Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DI


LINGKUNGAN KAMPUS

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:

• DINI AZIZAH (2148201110125)


• NAJLA KHAIRUNNISA (2148201110146)
• SYIFA AULIA SALSABILA (2148201110162)
• YUSPA (2148201110167)

MATA KULIAH : PANCASILA

DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. H. SARBAINI, M.Pd

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AJARAN 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan suatu bangsa dalam membangun kehidupannya sangat di tentukan oleh
kemampuan bangsa yang bersangkutan untuk menyikapi secara benar persoalan-persoalan
yang terjadi. Untuk itu diperlukan falsafah dan pandangan hidup yang berakar pada nilai-
nilai kepribadian bangsa. Tanpa falsafah dan pandangan hidup, suatu bangsa akan
terombang-ambing oleh berbagai persoalan yang muncul dan bangsa tidak memiliki arah
yang jelas dalam kehidupannya.
Bangsa Indonesia telah memiliki Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila di sini
berperan sebagai falsafah dan pandangan hidup. Dengan demikian, bangsa Indonesia
memiliki pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yang
menjadi persoalannya adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila bisa mewarnai kehidupan
dari manusia termasuk mahasiswa. Aktualisasi Pancasila sebagai paradigma kehidupan
bangsa Indonesia di lingkungan kampus perlu dilakukan untuk mengembangkan
kepribadian mahasiswa sebagai manusia Indonesia yang berlandaskan pancasila dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga diharapkan mahasiswa sebagai penerus bangsa yang
berpijak pada kepribadian bangsanya dalam berperan dan menyongsong era global.

B. Rumusan Masalah
a) Apa itu aktualisasi dan bagaimana aktualisasi pancasila di lingkungan kampus?
b) Bagaimana aktualisasi nilai pancasila?
c) Bagaimana aktualisasi nilai pancasila pada kegiatan mahasiswa?

C. Tujuan
1) Mengetahui aktualisasi pancasila sebagai paradigma bangsa Indonesia di
lingkungan kampus
2) Mengetahui aktualisasi nilai pancasila
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AKTUALISASI
Aktualisasi adalah sesuatu mengaktualkan. Dalam masalah ini adalah bagaimana nilai-
nilai Pancasila itu benar-benar dapat tercermin dalam sikap dan perilaku dari seluruh warga
negara, mulai dari aparatur dan pimpinan nasional sampai kepada rakyat biasa. Aktualisasi
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lapisan masyarakat dapat
mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku yang
sesungguhnya, bukan hanya sekedar lips service untuk mencapai keinginan pribadi dengan
mengajak orang lain mengamalkan nilai-nilai Pancasila, sementara perilaku sendiri jauh
lebih dari nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya.
Oleh sebab itu, merealisasikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, secara sesungguhnya dapat dilakuka melalui cara-cara berikut ini:
1. Aktualisasi Pancasila secara objektif, yaitu melaksanakan Pancasila dalam
setiap aspek penyelenggaraan negara meliputi eksekutif, legislatif, dan
yudikatif dan dalam bidang kehidupan kenegaraan lainnya.
2. Aktualisasi Pancasila secara subjektif, yaitu pelaksanaan Pancasila dalam
setiap pribadi, perseorangan, warga negara, dan penduduk. Pelaksanaan
Pancasila secara subjektif sangat ditentukan oleh kesadaran, ketaatan, serta
kesiapan, individu untuk mengamalkan Pancasila. (Kaelan, 2013:584).

