.
90
47
Syukri, Tafsir Ayat-Ayat Perumpamaan Masalah Aqidah dan Akhlak dalam Al-Qur’an,
(Mataram: Sanabil, Cet. 1, 2020), hal. 19

22
terhindarlah segala bahasa dan nawafil (Sunnah-sunnah), fardu merupakan

pokoknya, ia ibarat modal dagangan yang dengannya tercapailah

keberuntungan berupa derajat-derajat”.48

Imam Al-Ghazali membuat perumpamaan fardhu itu adalah modal

dalam berdagang dan nawafil sebagai keuntungannya. Dalam perkataan ini

Imam Al-Ghazali menggunkan metode Amsal.

Peneliti menyimpulkan bahwa metode perumpamaan dapat

digunakan dalam metode pendidikan akhlak. Dengan memberikan sebuah

perumpamaan akan menarik simpati anak untuk berfikir dan mengambil

sebuah pelajaran yang kita berikan. Memberikan perumpamaan tentanga

keutamaan akhlak maka akan memberikan pemahaman mendalam peserta

didik sehingga akan lebih semangat mendalami ilmu akhlak dan

menerapkannya dalam kehidupan sehingga akan menjadi sebuah kebiasaan

yang berulang-ulang.

3. metode nasihat

Dalam bahasa Arab, nasihat disebut dengan istilah mau’izhah

diartikan dengan mengingatkan seseorang terhadap sesuatu yang dapat

meluluhkan hatinya dan sesuatu itu dapat berupa pahala maupun siksa

sehingga ia bisa ingat. Dalam bahasa Indonesia bermakna ajaran atau

pelajaran yang baik.49 Menurut Al-Qur’an nasihat itu hanya diberikan

kepada mereka yang melanggar peraturan dan nasihat itu sasarannya

adalah timbulnya kesadaran pada orang yang diberi nasihat agar mau insaf

48
Abdu Rahman dkk, Konsep Pendidikan Akhlak, Moral, dan Karakter dalam Islam,...hal.
90
49
Yamar Arifin, Pemikiran-Pemikiran Emas Para Tokoh Pendidikan Islam,...hal. 156

23
melaksanakan ketentuan hukum atau ajaran yang dibebankan kepadanya50.

Seperti yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan

nasihat para nabi terhadap kaumnya. Sebagaimana nasihat nabi Shaleh

terhadap kaumnya yang terdapat dalam surah Al-A’raf sebagai berikut.


ٰ
ِ ّ‫ت لَ ُك ْم َو ٰل ِك ْن اَّل تُ ِحبُّوْ نَ ال ٰن‬
- َ‫ص ِح ْين‬ َ َ‫ َع ْنهُ ْم َوقَا َل ٰيقَوْ ِم لَقَ ْد اَ ْبلَ ْغتُ ُك ْم ِر َسالَةَ َرب ِّْي َون‬€‫فَت ََولّى‬
ُ ْ‫صح‬

)٧٩ :‫(األعراف‬

Artinya:“Kemudian dia (Saleh) pergi meninggalkan mereka sambil


berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku telah menyampaikan amanat
Tuhanku kepadamu dan aku telah menasihati kamu. Tetapi kamu tidak
menyukai orang yang memberi nasihat.”(Q.S. Al- A’raf :79)

Ayat tersebut memberikan nasihat kepada kaum yang melanggar

perintah Tuhan dan akhirnya mereka terkena bencana karena tidak

mengindahkan nasihatnya.51

Berdasarkan penjelasan metode nasihat diatas, bahwa metode nasihat

sangat efektif bila digunakan dalam metode pendidikan akhlak karena

dengan metode ini seorang guru dapat mengarahkan peserta didik yang

melakukan kesalahan atau melanggar aturan. Selain itu metode nasihat juga

memberikan dampak psikologis terhadap anak karena metode ini mudah

diterima dan mengena dihati sebab dalam nasihat harus disampaikan dari

hati ke hati. Menasihati dalam pendidikan akhlak berarti mengarahkan dan

membimbing anak ke perilaku yang benar sesuai ajaran islam.

4. Metode Kisah

50
Rahmat, Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Konteks Kurikulum 2013,
(Yogyakarta: Bening Pustaka, Cet. 1, 2019), hal. 10
51
Triyo Supriyatno, Paradigma Pendidikan Berbasis Islam, (Malang: Literasi Nusantara,
Cet. 1, 2020), hal. 21

24
Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan

materi pelajaran, dengan menuturkan secara kronologis, tentang

bagaimana terjadinya sesuatu hal, baik yang sebenarnya terjadi ataupun

hanya rekaan saja.52

Menurut Syyaid Qutub, “pengungkapan kisah-kisah dalam Al-

Qur’an merupakan suatu metode untuk mewujudkan yang ingin dicapai.

Jelasnya kisah tersebut merupakan petunjuk, nasihat, dan ibrah bagi

manusia agar menjadi pelajaran dalam meniti hidup dan kehidupan”.53

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an sebagai berikut.

ُّ ‫ك َو َج ۤا َءكَ فِ ْي ٰه ِذ ِه ْال َح‬


ٌ‫ق َو َموْ ِعظَة‬ ُ ‫ك ِم ْن اَ ۢ ْنبَ ۤا ِء الرُّ س ُِل َما نُثَب‬
َ ‫ِّت بِ ٖه فَُؤا َد‬ َ ‫َو ُكاًّل نَّقُصُّ َعلَ ْي‬

)١٢٠ :‫ لِ ْل ُمْؤ ِمنِ ْينَ – (هود‬€‫َّو ِذ ْك ٰرى‬

Artinya:”Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan


kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan
dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan
peringatan bagi orang-orang yang beriman”. ( Q.S. Hud :120)

Menurut Manna Khalil Al Qaththan, di samping sebagai metode,

kisah juga memiliki daya tarik tersendiri, punya daya yang kuat bagi jiwa,

serta dapat menggugah kesadaran manusia kepada imam dan perbuatan

yang sesuai dengan tuntutan ajaran Islam.54

5. Metode Pembiasaan dan Pengalaman

Metode pembiasaan ini digunakan untuk mengubah seluruh sifat-

sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan

52
Arif Ganda Nugroho dkk, Mewujudkan Kemandirian Indonesia Melalui Inovasi Dunia
Pendidikan, (Cirebon: Insania, Cet. 1, 2021), hal. 23
53
kyai Ibrahim, Goresan Emas Pahlawa Sejati, (Malang: CV Multimedia Edukasi, Cet. 1,
2020), hal. 19
54
kyai Ibrahim, Goresan Emas Pahlawa Sejati,...hal. 19

25
itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa

menemukan banyak kesulitan.55

Metode pembiasaan adalah metode yang efektif dilakukan oleh

seseorang guru, karena dapat merubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan

baik. Namun, metode ini membutukan waktu, tergantung sejauh mana

peserta didik terbiasa dengan kebaikan tersebut. Metode inilah yang sering

dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam membina umat dan para sahabat.

Misalnya mendidik sahabat terbiasa sholat berjamaah, membiasakan

sahabat berpuasa dan perilaku mulia lainnnya.56

Metode pembiasaan dalam pembinaan pendidikan akhlak harus


dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara terus-menerus. Dalam
hal ini Al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia pada
dasarnya dapat menerima segala usaha pebentukan melalui
pembiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia
akan menjadi orang jahat.
Al-Ghazali mengajurkan agar pendidikan akhlak diajarkan, yaitu
dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang
mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia pemurah, maka harus
dibiasakan melakukan pekerjaan bersifat pemurah, hingga murah
hati dan murah tangan itu menjadi tabiatnya yang mendarah
daging.57

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan dengan berulang-

ulang dan dalam kondisi sadar, agar menjadi rutinitas. Dalam Al-Qur’an

tidak secara spesifik menjelaskan tentang metode pembiasaan,

penekanannya pada tahapan untuk menjadi pembiasaan. 58 Ayat Al-Qur’an

55
Rahmat, Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Konteks Kurikulum 2013,...hal.
10
56
Arif Ganda Nugroho dkk, Mewujudkan Kemandirian Indonesia Melalui Inovasi Dunia
Pendidikan,...hal. 22
57
Abdul Aziz, Membangun Karakter Anak dengan Al-Qur’an, (Semarang: CV. Pilar
Nusantara, Cet. 1, 2018), hal. 80
58
Aas Siti Sholichah, Pendidikan Karakter Anak Pra Akil Balig Berbasisi Al-Qur’An,
(Pekalongan:Pt. Nasya Expanding Management, Cet.1, 2020), hal. 365

26
yang berkaitan dengan tahapan pembiasaan seperti yang terdapat dalam

surah An-Nahl.

‫ َح َسنً ۗا اِ َّن فِ ْي ٰذلِكَ اَل ٰ يَةً لِّقَوْ ٍم‬€‫ب تَتَّ ِخ ُذوْ نَ ِم ْنهُ َس َكرًا َّو ِر ْزقًا‬
ِ ‫ت النَّ ِخي ِْل َوااْل َ ْعنَا‬
ِ ‫َو ِم ْن ثَ َم ٰر‬

)٦٧ :‫يَّ ْعقِلُوْ نَ – (النحل‬

Artinya: “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman
yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang
yang memikirkan.” (Q.S. An-Nahl : 67)

Metode pembiasaan merupakan metode penanaman akhlak pada diri

siswa dengan membimbing mereka untuk membiasakan nilai yang akan

ditanamkan. Inti dari metode ini yaitu, terwujudnya kesadaran pada siswa

untuk bertindak ataupun tidak melakukan suatu perbuatan sesuai dengan

akhlaknya. Metode pembiasaan diri dan pengalaman ini penting untuk

diterapkan, karena untuk menumbuhkan atau mengembangkan karakter

manusia. Sebab penjelasan secara verbal saja tidak akan cukup. Hal ini

dikarenakan untuk terbiasa hidup dengan teratur, disiplin dan berpegang

teguh pada ajaran Islam membutuhkan latihan yang berkesinambungan

setiap hari.

6. Motivasi

Metode motivasi adalah metode yang mendorong kehendak dari

dalam diri yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan atau

suatu kondidi yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu

sehigga mencapai tujuan tertentu.59 Al-Qur’an memotivasi dan

59
Rony Sandra Yofa Zebua dkk, Tafsir Ayat Al-Qur’an Tenang Konsep Metode
Pembelajaran, (Bandung: Guidance, Cet. II, 2020), hal. 24

27
mengarahkan setiap manusia untuk belajar, diantaranya tertera dalam surat

Al-An’am ayat ke 50.

ٌ ۚ َ‫ْب َوٓاَل اَقُوْ ُل لَ ُك ْم اِنِّ ْي َمل‬ ‫هّٰللا‬


‫ك اِ ْن اَتَّبِ ُع اِاَّل َما‬ َ ‫قُلْ ٓاَّل اَقُوْ ُل لَ ُك ْم ِع ْن ِديْ خَزَ ۤا ِٕىنُ ِ َوٓاَل اَ ْعلَ ُم ْال َغي‬

)٥٠ :‫ (االام‬- َ‫ ُر اَفَاَل تَتَفَ َّكرُوْ ن‬€ۗ ‫ص ْي‬ َّ ۗ َ‫يُوْ ٰ ٓحى اِل‬
ِ َ‫ ااْل َ ْعمٰ ى َو ْالب‬€‫ي قُلْ هَلْ يَ ْست َِوى‬

Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak mengatakan kepadamu,


bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan aku tidak mengetahui yang
gaib dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku
hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku.” Katakanlah, “Apakah
sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak
memikirkan(nya)?.”(Q.S.Al-An'am : 50)

Dengan adanya motivasi tentang keutamaan akhlak mulia maka

peserta didik akan lebih semangat dalam mempelajari dan menerapakan

perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.

Dari metode-metode diatas menunjukan bahwa pendidikan Islam

terutama pendidikan akhlak membutuhkan banyak metode dan cara agar

dalam penyampaiannya lebih mudah diterima secara efektif dan efisien.

Dari penjelasan metode pendidikan akhlak diatas maka penulis

menyimpulkan bahwa metode yang dapat dilakukan dalam pendidikan

akhlak adalah metode keteladanan, perumpamaan, kisah, nasihat,

pembiasaan, dan metode motivasi.

28
E. Macam-Macam Akhlak

Dalam agama Islam akhlak terbagi ke dalam dua bagian yaitu akhlak

yang baik (akhlak mahmudah), dan akhlak yang jahat atau tidak baik

(akhlak mazmumah)60. Adapun pembahasannya sebagai berikut:

1. Akhlak Al-Mahmudah (Akhlak mulia)

Akhlak mulia yaitu tingkah laku terpuji yang merupakan tanda

kesempurnaan iman seseorang kepada Allah SWT. Akhlak yang terpuji

dilahirkan dari sifat-sifat yang terpuji pula.61

Menurut Al- ghazali, “Akhlak mulia adalah suatu perbuatan yang

menghilangkan semua adat yang tercela yang sudah digariskan dalam

agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut,

kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukan dan

mencintainya”.62

Adapun contoh sifat-sifat terpuji atau akhlak mulia, diantaranya:

a) Al-Amanah (jujur, dapat dipercaya)


b) Al-Alifah (disenangi)
c) Al-Khusyu’ (tekun sambil menundukan diri)
d) Al-Dhiyaafah (menghormati tamu)
e) Al-Ghufraan (suka memberi maaf)
f) Al-Hayaa’u (malu kalau diri tercela)
g) Al-Himu (menahan diri dari berlaku maksiat)
h) Al-Hukum Bil’adli (menghukum secara adil)
i) Al-Ikhwaan (menganggap persaudaraan)
j) Al-Ihsan (berbuat baik)
k) Al-Ifaafah (memelihara kesucian diri)
l) As-Shabaru (sabar)
m) As-Shalihaat (beramal sholeh)
n) Al-Qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada)
o) At-Tawaadhu’ (merendahkan diri)
60
M. Syukri Azwar Lubis, Materi Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Media Sahabat
Cendekia, Cet. 1, 2019), hal.43
61
Bediuzzaman Said Nursi Afriantoni, Prinsip-Prinsip Pendidikan Akhlak Generasi
Muda,...hal. 31
62
Muji, Akhlakul Karimah,...hal. 15

29
p) At-Ta’awun (bertolong-tolong)
q) Al-Muruaab (berbudi tinggi)63

2. Akhlak Madzmumah (Akhlak Tercela)

Akhlak madzmumah yaitu segala tingkah laku yang tercela atau

perbuatan jahat, yang merusak iman seseorang dan menjatuhkan martabat

manusia.64

Menurut Imam Al-Ghazali “akhlak tercela ialah segala tingkah laku

manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri,

yang bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarahkan kepada

kebaikan”.65

Akhlak mulia diukur atau dinilai berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan

As-Sunnah. Begitu juga dengan akhlak tercela seseorang yang melakukan

perbuatan yang bertentang dengan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah maka

perbuatan tersebut dikatagorikan dalam tingkah laku perbuat yang salah

atau akhlak tercela. Adapun contoh akhlak tercela yang disebutkan dalam

Al-Qur’an maupun As-Sunnah, seperti sombong, iri, dengki, takabur,

aniaya,ghibah, berbicara kotor, dan lainya.

