ANGGOTA KELOMPOK
ZAR’AN
HERLINA
INDRIANI
ELVINA NATASA
M. ZILALUL AMRI
EKONOMI SYARIAH
Bismillâhirraẖmânirraẖîm
Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam, Shalawat serta salam semoga tercurah
kepada junjungan kita baginda besar Nabi Muhammad SAW. Keluarga, serta para Sahabat sekalian.
Kami selaku penulis sangat bersyukur telah berhasil menyelesaikan makalah yangberjudul
“PENGARUSUTAMAAN GENDER(PUG) DAN STUDI KASUS IMPLEMENTASI PUG DI DAERAH”
Walaupun tentunya masih banyak kekurangan-kekurangan, baik dari segi penulisan, penggunaan
EYD, maupun dari segi isinya. Oleh karena itu, kami membuka pintu yang lebar untuk kritik dan
saran dari pembaca sekalian, demi untuk menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR ISI
Contents
BAB I............................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................4
A.Pengarusutamaan Gender (PUG).........................................................................................................4
B. Implementasi dan Hambatan PUG......................................................................................................8
C.STUDI KASUS IMPLEMTASI PUG DI DAERAH (Masalah Ketimpangan Gender di Riau).......................10
BAB II.........................................................................................................................................................13
PENUTUP...................................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................15
BAB I
PEMBAHASAN
A.Pengarusutamaan Gender (PUG)
Keadilan Gender Keadilan gender merupakan proses dan perlakuan adil, baik kepada
perempuan atau laki-laki. Keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, sub-
ordinasi, marginalisasi dan kekerasan bagi perempuan atau laki-laki. Dalam masyarakat patriarki,
seperti Indonesia, kontrol patriarki merupakan monopoli atau dominasi pengambilan keputusan di
semua level pemerintahan dan kekuasaaan (hubeis, aida : 2016)
Hal ini dimaksudkan agar kepentingan perempuan dan laki-laki dapat tertampung, sehingga
keduanya dapat menikmati hasil pembangunan secara berimbang. PUG bertujuan agar perempuan
memiliki kesempatan dan akses terhadap proses dan hasil pembangunan. Pelaksanaan PUG di era
otonomi daerah, mengakibatkan tantangan dan peluangnya semakin besar. Di Indonesia, terdapat
beberapa perangkat hukum yang mengatur mengenai PUG sebagai strategi untuk mengintegrasikan
perspektif gender dalam perencanaan pembangunan.
Secara spesifik pengaturan mengenai PUG dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
Dikeluarkannya Inpres ini menjadi tonggak awal pelaksanaan PUG di Indonesia. Sebagai peraturan
pelaksana dari Inpres, dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 132
Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Daerah dan diperbaharui dengan Permendagri Nomor 15 Tahun 2008. Inpres Nomor 9 Tahun 2000
juga dijadikan acuan pembentukan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010-2014. Di dalamnya ditetapkan
kebijakan PUG lintas bidang pembangunan sebagai salah satu prinsip dan landasan operasional
bagi seluruh pelaksanaan pembangunan (RPJMN 2010-2014). Pada kenyataannya, keberadaan
peraturan terkait PUG belum mampu mendorong pelaksanaan PUG secara signifikan. Implementasi
PUG, belum dianggap sebagai suatu strategi untuk mencapai KG, yang harus diawali dengan analisa
gender.
Hal ini sebagaimana yang terjadi di daerah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dan Jawa
Tengah (Jateng). Data yang diuraikan dalam tulisan ini, diambil dari hasil pengumpulan data Tim
Kerja Rancangan UndangUndang (RUU) PUG, yang terdiri dari perwakilan Biro Perancangan
Undang-Undang Kesejahteraan Rakyat (PUU Kesra) dan Peneliti Pusat Pengolahan Data dan
Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR-RI. Selanjutnya, berdasarkan latar belakang di atas,
maka dirumuskan permasalahan penulisan, sebagai berikut:
Konsep PUG secara resmi muncul pada Konferensi PBB untuk Perempuan ke-IV di
Beijing tahun 1995. Pada saat itu, berbagai area kritis yang perlu menjadi perhatian
pemerintah dan masyarakat di seluruh dunia untuk mewujudkan KG mulai dipetakan.
PUG didesakkan sebagai strategi yang harus diadopsi oleh PBB, pemerintah, dan
organisasi yang relevan untuk memastikan bahwa rencana aksi di berbagai area kritis
dapat dilaksanakan dengan efektif (Silawati, 2006). United Nations (UN) Economic and
Social Council (ECOSOC) secara formal mendefinisikan PUG, sebagai berikut: “Gender
Mainstreaming is the process of assessing the implications for women and men of any
planned action, including legislation, policies or programmes, in all areas and at all
levels. It is a globally accepted strategy for promoting gender equality.” (Ghazaleh, 11
September 2011).
