Anda di halaman 1dari 11

A.

Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi berasal dari kata aktual yang berarti betul-betul ada, terjadi dan
sesungguhnya, hakikatnya. Dimana Pancasila memang sudah jelas berdiri dalam
bangsa Indonesia sebagai dasar negaranya.
Aktualisasi Pancasila adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila benar-benar dapat
tercermin dalam sikap dan perilaku seluruh warga negara mulai dari aparatur Negara
sampai kepada rakyat biasa.
Nilai-nilai Pancasila yang bersumber pada hakikat Pancasila adalah bersifat
universal, tetap dan tak berubah. Nilai-nilai tersebut dapat dijabarkan dalam setiap
aspek dalam penyelenggaraan Negara dan dalam wujud norma-norma, baik norma
hukum, kenegaraan, maupun norma-norma moral yang harus dilaksanakan dan
diamalkan oleh setiap warga Negara Indonesia.
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu :
1. Aktualisasi Objektif
Aktualisasi Pancasila secara objektif yaitu melaksanakan pancasila dalam
berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara antara
lain: legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang
aktualisasi lainnya. Seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran
kedalam undang-undang, garis-garis besar haluan Negara, hankam, pendidikan
maupun bidang kenegaraan lainnya.
2. Aktualisasi Subjektif
Aktualisasi Pancasila secara subyektif adalah aktualisasi pancasila pada setiap
individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup Negara dan
masyarakat. Aktualisasi yang subjektif tersebut tidak terkecuali baik warga Negara
biasa, aparat pentelenggara Negara, penguasa Negara, terutama kalangan elit politik
dalam kegiatan politik, maka dia perlu mawas diri agar memiliki moral ketuhanan
dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam pancasila.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lapisan
masyarakat yang dapat mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dan dapat
terlihat dalam perilaku. Perpaduan ciri tersebut di dalam kehidupan
kampus melahirkan gaya hidup tersendiri yang merupakan variasi dari corak
kehidupan yang menjadikan kampus sebagai pedoman dan harapan masyarakat.

B. Tri Dharma Perguruan Tinggi


Pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah menara gading
yang jauh dari kepentingan masyarakat melainkan senantiasa mengemban dan
mengabdi kepada masyarakat. Perguruan tinggi diselenggarakan dengan tujuan
untuk :
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan/atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, perguruan tinggi menyelenggarakan
kegiatan yang disebut dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang terdiri dari :
1. Pendidikan
Merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan manusia terdidik yang memiliki
kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan/atau menciptakan IPTEK dan seni.
2. Penelitian
Kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan empirik, teori, konsep, model, atau
informasi baru guna memperkaya IPTEK dan seni.
3. Pengabdian Kepada Masyarakat
Kegiatan yang memanfaatkan IPTEK dalam upaya memberi sumbangan demi
kemajuan masyarakat.

