Anda di halaman 1dari 21

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Kesehatan Secara Holistik
Kesejahteraan masyarakat menurut United Nations Development Program
(UNDP) diukur oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Index (HDI). IPM merupakan indikator komposit dari tiga indikator
sektor pembangunan, yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Indikator
kesehatan digunakan untuk mengukur hidup sehat dan panjang umur, diukur
dengan angka harapan hidup (AHH) saat kelahiran. IPM digunakan untuk
mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, berkembang, atau
terbelakang, juga untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi pada kualitas
hidup (United Nation Development Program, 2018).
Pada bulan September 2000, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 189 negara anggota PBB sepakat untuk
mengadopsi deklarasi milenium, yang disebut sebagai tujuan pembangunan
milenium (Millennium Development Goals – MDGs), terdiri dari delapan tujuan,
menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan dan mengartikulasi
satu gugus tujuan yang berkaitan satu sama lain ke dalam agenda pembangunan
dan kemitraan global. Semangat ini dilandasi oleh kesadaran akan pentingnya
menjaga kelangsungan hidup manusia dan lingkungan, tidak hanya untuk saat ini
tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Seiring berakhirnya periode
program MDGs pada akhir tahun 2015, 193 kepala negara yang hadir dalam
sidang umum PBB bulan September 2015, secara resmi mengesahkan Sustainable
Development Goals (SDGs) sebagai kesepakatan baru terhadap agenda
pembangunan global. SDGs terdari dari 17 tujuan. SDGs dalam sektor kesehatan
adalah mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, dan meningkatkan
gizi, serta mendorong pertanian yang berkelanjutan (butir ke dua); menjamin
kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

orang di segala usia (butir ke tiga); menjamin kesetaraan gender, serta


memberdayakan seluruh wanita dan anak-anak perempuan (butir ke lima); dan
menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan bagi
semua orang (butir ke enam) (United Nations, 2016). Tujuan ke tiga dari SDGs
yakni kehidupan sehat dan sejahtera, berfokus pada usaha menggalakkan hidup
sehat dan sejahtera untuk semua usia. Untuk pertama kalinya penyakit tidak
menular, yakni gangguan perilaku, perkembangan, dan neurologi menjadi
prioritas agenda pembangunan global. Dalam hal ini promosi kesehatan jiwa
memiliki peran strategis untuk mewujudkan tujuan tersebut (Votruba &
Thornicroft, 2015).
World Health Organization (WHO) dalam piagam Ottawa untuk promosi
kesehatan tahun 1986 mendefinisikan promosi kesehatan sebagai proses yang
memungkinkan orang untuk meningkatkan kontrol atas kesehatan dan
determinannya, dengan demikian meningkatkan kesehatannya. Esensi promosi
kesehatan adalah pemberdayaan agar mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatan, dengan partisipasi sebagai unsur pokoknya (World Health
Organization, 1998). WHO dalam konferensi global promosi kesehatan yang
diselenggarakan di Bangkok pada tahun 2005, merumuskan promosi kesehatan
sebagai proses memampukan orang untuk meningkatkan kendali atas determinan
kesehatan dan dengan demikian dapat meningkatkan kesehatan mereka (World
Health Organization, 2005).
Indonesia turut berkomitmen mencapai tujuan SDGs, termasuk dalam sektor
kesehatan. Undang-undang No. 12 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) memberikan arah kebijakan pelaksanaan
pembangunan di Indonesia sampai dengan tahun 2025, termasuk bidang
kesehatan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
tahun 2012, menegaskan bahwa upaya untuk meningkatkan pengetahuan,
kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam berperilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dapat dilakukan melalui berbagai saluran media dan teknik
promosi kesehatan secara langsung maupun tidak langsung (Idaiani & Riyadi,
2018).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

Promosi dan prevensi kesehatan saling berkaitan dan sering kali bertumpang
tindih. Promosi berfokus pada determinan kesehatan sedangkan prevensi berfokus
pada penyebab penyakit. Promosi kesehatan digunakan untuk memayungi usaha
prevensi. Promosi kesehatan selain mencakup usaha prevensi, juga mencakup
determinan sosial, lingkungan, dan budaya yang berpengaruh terhadap kesehatan.
Usaha promosi kesehatan terdiri dari membangun kebijakan kesehatan publik,
menciptakan lingkungan yang mendukung, memberdayakan komunitas, dan
mengembangkan ketrampilan personal (World Health Organization, 2005;
Fertman & Allensworth, 2010; Talbot & Verrinder, 2010).
Pembangunan kesehatan jiwa merupakan bagian tak terpisahkan dari
pembangunan kesehatan secara keseluruhan (holistik). Kesehatan fisik
memengaruhi kesehatan jiwa dan sebaliknya kesehatan jiwa memengaruhi
kesehatan fisik. Kesehatan jiwa dan gangguan jiwa sering terlupakan, walaupun
bukti-bukti menunjukkan bahwa gangguan jiwa memiliki beban penyakit yang
besar, yang berdampak pada ekonomi. Memperbaiki kesehatan jiwa dan
mengurangi prevalensi gangguan jiwa akan memperbaiki kualitas hidup dan
produktivitas individu dan masyarakat (Katsching, 2006).
Kesehatan jiwa mencakup perasaan sehat dan bahagia serta mampu
mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Jiwa yang sehat
didefinisikan oleh WHO (2003) sebagai keadaan sejahtera individu yang
menyadari kemampuannya, mampu menghadapi stresor kehidupan yang normal,
bisa bekerja secara produktif dan bermanfaat, serta mampu berperan dalam
kehidupan bermasyarakat. Jiwa yang sehat bukan sekedar tidak adanya gangguan
jiwa. Beberapa hal yang menjadi hasil dari proses belajar dari lingkungan individu
adalah efikasi diri, toleransi stres, strategi koping, dan perilaku berisiko, yang
menjadi mediator status kesehatan jiwa secara keseluruhan. Efikasi diri, toleransi
stres, strategi koping, dan perilaku berisiko dipilihsebagai variabel yang diteliti
oleh penulis, karena semuanya menggunakan pengukuran laporan diri yang
bersifst subjektik. Distres emosional dipilih sebagai
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