Imam Al-Ghazali mengatakan, bahwa hal-hal yang mendorong

seseorang untuk melakukan perbuatan tercela, yaitu:

a. Dangkalnya pengetahuan dan pemahaman syari’at.

b. Terlalu cinta terhadap kehidupan dunia.

c. Godaan syetan yang begitu berat untuk dihindari

63
Bediuzzaman Said Nursi Afriantoni, Prinsip-Prinsip Pendidikan Akhlak Generasi
Muda,...hal. 31-32
64
Bediuzzaman Said Nursi Afriantoni, Prinsip-Prinsip Pendidikan Akhlak Generasi
Muda,...hal. 32
65
Muji, Akhlakul Karimah,...hal. 17

30
d. Menuruti hawa nafsu sebagai kendaraan yang selalu dimanfaatkan oleh

syetan untuk menyesatkan manusia.66

F. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Islam adalah agama yang mengajarkan kesimbangan, ajarannya tidak

hanya berfokus dengan masalah akhirat saja tetapi juga terhadap masalah

keduniaan. Dengan kata lain ruang lingkup ajaran Islam terbagi atas

hubungan dengan akhirat dan dunia atau kita kenal hubungan dengan

Allah SWT. Dan hubungan dengan Mahluknya.

Mohammad Daud Ali mengatakan bahwa dalam garis besarnya,

akhlak terbagi menjadi dua bagian. Pertama akhlak terhadap Allah dan

kedua akhlak terhadap mahluknya (semua ciptaan Allah).67 Dengan

demikan pendidikan bertujuan bahwa adanya mencapai sebuah hubungan

yang sangat baik antara manusia dengan Allah SWT, manusia dengan

manusia, maupun manusia dengan lingkungan sekitarnya. Untuk itu ruang

lingkup pendidikan akhlak adalah sebagai berikut:

1. Akhlak Kepada Allah SWT.

Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan

yang kita lakukan sebagai manusia untuk selalu taat dan patuh terhadap

perintah Allah karena manusia sebagai hamba dan Tuhan sebagai khalik.

Bentuk atau perbuatan yang termasuk kedalam akhlak kepada Allah SWT,

diantaranya:

a. Takwa

66
Muji, Akhlakul Karimah,...hal. 18
67
Khaidir dkk, Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini,...hal. 17

31
b. Tawakal

c. Syukur

d. Taubat

e. Khauf

f. Raja’

g. Ridho

h. Mahabbah (cinta)

i. Muraqabah

j. Husnuzan kepada Allah SWT.68

2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Akhlak terhadap manusia, antaranya:

a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW.

b. Akhlak terhadap orang tua.

c. Akhlak terhadap diri sendiri,

d. Akhlah terhadap keluarga, karib kerabat.

e. Akhlak terhadap tetangga

f. Akhlak terhadap masyarakat69

3. Akhlak Terhadap Lingkungan Sekitar

Yang dimaksud dengan lingkungan adalah sesuatu yang berada

disekitar manusia, baik hewan, pohon-pohonan, maupun benda-benda

yang lain. Akhlak lingkungan dalam Al-Qur’an adalah manusia sebagai

68
Muji, Akhlakul Karimah,...hal. 24-69
69
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, Cet. I, 2008),
hal. 3359

32
kholifah dimuka bumi, dituntu untuk berinteraksi sesama manusia dan

juga alam sekitar.70 Jadi akhlak terhadap lingkungan sekitar ialah:

a. Akhlak terhadap manusia

b. Akhlak terhadap hewan

c. Akhlak terhadap tumbuhan71

2.1.3 Syair

A. Pengertian Syair

Syair adalah bentuk puisi dalam sastra Melayu lama. Kata syair

berasaldari bahasa Arab. Syu’ur yang berarti perasaan. Dari kata syu’ur,

muncul kata syi’ru yang bearti puisi dalam pengertian umum. 72 Kamus

Besar Bahasa Indonesia mengartikan bahwa syair adalah “puisi lama yang

tiap-tiap bait terdiri dari atas empat larik/ baris yang berakhir dengan

bunyi yang sama”.73

Berikut ini pengertian puisi menurut para ahli, diantaranya:

1. H. B. Jassin berpendapat bahwa “puisi didefinisikan sebagai suatu karya

yang diucapkan dengan perasaan yang didalamnyaterkandung pikiran-

pikiran dan atau tanggapan-tanggapan”.74

70
Husaini, Pembelajaran Materi Pendidikan Akhlak, (Medan: CV.Pisdikra Mitra Jaya, Cet.
I, 2021), hal. 78
71
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, Cet. I, 2008),
hal. 356-359
72
Hermansyah Zulkhairi, Transformasi Syair Jauharat At-Tauhid Dinusantara, (Bali:
Pustakalarasan, Cet. 1, 2014), hal. 30
73
Rian Damariswara, Konsep Dasar Kesusastraan, (Banyu Wangi: LPPM Institut Agama
Islam Ibrahimy Genteng Banyuwangi, Cet. 1, 2018), hal. 21
74
Supriyanto, Pembelajaran Puisi, Apresiasi Dari Dalam Kelas, (Yogyakarta: CV Budi
Utama, Cet. 1, 2021), hal. 2

33
2. Somad menjelaskan bahwa “puisi atau syair adalah media ekspresi penyair

dalam menuangkan gagasan atau ide. Lebih dalam lagi puisi menjadi

ungkapan terdalam kegelisahan hati penyair dalam menyikapi suatu

peristiwa”.75

3. Menurut Herman Waluyo mengemukan bahwa “puisi adalah suatu karya

sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif

dan disusun dengan menfokuskan semua kekuatan bahasa dalam sebuah

struktur fisik dan struktur batinnya”.76

4. Kosasih mengatakan bahwa “puisi adalah karya sastra yang menggunakan

kata-kata indah dan kaya makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh

diksi, majas, rima, dan irama yang terkandung dalam puisi disebabkan

oleh pemadatan segala unsur bahasa”.77

B. Ciri-ciri syair

Syair memiliki ciri ciri sebagai berikut:

1. Cenderung berisi empat baris dalam tiap baitnya;

2. Jumlah suku kata tiap barisnya berkisar 8-12;

3. Bait syair seolah-olah tidak terbagi atas dua bagian sampiran dan isi, tetapi

semua baris menyiratkan isi yang hendak disampaikan dan tidak

bersampiran;78

4. Menggunakan majas atau gaya bahasa yang diamis

5. Bentuknya rapi dan simetris79

6. Rima akhir baris digunakan rima sama merata merata (a a a a, i i i i);

75
Rina ari Rohmah, Puisi Baru, (Riau: Karoteh Utama, Cet. 1, 2020), hal. 4
76
Supriyanto, Pembelajaran Puisi, Apresiasi Dari Dalam Kelas,...hal. 3
77
Rina ari Rohmah, Puisi Baru,...hal. 4
78
Idda Ayu kusrini, Bahasa Indonesia Kelas IX, (Bogor: Quadra, Cet. 1, 2008), hal. 61
79
Rina ari Rohmah, Puisi Baru,...hal. 5

34
7. Syair biasanya berisi lukisan yang panjang atau berisikan cerita

8. Mempunyai unsur tema dan pesan. Tema pokok pikiran sedangkan amana

adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang.80

C. Fungsi Syair

Syair berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan maksud dan dan

sarana pendidikan, yang dimana dalam syair terdapat bahasa kias yang

juga berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan maksud atau isi hati.81

Setiap karya sastra mempunyai nilai yang berorientasi kepada tradisi

masyarakatnya. Begitu juga dengan syair yang gunakan untuk

menyampaikan keinginan dan harapan yang berbentuk cerita atau nasehat.

Selain sebagai hiburan dimasyarakat syair juga memiliki fungsi sebagai

berikut:

1. Fungsi pendidikan

2. Fungsi religius

3. Fungsi pengendalian sosial

4. Mengkritik secara halus terhadap masalah yang ada

5. Menyampaikan pesan, himbauan dan ajakan kepada masyarakat, dan

6. Sarana komunikasi penyair terhadap aspirasi masyarakat.82

D. Macam-Macam Syair

Berdasarkan isinya, syair dapat dibagi menjadi lima golongan, yaitu:

1. Syair panji

80
Idda Ayu kusrini, Bahasa Indonesia Kelas IX,...61
81
Novi Anoegrajekti Dkk, Sastra Pariwisata (Sleman: PT Kanisius, Cet. 1, 2020), hal. 110
82
Basuki Wibowo ddk, Sair Gulung, (Klaten: Lakeisha, Cet. I, 2021), hal. 60

35
Syair panji yang berisi/ bercerita tentang keadaan yang terjadi dalam

istana (kerajaan), keadaan orang orang yang ada atau berasal dari dalam

istana. Contohnya, “syair ken tumbuhan” menceritakan putri bernama Ken

Tambuhan yang dijadikan persembahan sang Ratu.83

2. Syair romantis

Syair yang berisi tentang percintaan pelipur lara, cerita rakyat.

3. Syair kiasan

Syair yang memiliki nilai simbolik yang terkandung didalamnya,

kiasan atau sindiran kepada peristiwa tertentu.84

4. Syair sejarah

Syair yang berdasarkan peristiwa sejarah terpenting , tentang sesuat

baik peperang, kisah dan lainnya.85

5. Syair agama

Syair agama merupakan syair yang berisi nasihat, pengajaran yang

untuk mengerjakan apa yang diperintahkan oleh agama.86

2.2 Hasil Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini peniliti menfokuskan pada kajian yang diteliti yakni

tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam syair Imam Syafi’i.

Berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak peneliti menyadari bahwa telah

ada peneliti-peneliti terdahulu yang membahas tentang nilai-nilai pendidikan

akhlak dan syair Imam syafi’i. Penelitian ini dilakukan karena peneliti merasa

83
Agus, Bahasa Indonesia Kelas IX, (Bandung: Grafindo Media Pratama Cet. I, 2007), hal
21
84
Tika Hatikah dkk, Bahasa Indonesia Kelas X, (Bandung: Grafindo Media Pratama Cet. I,
2007), hal. 95
85
Agus, Bahasa Indonesia Kelas IX,...hal 21
86
Sri Khairani dkk, Mengenal Lebih Dekat Puisi Rakyat, (Medan: Guepedia, Cet. I, 2020),
hal. 49

36
masih kurangnya penerapan pendidikan akhlak yang ada sekarang ini. Sehingga

penelitian ini dilakukan untuk menambah referensi dikarena pendidikan akhlak

membutuhkan banyak referensi, metode, dan sumber-sumber lainnya.

Oleh karena itu, peneliti akan mengilustrasikan penelitian-penelitian

terdahulu agar kita bisa mengetahui persamaan dan perbedaan antara penelitian

dahulu dengan penelitian yang dilakukuan sekarang berkaitan dengan nilai-nilai

pendidikan akhlak, diantaranya sebagai berikut:

1. Desy Aryani dengan judul “Lima Puisi Imam Syafi’i Kajian Bentuk dan

Isi. Penelitian ini dilakukan oleh pada tahun 2012, program studi sastra

arab fakultas ilmu pengetahuan budaya. Dalam penelitian ini Desy Aryani

menggunakan metode penelitian kepustakaan ( library research) dengan

menggunakan metode deskriptif analisis yaitu menginterpretasikan analisis

dengan pendekatan struktural. Hasi penelitian ini adalah bahwa nilai yang

banyak terdapat dalam syair Imam syafi’I ialah unsur-unsur khabar talabiy

yang ungkapannya memiliki unsur ktuhanan yaitu tawakal, taubat, rizki Allah,

Rahmat Allah, dan kekuasaan Allah SWT.Persamaan penelitian tersebut

dengan penelitian penulis ialah terletak pada metode dan objeknya yaitu syair

imam syafi’i. sedangkan perbedaannya ialah penelitian terdahulu

mengungkapkan struktur bentuk puisi dengan menyoroti unsur-unsur ilmu

ma’ani yang dominan, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis sekarang

ialah mengkaji tenteng pendidikan akhlak

2. Komarullah Azami dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam

Surah Al-Mujadalah Ayat 11-12. Penelitian ini dilakukan oleh pada tahun

2014, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Syarif Hidayatullah

37
Jakarta. Dalam penelitian ini Komarullah Azami menggunakan pendekatan

kualitatif dan metode deskriptif analisis melalui teknik studi kepustakaan

(Library Research). Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah menggunakan analisis metode tafsir maudhu’i. hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa nilai-nilai akhlak yang harus diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari yang terdapat pada surah Al-Mujadalah ayat 11-12 diantaranya

adalah: melapangkan hati, menjalin hubungan harmonis, memberikan

sedekah, menghormati, dan memuliakan.Jadi, perbedaan penelitian ini dengan

skripsi di atas terletak pada objek penelitian dan sumber data,yaitu dalam

skripsi tersebut yang dikaji adalah surah Al- Mujadalah ayat 11-12, dengan

menggunakan tafsir maudhu’i. sedangkan dalam penelitian yang akan penulis

teliti mengkaji tentang syair Imam Syafi’i. persamaan penelitian ini dengan

penelitian penulis adalah sama-sama menggunakan penelitian studi pustaka

yang berfokus pada nilai-nilai pendidikan akhlak.

3. Sri Rahayu dengan judul skripsi “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang

Terkandung dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El

Shirazy”, penelitian ini dilakukan pada tahun 2016, UIN Raden Intan. Dengan

Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam skripsi tersebut antara lain:

akhlak terhadap Allah yaitu bersikap takut, taat, tawakkal, syukur, husnudzan,

taubat. Akhlak terhadap diri sendiri yaitu memelihara kesucian diri, disiplin,

dan berani. Sedangkan akhlak terhadap sesama manusia yaitu tolong

menolong, toleransi dan rendah hati.Persamaan penelitian ini dengan

penelitian Sri Rahayu adalah pada aspek kajiannya, yaitu sama-sama mengkaji

tentang pendidikan akhlak. Sedangkan perbedaaan antara kedua penelitian ini

38
adalah pada objek kajiannya, Sri Rahayu menggunakan objek Novel Bumi

Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, sedangkan peneliti menggunakan

objek syair Imam Syafi’i.