C. Penumbuhan Moral Etika Pancasila


Akhir-akhir ini di berbagai tempat timbul kerusuhan massa yang cenderung
brutal dikarenakan adanya kesenjangan sosial antara pemerintah pusat maupun
daerah. Hal ini menimbulkan gejolak berupa gerakan pengacau keamanan bahkan
tuntutan untuk melepaskan diri misalnya Aceh dan Irian Barat. Apabila tidak segera
diatasi maka akan menyebabkan disintregrasi bangsa. Disini pula dikarenakan
hubungan social lainnya, kebebasan berkumpul sangat dibatasi, kesadaran
pemeliharaan lingkungan yang kurang, kurangnya kerjasama antar agama, kurangnya
penyadaran social, serta sentiment yang selalu ditutup-tutupi dengan isi SARA. Yang
justru menyebabkan meledaknya kerusuhan di beberapa tempat.
Padahal para pendiri bangsa telah mencontohkan pada kita bagaimana cara
mencipatakan situasi demokrasi melalui BPUPKI – PPKI dengan melakukan
perdebatan dan pemufakatan disaat-saat mempersiapkan kemerdekaan. Bahkan saat
proklamasi hingga pengesahan UUD 1945 mereka tetap bersatu hingga Negara
Republik Indonesia dapat diwujudkan.
Persoalan demokrasi bukan hanya masalah yang menyangkut pengaturan
kekuasaan Negara, melainkan juga terkait cara hidup antar kelompok masyarakat
yang sangat pluralis dimana persoalan-persoalan sosial dapat dipecahkan secara
bersama. Maka muncullah pemikiran kearah desentralisasi pemerintahan yang kurang
lebih sejalan dengan perkembangan masyarakat modern dan demokratis. Namun
terjadinya kerusuhan dibeberapa tempat, kekejaman bahkan pembunuhan antar
masyarakat etnis bertentangan dengan jiwa dan semangat Pancasila. Sebab bagi
bangsa Indonesia keanekaragaman etnis, agama, adat istiadat, wilayah yang begitu
luas yang konsekuensi logisnya, pluralisme, visi dan aspirasi yang beraneka ragam
harus diterima dan dihormati. Yang menjadi perhatian kita adalah mengatasi
pluralisme dai kerawanan menjadi asset nasional. Cara mengatasinya yakni dengan
“Etika Pluralisme”, yakni etika yang mengajarkan sopan santun dalam sikap dan mau
menerima beda pendapat dalam musyawarah dan mufakat sebagai penjelmaan
demokrasi Pancasila. Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa dapat
diciptakan dan menghindari disintregrasi bangsa. Sarana yang sangat strategis yakni
dengan pendidikan Pancasila. Untuk itulah maka revitalisasi nilai-nilai Pancasila serta
moral etika Pancasila harus terus-menerus dikembangkan.

D. Tradisi Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, Otonomi


Akademik dan Peran Mahasiswa di Masyarakat

1. Tradisi Kebebasan Akademik


Sejak universitas pertama kali berdiri di Bologna (Italia), paham kebebasan
yang selama itu dipegang oleh gereja mulai digulirkan pada Universitas. Semua
pimpinan agama memegang kekuasaan, mengambil keputusan tentang kebenaran-
kebebasan bagi masyarakat melalui mimbar (excathedra). Pada masa itu kebenaran
dan keadilan masih dikendalikan oleh kesejajaran (juxtaposition) antara simpulan
yang ditarik dari tafsir agama dan yang merupakan hasil proses penalaran oleh para
pemikir (ilmuwan dan filosof) semakin diperlukan adanya batasan yang jelas. Tidak
jarang simpulan tersebut menghasilkan pertentangan pandangan (contra position ).
Dari apa yang telah dicapai oleh para pemikir (ilmuwan dan filosof) pada abad
pertengahan dapat diamati suatu gejala empirik tentang kebebasan untuk mencapai
kebenaran :
a. Bahwa masyarakat ilmiah perlu dikembangkan dalam lingkungan perguruan tinggi.
b. Sikap avveroisme (kelompok ilmiah nasionalis yang berusaha melepaskan diri dari
gereja ) semakin jelas dikalangan perguruan tinggi, mereka semakin otonom dalam
mencapai kebenaran.
c. Otonomi perguruan tinggi berhubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Kondisi itu bersifat conditio sinequanon bagi kemajuan peradaban imu. Dalam hal ini
segala pengertian tentang kebebasan kampus dan kebebasan akademis adalah
pengertian yang setara bagi kemajuan.
Kebebasan akademik dalam hal ini lebih berciri aktivitas wahana
pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat diikuti oleh sivitas akademika (dosen
dan mahasiswa). Dalam hal ini sivitas akademika akan menempuh jalur norma
akademik, yang mencangkup serangkaian langkah metodologis: penemuan masalah,
tujuan, manfaat, cara mencapai kebenaran, analisis, dan simpulan.