indikator status kesehatan jiwa, karena mengukur ada tidaknya gangguan anxietas
dan depresi yang sering kali tidak terdeteksi oleh awam.
Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap
negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial, budaya, dan religi pada
masyarakat. Sementara tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama
untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan dan kemajuan tersebut. Hal
ini akan memberikan dampak yang kurang baik terutama bagi mereka yang tidak
bisa menyesuaikan diri dan menikmati kemajuan tersebut, yaitu munculnya stres
dan masalah gangguan jiwa.
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 4 dan
5 menyebutkan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal
diperlukan usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilakukan
secara terintegrasi, komperehensif, dan berkesinambungan. Upaya promosi
kesehatan jiwa bertujuan untuk: (1) Mempertahankan dan meningkatkan derajat
kesehatan jiwa masyarakat secara optimal, (2) Menghilangkan stigma,
diskriminasi, pelanggaran hak asasi orang dengan gangguan jiwa sebagai bagian
dari masyarakat, (3) Meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat
terhadap kesehatan jiwa, dan (4) Meningkatkan penerimaan dan peran serta
masyarakat terhadap kesehatan jiwa. Upaya promotif di lingkungan masyarakat
dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) mengenai
kesehatan jiwa serta menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif untuk
pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang sehat. Kebutuhan akan promosi
kesehatan jiwa sama besar dengan kebutuhan akan prevensi dan kurasi. Saat ini
sebagian besar upaya pelayanan kesehatan merupakan pelayanan kuratif.
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan merupakan bentuk dan salah
satu cara penyelenggaraan upaya di bidang kesehatan, baik perorangan,
kelompok, organisasi, maupun masyarakat secara terencana, terpadu, dan
berkesinambungan guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Dengan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

demikian pemberdayaan masyarakat adalah proses dan tujuan. Sebagai proses,


pemberdayaan masyarakat adalah serangkaian kegiatan untuk memperluas
kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat. Sebagai tujuan,
pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah
perubahan sosial, yakni masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
(Vlaenderen, 2001; Departemen Kesehatan RI, 2009).

2. Modal Sosial dalam Promosi Kesehatan


Kesehatan adalah fenomena kompleks dan dapat dilakukan pendekatan dari
berbagai aspek. Dalam beberapa dekade terakhir agenda kesehatan internasional
cenderung berfokus pada (1) Intervensi medis berbasis teknologi dan kesehatan
masyarakat, (2) Memahami kesehatan sebagai fenomena sosial yang
membutuhkan pendekatan lintas sektoral yang lebih luas. Hal ini sesuai dengan
pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual yang dikembangkan oleh WHO. Model
biomedis tradisional berfokus pada patofisiologi dan pendekatan penyakit melalui
pendekatan biologis. Pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual secara sistematik
mempertimbangkan faktor biologis, psikologis, sosial, dan spiritual serta interaksi
kompleks keempatnya dalam memahami kesehatan, penyakit, dan pelayanan
kesehatan (Frankel et al., 2003; World Health Organization, 2010).
Konsep modal sosial menempati posisi penting dalam kajian determinan
sosial kesehatan. Modal sosial menjembatani dimensi struktural (status sosial
ekonomi dan politik) dengan dimensi perantara (intermediet) determinan sosial
(lingkungan tempat tinggal, faktor biologis dan perilaku, dan faktor psikososial)
(World Health Organization, 2010). Modal sosial merupakan sumber daya yang
muncul dari hasil interaksi dalam suatu komunitas. Komponen modal sosial terdiri
dari komponen struktural (jaringan sosial, kontrak sosial, dan partisipasi sosial)
dan komponen kognitif, yakni persepsi individu terhadap kepercayaan (trust),
persepsi dukungan sosial, perasaan memiliki, norma, nilai, sikap, dan reprositas
(hubungan timbal balik) (Coleman, 2011). Berdasarkan ikatannya modal sosial
terdiri dari bonding (perekat sosial dalam sistem kemasyarakatan), bridging
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

(ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik
kelompok), dan linking (hubungan antara beberapa level dan status sosial dalam
masyarakat) (Woolcock, 2001). Modal sosial memengaruhi status kesehatan jiwa
dengan berbagai mekanisme. Masyarakat dengan modal sosial yang kuat
merupakan faktor protektif terhadap status kesehatan jiwa yang buruk.
Memperbaiki modal sosial merupakan salah satu cara dalam promosi kesehatan
jiwa. Para ahli ilmu kesehatan, pembuat kebijakan, dan institusi internasional,
termasuk WHO (2010) dan World Bank (1999), mengemukakan bahwa modal
sosial berperan dalam ketidakadilan (inequity) status kesehatan pada berbagai
populasi masyarakat. Sebagai contoh Departemen Kesehatan Inggris telah
memasukkan program pembangunan modal sosial dalam kebijakan promosi
kesehatan jiwa (Frenkel et al, 2003).

3. Budaya dalam Promosi Kesehatan


Ketidakadilan merupakan masalah pokok dalam promosi kesehatan hingga
saat ini. Namun ketika meneliti kondisi sosial yang berpengaruh terhadap
ketidaksetaraan distribusi kesehatan dan penyakit, epidemiologi sosial lebih
berfokus kepada hal-hal yang sifatnya material, misalnya pendapatan, tempat
tinggal, atau determinan psikososial misalnya pendidikan, dukungan sosial, dan
stres psikososial. Faktor budaya sering dilupakan, padahal budaya
menghubungkan hal-hal yang bersifat material (pendapatan, tempat tinggal)
dengan sumber daya sosial, struktur sosial, dan kesehatan (McQueen et al., 2007).
Budaya memengaruhi konsep dan persepsi seseorang mengenai kesehatan jiwa.
Dalam upaya promosi kesehatan jiwa, perlu untuk memahami budaya masyarakat
setempat. Memahami budaya diharapkan akan meningkatkan keberhasilan
promosi kesehatan. Kebudayaan sebagai konsep dasar dapat menjelaskan gejala-
gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat, seperti interaksi sosial dalam
melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

Gagasan-gagasan budaya dapat menjelaskan makna perilaku individu


dalam masyarakat. Kebiasaan individu yang dimiliki oleh sebagian besar warga
masyarakat dan menjadi kebiasaan sosial, dapat dinyatakan sebagai kebudayaan.
Para antropolog berpendapat bahwa suatu kelompok masyarakat dikatakan
memiliki kebudayaan, bila mana terdapat pola pikir dan pola perilaku yang
dimiliki secara bersama-sama, yang diperoleh melalui proses belajar. Oleh karena
itu, kebudayaan dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan, nilai-nilai, dan
cara berperilaku atau kebiasaan yang dipelajari dan dimiliki secara bersama-sama
oleh kelompok masyarakat (Pujileksono, 2015).
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang amat kaya akan kebudayaan.
Masing-masing budaya memiliki karakternya yang unik. Salah satunya adalah
budaya Jawa yang terkenal sebagai budaya yang adiluhung (tinggi mutunya). Di
Indonesia, suku Jawa menduduki posisi yang bermakna. Berdasarkan laporan dari
Indonesia Investment tahun 2020, 41% populasi Indonesia adalah orang Jawa.
Suku Jawa berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Masyarakat
Jawa merupakan masyarakat yang memiliki struktur feodalistis, paternalisitik, dan
hirarkis (Muelder, 1989).
Surakarta dan Yogyakarta dianggap sebagai dua kota yang merupakan
representasi budaya Jawa. Dikemukakan oleh Ricklefs (1991), semula hanya ada
satu kerajaan Mataram. Perjanjian Giyanti tahun 1775, memecah kekuasaan
Mataram menjadi dua, yakni Keraton Surakarta Hadiningrat atau Surakarta dan
Ngayogyakarta Hadiningrat atau Yogyakarta. Selanjutnya, Yogyakarta
meneruskan budaya Islam Jawa klasik dan Surakarta menciptakan budaya
Mataram Islam baru, yang banyak dipengaruhi budaya Eropa.
Budaya Surakarta dan Yogyakarta secara fundamental sama. Filosofi Jawa
yang dimiliki keduanya berasal dari sumber yang sama. Meskipun demikian, oleh
karena Surakarta berusia lebih tua maka ia memiliki sumber rujukan filosofi yang
lebih banyak. Politik adu domba (devide et impera) Belanda sengaja menciptakan
perbedaan, agar kedua kerajaan tersebut tidak bersatu. Perbedaan itu terutama
dalam
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

