Anda di halaman 1dari 7

IDENTIFIKASI JENIS DAN PENGARUH FAKTOR OSEANOGRAFI

TERHADAP FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI PAYUM –


PANTAI LAMPU SATU KABUPATEN MERAUKE

Bonny Lantang*, Chalvin S. Pakidi*


Staf Pengajar MSP UNMUS-Merauke, Email :bonnylantang@gmail.com

ABSTRAK

Perairan Pantai Payum – Pantai Lampu Satu Kabupaten Merauke merupakan


kawasan perairan yang memiliki berbagai manfaat potensial yang banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar salah satunya untuk kegiatan
penangkapan ikan maupun untuk biota laut lainnya untuk tujuan konsumsi.
Kondisi perairan yang banyak menerima input massa air dari darat dimana
bermuara sungai besar seperti Sungai Maro yang turut mempengaruhi
berfluktuasinya faktor lingkungan di perairan Pantai Payum – Pantai Lampu
Satu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan pengaruh faktor
oseanografi seperti suhu, salinitas, pH dan kecerahan perairan bagi keberadaan
fitoplankton di perairan Pantai Payum – Pantai Lampu Satu Kabupaten Merauke.
Hasil identifikasi ditemukan 5 Kelas Fitoplankton yaitu kelas Bacillariophyceae
dengan 18 Jenis, Cynophyceae dengan 1 Jenis, Chylorophyceae dengan 1 Jenis,
Chrysophyceae dengan 1 Jenis dan Dinophyceae dengan 1 Jenis. Hasil Uji statistik
menunjukkan bahwa suhu dan salinitas mempengaruhi keberadaan fitoplankton
di perairan Pantai Payum – Pantai Lampu Satu.

Kata Kunci : Spesies Fitplankton, Faktor Osenaografi

I. PENDAHULUAN massa air dari darat dimana bermuara sungai


Kabupaten Merauke ditinjau dari segi besar seperti Sungai Maro yang turut
geografis berada pada daerah yang strategis mempengaruhi berfluktuasinya faktor
yaitu berada pada bagian Selatan pulau Papua lingkungan di perairan Pantai Payum – Pantai
dan berhadapan langsung dengan Laut Arafura Lampu Satu.
dengan kondisi perairan laut yang dipengaruhi Beberapa penelitian tentang identifikasi
oleh pola pergerakan arus yang bergerak fitoplankton seperti Onyema (2010) bahwa
menuju Australia maupun yang berasal dari keragaman fitoplankton lebih tinggi pada
bagian Utara laut Arafura. Selain itu daratan musim kering dibandingkan basah. Ada tujuh
yang luas dengan hutan yang lebat dan vegetasi kelompok alga utama yang ditemukan yaitu :
hutan mangrove yang masih tertata dengan Bacillariophyceae, Cyanophyceae,
baik merupakan suatu potensi untuk Euglenophyceae, Chlorophyceae, Dinophyceae,
menyuplai nutrien ke dalam perairan (Lantang, Chrysophyceae dan Rhodophyceae. Lantang
2013). (2012), bahwa 5 kelas fitoplankton yang
Perairan Pantai Payum – Pantai Lampu ditemukan pada perairan Kabupaten Barru
Satu Kabupaten Merauke merupakan kawasan yaitu kelas Bacillariophyceae, kelas
perairan yang memiliki berbagai manfaat Cynophyceae, kelas Chylorophyceae, kelas
potensial yang banyak dimanfaatkan oleh Crysophyceae dan kelas Dinophyceae atau
masyarakat sekitar salah satunya untuk Dinoflagellata dengan jumlah 45 spesies.
kegiatan penangkapan ikan maupun untuk Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan
biota laut lainnya untuk tujuan konsumsi. dipengaruhi oleh musim dimana pada musim
Kondisi perairan yang banyak menerima input hujan kelimpahan cenderung rendah akibat
13
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 2 (Oktober 2015)

