Anda di halaman 1dari 24

JOB SHEET

PRAKTIKUM PENGUKURAN TANAH 1

Untuk Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta


Jurusan Teknik Sipil Semester I
Program Studi D3 Konstruksi Sipil

JOB 1 : PENGUKURAN SITUASI

JURUSAN TEKNIK SIPIL


POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
SEPTEMBER 2022
JOB I. PENGUKURAN SITUASI

1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengenal dan mengukur situasi dengan alat-alat yang
sederhana dan menggambarkannya.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat membuat garis lurus menggunakan alat-alat sederhana


di lapangan dengan benar.
b. Mahasiswa dapat mengukur jarak menggunakan alat-alat sederhana
dengan benar.
c. Mahasiswa dapat membuat sudut siku-siku di lapangan dengan benar.
d. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran situasi dengan benar.
e. Mahasiswa dapat memecahkan persoalan yang timbul di lapangan
dengan benar.

3. Peralatan

No. Jenis Alat Jumlah Keterangan


1. Prisma +unting-unting 1
2. Yalon 7
3. Tripod/kaki tiga 2
4. Pita ukur 1
5. Pen ukur 10
6. Water pass (tukang) 1
7. Staf level 1
8. Alas tulis menulis 1

2
4. Dasar Teori

Teori Pembuatan Garis Lurus di lapangan


Sebuah garis lurus ditentukan oleh dua buah titik. Garis tersebut di lapangn
biasanya ditentukan oleh dua buah patok, yalon, pen ukur atau tanda-tanda
lainnya.

Cara pembuatan garis ukur dilapangan


Pada ukur tanah sebuah garis lurus selain ditentukan oleh dua buah titik pada
kedua ujungnya masih diperlukan juga titik-titik perantara. Cara yang paling
sederhana dalam menentukan titik perantara ini adalah dengan menggunakan
yalon. Pengamat (observer) berdiri kurang lebih berjarak 1 meter dibelakang
titik ujung dari sebuah garis dan melihat melalui sisi kiri atau kanan dari kedua
ujung yalon.

Gambar 1.1.Pembuatan garis lurus

Selanjutnya follower membawa yalon untuk menentukan titik perantara tersebut


memegangnya dengan baik dan sesuai dengan arah garis tersebut. (gambar 1.1)
Observer memberi aba-aba dengan tangan. Sementara follower mengikuti aba-
aba tersebut untuk menempatkan yalon yang dipegang sesuai dengan aba-aba
yang diberikan oleh pengamat. Setelah itu dikontrol lagi oleh observer apakah
yalon tsb. ditempatkan pada kedudukan yang benar terletak pada satu garis
lurus.
Jika ternyata belum berada pada kedudukan satu garis maka pekerjaan diatas
harus diulang kembali, sehingga akhirnya didapat kedudukan yalon perantara
pada arah satu garis lurus. (gambar 1.2.)

3
Gambar 1.2.Pembuatan garis lurus

Teori Pengukuran Jarak pada Lapangan Datar maupun pada Lapangan Miring.
Pengukuran jarak adalah cara dasar yang paling banyak dilakukan didalam
pekerjaan pengukuran, yang pada dasarnya menitik beratkan pada ketelitian
menentukan panjang.

Pengukuran Jarak pada Lapangan Datar


Pekerjaan ini dapat dilakukan oleh dua orang, satu orang bertugas sebagai
kepala regu (leader) dan menarik pita ukur pada arah yang dikehendaki,
kemudian memberi tanda pada panjang pita ukur. Leader sambil membawa 10
buah pen ukur dan sebuah yalon. Kemudian seorang lagi sebagai pembantu
(observer) bertugas meluruskan pita ukur dan menghitung panjang dari pita
ukur.
Jika suatu jarak A – B akan diukur, pertama-tama yang dilakukan adalah
memasang yalon pada masing-masing titik. Observer memegang titik nol dari
pita ukur dan ditempatkan pada as yalon titik A (gambar 1.3). kemudian leader
menarik pita ukur ke arah B. Jika pita sudah dalam keadaan kencang, maka
leader memegang yalon untuk siap dipasang. Sementara itu observer
memberikan aba-aba siap untuk ditegakkan, jika yalon tepat pada garis lurus A
– B. Kemudian pita ukur ditarik kuat dan sebuah pen ukur ditancapkan
disesuaikan dengan panjang nominal pita ukur.