Razavi dan Miller (2006) mendefinisikan PUG sebagai proses teknis dan politis yang
membutuhkan perubahan pada kultur atau watak organisasi, tujuan, struktur, dan
pengalokasian sumber daya. Sedangkan, menurut Ketentuan Umum Permendagri No.
15 Tahun 2008 yang dimaksud PUG di daerah adalah strategi yang dibangun untuk
mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan di daerah. Dengan demikian, PUG merupakan sebuah strategi untuk
mewujudkan KG, bukan suatu tujuan. (Saptaningrum, 2008).
Selain menjelaskan konsep PUG, dianggap perlu untuk menyusun indikator untuk
mengukur implementasi PUG, sekaligus membatasi ruang lingkup substansi
pembahasan. Indikator tersebut dirumuskan dari pengertian PUG yang terdapat dalam
Permendagri No. 15 Tahun 2008. Kelima indikator implementasi PUG di daerah, yaitu:
1) Kebijakan daerah terkait KG dan PUG; 2) Tahap Perencanaan: Analisis Gender; 3)
Tahap Penyusunan: Program KG dan Pemberdayaan Perempuan; 4) Tahap Pelaksanaan:
Pembentukan dan Kegiatan Pokja/Focal Point PUG; dan 5) Tahap Pemantauan
(monitoring) dan Evaluasi.
Menurut Mosser (1995:97), Analisis Gender atau Diagnosis Gender fokus pada
upaya untuk mengidentifikasi implikasi khusus dan permasalahan spesifik dalam
pembangunan, terhadap perempuan dan laki-laki, serta relasi di antara mereka (relasi
gender). Teori ini menjelaskan bahwa Analisis Gender harus dilakukan sebelum
merumuskan perencanaan dan program pembangunan. Pendekatan yang sering
digunakan dalam melakukan Analisis Gender5 , yaitu: 1. Kerangka Analisis Harvard
(Harvard Analytical Framework); 2. Kerangka Kerja Moser (Mosser’s Framework); 3.
Matriks Analisis Gender (Gender Analysis Matrix); 4. Kerangka Pemberdayaan
Perempuan LongWe (Women Empowerment Framework); 5. Kerangka Kerja
Pendekatan Relasi Sosial (Social Relation Approach) (Hunt, 2004).
a. Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway) yang dikembangkan oleh
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); dan
Dalam melakukan Analisis Gender, saat ini fokus para ahli gender dan
pembangunan lebih melihat pada relasi gender, sehingga yang menjadi obyek analisis
bukan hanya perempuan saja, melainkan ‘relasi antara laki-laki dan perempuan’.
Permasalahan yang sering terjadi apabila fokus analisa ketidakadilan gender dalam
pembangunan hanya pada ‘perempuan’, maka analisisnya hanya akan melihat pada
persoalan perempuan terisolasi dari sisa kehidupannya dan dari hubungan yang
mengakibatkan terjadinya ketidakadilan (Kabeer, 2005).
Sehingga, yang terlihat sebagai penyebab ketidakadilan yang dialami oleh dirinya
adalah perempuan itu sendiri, bukan relasi gender. Pada akhirnya dalam analisis
pembangunan para ahli gender memfokuskan pada relasi gender. Kabeer berpendapat
bahwa permasalahan ketidakadilan gender muncul sebagai dari dampak relasi diantara
keduanya yang tidak setara. Perempuan seringkali mengalami ketidakadilan gender,
seperti: subordinasi, diskriminasi, kekerasan, dan stereotype. (Lestari, 2009)
Menurut Pasal 17 ayat (1) Focal Point PUG pada setiap SKPD di provinsi dan
kabupaten/kota terdiri dari pejabat dan/atau staf yang membidangi tugas
pemberdayaan perempuan dan bidang lainnya. Adapun tugas dari Focal Point
menurut Pasal 17 ayat (2), antara lain:
PUG dalam proses perencanaan dan perumusan kebijakan sangat di perlukan pada setiap
tahapan pembangunan. Di sinilah kepentingan perempuan dan laki-laki teragregasi, sehingga hasil
pembangunan secara berimbang dapat dinikmati oleh kedua belah pihak. Tujuan PUG adalah agar
kesempatan dan akses pada proses dan hasil pembangunan didapat juga oleh perempuan. Ada
beberapa perangkat hukum untuk mengatur agar PUG dapat berjalan dan mengintegrasikan
perspektif gender dalam perencanaan pembangunan. PUG sendiri secara spesifik telah dituangkan
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional.
Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tersebut kemudian menjadi awalan bagi lahirnya peraturan
lain terkait PUG. Peraturan-peraturan tersebut antara lain adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Daerah, dan kemudian diperbaharui dengan Permendagri Nomor 15
Tahun 2008. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010-2014 juga mengacu kepada Inpres Nomor 9 Tahun 2000
dalam pembentukannya. Kebijakan PUG lintas bidang pembangunan ditetapkan sebagai salah satu
prinsip dan landasan operasional bagi seluruh pelaksanaan pembangunan.
Pemerintah Provinsi Riau berpegang kepada aturan yang sama dalam penerapan PUG.
