Anda di halaman 1dari 9

VIS VITALIS, Vol. 01 No.

1, tahun 2008

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS, MEIOFAUNA DAN


FORAMINIFERA DI PANTAI PASIR PUTIH BARAT DAN MUARA
SUNGAI CIKAMAL PANGANDARAN, JAWA BARAT

Noortiningsih, Ikna Suyatna Jalip, Sri Handayani


Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat keanekaragaman Makrozoobenthos,


Meiofauna dan Foraminifera di dua lokasi berdasarkan perbedaan substrat.
Pengambilan sampel menggunakan metode transek, setiap lokasi diambil tiga
stasiun dengan total pengambilan sampel 15 titik. Hasil penelitian
Makrozoobenthos di Muara Sungai Cikamal didapat 3 filum, 4 kelas, 6 ordo dan 18
famili dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu dari Maldanidae
(44,44%), keanekaragaman adalah 1,21, dan untuk keseragaman yaitu 0,89. Di
Pantai Pasir Putih diperoleh 3 filum, 5 kelas, 5 ordo dan 22 family. Nilai kelimpahan
tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu Cirolanidae (100%), nilai keanekaragaman
2,42, dan indeks keseragaman 0,47. Foraminifera di muara sungai Cikamal
didapat 13 family dan 17 marga dengan nilai kelimpahan tertinggi marga Rotalia
(21,67%), keanekaragaman dan keseragaman tertinggi pada stasiun 2 yaitu 2,24
dan 0,85. Sedangkan di Pantai Pasir Putih didapat 11 family dan 15 marga.
Kelimpahan tertinggi yaitu dari marga Textularia (55,74%), keanekaragaman dan
keseragaman tertinggi pada stasiun 2 (1,81 dan 0,70). Meiofauna di muara sungai
Cikamal didapatkan sebanyak 5 filum, 5 kelas, 2 sub kelas, dan 1 ordo.
Kelimpahan tertinggi dari kelas Foraminifera (89,02%), dengan keanekaragaman
0,48, dan keseragaman 0,45. Di pantai Pasir Putih didapatkan 5 filum, 5 kelas, 3
anak kelas, dan 1 ordo. Kelimpahan tertinggi dari kelas Oligochaeta (77,63%)
dengan keanekaragaman 1,22, dan nilai keseragaman 0,73.

Keywords : makrozoobenthos, meiofauna, foraminifera, substrat, Pangandaran

PENDAHULUAN Lingkungan perairan sangat penting


artinya bagi kelangsungan hidup manusia
Pangandaran adalah sebuah kawas- yang semakin mem-butuhkan peningkatan
an semenanjung kecil di pantai Selatan hasil sumber daya perairan sehingga upaya
Pulau Jawa, berada pada posisi 1080 40’ penyelamatan perairan sangatlah penting.
BT dan 700 43’ LS termasuk wilayah Jawa Kualitas lingkungan perairan sangat
Barat, dan dekat dengan perbatasan Jawa ditentukan oleh kehidupan organisme
Barat dan Jawa Tengah. Bila dilihat dari aquatik di perairan tersebut. Gangguan
laut, Pangandaran berupa garis pantai yang pada suatu perairan akibat dari tekanan
tidak terputus. Pantainya mempunyai tipe lingkungan oleh kegiatan manusia maupun
pantai berkarang dengan jurang-jurang proses alamiah. Saat ini perkembangan
yang sempit, lereng utara landai dengan industri yang paling pesat terletak di
teluk-teluk Pananjung di timur dan Parigi sepanjang daerah pesisir yang menyebab-
di barat yang berpasir. kan beban yang ditanggung wilayah ini