Pekerjaan tersebut di atas diulangi sampai mendekati pada titik B. Sambil


mengikuti leader, observer bertugas mengumpulkan pen ukur yang kemudian
dihitung jumlahnya.
Bagian yang tersisa yaitu diantara pen terakhir dan titik B diukur panjangnya
kemudian ditambahkan ke jumlah panjang sebelumnya untuk mendapatkan
panjang totalnya. (gambar 1.4.)

4
Gambar 1.3.Pengukuran jarak pada lapangan datar

Gambar 1.4.Pengukuran Jarak pada lapangan datar

Pengukuran Jarak pada Lapangan Miring


Pada lapangan miring, untuk mendapatkan jarak horizontal dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu :
1. Pengukuran bertahap.
2. Pengukur sudut miring.

1. Cara Pengukuran Bertahap


Cara ini adalah salah satu cara yang paling sederhana untuk mengukur jarak
horizontal pada bidang miring. Peralatan yang dipergunakan untuk

5
pengukuran ini adalah waterpass tukang, pita ukur, unting-unting dan pen
ukur. Salah satu ujung pita ukur ditempatkan di atas titik tertinggi yaitu titik
permukaan pengukuran. Pita ukur kita tarik dan didatarkan dengan
menggunakan waterpass yang diletakkan ditengahnya. Selanjutnya dengan
pertolongan unting-unting kita tentukan proyeksi ujungnya. Kemudian
orang belakang pindah tempat pada titik tersebut begitulah seterusnya,
hingga jarak horizontal dari A – B adalah jumlah jarak horizontal d1 + d2 +
d3 + d4 …….. dan seterusnya.

Gambar 1.5.Pengukuran jarak bertahap pada lapangan miring

2. Dengan Alat Pengukur Sudut Miring


Untuk mendapatkan jarak mendatar dari jarak miring yang diukur,
diperlukan sudut miring. Sudut miring ini dapat ditentukan dengan alat
pengukur sudut miring yang dinamakan abney level, yang dilengkapi
dengan nivo dan skala lengan penunjuk.

Gambar 1.6.Pengukuran jarak dengan pengukur sudut pada lapangan miring

6
Cara Penggunaan :
Ukur sudut kemiringan pada lapangan yang akan diukur jarak datarnya,
yaitu dengan menempatkan abney level ditengah-tengah pada lapangan
miring yang akan diukur jaraknya, kemudian gelembung pada nivo
diketengahkan, setelah gelembung nivo ditengah, kencangkan sekrup
penjepit, baca sudut kemiringan pada skala lengan penunjuk.
Jadi jarak horizontal = L cos 
L = jarak miring
 = sudut miring

Ketelitian Pengukuran Jarak


Berdasarkan ilmu hitung kemungkinan dan pengalaman dalam jangka waktu
yang panjang, maka kesalahan yang diperbolehkan pada waktu melakukan
pengukuran jarak dengan kayu ukur, pita ukur jarak baja dan rantai ukur
dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

 Untuk lapangan yang mudah (datar) :


S1 = 0.008  D + 0,0003D + 0,05

 Untuk lapangan yang agak sukar (miring) :


S2 = 0.010  D + 0,0004D + 0,05

 Untuk lapangan yang sukar (curam) :


S3 = 0.012  D + 0,0005D + 0,05

Dimana :
S = kesalahan yang diizinkan.
D = jarak yang diukur dalam meter.

7
Kesalahan-kesalahan dalam Pengukuran Jarak :
Semua pengukuran jarak baik yang dilakukan dengan rambu ukur maupun pita
ukur, biasanya menimbulkan beberapa bentuk kesalahan yang sebenarnya tidak
perlu terjadi seandainya dilakukan dengan hati-hati. Kesalahan-kesalahan ini
kemungkinan disebabkan karena kecerobohan atau kurang pengalaman, juga
keadaan cuaca yang mempengaruhinya atau karena alat itu sendiri yang salah.

Kesalahan-kesalahan ini dapat dibagi dalam beberapa kelas, yaitu :


 Gross errors – kesalahan ini timbul karena sipengukur belum
berpengalaman dan ceroboh dalam melakukan pengukuran.
 Constant errors – kesalahan-kesalahan yang timbul akan selalu sama untuk
setiap satu pita ukur atau untuk setiap keadaan tertentu.

