Anda di halaman 1dari 9

AKTUALISASI NILAI PANCASILA

DI PRODI AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS LABUHANBATU

Dosen Pengampu :
MUHAMMAD KHOIRUL RITONGA, SH, MH.

Disusun oleh :

Nama : WIRANDA DINDA JUWITA LUBIS


Kelas : AGROTEKNOLOGI 2C
NPM : 2203100146

UNIVERSITAS LABUHANBATU
PRODI AGROTEKNOLOGI
T.A 2022/2023
MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
AKTUALISASI NILAI – NILAI PANCASILA
DI PRODI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS LABUHANBATU

A. Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar Negara Indonesia yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa.
Hal ini tertuang dalam alinea keempat Undang – Undang Dasar tahun 1945. Nilai- nilai dari
Pancasila berasal dari akar budaya bangsa Indonesia yang luhur. Sebagai suatu dasar Negara
maka Pancasila senantiasa dijadikan landasan dalam pengaturan kehidupan bernegara, yang
berarti bahwa segala macam peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang diambil oleh
para penyelenggara Negara tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
Hal ini menegaskan bahwa Pancasila merupakan suatu acuan yang dijadikan dasar dalam
bertindak oleh segenap bangsa Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia, maka kita diwajibkan
untuk mengaktualisasi berbagai nilai –nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam berbagai
bidang kehidupan.
Maka, setelah banyak aspek memperbincangkan Pancasila sebagai dasar Negara. Sekarang
Pancasilapun dijadikan bahan perbincangan sebagai perilaku yang digunakan didalam kampus.
Dimana didalam kampus tersebut akan terdidik dengan kepemimpinan Pancasila. Baik dalam
perilaku bergaul juga dalam proses belajar mengajar didalamnya. Serta molekul-molekul yang
menjadi bagiannya.
Walaupun pada kenyataannya aktualisasi pancasila dalam lingkungan kampus tidak selalu
sesuai seperti yang kita harapkan. Salah satu contohnya yakni perbuatan mencontek yang banyak
dilakukaan oleh mahasiswa. Namun kita tetap harus mengaktualisasi nilai- nilai Pancasila sebaik
mungkin yang dapat kita lakukan.
Makalah ini dibuat agar kita senantiasa mencintai, menghayati, dan mengaktualisasi nilai –
nilai Pancasila dalam kehidupan kita sehari-hari, terutama di lingkungan kampus. Sehingga kelak
saat kita terjun ke masyarakat kita akan menjadi manusia Pancasila, yakni manusia yang selalu
berpedoman teguh pada Pancasila.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka makalah ini secara khusus membahas permasalahan
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan aktualisasi?
2. Apa yang dimaksud dengan tri darma perguruan tinggi?
3. Bagaimana cara mengaktualisasi Pancasila di perguruan tinggi?

C. Landasan Teori
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan bahan makalah yang berasal dari 2
sumber. Sumber tersebut yaitu : buku yang berjudul “Pendidikan Pancasila” karya A.T
Soegito,dkk dan dari internet.
D. Metode yang dipakai :
Dalam penulisan makalah ini saya mendapatkan berbagai bahan materi yang berasal dari
sumber internet dan buku yaitu :
1. Buku Pendidikan Kewarganegaraan
2. Sumber internet https//:www.academia.edu
3. Scribd
4. Media.neliti.com
PEMBAHASAN

A. Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi berasal dari kata aktual yang berarti betul-betul ada, terjadi dan sesungguhnya,
hakikatnya. Dimana Pancasila memang sudah jelas berdiri dalam bangsa Indonesia sebagai dasar
negaranya.
Aktualisasi Pancasila adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila benar-benar dapat tercermin
dalam sikap dan perilaku seluruh warga negara mulai dari aparatur Negara sampai kepada rakyat
biasa.
Nilai-nilai Pancasila yang bersumber pada hakikat Pancasila adalah bersifat universal, tetap
dan tak berubah. Nilai-nilai tersebut dapat dijabarkan dalam setiap aspek dalam penyelenggaraan
Negara dan dalam wujud norma-norma, baik norma hukum, kenegaraan, maupun norma-norma
moral yang harus dilaksanakan dan diamalkan oleh setiap warga Negara Indonesia.
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu :

1. Aktualisasi Objektif
Aktualisasi Pancasila secara objektif yaitu melaksanakan pancasila dalam berbagai bidang
kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara antara lain: legislatif, eksekutif,
maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya. Seperti politik,
ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran kedalam undang-undang, garis-garis besar haluan
Negara, hankam, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya.

