Anda di halaman 1dari 14

TUGAS GADAR

SOAP KASUS HIPERBILIRUBINEMIA


27 APRIL 2023

Oleh:
Kelompok 12
NI PUTU IRMAYANI NIM 202215302011
I.G.A ARY LAKSMI PARMAWATI NIM 202215302012
NI WAYAN PADMAWATI NIM 202215302013
NI PUTU PRASTIKA RAHAYUNI NIM 202215302084
KADEK SRI RAHAYU NIM 202215302085

POLITEKNIK KESEHATAN KARTINI BALI TAHUN 2023


BAB I
HIPERBILIRUBINEMIA

A. Pendahuluan
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir (Wong et al, 2007). Lebih dari 85% bayi cukup bulan
yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini.
Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat
akumulasi pigmen bilirubun yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Pada
kebanyakan bayi baru lahir , fenomena hiperbilirubin merupakan fenomena transisional
yang normal, tapi pada beberapa bayi terjadi peningkatan bilirubin terjadi peningkatan
bilirubin yang berlebih sehingga berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan
kematian dan apabila bertahan hal ini memiliki potensi pada kecacatan neurologis.
Dengan demikian setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus
yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis dan perlu dimonitor
apakah mempunyai kecenderungan berkembang menjadi hiperbilirubinemia berat (IDAI,
2012).
Kegawat daruratan Neonatal adalah keadaan yang membutuhkan evaluasi serta
manajemen tepat bayi baru lahir( usia ≤ 28 hari) dengan sakit kritis yang dapat timbul
sewaktu-waktu dan mengancam jiwa sang bayi (Setyarini dan Suprapti, 2016). Sesuai
dengan undang-undang Nomor 4 Tahun 2019, salah satu kewenangan bidan adalah
memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak pra sekolah.
Untuk itu, bidan diharapkan memiliki kompetensi dalam perumusan diagnosis maupun
rencana tindakan sehingga kondisi- kondisi yang mengancam jiwa dapat dideteksi sedini
mungkin.

B. Definisi
Adapun beberapa definisi hiperbilirubinemia antara lain:
1. Hiperbilirubinemia yaitu peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang nilainya
lebih dari normal yang terjadi pada bayi (Suriadi, 2001).
Nilai bilirubin normal yaitu, bilirubin indirect 0,3-1,1 mg/dl dan bilirubin direct
0,1- 0,4 mg/dl.
2. Hiperbilirubinemia merupakan kelainan akumulasi bilirubin dalam darah (Wong,
2007).
3. Hiperbilirubinemia yaitu terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar
deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih
dari 90% (Soleh, 2010).
4. Menurut Ngastiyah (1997), hiperbilirubinemia/ ikterus neonatorum merupakan
keadaan ikterus pada bayi baru lahir yakni meningginya kadar bilirubin di dalam
jaringan ekstravaskuler yang mengakibatkan kulit, konjungtiva, mukosa dan alat
tubuh lainnya berwarna kuning.

C. Patofisiologi
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikreus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi- reduksi. Langkah
oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim
heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan
organ lain. pada reaksi tersebut juga terbentuk zat besi yang digunakan kembali untuk
pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang diekskresikan ke dalam
paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin
reduktase.
Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin
melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik
dan terikat denga hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika bilirubin akan
mengekskresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.
Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme Hb
dari eritrosit sirkulasi. Satu gram Hb akan menghasilkan 34 mg bilirubin dan sisanya
(25%) disebut early labelled bilirubin yang berasal dari pelepasan Hb eritropoesis yang
tidak efektif di dalam sum-sum tulang , jaringan yang mengandung heme (mioglobin,
sitokrom, katalase, peroksidase) dan heme bebas.
Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/dl/kgBB/hari. Peningkatan
bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90
hari) dibanding orangdewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom
yang meningkat dan juga reabsorpsi bilirubin dari usus yang meningkat ( sirkulasi
enterohepatik).
D. Etiologi
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan oleh proses fisiologis atau patologis atau
kombinasi keduanya. Resiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat
ASI, bayi kurang bulan, dan bayi yang mendekati cukup bulan. Hiperbilirubinemia
terjadi karena peningkatan produksi atau penurunana clearence bilirubin dan lebih
sering terjadi pada bayi immatur.

Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum lebih tinggi dibandingyang
diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain (Gourley, 2000):
1. Asupan cairan
 Kelaparan
 Frekuensi menyusui tidak adekuat
 Kehilangan berat badan/ dehidrasi
2. Hambatan ekskresi bilirubin hepatik
 Pregnandiol
 Lipase -free fatty acid
 Unidentified inhibitor
3. Intestinal reabsorption of bilirubin
 Pasase mekonium terlambat
 Pembentukan urobilinoid bakteri
 β-Glukoronidase
 Hidrolisis alkaline
 Asam empedu

Hiperbilirubin yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan oleh


peningkatan produksi bilirubin ( terutama karena hemolisis), peningkatan
penghancuran haemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin 4 kali lipat.
Penyebab Hiperbilirubin patologis antara lain (Blackburn, 2007):
Penyebab Ikterus Fisiologis
1. Brestfeeding Jaundice

Ikterus dapar terjadi pada bayi yang mendapat ASI secara esklusif. Pada hari ke- 2

atau ke- 3 , biasanya ASI belum banyak diproduksi dan dikonsumsi bayi sehingga

bayi kekurangan ASI, akibatnya terjadi ikterus, keadaan ini tidak memerlukan

pengobatan karena akan berangsur-angsur sembuh.

2. Ikterus ASI(Breatsmilk JauNdice)

 Ikterus ini berkaitan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan

umumnya akan terjadi pada setiap bayi bergantung pada kemampuan bayinya

mengubah bilirubin indirek.

 Kondisi ikterus tidak membahayakan bagi bayi dan biasanya timbul pada 4-7 hari

pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yang berlangsung 3-12

minggu.

3. Ikterus karena ketidakcocokan golongan darah dan rhesus ibu dan janin

 Sel darah merah janin diserang oleh antibodi yang diproduksioleh tubuh bayi

 Serangan antibodi dari ibu menyebabkan pecahnya sel darah dari ibu

menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan

bilirubin dari sel darah merah.

4. Lebam pada kulit kepala bayi

a. Sefalhematom (Lebam pada kulit kepala bayi) dapat timbul akibat proses

persalinan. Sefalhematom terjadi akibat penumpukan darah beku dibawah kulit

kepala. Jika terjadi bekuan darah dikulit kepala, maka secara alamiah tubuh akan

menghancurkan bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar yang mungkin

saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh hati, akibatnya timbul penyakit

kuning.
4. Ibu menderita diabetes

Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning (Amellia,

2019)

Penyebab Hiperbilirubinemia Pada Neonatal

Dasar Penyebab
- Peningkatan produksi bilirubin - Inkompatibilitas darah fetomaternal (Rh,
ABO)
- Peningkatan penghancuran bilirubin - Defisiensi enzim kongenital (G6PD,
Galaktosemia), perdarahan tertutup
( cephalhematom, memar), Sepsis
- Peningkatan jumlah Hb - Polisitemia ( twin to twin transfution,
Small Gestation Age/SGA),
keterlambatan klem tali pusat
- Peningkatan sirkulasi enterohepatik - Keterlambatan pasase mekonium, illeus
mekonium, Meconium plug syndrom,
puasa atau keterlambatan minum, atresia
atau stenosis intestinal
- Perubahan clearence bilirubin hati - Immaturitas
-Perubahan produksi atau aktifitas enzim -Gangguan metabolik/ endokrin
UDPGT ( Hipothyroidisme, gannguan
metabolisme asam amino)
- Perubahan fungsi dan perfusi hati - Asfiksia, Hipoksia, hipotermia,
( kemampuan konjugasi) hipoglikemia, sepsis (proses inflamasi),
obat-obatan dan hormon (novobiosin,
pregnandiol)
- Obstruksi Hepatik - Anomali kongenital (atresia biliaris,
fibrosisi kistik) , stasis biliaris (hepatitis,
sepsis), Bilirubin load berlebihan( pada
haemolisis berat)

E. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
1. Ikterus Neonatorum
Ikterus neonatorum adalah disklorisasi pada kulit atau organ lain karena
penumpukan bilirubin.