hal seni budaya. Dalam perkembangannya, Surakarta menjadi lebih demokrat,


hubungan antara rakyat dan penguasa kerajaan lebih longgar, dan lebih
berorientasi pada bisnis. Sementara Yogyakarta lebih berorientasi pada
pendidikan. Karakteristik kota Yogyakarta relatif lebih homogen, sedangkan
Surakarta relatif lebih heterogen. Keunikan karakteristik kota Surakarta, membuat
penulis tertarik melakukan penelitian di kota Surakarta.
Kota Surakarta bertransformasi menjadi kota metropolis dengan kehidupan
yang semakin kompleks. Tingkat perekonomian dan pendidikan semakin
membaik, pembangunan semakin pesat, namun di sisi lain penyakit sosial juga
merebak, misalnya penggunaan narkoba dan seks bebas. Kota Surakarta masih
tetap mempertahankan warisan nilai-nilai budaya tradisional, yang ditunjukkan
antara lain dengan adanya dua keraton di kota Surakarta. Kultur penduduk kota
Surakarta identik dengan kultur Jawa. Masyarakat Jawa dikategorikan dalam
sistem budaya yang mengutamakan nilai keserasian hidup kolektif. Perwujudan
dari nilai keserasian hidup dapat dilihat dalam praktik kerja bersama yang disebut
gotong royong. Kerukunan semacam ini didasari oleh empat sifat dasar manusia
yakni simpati, keramahan, rasa keadilan, dan kepentingan pribadi yang selaras
dengan tatanan sosial menurut adat istiadat. Pemerintah kota Surakarta memiliki
slogan Surakarta berseri tanpa korupsi untuk mewujudkan masyarakat wasis,
waras, wareg, mapan, dan papan dengan membangun budaya hidup gotong
royong, budaya memiliki, budaya merawat, budaya menjaga, dan budaya
mengamankan kota Surakarta dan isinya.
Perbedaan budaya menjadi sesuatu yang lazim dalam masyarakat multi
kultural yang terbentuk karena proses globalisasi. Sebuah catatan, bahwa dalam
masyarakat multi kultural kadang dijumpai diskriminasi terhadap minoritas. Hal
ini penting dan harus disadari oleh mereka yang bekerja untuk mempromosikan
perubahan. Kompetensi budaya merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh
semua profesional kesehatan yang bekerja di daerah multi kultural. Oleh karena
promosi kesehatan jiwa berhubungan erat dengan perilaku kesehatan yang
dipengaruhi oleh nilai dan norma, maka penelitian ini lebih difokuskan pada nilai
budaya Jawa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

4. Permasalahan Kesehatan Jiwa


Data Riset Kesehatan Dasar (Riskerdas) 2018 dari Kementerian Kesehatan
menunjukkan proporsi rumah tangga dengan anggota keluarga yang menderita
psikosis (gangguan jiwa berat) adalah 7 per mil, prevalensi depresi pada penduduk
berusia di atas 15 tahun adalah 6,1%, dan prevalensi gangguan mental emosional
pada penduduk berusia di atas 15 tahun adalah 9,8%. Di Surakarta, prevalensi
gangguan jiwa berat (psikosis) adalah sebesar 0,9 per 1000 penduduk, sedangkan
prevalensi gangguan depresi adalah 0,16 per 1000 penduduk. Dari data tersebut,
gangguan jiwa, baik berat maupun ringan paling banyak dijumpai pada kelompok
usia 19-44 tahun, diikuti kelompok usia 45-59 tahun. Hal ini sebenarnya tidak
mengherankan, karena kelompok usia dewasa (19-59 tahun), yang juga
merupakan usia produktif, adalah komposisi terbanyak dari jumlah penduduk kota
Surakarta berdasarkan usia (Badan Pusat Statistik Surakarta, 2017). Oleh karena
itu, penulis berfokus pada promosi kesehatan jiwa usia dewasa.
Penyebab gangguan jiwa secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yakni
faktor internal dan faktor eksternal yang saling berinteraksi terus-menerus. Faktor
internal meliputi genetik, organobiologis, dan ciri kepribadian. Adapun faktor
eksternal antara lain adalah pola pengasuhan, pendidikan, sosiodemografis,
lingkungan, dan budaya tempat individu tersebut tumbuh, berkembang, dan
tinggal. Salah satu faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kesehatan jiwa
adalah perubahan sosial. Industrialisasi dan kemajuan teknologi komunikasi pada
masyarakat modern, membuat perubahan sosial terjadi sangat cepat. Tidak semua
orang dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan. Individu yang gagal
menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut, mungkin akan mengalami
manifestasi patologis, berupa gangguan jiwa.
Profesional kesehatan jiwa diharapkan menjadi penggerak masyarakat agar
ikut berpartisipasi dalam usaha promosi dan prevensi gangguan jiwa. Kota
Surakarta memiliki sumber daya profesional kesehatan jiwa yang memadai.
Profesional adalah orang dengan ciri-ciri (1) Memiliki pengetahuan dan
kemampuan yang tinggi, (2) Memiliki kode etik, (3) Memiliki tanggung jawab
profesi serta integritas yang tinggi, (4) Memiliki jiwa pengabdian pada
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