Noortiningsih, dkk. 34
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 1, tahun 2008

semakin berat bahkan dapat mengakibat- Fakultas Biologi Universitas Nasional,


kan sekaratnya lingkungan perairan. Jakarta.
Pada suatu ekosistem aquatik, baik
air tawar atau laut, makrozoobentos, B. Alat dan Bahan.
meiofauna dan foraminifera, merupakan
bagian dari rantai makanan yang Alat-alat yang digunakan pada
keberadaannya bergantung pada populasi penelitian ini adalah corer, plastik, saringan
organisme yang tingkatnya lebih rendah bertingkat, mikroskop binokuler, siring
sebagai sumber pakan (misalnya atau suntikan, gayung dan ember, botol
ganggang) dan hewan predator yang sampel, label, pinset, water checker, pH
tingkat trofiknya lebih tinggi. Makro- universal, thermometer, gunting, selotip,
zoobentos, meiofauna dan foramini-fera meteran, secchidisk. Bahan – bahan yang
adalah organisme yang hidup pada dasar digunakan adalah rose bengal, formalin
perairan. Masing-masing dari organisme 10% dan air laut.
tersebut dapat digunakan sebagai indikator
pencemaran perairan, karena keberadaan C. Cara kerja
organisme tertentu dapat berasal dari
penyesuaian terhadap kondisi lingkungan, ¸ 0DNUR]RREHQWRs.
sebagai akibat dari hubungan timbal balik Pengambilan sampel dilakukan
antara organisme tersebut dengan sumber dengan metode kuadrat sedangkan penen-
pencemaran, baik pencemar organik, tuan titik sampling dengan metode transek.
anorganik dan logam berat. Penelitian terbagi menjadi 3 transek
Dengan demikian tujuan dari dengan jarak antar transek 150 m. Tiap
penelitian ini adalah untuk mengetahui transek terdiri dari 5 titik pengambilan
keanekaragaman dari makrozoobentos, dengan jarak antar titik 3 m. Pengambilan
meiofauna dan foraminifera yang terdapat sampel dilakukan dengan meletakkan
pada muara sungai Cikamal dan Pasir Putih kuadrat pada titik sampling; makro-
Barat dan diharapkan dapat mengetahui zoobentos yang ada dalam kuadrat diambil
ada tidaknya perbedaan dari keaneka- dan didata. Selanjutnya makrozoobentos
ragaman berdasarkan dari keadaan lokasi yang telah diambil, diayak dengan saringan
dan substrat yang berbeda. 0,05 mikron dan diberi larutan rosebengal.
Di laboratorium sampel yang tersa-
ring diidentifikasi di bawah mikroskop.
METODOLOGI PENELITIAN Hewan yang berhasil teridentifikasi,
dimasukkan ke dalam botol sampel yang
A. Lokasi pengamatan. telah diberi larutan alkohol dan diberi
label.
Pengambilan sampel dilakukan di 2
(dua) lokasi yaitu: pantai Pasir Putih Barat ¸ 0HLRIDXQD
dan sungai Cikamal, kawasan Pananjung Sampling dilakukan dengan meng-
Pangandaran, Jawa Barat. Di setiap lokasi, gunakan suntikan / siring 5 mL yang
sampel diambil di 3 stasiun dengan total 15 ujungnya telah dipotong. Suntikan/siring
titik. Pengamatan di setiap stasiun pada dibenamkan ke sedimen. Ketika menekan
kedua lokasi, dilakukan pada waktu pagi suntikan ke sedimen karet pistonnya ditarik
hingga siang hari. Pemeriksaan dan iden- perlahan-lahan agar sedimen ikut tersedot
tifikasi sampel dilakukan di Laboratorium ke dalam suntikan hingga piston menun-
jukan angka 50 mL. Sedimen di dalam

Noortiningsih, dkk. 35
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 1, tahun 2008

suntikan dipotong melintang setiap 10mL D. Analisis Data


atau sama dengan 1 cm. Pemotongan
dilakukan untuk mengetahui penyebaran - Kelimpahan
meiofauna secara vertikal. Selanjut-nya Menurut Misra (1973) dan Braver
setiap potongan dimasukkan ke dalam & Zar (1977), rumus kelimpahan adalah :
plastik / botol sampel, diberi label dengan
kertas tahan air, dan diberi zat pengawet Jml ind suatu jenis pada plot
berupa larutan formalin 20% yang telah K=
dicampur dengan zat pewarna rose bengal. Luas area
Di laboratorium, sampel diayak
menggunakan saringan dengan mata saring
0,05 mikron. Hasil yang tersaring Kelimahan suatu spesies
diidentifikasi di bawah mikroskop. KR =
™ kelimpahan seluruh jenis
¸ )RUDPLQLIHUD
Pengambilan sampel dilaku-kan -Indeks keanekaragaman
menggunakan corer, dan sampel disimpan Indeks diversitas dihitung berdasar-
dalam kantong plastik. Di laboratorium kan formulasi Shannon-Weiner (1963)
sedimen diayak dengan ayakan yang
memiliki bukaan 0,250, 0,125 dan 0,063. H’ = - pi ln pi
Hasil dari ketiga ayakan seberat 0,25 g
diamati dibawah mikroskop binokuler pi = ni
untuk identifikasi. Penamaan marga N
foraminifera serta jumlah individu ter-
gantung kenampakan yang terlihat pada Keterangan :
mikroskop tersebut. H’ = Indeks keanekaragaman
Berikut adalah tabel pemeriksaan ni = Jumlah jenis ke-i
N = Jumlah total individu
parameter fisika, kimia dan biologi yang H’ < 1, komunitas tidak stabil.
telah dilakukan: 1 < H’ < 3, komunitas moderat.
H’ > 3, komunita baik

Parameter Metode atau Alat -Indeks kemerataan (evennes indeks)


Bila nilai indeks kemerataan tinggi,
Biologi menandakan kandungan setiap taxon
Makrozoobenthos Corer (jenis) tidak mengalami perbedaan. Nilai
Meiobenthos Siring indeks kemerataan adalah 0 - 1. Indeks
Foraminifera Corer diameter 6 cm Kemerataan ini dihitung berdasarkan
rumus dari Pielou :
Kimia
DO Water checker H’
BOD Water checker
E = ; H maks= ln S
H maks
PH pH Universal
Keterangan :
Fisika E = Indeks Keseragaman
Kecerahan Secchi-disk H’ = Indeks Keanekaragaman
Suhu Thermometer H max = Keragaman maksimum
S = Jumlah jenis / marga
Salinitas Water checker

Noortiningsih, dkk. 36
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 1, tahun 2008

HASIL DAN PEMBAHASAN stasiun 2 Maldanidae (44,44%) dan pada


stasiun 3 Gliseridae (42,86%).
Daerah Pantai Pasir Putih memiliki
A. Makrozoobentos
keanekaragaman 1,06 sedangkan muara
Sungai Cikamal 0,9. Nilai indeks keaneka-
Hasil pengamatan didapatkan kom-
ragaman organisme yang kurang dari 1,5
posisi jenis yang terdiri dari 3 filum, 5
menunjukkan bahwa daerah tesebut tidak
kelas, 5 bangsa, dan 22 suku untuk wilayah
stabil. Hal ini disebabkan banyaknya
Pantai Pasir Putih, dan di Muara Sungai
aktivitas para nelayan penangkap ikan, arus
Cikamal terdiri dari 3 filum, 4 kelas, 6
gelombang yang sukup keras serta
bangsa, dan 18 suku.
banyaknya pengunjung yang datang dan
Moluska di Pantai Pasir Putih
mengmabil fauna. Faktor-faktor ini juga
keanekaragaman sukunya lebih sedikit
mempengaruhi seluruh Mollusca baik yang
dibandingkan di Muara Sungai Cikamal
ditemukan di Pantai Pasir Putih dan Muara
yaitu 9 suku dari 3 bangsa yang terdiri dari
Sungai Cikamal tidak dapat dihitung
Collumbellidae, Buccinidae, Turridae
karena hewan tersebut sudah mati dan
(Neogastropoda), Littorinidae, Architecto-
hanya dapat diidentifikasi.
nicidae, Cerithiidae, Janthinidae, Cypraei-
Pada daerah Pantai Pasir Putih nilai
dae (Mesogastropoda), dan Pyramidellidae
indeks kesamarataan sebesar 0,45
(Entomotaeniata). Annelida memiliki kea-
sedangkan Muara Sungai Cikamal 1,03;
nekaragaman suku terbanyak kedua setelah
dari nilai indeks kesamarataan ini maka
Moluska yaitu 8 suku dari 2 kelas yaitu :
dapat disimpulkan bahwa penyebaran
Gliseridae, Eusylidae, Nereidae, Syllidae,
jumlah individu tiap jenis di kedua daerah
Pisionideae (Polychaeta), Tubificidae,
tersebut tidak merata.
Randiellidae, Enchytraeidae (Oligochaeta).
Crustacea hanya memiliki 4 suku dari 2
bangsa yaitu Cirolanidae, Anthuridae, B. Foraminifera
Gnathiidae (Isopoda) dan Thalassinidae
(Anomura). Kelimpahan tertinggi pada Berdasarkan hasil penelitian,
stasiun 1 adalah Cirolanidae (100%), pada didapat hasil yaitu Foraminifera pada
stasiun 2 Tubificidae (69%), dan pada muara sungai Cikamal terdiri dari 13 famili
stasiun 3 Pisionidae (28%) dan 17 marga, sedangkan pada Pantai Pasir
Moluska yang ditemukan di muara Putih terdiri dari 11 famili dan 15 marga.
Sungai Cikamal, terdiri dari 11 suku 4 Pada muara sungai Cikamal, marga
bangsa yaitu Architectonicidae, Cerithii- Ammonia, Rotalia dan Cibicides memiliki
dae, Turitellidae, Naticidae, Janthinidae, kelimpahan terbanyak, dan yang paling
Littorinidae, Cyclophoridae (Mesogastro- tertinggi dari marga Rotalia (21,67%). Hal
poda), Costellaridae (Neogastropoda), Tro- ini dikarenakan Ammonia, Rotalia dan
chidae dan Turbinidae (Archaeogastro- Cibicides hidup pada habitat lumpur yang
poda), dan Pyramidellidae (Entomotaenia- merupakan habitat agak tenang sehingga
ta). Annelida memiliki keanekaragaman kondisi yang demikian merupakan kondisi
kedua setelah Moluska yaitu 5 suku dari 1 yang baik untuk perkembangan kehidupan
kelas Polychaeta yaitu Gliseridae, foraminifera (Helfinalis et al, 1989).
Orbiniidae, Maldanidae, Spionidae,. Kandungan bahan organik dalam substrat
Sedangkan Crustacea hanya memiliki 1 juga menentukan foraminifera. Diduga
suku yaitu Mysidae dari bangsa salah satu sebab lebih besarnya jumlah
Mycidacea. Kelimpahan tertinggi pada foraminifera di dalam sedimen yang
stasiun 1 adalah Gliseridae (40%), pada berukuran halus (Lumpur) adalah

Noortiningsih, dkk. 37
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 1, tahun 2008

kandungan bahan organik yang lebih tinggi Sedangkan nilai yang terendah terdapat
pada sedimen tersebut yang dapat lang- pada stasiun 3 dengan nilai 0,003831, hal
sung berfungsi sebagai makanannya ini terjadi karena terjadi penyebaran jenis
(Pranoto Hamidjojo et al, 1979). yang tidak merata dan terlihat ada yang
Pada Pantai Pasir Putih ditemukan memiliki jumlah individu yang lebih besar
11 famili dan 15 marga, jumlah ini lebih yaitu marga Rotalia. Pada Pantai Pasir
sedikit dibandingkan di muara sungai Putih nilai E berkisar 0,67245 – 0,704614.
Cikamal. Menurut Ongosono et al (1977) Dalam hal ini ketiga stasiun memiliki
jumlah individu bertambah dengan jumlah sebaran jenis yang merata, karena
semakin banyaknya kandungan lanau dan tidak ada perbedaan jumlah yang menyolok
lempung dalam sedimen, dan sebaliknya diantara ketiga stasiun tersebut.
bila jumlah komponen pasir dan kerikil Menurut Rositasari (1989), kompo-
bertambah, maka jumlah foraminifera akan nen-komponen lingkungan abiotik yang
semakin menurun. Pada Pantai Pasir Putih, berperan dalam kehidupan foraminifera
marga Textularia memiliki kelim-pahan ada yang berpengaruh langsung ada juga
marga tertinggi (55,74%). Textularia yang tidak langsung. Komponen abiotik
merupakan salah satu dari kelompok yang berpengaruh langsung adalah :
pasiran yang hidup di lingkungan laut Pada umumnya foraminifera
dangkal dan berdekatan dengan muara merupakan organisme poikilotermik. Pada
sungai (Bronniman,1990). organisme bentonik perubahan suhu siang-
Muara sungai Cikamal memiliki malam dan perubahan musim akan
nilai H’ berkisar antara 0,06129 – 2,24263 mempengaruhi pada sebarannya. Suhu
sedangkan pada Pantai Pasir Putih berkisar pada muara sungai Cikamal 28,1o C dan
antara 1,31202–1,8073.. Hal ini menunjuk- Pantai Pasir Putih adalah 28,50 C. Suhu 240
kan bahwa kedua komunitas dalam kondisi C – 300C merupakan suhu optimum untuk
baik atau stabil. Hanya saja pada stasiun 3 berkembang biak. Ini berarti suhu pada
di muara sungai Cikamal keanekaragaman kedua lokasi penelitian merupakan suhu
jenis komunitas tersebut tidak stabil, hal ini yang baik untuk berkembang biak.
disebabkan karena stasiun 3 terletak di Salinitas di muara sungai Cikamal
daerah peralihan antara substrat pasir putih sebesar 3,45%o dan di Pantai Pasir Putih
dan karang-karang. sebesar 3,51%o. Beberapa jenis foramini-
Perhitungan indeks kesera-gaman fera mempunyai kemampuan adaptasi yang
dalam penelitian ini dilaku-kan untuk besar terhadap perubahan salinitas. Jenis-
melihat keseragaman sebaran individu. jenis yang beradaptasi terhadap salinitas
Menurut Krebs (1978), dengan diketahui- rendah, sangat jarang ditemukan pada
nya nilai indeks keseragaman pada suatu salinitas normal karena perubahan salinitas
daerah maka dapat diketahui ada tidaknya akan berpengaruh pada densitas air dan
dominansi suatu jenis pada daerah tersebut. tekanan osmotik pada sel foraminifera.
Bila indeks keseragaman semakin tinggi
(mendekati 1) menandakan bahwa kan- C. Meiofauna
dungan tiap jenis mengalami perbedaan.
Pada muara sungai Cikamal Kawasan Pantai Pasir Putih me-
didapatkan nilai indeks keseragaman (E) miliki keanekaragaman yang besar dan
sebesar 0,003831 – 0,849784. Nilai E merata. Ini terbukti dengan berhasil
tertinggi terdapat pada stasiun 2 dengan diidentifikasikannya sebanyak 118 individu
nilai 0,849784. Ini berarti bahwa individu dari 3 stasiun yang berbeda, terdiri dari 5
setiap jenis menyebar secara merata. filum, 6 kelas, 3 anak-kelas dan 1 bangsa

Noortiningsih, dkk. 38
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 1, tahun 2008

yaitu fylum Annelida yang terbagi menjadi Dilihat dari indeks keseragamannya
kelas Polychaeta dan Oligochaeta, filum Pantai Pasir Putih memiliki kisaran antara
Platyhelminthes terdiri dari kelas 0,48 – 0,99 dimana indeks keseragaman
Turbellaria, filum Protozoa dengan bangsa terendah berada pada stasiun dua yaitu 0,48
Foraminifera, filum Nemathelmintes terdiri dari hasil ini tergambar adanya penyebaran
dari kelas Nematoda dan filum Arthropoda yang hampir merata dimana lebih
yang terdiri dari kelas Crustacea yang didominasi oleh Oligochaeta. Kelimpahan
terbagi menjadi tiga anak-kelas yaitu tertinggi adalah dari kelas Oligochaeta
Ostracoda, Copepoda dan Nauplius. (77,63%)
Jumlah yang paling dominan di pantai Di daerah Muara Sungai Cikamal
Pasir Putih ialah kelas Oligochaeta dan dapat teridentifikasi sebanyak 568 individu
Turbellaria, ini dikarenakan kedua jenis ini dari 5 filum, 5 kelas, 2 anak-kelas, dan 1
memiliki kemampuan yang besar untuk bangsa yaitu filum Annelida dari kelas
melekat pada substrat bahkan untuk dapat Polychaeta dan Oligochaeta, filum
melakukan penetrasi hingga kelapisan Platyhelminthes dari kelas Turbellaria,
dalam diantara butiran-butiran pasir. Di filum Protozoa terdiri atas bangsa
pantai Pasir Putih yang memiliki nilai Protozoa, filum Nemathelminthes berupa
kehadiran terendah adalah pada stasiun kelas Nematoda, dan filum Arthropoda
ketiga, dimana jumlah yang berhasil dari kelas Crustacea yang terbagi menjadi
teridentifikasi hanya 9 individu yang terdiri dua anak-kelas yaitu Copepoda dan
dari 4 taksa yaitu Polychaeta, Turbellaria, Nauplius. Yang berbeda dari Pantai Pasir
Nematoda dan Copepoda. Pada stasiun tiga Puith adalah pada Muara Sungai Cikamal
memiliki substrat pasir yang bercampur ini tidak ditemukannya Ostracoda, ini
dengan pecahan-pecahan karang. Pada dikarenakan Ostracoda bersifat planktonik.
daerah ini juga hampir mendekati wilayah Jumlah yang nampak paling men-
daerah gugusan terumbu karang. Karena colok dan mendominasi adalah jenis-jenis
daerah ini banyak ditemui pecahan- Foraminifera dan Turbellaria, disamping
pecahan karang maka sampel yang Foraminifera mempunyai tingkat toleransi
terambil hampir didominasi oleh karang- yang tinggi dan semakin baik beradaptasi
karang kecil dibandingkan dengan pasir, dengan lumpur alasan lainnya adalah
sehingga tidak begitu banyak taksa yang karena pada muara sungai Cikamal ini
berhasil dijumpai dan hanya kelompok- memiliki substrat berupa lumpur dan
kelompok yang dapat bersifat planktonik memiliki kandungan organik dan mineral
saja. yang tinggi baik pengaruh dari laut
Pantai Pasir Putih memiliki indeks maupun suplai dari sungai Cikamal serta
keanekaragaman berkisar antara 0,85 – kandungan tersebut tertahan oleh kecilnya
1,44. Menurut Shanon-Weiner kisaran ukuran substrat.
indeks keanekara-gaman seperti ini Menurut Marten dan Schockaert
menunjukan keadaan komunitas dalam (1986), faktor utama yang mengendalikan
kondisi kurang moderat, ini dimungkinkan Turbellaria adalah temperatur, salinitas,
karena lokasi Pantai Pasir Putih yang kan-dungan organik, ukuran sedimen, dan
berada di Pantai Selatan Jawa yang ketersediaan oksigen di air. Faktor-faktor
merupakan tepian dari Samudrra Hindia tersebut pada muara sungai Cikamal masih
dimana memiliki ombak yang besar sangat me-mungkinkan untuk Turbellaria
sehingga selalu mengalami pengadukan hidup dan tidak memiliki dampak pengaruh
pengadukan pada substrat dasarnya. yang besar terhadap Turbellaria.

Noortiningsih, dkk. 39
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 1, tahun 2008

Muara sungai Cikamal memi-liki berkisar 30 ‰ sampai 40 ‰. Substrat dasar


indeks keanekaragaman berkisar antara pada di kedua tempat pun berbeda yaitu
0,40 - 0,61, ini berarti komunitas dalam substrat pasir berwarna putih dan kan-
kondisi tidak stabil. Kelimpahan tertinggi dungan mineralnya lebih sedikit sedangkan
adalah dari kelas Foraminifera (89,02%). pada Cikamal substratnya berlumpur,
Pada dasarnya Foraminifera dapat hidup berwarna coklat kehitaman dan banyak
dengan baik di substrat yang berlumpur, mengandung mineral- mineral serta unsur
tetapi dengan adanya arus yang terlalu organik lainnya. Hal ini dikarenakan pada
deras lumpur yang begitu halusnya mudah substrat lumpur mineral tidak terbawa
teraduk dan akan sangat lama untuk langsung oleh ombak akan tetapi ditahan
mengendap kembali sehingga sehingga oleh butiran–butiran lumpur yang ber-
keberadaan Foraminiferanya tidak stabil. ukuran kecil.
Muara sungai Cikamal memiliki indeks
keseragaman antara 0,37 – 0,61, ini berarti E. Kondisi Kimia Perairan
pola penyebaran individu yang merata.
Kondisi kimia di Pantai Pasir Putih
D. Fisika Perairan dan muara sungai Cikamal menunjukan
hasil yang berbeda, tetapi derajat keasaman
Pantai Pasir Putih setiap stasiun (pH) di kedua tempat tersebut sama yaitu
kedalamannya 37 cm, sedangkan di muara 7, dimana sebagian besar biota aquatik
Sungai Cikamal seriap stasiun kedalaman- sangat sensitif dengan perubahan pH dan
nya 20-25 cm; ini disebabkan karena pada menyukai nilai pH berkisar 7 – 8,5. Hasil
muara Sungai Cikamal substratnya adalah kandungan oksigen terlarut (DO) di Pantai
lumpur sehingga tidak terkikis langsung Pasir Putih 7,6 mg/L, sedangkan di muara
oleh ombak yang menyebabkan ke- Sungai Cikamal 5,6 mg/L. Perairan
dalamannya relatif rendah. dengan kandungan oksigen seperti diatas
Suhu pada kedua tempat pun menurut Pescod (1973) sudah cukup untuk
menunjukan hasil yang hampir sama yaitu memenuhi kehidupan organisme karena
berkisar dari 28.1 – 28.50C. Hal ini kandungan oksigen terlarut di air sebanyak
dikarenakan lokasi pengambilan sample 2 mg/L sudah dapat menunjang kehidupan
tersebut yang jaraknya tidak terlalu jauh normal asalkan tidak mengandung senyawa
hanya dipisahkan oleh karang sebagai beracun. Menurut Jeffries dan Mills (1996)
pembatas, pada suhu ini cukup baik untuk semakin besar suhu dan ketinggian serta
pertumbuhan organisme aquatik. semakin kecil tekanan atmosfer, maka
Rasa, warna pada lokasi pengam- kadar oksigen terlarut semakin kecil.
bilan sample berbeda, sebagi akibat Kelarutan oksigen dan gas- gas lain juga
perbedaan substrat dari ke dua lokasi berkurang dengan meningkatnya salinitas,
tersebut. Pantai Pasir Putih salinitas cukup sehingga kadar oksigen di laut cenderung
tinggi yaitu 3.51 ‰, sedangkan di muara lebih rendah dibandingkan di perairan
Sungai Cikamal salinitasnya 3.45 ‰, ini tawar.
disebakan karena muara tersebut merupa- Bahan organik yang terkan-dung di
kan tempat perpaduan air tawar dan air laut dalam perairan dinyatakan dalam nilai
sehinggga terdapat percampuran rasa air BOD (Biochemical Oxygen Demand).
yang sedikit berbeda dengan di Pantai Pasir Nilai BOD di Pantai Pasir Putih dan muara
Putih. Namun demikian nilai salinitas dari Sungai Cikamal menunjukan hasil yang
ke dua tempat tersebut sesuai dengan relaitf sama berkisar 5,04 – 6.48. Hasil ini
ketentuan dimana nilai salinitas air laut sesuai dengan pernyataan Effendi (2003),

Noortiningsih, dkk. 40
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 1, tahun 2008

bahwa nilai BOD perairan alami itu Barker RW. Taxonomic Notes. Society of
berkisar antara 0,5 – 7,0 mg/L dan perairan Economic Paleontologists and
yang memiliki nilai BOD lebih dari 10 Mineralogists. 1960.
mg/L dianggap telah mengalami
pencemaran. Boltovskoy E and Wrigth R. Recent Fora-
minifera. The Hague Publisher.1976.

KESIMPULAN Graham JJ and Militante PJ. Recent


Foraminifera From The Puertogalera
1. Keanekaragaman Makrozoobenthos di Area Northern Mindoro, Philippines.
Pasir Putih lebih besar atau lebih stabil Stanford University Publications. 1959.
(H’ 1,06) dibandingkan dengan muara
sungai Cikamal (H’ 0,9). Hamidjojo P, dkk. Foraminifera dan
2. Keanekaragaman Foraminifera di Pasir Kondisi Lingkungannya di Teluk
Putih lebih besar (H’ 1,60) dibanding- Jakarta dalam Teluk Jakarta Pengkajian
kan dengan muara sungai Cikamal (H’ Fisika, Kimia, biologi dan Geologi
1,46). Tahun 1975 – 1979. Lembaga
3. Keanekaragaman Meiofauna di Pasir Oseanologi Nasional Lembaga Ilmu
Putih lebih besar (H’ 1,46) dibanding- Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 1979.
kan dengan muara sungai Cikamal (H’
0,48). Helfinalis dkk. Sebaran Foraminifera
4. Kelimpahan Makrozoobenthos terting- Bentonik di Perairan Jepara dalam
gi di Pasir Putih adalah pada stasiun 1 Penelitian Oseanologi Perairan
yaitu dari famili Cirolanidae (100%), Indonesia Buku I. Lembaga Ilmu
sedangkan pada Muara Sungai Cikamal Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 1989.
pada stasiun 2 dari famili Maldanidae
(44,44%). Praseno DP, dkk. Foraminifera Sebagai
5. Kelimpahan Foraminifera tertinggi di Bioindikator Pencemararn, Hasil Studi
Pasir Putih dari marga Textularia di Perairan Esturin Sungai Dadap,
(55,74%), sedangkan di Muara Sungai Tanggerang. Pusat Penelitian dan
Cikamal adalah dari marga Rotalia Pengembangan Oseanologi Lembaga
(21,67%). Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
6. Kelimpahan Meiofauna tertinggi di 1989.
Pasir Putih adalah pada stasiun 2 dari
kelas Oligochaeta (77,63%), sedangkan Suhartati dan Subardi. Kelimpahan Jenis
pada Muara Sungai Cikamal pada dan Sebaran Foraminifera Bentonik di
stasiun 2 dari kelas Foraminifera Perairan Teluk Tering dalam Perairan
(89,02%). Pulau Batam. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. 1990.

DAFTAR PUSTAKA Allard M. and G. Moreau. Effect of


Experimental Acidification on Lotic
Alban AD. Recent Shallow Water Macroinvertebrate Community.
Foraminifeida From New South Wales. Hydrobiologia 144 : 37- 49. 1987.
The Australian Marine Sciences
Association.1979.

Noortiningsih, dkk. 41
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 1, tahun 2008

APHA. Standart Methods for the Program Pasca Sarjana Institut


Examination of Water and Waste Pertanian Bogor. 1993
Water. 18th edition. Washington.1992.
Nybakken JW. Marine Biology An
Barnes RSK. and RN Hughes. An Ecological Approach. 4th. edition An
Introduction to Marine Ecology 3rd Imprint of Addison Wesley Longman,
Edition. Blackwell Science Ltd. Inc. New York. . 1997
London. 1999.
Odum EP. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi
Cummins KW. Fishes dalam Whitton BA, ketiga. Yogayakarta. Gajah Mada
(Ed.). River Ecology. Blackwell Scient Press. 1993
Publ. Oxford. 1975.
Oey BL, RE Soeriaatmadja, W Parjatmo.
Giere O. Meiobenthology, The Micros- Faktor lingkungan penentu dalam
copic Fauna In Aquatic Sediment. ekosistem sungai. Seminar Pengenda-
University Hamburg. Zoologisdies lian Pencemaran Air
Institute. Springer-Verbg. Germany.
1993. Dirjen. Pengairan. Departemen PU-RI.
Bandung. 1978.
Hynes HBN. The Ecology of Running
Waters. University Press. Liverpool. Romimotarto K. Biota Laut : Ilmu
Pengetahuan tentang Biota Laut.
Kendeigh SC. Ecology with Special Djambatan. Jakarta. 2001.
Reference to Animal and Man. Prentice
Hall of India. Private Limited. New Rosenberg DM. and VH. Resh. Freshwater
Delhi. 1980 Biomonitoring and Benthic Macro-
invertebrates. Chapman and Hall. New
Lind OT. Handbook of Common Methods York. London. 1993
in Limnology. CV Mosby. St. Louis.
1985 Simon and Schusters. Guide to Shells. New
York. 1992.
Michael. Metode Ekologi Untuk Penyeli-
dikan Ladang dan Laboratorium. UI Higgins PR and T Hjalmar. Introduction to
Press. Jakarta. 1995 the study of meiofauna. Smithsonian
Institution Press. Washington DC.
Montagna PA, JE Bauer, D Hardin and London. 1988.
RB, Spies. Vertical Distribution of
Microbial and Meiofaunal Populations
in Sediments of Natural Coastal
Hydrocarbon Seep. Journal of Marine
Science. 1989.

Nurifdinsyah J. Studi kualitas Sungai


Cikaranggelam menggunakan Makro-
zoobenthos sebagai Indikator Pence-
maran Lingkungan Perairan. Tesis S2.

Noortiningsih, dkk. 42

Anda mungkin juga menyukai