B. AKTUALISASI PANCASILA DI LINGKUNGAN KAMPUS


Sesuai dengan tujuan perguruan tinggi sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan
Pemerintah No. 30 Tahun 1990 tentang Perguruan Tinggi, ialah bertujuan menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu
pengetahuan teknologi dan/atau kesenian, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, dan kesenian serta menyumbangkan untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan
tersebut perguruan tinggi memiliki motto yang dikenal “Tri Dharma Perguruan Tinggi”,
yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian. (PP No. 30 Tahun 1999).
Perguruan tinggi di Indonesia mempunyai motto dengan tiga fungsi, yaitu (1) tempat
pengajaran dan pendidikan, (2) tempat penelitian illmiah, (3) alat pengabdian masyarakat.
Namun, yang menjadi ciri khas di Indonesia ialah peranannya sebagai pengabdi kepada
rakyat (social engineering).
1. Budaya Akademik (Culture academic)
Akademik berasal dari academia, yaitu sekolah yang diadakan Plato (Pranarka,
1983:374-375). Istilah academia selanjutnya mencakup pengertian kegiatan
intelektual yang bersifat refleksif, kritis, dan sistematis. Kaitannya nilai-nilai
Pancasila dalam ruang lingkup pemikiran akademik menurut Pranarka adalah
sebagai berikut:
a. Pengolahan ilmiah megenai Pancasila, adanya atau eksistensi objektif
pancasila, pancasila sebagai data empiris yaitusebagai ideologi, dasar negara,
dan sumber hukum yang terjadi di dalam sejarah. Sasaran ini dilakukan
dengan penelusuran ilmiah terutama dengan menggunakan disiplin sejarah.
b. Mengungkapkan ajaran yang terkandung dalam pancasila, yaitu mempelajari
faktor objektif yang membentuk adanya pancasila itu.
c. Renungan refleksif dan sistematis mengenai pancasila yang sifatnya diolah
dengan keyakinan-keyakinan pribadi mengenai kebenaran-kebenaran yang
sifatnya mendasari.
d. Studi perbandingan ajaran pancasila dengan ajaran lain.
e. Pengolahan ilmiah mengenai pelaksanaan pancasila, yaitu masalah
pelaksanaan atau operasionalisasinya.
Sementara itu ada pendapat yang berbeda seperti yang diutarakan oleh Sutiardja
mengatakan bahwa warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yag
memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Terdapat sejumlah ciri masyarakat ilmiah
sebagai budaya akademik sebagai berikut:
a. Kritis
b. Kreatif
c. Obyektif
d. Analitis
e. Konstruktif
f. Dinamis
g. Dialogis
h. Menerima kritik
i. Menghargai prestasi ilmiah/akademik
j. Bebas dari prasangka
k. Menghargai waktu
l. Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah
m. Berorientasi ke masa depan
2. Kebebasan Akademik
Istilah kebebasan akademik menurut Buchari (1995:25) digunakan sebagai padanan
dari konsep Inggris academic freedom, yang menurut Arthur Lovejoy (Buchari,
1995:25) adalah kebebasan seorang guru atau seorang peneliti di lembaga
pengembangan ilmu untuk mengkaji serta membahas persoalan yang terdapat
dalam bidangnya, serta mengutarakan kesimpulan-kesimpulannya, baik melalui
penerbitan maupun melalui perkuliahan kepada mahasiswanya, tanpa campur
tangan dari penguasa politik atau keagamaan atau dari lembaga yang
mengerjakannya, kecuali apabila metode-metode yang digunakannya dinyatakan
jelas-jelas tidak memadai atau bertentangan dengan etika professional oleh
lembaga-lembaga yang berwenang dalam bidang keilmuannya (Mochtar Buchtari
1995:25).
3. Penelitian
Penelitian adalah suatu kegiatan telaah yang taat kaidah, bersifar objektif dalam
upaya untuk menemukan kebenaran dan menyelesaikan masalah dalam ilmu
pengetahuan, teknologi dan kesenian. Dalam suatu kegiatan penelitian seluruh
unsur dalam penelitian senantiasa mendasarkan pada suatu paradigma tertentu, baik
permasalahan, hipotesis, landasan teori maupun metode yang dikembangkannya
(Sutiadja, 2001:62).
4. Pengabdian Kepada Masyarakat
Aktualisasi pengabdian kepada masyarakat ini pada hakikatnya merupakan suatu
aktualisasi pengembangan ilmu pengetahuan demi kesejahteraan umat manusia.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebenarnya merupakan suatu aktualisasi
kegiatan masyarakat ilmiah perguruan tinggi yang dijiwai oleh nilai-nilai ketuhanan
dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam pancasila (Sutiadja, 2001:64).