Jenis-jenis kesalahan ini :


a. Miss alignment of the tape (bad alignment)

Gambar 1.7.Pengukuran miss alignment

Gambar 1.8.Pengukuran miss alignment

8
L2 - S2 = L’2
L2 - S2 = (L - L)2
L2 - S2 = L2 – 2L.L + L 2
- S2 = – 2L.L + L 2
S2 = L ( 2L + L )
2L + L = 2L
S2 = 2L.L
L = S2/2L

b.Sagging

Gambar 1.9. Pengukuran keslahan sagging

Jika suatu pengukuran dilakukan diantara titik-titik yang tinggi dan tidak
ada usaha untuk menyangga pita ukur, maka akan terjadi suatu lendutan
yang biasanya disebabkan oleh suatu pengukuran yang terlalu panjang.
Pada pengukuran yang teliti pita ukur dibiarkan melendut kemudian hasil
pengukuran dikoreksi dengan rumus dibawah ini :

 L = 8 f2 / 3 L
c.Temperatur
Biasanya pita ukur baja dikaliberasikan pada temperatur 80 0 C dan ini akan
panjang sebenarnya pada temperatur ini. Oleh karena pengukuran dilakukan
pada temperatur yang tidak tetap maka hal ini menyebabkan pita ukur baja
tersebut ada kemungkinan untuk bertambah panjang atau menyusut.
Jika dikehendaki suatu pengukuran yang teliti, maka temperatur pada waktu
pengukuran harus diketahui dan sebagai koreksi :

C = L x Co.  x (Tm –Ts)

9
Dimana : L = panjang garis yang diukur
Cox = koefisien expansion
Tm = temperatur pada waktu pengukuran
Ts = temperatur standar

d.Standarisasi
Sangat diperlukan sebelum memulai pengukuran, alat-alat ukur yang akan
digunakn harus diketahui panjang sebenarnya, yaitu dengan dibandingkan
dengan beberapa standar panjang, sebab ada kemungkinan pita ukur baru
dibuat hanya untuk memenuhi kebutuhan. Jika panjang pita ukur tidak
sesuai standar hal ini akan menimbulkan suatu kesalahan dalam pengukuran.
Jika terjadi hal semacam ini maka harus dihitung panjang sebenarnya dari
hasil pengukuran tersebut yaitu dengan cara :

Panjang = panjang sebenarnya pita ukur x jarak yang diukur


sebenarnya panjang normal pita ukur

e.Kemiringan ( Slope)
Telah dijelaskan di atas bahwa semua jarak pada bidang panjang horizontal,
apabila kita tidak melakukan hal tersebut diatas, yaitu dalam penarikan pita
ukur tidak horizontal, maka hal ini akan menimbulkan suatu kesalahan
tetap, dan sebagai gambaran di bawah ini adalah sebuah tabel dari sebuah
pengukuran dari pita ukur yang panjangnya 20 m, yang diukur dengan
beberapa macam kemiringan.
SLOPE (  ) Koreksi (mm ) per 20 m
10 4
20 12
30 28
40 48
50 76
100 304

10
‘l = L 1 – Cos 
Gambar 1.10. pengukuran dengan kesalahan kemiringan

Human errors – kesalahan ini timbul dari ketidak cermatan sipengukur,


contohnya dalam melakukan pembidikan, pembacaan pita
ukur atau menggunakan jenis-jenis pita ukur yang
berlainan.

Teori Pembuatan Garis Tegak Lurus di Lapangan


Banyak masalah yang dijumpai dalam melakukan pengukuran di lapangan,
misalnya kesulitan dalam menempatkan titik-titik ataupun kesulitan-kesulitan
membuat perpanjangan atau pengukuran jarak dari dua buah titik.
Kesulitan-kesulitan mungkin disebabkan adanya halangan-halangan atau
rintangan-rintangan misalnya pohon-pohon, bukit-bukit, perbedaan kemiringan
tanah, sungai atau bangunan gedung dan sebagainya. Salah satu cara untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut di atas adalah dengan cara membuat garis
tegak lurus di lapangan.
a. Pembuatan garis tegak lurus pada garis lurus
Dari titik B (pada garis lurus) akan dibuat garis tegak lurus X Y dengan cara
segitiga sama kaki.

. Gambar 1.11. Pembuatan garis tegak lurusdengan segitiga samakaki

11
Dengan cara Pythagoras Perbandingan 3 : 4 : 5

Gambar 1.12. pembuatan Garis tegak lurus metode 3:4:5

Dari titik B yang diluar garis X Y


Dengan cara  samakaki.

Gambar 1.13. Pembuatan garis tegak lurusdengan segitiga samakaki

b. Cermin sudut dan prisma


Cermin sudut dan prisma (gambar 1.14) yang dirancang sebagai peralatan
tangan digunakan secara luas. Prinsip kerjanya yaitu sinar cahaya
dipantulkan oleh dua permukaan cermin yang tersusun secara tetap satu
sama lainnya dan akan merubah arah jalannya sinar sebesar dua kali sudut
antara permukaan cermin, walaupun arah cermin diputar dua permukaan
pantul diatur dengan sudut 450 sehingga garis sinar dibelokkan 900.