2. Kebebasan Mimbar Akademik


Dalam perkembangan dan penyelenggaraan otonomi kampus bagi
perkembangan ilmu pengetahuan muncul istilah kebebasan mimbar akademik, yaitu
proses pengembangan ilmu lewat kegiatan perkuliahan (mimbar akademik).
Kebebasan mimbar akademik lebih ditekankan pada pengembangan kognitif
(pemahaman), apresiasi (afektif), dan keterampilan (psikomotorik)yang dilakukan
dalam laboratorium dan perpustakaan. Media untuk pengembangan mimbar akdemik
lebih ditekankan pada diskusi, seminar, dan simposium. Dalam kegiatan ini dosen
dan mahasiswa akan berada dalam suatu pola interese, yaitu berada pada satu tatanan
bahasa yang bersifat setara (VIS a VIS) namun dosen tetap pada posisi pemegang
mimbar (ex cathedra). Posisi pemegang mimbar utama adalah guru besar (professor).
Ia memiliki otoritas sebagai pengembang ilmu karena telah bergelar doctor.
Suria Sumantri (1986 : 27) menyebut mahasiswa sebagai setengah
ilmuwan, yaitu mahasiswa belum memiliki kewibawaan penuh pemegang otoritas
dalam kegiatan ilmu. Fungsi mahasiswa menjadi cukup srtategis dalam kegiatan
keilmuan yang mengarah pada perkembangan peradaban manusia dan teknologi.
Pertama, pada proses pengembangan ilmu mahasiswa, mahasiswa merupakan pelaku
muda (colega minor)yang sedang belajar dan mengalami bimbingan dari dosen
(colega mayor). Mahasiswa akan mengalami pendewasaan diri sebagai ilmuwan.
Kedua, pada proses pengembangan ilmu, mahasiswa merupakan pelaku muda yang
pada umumnya sedang mengalami bimbingan dari para dosen. Dalam hal ini
mahasiswa sering kali memerlukan media tukar pendapat, dialog kritis untuk saling
memberi masukan.

3. Otonomi Keilmuan
Ilmu yang berkembang tidak hanya kerangaka pemikiran logis, melainkan telah
teruji, sehingga dengan ilmu orang akan bias menjelaskan gejala alam kemudian
meramalkannya. Ilmu mempunyai obyek kajian (ontologis), dan memiliki
kemampuan untuk mencapai kebenaran (epistemologi) serta kemampuan terkait
dengan masyarakatnya (aksiologis). Ilmu yang dapat berkembang pad prinsipnya
karena kaidah moral, pertimbangan etis, dan norma kerja profesinya.
Ilmu pengetahuan memang dapat memperoleh otonomi dalam melakukan
kegiatannya untuk mempelajari alam semesta, tetapi masalah moral akan timbul
manakala berkaitan dengan ilmu pengetahuan itu. Ilmu pengetahuan memiliki 2 sisi
kajian yaitu sisi kajian internal dan eksternal. Sisi kajian internal digunakan manakala
ilmu hanya menggunakan metode spesifik yang dimilikiuntuk dipraktekkan ilmuwan
secara otonomi (Salim, 1994: 15). Sedang pada sisi kajian eksternal , ilmu akan
berkaitan dengan bidang IPOLEKSOSBUDROHANKAM (ideology, politik,
ekonomi, social, budaya, rohani, pertahanan, dan keamanan.
Ilmu pengetahuan hanya memiliki otonomi dalam sisi kajian internal (terbatas
pada penerapan metodologinya untuk mencapai kebenaran ilmiah). Ilmu pengetahuan
selalu dituntut bagaimana dapat memiliki kegunaan di masyarakatnya. Misalnya
keberadaan ilmu kedokteran harus mampu mengatasi masalah kesehatan masyarakat
secara luas, seperti menciptakan obat untuk mengatasi HIV,dll. Ilmu sosial
(politik,sosial,ekonomi, budaya, dll) harus mampu menciptakan dinamika dan
intregitas bagi masyarakatnya. Dapat dikatakan bahwa ilmu sosial tidak mungkin
berkembang terlepas dari masyarakatnya, karena ilmu sosial adalah bagian dari gejala
perilaku masyarakat.