rendahnya intensitas cahaya matahari yang ditemukan di perairan Pantai Payum –


sedangkan pada musim kemarau kelimpahan Pantai Lampu Satu.
cenderung tinggi akibat tingginya pemanfaatan
nutrient yang didukung oleh tingginya II. METODE PENELITIAN
intensitas cahaya matahari. 2.1. Lokasi penelitian
Data tentang identifikasi jenis Penelitian ini telah dilaksanakan di
fitoplankton dan pengaruh faktor oseanografi perairan Pantai Payum – Pantai Lampu Satu
terhadap keberadaan fitoplankton di selama 3 bulan yaitu bulan November 2013 –
Kabupaten Merauke masih sangat sedikit Januari 2014 . Sedangkan analisis sampel
untuk itu penelitian ini bertujuan untuk lapangan dilakukan di laboratorium Jurusan
mengidentifikasi jenis dan pengaruh faktor Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas
oseanografi terhadap keberadaan fitoplankton Musamus Merauke.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di perairan Pantai Payum-


Pantai Lampu Satu

2.2. Populasi dan Sampel lokasi Lampu Satu (daerah pemukiman


Populasi dan sampel berasal dari jenis penduduk), stasiun 3 pada daerah mangrove
fitoplankton yang ditemukan di Perairan Pantai (antara Lampu Satu dan Payum) sedangkan
Payum – Pantai Lampu Satu. stasiun 4 berada pada daerah Pantai Payum
(daerah pemukiman penduduk). Pengambilan
2.3. Alat dan Bahan sampel fitoplankton dilakukan dengan
Alat yang digunakan dalam penelitian menyaring 100 liter air laut dengan
ini adalah Plankton net, Cool box, Botol sampel, menggunakan Plankton net. Sampel plankton
Sedgwick Rafter Caunting (SRC), Mikroskop, yang terkumpul kemudian disimpan dalam
Pipet tetes, Kamera, Alat tulis-menulis, dan botol sampel dengan kapasitas 45 ml dan diberi
buku identifikasi plankton. Sedangkan bahan larutan Lugol 1,0 % selanjutnya disimpan
yang digunakan adalah sampel fitoplankton, dalam Styrofoam dan diidentifikasi pada
larutan lugol dan akuades. Laboratorium Manajemen Sumberdaya
Perairan UNMUS Merauke. Identifikasi jenis
2.4. Pengumpulan data fitoplankton menggunakan buku Stafford
Pengambilan sampel didasarkan pada 4 (1999) dan Newel (1977). Pengukuran suhu
stasiun pengambilan data dengan kriteria dilakukan dengan menggunakan thermometer,
lokasi berupa lokasi daerah mangrove, daerah salinitas dengan refraktometer, pH dengan
muara sungai dan daerah pemukiman kertas lakmus dan kecerahan dengan sechi disk.
penduduk. Stasiun 1 mewakili daerah
mangrove dan daerah masukan air tawar dari
muara sungai Maro, stasiun 2 berada pada

14
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 2 (Oktober 2015)

2.5. Analisa Data scalaris, Asterionella japonica, Dithylum


Analisis data dilakukan dengan sol, Thallassionema nitzschioides,
menggunakan program SPSS (Statistical Triceratium reticulum, Cyclotella comta,
Product and Service Solution) dengan Leptolyndrus danicus, Closteriopsis
menggunakan model regresi linear untuk longissima, Tintinnopsis cylindris,
mengetahui pengaruh faktor oseanografi Tintinnopsis radix, Cerataulina bergonii.
terhadap keberadaan fitoplankton di dalam b. Kelas Cynophyceae: Merismopedia
perairan dimana x1 = suhu permukaan laut, x2 = convoluta
salinitas, x3 =pH dan x4 = kecerahan perairan c. Kelas Chylorophyceae yaitu : Schizomeris
sedangkan variabel Y = kelimpahan leibleinii
fitoplankton. d. Kelas Chrysophyceae yaitu : Mougeotia
viridis
III. HASIL DAN PEMBAHASAN e. atau Dinoflagellata yaitu : Ceratium
Berdasarkan hasil penelitian diketahui karsteni
bahwa perairan Pantai Payum – Pantai Lampu Berdasarkan presentase pembagian kelas
Satu ditemukan beberapa kelas dan genus (Gambar 1) kelas Bacillariophyceae
fitoplankton yaitu : mendominasi sebanyak 80 % selanjutnya pada
a. Kelas Bacillariophyceae terdiri dari : kelas Cynophyceae, Chylorophyceae,
Synedra acus, Rhizosolenia longiseta, Chrysophyceae dan Dinophyceae masing –
Melosira granulate, Biddulphia regia, masing 5% dari total kelas yang ditemukan.
Coscinodiscus radiatus, Hemiulus
indicus, Chaetoceros affinis, Nitzcshia