12
Biasanya digunakan prisma karena sudut-sudutnya tidak berpengaruh
terhadap kesalahan garis arah. Bila suatu objek dilihat pada alat akan
menjadi 900 terhadap objek yang dilihat secara langsung yang terlihat secara
nyata pada garis ukur.

.
Gambar 1.14. Prisma Double Pentagon

Prisma dipegang pada garis lurus sambil membidik dua titik. Patok atau yalon
yang jauh dari alat gambar 1.15. Pengamat menggerak-gerakkan alat sepanjang
garis ukur hingga bayangan dari objek yang telah ditentukan seperti sudut
bangunan dan sebagainya, berimpit dengan bayangan dua titik sebelumnya.
Selanjutnya digunakan unting-unting yang digantungkan pada bagian bawah
alat untuk menentukan posisi titik sudutnya.
Prisma rangkap dapat ditempatkan pada garis antara dua titik, transit dan yalon.

Gambar 1.15. Penggunaan Prisma

13
Bila bayangan dari dua titik pada masing-masing ujung garis diimpitkan pada
alat, alat telah berada pada garis lurus. Pengamat menggerak-gerakan prisma
sepanjang garis hingga objek (sudut bangunan dan sebagainya) terlihat secara
langsung (antara prisma diatas atau dibawah) berada pada suatu garis dengan
dua bayangan sebelumnya

Rintangan dalam pembuatan garis lurus dilapangan.


Yaitu apabila suatu garis ukur sudah ditentukan, tetapi kedua ujung garis
tersebut tidak saling terlihat, sedangkan pada garis tersebut harus ditentukan
beberapa titik perantara sebelum dapat dilakukan pengukuran (lihat dibawah
ini).

Gambar 1.16. Pembuatan garis lurus terhalang bukit

Rintangan yang dapat dihindari dengan memindahkan garis ukur, yaitu


apabila akan mengukur suatu jarak yang terhalang oleh kolam (gambar 1.18)

Gambar 1.17. Pengukuran jarak yang terhalang rintangan

Rintangan yang dapat dihindari dengan memindahkan garis ukur.

14
Rintangan semacam ini sering dijumpai dalam pengukuran yang terhalang
oleh sungai-sungai yang besar, galian-galian, jalan kereta api, yang
mempunyai lebar lebih besar dari pada panjang pita ukur itu sendiri.

Gambar. 1.18. Pengukuran jarak terhalang rintangan


 Tentukan titik B pada garis XY, kemudian buat garis tegak lurus
dari titik B, tentukan panjangnya dan bagilah menjadi dua sama
besar (titik D ditengah).
 Buat garis tegak lurus dari titik C, perpanjang garis tsb.
secukupnya. Kemudian tentukan titik E pada garis tsb. sambil
melihat titik DY, sehingga EDY satu garis lurus.
Lihat  DCE dan  DBY :
BD = CD
BY = EC

Gambar 1.19. Pengukuran jarak yang terhalang rintangan

 Dari titik B buat garis yang tegak lurus garis XY dan tentukan titik
A.
 Pada garis AY buat garis tegak lurus yang memotong garis XY di
titik C.

15
Sudut YAC siku-siku di A. jarak CB dan AC dapat diukur.

Lihat  ABC dan  CAY :

CY = AC === CY = AC2
AC CB CB

Gambar 1.20. Pengukuran Jarak terhalang Rintangan

 Buat garis tegak lurus dari titik B pada garis XY dan tentukan titik
A dan ukur jaraknya.
 Tentukan titik C pada garis XY dan ukur jarak BC, kemudian buat
garis tegak lurus dari titik C ini kemudian perpanjangn garis ini.
 Dari perpanjangan garis ini tentukan titik E dimana titik E ini
adalah perpotongan antara perpanjangan garis YA dan garis tegak
lurus dari titik C, ukur jarak CE ini.