39
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan metode untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu yang dilakukan secara ilmiah. Cara ilmiah berarti

kegiatan penelitian dilakukan berdasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional,

empiris, dan sistematis. Rasional berarti caranya masuk akal, empiris cara yang

digunakan dapat diamati oleh indra manusia, sedangkan sistematis berarti proses

yang dilakukan menggunakan langkah-langkah yang bersifat logis.87

3.1 Jenis Penelitian

Peneltian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dan jenis

penelitian ini yang digunakan adalah kepustakaan atau Library Research.

penelitian kepustakaan adalah penelitian yang memanfaatkan sumber

perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya. Tegasnya riset pustaka

membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa

memerlukan riset lapangan.88

87
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan dengan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan
R&D, (Bandung: Alfabeta, Cet. 23, 2016), hal. 2
88
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, Cet. 1,
2008), hal. 1-2

40
3.2 Jenis Data

3.2.1 Data Primer

Data primer adalah sumber data pokok (buku utama) yang menjadi

referensi inti oleh penelitian dari objek penelitiannya. Buku Syarah Diwan

Imam Asy-Syaf’I merupakan sumber data primer dalam penelitian ini.

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data tambahan yang digunakan sebagai

pelengkap dari data primer. Selain itu, sumber data sekunder juga digunakan

sebagai pembanding sumber data primer. Penelitian ini menggunakan sumber

data sekunder berupa buku, jurnal ilmiah, surat kabar dan internet yang

relevan dengan penelitian ini. Buku yang saya gunakan sebagai data sekunder

diantaranya:

a. Buku Ilmu Akhlak karangan Ahmad Beni Saebani dkk.

b. Buku Pendidikan Akhlak Berbasis Hadits Arba’in An Nawawiyah


karangan Amin Saifudin.

c. Buku Akhlakul Karimah karangan Muji.

d. Buku Pembelajaran Puisi, Apresiasi Dari Dalam Kelas karangan


Supriyanto.

e. Buku Pembelajaran Materi Pendidikan Akhlak karangan Husaini.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. 89 Dalam

pengumpulan data yang bersifat teori maka digunakan metode dokumentasi guna

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan dengan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan


89

R&D,...hal. 224

41
mengumpulkan berbagai teori dan pendapat serta peraturan yang berlaku dari

berbagai sumber yang tertulis seperti buku-buku, jurnal, dan lain sebagainya yang

berkaitan dengan pendidikan akhlak terutama dalam masalah-masalah konsepsi

pendidikan Islam. Peneliti menggunakan pengumpulan data dengan dokumentasi

sebagai alat pengumpul data karena penelitian ini penelitian kepustakaan.

Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data melalui teks-teks

tertulis maupun soft-copy edition, seperti buku, ebook, artikel-artikel dalam

majalah, surat kabar, buletin, jurnal, laporan atau arsip organisasi, makalah,

publikasi pemerintah, dan lain-lin.90 Sebagaimana Sugiono juga berpendapat

bahwa dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku.

Dokumentasi bisa berbetuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

dari seseorang.91 Metode dokumentasi ini dimaksudkan untuk memperoleh bukti-

bukti tertulis yang berkenaan dengan masalah yang dikaji yaitu tentang nilai-nilai

pendidikan akhlak dalam syair Imam Syafi'i.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknis analisis yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah analisis

konten atau kajian isi. Menurut Barelson, analisis konten adalah suatu teknik

penelitian untuk menghasilkan deskripsi yang objektif, sistematis mengenai isi

yang terungkap dalam komunikasi.92 Tujuan penelitian analisis konten, yaitu

menemukan konten (isi dan makna) komunikasi serta mengidentifikasi dan

mengategorisasi elemen yang muncul dan mengeksplorasi hubungannya.

90
Nurhadi dkk, Metode Penelitian Ekonomi Islam,(Bandung: CV.Media Sains Indonesia,
Cet. 1, 2021), hal. 133
91
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan dengan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan
R&D,...hal. 240
92
Darmiyati Zuchdi dkk, Analisi Konten Etnografi dan Grounded Theory, dan
Hermeneutika dalam Penenlitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. 1, 219), hal. 4

42
Dengan teknik analisis ini penulis akan menganalisis terhadap makna atau

isi yang terkandung dalam buku Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’I dan kaitannya

dengan nilai-nilai pendidikan akhlak.

43
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Biografi Imam Syafi’i

Imam Syafi’i adalah imam ketiga dari imam mazhab yang empat. Ia

adalah pembela hadits dan pembaharu abad kedua. Imam Ahmad bin Hanbal

berkata, “Diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa Allah Azza wa Jalla

membangkitkan umat ini di setiap penghujung seratus tahun orang yang

memperbaharui urusan agamanya. Umar bin Abdul Aziz pada penghujung

seratus tahun pertama dan aku berharap semoga Syafi’i pada penghujung

seratus tahun yang kedua.”93

Syafi’i menghabiskan hidupnya pada zaman Dinasti Abbasiyah, ia

adalah zaman kemajuan intelektual, perkembangan penerjemahan,

pengadopsian filsafat, kodifikasi ilmu, keragaman ras dalam masyarakat

Islam, banyaknya kejadian-kejadian sosial, kemunculan aliran-aliran

pemikiran yang beragam, kemunculan bencana zindiq, usaha para perusak

menyebarkan kerusakan dan dekadensi moral di tengah-tengah umat, timbul

perkumpulan-perkumpulan ahli ilmu kalam dan pendebat pendapat-pendapat

para pemberontak agama, muncul ciri khas-ciri khas yang jelas antara aliran

hadits dan riwayat dengan aliran pikiran dan rasio, melebarnya lapangan.

debat dan diskusi antara keduanya, dan Syafi’i lebih dekat pada aliran

pertama daripada aliran kedua.94

93
Ahmad Syurbashi, Al-Aimmah al-Arba’ah, Terj: Abdul Majid Alimin, Biografi Empat
Imam Mazhab, (Solo: Media Insani Press, Cet.2, 2006), hal. 207
94
Ahmad Syurbashi, Biografi Empat Imam Mazhab,...hal. 209

44
A. Kelahiran dan Nasabnya

Syafi’i lahir di Gaza, Palestina pada bulan Rajab tahun 150 Hijriah,

inilah pendapat paling masyhur menurut banyak ulama. Ada riwayat yang

mengatakan bahwa ia lahir di Asqalan, sebuah daerah yang berjarak sekitar

tiga farsakh (+8 Km) dari Gaza dan sejauh 2 atau 3 marhalah (jarak

perjalanan sehari di masa lalu) dari Baitul Maqdis. Ada lagi riwayat yang

lebih jauh dari yang sebelumnya, yaitu ia dilahirkan di Yaman.95

Untuk mengkompromikan ketiga pendapat ini, bahwa ia lahir di Gaza,

lalu tumbuh di Asqalan, dan Asqalan semuanya adalah kabilah Yaman,

inilah makna perkataan orang yang mengatakan ia lahir di Yaman. Yaqut

telah menyebutkan ketiga-tiganya riwayat kelahiran Syafi’i, lalu

mengomentari, “Tak diragukan lagi bahwa ia lahir di Gaza dan pindah ke

Asqalan hingga tumbuh dewasa.” Demikian pula yang dikatakan An-

Nawawi, “Pendapat paling masyhur yang dipegang oleh jumhur adalah

Syafi’i lahir di Gaza.”96

Syafi’i adalah keturunan Arab dari kabilah Quraisy. Silsilahnya adalah

Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin Sa’ib bin Ubaid

bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Muththalib bin Abdi Manaf bin Qushai bin

Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib, Abu Abdillah al-Quraisyi

asy-Syafi’i al-Makki, keluarga dekat Rasulullah SAW dan putra

pamannya.97

95
Ahmad Farid, Min A’lam as-Salaf, Terj: Masturi Irham, Asmu’i Taman, 60 Biografi
Ulama Salaf, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, Cet. 2, 2007), hal. 357
96
Ahmad Syurbashi, Biografi Empat Imam Mazhab,...hal. 210
97
Muhammad bin A.W. al-Aqil, Manhaj Al-Imam asy-Syafi’i fi Istbaatil Aqidah, Terj:
Nabhani Idris, Saefuddin Zuhri, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, Cet.
5, 2009), hal. 15

45
Al-Muththalib adalah saudara Hasyim, ayah dari Abdul Muththalib.

Kakek Rasulullah SAW dan kakek Imam Syafi’i bertemu nasabnya pada

Abdi Manaf bin Qushay, kakek Rasulullah SAW yang ketiga.98

Bapaknya meninggal ketika Syafi’i masih kanak-kanak, saat itu umur

Syafi’i belum menginjak dua tahun. Dia kemudian dibesarkan dan dididik

oleh ibunya yang bernama Fathimah al-Azdiyyah, salah satu kabilah di

Yaman yang hidup dan menetap di Hijaz. Ibunya melihat bahwa jika tetap

tinggal di Gaza maka sambungan nasabnya kepada Quraisy akan hilang dan

terhalangi mendapatkan pendidikan yang layak. Maka dia memutuskan

untuk membawa anaknya, Syafi’i ke Mekkah al-Mukarramah, dan tinggal di

sebuah kampung dekat Masjidil Haram yang disebut kampung al-Khaif.99

Syafi’i dibesarkan dalam kondisi fakir dan yatim. Hidup atas bantuan

keluarganya dari kabilah Quraisy, namun bantuan yang ia dapatkan sangat

minim, tidak cukup untuk membayar guru yang bisa mengajarkan tahfidz al-

Qur’an serta dasar-dasar membaca dan menulis, karena sang guru melihat

kecerdasan Syafi’i serta kecepatan hafalannya, maka ia dibebaskan dari

bayaran.100

Akhirnya Syafi’i tumbuh dewasa sebagai orang miskin, papa, dan

tidak memiliki apa-apa, hingga pada waktu mencari ilmu ia harus

mengumpulkan potongan-potongan tembikar, sobekan-sobekan kulit,

pelepah kurma, serta tulang-tulang unta untuk menulis, bahkan ia biasa pergi

98
Muhammad bin A. W. al-Aqil, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i,...hal. 15
99
Muhammad al-Jamal, Hayatul Aimmah, Terj: Khaled Muslih, Imam Awaluddin, Biografi
10 Imam Besar, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, Cet 5, 2006), hal. 61
100
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 61

46
ke kantor-kantor pemerintahan dan meminta pegawainya memberinya kertas

untuk ditulisi. 101

B. Karier Keilmuannya

Syafi’i tumbuh menjadi murid teladan yang sangat rajin. Memiliki

semangat dan kecerdasan yang luar biasa. Dengan ketekunannya ia belajar,

sehingga ia dapat menghafal al-Qur’an pada usia tujuh tahun dan hafal

kitab al-Muwaththa’ (karya Imam Malik) dalam usia sepuluh tahun. Pada

saat ia berusia 15 tahun, Syafi’i berfatwa setelah mendapat izin dari

syaikhnya yang bernama Muslim bin Khalid az-Zanji. Syafi’i menaruh

perhatian yang besar terhadap sya’ir dan bahasa, sehingga ia hafal sya’ir

dari suku hudzail. Bahkan, ia hidup bergaul bersama mereka selama

sepuluh atau dua puluh tahun menurut satu riwayat. Kepada merekalah

Syafi’i belajar bahasa Arab dan balaghah. Syafi’i juga banyak belajar hadits

kepada para syaikh dan imam. Dia membaca sendiri kitab al-Muwaththa’ di

hadapan Imam Malik dengan hafalannya hingga ia pun kagum terhadapnya.

Syafi’i juga menimba dari Imam Malik ilmu para ulama Hijaz setelah ia

banyak mengambil ilmu dari Syaikh Muslim bin Khalid az-Zanji, Syafi’i

juga mengambil banyak riwayat dari banyak ulama.102

Ketika masih tinggal di Makkah, Syafi’i sudah meriwayatkan hadits

dari para ulama besar. Ia telah mempelajari hadits Makkah, telah menghafal

fiqih Makkah, dan juga ia tidak berhenti mendalami bahasa Arab di

101
Ahmad Syurbashi, Biografi Empat Imam Mazhab,...hal. 212
102
Muhammad bin A. W. al-Aqil, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i,...hal. 21

47
Makkah dan di daerah pedalaman (badui) dan sekitarnya. Pada saat itu ia

baru berumur 20 tahun.103

Satu hal juga yang menjadi keistimewaan Syafi’i adalah kesukaannya

berpetualang ke berbagai negeri untuk mencari ilmu dari ulama ternama, di

samping untuk mendengarkan para sastrawan dan penyair, melihat kondisi

umat Islam dan tingkat pengetahuan mereka. Dalam hal ini ia berkata

dalam bait-bait syairnya;

“Tidak ada tempat bagi orang-orang cerdas dan beradab untuk


beristirahat, maka tinggalkan kampung halaman dan merantaulah.
Merantaulah! Engkau pasti akan mendapatkan ganti atas apa yang
engkau tinggalkan.
Dan gantilah pekerjaan dengan yang baru, karena kelezatan hidup
ada dalam pekerjaan baru.
Aku melihat air yang menggenang itu akan merusak, jika air itu
mengalir maka akan baik, sementara jika ia menggenang akan
rusak.”104

Dari perjalanan kehidupannya maka kita akan dapati banyaknya

petualangan dan pengembaraan yang dilakukannya dalam upaya pencarian

ilmu di negeri orang, di antaranya:

a. Perjalanan ke Madinah

Begitu umurnya menginjak 20 tahun, Syafi’i yang saat itu masih

tinggal di Makkah, menuntut dan mengajarkan ilmu yang ia peroleh, ia

begitu rindu untuk melihat Madinah al-Munawwarah dan mesjidnya yang

agung, serta mengunjungi makam Rasulullah SAW beserta dua sahabatnya,

Abu Bakar r.a. dan Umar r.a., dan bertemu dengan Imam Malik untuk

mengambil manfaat dari ilmu beliau. Pada saat itu kitab al-Muwaththa’

yang dikumpulkan oleh Imam Malik berupa hadits-hadist Rasulullah SAW


103
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 65
104
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 65

48
yang sangat masyhur di kalangan umat Islam. Mereka sangat antusias untuk

menulisnya, Syafi’i sempat meminjam buku ini dari seorang penduduk

Makkah, lalu ia menghafalnya dalam waktu yang relatif singkat. Lalu ia

pergi menghadap gubernur Makkah, meminta kepadanya untuk menuliskan

surat rekomendasi kepada gubernur Madinah agar dia diperkenalkan

kepada Imam Malik.105

Sesampainya Syafi’i di Madinah, ia memberikan surat tersebut

kepada gubernur, setelah membaca surat itu, Gubernur Madinah berkata:

“Wahai pemuda, aku lebih suka jalan kaki dari pedalaman Madinah ke

pedalaman Makkah daripada harus menghadap Imam Malik. Aku tidak

pernah melihat kehinaan itu hingga aku berdiri di depan pintunya.”

Akhirnya ia pun membuat janji dengan Imam Malik pada waktu ashar, lalu

berangkatlah mereka kepadanya.106

Setelah melakukan beberapa kali pendekatan kepada orang-orang

yang memiliki kedekatan dengan Imam Malik, akhirnya Syafi’i dapat

bertemu dengan Imam Malik, ternyata ia adalah seorang syaikh yang

berbadan tinggi dan penuh wibawa, serta mengenakan baju gamisyang

berwarna hijau.107

Akhirnya, Syafi’i pun tinggal di Madinah hingga Imam Malik wafat,

walaupun tidak terus-menerus, melainkan diselingi oleh kepulangannya ke

Makkah untuk menengok ibunya. Ia belajar kitab al-Muwaththa’ di

hadapan Imam Malik dengan hafalannya, mengkaji fiqih ulama-ulama

105
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 66
106
Muhammad bin A. W. al-Aqil, Manhaj Aqidah ImamSyafi’i,...hal. 24
107
Muhammad bin A. W. al-Aqil, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i,...hal. 24

49
Hijaz darinya, bahkan Syafi’i telah mengambil hampir semua ilmu yang

dimiliki oleh Imam Malik dan menghimpun ilmu para syaikh yang ada di

Madinah.108

b. Perjalanan Menuju Irak dan Negeri Persia

Syafi’i telah mengetahui bahwa di Irak, dimana Imam Abu Hanifah

pernah tinggal, memiliki banyak ulama. Sehingga ia beristikharah dan

bertekad untuk bertemu dengan mereka. Di antara ulama tersebut adalah

sahabat sekaligus murid Imam Abu Hanifah yaitu Abu Yusuf dan

Muhammad bin Hasan. Ia ke sana lagi-lagi untuk menuntut ilmu.109

Sesampainya Syafi’i di Irak, ia pun mendatangi Imam Muhammad

bin Hasan untuk belajar secara insentif mengenai ilmu fiqih dan hadits yang

diriwayatkan oleh ulama-ulama Irak. Ia menuliskan buku-bukunya lalu

membacakan kembali buku-buku itu kepadanya, sampai-sampai Syafi’i

berkata, “Kesabarannya terhadapku seperti kesabarannya unta, karena

dengan sabar ia mendengarkan bacaanku.110

Syafi’i sangat menghormati Imam Muhammad bin Hasan, sekalipun

di antara keduanya sering berdebat dan berselisih pendapat. Perselisihan

keduanya telah terkenal karena mazhab Imam Syafi’i adalah mazhab ahlul

hadits, sedangkan mazhab Muhammad bin Hasan adalah mazhab ahlu ra’yi

(mazhab yang mengedepankan akal). Meskipun demikian, ia tetap

menghormati dan cinta terhadap gurunya, Muhammad bin Hasan.111

108
Muhammad bin A. W. al-Aqil, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i,...hal. 25
109
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 70
110
Muhammad bin A. W. al-Aqil, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i,...hal. 33
111
Muhammad bin A. W. al-Aqil, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i,...hal. 33

50
Setelah Syafi’i tinggal beberapa waktu di Kufah bersama gurunya

Muhammad bin Hasan dan menulis banyak buku darinya, ia pun hendak

pergi meninggalkan Irak untuk meneruskan petualangannya dalam mengais

ilmu. Ia ingin sekali mengelilingi beberapa kota di Irak, Negeri Persia, dan

tempat-tempat lainnya. Ia pun pamit kepada gurunya, kemudian diberikan

bekal untuk perjalanannya, Syafi’i pun menerimannya dengan senang hati

sambil mendoakannya.112

Setelah berpamitan, uang yang diterima dari Muhammad bin Hasan

dia pakai untuk keliling Negeri Persia dan sekitarnya. Dengan rute Irak

utara, lalu menuju Negeri Persia sebelah selatan, tepatnya di kota Anadhal

lalu menuju Al-Harran dan menginap di sana beberapa waktu, lalu

melanjutkan ke Palestina dan menginap di Ramlah (sebelah selatan Baitul

Maqdis).113

Perjalanan ini memakan waktu tepat dua tahun, yaitu dari tahun 182-

184 H, dari apa yang dia hafal dan pelajari dari ulama ternama, serta

wawasan tentang kondisi umat, baik dari sisi akhlak maupun adat, membuat

keilmuan Syafi’i bertambah secara drastis.114

c. Perjalanan ke Yaman

Syafi’i berangkat ke Yaman disebabkan oleh hakim Yaman yang

pada saat itu sedang berada di Makkah, namanya adalah Mush’ab. Ia

112
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 72
113
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 72
114
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 72

51
menyanggupi untuk mencarikan Syafi’i pekerjaan di sana. Akhirnya mereka

berangkat menuju Yaman.

Setelah sesampainya Syafi’i di Yaman, ia pun mendapatkan

pekerjaan. Pekerjaan ini berkaitan dengan peradilan, sehingga pekerjaan ini

sangat sesuai dengan pemahaman, keahlian dan bidangnya. Disini Syafi’i

benar-benar berbuat maksimal sehingga mendapat pujian dan ucapan terima

kasih dari berbagai pihak. Dia pun mulai terkenal di kalangan khalayak

ramai. Dia menjalankan tugasnya sesuai dengan amanat yang diembankan,

dan sesuai dengan petunjuk agama.115

Syafi’i pun ingin diangkat menjadi hakim di Najran. Penduduknya

mencoba untuk mendekati dan mengambil perhatian Syafi’i, seperti yang

mereka lakukan terhadap hakim-hakim sebelumnya, namun nampaknya kali

ini mereka gagal, mereka tidak mendapatkan sambutan terhadap rayuan

mereka. Dia tetap istiqamah dalam menegakkan keadilan dan

menumbangkan kebatilan. Untuk itu mereka mulai merancang sebuah

makar yang keji, dengan cara menghasut Amirul Mukminin bahwa Syafi’i

melawan pemerintahan pusat. Makar ini hampir saja merenggut nyawanya,

hingga pada akhirnya ia pun terbebas dari fitnah yang menimpanya di

Yaman, kemudian ia meninggalkannya dan kembali ke Makkah.116

d. Perjalanan ke Baghdad

Perjalanan Syafi’i ke Baghdad kali ini merupakan perjalanan untuk

kedua kalinya. Ini terjadi pada tahun 195 H, setelah Syafi’i mendapatkan
115
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 74
116
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 75

52
kemasyhuran yang cukup besar, lewat ulama-ulama besar hadits dan fiqih,

seperti; Ahmad bin Hambal, Ishak bin Rahawaih, dan Abdurrahman bin

Mahdi. Ulama terakhir inilah yang meminta Syafi’i untuk menulis bukunya

yang terkenal “Ar-Risalah” buku yang memuat seluruh gagasan fiqh Imam

Syafi’i.117

Di sanalah Ahmad bin Hambal berjumpa dengan Syafi’i, yang

sebelumnya mereka pernah bertemu di Madinah. Ia mengambil ilmu darinya

dan ia memujinya dan berkata: “Dulu putusan-putusan kami, Ashhabul

Hadits didominasi oleh sahabat-sahabat Abu Hanifah. Putusan-putusan itu

tidak dicabut hingga datang Imam Syafi’i. Dia adalah orang yang paling

paham tentang Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW. Ia tidak puas

dengan hanya mencari sedikit hadits.”118

Syafi’i memasuki Baghdad seraya mengumumkan ijtihadnya, dengan

berbekal ilmu, argumentasi yang kuat, serta kemampuan untuk menjelaskan

ide-idenya; senjata yang mengantarkannya mampu berdialog dengan siapa

saja dalam masalah sunnah dan fiqih.119

Syafi’i mendatangi Masjid Jami’ barat kota Baghdad yang biasanya

diadakan halaqah ilmu, ia menempati salah satu sudut dan mulai

menyampaikan pelajaran dalam bidang ushul fiqih, kaidah serta sumber-

sumber fiqih, dan para pelajar dan ulama berbondong-bondong datang untuk

menimba ilmunya. Sementara Syafi’i terus menyampaikan mazhabnya

dengan dalil dan argumentasi yang kuat dan akurat, sehingga setiap hari

mereka menemukan pemahaman dan informasi baru tentang Kalamullah

117
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 78
118
Muhammad bin A. W. al-Aqil, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i,...hal. 37
119
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 78

53
dan hadits Rasulullah SAW. Sehingga para ulama mau tak mau harus

mengakui kredebilitas keilmuannya, selanjutnya ia menjadi sangat populer

di mata masyarakat.120

Syafi’i tidak terlalu lama tinggal di Baghdad, hanya kurang lebih dua

tahun, itupun terkadang bolak-balik antara Makkah dan Irak, dan setelah itu

ia pergi ke Mesir dan menetap di sana hingga akhir hayatnya. Al-Hasan bin

Muhammad az-Za’farani berkata: Imam Syafi’i datang ke negeri kami pada

tahun 195 H, dan menetap selama dua tahun. Setelah itu ia pergi ke Makkah

lalu datang lagi pada tahun 198 H, dan tinggal beberapa bulan dan setelah

itu ia pergi ke Mesir.121

e. Perjalanan ke Mesir

Setelah Imam Syafi’i kembali ke Irak, telah terjadi beberapa peristiwa

di ibu kota kekhalifahan. Hal itu menjadikannya berencana meninggalkan

Irak selamanya. Peristiwa paling besar yang menimpa adalah dikuasainya

Khalifah al-Ma’mun oleh para ulama ilmu kalam, sehingga merebaklah

bid’ah dan matilah ajaran-ajaran sunnah. Terdengarlah olehnya bahwa

Khalifah mulai terjebak ke dalam pembahasan-pembahasan ilmu kalam,

sementara Imam Syafi’i adalah seorang ahli dalam ilmu kalam dan tahu

orang-orangnya, dan di antara fitnahnya adalah menganggap al-Qur’an

sebagai makhluk, bukan kalamullah yang qadim. Inilah di antara faktor

paling besar yang melatarbelakangi keinginan Imam Syafi’i untuk

120
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 78
121
Muhammad bin A. W. al-Aqil, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i,...hal. 37

54
meninggalkan Irak dan pindah ke sebuah negeri yang belum dimasuki oleh

filsafat. Negeri yang menjadi pilihannya adalah Mesir.122

Dalam kepergiannya ini Imam Syafi’i ditemani oleh sejumlah murid-

muridnya, di antaranya; ar-Rabi’ al-Mirawi, Abdullah bin az-Zubair al-

Humaidi dan yang lainnya. Tiba di Mesir pada bulan Syawwal tahun 199 H,

al-Abbas bin Musa penguasa baru Mesir meminta Imam Syafi’i untuk

tinggal di rumahnya, namun ia menolak dan memilih untuk tinggal bersama

Bani Azdi.123

Pagi harinya, seorang alim bernama Abdullah bin Abdul Hakam

datang menemui Imam Syafi’i, ia adalah seorang ulama besar Mesir saat itu

dan salah seorang yang didiktekan al-Muwaththa’ oleh Imam Syafi’i ketika

berada di Madinah.124

Imam Syafi’i pun mulai menyampaikan pelajaran di Masjid Amru bin

al-Ash setelah shalat subuh, langsung satu hari setelah kedatangannya.

Banyak laki-laki maupun perempuan yang hadir secara rutin ke majlis ini,

untuk mendengarkan pelajaran yang disampaikan olehnya.125

Pelajaran yang disampaikan oleh Imam Syafi’i tidak dikhususkan

untuk kalangan tertentu, namun dihadiri oleh para murid dan pelajar dari

berbagai kalangan. Majlis ini diatur berbentuk halaqah, dimana sang guru

duduk di tengah sementara para murid duduk mengelilinginya. Imam Syafi’i

sendiri duduk di atas kursi yang agak tinggi agar bisa melihat semua yang

hadir, dan mereka pun dapat melihatnya.126

122
Muhammad bin A. W. al-Aqil, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i,...hal. 38
123
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 81
124
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 81
125
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 82
126
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 82

55
Pelajaran yang disampaikan oleh Imam Syafi’i dimulai dalam bidang

al-Qur’an. Pelajaran ini berlangsung hingga matahari terbit. Ketika matahari

mulai sedikit meninggi, maka pelajaran dilanjutkan dalam bidang hadits,

para pecinta hadits pun mulai berdatangan. Apabila matahari telah

meninggi, para pelajar hadits pun mulai pulang dan pelajar fiqih mulai

berdatangan. Lalu pada jam pelajaran terakhir, para pelajar dalam bidang

sastra, syair, bahasa, dan nahwu berdatangan. Seperti inilah kehidupan

Imam Syafi’i semenjak berada di Mesir. Dipenuhi dengan ta’lim, talaqqi,

dan kegiatan keilmuan lainnya yang ia ajarkan kepada masyarakat di sana.127

Di sanalah ilmu dan keluasan pandangan Imam Syafi’i terlihat dan

tersebar. Hal itu didapatkan dari pengembaraanya, dan ia telah banyak

mengambil pelajaran dari pengembaraan itu. Ia telaah kitab-kitab yang telah

ditulisnya lalu ia perbaiki kesalahannya. Dia banyak meralat pendapat-

pendapatnya dengan mengemukakan pendapat-pendapat barunya, lalu ia

pun kembali mengarang kitab. Karena itu, tidak sedikit dari para ulama yang

terpengaruh oleh ilmu, manhaj, dan keteguhannya mengikuti sunnah.