Kelas Kelas
Chrysophyceae Dinophyceae atau
5% Dinoflagellata
Series1, Kelas 5%
Clorophyceae , 1, Kelas
5% Kelas Bacillariophyceae
Cynophyceae (diatom)
5% 80%

Gambar 1. Persentase kelas fitoplankton yang ditemukan pada perairan Pantai Payumb –
Pantai Lampu Satu Kabupaten Merauke

Berdasarkan Gambar 1. diketahui bahwa kelas Bacillariophyceae di perairan karena


kelas Bacillariophyceae atau Diatom fitoplankton kelas ini mempunyai sifat yang
merupakan kelas yang mendomonasi mudah beradaptasi dengan lingkungan, tahan
kelimpahan fitoplankton yang ditemukan di terhadap kondisi yang ekstrim dan mempunyai
perairan pantai Payum – Lampu Satu. Hal ini daya reproduksi yang tingi yaitu dapat
sesuai dengan penelitian Suharno et. al. (2009), membelah dua kali lipat dalam 18-36 jam
bahwa plankton jenis kelas Bacillariophyceae dibandingkan dengan kelas lain. Arinardi et al.
mendominasi perairan muara Sungai Bian (1997) bahwa kecepatan membelah sel diatom
Kabupaten Merauke. Hal ini dapat disebakan sangat tergantung pada kondisi lingkungan
karena kelas Bacillariophceae memiliki tingkat dan jenis diatomnya. Pembelahan dapat
adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dilakukan antara 10-12 jam, adapula antara 18-
bahkan dapat hidup pada daerah yang ekstrim 36 jam atau 24-48 jam. Namun para pakar
yang penting memiliki kadar air untuk media sependapat bahwa pembelahan sel diatom di
hidupnya. Pada perairan laut dapat hidup pada perairan tropis dapat berlangsung lebih cepat
suhu 45°C dengan demikian bahwa tingkat bahkan pembelahan sel terjadi setiap 4 jam.
adapatasi kelas Bacillariophceae sangat tinggi. Pengambilan data lapangan yang dilakukan
Selanjutnya Odum (1996) bahwa melimpahnya pada bulan November - Januari cenderung
15
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 2 (Oktober 2015)

dipengaruhi oleh musim hujan yang meningkat masuk ke laut. Pan et al. (2010) bahwa musim
pada bulan ini. Kolo et al. (2010) menyatakan sangat berpengaruh pada kelimpahan
bahwa peningkatan kelas Bacillariophceae fitoplankton seperti kelimpahan
dengan kepadatan yang tinggi dalam perairan Bacillariophceae terjadi apabila suplai nutrient
dapat disebabkan oleh adanya musim hujan dari darat ke laut tinggi.
yang menyebabkan ketersediaan nutrien yang Dari hasil penelitian tentang jumlah
mendukung pertumbuhan sangat tersedia sepesies fitoplankton di perairan Pantai Payum
akibat adanya perendaman lahan pertanian – Pantai Lampu Satu diperoleh hasil sebagai
oleh hujan dan selanjutnya terbawa oleh sungai berikut.

Tabel 1. Presentase spesies Fitoplankton di perairan Pantai Payum – Lampu Satu


PRESENTASE SETIAP STASIUN (%)
KELAS SPESIES FITOPLANKTON
1 2 3 4
Bacillariophyceae Synedra acus 32 30 29 24
Rhizosolenia longiseta 3 10 14 11
Melosira granulate 3 3 2 -
Biddulphia regia 16 12 10 23
Coscinodiscus radiatus 8 6 7 7
Hemiulus indicus - - 2 1
Chaetoceros affinis - - 7 9
Nitzcshia scalaris 1 1 - -
Asterionella japonica 5 6 6 4
Dithylum sol 2 5 7 3
Thallassionema nitzschioides 1 - - -
Triceratium reticulum 1 1 - -
Cyclotella comta - 1 - -
Leptolyndrus danicus 2 - - -
Closteriopsis longissima 1 - - -
Tintinnopsis cylindris 1 2 - -
Tintinnopsis radix - - 1 1
Cerataulina bergonii - - - 2
Cynophyceae Merismopedia convolute 24 21 14 15
Chylorophyceae Schizomeris leibleinii - 1 - -
Chrysophyceae Mougeotia viridis - 1 - -
Dinophyceae Ceratium karsteni - - 1 -

Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa pada hasil persentase ini memperlihatkan bahwa
stasiun 1 Synedra acus memiliki presentase Synedra acus merupakan presentase jenis yang
terbesar yaitu 32% selanjutnya Merismopedia terbesar yang diperoleh pada 4 stasiun
convoluta dengan 24%. Pada stasiun 2 pengamatan selanjutnya Merismopedia
dominansi jenis Synedra acus dengan 30 % convoluta pada stasiun 1-3 dan Rhizosolenia
selanjutnya Merismopedia convoluta dengan 21 longiseta pada stasiun 4. Ditemukannya
%. Pada Stasiun 3 didominasi oleh Synedra acus Synedra acus, dan Rhizosolenia longiseta
dengan 32 % selanjutnya Merismopedia disebabkan oleh karena jenis ini memiliki
convoluta dengan 14 % dan Rhizosolenia kemampuan besar dalam mentoleransi
longiseta dengan 14 %. Sedangkan pada stasiun perubahan lingkungan seperti suhu, salinitas
4 didominasi oleh Synedra acus dengan 24 % dan pH sehingga dapat hidup pada berbagai
selanjunya Biddulphia regia dengan 23 %. Dari kondisi lingkungan. Sedangkan melimpahnya

16
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 2 (Oktober 2015)

Merismopedia convoluta disebabkan karena pengambilan oleh zooplankton dan ikan-ikan