2.Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi yang kurang
maupun cukup bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada
bayi cukup bulan 50%-60% dan pada bayi kurang bulan 80%. Untuk kebanyakan
bayi fenomena ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologis
tidak disebabkan oleh faktor tunggal, tapi kombinasi dari berbagai faktor yang
berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir. Pada bayi yang
mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundiceyaitu early onset dan late
onset. Early onset diyakini memiliki hubungan dengan proses pemberian minum.
Sedangkan penyebab late onset tidak diketahui dengan pasti tetapi telah
dihubungkan dengan adanya faktor spesifik dari ASI yang dapat mempengatruhi
proses konjugasi dan proses ekskresi (IDAI,2012).

Menurut Ngastiyah (1997), ikterus fisiologis merupakan ikterus yang memiliki


karakteristik antara lain:
a) Muncul pada hari ke-2 dan ke-3 dan semakin tampak pada hari ke-5 dan ke-6
b) Pada neonatus cukup bulan kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak
melewati 15 mg% dan 10 mg% per hari pada neonatus kurang bulan
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% per hari
d) Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%
e) Ikterus akan hilang pada 10 hari pertama umur bayi
f) Ikterus yang terjadi tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan
patologis tertentu.

3.Ikterus Patologis
a) Ikterus patologis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan
b) Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam
c) Ikterus menetap setelah dua minggu pertama
d) Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dl pada neonatus cukup bulan
e) Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 10 mg/dl pada neonatus yang lahir
kurang bulan
f) Ikterus dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dl per hari
g) Kadar biloirubin direk melebihi 1 mg/dl
h) Ikterus yang memiliki hubungan dengan proses hemolitik, infeksi, atau
keadaan patologis lainnya
i) Ikterus yang pada hari ke dua terlihat sudah mencapai lengan dan kaki atau
pada hari ke tiga terlihat mencapai telapak tangan dan kaki (Amellia, 2019).

4. Kern Ikterus
Kern ikterus adalah suatu sindroma neurologik yang timbul akibat
penimbunan bilirubin tak terkonjungasi dalam sel-sel otak.

F. Diagnosis
Tampilan bayi ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan
dengan pencahayaan yang baik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk
melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terlihat pada
kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dl.

Hubungan Kadar Bilirubin dengan Daerah Ikterus Menurut Kramer (Mansjoer,


2013)
Derajat Luas Daerah Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)
Ikterus Preterm Aterm
I Kepala dan leher 4-8 4-8
II Daerah 1 sampai badan bagian atas 5-12 5-12
III Daerah 1,2 sampai badan bagian bawah dan 7-15 8-16
tungkai
IV Daerah 1, 2, 3 sampai lengan dan kaki di 9-18 11-18
bawah tungkai
V Daerah 1, 2, 3, 4 sampai telapak tangan dan >10 >15
kaki

G. Penatalaksanaan
Berbagai cara yang telah dilakukan untuk mengelola bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia indirek, yaitu (IDAI,2012):
1. Pencegahan
a) Pencegahan primer
 Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali per hari
untuk beberapa hari pertama.
 Tingkatkan pemberian minum, rangsang pengeluaran / produksi ASI dengan
memerah ASI
 Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi
yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi
 Observasi faeces bayi, berat badan, BAB dan BAK yang berhubungan dengan
pola menyusui.

b) Pencegahan sekunder
 Melakukan penilaian sistematis terhadap resiko kemungkinan terjadinya
hiperbilirubinemia berat selama periode neonatal.
 Screening golongan darah dan rhesus ibu hamil
 Penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika ikterus
menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/dl atau ibu memiliki
riwayat bayi kuning sebelumnya.

c) Evaluasi laboratorium
 Pengukuran bilirubin serum pada bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam
pertama setelah lahir.
 Pengukuran bilirubin serum pada bayi bila tampakikterus yang berlebihan.
 Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur bayi dalam
jam.
2. Terapi sinar matahari
3. Penggunaan farmakologi
4. Foto therapi dan transfusi tukar
5.