2. Aktualisasi Subjektif
Aktualisasi Pancasila secara subyektif adalah aktualisasi pancasila pada setiap individu
terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup Negara dan masyarakat. Aktualisasi
yang subjektif tersebut tidak terkecuali baik warga Negara biasa, aparat pentelenggara Negara,
penguasa Negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik, maka dia perlu mawas
diri agar memiliki moral ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam pancasila.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lapisan masyarakat yang dapat
mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku. Perpaduan ciri tersebut
di dalam kehidupan kampus melahirkan gaya hidup tersendiri yang merupakan variasi dari corak
kehidupan yang menjadikan kampus sebagai pedoman dan harapan masyarakat.

B. Tri Dharma Perguruan Tinggi


Pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah menara gading yang jauh
dari kepentingan masyarakat melainkan senantiasa mengemban dan mengabdi kepada
masyarakat. Perguruan tinggi diselenggarakan dengan tujuan untuk :
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
dan/atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
memperkaya kebudayaan nasional.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, perguruan tinggi menyelenggarakan kegiatan yang
disebut dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang terdiri dari :
1. Pendidikan
Merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan manusia terdidik yang memiliki kemampuan
akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan
IPTEK dan seni.
2. Penelitian
Kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan empirik, teori, konsep, model, atau informasi
baru guna memperkaya IPTEK dan seni.
3. Pengabdian Kepada Masyarakat
Kegiatan yang memanfaatkan IPTEK dalam upaya memberi sumbangan demi kemajuan
masyarakat.

C. Penumbuhan Moral Etika Pancasila


Akhir-akhir ini di berbagai tempat timbul kerusuhan massa yang cenderung brutal
dikarenakan adanya kesenjangan sosial antara pemerintah pusat maupun daerah. Hal ini
menimbulkan gejolak berupa gerakan pengacau keamanan bahkan tuntutan untuk melepaskan
diri misalnya Aceh dan Irian Barat. Apabila tidak segera diatasi maka akan menyebabkan
disintregrasi bangsa. Disini pula dikarenakan hubungan social lainnya, kebebasan berkumpul
sangat dibatasi, kesadaran pemeliharaan lingkungan yang kurang, kurangnya kerjasama antar
agama, kurangnya penyadaran social, serta sentiment yang selalu ditutup-tutupi dengan isi
SARA. Yang justru menyebabkan meledaknya kerusuhan di beberapa tempat.
Padahal para pendiri bangsa telah mencontohkan pada kita bagaimana cara mencipatakan
situasi demokrasi melalui BPUPKI – PPKI dengan melakukan perdebatan dan pemufakatan
disaat-saat mempersiapkan kemerdekaan. Bahkan saat proklamasi hingga pengesahan UUD 1945
mereka tetap bersatu hingga Negara Republik Indonesia dapat diwujudkan.
Persoalan demokrasi bukan hanya masalah yang menyangkut pengaturan kekuasaan
Negara, melainkan juga terkait cara hidup antar kelompok masyarakat yang sangat pluralis
dimana persoalan-persoalan sosial dapat dipecahkan secara bersama. Maka muncullah pemikiran
kearah desentralisasi pemerintahan yang kurang lebih sejalan dengan perkembangan masyarakat
modern dan demokratis. Namun terjadinya kerusuhan dibeberapa tempat, kekejaman bahkan
pembunuhan antar masyarakat etnis bertentangan dengan jiwa dan semangat Pancasila. Sebab
bagi bangsa Indonesia keanekaragaman etnis, agama, adat istiadat, wilayah yang begitu luas yang
konsekuensi logisnya, pluralisme, visi dan aspirasi yang beraneka ragam harus diterima dan
dihormati. Yang menjadi perhatian kita adalah mengatasi pluralisme dai kerawanan menjadi
asset nasional. Cara mengatasinya yakni dengan “Etika Pluralisme”, yakni etika yang
mengajarkan sopan santun dalam sikap dan mau menerima beda pendapat dalam musyawarah
dan mufakat sebagai penjelmaan demokrasi Pancasila. Dengan demikian persatuan dan kesatuan
bangsa dapat diciptakan dan menghindari disintregrasi bangsa. Sarana yang sangat strategis yakni
dengan pendidikan Pancasila. Untuk itulah maka revitalisasi nilai-nilai Pancasila serta moral
etika Pancasila harus terus-menerus dikembangkan.