Dari  YCE dan  YBA, didapat :


BY : AB = YC : CE
BY : AB = (BY +BC) : CE
BY = BY + BC . AB ---- BY . CE = (BY + BC) AB
CE
(BY.CE) – (BY.AB) = AB.BC
BY (CE – AB) = AB.BC
Jadi, BY = AB.BC
CE – AB

16
5. Cara Pengukuran
Pengukuran situasi adalah melakukan pengukuran suatu daerah dengan
menentukan unsur-unsur seperti jarak dan sudut, dari suatu titik-titik
atau bangunan yang ada di daerah itu dalam jumlah yang cukup,
sehingga dari daerah itu dengan segenap isinya dapat dibuat suatu
bayangan atau gambar yang cukup jelas dengan suatu skala yang
ditentukan terlebih dahulu.

Pada daerah-daerah yang besar sudut-sudutnya harus diukur dengan


menggunakan alat pengukur sudut (Theodolite). Tetapi untuk daerah-
daerah yang kecil seperti bidang tanah-tanah (persil) di dalam kota
cukuplah untuk pembuatan gambar (peta) dengan menggunakan
peralatan yang sederhana. Seperti pita ukur, alat pembuat sudut siku-
siku, cermin sudut, prisma segitiga dan pentagon.

Pengukuran dengan menggunakan alat sederhana ini dapat dibagi dalam


dua cara :
a. Cara dengan mengikat pada garis-garis ukur.
b. Cara dengan koordinat tegak lurus.

Pengukuran Peta Situasi dengan Koordinat Tegak Lurus


Pada cara ini semua titik obyek yang diperlukan untuk membuat gambar
lapangan diproyeksikan pada suatu garis ukur yang dipilih sedemikian
rupa, sehingga jarak-jarak yang harus diukur dan merupakan salah satu
dari koordinat titik-titik itu tidak terlalu panjang. Maka sebaiknya garis
ukur diletakkan memanjang pada daerah yang akan diukur.

Sebagai contoh pada gambar sket dibawah ini akan dilakukan


pengukuran untuk pembuatan suatu peta yang dibatasi oleh titik A, B, C,
D, dan E.

17
Gambar 1.21.Pengukuran Peta Situasi dengan Metode koordinat

Untuk pengukuran dipilih EC sebagai garis ukur yang letaknya


memanjang pada bidang tanah tersebut.. Semua titik sudut batas bidang
tanah tersebut dan sudut-sudut bangunan diproyeksikan tegak lurus pada
garis ukur yang telah ditentukan.

Cara memproyeksikannya dapat dilakukan dengan menggunakan prisma


atau cermin sudut. Sebelumnya dipasang terlebih dahulu titik-titik yang
akan diproyeksikan dengan menggunakan yalon. Untuk titik-titik sudut
bangunan digunakan garis-garis ujung bangunan itu sendiri.
Untuk menentukan titik-titik proyeksi, maka seorang mengukur dengan
memegang prisma atau cermin sudut bergerak kegaris ukur EC,
sehingga yalon dititik E berimpit dengan yalon yang terlihat pada titik
yang akan diproyeksikan. Dengan demikian titik proyeksi akan terlihat
tegak lurus dibawah prisma atau cermin sudut, untuk itu digunakan
unting-unting untuk memberikan tanda titik proyeksi pada garis ukur
EC.
Setelah semua titik proyeksi ditentukan, maka dimulailah pengukuran
jarak-jarak. Garis ukur EC ditentukan sebagai sumbu X dengan titik 0,0
pada titik E. Semua titik proyeksi dengan jarak E = 0,00 yang menjadi
absis titik yang diproyeksikan, sedang ordinat titik ini adalah jarak
antara titik-titik/obyek dengan titik-titik proyeksi pada garis ukur EC.

18
Jarak-jarak yang diukur pada garis ukur (sumbu C) ditulis disamping
tegak lurus terhadap garis ukur pada titik-titik yang bersangkutan, dan
angka-angka yang menyatakan jarak-jarak ini ditulis dengan arah tegak
lurus pada garis ukur. Sedang angka-angka yang menyatakan jarak
antara titik proyeksi dengan titik objek ditulis dengan arah tegak lurus
terhadap garis ordinat, yang kemudian dicatat dalam bentuk tabel.

6. Tugas Yang Dilaksanakan

Dari dasar teori yang telah diuraikan tersebut di atas, lakukan


pengukuran situasi dan gambarkan peta situasinya (lokasi akan
ditentukan kemudian).

19
7. Data Pengukuran Situasi dengan Metode Koordinat

20
21
22
ANALISA DATA DAN GAMBAR
PENGUKURAN SITUASI

23
Tabel : Perhitungan Luas Pengukuran Situasi dengan metode Koordinat
TITIK ABSIS X X1 – X2 ORDINAT Y Y1 –Y2 2F = LUAS

2F = L
F= L
2

24

Anda mungkin juga menyukai