H .Aplikasi Manajemen Kebidanan Pada Hiperbilirubin

1. Subyektif
a. Riwayat transfusi tukar / terapi sinar pada bayi sebelumnya
b. Disamping itu faktor resiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis
dini ikterus pada bayi. Faktor resiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan
komplikasi , persalinan dengan tindakan/komplikasi ,obat yang diberikan pada ibu
selama hamil maupun persalinan , kehamilan dengan diabetes mellitus , gawat janin,
malnutrisi intrauterine , infeksi intranatal.

2. Obyektif

Data objektif yang dapat diperoleh dari bayi yang mengalami hiperbilirubinemia
adalah :
a. Sklera,puncak hidung,sekitar mulut,dada,perut,dan ekstremitas berwarna kuning
b. Letargi
c. Kemampuan menghisap menurun
d. Kejang
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari
kemudian . Ikterus yang tampak pun sangat tergantung kepada penyebab ikterus itu
sendiri . Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek kulit tampak berwarna kuning
terang sampai jingga,sedangkan pada penderita obstruksi empedu warna kulit terlihat
agak kehijauan . Perbedaan ini dapat terlihat pada penderita ikterus berat , tetapi kadang
kadang hal ini sulit dipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi warna kulit
Penilaian akan lebih sulit apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar . Selain
kuning, penderita sering hanya memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah
dan nafsu minum berkurang . Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus adalah
anemia , pembesaran hepar , perdarahan tertutup , gangguan nafas , gangguan sirkulasi
dan gangguan syaraf. Keadaan tadi biasanya ditemukan pada ikterus berat dan
hiperbilirubinemia.
Disamping itu pula dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu bilirubin serum dan
bilirubin direk , golongan darah dan rhesus dari bayi dan ibu , pemeriksaan darah lengkap
(Hemoglobin hematokrit , total , dan hitung jenis sel darah merah ) , hitung
retikulosit ,jika ada hemolisis dan tidak ada ketidaksesuaian rhesus atau ABO , mungkin
diperlukan pemeriksaan hemoglobin elektroforesis , penapisan G6PD atau pengujian
kerentanan osmotic untuk mendiagnosis efek sel darah merah , dilakukan didasarkan pada
hari timbulnya ikterus.

3. Analisa
a. Diagnosa Aktual
Bayi Ny. X neonates cukup bulan sesuai masa kehamilan umur 5 hari dengan
hiperbilirubinemia
b. Diagnosa Potensial
Potensial mengalami ikterus patologis atau kern ikterus

4. Penatalaksanaan
1) Memberi ASI dengan sering dan sejak dini , kurang lebih 8 kali dalam 24 jam 2)
2) Melakukan pemeriksaan laboratorium pada semua pasien dengan hiperbilirubin
signifikan , fraksi bilirubin direk dan indirek , Hb ,hitung retikulosit , golongan
darah , dan asupan darah perifer
3) Fototerapi dengan menggunakan blue light (350-470 nm). bertujuan untuk
menurunkan kadar bilirubin indirek
4) Selama fototerapi bayi tidak memakai pakaian dan diletakkan kira kira 36 cm
sampai 40 cm dibawah cahaya selama beberpa jam atau beberapa hari sampai
kadar bilirubin menurun ke nilai yang normal
5) Memberikan pengamanan pada bayi saat dilakukan fototerapi sinar dengan
menutup mata dengan karbon dan alat menutup alat kelaminnya.
6) Mengatur dan mnegubah posisi bayi setiap 6 jam pada saat dilakukan terapi sinar
7) Setelah terapi dihentikan bayi harus diperiksa kembali pada beberapa jam
kemudian untuk memastikan bilirubin sudah dalam kadar yang sesuai .
H. Daftar pustaka
 IDAI, 2012.”Buku Ajar Neonatologi”.Badan Penerbit IDAI, Jakarta.
 Amellia, 2019.” Asuhan Kebidanan Kasus Klompleks Maternal & Neonatal”.
Pustaka Baru, Yogyakarta.
 . Nike . 2014 . Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir . Jakarta . EGC