D. Tradisi Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, Otonomi Akademik dan


Peran Mahasiswa di Masyarakat

1. Tradisi Kebebasan Akademik


Sejak universitas pertama kali berdiri di Bologna (Italia), paham kebebasan yang selama
itu dipegang oleh gereja mulai digulirkan pada Universitas. Semua pimpinan agama memegang
kekuasaan, mengambil keputusan tentang kebenaran-kebebasan bagi masyarakat melalui mimbar
(excathedra). Pada masa itu kebenaran dan keadilan masih dikendalikan oleh kesejajaran
(juxtaposition) antara simpulan yang ditarik dari tafsir agama dan yang merupakan hasil proses
penalaran oleh para pemikir (ilmuwan dan filosof) semakin diperlukan adanya batasan yang jelas.
Tidak jarang simpulan tersebut menghasilkan pertentangan pandangan (contra position ).
Dari apa yang telah dicapai oleh para pemikir (ilmuwan dan filosof) pada abad
pertengahan dapat diamati suatu gejala empirik tentang kebebasan untuk mencapai kebenaran :
a. Bahwa masyarakat ilmiah perlu dikembangkan dalam lingkungan perguruan tinggi.
b. Sikap avveroisme (kelompok ilmiah nasionalis yang berusaha melepaskan diri dari gereja )
semakin jelas dikalangan perguruan tinggi, mereka semakin otonom dalam mencapai kebenaran.
c. Otonomi perguruan tinggi berhubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kondisi itu
bersifat conditio sinequanon bagi kemajuan peradaban imu. Dalam hal ini segala pengertian
tentang kebebasan kampus dan kebebasan akademis adalah pengertian yang setara bagi
kemajuan.
Kebebasan akademik dalam hal ini lebih berciri aktivitas wahana pengembangan
ilmu pengetahuan yang dapat diikuti oleh sivitas akademika (dosen dan mahasiswa). Dalam hal
ini sivitas akademika akan menempuh jalur norma akademik, yang mencangkup serangkaian
langkah metodologis: penemuan masalah, tujuan, manfaat, cara mencapai kebenaran, analisis,
dan simpulan.

2. Kebebasan Mimbar Akademik


Dalam perkembangan dan penyelenggaraan otonomi kampus bagi perkembangan
ilmu pengetahuan muncul istilah kebebasan mimbar akademik, yaitu proses pengembangan ilmu
lewat kegiatan perkuliahan (mimbar akademik). Kebebasan mimbar akademik lebih ditekankan
pada pengembangan kognitif (pemahaman), apresiasi (afektif), dan keterampilan
(psikomotorik)yang dilakukan dalam laboratorium dan perpustakaan. Media untuk
pengembangan mimbar akdemik lebih ditekankan pada diskusi, seminar, dan simposium. Dalam
kegiatan ini dosen dan mahasiswa akan berada dalam suatu pola interese, yaitu berada pada satu
tatanan bahasa yang bersifat setara (VIS a VIS) namun dosen tetap pada posisi pemegang mimbar
(ex cathedra). Posisi pemegang mimbar utama adalah guru besar (professor). Ia memiliki otoritas
sebagai pengembang ilmu karena telah bergelar doctor.
Suria Sumantri (1986 : 27) menyebut mahasiswa sebagai setengah ilmuwan, yaitu
mahasiswa belum memiliki kewibawaan penuh pemegang otoritas dalam kegiatan ilmu. Fungsi
mahasiswa menjadi cukup srtategis dalam kegiatan keilmuan yang mengarah pada perkembangan
peradaban manusia dan teknologi. Pertama, pada proses pengembangan ilmu mahasiswa,
mahasiswa merupakan pelaku muda (colega minor)yang sedang belajar dan mengalami
bimbingan dari dosen (colega mayor). Mahasiswa akan mengalami pendewasaan diri sebagai
ilmuwan. Kedua, pada proses pengembangan ilmu, mahasiswa merupakan pelaku muda yang
pada umumnya sedang mengalami bimbingan dari para dosen. Dalam hal ini mahasiswa sering
kali memerlukan media tukar pendapat, dialog kritis untuk saling memberi masukan.