Demikianlah terus yang ia lakukan hingga akhir hayatnya.128

f. Wafatnya Imam Syafi’i

Di akhir hayatnya, Imam Syafi’i sibuk berdakwah, menyebarkan

ilmu, dan mengarang di Mesir, sampai hal itu memberikan mudharat kepada

tubuhnya. Akibatnya, ia terkena penyakit wazir yang menyebabkan


127
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar,...hal. 83
128
Muhammad bin A. W. al-Aqil, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i,...hal 40

56
keluarnya darah. Tetapi karena kecintaannya terhadap ilmu, Imam Syafi’i

tetap melakukan pekerjaannya itu dengan tidak mempedulikan sakitnya,

sampai akhirnya ia wafat pada bulan Rajab tahun 204 H. Semoga Allah

Ta’ala memberikan rahmat yang luas kepadanya.129

Seorang Baduwi muslim bertanya tentang Imam Syafi’i setelah

kematiannya, “mana bulan halaqah ini dan mataharinya?” “Beliau telah

wafat, rahimahullah.” Jawab mereka. Akhirnya Si Baduwi itu menangis

seraya mengatakan, “Semoga Allah Ta’ala merahmatinya dan

mengampuninya, ia telah membuka orang yang telah tertutup hujjahnya

dengan kefasihannya, menutup wajah musuhnya dengan kejelasan hujjah,

membasuh wajah-wajah hitam dari cela, dan melapangkan pintu-pintu yang

sempit dengan pendapatnya.130

C. Karya, Guru, dan Murid-Muridnya

a. Karya- karya

Kitab-kitab yang disusun oleh Imam Syafi’i memiliki peranan dan

kedudukan yang tinggi di kalangan para ulama sejak masanya hingga

sekarang. Imam Ahmad bin Hanbal pernah mengatakan, “Saya belum

pernah melihat kitab fiqih selain kitabnya Imam Syafi’i.” Adapun kitab-

kitab yang beliau susun adalah:131

1) Al-Umm

2) Jami’ al-Muzanni al-Kabir

3) Jami’ al-Muzanni ash-Shagir

4) Mukhtashar al-Muzanni
129
Muhammad bin A. W. al-Aqil, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i,...hal 40
130
Ahmad Syurbashi, Biografi Empat Imam Mazhab,...hal. 266
131
Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf,... hal. 376-377

57
5) Mukhtashar ar-Rabi’

6) Mukhtshar al-Buwaithi

7) Kitab Harmalah

8) Kitab Hujjah

9) Ar-Risalah al-Jadidah

10) Ar-Risalah al-Qadimah

11) Al-Amali

12) Al-Imla’

13) Ahkamul Qur’an

14) Musnad asy-Syafi’i

15) Sunan li asy-Syafi’i

16) Kitab Ikhtilaf al-Iraqiyyin

17) Kitab Ikhtilaf Ali wa Ibnu Mas’ud

18) Kitab Ikhtilaf Malik wa asy-Syafi’i

19) Kitab Jima’ul Ilmi

20) Kitab Shifatu Nahyi Rasulillah

21) Kitab Ibthalul Istihsan

22) Kitab ar-Radd ‘ala Muhammad bin Hasan

23) Kitab al-Qur’ah

b. Guru-Guru

Di antara ulama yang pernah menjadi gurunya adalah sebagai

berikut:132

1) Guru-gurunya di Makkah:
132
Ahmad Musthafa al-Farran, Tafsir al-Imam asy-Syafi’i, Terj: Ali Sultan, Fedrian
Hasmand, Tafsir Imam Syafi’i, (Jakarta: Penerbit Almahira, Cet.1, 2008), hal. 121-123

58
a. Muslim bin Khalid az-Zanji

b. Sufyan bin Uyainah

c. Sa’id bin Salim bin al-Qidah

d. Daud bin Abdurrahman bin al-Athar

e. Abdul Hamid bin Abdul Aziz bin Abu Daud

2) Guru-gurunya di Madinah:

a. Malik bin Anas

b. Ibrahim bin Sa’ad al-Anshari

c. Abdul Aziz bin Muhammad ad-Darawardi

d. Ibrahim bin Yahya al-Aslamy

e. Muhammad bin Sa’id bin Abu Fadik

f. Abdullah bin Nafi’ ash-Shaigh

3) Guru-gurunya di Yaman:

a. Muthraf bin Mazin

b. Hisyam bin Yusuf Qadhi Shan’a

c. Umar bin Abu Maslamah murid al-Auzai

d. Yahya bin Hasan murid Laits bin Sa’ad

4) Guru-gurunya di Irak:

a. Muhammad bin Hasan asy-Syaibani

b. Waki’ bin Jarrah al-Kufi

c. Abu Usamah Hammad bin Usamah al-Kufi

d. Ismail bin Athiyah al-Bashri

e. Abdul Wahab bin Abdul Majid al-Bashri

c. Murid-Murid

59
Majlis ta’lim Imam Syafi’i menyebar di banyak tempat; di Masjid

Nabawi (Madinah), Masjidil Haram (Makkah), beberapa masjid di Irak,

Mesir, dan lain-lain. Karena itu tak heran jika muridnya juga banyak dan

ada di banyak tempat. Kemudian mereka lalu menjadi ulama dan pemuka

Islam pada masa mereka masing-masing. Di antara murid-muridnya yang

paling terkenaal adalah:133

1) Murid-muridnya di Makkah:

a. Abu Bakar al-Humaidi

b. Ibrahim bin Muhammad bin Abbas

c. Abu Bakar bin Muhammad bin Idris

d. Musa bin Abul Jarud

2) Murid-muridnya di Baghdad (Irak):

a. Al-Hasan as-Shabbah az-Za’farani

b. Husain bin Ali al-Karabisi

c. Abu Tsaur al-Kalabi

d. Ahmad bin Muhammad al-Asy’ari al-Bashri

e. Imam Ahmad bin Hanbal

3) Murid-muridnya di Mesir:

a. Harmalah bin Yahya

b. Yusuf bin Yahya al-Buwaithi

c. Ismail bin Yahya al-Muzanni

d. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam

e. Rabi’ bin Sulaiman al-Jizy

f. Yunus bin Abdul A’la ash-Shadafy


133
Ahmad Musthafa al-Farran, Tafsir al-Imam asy-Syafi’i,...hal. 124-125

60
g. Ahmad bin Sibthi Yahya bin al-Wazir al-Misry.

4.2 Hasil Penelitian

Pendidikan akhlak adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh seorang

pendidik untuk membentuk kebiasaan atau tabiat yang baik dan mulia kepada

peserta didik sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah.

Dalam syair-syair Imam Syafi’i terdapat nilai-nilai pendidikan akhlak

diantara sebagai berikut :

A. Sabar dalam Menuntut Ilmu

Sabar secara definisi KBBI adalah tahan dalam menghadapi cobaan (tidal

lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, tabah) dan tenang tidak

tergesa-gesa”.134 Dengan kesabaran seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan,

konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapai berbagai macam

cobaan. Sabar ada berbagai macam, diantaranya: sabar dalam menjalankan

ketaatan perintah Allah, sabar dalam menahan perbuatan maksiat, sabar tarhadap

takdir Allah, dan juga sabar dalam menuntut ilmu. Sabar dalam menutut ilmu

terdapat dalam syair Imam Syafi’i yang berbunyi:

‫اِصبِر عَلى ُم ِّر ال َجفا ِمن ُم َعلِّ ٍم‬

‫ُسوب ال ِع ِلم في نَفَراتِ ِه‬


َ ‫فَِإ َّن ر‬

ً‫َو َمن لَم يَ ُذق ُم َّر التَ َعلُّ ِم سا َعة‬

‫تَ َذ َّر َع ُذ َّل ال َجه ِل طو َل َحياتِ ِه‬

‫َو َمن فاتَهُ التَعلي ُم َوقتَ َشبابِ ِه‬

‫فَ َكبِّر َعلَي ِه َأربَعا ً لِ َوفاتِ ِه‬

‫ذات الفَتى َوهَللا ِ بِال ِع ِلم َوالتُقى‬


ُ ‫َو‬

‫ِإذا لَم يَكونا ال اِعتِبا َر لِذاتِ ِه‬

134
Edi Mawardi, 40 Hadits penuntut Ilmu, (Jakarta: Guepedia, Cet. 1, 2021), hal. 46

61
Artinya: “Sabarlah kamu akan pahitnya seorang guru, sebab mantapnya
ilmu karena banyaknya guru. Barang siapa yang tak sudi merasakan
pahitnya belajar, Ia akan bodoh selama hidupnya. Barang siapa yang
ketinggalan belajar pada waktu mudanya, bertakbirlah kepadanya empat
kali, anggap saja ia sudah mati. Seorang pemuda akan berarti apabila ia
berilmu dan bertakwa, apabila kedua hal itu tidak ada dalam dirinya maka
pemuda itu pun tak bermakna lagi.”135

Bagi Imam Syafi’i, bersabar saat proses pendidikan dan pembelajaran serta

bersabar kepada seorang guru merupakan kunci sebuah kesuksesan. Seorang

murid jika melukai hati gurunya, maka tidak ada keberkahan pada ilmunya dan

sangat sedikit mendapatkan manfaatnya. Karena etika kepada guru yang selalu

dipegang teguh oleh Imam Syafi’I mengantarkan beliau menjadi seorang ulama

dengan keilmuan yang diakui sampai saat ini.

B. Takwa kepada Allah SWT.

Takwa merupakan suatu perbuatan yang menandakan seorang muslim yang

beriman. Di dalam Al-Qur’an banyak sekali kata takwa, karena takwa merupakan

perintah Allah SWT. Setiap muslim wajib memiliki sikap takwa kepada Allah

SWT dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Karena

takwa merupakan sebaik-baiknya bekal menghadap Allah SWT. Sebagaiman

pesan Imam syafi’i yang disampaikan dalam syairnya yang berbunyi:

‫يريد البشر دائ ًما أن تتحقق رغباتهم‬.

‫ فإن هللا ال ينوي إال ما يشاء‬، ‫ومع ذلك‬.

‫يتحدث البشر دائ ًما عن خدماتهم وثرواتهم‬.

‫في حين أن التقوى هي أفضل ما يلزم‬.

Manusia selalu menghendaki agar keinginannya dipenuhi.


Namun, Allah bermaksud untuk memenuhi yang dikehendakinya saja.
Manusia selalu berbicara tentang jasa dan hartanya.
Padahal takwa kepada Allah adalah sebaik-baik yang diperlukan.136
135
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 84
136
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 136

62
Takwa merupakan salah satu fondasi keimanan. Tanpa adanya takwa maka

tidak akan kuat fondasi keimanan seseorang yang menyebabkan kerusakan bahkan

robohnya keimanan. Dengan adanya takwa, maka akan terbentuk sebuah

peradaban di masyarakat yang berakhlak mulia sehingga terhindar dari berbagai

kerusakan dan kehancuran.

C. Menjaga Lisan

Setiap orang harus mampu menjaga lisannya, menjaga lisan berarti menahan

diri dari perkataan-perkataan yang tidak baik yang dapat melukai perasaan orang

lain. Sebagaiman perkataan Imam Syafi’I dalam syair, beliau berpesan agar

manusia selalu menjaga lisan, adapun bunyi syairnya sebagai berikut:

‫!انتبه لسانك يا رجل‬

‫ فاللسان ثعبان‬، ‫ال تدعها تعضك‬.

‫قتل الكثير من الناس بلسانه‬.

‫ كان يخافه أصدقاؤه في السابق‬، ‫في الواقع‬.

Jagalah lisanmu, wahai manusia!


Jangan sampai ia menggigitmu, karena lisan itu ular.
Banyak orang mati terbunuh oleh lisannya.
Padahal, sebelumnya ia ditakuti kawan-kawannya.137

Dari syair Dari syair ini Imam Syafi’i mengingatkan kepada kita akan

bahayanya lisan. Beliau mengibaratkan lisan sebagai ular yang bisa menggigit

sewaktu-waktu. Memang benar bahwa pepatah Arab mengatakan, seseorang bisa

menjadi celaka lantaran dua hal, yakni hati dan lisannya.

D. Etika dalam Berdebat

Perlu umat Muslim ketahui, bahwa debat dalam Islam diperbolehkan

apabila hal tersebut diperlukan. Apalagi kita sebagai umat Islam, tentu harus
137
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 323

63
berakhlak mulia menjaga etika dan segala perbuatan ketika sedang melakukan

perdebatan. Didalam syair Imam Syafi’I beliau mengajarkan etika dalam berdebat,

adapun bunyi syairnya:

‫أنا أجادل مع شخص ليس ألنني أحب البحث‬

‫ في قلبي ال ذرة من المعرفة‬.‫ أخطائه‬،

‫ أنا ال أتجادل مع‬.‫ما لم يكن في الجميع‬

)‫شخص إال على أساس الحكمة (النصيحة‬.

Aku berdebat dengan seorang bukan karena aku suka mencari


Kesalahan-kesalahannya . dihatiku tiada secuil ilmu pun,
Kecuali hal itu ada disetiap orang. Aku tidak berdebat dengan
Seseorang, kecuali atas dasar kebijaksanaan (nasihat).138

Imam Syafi’i adalah seorang figur yang dapat kita jadikan teladan. Tidak

hanya dikenal sebagai seorang berilmu, tetapi ia juga dikenal sebagai orang

tawadhu. Setiap orang yang berhadapan langsung dengan akan merasakan

ketakjuban dengan akhlak yang dimilikinya. Dalam syair beliau di atas dapat kita

ambil sebuah pelajaran bahwa dalam berdebat atau berdiskusi kita tidak boleh

mencari kesalah-kesalahan orang lain atau aib lawan bicara kita dengan maksud

untuk menjatuhkan dan memalukan lawan bicara kita, akan tetapi yang lebih

diutamakan adalah memberikan sebuah nasiha kebenaran dan kebijaksaan.

E. Qona’ah dan Tidak Tamak

Qona’ah merupakah salah satu ahklak terpuji yang harus tertanam dalam

setiap jiwa manusia tidak terkecuali umat Islam itu sendiri. Qona’ah secara bahasa

berasal dari kata al-qani’u-walqanuu’u-walqaani’u yang artinya merasa puas

dengan apa yang diterima, yang puas, rela atas bagiannya. 139 Qona’ah juga berati

sikap rela menerima dan merasa cukup terhadap apa yang ia miliki atau tidak
138
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 153
139
Muji, Akhlakul Karimah,...hal. 128

64
serakah. Orang yang bersikap qona’ah maka tidak akan muncul kegelisahan

didalam hati apabila terdapat kekurangan dalam hidupnya. Dalam syair Imam

Syafi’i berbunyi:

‫العبد الحر هو القناع‬.

‫ فإن الشخص الحر الذي يشبه العبد جشع‬، ‫وفي الوقت نفسه‬.

‫فكنوا قناعة ألن‬

‫ليس في قناعته إال الجشع‬.

“Seseorang hamba yang merdeka adalah ia yang qana’ah.


Sementara, orang yang merdeka tetapi seperti budak adalah ia yang tamak.
Maka, bersikap qana’ahlah, sebab
Di dalam ketidak qana’ahan itu hanyalah ketamakan.”140

Dari syair tersebut terdapat pelajaran bahwa orang yang merdeka adalah

orang yang memiliki sikap qona’ah yakni merasa cukup terhadap pemberian Allah

SWT., maka ia tidak akan diperbudak oleh ketamakan dan kerakusan yang

senantiasa mengintai dirinya. Sedangkan seseorang disebut budak tidak hanya dia

diperbudak oleh sesama manusia, hal-hal yang bersifat materialisme, harta ,tahta,

atau yang lain darinya, maka tanpa disadari dia telah diperbudak oleh

ketamakannya sendiri. Oleh sebab itu, agar manusia tidak diperbudak oleh

ketamakan maka ia harus rela menerima dan merasa cukup terhadap apa yang

telah dianugerah Allah SWT Kepada dirinya.

F. Bermurah Hati

Sifat Murah hati merupakan sifat yang akan membuat kita merasa tenang

karena penguasaan terhadap nafsu yang kita memiliki, sehingga ketika kita

merasakan hawa amarah kita dapat menahannya. Imam Syafi’i berkata dalam

syair yang berbunyi:

140
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 220

65
‫ من يؤذيني أو يؤذيني‬،

‫سأظل أغفر له وأكون كري ًما له‬

‫كعالمة امتناني له‬.

‫هل تريد أن تكون عائقًا أمام المؤمن يوم القيامة‬.