4. Peran Mahasiswa di Masyarakat


Keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan masyarakat dapat dilakukan sejauh
kegiatan itu memiliki relevansi langsung dengan kematangan ilmu pengetahuan yang
diminati. Keterlibatan mahasiswa terhadap masalah sosial sebatas mahasiswa
memiliki komitmen yang kuat terhadap pengembangan tugas akademis. Sebagai
contoh keterlibatan mahasiswa dalam masalah politik, harus bersifat peningkat visi
akademisnya, pengembangan wawasan, pengayaan substansi dan kedewasaannya.
Peran mahasiswa di masyarakat:
1. Mahasiswa sebagai pribadi yang sedang belajar berproses “untuk menjadi”
(ilmuwan) sehingga masih membutuhkan bimbingan dan pembinaan akdemik yang
intensif dari para dosen.
2. Mahasiswa dapat berperan sebagai perantara pembaharuan (agent of modernization)
terutama membantu masyarakat miskin yang masih tertinggal guna meningkatkan
pendapatannya.
3. Mahasiswa perlu belajar untuk dapat mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian,
laporan hasil kajian ilmiah, dan hasil diskusi ilmu pengetahuan kepada masyarakat
dalam tataran bahasa indonesia yang sederhana sehingga dapat diterima semua pihak.
4. Tidak semua orang dalam masyarakat dapat meraih peluang masuk kuliah di bangku
perguruan tinggi. Peluang masuk perguruan tinggi hanyalah bagi lulusan SMA yang
memiliki motivasi dan dukungan dana yang cukup. Pengadaan dana yang cukup besar
itu membutuhkan bantuan masyarakat yang secara langsung digunakan untuk
pengadaan prasarana dan sarana belajar.

E. Memposisikan Kebebasan Akademik dan Kebebasan Mimbar Akademik


Secara Proporsional
Kesenjangan antara teori keagamaan dan penalaran ilmiah makin membesar
karena para filsuf yang tergabung dalam kelompok penganut averroisme terus
bertahan pada pendiriannya untuk menggarap masalah-masalah filsafat dan ilmu
bebas dari ikatannya dengan keagamaan. Averroisme terus berkembang dan
memunculkan berbagai aliran filsafat serta cabang ilmu secara mandiri. Pesatnya
pertumbuhan sebagai cabang ilmu makin menampilkan ilmu sebagai suatu
manifestasi yang otonom dan hal ini menimbulkan tuntutan agar bagi pusat-pusat
keilmuan- universitas diakui juga otonomi universitas sebagai lembaga yang
menyelenggarakan kegiatan ilmiah. Maka muncullah istilah otonomi universitas,
yaitu otonomi kelembagaannya sebagai pengelola akademik ; dalam suasana itu
universitas merupakan tempat persemaian intelektual dan cultural dalam arti luas,
bukan sekedar perakit sarjana.
Otonomi ilmu selanjutnya juga dianggap sebagai condition sine qua non bagi
terwujudnya perkembangan dan kemajuan ilmu khususnya serta peradaban pada
umumnya sering juga diakui sebagai otonomi universitas sebagai lembaga yang
menyelenggarakan pengajaran dan penelitian berbagai disiplin ilmu sesuai kaidah-
kaidah akademik.
Sejalan dengan hasrat diakuinya otonomi ilmu maka kalangan ilmuwan
khususnya kalangan akademis mengharapkan diakui dan berlakunya kebebasan
akademik serta kebebasan mimbar akademik. Yang pertama, berkenaan dengan
kebebasan para akademis untuk melakukan studi, penelitian, pembahasan serta
pengajaran ilmu kepada dan antara sivitas akademika. Yang kedua, berkenaan dengan
hak serta tanggung jawab seorang yang memiliki prasyarat dan atribut untuk diakui
wewenang dan wibawa keilmuannya guna mengutaran fikiran dan pendapatnya ex
catedra academica. Hak menggunakan cathedra (mimbar ) tidak dimiliki setiap sivitas
akademika, melainkan oleh para akademisi yang memenuhi segala persyaratan untuk
bertindak selaku tenaga pengajar atau peneliti yang mandiri.
Di Indonesia tradisi kebebasan (mimbar) akdemik mula-mula diberlakukan di
perguruan-perguruan tinggi yang pertama-tama didirikan yaitu Sekolah Tinggi
Teknik

Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia sekaligus fondasi utama berdirinya negara
Indonesia yang digali dari bumi Indonesia. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila digali dari kehidupan bangsa Indonesia sendiri dan bukan dari bangsa lain.
Dengan demikian, Pancasila sebagai idologi dapat diterima oleh bangsa Indonesia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Nah, pada kesempatan kali ini Zona Siswa akan
menghadirkan pengertian pancasila beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Semoga
bermanfaat. Check this out!!!