3. Otonomi Keilmuan
Ilmu yang berkembang tidak hanya kerangaka pemikiran logis, melainkan telah
teruji, sehingga dengan ilmu orang akan bias menjelaskan gejala alam kemudian meramalkannya.
Ilmu mempunyai obyek kajian (ontologis), dan memiliki kemampuan untuk mencapai kebenaran
(epistemologi) serta kemampuan terkait dengan masyarakatnya (aksiologis). Ilmu yang dapat
berkembang pad prinsipnya karena kaidah moral, pertimbangan etis, dan norma kerja profesinya.
Ilmu pengetahuan memang dapat memperoleh otonomi dalam melakukan
kegiatannya untuk mempelajari alam semesta, tetapi masalah moral akan timbul manakala
berkaitan dengan ilmu pengetahuan itu. Ilmu pengetahuan memiliki 2 sisi kajian yaitu sisi kajian
internal dan eksternal. Sisi kajian internal digunakan manakala ilmu hanya menggunakan metode
spesifik yang dimilikiuntuk dipraktekkan ilmuwan secara otonomi (Salim, 1994: 15). Sedang
pada sisi kajian eksternal , ilmu akan berkaitan dengan bidang IPOLEKSOSBUDROHANKAM
(ideology, politik, ekonomi, social, budaya, rohani, pertahanan, dan keamanan.
Ilmu pengetahuan hanya memiliki otonomi dalam sisi kajian internal (terbatas pada
penerapan metodologinya untuk mencapai kebenaran ilmiah). Ilmu pengetahuan selalu dituntut
bagaimana dapat memiliki kegunaan di masyarakatnya. Misalnya keberadaan ilmu kedokteran
harus mampu mengatasi masalah kesehatan masyarakat secara luas, seperti menciptakan obat
untuk mengatasi HIV,dll. Ilmu sosial (politik,sosial,ekonomi, budaya, dll) harus mampu
menciptakan dinamika dan intregitas bagi masyarakatnya. Dapat dikatakan bahwa ilmu sosial
tidak mungkin berkembang terlepas dari masyarakatnya, karena ilmu sosial adalah bagian dari
gejala perilaku masyarakat.

4. Peran Mahasiswa di Masyarakat


Keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan masyarakat dapat dilakukan sejauh kegiatan itu
memiliki relevansi langsung dengan kematangan ilmu pengetahuan yang diminati. Keterlibatan
mahasiswa terhadap masalah sosial sebatas mahasiswa memiliki komitmen yang kuat terhadap
pengembangan tugas akademis. Sebagai contoh keterlibatan mahasiswa dalam masalah politik,
harus bersifat peningkat visi akademisnya, pengembangan wawasan, pengayaan substansi dan
kedewasaannya.
Peran mahasiswa di masyarakat:
1. Mahasiswa sebagai pribadi yang sedang belajar berproses “untuk menjadi” (ilmuwan) sehingga
masih membutuhkan bimbingan dan pembinaan akdemik yang intensif dari para dosen.
2. Mahasiswa dapat berperan sebagai perantara pembaharuan (agent of modernization) terutama
membantu masyarakat miskin yang masih tertinggal guna meningkatkan pendapatannya.
3. Mahasiswa perlu belajar untuk dapat mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian, laporan hasil
kajian ilmiah, dan hasil diskusi ilmu pengetahuan kepada masyarakat dalam tataran bahasa
indonesia yang sederhana sehingga dapat diterima semua pihak.
4. Tidak semua orang dalam masyarakat dapat meraih peluang masuk kuliah di bangku perguruan
tinggi. Peluang masuk perguruan tinggi hanyalah bagi lulusan SMA yang memiliki motivasi dan
dukungan dana yang cukup. Pengadaan dana yang cukup besar itu membutuhkan bantuan
masyarakat yang secara langsung digunakan untuk pengadaan prasarana dan sarana belajar.