Gubernur Riau mengeluarkan Peraturan Gubernur Riau Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Provinsi Riau. Namun keberadaan peraturan terkait PUG
ternyata belum mampu mendorong pelaksanaan PUG secara signifikan. PUG seharusnya menjadi
arus utama dan sebagai salah satu strategi sistematis dalam rangka mencapai kesetaraan dan
keadilan gender. Bahkan lebih jauh lagi, PUG seharusnya membantu mengurai prioritas persoalan,
persepsi, dan kebutuhan yang berbeda yang dihadapi baik oleh perempuan maupun laki-laki.
Selanjutnya perbedaan yang ada tercermin dan diejawantahkan dalam tahapan siklus perencanaan.
Untuk itu, penelitian ini diharapkan menjadi dasar sekaligus bahan evaluasi dalam menetapkan
kebijakan yang lebih responsif atas isu-isu gender pada tahun berikutnya. Penelitian ini juga secara
tidak langsung mengukur kepatuhan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan prasyarat
pengarusutamaan gender di Riau, sesuai mandat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 ke dalam
kebijakan perencanaan pembangunan dan penganggaran daerah.
Melalui data laporan pada UPT pemberdayaan perempuan dan anak provinsi Riau,
sepanjang tiga tahun terakhir (2018-2020) kasus kekerasan perempuan dan anak berjumlah 445
kasus dengan tren penurunan setiap tahunnya, dari tahun 2018 mencapai 182 kasus, turun ditahun
2019 dengan 160 kasus, dan ditahun 2020 dengan 103 kasus. Kasus kekerasan perempuan dan
anak secara akumulasi terjadi di seluruh daerah di Riau, yang didominasi kasus kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT), kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak .(Dewi, 2021).
BAB II
PENUTUP
Konsep Gender dan Pengarusutamaan Gender (PUG) Dalam Panduan Praktis Memahami
Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) di Daerah, gender bermakna pembedaan
sifat, peranan, fungsi, dan status antara perempuan dan laki-laki yang bukan berdasarkan pada
perbedaan biologis, tetapi berdasarkan relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur
masyarakat yang lebih luas (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
2019). Hal ini dapat diartikan juga sebagai bentuk konstruksi sosial budaya dan sewaktu-waktu
dapat berubah parameternya sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan pengertian ini, gender
mengandung makna berbeda dengan jenis kelamin secara biologis. Gender merupakan jenis
kelamin sosial. World Health Organization (2012) mendefinisikan gender adalah seperangkat
peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan, yang
dikonstruksikan secara sosial dalam suatu masyarakat (Oktaria, 2015). Pemahaman tentang gender
ini kemudian dibawa ke dalam sebuah strategi yang dikenal sebagai gender mainstream atau
pengarusutamaan gender (PUG).
Kasus yg di ambil adalah Masalah Ketimpangan Gender di Riau, Pemerintah Provinsi Riau
berpegang kepada aturan yang sama dalam penerapan PUG. Gubernur Riau mengeluarkan
Peraturan Gubernur Riau Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan
Gender Di Provinsi Riau. Namun keberadaan peraturan terkait PUG ternyata belum mampu
mendorong pelaksanaan PUG secara signifikan. PUG seharusnya menjadi arus utama dan sebagai
salah satu strategi sistematis dalam rangka mencapai kesetaraan dan keadilan gender.
Bahkan lebih jauh lagi, PUG seharusnya membantu mengurai prioritas persoalan, persepsi,
dan kebutuhan yang berbeda yang dihadapi baik oleh perempuan maupun laki-laki. Selanjutnya
perbedaan yang ada tercermin dan diejawantahkan dalam tahapan siklus perencanaan. Untuk itu,
penelitian ini diharapkan menjadi dasar sekaligus bahan evaluasi dalam menetapkan kebijakan
yang lebih responsif atas isu-isu gender pada tahun berikutnya. Penelitian ini juga secara tidak
langsung mengukur kepatuhan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan prasyarat
pengarusutamaan gender di Riau, sesuai mandat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 ke dalam
kebijakan perencanaan pembangunan dan penganggaran daerah.
Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak,
Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), menetapkan prioritas program
terhadap pengarusutamaan gender yaitu program penguatan kelembagaan PUG dan program
peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan. Dua program tersebut merupakan
respon terhadap kondisi masalah berkaitan dengan ketimpangan gender di Riau.
DAFTAR PUSTAKA
Kabeer, Naila. 2005.
Lestari, Puji, Machya Astuti Dewi, dan June Cahya Ningtyas. 2009.
Arivia, G. (2006). Feminisme: Sebuah Kata Hati. Penerbit Buku Kompas. Darwin, M. M.
(2005). Negara Dan Perempuan. Penerbit Media Wacana. Dewi, S. (2021). Evaluasi
Prasyarat Implementasi Pug “Dalam Kebijakan
Pembangunan & Anggaran Daerah Provinsi Riau Tahun 2021” (Vol. 1).