A. Pengertian Pancasila

Istilah Pancasila secara etimologi berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu Panca yang berarti
lima dan Sila yang berarti dasar atau asas. Pancasila diartikan sebagai lima dasar atau lima
asas. Dalam buku Sutasoma karya Mpu Tantular dan Negarakertagama kerya Mpu
Prapanca terdapat istilah Pancasila yang ditulis dengan istilah Pancasila Krama. Istilah
Pancasila yang digunakan bangsa Indonesia sebagai dasar negara pertama kali merupakan
usualan Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI ketika meumuskan dasar negara Indonesia.

Bagian pembukaaan UUD 1945 terdiri dari 4 alenia yang masing-masing alenia memiliki
makna tersendiri. Adapun rumusan Pancasial yang diguanakan sebagai dasar negara
Indonesia adalah sebagaimana tertuang pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Pada
alenia keempat tersebut terdapat tujuan negara, bentuk negara, sistem pemerintahaan
negara, UUD, dan dasar negara Indonesia. Dasar negara Indonesia itulah yang disebut
Pancasila.

Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

B. Nilai-Nilai Pancasila

Nilai yaitu sesuatu yang berharga, indah, bermanfaat, memperkaya batin, serta menyadarkan
manusia terhadapt harkat dan martabatnya. Terbentuknya nilai atas dasar suatu
pertimbangan cipta, rasa, dan keyakinan seseorang, kelompok maupun bangsa. Nilai
berumber dari kebudayaan yang memiliki fungsi dan mendorong dan mengarahkan sikap
serta perbuatan manusia.

Pancasial memuat nilai-nilai luhur yang menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia. Nilai-
nilai yang terkandung di dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan
masyarakat sejak dulu. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancaisla adalah sebagai beirkut:

1. Dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai-nilai religius antara lain:

 Keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan sifat-sifatnya Yang
Maha sempurna, yakni Maha Kasih, Maha Kuasa, Maha Adil, Maha Bijaksana, dan sifat suci
lainnya.
 Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
 Nilai sial petama ini meliputi dan menjiwai sila-sila lainnya.

2. Dalam sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, terkandung nilai-nilai
kemanusiaan, antara lain:

 Pengakuan terhadap adanya martabat manusia;


 Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia;
 Pengertian manusia yang berada yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan kayakina
shingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan;
 Nilai sila kedua meliputi dan menjiwai sila ketiga, keempat, dan kelima.

3. Dalam sila ketiga, Persatua Indonesia, terkandung nilai persatuan, terkandung nilai
persatuan bangsa antara lain:
 Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yan gmencakup seluruh wilayah
Indonesia;
 Bangsa Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa yang mendiami wilayah
Indonesia;
 Pengakuan terhadap ke-"Bhineka Tunggal Ika"-an, suku bangsa dan kebudayaan
bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang memberikan arah pembinaan kesatuan
bangsa;
 Nilai silai ketiga ini meliputi dan menjiwai sila keempat dan kelima.

4. Dalam sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, terkandung nilai kerakyatan antara lain:

 Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat;


 Pemimpin kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi oleh akal sehat;
 Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia
mempunayi kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama;
 Musyawarah untuk mufakat dicapai dalam permusyawaratan wakil-wakil rakyat.
 Nilai sila keempat meliputi dan menjiwai sila keliam.

5. Dalam sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terkandung nilai keadilan
sosial, antara lain:

 Perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atau kemasyarakatan meliputi


seluruh rakyat Indonesia;
 Keadilan dalam kehiduapan sosial terutama meliputi bidang-bidang ideologi, politik,
ekonimi, sosial, kebudayaan, dan pertahanan keamanan nasional;
 Cita-cita masyarakat adil dan makmur secara material dan sprititual yang merata
bagi sluruh rakyat Indonesia;
 Keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan menghormati hak orang lain;
 Cinta akan kemajuan dan pembangunan;
 Nilai sila kelima ini diliputi dan dijiwai oleh sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila hendaknya dikaji secara kritis agar seitap warga
negara Indonesia dapat mengamalkannya. Pada akhirnya, setiap warga negara tidak akan
mudah goyah daengan masuknya kamjuan ilmu pengethaun dan teknologi yang membawa
masuk ideologi-ideologi yang lain yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Nilai-nilai dalam Pancasila harus diterapkan pada semua nilai, karena merupakan suatu
kesatuan yang saling berhubungan dan menjiwai satu dengan yang lain.
Implementasi Nilai Nilai Pancasila
Sebagai Mahasiswa