plankton ini dapat memanfaatkan unsur hara pemakan plankton serta akumulasi sisa-sisa
sampai tahap yang paling kritis. Kelebihan ini metabolisme yang bersifat racun. Hatta (2007),
menyebabkan organisme ini dapat bertahan bahwa terjadinya perubahan dominasi dan
hidup dalam kondisi lingkungan kelimpahan fitoplankton dalam suatu perairan
bagaimanapun (Hatta, 2007). disebabkan karena adanya perubahan kondisi
Suharno et.al. (2009) yang melakukan fisik kimia perairan. Selanjutnya dikatakan
penelitian di Muara Kali Bian Kabupaten juga, bahwa struktur komunitas fitoplankton
Merauke bahwa beberapa jenis plankton air mengalami perubahan dari tempat dan waktu
tawar juga ditemukan pada daerah “mulut” ke waktu. Perubahan tersebut akan
muara sungai diantaranya termasuk Diatomae, mencerminkan perkembangan komunitas
yaitu : Diatoma vulgare, Navicula sp, Synedra secara keseluruhan baik keragaman maupun
acus, dan Mastogloia sp. jenis–jenis ini produktivitas. Variasi maupun perubahan
kemungkinan terbawa arus sungai ke bagian komunitas tersebut tidak lain karena adanya
muara. Selain itu, beberapa jenis lain yang pengaruh faktor-faktor lingkungan.
diketahui mampu hidup di perairan tawar dan Dari data lapangan setiap stasiun
laut, diantaranya adalah Asterionella sp., pengamatan diketahui bahwa faktor
berbagai jenis Nitzschia spp., dan Surrirella lingkungan yang berfluktuasi tinggi seperti
spp. Kondisi ini menunjukkan bahwa beberapa salinitas seperti pada stasiun 1 nilai salinitas
jenis plankton mampu beradaptasi pada hanya berkisar pada 17-20 ppt sedangkan
lingkungan habitat yang agak ekstrim, pada kecerahan 0,05-0,17, selanjutnya suhu dan pH
tingkat salinitas yang berbeda dengan kondisi berfluktuasi hampir sama pada setiap stasiun.
aslinya. Salinitas perairan muara sungai ini Rendahnya salinitas dan kecerahan diduga oleh
berkisar antara 4–28 ppm. tingginya masukan air tawar yang masuk ke
Tidak ditemukannya beberapa jenis dalam perairan dari Sungai Maro akibat
fitoplankton pada tiap pengambilan sampel tingginya intensitas hujan pada bulan tertentu
disebabkan oleh adanya perubahan dalam yang juga membawa partikel sedimen yang
perairan itu sendiri seperti adanya perubahan turut mengurangi tingkat kecerahan dalam
kualitas air serta input nutrien ke dalam suatu perairan. Sedangkan dilihat dari jumlah genus
perairan. Hal ini sesuai dengan Boyd (1979) yang ditemukan berdasarkan stasiun, stasiun 1
bahwa populasi fitoplanton senantiasa dengan 14 jenis, stasiun 2 dengan 14 jenis,
mengalami perubahan dalam komposisi jenis stasiun 3 dengan 12 jenis dan stasiun 4 dengan
dan jumlah. Penyebab terjadinya fluktuasi 11 jenis.
fitoplankton adalah karena perubahan kualitas Hasil uji statistik kaitanya dengan faktor
air terutama unsur hara juga karena adanya lingkungan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Hasil Uji Statistik Faktor Lingkungan


Model Sig.
(Constant) .058
Suhu .003
Salintas .030
pH .457
Kecerahan .763

Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa sebagaimana terlihat dari signifikansi yang


suhu dan salinitas merupakan variabel yang >0,05.
paling mempengaruhi keberadaan fitoplankton Berdasarkan hasil uji statistik,
dalam perairan dengan nilai signifikan untuk berpengaruhnya suhu terhadap keberadaan
suhu yaitu 0.003 dan salinitas dengan 0.030. fitoplankton disebabkan oleh tercapainya
Beberapa variabel lain yang diuji dalam kondisi optimum atau ideal bagi
penelitian ini seperti pH dan kecerahan tidak perkembangan fitoplankton. Data
berpengaruh terhadap keberadaan fitoplankton memperlihatkan bahwa selama pengambilan

17
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 2 (Oktober 2015)