masyarakat, (5) Memiliki kemampuan yang baik dalam perencanaan program, dan
(6) Menjadi anggota organisasi dari profesinya. Berdasarkan definisi tersebut,
maka yang disebut sebagai profesional kesehatan jiwa adalah psikiater, psikolog
klinis, dan perawat jiwa. Organisasi profesi kesehatan yang ada antara lain
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (PDSKJI), Himpunan Psikologi
Indonesia (HIMPSI), dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sub
perawat jiwa.
Untuk mewujudkan kota Surakarta sebagai “Kota Sehat Jiwa”, diperlukan
suatu upaya model promosi kesehatan jiwa yang komprehensif. Salah satu potensi
kota Surakarta yang bisa dimanfaatkan dalam membuat model tersebut adalah
modal sosial dan nilai budaya Jawa yang merupakan kearifan lokal masyarakat
kota Surakarta. Hingga saat ini belum ada program promosi kesehatan jiwa di
kota Surakarta yang melibatkan komponen kearifan lokal.
Sebagai penelitian pendahuluan untuk mengeksplorasi variabel nilai budaya
Jawa, penulis melakukan penelitian kualitatif fenomenologis terhadap seorang
perempuan, 38 tahun, dengan identitas budaya Jawa, yang memilih bertahan
dalam pernikahannya, walaupun mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Dimensi nilai budaya Jawa, yakni meredam konflik, membuatnya merahasiakan
konflik perkawinannya, termasuk kepada ibunya. Perceraian menurutnya adalah
sesuatu yang ora ilok (tidak pantas, tidak baik), tidak sesuai dengan standar
masyarakat, sehingga ia tetap mempertahankan pernikahannya. Dari hasil
penelitian tersebut tampak bahwa nilai budaya yang dihayati oleh seseorang
berpengaruh terhadap perilaku dan kopingnya ketika menghadapi stresor.
Penelitian pendahuluan kedua untuk mengeksplorasi variabel modal sosial
yang dilakukan penulis, adalah penelitian survei terhadap 40 orang yang tinggal di
kecamatan Jebres, Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan hubungan lemah
antara tingkat modal sosial dengan tingkat stres (r=-0,282). Kuesioner yang
digunakan adalah kuesioner modal sosial yang diadaptasi dari Australia, dengan
dimensi kognitif, reciprocal (timbal balik), partisipasi, relasional, bounding,
bridging, dan linking. Berdasarkan teori, diketahui bahwa modal sosial yang kuat
berhubungan dengan rendahnya tingkat stres. Penulis menganalisis bahwa
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

hubungan yang lemah tersebut terjadi karena kuesioner yang digunakan tidak
valid jika digunakan untuk mengukur tingkat modal sosial penduduk di Indonesia.
Oleh karenanya penulis beranggapan perlu dibuat instrumen pengukur modal
sosial yang sesuai dengan cara interaksi masyarakat Indonesia.
Beberapa permasalahan di atas, menjadi pertimbangan bagi penulis untuk
membuat penelitian dengan judul MODEL PROMOSI KESEHATAN JIWA
MELALUI INTERAKSI MODAL SOSIAL DAN NILAI BUDAYA JAWA
UNTUK MENCEGAH DISTRES EMOSIONAL. Dalam proses pembuatan
model tersebut penulis merujuk pada grand theory, yakni teori perubahan sosial;
middle theory, yakni teori pembangunan dan pemberdayaan; dan low theory,
yakni teori motivasi perlindungan di tingkat intrapersonal, teori kognitif sosial di
tingkat interpersonal, dan teori dukungan sosial di tingkat komunal. Pembuatan
model didasarkan pada kontribusi interaksi modal sosial dan nilai budaya Jawa
terhadap status kesehatan jiwa. Adapun variabel parameter kesehatan jiwa yang
dinilai adalah efikasi diri, toleransi stres, koping, dan perilaku berisiko, dan distres
emosional yang merupakan indikator status kesehatan jiwa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah gambaran dan hubungan kualitatif antara modal sosial dengan nilai
budaya Jawa masyarakat kota Surakarta?
2. Adakah hubungan kuantitatif antara modal sosial dengan nilai budaya Jawa?
3. Adakah pengaruh modal sosial terhadap distres emosional kelompok usia dewasa
penduduk kota Surakarta, melalui efikasi diri, toleransi stres, strategi koping, dan
perilaku berisiko?

4. Adakah pengaruh nilai budaya Jawa terhadap distres emosional kelompok usia
dewasa penduduk kota Surakarta, melalui efikasi diri, toleransi stres, strategi
koping, dan perilaku berisiko?
5. Bagaimanakah rumusan model promosi kesehatan jiwa di kota Surakarta?
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan permasalahan tersebut, secara umum penelitian ini
bertujuan:
1. Mengetahui gambaran serta hubungan kualitatif antara modal sosial dengan nilai
budaya Jawa masyarakat kota Surakarta.
2. Menganalisis secara kuantitatif hubungan antara modal sosial dengan nilai budaya
Jawa.
3. Menganalisis secara kuantitatif pengaruh modal sosial terhadap distres emosional
kelompok usia dewasa di kota Surakarta, melalui efikasi diri, toleransi stres,
strategi koping, dan perilaku berisiko.
4. Menganalisis secara kuantitatif pengaruh nilai budaya Jawa terhadap distres
emosional kelompok usia dewasa di kota Surakarta, melalui efikasi diri, toleransi
stres, strategi koping, dan perilaku berisiko.
5. Merumuskan model promosi kesehatan jiwa berbasis masyarakat di kota
Surakarta.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Membangun teori yang menjelaskan konsep modal sosial dan nilai budaya
Jawa, yang diharapkan bermanfaat bagi penelitian yang akan datang.
b. Mengaplikasikan teori perubahan sosial, pemberdayaan, dan perilaku
kesehatan dalam model promosi kesehatan jiwa.
c. Membangun teori yang menjelaskan hubungan nilai budaya Jawa dengan
status kesehatan jiwa.
d. Membangun model promosi kesehatan jiwa di kota Surakarta.
2. Manfaat metodologis
a. Mengaplikasikan metode penelitian campuran yang menggabungkan metode
penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan rancangan sekuensial.
b. Model yang diperoleh dapat digunakan untuk penelitian Research and
Development di masa mendatang.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

3. Manfaat praktis
a. Bagi pengambil kebijakan di kota Surakarta, produk model promosi
kesehatan yang dihasilkan dapat digunakan untuk membuat program
promosi kesehatan jiwa.
b. Bagi pelaksana program promosi kesehatan jiwa, dapat menggunakan
kearifan lokal sebagai salah satu modal dalam promosi kesehatan jiwa.
c. Bagi penerima manfaat, dapat menggunakan kearifan lokal budaya Jawa
untuk memperbaiki status kesehatan jiwa individual.

E. Originalitas Penelitian
1. Penelitian Terdahulu
Dalam rangka memperoleh informasi tentang kebaruan dari penelitian ini, maka
telah dilakukan penelusuran jurnal-jurnal terdahulu. Rangkuman hasil penelusuran
jurnal terdahulu, disajikan dalam tabel berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

Tabel 1: Ringkasan Penelitian Terdahulu


No Peneliti/Tahun/Judul Nama Tujuan Penelitian Metode Hasil
Jurnal Penelitian
1 Perez, Arredondo, McKenzie, Journal Mengetahui apakah Survei Mereka yang melakukan olahraga
Hoguin, Elder, Ayala (2015), Physics Act aktivitas fisik bersama di taman memiliki kohesi sosial
Neighbourhood social Health, 12 berpengaruh terhadap yang lebih baik dan gejala depresi yang
cohesion and depressive (10) kohesi sosial dan gejala lebih sedikit, dibandingkan mereka yang
symptoms among Latinos: depresi. tidak melakukan olahraga di taman.
Does use of community
resources for physical activity
matter?

2 Ehsan dan Silva (2015) Journal Mengetahui hubungan Systematical Modal sosial kognitif individual
Social capital and common Community langsung antara modal review merupakan faktor protektif terhadap
mental disorder : A Health Vol sosial dan gangguan gangguan jiwa.
systematic review. 2015 jiwa yang sering Modal sosial kognitif ekologi
dijumpai, yakni menurunkan risiko menderita gangguan
anxietas dan depresi. jiwa.

3 Levula, Wilson, Harre Quality Life Meneliti hubungan Survei Isolasi sosial merupakan faktor yang
(2015), The association Research, antara skor kesehatan paling berpengaruh terhadap kesehatan
between social network Vol 25 dan faktor jaringan mental pada semua rentang usia.
factors and mental health at sosial terhadap Faktor jaringan sosial yang lain memiliki
different life stages. kesehatan mental pada pengaruh yang berbeda pada tiap
berbagai tahapan usia. tahapan usia.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

No Peneliti/Tahun/Judul Nama Tujuan Penelitian Metode Hasil


Jurnal Penelitian
4 Lecerof, Stafstorm, Health Menganalisis hubungan Survei Kesehatan jiwa yang buruk berhubungan
Westerling, dan Ostregen Promotion antara kesulitan dengan perasaan terdiskriminasi, masalah
(2015) Does social capital International, ekonomi, masalah perumahan, dan kesulitan ekonomi.
protect mental health among 31 perumahan, dan
migrants in Sweden? pengalaman Kepercayaan (trust) dan partisipasi sosial
diskriminasi terhadap merupakan faktor protektif.
kesehatan jiwa.
Modal sosial memodifikasi pengaruh faktor
Meneliti apakah modal risiko dan bekerja untuk memperbaiki
sosial dapat resiliensi terhadap gangguan jiwa.
memodifikasi hal-hal
tersebut

5 Alexi, Moore (2016) Seeking Hellenic Mengetahui alasan Kualitatif Partisipan memiliki pemahaman yang buruk
Help for Mental Illness: A Journal of mengapa orang tidak mengenai gangguan jiwa. Partisipan masih
Qualitative Study Among Psychology, mencari pertolongan memiliki rasa malu menderita gangguan jiwa
Greek Australians and Anglo- untuk gangguan jiwa walaupun terus menerus dilakukan kampanye
Australians. dan menemukan apakah untuk meningkatkan kesadaran mengenai
ada perbedaan budaya gangguan jiwa. Kedua kelompok menekankan
antara Anglo- pentingnya hubungan saling percaya dan
Australians dan konfidensial dengan terapis. Anglo Australia
populasi Greek lebih banyak memilih professional kesehatan
Australians. jiwa saat mencari pertolongan, sedangkan
populasi Greek Australian lebih memilih
mencari pertolongan dari pendeta.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

No Peneliti/Tahun/Judul Nama Tujuan Penelitian Metode Hasil


Jurnal Penelitian
6 Enns, Holmqvst, Wener, Preventive Meringkas berbagai Tinjauan Intervensi pada keluarga, terutama orang tua
Halas, Rothney, Schultz, Medicine, 31 intervensi untuk Pustaka berusia muda atau berkebutuhan khusus,
Goertzen, dan Katz (2016) meningkatkan bertarget pada ketrampilan pengasuhan, untuk
Mapping interventions that kesehatan jiwa dan memperbaiki kesejahteraan jiwa mereka dan
promote mental health in the mencegah gangguan anak-anak mereka.
general population : A jiwa, dengan fokus pada
scoping review of review. unit keluarga dan
individu.
7 Panigrahi, Panigrahi, Padhi, Woman and Mengetahui hubungan Kuantitatif Gangguan jiwa berhubungan positif dengan
dan Das (2016), Common Health antara faktor sosial cross- ketidakpuasan pengelolaan keuangan rumah
mental disorder and its socio- demografi dengan sectional tangga, ketiadaan waktu menghadiri kegiatan
demographic correlates kesehatan jiwa pada sosial, jarangnya menghadiri kegiatan
among married women perempuan menikah keagamaan, adanya anggota keluarga dengan
residing in slum areas of usia 15-45 tahun di ketergantungan zat, dan ketidakharmonisan
Bhubaneswar, India. daerah kumuh. keluarga.
8 Rapacciuolo, Filardi, Cuomo, Journal of Mengetahui hubungan Survei Keterlibatan terhadap aktivitas budaya dan
Mauriello, Quarto, Kisslinger, Aging antara kepatuhan diet sosial berhubungan dengan kesejahteraan
Savarese, Illario, and Research, dan Body Mass Index subjektif dan resiliensi yang baik.
Tramontano (2016), The volume 2016 (BMI) dengan
Impact of Social and Cultural kesejahteraan subjektif,
Engagement and Dieting partisipasi budaya, dan
on Well-Being and Resilience partisipasi sosial pada
in a Group of Residents in the populasi lanjut usia.
Metropolitan Area of Naples.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

No Peneliti/Tahun/Judul Nama Tujuan Penelitian Metode Hasil


Jurnal Penelitian
9 Gordon, Davey, Waa, Tiatia, New Zealand Mengeksplorasi Kualitatif Secara keseluruhan partisipan
Waaka, (2017), Social Mental hubungan inklusi sosial melaporkan eksklusi sosial yang sering
Inclusion and Exclusion, Health dan eksklusi sosial terjadi pada usia muda. Inklusi sosial
Stigma and Discrimination, Foundation terhadap perasaan sangat sedikit dilaporkan dan tergantung
and the Experience Of Mental Report terdiskriminasi yang pada keluarga serta strategi
Distress. dan persepsi lintas menyembunyikan adanya gangguan jiwa.
budaya, pada orang
dengan gangguan jiwa
di Selandia Baru.

10 Klinders (2017) Qualitative Disertasi Mengeksplorasi Kualitatif Perbedaan etnis bukan merupakan faktor
Analysis of Social Capital in Universitas berbagai tingkat modal pengganggu dalam membangun modal
Arkansas – A Case Study Arkansas sosial di daerah rural sosial. Hasil menunjukkan perbedaan
based Approach. Arkansas. tingkat modal sosial lokal yang diukur
secara kuantitatif maupun kualitatif.
11 Raymond-Flesch, Auerswald, BMC Public Mengetahui pengaruh Kualitatif Partisipan melaporkan hidup dalam
McGlonel, Comfort, Minnis Health, sosial dan struktural keluarga dengan ikatan yang kuat.
(2017), Building Social Volume 17 terhadap perkembangan Meskipun orang tua mendorong perilaku
Capital to Promote remaja, terutama yang hidup sehat dan mobilisasi sosial, mereka
Adolescent Well Being: A berhubungan dengan tidak memiliki modal sosial bridging dan
Qualitative Study with Teens peningkatan linking, yang diperlukan remaja untuk
in A Latino Agriculture kesejahteraan dan memasuki sistem struktural. Beberapa
Community. perilaku seksual keluarga mengarahkan anak-anaknya ke
berisiko dan modal sosial negatif, misalnya gang.
kekerasan.`
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

No Peneliti/Tahun/Judul Nama Tujuan Penelitian Metode Hasil


Jurnal Penelitian
12 Taghva, Farsi, Javanmard, Iran Journal Mengeksplorasi faktor- Kualitatif Faktor-faktor yang menghambat
Atashi, Hajebi, Khademi Psychiatry faktor yang pengurangan stigma gangguan jiwa
(2017), Stigma Barriers of 12:3 menghambat adalah universalitas stigma, keyakinan,
Mental Health in Iran: A pengurangan stigma sikap, kurangnya kesadaran, penyedia
Qualitative Study by gangguan jiwa di Iran. layanan kesehatan jiwa, penghambat
Stakeholders of Mental budaya, struktur dan pembuat kebijakan,
Health. dan kurangnya dukungan finansial.

13 Straiton, Ledesma, Donnelly BMC Mengeksplorasi faktor- Kualitatif Agama dan dukungan informal dari
(2017). A qualitative study of Woman’s faktor yang teman dan keluarga sangat membantu
Filipina immigrants’ stress, Health, 17:72 berpengaruh terhadap wanita Filipina dalam menghadapi
distress and coping: the kesehatan jiwa wanita tantangan yang mereka hadapi selama
impact of their multiple, Filipina yang bermukim tinggal dan bekerja di luar negeri.
transnational roles as women di Norwegia dan
strategi koping mereka.

14 Machisa, Christofides & Global Mengetahui faktor- Survei Dukungan sosial meliputi jaringan
Jewkes (2018), Social support Health faktor yang sosial, ikatan sosial, dan dukungan
factors associated with Action, vol berhubungan dengan masyarakat adalah faktor-faktor yang
psychological resilience 11 resiliensi psikologis berperan dalam resiliensi perempuan
among women survivors of pada perempuan korban korban kekerasan
intimate partner violence in kekerasan.
Gauteng, South Africa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

No Peneliti/Tahun/Judul Nama Tujuan Penelitian Metode Hasil


Jurnal Penelitian
15 Tanaka, Tuliao, Tanaka, BMC Mengeksplorasi Kualitatif Stigma berkaitan dengan karakter budaya di
Yamashita, Matsuo (2018), A Psychiatry, bagaimana pengalaman lingkungan partisipan. Stigma dialami di
qualitative study on the 18:125 penderita gangguan tempat dengan akses pelayanan kesehatan
stigma experienced by people jiwa dan epilepsi di jiwa yang minimal. Stigma menurunkan
with mental health problems Philipina dalam jaringan sosial dan kesempatan bagi
and epilepsy in the menghadapi stigma. penderita gangguan jiwa dan epilepsi,
Philippines. mengganggu kehidupan ekonomi keluarga,
dan memperberat masalah ganguan jiwa
mereka.

16 Sharapova, Racliff (2018), Frontiers in Mengetahui peran Survei Prediktor anxietas antenatal pada perempun
Psychosocial and Psychology, sosiodemografis dan migran adalah faktor psikososial, yakni
sociocultural factors 9 faktor risiko psikososial status sosial ekonomi, dukungan marital,
influencing antenatal anxiety pada depresi dan kehadiran keluarga di Genewa Swiss, dan
and depression in non- anxietas antenatal paritas. Prediktor depresi antenatal adalah
precarious migrant women peremuan migran dimensi akulturasi, yakni keterikatan
generasi pertama di terhadap budaya asal.
Swiss.
Mengetahui peran
akulturasi dan faktor
sosiobudaya lainnya
terhadap distres
antenatal.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

No Peneliti/Tahun/Judul Nama Tujuan Penelitian Metode Hasil


Jurnal Penelitian
17 He, An, Berry (2018), Cross Mengekplorasi proses Kualitatif Proses penyesuaian psikologis terdiri dari
Psychological adjustment and Cultural and penyesuaian psikologis krisis, penyesuaian diri, dan pertumbuhan
social capital: a qualitative Strategic pada ekspatriat China, diri. Modal sosial bounding lebih berperan
investigation of Chinese Management, termasuk bagaimana terhadap kesejahteraan sosial para ekspatriat
expatriates. 26 (4) modal sosial mereka dibandingkan modal sosial bridging.
berpengaruh dalam
proses tersebut.

18 Castaldelli-Maia, Gallinaro, British Melakukan tinjauan Systematical Stigma, kurangnya pengetahuan mengenai
Falcao, Gouttebarge, Journal of literatur mengenai review gangguan jiwa, pengalaman yang buruk,
Hitchcock, Hainline, Reardon, Sports faktor-faktor yang jadwal yang padat, dan hipermaskulinitas,
Stull (2019), Mental health Medicine, 53 menghalangi pencarian merupakan faktor-faktor yang menghalangi
symptoms and disorders in pengobatan gangguan para atlit mencari pengobatan kejiwaan.
elite athletes: a systematic jiwa dan pengaruh Kurangnya penerimaan perempuan sebagai
review on cultural influencers budaya terhada[ atlit, kurangnya penerimaan gangguan dan
and barriers to athletes keseharan jiwa pada gejala kesehatan jiwa pada atlit kulit
seeking treatment. atlit. berwarna, agama, dan orientasi terhadap
keuntungan ekonomi, merupakan faktor-
faktor budaya yang berpengaruh terhadap
kesehatan jiwa atlit.
Sumber: Resume penulis
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

2. Kebaruan Penelitian
Selama ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai peran modal sosial
dan nilai budaya Jawa dalam promosi kesehatan jiwa. Tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini tidak hanya membangun teori dan konsep mengenai modal
sosial dan nilai budaya Jawa di kota Surakarta, serta hubungannya dengan
kesehatan jiwa, akan tetapi juga berupaya mengkonstruksikan kedua variabel
tersebut dalam suatu model. Penelitian ini dilakukan dalam lingkup pemerintahan
kota Surakarta. Kota Surakarta dipilih karena merupakan pusat budaya Jawa,
selain kota Yogyakarta.
Ada empat jenis variabel yang diteliti dalam penelitian ini: (1) Variabel
bebas, yaitu pertama, modal sosial yang dimensinya sudah diuraikan dalam
banyak teori, dan kedua, nilai budaya Jawa, yang dimensinya diketahui lewat
penelitian kualitatif; (2) Variabel perantara, yakni efikasi diri, toleransi stres,
strategi koping, dan perilaku berisiko; dan (3) Variabel tergantung, yakni distres
emosional, dengan indikator ada tidaknya gejala depresi atau anxietas. Selain itu
dimungkinkan ada variabel proses yang terlibat, yakni internalisasi, sosialisasi,
dan enkulturasi, namun ketiganya tidak diukur dalam penelitian ini. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode campuran kualitatif kuantitatif
eksploratorik, dengan rancangan qual→ QUAN. Dengan demikian penelitian
yang dominan adalah kuantitatif.
Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan (1) Teori tentang modal sosial dan
nilai budaya Jawa masyarakat Surakarta; (2) Teori tentang hubungan modal sosial
dan nilai budaya Jawa dengan status kesehatan jiwa; (3) Instrumen pengukur
modal sosial dan nilai budaya Jawa; dan (4) Model promosi kesehatan jiwa, yang
mengkonstruksikan interaksi modal sosial dan nilai budaya Jawa.

Anda mungkin juga menyukai