Implementasi nilai nilai pancasila di dalam kampus tidak jauh


berbeda dengan mengimplementasikan nilai pancasila di dalam
negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan
pembangunan seperti tatanan suatu Negara, yaitu politik,
ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama. Untuk
mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa
intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas
kampus untuk mencapai tujuan bersama. Pembangunan yang
merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai
tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada hakikat
mahasiswa sebagai pelaksana sekaligus tujuan pembangunan.
Oleh karena itu hakikat mahasiswa merupakan sumber nilai
bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri. Berikut
pandangan saya sebagai mahasiswa untuk penerapan nilai nilai
pancasila yang harus di lakukan oleh mahasiswa di kampus.

1. KETUHANAN YANG MAHA ESA

Mahasiswa seharus nya tidak hanya ilmiah dan edukatif saja


namun juga religius. Dalam pelaksanaan sila Ketuhanan di
Kampus adalah dengan adanya masjid di kampus yang dapat
digunakan oleh seluruh warga Kampus untuk beribadah setiap
hari.

Selain itu penerapan sila Ketuhanan juga tercermin dari


kegiatan-kegiatan mahasiswa yang membentuk suatu UKM.
dimana UKM tersebut sebagai wadah bagi para mahasiswa
untuk menambah wawasan mengenai agama mereka.
2. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

Setiap mahasiswa diajarkan untuk berperi kemanusiaan.


Pengajaran tersebut dimaksudkan agar nanti mahasiswanya
kelak ketika terjun bermasyarakat dapat memiliki rasa
kemanusiaan. Adanya kegiatan bakti sosial untuk membantu
warganya yang kurang mampu merupakan salah satu cara
menerapkan nilai pancasila oleh mahasiswa. Selain itu untuk
mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan ini, terdapat juga UKM
yang yang yang secara sukarela mau membantu orang yang
membutuhkan .

3. PERSATUAN INDONESIA

Dengan datangnya mahasiswa-mahasiswa dari berbagai daerah,


bahasa, kebudayaan serta watak yang berbeda. Namun dari
perbedaan tersebut ada yang menyatukan kita, yaitu tujuan kita
kuliah. Melalui kegiatan UKM mahasiswa menjalin rasa
kebersamaan dan gotong royong sebagai bukti dari perwujudan
sila persatuan.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijakanaan


dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
penerapan demokrasi dalam sila ini adalah dimana diadakannya
pemilihan KM, ketua BEM, ketua UKM, dan sebagainya melalui
suatu pemilihan atau suatu musyawarah bersama. Di dalam
kelas kita juga sebagai mahasiswa dibebaskan untuk
membentuk kelompok sendiri ketika diberi tugas kelompok.
Pembagian kelompok dilakukan dengan berbagai cara agar adil
dan sesuai dengan keputusan bersama.

5. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT


INDONESIA

Keadilan berarti adanya persamaan dan saling menghargai


karya orang lain. Jadi seorang itu bertindak adil apabila orang
memberikan sesuatu orang lain sesuai dengan haknya. Dimana
kita sebagai mahasiswa diperlakukan sama oleh dosen kita.
Dosen tidak membedakan kita apakah kita seorang mahasiswa
SNMPTN, UM, bidik misi, maupun mahasiswa penerima
beasiswa lain. Di sini kita tidak dibedakan oleh dosen kita.
Penilaian yang diberikan dosen juga sesuai dengan kemampuan
kita, bukan karena kita berasal dari mahasiswa reguler atau
mahasiswa penerima beasiswa.

Anda mungkin juga menyukai