‫أم تريد أن تكون أسوأ من أهل محمد؟‬

“Barang siapa mencelaku atau mencelakaiku,


Aku akan tetap memaafkan dan bermurah hati kepadanya
Sebagai tanda syukur nikmatku kepada-Nya.
Apakah kamu ingin menjadi penghalang seorang mukmin pada hari
pembalasan.
Atau kamu ingin menjadi seburuk-buruknya umat Muhammad?.”141

Dalam bait syair tersebut, Imam syafi’i menjelaskan kepada kita mengenai

sikap rendah hati terhadap orang yang mencelakai kita, atau orang yang

menghalangi setiap urusan kita. Dalam menghadapi hal itu kita bersikap murah

hati dan memaafkan saja sebagai wujud tanda syukur kita kepada Allah SWT.

Yang telah memberikan begitu banyak nikmat kepada kita.

G. Lemah Lembut

Lemah lembut sendiri mengandung arti kelembutan dalam setiap perkataan

dan perbuatan. Dalam keseharian, sikap seperti inilah yang harus dikedepankan.

Menjauhi diri dari sikap kasar yang bisa mendatangkan keburukan. Bersikap

lemah lembut justru akan mendatangkan sebuah kebaikan. Imam Syafi’i berkata

dalam bait syairnya yang berbunyi:

‫ وبفضلهم صرت مجيدًا‬، ‫لقد أذللت نفسي لهم‬.

‫والسبب هو أن الروح التي ال تحتقرها لن تكون نبيلة أبدًا‬.

“Kepada mereka kurendahkan diri, dan berkat mereka diriku menjadi


mulia.

141
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 91

66
Pasalnya, jiwa yang tidak kamu rendahkan, ia tidak akan pernah menjadi
mulia.”142

Dari syair tersebut mengandung sebuah makna bahwa untuk mendapatkan

sebuah kemuliaan diperlukan sikap lemah lembut, yakni merendahkan jiwa

terhadap orang lain membantu dan melayani orang secara mulia, maka akan

tumbuh sikap dan akhlak mulia dalam diri kita. sehinga mengantarkan jiwa kita

menjadi mulia.

H. Pemaaf

Pemaaf merupakan salah satu akhlak terpuji, ada sebagian orang

beranggapan bahwa meminta maaf itu mudah, namun tak semua bisa memaafkan,

terkadang memang ada benarnya, memaafkan memang bukan perkara yang

mudah. Namun perlu diperhatikan, jika kita sulit memaafkan, maka akan banyak

dendam di hati kita, terlebih kita akan sulit melupakan kesalahan orang lain

terhadap apa yang diperbuat kepada kita. Dalam syair Imam Syafi’i beliau

mengjarkan kita agar memiliki sifat pemaaf, adapun bunyinya:

‫ تقبل عذر الشخص الذي يعتذر لك‬،

‫إنه صادق معك وكذبة‬.

‫ ظاهريا يخضع لك‬، ‫الشخص الذي يرضيك‬.

‫بينما من يعصيك سيحترمك في غيابك‬.

“Terimalah alasan orang yang minta maaf kepadamu,


Baik ia jujur kepadamu maupun dusta.
Orang yang memuaskan dirimu, secara lahiriah ia tunduk kepadamu.
Sedang orang yang mendurhakaimu akan menghormatimu apabila kamu
tidak ada.”143

Dari bait-bait syair yang disampaikan oleh Imam Syaf’i mengandung makna

nasihat yang begitu jelas. Bahwa Imam Syafi’i memberikan sebuah pesan agar
142
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 360
143
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 152

67
kita memiliki sifat pemaaf, yakni mampu memaafkan kesalahan orang lain dan

mau menerima alasan orang yang meminta maaf kepada kita apa pun niat mereka

baik ia jujur ataupun dusta.

I. Jujur dan Tidak Menipu

Kejujuran merupakan kunci sebuah kesuksesan, baik dalam kehidupan di

dunia maupun dalam mencapaikan kehidupan di akhirat. Jujur adalah suatu sikap

yang lurus hati, menyatakan yang sebenar-benarnya tidak berbohong atau

menyatakan sesuatu sesuaii dengan fakta yang terjadi. Jujur juga dapat diartikan

tidak curang, melakukan sesuatu sesuai dengan aturan yang berlaku dan lain

sebagainya. Jujur juga bisa bermakna kesesuaian antara niat dengan ucapan dan

perbuatan seseorang. Dalam syair Imam Syafi’i terdapat pesan agar kita bersikap

juju dan tidak menipu yang berbunyi:

‫أرى عندما الغش شيء نبيل في هذا العالم‬.

‫كان فوق رؤوس الناس بينما كان الكالم الناري‬.

‫ عندما يكون مثلي ليس نبيال إطالقا‬،

‫لذا فهو مثل طفل يلعب في الوجبات الخفيفة‬.

“Aku lihat, apabila menipu itu mulia di dunia ini.


Ia berada diatas kepala orang sembari pidato berapi-api.
Apabila ia seperti aku tidak mulia sama sekali,
Maka ia seperti anak kecil yang bermain-main di jajanan.”144

Dari bait-bait syair diatas dapat diambil sebuah pelajaran bahwa kita

dilarang untuk menipu karena menipu termasuk akhlak yang dicela. Untuk itu

perlunya kita menanamkan dalam diri kita sifat kejujuran agar terhindari dari sifat

menipu ini. Sifat jujur akan mengantarkan manusia pada tingkat mulia, baik

dalam pandangan manuisa maupun dalam pandangan Allah SWT.


144
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 64

68
J. Saling Menghormati

Di dalam istilah bahasa Arab sikap saling menghormati disebut dengan kata

tasamuh. Tasamuh adalah bersikap menerima dan damai terhadap keadaan yang

dihadapi, misalnya toleransi dalam agama, maksudnya antar agama saling

menghormati hak dan kewajiban masing-masing tidak saling menganggu sesuai

dengan ajaran syariat Islam. Tasamuh juga bermakna sikap menghormati orang

lain untuk melaksanakan hak-haknya. Imam syafi’i telah menuturkan dalam bait-

bait syair mengenai sikap saling menghormat, yakni sebagai berikut:

‫ فإنهم سيحترمونه أيضًا‬، ‫من يحترم اآلخرين‬.

‫من يهينهم لن يحترم‬.

‫ األشخاص الذين تم الوفاء بحقوقهم من قبل اآلخرين‬،

‫ لقد كان شخصًا ظال ًما‬، ‫لكنه لم يطيعهم‬.

“Barang siapa menghormati orang lain, mereka pun akan menghormatinya.


Barang siapa menghina mereka, ia tak akan dihormati.
Orang yang hak-haknya sudah dipenuhin oleh orang lain,
Tetapi ia tidak sudi mematuhi mereka, ia adalah orang yang tidak benar.”145

Dari bait-bait syair Imam Syafi’i dapat diambil sebuah pelajaran bahwa jika

kita ingin dihormati oleh orang lain, maka kita harus menghormati orang lain

juga. Jika kita tidak menghormati orang lain maka sebalinya orang pun tidak akan

menghormati kita. kita tidak boleh memandang remeh, rendah, dan hina terhadap

orang lain sebab sifat itu akan mengantarkan kita kepada kehancuran dan

kecelakaan sebab dengan sifat kita seperti itu, maka tidak ada orang yang suka

pada kita. selain itu sifat suka meremehkan orang lain termasuk sifat setan yakni

kesombongan.

145
Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’i,…hal. 73

69
4.3 Pembahasan

4.3.1 Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Syair- Syair Imam Syafi’i

A. Sabar dalam Menuntut Ilmu

Sabar merupakan salah satu akhlak mulia yang harus dimiliki oleh setiap

manusia. Tidak ada keberhasilan di dunia dan kemenenagan di akhirat kecuali

dengan kesabaran. Ibnu Qayyim rahimahullah mengatakan, “kedudukan sabar

dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong

maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh”.146 Sabar merupakan akhlak terpuji

yang harus ada pada setiap diri manusia, sehingga dalam melakukan setiap

aktivitas sikap sabar akan muncul dalam dirinya.

Sabar dalam menuntu ilmu juga bisa dikatakan dalam kelompok sabar

dalam ketaatan. Dimana pahala orang yang sabar dalam ketaatan lebih besar dari

pada kesabaran orang yang diberi ujian atau cobaan. Dalam menuntut ilmu

memerlukan kesabaran dengan waktu yang sangat lama, sabar dalam prosesnya

yang lama, sabar pahitnya dan susahnya belajar, sabar dengan yang memberikan

ilmu atau sabar dengan seorang guru, dan lain sebagainya.

Menuntut ilmu merupakan sebuah kewajiban bagi setiap manusia karena

dengan ilmu manusia akan mengetahui mana yang benar dan salah. Tanpa ilmu,

manusia ibarat orang buta yang berada dalam kegelapan tidak tahu arah jalan dan

tujuan. Bahkan ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT. Ayat yang

berkenaan dengan perintah menuntut ilmu, sebagaiman Allah SWT. Berfirman

dalah surah Al-‘Alaq ayat pertama:

َ ۚ َ‫اِ ْق َرْأ بِاس ِْم َربِّكَ الَّ ِذيْ خَ ل‬


‫ق‬

Anshor Bahary dkk, Tafsir Tarbawi, (Tuban: CV. Karya LItera Indonesia, Cet. 1,2020),
146

hal. 67

70
artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan.”(Q.S. Al-Alaq:1)

Dari ayat ini dapat dipaham bahwa kata “iqro” yang bermakna bacalah

merupakan suatu perintah dari Allah SWT, dan juga bisa dimaknai belajar karena

dengan membaca orang akan memahami sesuatu yang tidak di ketahuinya. Untuk

itu penting memahami dan mempelajari sesautu dengan kesabaran demi mencapat

rahmat dan ridho dari Allah SWT.

B. Takwa kepada Allah SWT.

Bagi kaum muslim kata takwa sudah tidak asing lagi terdengar ditelingga.

Takwa adalah istilah yang sering disebut dalam hal ibadah. Takwa merupakan

perintah Allah SWT, orang yang bertakwa akan mendapat banyak kemulian baik

di dunia maupun di akhirat. Secara bahasa takwa berarti “memelihara atau

menjaga”. Sedangkan menurut syar’i memiliki berbagai pengertian namun secara

umum pengertian takwa adalah penjagaan diri seorang hamba terhadap

kemurkaan Allah SWT. dan siksa-Nya dengan melaksanakan semua yang

diperintahkan dan meningalkan segala yang dilarangan..

Takwa juga merupakan bekal terbaik yang dibawa manusia saat menghadap

Allah SWT. Sebagaimana yang yang terdapat dalam firman-Nya:

ِ ‫َوتَ َز َّو ُدوْ ا فَا ِ َّن خَ ْي َر ال َّزا ِد التَّ ْق ٰو ۖى َواتَّقُوْ ِن ٰيٓاُولِى ااْل َ ْلبَا‬
‫ب‬

Artinya: “Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah


takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai
akal sehat!.”(Q.S Al-Baqarah: 197)

Takwa merupakan suatu upaya yang dilakukan secara maksimal dengan

mengarahkan segala kemampuan yang dimilik untuk melaksanakan segala yang

diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang sebagai wujud tanda cinta

kepada Allah dan mengharapkan rahmat dan ridho-Nya.

71
Takwa merupakan akhlak mulia seorang hamba kepada Allah SWT.

Seseorang yang memiliki sikap takwa kepada Allah tentukan akan memiliki sikap

dan akhlak mulia dalam segala aspek kehidupan, karena takwa tidak hanya

berwujud ibadah kepada Allah seperti sholat, puasa, mengaji dan lainnya, akan

tetapi berperilaku baik terhadap sesama mahluk Allah juga termasuk takwa yang

berarti kita telah menjalankan perintah-Nya.

C. Menjaga Lisan

Di dalam agama Islam menjaga lisan sangat dianjurkankan. Dalam hal

perkataan, jika tidak ada yang baik yang ingin kita sampaikan lebih baik kita

diam. Bahkan didalam beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadist selalu diingatkan

mengenai keutamaan menjaga lisan dan ancaman bagi mereka yang tidak

memelihara lisannya dari perkataan yang tidak baik. Memang benar keselamatan

seseorang yaitu tergantung pada lidah dan tangannya, yakni perkataan dan

perbuatannya. Untuk itu, sebagai seorang muslim wajib menjaga lisannya dan

berhati-hati dalam berbicara agar terhindar dari perkataan yang tidak baik

sehingga menjerumuskan diri ke dalam lembah dosa.

Lisan merupakan karunia Allah yang begitu besar. Dan karunia tersebut

harus selalu disyukuri dengan sungguh-sungguh. Cara mensyukuri kenikmat lisan

adalah dengan menggunakannya untuk berbicara yang baik dan seperlunya.

Bukan dengan mengumbar pembicaran semaunya sendiri. Bukan pula memuaskan

nafsu dengan mengumbar segala perkataan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW

yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA:

72
َ َ‫ع َْن َأبِى هُ َر ْي َرةَ رضي هللا عنه ع َْن َرسُو ِل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم ق‬
ِ ‫ « َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل‬:‫ال‬

،ُ‫ فَ ْليُ ْك ِر ْم َجا َره‬،‫ َو َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآل ِخ ِر‬،‫ت‬
ْ ‫ فَ ْليَقُلْ خَ ْيرًا َأوْ لِيَصْ ُم‬،‫َو ْاليَوْ ِم اآل ِخ ِر‬

َ ‫ فَ ْليُ ْك ِر ْم‬،‫َو َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآل ِخ ِر‬


ُ‫ض ْيفَه‬

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa


beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam;
barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia
menghormati tetangganya; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya."(HR. Bukhari dan Muslim)147

Dari hadits ini dapat kita ambil sebuah pelajaran bahwa orang yang beriman

kepada Allah dan rasul-Nya senantiasa selalu menjaga lisan dari perkataan yang

tidak bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun buat orang lain. Seorang

dengan lisanya bisa menentukan dirinya menuju ke surge atau neraka, jika

perkataannya baik dan benar maka dia akan selamat, tetapi sebaliknya jika

perkataannya dusta dan salah, maka akan mengantarkan dirinya menuju ke jurang

neraka. Orang yang banyak salah adalah orang yang banyak bicara untuk itu lebih

baik diam dari pada berbicara sesuatu yang tidak bermanfaat apalagi mengandung

dosa.

D. Etika dalam Berdebat

Debat dapat menjadi salah satu metode dakwah dalam Islam, namun

seorang mukmin harus memahami jika perdebatan merupakan jalan terakhir yang

bisa ditempuh dalam berdakwah, perdebatan bukan dilakukan untuk mengawali

dakwah.

Sebagaimana firman Allah SWT:

َ ‫ك بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِ ْي ِه َي اَحْ َس ۗنُ اِ َّن َربَّكَ هُ َو اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬
‫ض َّل ع َْن‬ َ ِّ‫ع اِ ٰلى َسبِ ْي ِل َرب‬ ُ ‫اُ ْد‬
‫ْن‬€َ ‫َسبِ ْيلِ ٖه َوهُ َو اَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِدي‬

147
Ahmad Najieh, Akhlak Rasulullah Saw, (Rembang: Riyan Jaya Surabaya, Cet. 1, 2011),
hal. 50

73
Artinya:“Serulah(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS.
An Nahl: 125)

Dari ayat tersebut memang perdebtan atau diskusi sangat dibolehkan dalam

ajaran Islam. Akan tetapi, Allah SWT dan Rasul-Nya sudah menetukan aturan-

aturan yang baik dan benar untuk membatasi perdebatan tersebut.

Perdebatan dilakukan dengan cara yang baik dengan perkataan yang lemah

lembut, berhati bersih, dan berupaya menghindari kata-kata yang bernada

menghina atau mencerca. Perdebatan tidak bertujuan untuk menjatukan atau

mencari aib orang lain akan tetapi perdebatan dilakukan untuk menyelesai

permasalahan dan mencari suatu kebenaran.

E. Qona’ah dan Tidak Tamak

Orang yang bersikap qona’ah maka tidak akan muncul kegelisahan di dalam

hatinya apabila terdapat kekurangan dalam hidupnya. Sebagai contoh dalam hal

makan, orang yang qona’ah akan rela makan nasi dengan garam asal halal. Tidak

perlu berutang, meminjam, menggadai, atau menjual barang milikinya. Dengan

pendapatan sekecil apapun asal itu halal dan didapat dengan cara yang halal, maka

ia akan rela menerima dengan lapang dada dan ikhlas. Begitu sedikit gambaran

tentang orang yang memiliki sikap qona’ah.

Qona’ah adalah bentuk rasa syukur, tidak mengeluh dengan usaha yang

dikerjakan dan hasil yang didapatkan. Orang yang memiliki sikap qona’ah maka

dia akan terhindar dari sifat tamak terhadap kehidupan duniawi karena sifat

qona’ah kunci dari terhindarinya sifat tamak. Jika tidak ada sifat qona’ah dalam

diri manusia maka hanya sifat ketamakan yang ada padanya.

74
Orang yang memilki sifat qona’ah, kekayaan bukanlah terletak pada

banyaknya harta, melainkan kekayaan itu terdepat pada ketenang jiwa dan hati.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

Artinya: Dari abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: “ bukanlah kaya
itu banyak harta, melainkan kaya adalah kaya hati.”(HR. Bukhari dan
Muslim)148

Hadits diatas bermakna kaya yang bermanfaat, yang luhur, atas yang terpuji

adalah kaya hati, karena bila hati kaya maka hati tercegah dari sifat rakus. Orang

yang memiliki sikap kaya hati akan senantias bersikap qona’ah menrima rezeki

dari Allah apa adanya, tidak rakus menggapai hal-hal yang dibutuhkannya.

Sedangkan orang yang miskin hati kebalikannya karena dia tidak bersikap

qona’ah terhadap pemberian Allah SWT. Jika hal-hal yang diinginkan tidak dapat

maka dia akan merasa gelisah dan sedih, seakan-akan dia adalah orang miskin

selamanya karena tidak pernah merasa cukup terhadap apa yang diterimanya.

F. Bermurah Hati

Salah satu akhlak mulia itu adalah bermurah hati. Sikap murah hati

sebenarnya lebih utama dan lebih tinggi derajatnya ketimbang maaf. Sebab, ada

orang yang sudah memaafkan kesalahan orang lain tetapi ia belum bisa bersikap

bermurah hati kepada orang tersebut. Imam Al-Ghazali berkata, “murah hati lebih

utama daripada menahan marah”.149 Orang yang tertanam sifat murah hati secara

langsung sifat pemarahnya akan hilang dan suka memaafkan kesalahan –

kesalahan orang lain serta tidak menyimpan sifat dendam.

148
Ahmad Najieh, Akhlak Rasulullah Saw,…hal. 32
149
Syaikh Mahmud, Ensiklopedi Akhlak Rasulullah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. 1,
2018), hal. 482

75
Murah hati adalah sikap tidak bersitegang, mau berlapang dada dengan

ikhlas dan mudah memberi, suka menolong, baik hati serta tdiak pelit. Baik dalam

hal perdagangan, jual beli mau dalam hal memaafkan kesalahan orang lain.

Perlunya kita menanamkan dari diri kita sikap bermurah hati dalam kehidupan

sehari-hari agar menjadi manusia yang dicintai oleh sesamanya dan juga dicintai

oleh Allah.

G. Lemah Lembut

Bersifat lemah lembut terhadap sesama merupakan cerminan pendidikan

akhlak yang mulia. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. bahwa

beliau merupakan manusia yang paling lemah lembut dalam berkata, dan bergaul

dengan para sahabat maupun pada kelurga dan istri-istrinya. Sebagai orang yang

beriman, maka sudah sepatutnya kita mencontoh akhlak mulia Baginda Nabi

SAW.

Rasulullah saw, bersabda dalam sebuah hadits berkaitan dengan bersikap

lemah lembut yang diriwayat oleh Aisyah ra. berbunyi:

‫ب َأ ْخبَ َرنِي َح ْي َوةُ َح َّدثَنِي ابْنُ ْالهَا ِد ع َْن َأبِي بَ ْك ِر ْب ِن َح ْز ٍم‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا َحرْ َملَةُ بْنُ يَحْ يَى التُّ ِجيبِ ُّي َأ ْخبَ َرنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ َو ْه‬
َ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬ ِ ْ‫ع َْن َع ْم َرةَ يَ ْعنِي بِ ْنتَ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ع َْن عَاِئ َشةَ َزو‬
َ ‫ج النَّبِ ِّي‬
‫ف َو َما اَل يُ ْع ِطي َعلَى‬ ْ
ِ ‫ق َما اَل يُ ْع ِطي َعلَى ال ُع ْن‬ ْ
ِ ‫ْطي َعلَى ال ِّرف‬ ِ ‫ق َويُع‬ َ ‫ق يُ ِحبُّ ال ِّر ْف‬ ٌ ‫َو َسلَّ َم قَا َل يَا عَاِئ َشةُ ِإ َّن هَّللا َ َرفِي‬
ُ‫َما ِس َواه‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah dzat yang maha lemah lembut. Dia menyukai
kelemah lembutan. Dia memberikan pada sikap lemah lembut sesuatu yang
tidak dia berikan kepada sifat kaku dan sifat-sifat lainnya.”(HR. Muslim)150

Hadits di atas menerengkan tentang keutamaan bersikap lemah lembut

sekaligus menyerukan untuk berperilaku bersikap lemah lembut dan melarang

bersikap kaku dan kasar. Sesungguh bersikap lemah lembut merupakan pemicu

seluruh kebaikan. Seorang muslim berkewajiban memiliki perangai lemah lembut

150
Ahmad Najieh, Akhlak Rasulullah Saw,...hal. 7

76
karena perangai ini dicintai oleh Allah. Sikap lemah lembut selalu menempel pada

perilaku kebaikan yang indah dan bagus. Berperilaku lemah lembut tidak hanya

sesama manusia saja tetapi terhadap seluruh mahluk Allah seperti hewan jika

ingin membunuh dan memotongnya dilakukan dengan cara yang baik.

H. Pemaaf

Pemaaf adalah sifat yang harus dimiliki oleh setiap orang tak terkecuali

umat Islam itu sendiri. Memilki sifat pemaaf memang tidak bisa didapatkan secara

langsung oleh setiap orang. Tumbuhnya sifat pemaaf dalam diri kita perlunya

sebuah pembiasaan dan pelatihan yang berulang-ulang agar tumbuh menjadi

sebuah karakter atau akhlak mulia dalam diri kita. sifat pemaaf merupakan akhlak

yang mulia karena Sifat pemaaf akan membawa pada hati yang bersih, hati yang

bersih bisa membawa pemiliknya menuju kehidupan akhirat, dan mendorong

pemiliknya untuk tunduk kepada Allah SWT.

Dalam hal ini kita selalu berprasangka baik, demi kemulian itu diri kita

sendiri. Rasulullah saw. bersabda:

‫ص َدقَةٌ ِم ْن َما ٍل َو َما زَا َد هَّللا ُ َع ْبدًا بِ َع ْف ٍو ِإاَّل‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َما نَق‬
ْ ‫ص‬
َ ‫ت‬ َ ِ ‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ ع َْن َرسُو ِل هَّللا‬
َ ‫ِع ًّزا َو َما تَ َو‬
ُ ‫اض َع َأ َح ٌد هَّلِل ِ ِإاَّل َرفَ َعهُ هَّللا‬

“Shadaqah itu tidaklah mengurangi sebagian dari harta, dan tidaklah Allah
menambah kepada seseorang hamba karena (pemberian) maafnya kecuali
kemuliaan, dan tidaklah pula seseorang bersikap Tawadlu kecuali Allah akan
meninggikannya” (HR. Muslim 4689)151

I. Jujur dan Tidak Menipu

Sebagai umat Islam, memiliki sifat jujur merupakan sebuah keutamaan

karena jujur meupakan salah satu sifat Nabi Muhammad Saw. Dan kita hendaknya

memiliki sifat jujur karena sifat jujur merupakan ciri-ciri orang yang mulia.
151
Ahmad Najieh, Akhlak Rasulullah Saw,…hal. 14

77
Orang yang memiliki akhlak jujur, maka seyogyanya akan terhindar dari

sifat menipu. Orang yang menipu berarti ialah telah berbohong, tidak amanah,

tidak adil, dan juga tidak menepati janji. Sebagai seorang muslim yang beriman

kita wajib menghindari dan menjauhi perilaku akhlak tercela ini agar kita selamat

baik di dunia maupun di akhirat.

Kejujuran akan melahiran sebuah kepercayaan, sedangkan kedustaan akan

melahirkan kecurigaan dan ketidakpecayaan orang lain terhadap kita. kejujuran

juga akan membawa ketenangan jiwa sedangkan berdusta atau menipu membawa

kegelisahan dan ketakutan dalam jiwa. Maka sebagai seorang muslim yang baik

sudah selayaknya memiliki sikap jujur dan tidak berbohong apalagi menipu. Jika

sifat kejujur sudah menjadi identitas dalam diri kita maka kita akan dihargai dan

dihormati oleh orang lain dan dimuliakan oleh Allah SWT.

Sebagai contoh Rasulullah manusia yang berakhlak paling mulia yang

dimana sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul beliau sudah dihormati dan

diberi gelar Al-Amin disebabkan beliau terkenal orang yang paling jujur. Dan

Allah SWT memberikan sebuah jaminan terhadap orang-orang yang jujur,

sebagaimana firman Allah SWT:


۟ ُ‫ض ٰى نَحْ بَهۥُ َو ِم ْنهُم َّمنيَنتَ ِظ ُر ۖ َوما بَ َّدل‬ ۟ ‫وا ما ٰ َعهَد‬
َ َ‫ُوا ٱهَّلل َ َعلَ ْي ِه ۖ فَ ِم ْنهُم َّمن ق‬ ۟ َ ‫ِّمنَ ْٱل ُمْؤ ِمنِينَ ر َجا ٌل‬
‫وا تَ ْب ِدي ًل‬ َ َ ُ‫ص َدق‬ ِ
Artinya: "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang
menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka
ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan
mereka tidak merubah (janjinya)." (QS Al-Ahzab: 23).

J. Saling Menghormati (Tasamuh)

Manusia adalah sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia tak

dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Untuk itu perlu

78
ditanamkan dalam diri kita sikap sosial, salah satu sikap sosial yang harus ada

pada setiap manusia adalah sikap saling menghormati. Sikap saling menghormati

termasuk akhlak yang terpuji.

Berinteraksi dengan sesama manusia itu memilki seni, dan juga kaidah-

kaidah yang baik. Setiap sikap, tindakan, perkataan dan perbuatan memiliki

balasan yang sebanding. Barang siapa menghormati orang lain maka sebaliknya ia

akan dihormati. Begitu juga sebaliknya barang siapa meremehkan dan

merendahkan orang lain maka ia akan diremehkan juga. Perbuatan yang kita

lakukan terhadap orang lain akan kembali kepada kita, jika kebaikan yang kita

lakukan maka akan memperoleh keberuntungan, sebaliknya jika kejahatan yang

kita lakukan maka kecelakaanlah yang akan menimpa kita.

Sikap saling menghormati harus kita tanamkan dalam diri kita. Dari bait

syair Imam Syafi’i dapat kita ambil hikmah bahwa jika kita ingin dihormati oleh

orang lain maka kita juga harus menghormati orang lain dan apabila kita

merehkan orang lain maka kita tidak akan dihomati. contohnya dalam hal

berpendapat kita harus mengharagai pendapat orang lain tidak hanya

mementingkan pendapat sendiri dan merasa pendapat kita yang paling benar.

Allah Swt. berfirman dalan surah Al-Hujurat Ayat 11:


۟ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
۟ ُ‫وا اَل يَ ْس َخرْ قَوْ ٌم ِّمن قَوْ ٍم َع َس ٰ ٓى َأن يَ ُكون‬
‫وا خَ ْيرًا ِّم ْنهُ ْم َواَل نِ َسٓا ٌء ِّمن نِّ َسٓا ٍء َع َس ٰ ٓى َأن يَ ُك َّن خَ ْيرًا‬ َ
َٓ ٰ ۟ ‫َّ ُ َُأ‬ ْ ٰ ۟ ۟
ٰ
‫ق بَ ْع َد ٱِإْل ي َم ِن ۚ َو َمن ل ْم يَتبْ ف ولِئكَ هُ ُم‬ ُ
ُ ‫س ٱٱِل ْس ُم ٱلفسُو‬ ‫ْئ‬
َ ِ‫ب ۖ ب‬ ِ ‫ِّم ْنه َُّن ۖ َواَل ت َْل ِمز ٓوا نف َسك ْم َواَل تَنَابَزوا بِٱ لق‬
َ ْ ‫َأْل‬ ُ ُ ُ ‫َأ‬ ُ
ٰ
َ‫ٱلظَّلِ ُمون‬

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang


laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan
itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.
Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak

79
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."(Q.S. Al-
Hujurat:11)

Dari ayat di atas Allah SWT. juga mengingatkan kepada orang-orang yang

beriman jangan sampai memiliki sikap meremehkan dan merendahkan orang lain.

Bisa jadi orang yang kita rendahkan lebih baik dari pada diri kita.untuk itu

seorang muslim harus memiliki akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari salah

satunya sikap saling menghormati ini agar tumbuh rasa saling cinta terhadap yang

lain sehingga dalam menjalani kehidupan sosial tercipta suasana yang indah dan

damai sehingga memperoleh kecintaan dan ridho dari Allah.

4.3.2 Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Syair-Syair Imam

Syafi’i dalam Konteks Pendidikan

Implementasi merupakan suatu Kegiatan yang tersusun dan terencana yang

memiliki tujuan tertentu yang terulang dalam suatu kegitan. Dan implementasi

yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu penerapan, aplikasi pelaksanaan,

pengalaman mempraktekkan dalam Pendidikan akhlak dalam membina peserta

didik di setiap sekolah. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam syair-

syair Imam Syafi’i bisa menjadi referensi dalam pendidikan akhlak dan

diimplemtasikan secara langsung di sekolah-sekolah.

Adapun cara mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan akhlak tersebut

ialah sebagai berikut:

Pertama, memasukan atau menyisipkan syair-syair Imam Syafi’i dalam

mata pelajaran terkhusus mata pelajaran agama dan bahasa Indonesia karena

berkaitan dengan pendidikan akhlak. Dengan memasukan syair-syair tersebut

dalam mata pelajaran maka akan menambahkan referensi baru. Dalam pelajaran

80
bahasa Indonesia mengganti syair-syair yang tidak mengandung nilai pendidikan

dengan syair-syair Imam Syafi’i.

Kedua, menetapkan pendidikan akhlak agar para siswa terbentuk akhlaknya

sebagai prioritas, dengan adanya program Intrakurikuler dan Ekstrakurikuler.

Pendidikan akhlak kalau di intrakurikuler yang dilaksanakan di dalam kelas

berupa teori, pembelajaran, dll. Sedangan pada ekstrakurikuler mencakup seluruh

kegiatan maupun aktivitas yang dilakukan siswa diluar jam pelajaran atau di luar

kelas,misalnya membuat latihan pendidikan akhlak dan pembelajaran seni dengan

memasukan syair-syair Imam Syafi'i.

Ketiga, Pendidikan akhlak dibiasakan dengan kebaikan dan diajarkan sifat

yang baik dalam setiap aktivitas dan kegiatan maka akan tumbuh dijiwa anak

tersebut untuk terbiasa melakukan kebaikan-kebaikan.

Keempat, membuat kurikulum dengan melibat seluruh aspek dalam

pembentukan akhlak. Memasukan nilai-nilai pendidikan akhlak dan syair-syair

Imam Syafi’i yang masih berkesinambungan dengan kurikulum.

Kelima, pendidik bisa menyampaikan dan mengajarkan syair-syair Imam

syafi’i yang mengandung nilai-nilai pendidkan akhlak ini dengan membiasakan

peserta didik berakhlak mulia seperti jujur, sabar, saling menghormati, dan yang

lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu maka akan tubuh suatu

kebiasaan peserta didik sehingga menjadi sebuah karakter yang melekat pada

dirinya.

81
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil peneltian dan penjelasan yang penyusun paparkan

tersebut, berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam syair-syair Imam

Syafi’i dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Manusia harus memiliki pendidikan sebagai pedoman bagi dirinya dan

sebagai pembeda dari makhluk ciptaan Allah lainnya. Maka dari itu betapa

pentingnya pendidikan ini diterapkan dikehidupan manusia. Dalam Islam

sendiri pendidikan diibaratkan sebagai sisi mata uang, yang menunjukan

bahwasannya ajaran Islam dan pedidikan mempunyai keterpaduan yang

begitu mendasar, dengan ini maka Islam dan Pendidikan telah menjadi

sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Seperti halnya pendidikan akhlak dalam Islam yang memiliki

keutamaan terpenting demi terwujudnya pribadi yang berkarakter pada

82
masa kini. Apalagi dengan diiringinya perkembangan teknologi yang

semakin canggih. Banyak dari mereka termasuk kalangan pelajar hanya

sibuk menyelam ke dalam dunia maya, sehingga mereka lalai akan

kepribadiannya. Kesuksesan dan jabatan yang tinggi tidak dapat menjadi

acuan bahwa pemiliknya selalu mengamalkan nilai akhlak. Hal ini bisa

dikarenakan pada waktu kecilnya kurang diperhatikan dalam penanaman

akhlak. Maka dari itu peneliti ingin memaparkan hasil penelitian yang

sudah penulis lakukan berkaitan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam syair-

syair Imam Syafi’i sebagai bukti pentingnya pendidika akhlak bagi

kehidupan manusia khususnya kehidupan para pelajar dan umat Islam.

Dari hasil penelitian yang telah peneliti sajikan, dapat diketahui

bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam syair-syair Imam

Syafi’i, yaitu: sabar dalam menuntut ilmu, takwa kepada Allah SWT,

menjaga lisan, etika baik dalam berdebat, qona’ah dan tidak tamak,

bersikap murah hati, bersikap lemah lembut, bersikap pemaaf, bersikap

jujur dan tidak menipu, dan bersikap saling menghormati.

2. Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam syair-syair Imam Syafi’i

dapat dilakukan di setiap sekolah. Nilai pendidikan akhlak ini dapat

diterapkan dengan memadukan seluruh komponen sekolah dimulai dari

kurikulum, lingkungan, dan sumber daya manusia agar tercipta

sinerginitas dalam pembentuk akhlak mulia. Memasukan syair-syair Imam

Syafi’i dalam mata pelajaran yang berhubungan dengan seni dan agama.

83
5.2 Saran

Dengan menyelesaikan skripsi ini, penulis memiliki keinginan dan harapan

agar skripsi ini memberikan banyak manfaat bagi semua orang baik yang

membaca dan juga yang mengimplementasikannya secara langsung berkaitan

dengan pendidikan akhlak.

1. Untuk para guru baik mata pelajaran akhlak, bahasa Indonesia, dan juga

para pengamat pendidikan pada umumnya, penyusun menyarankan agar

syair-syair Imam Syafi’i ini dikaitkan dalam pembelajaran dan penyusun

kurikulum agar diterapkan dalam proses pembelajaran disetiap sekolah.

2. Untuk para pembaca marilah kita mengambil hikmah dan pembelajaran

dari syair-syair Imam Syafi’i berkaitan dengan pendidikan akhlak untuk

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Untuk peserta didik, marilah menanamkan akhlak mulia dalam diri kita

dimulai sejak dini sehingga menjadi sebuah kebiasaan dalam kehidupan.

Karena dengan akhlak mulia seseorang akan memilki derajat yang tinggi

disisi Allah SWT.

84
DAFTAR PUSTAKA

Acetylena Sita, Pendidikan Karakter Ki Hajar Dewantara. Malang : Madani Cet.


1. 2018.

Afriantoni Bediuzzaman Said Nursi, Prinsip-Prinsip Pendidikan Akhlak Generasi


Muda. Yogakarta: CV Budi Utama, Cet. 1. 2015.

Agus, Bahasa Indonesia Kelas IX. Bandung: Grafindo Media Pratama Cet. I,
2007.

Ahmad Beni Saebani dkk, Ilmu Akhlak. Bandung: CV Pustaka Setia. Cet. 3. 2017.

Anoegrajekti Novi Dkk, Sastra Pariwisata. Sleman: PT Kanisius, Cet. 1, 2020.

Al-Farran Ahmad Musthafa, Tafsir al-Imam asy-Syafi’i, Terj: Ali Sultan, Fedrian
Hasmand, Tafsir Imam Syafi’i, Jakarta: Penerbit Almahira, Cet.1. 2008.

Al-Jamal Muhammad, Hayatul Aimmah, Terj: Khaled Muslih, Imam Awaluddin,


Biografi 10 Imam Besar, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, Cet 5, 2006.

Arifin Anugrah, Aqidah Akhlak (Berbasis Humanisti). Klaten: Lakeisha Cet. 1.


2020.

Arifin Yamar, Pemikiran-Pemikiran Emas Para Tokoh Pendidikan Islam.


Yogyakarta: Ircisod, Cet. 1. 2018.

85
Ali Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers. Cet. I,
2008.

Amin Saifudin, Pendidikan Akhlak Berbasis Hadits Arba’in An Nawawiyah. Jawa


Barat: CV.Adanu Abimata. Cet. 1. 2021.

Aziz Abdul, Membangun Karakter Anak dengan Al-Qur’an. Semarang: CV. Pilar
Nusantara, Cet. 1. 2018.

Badrudi ddk, Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an Studi Tarbawi Perspektif


Syaikh Nawawi Al- Bantani. Serang: A-Empat, Cet. 1. 2021.

Bahary Anshor dkk, Tafsir Tarbawi, Tuban: CV. Karya LItera Indonesia, Cet. 1
2020

Damariswara Rian, Konsep Dasar Kesusastraan. Banyu Wangi: LPPM Institut


Agama Islam Ibrahimy Genteng Banyuwangi, Cet. 1. 2018.

Darmadi Hamid, Pengantar Pendidikan Era Globalisasi. Indonesia: An1mage.


Cet.1. 2019.

Darajat Zakiah, Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta : Bulan Bintang. Cet. 1. 1984.

Farid Ahmad, Min A’lam as-Salaf, Terj: Masturi Irham, Asmu’i Taman, 60
Biografi Ulama Salaf, Jakarta: Pustaka al-Kautsar. Cet. 2. 2007.

Ganda Arif Nugroho dkk, Mewujudkan Kemandirian Indonesia Melalui Inovasi


Dunia Pendidikan. Cirebon: Insania. Cet. 1. 2021.

Halimatussa’diyah, Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Multikultural. Surabaya:


Jakad Media Publising. Cet. 1. 2020.
Hasan Muhammad dkk, Landasan Pendidikan. Makassar: Tahta Media Group.
Cet. 1. 2019.

Hatikah Tika dkk, Bahasa Indonesia Kelas X. Bandung: Grafindo Media Pratama
Cet. I. 2007.

Hidayat Dudung Rahmat dkk, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: IMTIMA.
Cet. 1. 2007.

Husaini, Pembelajaran Materi Pendidikan Akhlak. Medan: CV.Pisdikra Mitra


Jaya. Cet. I. 2021.

Ibrahim kyai, Goresan Emas Pahlawa Sejati. Malang: CV Multimedia Edukasi.


Cet. 1. 2020.

86
Indrianto Nino, Pendidikan Agama Islam Interdisipliner. Yogyakarta. CV Budi
Utama. Cet. 1. 2020.

Khaidir Dkk, Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini. Aceh: yayasan penerbit
muhammad zaini. Cet. 1. 2021.

Khairani Sri dkk, Mengenal Lebih Dekat Puisi Rakyat. Medan: Guepedia. Cet. I.
2020.

Kosasih Eko, Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Nobel Edumedia. Cet. 1. 2015.

kusrini Idda Ayu, Bahasa Indonesia Kelas IX. Bogor: Quadra. Cet. 1. 2008.

Mahmud Syaikh, Ensiklopedi Akhlak Rasulullah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.


Cet. 1. 2018.

Masduki Yusron, Tantangan Pendidikan Keluarga Ditengah Komunitas Non


Muslim Di Yogyakarta. Palembang: Tunas Gemilang Press. Cet. 1. 2020.

Mawardi Edi, 40 Hadits penuntut Ilmu, Jakarta: Guepedia. Cet. 1. 2021.

Muhammad bin A.W. al-Aqil, Manhaj Al-Imam asy-Syafi’i fi Istbaatil Aqidah,


Terj: Nabhani Idris, Saefuddin Zuhri, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i,
Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, Cet. 5. 2009.

Muji, Akhlakul Karimah. Bandung: CV Mudilan Group. Cet. 1. 2021.

Musfah Jejen, Manajemen Pendidikan Teori, kebijakan, Dan Praktik. Jakarta:


Kencana. Cet. 1. 2015.

Najieh Ahmad, Akhlak Rasulullah Saw, Rembang: Riyan Jaya Surabaya. Cet. 1.
2011.

Nurhadi dkk, Metode Penelitian Ekonomi Islam. Bandung: CV.Media Sains


Indonesia. Cet. 1. 2021.

Prasetiya Beni, Metode Pendidikan Karakter Religius Paling Efektif Di Sekolah.


Malang: Acemedia Publication, Cet. 1. 2021.

Putra Doni, Belajar Tadabbur Ilmu Karakter Pada Lebah, Burung Gagak dan
Singga. Pekanbaru: Guepedia. Cet. 1. 2020

Rahman Abdu dkk, Konsep Pendidikan Akhlak, Moral Dan Karakter Dalam
Islam, Pekanbaru: Guepedia. Cet. 1, 2020.

Rahman Abdul dkk, Konsep Pendidikan Akhlak. Pekanbaru: Guepedia. Cet. 1.


2020.

87
Rahmat Azwar dkk, Konsep Dasar Pendidikan Islam. Tasikmalaya: Edu
Publisher. Cet. 1. 2021.

Rahmat, Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Konteks Kurikulum


2013. Yogyakarta: Bening Pustaka. Cet. 1. 2019.

Rohmah Rina Ari, Puisi Baru. Riau: Karoteh Utama. Cet. 1. 2020.

Sanusi Uci dkk, Ilmu Pendidikan Islam. Sleman: CV Budi Utama. Cet. 1. 2018.

Salim Muhammad Ibrahim, Syarah Diwan Imam Asy-Syaf’I. Yogyakarta : Diva


Pres. Cet. 1 2019

Sandra Rony Yofa Zebua dkk, Tafsir Ayat Al-Qur’an Tenang Konsep Metode
Pembelajaran. Bandung: Guidance. Cet. 2. 2020.

Siti Aas Sholichah, Pendidikan Karakter Anak Pra Akil Balig Berbasisi Al-
Qur’An. Pekalongan:Pt. Nasya Expanding Management, Cet.1. 2020.

Sudarto, Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: CV Budi Utama. Cet.1. 2019

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan dengan Pendekatan Kuantitaif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Cet. 23. 2016.

Supriyanto, Pembelajaran Puisi, Apresiasi Dari Dalam Kelas. Yogyakarta: CV


Budi Utama.Cet. 1. 2021.

Supriyatno Triyo, Paradigma Pendidikan Berbasis Islam. Malang: Literasi


Nusantara. Cet. 1. 2020.

Syukri, Tafsir Ayat-Ayat Perumpamaan Masalah Aqidah dan Akhlak dalam Al-
Qur’an, Mataram: Sanabil. Cet. 1. 2020.

Syukri M. Azwar Lubis, Materi Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Media


Sahabat Cendekia. Cet. 1. 2019.

Syurbashi Ahmad, Al-Aimmah al-Arba’ah, Terj: Abdul Majid Alimin, Biografi


Empat Imam Mazhab, Solo: Media Insani Press. Cet.2. 2006.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka. Cet. 2. 2002.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. 3. 1990.

Wibowo Basuki ddk, Sair Gulung. Klaten: Lakeisha.Cet. I. 2021.

88
Zakiyah Qiqi Yuliati dkk, Pendidikan Nilai. Bandung: CV Pustaka Setia. Cet. 1.
2014

Zed Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.


Cet. 1. 2008.

Zuchdi Darmiyati dkk, Analisi Konten Etnografi dan Grounded Theory, dan
Hermeneutika dalam Penenlitian. Jakarta: PT Bumi Aksara. Cet. 1. 219.

Zulkhairi Hermansyah, Transformasi Syair Jauharat At-Tauhid Dinusantara.


Bali: Pustakalarasan. Cet. 1. 2014.

89

Anda mungkin juga menyukai