BAB II
ASUHAN KEBIDANAN (SOAP)

A. DATA SUBJEKTIF
1. Biodata: Meliputi data focus yang di kumpulkan antara lain identitas / data
biografi pasien nama,umur / tanggal lahir alamat , jenis kelamin, nama dan umur
orang tua,keluarga,anak yang ke berapa
2. Keluhan utama : bayi tampak kuning sejak hari ke…. ( usia dlm jam), muntah,
lemah, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, suhu tubuh tidak stabil.
3. Riwayat kehamilan, persalianan dan nifas
Kehamilan yang keberapa , usia kehamilan saat persalinan, riwayat persalinannya
apakah normal dengan tindakan dan apakah ada faktor penyulit lainnya saat
persalinan, Riwayat obat yang pernah dikonsumsi ibu selama hamil yang dapat
meningkatkan ikterus pada bayi seperti sulfaforazol, novobiosin oksitosin.
Penggunaan phenobarbital / luminal pada ibu 1-2 hari sebelum partus. Adakah
riwayat anak sebelumnya kuning/ pernah mendapat foto therapy, berat badan bayi
saat lahir,
4. Riwayat golongan darah ibu, bapak, pasien ( golongan darah ABO, Rh,
Polisitemia, infeksi)
5. Riwayat penyakit yang dialami
Riwayat penyakit ibu sebelumnya seperti diabetes, riwayat penyakit bayi
sebelumnya adakah riwayat bayi mengalami infeksi, tanda perdarahan akibat
komplikasi setelah persalinan ( asfiksia,chepalhematom), Riwayat transfusi pada
bayi jika ada.Kapan pertama kali ibu melihat warna kuning pada bayi, daerah
mana saja yang dilihat kuning,pola menyusui , pemberian susu formula, pola
eliminasi bayi ( defekasi meconium dalam 24 jam pertama setekah lahir,frekuensi,
konsistensi faeces dan warna / bila berwarna pucat atau seperti dempul curiga
gangguan pada proses hepatik, warna dan volume urine untuk menilai tanda
dehidrasi),
Bagaimana Riwayat pemberian ASI pada anak sebelumnya.
6. Riwayat imunisasi pada bayi
7. Riwayat pemberian makanan tambahan.
8. Riwayat pengetahuan orang tua tentang ASI dan tehnik menyusui
9. Riwayat sosial ekonomi
10. Riwayat budaya
Apakah ada kepercayaan yang bertentangan dengan Kesehatan seperti bayi tidak
boleh diajak keluar kamar termasuk berjemur, kepercayaan bayi jangan dikasi ASI
yang warnanya kuning/ kolostrum
11. Riwayat psikologis
Hubungan antara orang tua, masalah bonding, perpisahan dengan anak)

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum: gerak dan tangis ( apakah bayi tampak lemah/letargi, tangis
merintih/kuat/melengking)
b) Kesadaran : Sesuai Modified GCS
c) Warna kulit : kemerahan/pucat/kuning/cyanosis?
d) Tanda Vital (Suhu, Nadi, Respirasi, Saturasi, BB, PB)

2. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
 Kepala : Simetris/tidak, ubun-ubun tampak cekung/cembung,
sutura menumpuk atau tidak, Caput/cephalhematom?
 wajah :Simetris, adakah kesan down sindrom, Sclera kuning,
mulut adakah candida/ kelainan yang menimbulkan
masalah menghisap atau menelan ?
 leher :Adakah tampak benjolan tidak normal?
 Dada : Simetris/ tidak, pergerakan dada untuk usaha nafas ada
retraksi atau tidak, nafas cepat pada hypertermi atau
dehidrasi?
 Abdomen :Tampak kembung/ distensi, keadaan tali pusat, kelainan ?
 punggung : Simteris,adakah kelainan tulang belakang spina bivida/
meningocele?
 Genetalia : Labia minor sudah tertutup oleh labia mayor/belum?
 Anus : Anus atresia atau tidak, adakah ruam popok?
 ekstremitas : Gerak aktif, simetris, kelainan?
 kulit : tampak kuning dari mana hingga di mana (sesuai kriteria
kramer)

b) Palpasi
 Kepala :Ubun-ubun sudah menutup atau belum sesuai usia, cekung
pada dehidrasi, cembung oleh peningkatan tekanan
intrakranial pada hydrochepalus, menutup lebih awal pada
microchepali, adakah caput/cephalhematom?
 leher : Benjolan pada kelenjar limfa indikasi infeksi?
 Abdomen : Kembung/ teraba massa pada ?
 Punggung : Teraba massa?
 kulit : turgor kulit buruk pada dehidrasi/ malnutrisi dan CRT
melambat kurang dari 3 detik pada dehidrasi berat /
gangguan perfusi jaringan/sepsis
 Genetalia : Apakah testis sudah turun ( pada bayi laki-laki aterm)?

c) Auskultasi
 Dada : Jantung ( Tachicardi pada hipovolemia,hypertermia,
anemia.), paru-paru (ada wheezing/ronchi)

 Abdomen : Bising usus (menurunpadaostruksi usus/ meningkat pada


diare / lambung kosong )

3. Pemeriksaan penunjang
 Billirubin Total dan Direct
 Golongan darah dan Rhesus
 DL

C. ANALISA DATA
Dx . Bayi Ny.”…” Bayi Usia….. dengan Hiperbilirubinemia (Fisiologis/ Patologis)

D. PENATALAKSANAAN
1. Ikterus Fisiologis
a) KIE ibu tentang kondisi bayi saat ini
b) KIE ibu tentang tehnik menyusui yang benar
c) Yakinkan ibu untuk menyusui lebih sering minimal 8-12 kali sehari.
d) Anjurkan ibu untuk menjaga pola istirahat,asupan nutrisi dan cairan untk
menjaga kualitas dan kuantitas ASI yang dihasilkan selama menyusui
e) Anjurkan pada ibu untuk memperhatikan pola minum maupun bab/bak pada
bayi
f) Anjurkan pada ibu untuk tetap memperhatikan kondisi bayi bila ada tanda-tanda
bahaya lainnya
g) Lakukan evaluasi dalam 2-3 hari
h) Lakukan rujukan apabila ditemukan tanda-tanda ikterus yang mengacu pada
tahap patologis

2. Ikterus Patologis
Penangan di Rumah sakit:
a) KIE kondisi bayi saat ini dan prosedur keperawatan yang akan dilakukan pada
orang tua
b) KIE tehnik memerah ASI dan tehnik menyusui yang benar
c) Tindakan Kolaboratif berupa pemberian therapy medis Foto therapy
d) Kolaboratif dengan dokter dalam pemberian informasi tujuan dan efek samping
prosedur foto therapy
e) Lakukan tindakan pencegahan untuk meminimalisir efek samping foto therapy
seperti menutup mata dan alat kelamin selama prosedur.
f) Lakukan pemantauan Tanda vital, intake dan output, kondisi kulit,tanda-tanda
dehidrasi, merubah posisi bayi sesuai jadwal dan ganti popok lebih sering
selama prosedur foto therapy
g) Evaluasi tingkat bilirubin serum pasca prosedur foto therapy.
h) Pemantauan kondisi bayi pasca perwatan RS

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai