ABSTRAK
14
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 2 (Oktober 2015)
Kelas Kelas
Chrysophyceae Dinophyceae atau
5% Dinoflagellata
Series1, Kelas 5%
Clorophyceae , 1, Kelas
5% Kelas Bacillariophyceae
Cynophyceae (diatom)
5% 80%
Gambar 1. Persentase kelas fitoplankton yang ditemukan pada perairan Pantai Payumb –
Pantai Lampu Satu Kabupaten Merauke
dipengaruhi oleh musim hujan yang meningkat masuk ke laut. Pan et al. (2010) bahwa musim
pada bulan ini. Kolo et al. (2010) menyatakan sangat berpengaruh pada kelimpahan
bahwa peningkatan kelas Bacillariophceae fitoplankton seperti kelimpahan
dengan kepadatan yang tinggi dalam perairan Bacillariophceae terjadi apabila suplai nutrient
dapat disebabkan oleh adanya musim hujan dari darat ke laut tinggi.
yang menyebabkan ketersediaan nutrien yang Dari hasil penelitian tentang jumlah
mendukung pertumbuhan sangat tersedia sepesies fitoplankton di perairan Pantai Payum
akibat adanya perendaman lahan pertanian – Pantai Lampu Satu diperoleh hasil sebagai
oleh hujan dan selanjutnya terbawa oleh sungai berikut.
Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa pada hasil persentase ini memperlihatkan bahwa
stasiun 1 Synedra acus memiliki presentase Synedra acus merupakan presentase jenis yang
terbesar yaitu 32% selanjutnya Merismopedia terbesar yang diperoleh pada 4 stasiun
convoluta dengan 24%. Pada stasiun 2 pengamatan selanjutnya Merismopedia
dominansi jenis Synedra acus dengan 30 % convoluta pada stasiun 1-3 dan Rhizosolenia
selanjutnya Merismopedia convoluta dengan 21 longiseta pada stasiun 4. Ditemukannya
%. Pada Stasiun 3 didominasi oleh Synedra acus Synedra acus, dan Rhizosolenia longiseta
dengan 32 % selanjutnya Merismopedia disebabkan oleh karena jenis ini memiliki
convoluta dengan 14 % dan Rhizosolenia kemampuan besar dalam mentoleransi
longiseta dengan 14 %. Sedangkan pada stasiun perubahan lingkungan seperti suhu, salinitas
4 didominasi oleh Synedra acus dengan 24 % dan pH sehingga dapat hidup pada berbagai
selanjunya Biddulphia regia dengan 23 %. Dari kondisi lingkungan. Sedangkan melimpahnya
16
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 2 (Oktober 2015)
17
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 2 (Oktober 2015)
data suhu perairan yaitu 26-32 0C dan jika dasar perairan dengan tipe pasir berlumpur
dilihat maka kisaran suhu ini sangat optimum serta intensifnya masukan partikel lumpur
untuk perkembangan fitoplankton. Asih (2014), yang terbawa oleh sungai ke dalam perairan.
suhu optimum untuk pertumbuhan Dari hasil uji statistik semua variabel
fitoplankton berkisar antar 25 0C sampai 32 0C. yaitu suhu, salinitas, pH dan kecerahan,
Sedangkan suhu tertinggi yaitu 32 0C masih diketahui bahwa nilai korelasi sebesar 0,623.
dapat ditolerir oleh fitoplankton seperti pada Nilai ini dapat diinterpretasikan bahwa
Lantang (2012) bahwa suhu perairan dengan hubungan kedua variabel penelitian pada
kisaran 31,9-32,85 °C masih merupakan nilai korelasi kuat. Hal ini sesuai dengan Sarwono
yang dapat ditolerir oleh fitoplankton. (2006) bahwa korelasi dengan nilai 0,5-0,75
Selanjutnya berpengaruhnya salinitas terhadap merupakan kategori kuat. Nilai R square yang
fitoplankton disebabkan oleh optimumnya diperoleh adalah 0,388 berarti bahwa varibel
salinitas terhadap fitoplankton. Dari data bebas seperti suhu, salinitas, pH dan kecerahan
lapangan salinitas berkisar pada 17-22 ppt. sebagai variabel X memiliki pengaruh
Efrizal (2006), fitoplankton dapat berkembang kontribusi sebesar 38,8 % terhadap variabel Y
dengan baik pada salinitas 15-32 ppt. yaitu kelimpahan fitoplankton sedangkan
Rendahnya salinitas disebabkan oleh tingginya sisanya dapat dijelaskan oleh faktor lain. Nilai
intensitas air tawar yang masuk kedalam R square berada pada kisaran 0-1 dengan artian
perairan terutama pada daerah Lampu Satu bahwa semakin kecil angka R square maka
dimana bermuara Sungai Maro selain itu pada semakin lemah pengaruh kedua variabel. Dari
pengambilan data ditandai dengan tingginya hasil R square diatas menunjukkan bahwa
intensitas hujan terutama pada bulan kontribusi variabel X hanya sebesar 38,8 %
Desember. Dengan demikian, kondisi suhu dan tetapi mengingat penelitian ini dilakukan di
salinitas perairan Pantai Payum – Lampu Satu alam dengan berbagai variabel yang sulit untuk
masih layak untuk kehidupan fitoplankton. dikontrol/diatur maka nilai tersebut dianggap
Sedangkan pada pH, dari data lapangan mampu untuk menjelaskan pengaruh kedua
dengan nilai 7,6 – 8,9. Dari data ini variabel. Pada uji F dengan tingkat signifikasi
memperlihatkan bahwa pH sedikit lebih tinggi 0,010 dan masih dibawah 0,05 berarti sangat
dari nilai nilai ideal untuk pertumbuhan nyata maka model regresi ini dapat dipakai
fitoplankton sehingga tidak mendukung untuk memprediksi pengaruh faktor
keberadaan fitoplankton dalam perairan. lingkungan terhadap keberadaan fitoplankton.
KEPMEN. LH (2004) yang menyatakan kondisi
derajat keasaman optimal untuk kehidupan IV. KESIMPULAN
fitoplankton adalah 7-8,5. Menurut Pescod, Jenis fitoplankton yang ditemukan di
(1973) dalam Asmara, (2005) nilai pH ini perairan Pantai Pantai Payum-Pantai Lampu
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain Satu yaitu : a). Kelas Bacillariophyceae terdiri
aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan dari jenis : Synedra acus, Rhizosolenia longiseta,
respirasi organisme, suhu dan keberadaan ion- Melosira granulate, Biddulphia regia,
ion dalam perairan tersebut. Kondisi Coscinodiscus radiatus, Hemiulus indicus,
fotosintesis akan terjadi optimal ketika pH Chaetoceros affinis, Nitzcshia scalaris,
dalam keadaan normal. Pada kecerahan, data Asterionella japonica, Dithylum sol,
lapangan dengan nilai kecerahan 0,05-0,19 m Thallassionema nitzschioides, Triceratium
menunjukkan bahwa tingkat kecerahan sangat reticulum, Cyclotella comta, Leptolyndrus
rendah yang mengakibatkan nilai kecerahan danicus, Closteriopsis longissima, Tintinnopsis
tidak mendukung keberadaan fitoplankton. cylindris, Tintinnopsis radix, Cerataulina
Secara umum kecerahan perairan tergolong bergonii. b). Kelas Cynophyceae yaitu jenis :
sangat rendah, jika dibandingkan dengan baku Merismopedia convolute. c). Kelas
mutu air laut yang diperuntukkan bagi biota Chylorophyceae yaitu jenis : Schizomeris
laut seperti fitoplankton yakni > 5 meter leibleinii. d). Kelas Chrysophyceae yaitu jenis :
(KEPMEN LH. 2004). Rendahnya tingkat Mougeotia viridis. e). Dinoflagellata yaitu jenis
kecerahan disebabkan oleh tekstur sedimen : Ceratium karsteni. Parameter lingkungan yang
18
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 2 (Oktober 2015)
DAFTAR PUSTAKA
Arinardi, O.H., A.B. Sutomo, S.A. Yusuf, Trimaningsih., Elly, A., S. H. Riyono. 1997. Kisaran
Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia.
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta.
Asih. P., 2014. Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat
Bintan, Skripsi. UMRAH FIKP. Tanjung Pinang.
Boyd, C.E. 1979. Water Quality Manjement for Pond Fish Culture Development in Aquaculture and
Fisheries Science. Auburn University. Alabama Press. USA.
Efrizal., 2006. Hubungan Beberapa Parameter Kualitas Air dengan Kelimpahan Fitoplankton di
Perairan Pulau Penyengat Kota Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal
Penelitian. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Raja Ali Haji Tanjung
Pinang.
Hatta, M. 2007. Hubungan antara Produktivitas Primer Fitoplankton dengan Unsur Hara pada
Kedalaman Secchi di Perairan Waduk Koto Panjang, Riau. Tesis tidak diterbitkan.Bogor :
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Kolo. R.J, R. Ojotiku, D.T. Muzulmi. 2010. Plankton Communities of Tagwal DAM MINNA-
Nigeria. International Journal of Aquaculture and Fishery Tecnology. Departement Water
Resource. Federal University of Tecnology MINNA - Nigeria. Vol. 4:1-7.
Kep. MEN.LH. 2004. Keputusan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.
51/MEN.LH/I/2004 Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan . 11 hal.
Lantang, B. 2012. Analisis Pola Pergerakan dan Daerah Penangkapan Ikan Layang (Decapterus
sp.)Berdasarkan Produktivitas Primer di Perairan Kabupaten Barru. Tesis. Tidak
diterbitkan. Program Pasca Sarjana Prodi Ilmu Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Lantang, B. 2013. Analisis Tingkat Kesuburan Perairan Berdasarkan Kelimpahan Fitoplankton di
Perairan Pantai Payum-Lampu Satu Kabupaten Merauke Papua. Laporan Penelitian.
Jurusan Manjemen Sumberdaya Perairan Universitas Musamus Merauke.
Newel, G. E. 1977. Marine Plankton, a Practical Guide. Hutchinson and Company Limited. London.
Odum, 1971. Fundamental Of Ecology. Third Edition. W,B Sonders Co. Toronto.
Onyema, I.C. 2010. Phytoplankton Diversity and Succession in the Iyagbe Lagoon. Journal of
Marine Sciences, University of Lagos, Akoka. Afrika. Vol. 43 (1) : 61 - 74.
Pan, X., A. Mannino., E. Russ., B. Hooker., L.W. Harding. 2010. Remote Sensing of Phytoplankton
Pigment Distribution in the United States Northeast Coast. International Journal Remote
Sensing of Environment. United State of America. Vol. 114. 2403–2416.
Prescod, M.B. 1978. Environmental Indices Theory and Practice. Ann Arbour Science Inc. Michigan.
59 page.
Stafford, C. 1999. A Guide to Phytoplankton of Aquaculture Ponds. The State of Queensland
Departement of Primary Industries. Brisbane.
Suharno., P. Setyono. 2009. Keragaman Jenis Plankton di Muara sungai Bian, Kabupaten Merauke
– Papua. Jurnal Penelitian. Jurusan Biologi F. MIPA Universitas Cenderawasih, Jayapura.
Papua.
Sarwono, J. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13. Andi Offset. Yogyakarta.
19