C. AKTUALISASI NILAI PANCASILA


Alfred North Whitehead (1864 – 1947), tokoh utama filsafat proses, berpandangan
bahwa semua realitas dalam alam mengalami proses atau perubahan, yaitu kemajuan,
kreatif dan baru. Realitas itu dinamik dan suatu proses yang terus menerus “menjadi”,
walaupun unsur pemanensi realitas dan identitas diri dalam perubahan tidak boleh
diabaikan. Sifat alamiah itu dapat pula dikenakan pada ideologi Pancasila sebagai suatu
realitas (pengada). Masalahnya, bagaimanakah nilai-nilai Pancasila itu diaktualisasikan
dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara? Dan, unsur nilai Pancasila manakah
yang mesti harus kita pertahankan tanpa mengenal perubahan?
Moerdiono (1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila.
Tiga tataran nilai itu adalah:
Pertama, nilai dasar, yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang
terlepas dari pengaruh perubahan waktu. Nilai dasar merupakan prinsip yang bersifat amat
umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan kandungan kebernaran yang bagaikan
aksioma. Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi
sesuatu yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar, dan ciri khasnya. Nilai dasar
Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara. Nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari
sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan
rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu
masyarakat yag adil dan makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan, dan kesatuan
seluruh warga masyarakat.
Kedua, nilai instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat konstekstual. Nilai
instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang merupakan arahan
kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini
dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumental
haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan
secara kreatif dan dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang
sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Dari kandungan nilainya,
maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, system, rencana,
program, bahkan juga proyek-proyek yag menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga
negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.
Ketiga, nilai praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari, berupa
cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nila praksis
terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis
maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh
organisasi kekuatan social politik, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan
ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warga negara secara perseorangan.
Dari segi kandungan nilainya, nilai praksis merupakan gelanggang pertarungan antara
idealisme dan realitas.
Untuk menjaga konsistensi dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam praktik
hidup berbangsa dan bernegara, maka perlu Pancasila formal yang abstrak-umumuniversal
itu ditransformasikan menjadi rumusan Pancasila yang umum kolektif, dan bahkan
menjadi Pancasila yang khusus individual (Suwarno, 1993: 108). Artinya, Pancasila
menjadi sifat-sifat dari subjek kelompok dan individual, sehingga menjiwai semua tingkah
laku dalam lingkungan praksisnya dalam bidang kenegaraan, politik, dan pribadi.
Masalah aktualisasi nilai-nilai dasar ideologi Pancasila ke dalam kehidupan praksis
kemasyarakatan dan kenegaraan bukanlah masalah yang sederhana. Soedjati Djiwandono
(1995: 2-3) mensinyalir, bahwa masih terdapat beberapa kekeliruan yang mendasar dalam
cara orang memahami dan menghayati Negara Pancasila dalam berbagai seginya. Kiranya
tidak tepat membuat “sakral” dan tabu berbagai konsep dan pengertian, seakan-akan sudah
jelas betul dan pasti benar, tuntas dan sempurna, sehingga tidak boleh dipersoalkan lagi.
Sikap seperti itu membuat berbagai konsep dan pengertian menjadi statik, kaku dan tidak
berkembang, dan mengandung resiko ketinggalan zaman, meskipun mungkin benar bahwa
beberapa prinsip dasar memang mempunyai nilai yang tetap dan abadi. Belum
teraktualisasinya nilai dasar Pancasila secara konsisten dalam tataran praksis perlu terus
menerus diadakan perubahan, baik dalam arti konseptual maupun operasional. Banyak hal
harus ditinjau kembali dan dikaji ulang. Beberapa mungkin perlu dirubah, beberapa lagi
mungkin perlu dikembangkan lebih lanjut dan dijelaskan atau diperjelas, dan beberapa lagi
mungkin perlu ditinggalkan.
Aktualisasi nilai Pancasila dituntut selalu mengalami pembaharuan. Hakikat
pembaharuan adalah perbaikan dari dalam dan melalui sistem yang ada. Atau dengan kata
lain, pembaharuan mengandaikan adanya dinamika internal dalam diri Pancasila.
Mengunakan pendekatan teori Aristoteles, bahwa di dalam diri Pancasila sebagai pengada
(realitas) mengandung potensi, yaitu dasar kemungkinan (dynamik). Potensi dalam
pengertian ini adalah kemampuan real subjek (dalam hal ini Pancasila) untuk dapat
berubah. Subjek sendiri yang berubah dari dalam. Mirip dengan teori A.N.Whitehead,
setiap satuan aktual (sebagai aktus, termasuk Pancasila) terkandung daya kemungkinan
untuk berubah. Bukan kemungkinan murni logis atau kemungkinan objektif, seperti batu
yang dapat dipindahkan atau pohon yang dapat dipotong. Bagi Whitehead, setiap satuan
aktual sebagai realitas merupakan sumber daya untuk proses kemenjadi-an yang
selanjutnya. Jika dikaitkan dengan aktualisasi nilai Pancasila, maka pada dasarnya setiap
ketentuan hukum dan perundang-undangan pada segala tingkatan, sebagai aktualisasi nilai
Pancasila (transformasi kategori tematis menjadi kategori imperatif), harus terbuka
terhadap peninjauan dan penilaian atau pengkajian tentang keterkaitan dengan nilai dasar
Pancasila.

D. AKTUALISASI NILAI-NILAI PANCASILA PADA KEGIATAN MAHASISWA


Mahasiswa merupakan bagian dari pemuda yang mempunyai keunggulan di bidang
pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Oleh sebab itu, mahasiswa harus
berdiri di garis depan dalam mempelopori pembangunan bangsanya. Gerakan-gerakan
perubahan yang terjadi pada bangsa Indonesia yang dimulai semenjak pra kemerdekaan
sampai sekarang tercatat bahwa mahasiswa sebagai pelopornya.
Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia kegiatan mahasiswa baik dalam kampus
maupun di dalam masyarakat tetap harus berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 serta
harus menjunjung tinggi budaya nasional. Menurut Sutiadja, (2001:71) mengatakan bahwa
mahasiswa dalam segala kegiatannya harus bisa menunjukkan sikap, antara lain:
a. Mahasiswa dalam segala kegiatannya harus dapat menunjukkan keimanan dan
pengakuan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena semua hasil yang dicapai baik
oleh pribadi kita masing-masing maupun oleh seluruh bangsa Indonesia dalam
hidup bernegara dan berkebudayaan dalam segala seginya adalah “Berkat rahmat
Allah yang Maha Kuasa”.
b. Sebagai perwujudan hal tersebut adalah dengan penghayatan dan pengamalan
terhadap ajaran agama (yang merupakan wahyu Tuhan melalui Rasul dan Nabi)
yang merupakan amal perbuatan yang nyata. Untuk itu maka dalam kehidupan
nyata diperlukan adanya toleransi antar sesama pemeluk agama.
c. Mahasiswa dalam segala kegiatannya harus menyadari betul bahwa manusia adalah
diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Antara manusia yang satu dengan yang lain
adalah sama dan sederajat termasuk di hadapan hukum, mempunyai hak-hak yang
sama sehingga menumbuhkan rasa keadilan di antara segenap warga negaranya,
setiap warga negara dijamin haknya serta kebebasannya yang menyangkut
hubungan pada Tuhan, sesama manusia, masyarakat, dan menyangkut pula
kemerdekaan menyatakan pendapat dan mencapai kehidupan yang layak sesuai
dengan HAM.
d. Dalam segala kegiatannya mahasiswa harus dapat memperkokoh persatuan dan
kesatuan nasional, dalam melaksanakan HAM jangan lah menyebabkan
terpecahnya kesatuan dan persatuan. Seorang mahasiswa harus dapat menciptakan
situasi yang memungkinkan tumbuh suburnya perasaan bangga berbangsa dan
nasionalisme Indonesia ynag megatasi segala paham golongan, suku bangsa.
Nasionalisme yang dikembangkan janganlah nasionalisme yang sempit
(chauvinisme) karena sebagai makhluk Tuhan tentunya juga akan mengakui dan
menghormati bangsa lain sebagai perwujudan pelaksanaan HAM.
e. Mahasiswa dalam segala kegiatannya menjunjung tinggi prinsip bahwa sebagai
bangsa yang merdeka dan berdaulat, maka kita telah menentukan sistem
pemerintahan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan”, yang merupakan asas falsafah demokrasi pancasila.
f. Pelaksanaan demokrasi Pancasila harus dapat memajukan kesejahteraan umum dan
cita-cita mewujudkan “Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”, yang
meliputi bidang materiil maupun spiritual.
BAB III
KESIMPULAN
Menurut Peratuan Pemerintah 30 Tahun 1990 tentang Perguruan Tinggi, ialah bertujuan
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
dan/atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu
pengetahuan teknologi dan/atau kesenian, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, dan kesenian serta menyumbangkan untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut
perguruan tinggi memiliki motto yang dikenal “Tri Dharma Perguruan Tinggi”, yaitu
pendidikan, penelitian dan pengabdian. Namun, yang menjadi ciri khas di Indonesia ialah
peranannya sebagai pengabdi kepada rakyat.
Perguruan tinggi di Indonesia mempunyai motto dengan tiga fungsi, yaitu (1) tempat
pengajaran dan pendidikan, (2) tempat penelitian illmiah, (3) alat pengabdian masyarakat.
Moerdiono (1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila. Tiga
tataran nilai itu adalah:
Pertama, nilai dasar. Kedua, nilai instrumental. Ketiga, nilai praksis.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2013. Negara Kebangsaan Pancasila Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis, dan
Aktualisasinya. Yogyakarta. Paradigma.
Pranaka, A. M. W. 1985. Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila. Jakarta. Centre For
Strategic and Internasional Studies.
Moerdino. 1995/1996. “Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Menghadapi Era Globalisasi
dan Perdagangan Babas”, dalam Majalah Mimbar No.75 tahun XIII.
Suwarno, P.J. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Soedjati Djiwandono, J. 1995. Setengah Abad Negara Pancasila (Tinjauan Kritis ke Arah
Pembaharuan. Jakarta: CSIS.
Sutiadja, 2001. Filsafat Manusia. Yogyakarta. Jalasutera.
Widjaya, A. 1984. Demokrasi dan Aktualisasi Pancasila. Bandung. Alumni.

Anda mungkin juga menyukai