E. Memposisikan Kebebasan Akademik dan Kebebasan Mimbar Akademik Secara


Proporsional
Kesenjangan antara teori keagamaan dan penalaran ilmiah makin membesar karena
para filsuf yang tergabung dalam kelompok penganut averroisme terus bertahan pada
pendiriannya untuk menggarap masalah-masalah filsafat dan ilmu bebas dari ikatannya dengan
keagamaan. Averroisme terus berkembang dan memunculkan berbagai aliran filsafat serta cabang
ilmu secara mandiri. Pesatnya pertumbuhan sebagai cabang ilmu makin menampilkan ilmu
sebagai suatu manifestasi yang otonom dan hal ini menimbulkan tuntutan agar bagi pusat-pusat
keilmuan- universitas diakui juga otonomi universitas sebagai lembaga yang menyelenggarakan
kegiatan ilmiah. Maka muncullah istilah otonomi universitas, yaitu otonomi kelembagaannya
sebagai pengelola akademik ; dalam suasana itu universitas merupakan tempat persemaian
intelektual dan cultural dalam arti luas, bukan sekedar perakit sarjana.
Otonomi ilmu selanjutnya juga dianggap sebagai condition sine qua non bagi terwujudnya
perkembangan dan kemajuan ilmu khususnya serta peradaban pada umumnya sering juga diakui
sebagai otonomi universitas sebagai lembaga yang menyelenggarakan pengajaran dan penelitian
berbagai disiplin ilmu sesuai kaidah-kaidah akademik.
Sejalan dengan hasrat diakuinya otonomi ilmu maka kalangan ilmuwan khususnya kalangan
akademis mengharapkan diakui dan berlakunya kebebasan akademik serta kebebasan mimbar
akademik. Yang pertama, berkenaan dengan kebebasan para akademis untuk melakukan studi,
penelitian, pembahasan serta pengajaran ilmu kepada dan antara sivitas akademika. Yang kedua,
berkenaan dengan hak serta tanggung jawab seorang yang memiliki prasyarat dan atribut untuk
diakui wewenang dan wibawa keilmuannya guna mengutaran fikiran dan pendapatnya ex catedra
academica. Hak menggunakan cathedra (mimbar ) tidak dimiliki setiap sivitas akademika,
melainkan oleh para akademisi yang memenuhi segala persyaratan untuk bertindak selaku tenaga
pengajar atau peneliti yang mandiri.
Di Indonesia tradisi kebebasan (mimbar) akdemik mula-mula diberlakukan di perguruan-
perguruan tinggi yang pertama-tama didirikan yaitu Sekolah Tinggi Teknik

KESIMPULAN

Berdasar uraian tersebut di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut. Pertama,
pengembangan nilai-nilai Pancasila merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan pada
setiap sisi kehidupan untuk mewujudkan masyarakat yang harmonis, damai dan jauh dari
perselisihan. Respon masyarakat terkait pengembangan nilai-nilai Pancasila dalam lingkup
masyarakat yang sangat baik. Kedua, kegiatan yang rutin dilakukan dalam upaya
mengembangkan nilai-nilai Pancasila dengan melalui gotong royong, musyawarah, diskusi
dengan masyarakat, pengumpulan dana bantuan kemanusiaan, arisan rutin, dan musyawarah
kebangsaan. Nilai-nilai yang dikembangkan adalah religius atau ketuhanan, toleransi, persatuan,
musyawarah, dan keadilan sosial. Proses dalam mengembangkan nilai-nilai Pancasila
diinternalisasikan kepada masyarakat dalam berbagai kegiatan yang dibuat untuk menunjang
pengembangan nilai-nilai Pancasila tersebut.

SARAN

Harapan yang diinginkan pada masa yang akan datang dari adanya Aktulisasi Pancasila
bahwa masyarakat dapat terus mempertahankan sikap dan kebiasaan yang bersumber dari
Pancasila, agar masyarakat mampu memberikan contoh dan dapat bersikap sesuai butir-butir
yang ada di dalam Pancasila. Supaya ideologi Pancasila tetap terus bertahan di tengah arus era
revolusi industri 4.0.

Anda mungkin juga menyukai