Pancasila Sebagai
Paradigma
Pembangunan
1. Pancasila sebagai paradigma pembangunan dan Pengembangan bidang politik;
2. Pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial budaya;
3. Pancasila sebagai paradigma pembangunan hankam;
4. Pancasila sebagai pembangunan kehidupan beragama;
5. Pancasila sebagai paradigma reformasi.
Abstract
Kompetensi
Secara umum, materi ini akan memberikan bekal kemampuan bagi Mahasiswa
mampu menjelaskan dan mengaplikasikan secara kritis dan objektif Pancasila sebagai
paradigma pembangunan sosial politik, sosial budaya, hankam, kehidupan beragama
dan paradigma reformasi beserta permasalahannya, di Perguruan Tinggi. Meyakini
nilai –nilai Pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial politik, sosial budaya,
hankam, kehidupan beragama dan paradigma reformasi beserta permasalahannya,
sebagai orientasi pendidikan pancasila agar menjadi pedoman berkarya lulusan
Perguruan Tinggi.
a. Pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan
suatu cabang ilmu pengetahuan.
b. Suatu asumsi – asumsi dasar dan asumsi – asumsi teoretis yang umum, sehingga
merupakan suatu sumber hukum – hukum, metode, serta penerapan, dalam ilmu
pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan
itu sendiri.
Paradigma mengandung sudut pandang yang menjelaskan sekaligus menjawab suatu
permasalahan dalam ilmu pengetahuan.
· IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang di temukan, yang di ciptakan tetapi juga
dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya.
· IPTEK harus di dasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia, bukan
kesombongan, bukan untuk kecongkakkan, dan keserakahan manusia, tapi diabdikan untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia.
a. Dasar ontologis manusia, yang didasarkan pada kenyataan objektif dimana manusia
adalah sebagai subjek Negara.
b. Pada tuntutan hak dasar kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu hukum dan
kenegaraan disebut HAM (hak asasi manusia).
c. Pada kekuasaan yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individu-
individu, makhluk sosial yang menjelma sebagai rakyat.
d. Pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila.
Selain itu, harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia sesuai moral pancasila
yang dikembangkan melalui atau berdasarkan moral ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan.
Pada masa reformasi ini, sosial budaya harus mengangkat nilai – nilai yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia sebagai dasar suatu nilai, yaitu nilai pancasila, yang bersifat humanistik, yang
berarti nilai – nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya.
Pancasila memberikan dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa Indonesia untuk
hidup secara damai dalam kehidupan beragama di Negara Indonesia. Negara memberikan
kebebasan kepada warganya untuk memeluk dan menjalankan agamanya sesuai dengan
keyaninan dan kepercayaannya masing – masing, yang menunjukkan bahwa dalam Negara
Indonesia memberikan kebebasan untuk berkehidupan agama dan menjamin atas demokrasi di
bidang agama karena setiap agama memiliki hak – hak dan dasar masing – masing.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan
atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat
sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan
nilai-nilai dalam Pancasila. Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi
tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang
mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat
industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai social politik yang
dijadikan moral baru bagi masyarakat adalah :
a. Adanya nilai toleransi antar masyarakat
b. Adanya nilai transparasi hukum dan kelembagaan
c. Adanya nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata)
d. Bermoral berdasarkan consensus
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam pancasila sebagai fondasi
bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak
dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut. Prinsip-prinsip
demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung dalam
pancasila maka kedaulatan tertinggi negara ada di tangan rakyat. Oleh karena itu paradigma ini
harus merupakan dasar pijak dalam reformasi politik.
Perubahan atas isi keanggotaan DPR tertuang dalam undang-undang no.4 pasal 11
yaitu berkaitan dengan keanggotaan ABRI di DPR.
Demi terwujudnya supra struktur politik yang benar-benar demokratis dan spiratif, maka
sangat penting untuk dilakukan penataan kembali infrastruktur politik, terutama tentang partai
politik. Untuk itu perlu dilakukan reformasi terhadap peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang partai politik. Pada masa orde baru ketentuan tentang partai politik diatur
dalam undang-undang politik yaitu UU No.3 tahun 1975, serta UU No.3 tahun 1985 tentang
partai politik dan golongan karya. Dalam undang-undang tersebut ditentukan bahwa partai
politik dan golongan karya hanya meliputi tiga macam partai yaitu: partai persatuan
pembanguna(PPP), Golongan karya (Golkar), dan partai demokrasi indonesia(PDI). Adapun
syarat pembentukan partai politik tertuang dalam undang-undang no.2 tahun 1999, pasal 2.
Berdasarkan ketentuaan UU tersebut warga negara diberi kebebasan untuk membentuk partai
politik, serta diberi kebebasan untuk menentukan asas sebagai ciri serta program masing-
masing. Atas ketentuaan UU tersebut, maka bermunculanlah partai politik di era reformasi ini
mencapai 114 partai politik. Namun dalam kenyataannya yang memenuhi syarat untuk
mengikuti pemilihan umum hanya 48 partai politik. Selain itu pelaksanaan pemilu juga dilakukan
perubahan untuk mewujudkan pemilihan umum yang benar-benar demokratis, maka
penyelenggara pemilu tersebut berdasarkan ketentuan UU no.3 tahun 1999, bab III pasal 8.
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem
ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan
kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam
humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi
yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi
maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang
hanyamenguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi
demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui
kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh
karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi
yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar
pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi
juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus
mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas monopoli dan bentuk lainnya
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan
akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi
daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan
pembangunan daerah.
Daftar Pustaka
Darmodiharjo, Darji. Mimbar BP-7. Pengertian Nilai, Norma, Moral, Etika, Pandangan
Hidup.Jakarta: BP-7 Pusat,1995/1996,No.76.
http://pengertianadalahdefinisi.blogspot.co.id/2013/12/proses-perumusan-pancasila-sebaga-
dasar.html Wisma Djokosutarto,SH.,1991.