data suhu perairan yaitu 26-32 0C dan jika dasar perairan dengan tipe pasir berlumpur
dilihat maka kisaran suhu ini sangat optimum serta intensifnya masukan partikel lumpur
untuk perkembangan fitoplankton. Asih (2014), yang terbawa oleh sungai ke dalam perairan.
suhu optimum untuk pertumbuhan Dari hasil uji statistik semua variabel
fitoplankton berkisar antar 25 0C sampai 32 0C. yaitu suhu, salinitas, pH dan kecerahan,
Sedangkan suhu tertinggi yaitu 32 0C masih diketahui bahwa nilai korelasi sebesar 0,623.
dapat ditolerir oleh fitoplankton seperti pada Nilai ini dapat diinterpretasikan bahwa
Lantang (2012) bahwa suhu perairan dengan hubungan kedua variabel penelitian pada
kisaran 31,9-32,85 °C masih merupakan nilai korelasi kuat. Hal ini sesuai dengan Sarwono
yang dapat ditolerir oleh fitoplankton. (2006) bahwa korelasi dengan nilai 0,5-0,75
Selanjutnya berpengaruhnya salinitas terhadap merupakan kategori kuat. Nilai R square yang
fitoplankton disebabkan oleh optimumnya diperoleh adalah 0,388 berarti bahwa varibel
salinitas terhadap fitoplankton. Dari data bebas seperti suhu, salinitas, pH dan kecerahan
lapangan salinitas berkisar pada 17-22 ppt. sebagai variabel X memiliki pengaruh
Efrizal (2006), fitoplankton dapat berkembang kontribusi sebesar 38,8 % terhadap variabel Y
dengan baik pada salinitas 15-32 ppt. yaitu kelimpahan fitoplankton sedangkan
Rendahnya salinitas disebabkan oleh tingginya sisanya dapat dijelaskan oleh faktor lain. Nilai
intensitas air tawar yang masuk kedalam R square berada pada kisaran 0-1 dengan artian
perairan terutama pada daerah Lampu Satu bahwa semakin kecil angka R square maka
dimana bermuara Sungai Maro selain itu pada semakin lemah pengaruh kedua variabel. Dari
pengambilan data ditandai dengan tingginya hasil R square diatas menunjukkan bahwa
intensitas hujan terutama pada bulan kontribusi variabel X hanya sebesar 38,8 %
Desember. Dengan demikian, kondisi suhu dan tetapi mengingat penelitian ini dilakukan di
salinitas perairan Pantai Payum – Lampu Satu alam dengan berbagai variabel yang sulit untuk
masih layak untuk kehidupan fitoplankton. dikontrol/diatur maka nilai tersebut dianggap
Sedangkan pada pH, dari data lapangan mampu untuk menjelaskan pengaruh kedua
dengan nilai 7,6 – 8,9. Dari data ini variabel. Pada uji F dengan tingkat signifikasi
memperlihatkan bahwa pH sedikit lebih tinggi 0,010 dan masih dibawah 0,05 berarti sangat
dari nilai nilai ideal untuk pertumbuhan nyata maka model regresi ini dapat dipakai
fitoplankton sehingga tidak mendukung untuk memprediksi pengaruh faktor
keberadaan fitoplankton dalam perairan. lingkungan terhadap keberadaan fitoplankton.
KEPMEN. LH (2004) yang menyatakan kondisi
derajat keasaman optimal untuk kehidupan IV. KESIMPULAN
fitoplankton adalah 7-8,5. Menurut Pescod, Jenis fitoplankton yang ditemukan di
(1973) dalam Asmara, (2005) nilai pH ini perairan Pantai Pantai Payum-Pantai Lampu
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain Satu yaitu : a). Kelas Bacillariophyceae terdiri
aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan dari jenis : Synedra acus, Rhizosolenia longiseta,
respirasi organisme, suhu dan keberadaan ion- Melosira granulate, Biddulphia regia,
ion dalam perairan tersebut. Kondisi Coscinodiscus radiatus, Hemiulus indicus,
fotosintesis akan terjadi optimal ketika pH Chaetoceros affinis, Nitzcshia scalaris,
dalam keadaan normal. Pada kecerahan, data Asterionella japonica, Dithylum sol,
lapangan dengan nilai kecerahan 0,05-0,19 m Thallassionema nitzschioides, Triceratium
menunjukkan bahwa tingkat kecerahan sangat reticulum, Cyclotella comta, Leptolyndrus
rendah yang mengakibatkan nilai kecerahan danicus, Closteriopsis longissima, Tintinnopsis
tidak mendukung keberadaan fitoplankton. cylindris, Tintinnopsis radix, Cerataulina
Secara umum kecerahan perairan tergolong bergonii. b). Kelas Cynophyceae yaitu jenis :
sangat rendah, jika dibandingkan dengan baku Merismopedia convolute. c). Kelas
mutu air laut yang diperuntukkan bagi biota Chylorophyceae yaitu jenis : Schizomeris
laut seperti fitoplankton yakni > 5 meter leibleinii. d). Kelas Chrysophyceae yaitu jenis :
(KEPMEN LH. 2004). Rendahnya tingkat Mougeotia viridis. e). Dinoflagellata yaitu jenis
kecerahan disebabkan oleh tekstur sedimen : Ceratium karsteni. Parameter lingkungan yang

18
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 2 (Oktober 2015)

mempengaruhi keberadaan fitoplankton di Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan


perairan Pantai Payum – Pantai Lampu Satu Universitas Musamus atas izin penggunaan
yaitu suhu dan salinitas. fasilitas laboratorium dan semua pihak yang
Ucapan Terimakasih telah membantu dalam penelitian ini.
Terimakasih kepada Lurah Samkai atas ijin
pelaksanaan penelitian, Kepala Laboratorium

DAFTAR PUSTAKA

Arinardi, O.H., A.B. Sutomo, S.A. Yusuf, Trimaningsih., Elly, A., S. H. Riyono. 1997. Kisaran
Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia.
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta.
Asih. P., 2014. Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat
Bintan, Skripsi. UMRAH FIKP. Tanjung Pinang.
Boyd, C.E. 1979. Water Quality Manjement for Pond Fish Culture Development in Aquaculture and
Fisheries Science. Auburn University. Alabama Press. USA.
Efrizal., 2006. Hubungan Beberapa Parameter Kualitas Air dengan Kelimpahan Fitoplankton di
Perairan Pulau Penyengat Kota Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal
Penelitian. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Raja Ali Haji Tanjung
Pinang.
Hatta, M. 2007. Hubungan antara Produktivitas Primer Fitoplankton dengan Unsur Hara pada
Kedalaman Secchi di Perairan Waduk Koto Panjang, Riau. Tesis tidak diterbitkan.Bogor :
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Kolo. R.J, R. Ojotiku, D.T. Muzulmi. 2010. Plankton Communities of Tagwal DAM MINNA-
Nigeria. International Journal of Aquaculture and Fishery Tecnology. Departement Water
Resource. Federal University of Tecnology MINNA - Nigeria. Vol. 4:1-7.
Kep. MEN.LH. 2004. Keputusan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.
51/MEN.LH/I/2004 Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan . 11 hal.
Lantang, B. 2012. Analisis Pola Pergerakan dan Daerah Penangkapan Ikan Layang (Decapterus
sp.)Berdasarkan Produktivitas Primer di Perairan Kabupaten Barru. Tesis. Tidak
diterbitkan. Program Pasca Sarjana Prodi Ilmu Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Lantang, B. 2013. Analisis Tingkat Kesuburan Perairan Berdasarkan Kelimpahan Fitoplankton di
Perairan Pantai Payum-Lampu Satu Kabupaten Merauke Papua. Laporan Penelitian.
Jurusan Manjemen Sumberdaya Perairan Universitas Musamus Merauke.
Newel, G. E. 1977. Marine Plankton, a Practical Guide. Hutchinson and Company Limited. London.
Odum, 1971. Fundamental Of Ecology. Third Edition. W,B Sonders Co. Toronto.
Onyema, I.C. 2010. Phytoplankton Diversity and Succession in the Iyagbe Lagoon. Journal of
Marine Sciences, University of Lagos, Akoka. Afrika. Vol. 43 (1) : 61 - 74.
Pan, X., A. Mannino., E. Russ., B. Hooker., L.W. Harding. 2010. Remote Sensing of Phytoplankton
Pigment Distribution in the United States Northeast Coast. International Journal Remote
Sensing of Environment. United State of America. Vol. 114. 2403–2416.
Prescod, M.B. 1978. Environmental Indices Theory and Practice. Ann Arbour Science Inc. Michigan.
59 page.
Stafford, C. 1999. A Guide to Phytoplankton of Aquaculture Ponds. The State of Queensland
Departement of Primary Industries. Brisbane.
Suharno., P. Setyono. 2009. Keragaman Jenis Plankton di Muara sungai Bian, Kabupaten Merauke
– Papua. Jurnal Penelitian. Jurusan Biologi F. MIPA Universitas Cenderawasih, Jayapura.
Papua.
Sarwono, J. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13. Andi Offset. Yogyakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai