Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KONSEP PROMOSI KESEHATAN DAN ARTI STRATEGIS

PROMOSI KESEHATAN DI SEKOLAH

Di susun Oleh :

A.Ardilah Aulia Rusmin PO714221191001

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

KESEHATAN LINGKUNGAN

PRODI DIV

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep pendidikan
kesehatan, yang berlangsung sejalan dengan perubahan paradigma kesehatan masyarakat
(public health). Perubahan paradigma kesehatan masyarakat terjadi antara lain akibat
berubahnya pola penyakit, gaya hidup, kondisi kehidupan, lingkungan kehidupan, dan
demografi. Pada awal perkembangannya, kesehatan masyarakat difokuskan pada faktor-
faktor yang menimbulkan risiko kesehatan seperti udara, air, penyakit-penyakit bersumber
makanan seperti penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan kemiskinan dan kondisi
kehidupan yang buruk. Dalam perkembangan selanjutnya, disadari bahwa kondisi kesehatan
juga dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat (Depkes RI., 2004).
Deklarasi Alma Ata pada tahun 1978 menghasilkan strategi utama dalam pencapaian
kesehatan bagi semua (health for all) melalui pelayanan kesehatan dasar (primary health
care). Salah satu komponen di dalam pelayanan kesehatan dasar itu adalah pendidikan
kesehatan, di Indonesia pernah juga disebut dengan penyuluhan kesehatan, yang ternyata
berfokus pada perubahan perilaku, dan kurang memperhatikan upaya perubahan lingkungan
(fisik, biologik dan sosial) (Depkes RI., 2004).
Sekitar tahun 80-an mulai disadari bahwa pendidikan kesehatan saja tidak cukup
berdaya untuk mengubah perilaku masyarakat. Pendidikan kesehatan harus disertai pula
dengan upaya peningkatan kesehatan. Kesadaran akan hal ini menimbulkan munculnya
paradigma baru kesehatan masyarakat, yang mengubah pendidikan kesehatan menjadi
promosi kesehatan. Pada tahun 1986 di Ottawa, Kanada, berlangsung konfrensi
internasional promosi kesehatan yang menghasilkan piagam Ottawa (Ottawa Charter).
Piagam Ottawa ini menjadi acuan bagi penyelenggaraan promosi kesehatan di dunia
termasuk di Indonesia. Aktivitas promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa adalah
advokasi (advocating), pemberdayaan (enabling) dan mediasi (mediating). Selain itu, juga
dirumuskan 5 komponen utama promosi kesehatan yaitu: 1) membangun kebijakan publik
berwawasan kesehatan (build healthy public policy), 2) menciptakan lingkungan yang
mendukung (create supportive environments), 3) memperkuat gerakan masyarakat
(strengthen community action), 4) membangun keterampilan individu (develop personal
skill), dan 5) reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services). Berdasarkan
Piagam Ottawa tersebut, dirumuskan strategi dasar promosi kesehatan, yaitu empowerment
(pemberdayaan masyarakat), social support (bina suasana), dan advocacy (advokasi)
(WHO, 2009).
Sesuai dengan perkembangan promosi kesehatan tersebut di atas, pada tahun 2009
WHO memberikan pengertian promosi kesehatan sebagai proses mengupayakan individu-
individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan faktor-
faktor yang mempengaruhi kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya.
Bertolak dari pengertian yang dirumuskan WHO tersebut, di Indonesia pengertian promosi
kesehatan dirumuskan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong
dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
dengan budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan
(Depkes RI., 2004).

Promosi kesehatan di sekolah merupakan suatu upaya untuk menciptakan sekolah


menjadi suatu komunitas yang mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sekolah
melalui 3 kegiatan utama yaitu: (a) penciptaan lingkungan sekolah yang sehat, (b)
pemeliharaan dan pelayanan di sekolah, dan (c) upaya pendidikan yang berkesinambungan.
Sebagai suatu institusi pendidikan, sekolah mempunyai peranan dan kedudukan strategis
dalam upaya promosi kesehatan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar anak usia 5-19
tahun terpajan dengan lembaga pendidikan dalam jangka waktu cukup lama. Dari segi
populasi, promosi kesehatan di sekolah dapat menjangkau 2 jenis sekolah dan masyarakat
umum/keluarga. Sekolah mendukung pertumbuhan dan perkembangan alamiah seorang anak,
sebab di sekolah seorang anak dapat mempelajari berbagai pengetahuan termasuk kesehatan
(Depkes RI., 2008).

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui konsep promosi kesehatan dan arti
strategis promosi kesehatan di sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Konsep dan Model Promosi Kesehatan


2.1.1 Definisi dan Tujuan Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat mandiri
menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat
sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan. (Depkes RI, 2007). Tujuan promosi kesehatan dibagi menjadi tiga
tingkatan, menurut (Ahmad, 2014), yaitu berdasarkan program, pendidikan dan perilakunya.
Tujuan program (jangka panjang) meliputi refleksi dari fase sosial dan epidemiologi berupa
pernyataan mengenai hal-hal yang akan dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan
dengan status kesehatan. Tujuan pendidikan (jangka menengah) merupakan pembelajaran
yang harus dicapai agar perilaku yang diinginkan dalam mengatasi masalah kesehatan dapat
tercapai(Green dalam Ahmad, 2014). Sementara, tujuan perilaku (jangka pendek) merupakan
gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan
dengan pengetahuan, sikap dan tindakan.
2.1.2 Visi dan Misi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan memiliki visi dan misi tertentu.Visi promosi kesehatan membahas
mengenai pembangunan kesehatan Indonesia yang diatur dalam UU Kesehatan No. 23 Tahun
1992.Isi dari visi tersebut yaitu meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental dan sosial sehingga masyarakat dapat
produktif secara ekonomi maupun sosial (Notoatmodjo, 2012).Visi lainnya yaitu menerapkan
pendidikan kesehatan pada program-program kesehatan, baik pemberantasan penyakit
menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program
kesehatan lainnya.
Sedangkan misi promosi kesehatan ialah terkait upaya pencapaian suatu visi, di
antaranya yaitu advokasi, mediasi dan kemampuan atau keterampilan.Advokasi merupakan
kegiatan terencana yang ditujukan kepada para penentu kebijakan untuk mempengaruhi para
pembuat keputusan bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu mendapat dukungan
melalui suatu keputusan (Notoatmodjo, 2012).Mediasi (penghubung) berarti pelaksanaan
promosi kesehatan perlu menjalin kemitraan dengan berbagai program yang berkaitan dengan
kesehatan.Kemampuan (enable) berarti masyarakat diberikan suatu keterampilan agar
mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya secara mandiri.
2.1.3 Sasaran Promosi Kesehatan
Pelaksanaan promosi kesehatan ditujukan kepada sasaran yang telah disesuaikan.
Sasaran dalam promosi kesehatan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu (Kementerian Kesehatan,
2011):
1. Sasaran primer upaya promosi kesehatan adalah pasien, individu sehat dan keluarga
atau rumah tangga yang diharapkan dapat mengubah perilaku, misalnya mengubah
perilaku hidup tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
2. Sasaran sekunder upaya promosi kesehatan yaitu para pemuka masyarakat baik
pemuka informal seperti pemuka adat dan pemuka agama, maupun pemuka formal
seperti petugas kesehatan dan pejabat pemerintahan, serta organisasi kemasyarakatan
dan media massa yang diharapkan dapat turut serta dalam upaya peningkatan PHBS
pasien, individu sehat dan keluarga.
3. Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik berupa peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan, bidang lainnya yang berkaitan dan pihak yang
memfasilitasi sumber daya.
2.1.4 Ruang Lingkup dan Konsep Dasar Promosi Kesehatan
Ruang lingkup promosi kesehatan secara sederhana menurut (Notoatmodjo, 2010)
mencakup pendidikan kesehatan yang menekankan pada perubahan perilaku, pemasaran
sosial yang menekankan pada pengenalan produk melalui kampanye, penyuluhan yang
menekankan pada penyebaran informasi, upaya promotif yang menekankan pada upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, upaya advokasi untuk mempengaruhi pihak lain
dalam mengembangkan kebijakan, pengorganisasian, pengembangan, pergerakan dan
pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan definisi promosi kesehatan yang merupakan proses yang memungkinkan
orang untuk meningkatkan kontrol atas status kesehatan mereka, untuk itu kesehatan tidak
hanya dipandang sebagai tujuan hidup melainkan juga dipandang sebagai sumber daya bagi
kehidupan sehari-hari karena kesehatan merupakan konsep positif menekankan sumber daya
sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.
2.1.5 Sejarah Promosi Kesehatan
Konferensi Promosi Kesehatan WHO secara global telah membentuk konsep, prinsip,
dan area aksi yang meletakkan promosi kesehatan dalam konteks globalisasi yang lebih luas.
(Ottawa 1986 dan Bangkok 2005).Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari
konsep pendidikan kesehatan, berlangsung sejalan dengan perubahan paradigma kesehatan
masyarakat. Konferensi tersebut telah meneliti pembuatan kebijakan publik (Adelaide 1988)
dan penciptaan lingkungan yang mendukung (Sundsvall 1991). Mereka telah dianggap
berperan penting dalam pembangunan kapasitas untuk promosi kesehatan serta dalam
mengatasi faktor-faktor penentu kesehatan (Jakarta 1997 dan Meksiko 2000).Mereka telah
menyerukan tindakan untuk menutup kesenjangan implementasi antara bukti dan aplikasi
konkret dalam pembangunan kesehatan (Nairobi 2009). Konferensi Global 8 dari Promosi
Kesehatan (Helsinki 2013) meninjau pengalaman dalam terlibat dalam Kesehatan di Semua
Kebijakan pendekatan dan mendirikan bimbingan untuk tindakan nyata di negara-negara di
semua tingkat pembangunan (WHO, 2016).
Pada tahun 1986 di Ottawa, Kanada, berlangsung konfrensi internasional promosi
kesehatan yangmenghasilkan piagam Ottawa (Ottawa Charter). Konferensi Internasional
pertama pada Promosi Kesehatan, pertemuan di Ottawa hari ke-21 ini November 1986,
dengan ini menyajikan CHARTER ini untuk tindakan untuk mencapai Kesehatan untuk
Semua pada tahun 2000 dan seterusnya (WHO, 2016)
Upaya promosi kesehatan awal difokuskan pada tanggung jawab individu untuk
kesehatan dan menekankan penentu perilaku dan pendekatan pendidikan.Namun, bukti
menunjukkan kesehatan yang program promosi juga harus mengatasi lingkungan sosial dan
fisik, karena ini juga berkontribusi kesehatan yang buruk. Fokus pada promosi kesehatan
sebagai suatu proses untuk memungkinkan orang untuk mengatasi tantangan dan
meningkatkan kontrol atas lingkungan mereka untuk meningkatkan kesehatan mereka (WHO,
1986). Dokumen ini meletakkan dasar untuk teori dan praktek promosi kesehatan dan
menekankan peran sumber daya sosial dan pribadi serta kemampuan fisik, dan
kebutuhanuntuk mencapai kesetaraan dalam kesehatan. Ottawa Charter juga
mendokumentasikan tanggung jawab nonpemerintahdan instansi pemerintah dalam
menciptakan lingkungan yang mendukung dan kebijakan publik kesehatan
(Pender;Murdaligh;Parson, 2015).
Konferensi ini terutama tanggapan terhadap harapan yang berkembang untuk gerakan
kesehatan masyarakat baru di seluruh dunia. Diskusi difokuskan pada kebutuhan di negara-
negara industri, tetapi memperhitungkan kepedulian yang sama di semua wilayah lainnya. Ini
dibangun di atas kemajuan yang dibuat melalui Deklarasi Kesehatan Primer di Alma-Ata,
Target Organisasi Kesehatan Dunia untuk Kesehatan untuk semua dokumen, dan perdebatan
baru-baru ini di Majelis Kesehatan Dunia pada tindakan lintas sektoral untuk kesehatan.
Menurut Otawa Charter, kondisi fundamental dan sumber daya untuk kesehatan
adalah: perdamaian, berlindung, pendidikan, makanan, pendapatan, eko-sistem yang stabil,
sumber daya yang berkelanjutan, keadilan sosial, dan keadilan. Peningkatan kesehatan
memerlukan landasan prasyarat dasar, yaituAdvocate, Enable, dan Mediate.Ottawa Charter
adalah katalis yang bergerakpromosi kesehatan di luar didefinisikan sebagai suatu kegiatan
pendidikan untuk konsep yang lebih luas yang jugaberfokus pada lingkungan sosial dan
politik (McQueen & De Salazar, 2011).Bangkok Charter mengidentifikasi tindakan,
komitmen dan janji yang diperlukan untuk mengatasi faktor-faktor penentu kesehatan di
dunia global melalui promosi kesehatan.Bangkok Charter bertujuan membuat kebijakan dan
kemitraan untuk memberdayakan masyarakat, dan untuk meningkatkan kesehatan dan
kesetaraan kesehatan, harus menjadi pusat pembangunan global dan nasional(WHO, 2005).

Bangkok Charter ini mencakup penonton yang menjangkau orang, kelompok dan
organisasi yang sangat penting untuk pencapaian kesehatan, termasuk: pemerintah dan
politisi di semua tingkatan, masyarakat sipil, sektor swasta, organisasi internasional, dan
komunitas kesehatan masyarakat. Promosi kesehatan PBB mengakui bahwa penikmatan
standar kesehatan tertinggi adalah salah satu hak dasar setiap manusia tanpa
diskriminasi.promosi kesehatan berdasarkan hak asasi manusia kritis dan menawarkan
konsep positif dan inklusif kesehatan sebagai penentu kualitas hidup dan meliputi mental dan
spiritual kesejahteraan. promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan orang untuk
meningkatkan kontrol atas kesehatan mereka dan penentunya, dan dengan demikian
meningkatkan kesehatan mereka. Ini adalah fungsi inti dari kesehatan masyarakat dan
berkontribusi terhadap pekerjaan menanggulangi penyakit menular dan tidak menular dan
ancaman lain terhadap kesehatan (WHO, 2005).

2.1.6 Tingkat Program Promosi Kesehatan


Program promosi kesehatan memiliki tiga tingkat, yaitu (Barker, 2007):
1. kesehatan primer cenderung berfokus pada orang-orang yang sehat dan berfokus
pada sekitar layanan seperti klinik untuk wanita, klinik bayi, pesan seks yang aman,
imunisasi anak (Barker, 2007). Tugas promosi kesehatan tingkat ini seperti
pencegahan yang bertujuan untuk mencegah penyakit dan cedera, meningkatkan
homeostasis biologis, dan self-regulation tubuh dengan menyebarluaskan informasi
kesehatan dengan selektif yang berasal dari medis yang berkaitan dengan individu
tentang faktor risiko dan tindakan pencegahan yang terkait (Piper, 2009).
2. Promosi kesehatan sekunder berfokus pada orang-orang yang sudah sakit dan
perawat dalam situasi ini akan berusaha untuk membantu orang kembali ke keadaan
sehat (Barker, 2007). Tujuan dari manajemen diri pasien yang memiliki cedera atau
penyakit adalah untuk memaksimalkan peluang pemulihan secara penuh, pemulihan
fungsi dan untuk meminimalkan risiko terjadinya komplikasi atau munculnya kembali
penyakit (Piper, 2009).
3. Promosi kesehatan pencegahan tersier berfokus pada situasi di mana seorang
pasien atau klien memiliki masalah kesehatan yang sedang berlangsung atau cacat,
misalnya pada orang yang memiliki kanker yang agresif, mereka dapat ditawarkan
perawatan paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dan menjadi sejahtera
sebagai bentuk promosi kesehatan (Piper, 2009; Barker, 2007).

2.1.7 Model Promosi Kesehatan


Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (fisik dan
psikis) maupun faktor eksternal (sosial, budaya, lingkungan fisik, politik, ekonomi seta
pendidikan). Hal tersebut dapat menjadi latar belakang dikembangkannya model-model
kesehatan. Model-model promosi kesehatan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Health Belief Model (HBM), merupakan model kognitif, yang digunakan untuk
meramalkan perilaku  peningkatan kesehatan yang digunakan untuk menjelaskan
kegagalan partisipasi masyarakat secara luas dalam program pencegahan atau deteksi
penyakit. Menurut HBM, kemungkinan seseorang melakukan tindakan pencegahan
dipengaruhi oleh keyakinan dan penilaian kesehatan (Maulana,  2009) yang di pengaruhi
oleh :
a. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness).
Hal ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang berpikir bahwa penyakit atau
kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Oleh karena itu, jika
ancaman yang dirasakan meningkat, perilaku pencegahan juga akan meningkat.
b. Keuntungan dan kerugian (benefits and costs). Pertimbangkan antara keuntungan
dan kerugian perilaku untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan
atau tidak.
c. Petunjuk berperilaku. Petunjuk berperilaku disebut sebagai keyakinan terhadap
posisi yang menonjol. Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat
mengenai permasalah kesehatan (misalnya media massa, kampanye, nasihat orang
lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain atau teman).
HBM memiliki fungsi sebagai model pencegahan atau preventif (Stanley & Maddux;
1986 dalam Community Health Nursing, 2010). 6 komponen dari HBM ini, yaitu :
1. Perceived Susceptibility (kerentanan yang dirasakan). Contohnya seseorang
percaya kalau semua orang berpotensi terkena kanker.
2. Perceived Severity (bahaya/kesakitan yang dirasakan). Contohnya individu
percaya kalau merokok dapat menyebabkan kanker. 
3. Perceived Benefits (manfaat yang dirasakan dari tindakan yang
diambil).Contohnya melakukan perilaku sehat seperti medical check up rutin
selain itu kalau tidak merokok, dia tidak akan terkena kanker.
4. Perceived Barriers (hambatan yang dirasakan akan tindakan yang
diambil).Contohnya kalau tidak merokok tidak enak, mulut terasa asam. 
5. Cues to Action (isyarat untuk melakukan tindakan).Saran dokter atau
rekomendasi menjadi cues to action untuk bertindak dalam konteks berhenti
merokok.
6. Self Efficacy. Merasa percaya diri dengan perilaku sehat yang dilakukan
2. Theory of  Reasoned Action (TRA), digunakan dalam berbagai perilaku manusia,
khususnya berkaitan dengan masalah sosiopsikologis, kemudian berkembang dan banyak
digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.
(Maulana, 2009) Teori ini menghubungkan antara keyakinan (beliefs),sikap
(attitude), kehendak (intention), dan perilaku.. TRA Merupakan model untuk
meramalkan perilaku preventif dan telah digunakan dalam berbagai jenis perilaku sehat
yang berlainan, seperti pengaturan penggunaan substanti terterntu (merokok, alcohol, dan
narkotik), perilaku makan dan pengaturan makan, pencegahan AIDS dan penggunaan
kondom dll.  (Maulana, 2009)      
 Keuntungan TRA. Teori TRA pegangan untuk menganalisis komponen perilaku
dalam item yang operasional.  Fokus sasaran prediksi dan pengertian perilaku yang
dapat diamati secara langsung dan berada dalam kendali seseorang, artinya perilaku
sasaran harus diseleksi dan diidentifikasi secara jelas.
 Kelemahan TRA. Kelemahan TRA adalah tidak mempertimbangkan pengalaman
sebelumnya dengan perilaku dan mengabaikan akibat-akibat jelas dari variable
eksternal terhadap pemenuhan  intensi perilaku.
3. Transteoritikal Model (TTM), adalah kerelaan individu untuk berubah, yaitu  merubah
perilaku yang tidak sehat menjadi sehat, dan yang sehat menjadi lebih sehat lagi. Terbagi
menjadi 5 tahap yaitu :
1) Pre-contemplation. Individu tidak mengetahui adanya masalah dan tidak
memikirkan adanya perubahan.
2) Contemplation.Individu berfikir tentang perubahan di masa yang akan datang
dengan cara memberi dukungan dan motivasi.
3) Decission/ determination. Membuat rencana perubahan namun butuh bantuan
dalam mengembangkan dan mengatur tujuan dan rencana tindakan.
4) Action. Implementasi dari rencana dan tindakan spesifik dapat dibantu dengan
diberikannya umpan balik dan dukungan sosial.
5) Maintenance. Individu dapat menunjukan tindakan yang ideal dan mampu
mengulangi tindakan yang direkomendasikan secara berkala.

4. PRECEDE dan  PROCEED Model. Model ini dikembangkan untuk diagnosis mengenai


pendidikan mulai dari kebutuhan pendidikan sampaipengembangan program. PRECEDE
merupakan kependekandari Predisposing, Reinforcing, and Enable Causes in
Educational Diagnosis and Evaluation. Terdapat tujuh tahap dalam merumuskan
diagnosis dalam model ini, yaitu: diagnosis sosial, diagnosis epidemologi, diagnosis
perilaku dan lingkungan, diagnosis pendidikan. Perawat dapat mengembangkan
pernyataan diagnosa yang menggambarkan pendidikan apa yang dibutuhkan oleh klien
(Ivanov & Blue, 2008).
PROCEED yang merupakan kependekan dari Policy, Regulatory, and Organizational
Construct for Educational and Enviromental Development digunakan untuk
merencanakan, mengimplementasi, dan mengevaluasi dalam program pendidikan
kesehatan. Model ini terdiri dari empat tahap implementasi, proses, dampak, dan
evaluasi hasil dari proses pendidikan (Ivanov & Blue,  2008).
Fokus model ini adalah mempengaruhi individu, kelompok dan masyarakat untuk
berperilaku sehat dalam diagnosa, pendidikan dan evaluasi. Green & Kreuter (2005)
dalam Saifah (2011) mendefinisikan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat digunakan
dalam menginvestigasi perilaku yang berkontribusi terhadap status kesehatan, yaitu :
a. Faktor predisposisi (predisposing factor) 
b. Faktor pemungkin (enabling factor) 
c. Faktor penguat (reinforcing factor) 
2. 2 Kebijakan Promosi Kesehatan
2.2.1 Peran Kebijakan Nasional dalam Promosi Kesehatan
Di dalam promosi kesehatan, ada keterlibatan tiap-tiap sektor dalam membuat hingga
menjalankan kebijakan.Dinas kesehatan provinsi mengembangkan, mengkoordinasi dan
memfasilitasi promosi kesehatan, kabupaten/kota memperkuat pemberdayaan masyarakat
oleh kabupaten/kota bina suasana dan advokasi tingkat provinsi. Pemerintah
membuat program kegiatan sesuai masalah kesehatan yang ada di dinas kesehatan provinsi,
sementara pemerintahan tingkat pusat mempromosikan kesehatan, mengembangkan
kebijakan nasional, menjadi pedoman dan standar fasilitas serta koordinasi promosi
kesehatan daerah bina suasana dan advokasi tingkat nasional. Promosi kesehatan di daerah
dikembangkan dari kebijakan nasional dan pedoman standar promosi kesehatan yang
didukung adanya fasilitas koordinasi promosi kesehatan dari pemerintah pusat dan daerah
dengan adanya bina suasana dan advokasi.Kebijakan yang mengatur tentang promosi
kesehatan adalah Permenkes dan Kepmenkes.
2.2.1.1 Peran Tingkat Pusat

Ada 2 unit utama di tingkat Pusat yang terkait dalam Promosi Kesehatan, yaitu:

1. Pusat Promosi Kesehatan


2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Pengelolaan promosi kesehatan khususnya terkait program Pamsimas di tingkat Pusat


perlu mengembangkan tugas dan juga tanggung jawabnya antara lain :

1. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang terkait dengan
kegiatan promosi kesehatan secara nasional
2. Mengkaji metode dan teknik-teknik promosi kesehatan yang effektif untuk pengembangan
model promosi kesehatan di daerah
3. Mengkoordinasikan dan mengsinkronisasikan pengelolaan promosi kesehatan di tingkat
pusat
4. Menggalang kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan lain yang terkait
5. Melaksanakan kampanye kesehatan terkait Pamsimas secara nasional
6. Bimbingan teknis, fasilitasi, monitoring dan evaluasi.
2.2.1.2 Peran Tingkat Propinsi

Sebagai unit yang berada dibawah naungan tingkat pusat, maka peran tingkat
Provinsi, khususnya kegiatan yang diselenggrakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi antara lain
sebagai berikut:

1. Menjabarkan kebijakan promosi kesehatan nasional menjadi kebijakan promosi kesehatan


local (provinsi) untuk mendukung penyelenggaraan promosi kesehatan dalam wilayah
kerja Pamsimas
2. Meningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan promosi kesehatan,
terutama dibidang penggerakan dan pemberdayaan masyarakat agar mampu ber-PHBS.
3. Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan masyarakat
untuk berperilaku hidup bersih dan sehat pada level provinsi
4. Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta
mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program dan lintas
sektor terkait dalam pencapaian PHBS dalam level Provinsi
2.2.1.3 Peran Tingkat Kabupaten

Promosi Kesehatan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten, khususnya yang


dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Meningkatkan kemampuan Puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya dalam


penyelenggaraan promosi kesehatan, terutama dibidang penggerakan dan pemberdayaan
masyarakat agar mampu ber-PHBS.
2. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan yang
bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat
3. Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan masyarakat
untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
4. Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta
mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program dan lintas
sektor terkait dalam pencapaian PHBS.

Kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia, untuk


meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuanhidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Wujud upaya kesehatan tersebut
dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu :

1) Upaya kesehatan wajib, yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional,


global, serta memiliki daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat
meliputi :
 promosi kesehatan
 kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
 perbaikan diri masyarakat, pencegaham dan pemberantasan penyakit menular
 pengobatan
2) Upaya kesehatan pengembangan, adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta disesuaikan dengan
kemampuan sektor pelayanan kesehatanyang terkait.
Kebijakan sosial memberikan pengetahuan bagaimana melakukanhealthy public
policy dimana mengembangkan kebijakan untuk meningkatkan kesehatan.Bidang kebijakan
sosial dapat memberikan pengetahuan reflektif penting pada asalmula promosi kesehatan itu
sendiri dan pada kemunculannya sebagai jenis kebijakan kesehatan yang lebih
baru.Kebijakan sosial terdiri dari perspektif yang bermacam-macam, hal itulah yang
merefleksikan asumsi-asumsi yang berbeda tentang dunia sosial.
Oleh karenanya, studi kebijakan sosial akan memberikan sumbangan besar pada
promosi kesehatan. Hal tersebut akan terus memberikan pemahaman bagaimana ciri-ciri
menonjol healthy public policy dalam lingkungan kebijakan saat ini; peran negara, penduduk,
dan masyarakat dalam pengembangan kebijakan; proses dan kemungkinan pengembangan
visi healthy public policy, jangkauan kerjasama lintas sektoral; jangkauan koordinasi healthy
public policy, dan bagaimana “public good” dapat direkonsiliasikan dengan minat individu
dan minat lainnya dalam memelihara healthy public policy. Program-program di area studi
berkaitan dengan pengembangan ke kebijakan sosial seperti juga pada healthy public policy,
membawa kita untuk mempertimbangkan promosi kesehatan sebagai kebijakan sosial.

2. 3 Konsep Perubahan, Kolaborasi, Kemitraan dan Motivasi dalam Promosi


Kesehatan.
2.3.1 Konsep Perubahan dalam Promosi Kesehatan
Menurut Pender (2006, dalam Potter & Perry, 2013) Perubahan perilaku sehat
merupakan suatu usaha untuk berubah yang dapat ditunjukkan dengan penghentian tingkah
laku yang memperburuk kesehatannya atau meningkatkan tingkah laku sehat.Sedangkan yang
dimaksud perilaku hidup sehat adalah tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya (Maulana, 2007).

Perubahan perilaku sehat menurut Prochaska, Redding, dan Evers (2009, dalam Kozier et al,
2015) perubahan perilaku sehat antara lain:

1) Tahap Prakontemplasi

Tahap prakontemplasi ialah tahap dimana klien membantah bahwa ia memiliki masalah, klien
tidak tertarik dengan informasi kesehatan atau klien pernah mengalami kegagalan dalam
proses perubahan sehingga masalah yang dihadapi klien dianggap sebagai takdir dan
membiarkannya saja.

2) Tahap Kontemplasi

Pada tahap ini klien menyadari masalah yang dihadapinya itu serius dan perlu perubahan
perilaku maka dari itu klien mulai mencari-cari informasi dan mengungkapkan rencana untuk
mengubah perilakunya.

3) Tahap Persiapan

Klien pada tahap ini sudah mulai membuat rencana khusus yang akan dilakukan hingga akhir
perubahan. Klien menganggap keuntungan perubahan perilaku lebih banyak daripada
kerugiannya.

4) Tahap Tindakan

Pada tahap ini klien sudah melakukan rencana yang telah dibuat sebelumnya maka dari itu
klien membutuhkan motivasi agar semangat dalam menjalani rencana ini berjalan dengan
baik.

5) Tahap Pemeliharaan

Tahap ini menekankan pada perubahan perilaku yang terjadi diintegrasikan ke dalam gaya
hidup klien. Klien yang gagal dalam tahap ini akan mengalami relaps dan kembali ke tahap
awal. Relaps merupakan suatu kesempatan untuk belajar dari pengalaman dan memperbarui
usaha untuk berubah (Kozier et al, 2015).

6) Tahap Terminasi

Klien pada tahap ini sudah yakin bahwa masalah bukan lagi godaan atau ancaman bagi
kehidupan. Sebagai contoh, klien tadi sudah tidak takut beresiko diabetes melitus lagi karena
ia sudah yakin bahwa dengan menjaga pola makan sehat dan bergizi akan menurunkan berat
badannya.

2.3.2 Hambatan Proses Perubahan Perilaku dan Jenis Perubahan Perilaku

Perubahan tersebut dapat dilihat ketika seseorang tidak melakukan tingkah laku yang dapat
menurunkan status kesehatannya (Nursalam & Efendi, 2008).

Hambatan Proses Perubahan Perilaku, (Alhamda, 2015) yaitu:

1. Ancaman kepentingan pribadi.


2. Persepsi yang kurang tepat.
3. Reaksi psikologis.
4. Toleransi terhadap perubahan rendah.
5. Kebiasaan. Ketergantungan.
6. Perasaan tidak aman.
7. Norma.

Perubahan perilaku manusia diklasifikasikan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu:

1. Perubahan alamiah merupakan suatu sikap atau perilaku yang terjadi karena adanya
perubahan alam atau lingkungan secara alamiah (Alhamda, 2015).
2. Perubahan terencana atau planned change adalah perubahan perilaku yang terjadi
karena memang direncanakan oleh orang yang bersangkutan.
3. Kesiapan berubah atau readiness to change adalah perubahan perilaku yang terjadi
karena terjadinya proses internal (readiness) pada diri yang bersangkutan, dimana
proses internal ini berbeda pada setiap individu (Alhamda, 2015).
4. Perubahan evolusioner adalah perubahan yang bertingkat, merupakan hasil modifikasi
perilaku sebelumnya, dan membutuhkan waktu yang tidak singkat.
5. Perubahan revolusioner adalah perubahan yang cepat, drastis, dan merupakan tipe
perubahan yang mengancam yang mungkin secara komplit keluar dari keseimbangan
sistem. Perubahan revolusioner biasanya terjadi pada situasi yang tidak aman, tidak
dapat ditoleransi atau mengancam nyawa seperti perubahan perilaku yang terjadi pada
masyarakat dimana terjadi wabah influenza serius, atau pada situasi banjir

2.3.3 Konsep Motivasi


Motivasi menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000) menjelaskan bahwa
motivasi sebagai kondisi internal yang membangkitkan seseorang untuk bertindak,
mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu, dan membuat seseorang tetap tertarik
dalam kegiatan tertentu.
1. Teori Proses
a.) Pada teori penguatan yang dikemukakan oleh Skinner, dikatakan bahwa pembelajaran
timbul dari akibat perilaku individu atau modifikasi perilaku.
b.) Teori pengharapan yang dikemukakan oleh Victor H. Vroom, dikatakan bahwa
kekuatan kecenderungan seseorang dalam bertindak bergantung pada harapan bahwa
tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan terdapat daya tarik pada
hasil tersebut bagi orang yang bersangkutan.
c.) Teori keadilan yang dikemukankan oleh Adam, menyatakan bahwa puas atau tidaknya
seseorang terhadap apa yang dikerjakannya merupakan hasil dari membandingkan
antara input usaha, pengalaman, skill, pendidikan, dan jem kerjanya dnegan output atau
hasil yang didapatkan dari pekerjaan tersebut.
d.) Kemudian untuk teori selanjutanya yaitu teori penetapan tujuan yang dikemukakan oleh
Edwin Locke, yang menyatakan bahwa penetapan suatu tujuan tidak hanya
berpengaruh terhadap pekerjaan saja, tetapi juga memengaruhi ornag tersebut untuk
mencari cara yang efektif dalam mengerjakannya.
 FAKTOR/HAMBATAN MOTIVASI
Bastable (2002) menjelaskan bahwa faktor yang bersifat memfasilitasi atau menghalangi
untuk membentuk motivasi belajar terdiri atas 3 faktor, yakni (1)atribut pribadi, yang terdiri
atas komponen fisik, perkembangan, dan psikologis peserta didik; (2)pengaruh lingkungan,
yang mencakup kondisi fisik dan sikap peserta didik; dan (3)system hubungan peserta didik,
misalnya pihak lain yang berkepentingan, komunitas, keluarga, dan pengaruh pengajar-
peserta didik pada motivasi.
 PENERAPAN KONSEP MOTIVASI DALAM PROMOSI KESEHATAN
Peran perawat sebagai instrument peningkatan motivasi kerja Peran perawat sebagai
instrument peningkatan motivasi kerja:
1.Model
2.Energizer
3.Investor
4.Teacher coach
5. Problem solver
6.Feedback giver
7.chalengger
1. Status ansietas optimal
Pada keadaan ini, kemampuan seseorang untuk mengobservasi, memfokuskan
perahtian, belajar, dan beradaptasi bersifat operatif (Peplau, 1989 dalam Bastable,
2002).Pada saat status ansietas individu ringan, hal tersebut merupakan keadaan
paling optimal untuk memberikan motivasi kepada individu tersebut.Status ansietas
ringan lebih mudah untuk diatur dan memang diketahui dapat mempromosikan
pembelajaran.
2. Kesiapan peserta didik
Sebagai fasilitator bagi peserta didik, seorang perawat sebagai pendidik harus dapat
memberikan dorongan dan perspektif yang positif, yang membentuk perilaku yang
diinginkan untuk mencapai tujuan.
3. Tujuan yang realistis
Tujuan yang tidak realistis serta banyaknya waktu yang hilang dapat mengakibatkan
peserta didik memasuki tahap “menyerah” untuk dapat mencapai tujuan
tersebut.Idealnya tujuan dibentuk bersama oleh peserta didik serta pendidiknya agar
mengurangi dampak negative dari maksud tersembunyi maupun penyabotan rencana
pendidikan.
4. Kepuasan/keberhasilan peserta didik
Ketika peserta didik merasa puas dengan tahap demi tahap pencapainnya, maka hal
ini mengakibatkan meningkatnya motivasi pada diri peserta didik tersebut. Dengan
fokus pada keberhasilan sebagai suatu cara untuk memberikan kekuatan positif dapat
meningkatkan kepuasan peserta didik dan rasa pencapaiannya. Sebaliknya, jika
berfokus pada kinerja klinis yang buruk maka harga diri peserta didik dapat
berkurang.
5. Berkurang atau bertahannya ketidakpastian
Mishel (1990) dalam Bastable (2002) melihat ketidakpastian sebagai kebutuhan dan
irama alami kehidupan lebih daripada pengalaman yang merugikan.Ketidakpastian
mempengaruhi pilihan.Hal ini dapat menjadi yang utama dalam kesiapan untuk
berubah dan mempengaruhi perilaku sehat peserta didik.

2.3.4 Konsep Kolaborasi

Pada lingkup keperawatan komunitas, kolaborasi berarti interaksi yang memiliki tujuan yang
melibatkan perawat, profesi lain, klien serta anggota komunitas lain berdasarkan kesamaan
nilai, usaha dan partisipasi (Kozier, 2015). Sehingga, kolaborasi memiliki dua kunci utama
yakni adanya kesamaan tujuan dan keterlibatan beberapa pihak. Terdapat penjelasan
mengenai praktik kolaborasi, menurut Murdaugh, C.L., dan Parsons, M.A., Pender, N.J.
(2015) bahwa praktik kolaborasi dapat terjadi saat penyedia layanan kesehatan bekerjasama
dengan orang-orang se-profesi, antar profesi dan pasien beserta keluarganya. Dalam
menjalankan praktik kolaborasi dibutuhkan rasa saling percaya diantara individu yang
terlibat.

Kolaborasi memiliki beberapa karakteristik, sehingga dapat dibedakan dari interaksi lainnya.
Karakteristik tersebut menurut DeLaune, S. C., dan Ladner, P. K. (2011) yakni:

1. Kesamaan tujuan 4. Partisipasi yang saling menguntungkan

2. Tanggung jawab yang jelas 5. Ada batasan yang jelas yang telah ditentukan

3. Maksimalisasi penggunaan sumber daya

Selain karakteristik, kolaborasi juga memiliki strategi demi mencapai kolaborasi yang
efektif.Strategi menurut Murdaugh, C.L., dan Parsons, M.A., Pender, N.J. (2015) adalah:

1. Menentukan tujuan serta kegunaan dari sebuah tim dengan jelas

2. Pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas

3. Berkomunikasi secara berkala

4. Saling mempercayai, menghormati, memahami dan mendukung satu sama lain

5. Memberikan pengakuan dan apresiasi terhadap segala kontribusi yang dilakukan oleh
seluruh anggota tim
6. Kepemimpinan yang efektif

7. Mengatur mekanisme serta strategi dalam menyelesaikan tugas

8. Mengadakan pertemuan secara rutin

Terdapat elemen kunci efektifitas dalam kolaborasi.Elemen tersebut menurut Murdaugh,


C.L., dan Parsons, M.A., Pender, N.J. (2015) yakni sebagai berikut:

1. Kerjasama 4. Komunikasi

2. Asertifitas 5. Otonomi

3. Tanggung jawab 6. Koordinasi

2.3.5 Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan merupakan upaya menumbuhkan


kemampuan masyarakat agar mereka mempunyai daya atau kekuatan untuk hidup mandiri
menjaga kesehatannya (Depkes RI, dalam Maulana, 2009).Upaya tersebut dilakukan sesuai
dengan keadaan, masalah, dan potensi sepempat dan dilakukan dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat. Hasil output dari pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat di bidang
kesehatan. Pemberdayaan peran klien dalam promosi kesehatan berhubungan dengan sadar
sehat klien.Sadar sehat melibatkan kemampuan membaca, mengatahui, memahami, dan
bertindak berdasarkan informasi medis dan kesehatan. Pemberdayaan klien penting bagi
perawat, karena jika klien mempunyai kesadaran sehat yang rendah akan berdampak pada
ketidak mampuan klien dalam membuat keputusan yang efektif ketika bekerja sama dengan
tenaga kesehatan, yang akan mengahasilkan kesehatan yang buruk.

Sasaran pemberdayaan masyarakat adalah perorangan, keluarga, dan masyarakat


umum.Sasaran primer pemberdayaan adalah masyarakat itu sendiri.Pemberdayaan
masyarakat dapat dilakukan melalui partisipasi aktif masyarakat.Menurut Kasmel dan
Andersen (2011), pemberdayaan melalui partisipasi memliki tiga komponen esensial yaitu:
1. Partisipasi adalah proses aktif, dimana semua anggota masyarakat saling menyuarakan
pendapatnya.
2. Partisipasi adalah pilihan, dimana semua berhak untuk membuat keputusan yang
berpengaruh dalam kehidupan.
3. Partisipasi yang efektif
Menurut Maulana (2009) ada beberapa prinsip, model atau bentuk, dan langkah kegiatan
dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu:
Prinsip
1. Menumbuh- kembangkan potensi masyarakat.
2. Menumbuhkan kontribusi masyarakat dalam upaya kesehatan
3. Mengembangkan kegiatan kegotong- royongan di masyarakat
4. Bekerja sama dengan masyarakat
5. Promosi, pendidikan dan pelatihan dengan sebanyak mungkin menggunakan dan
memanfaatkan potensi setempat
6. Upaya dilakukan secaran kemitraan dengan berbagai pihak
7. Desentralisasi (sesuai dengan keadaan dan budaya setempat)
Model dan bentuk
1. Pemberdayaan pimpinan masyarakat
2. Pengembangan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat
3. Pemberdayaan pendanaan masyarkat
4. Pemberdayaan sarana masyarakat
5. Peningkatan pengetahuan masyarakat

6. Peningkatan pengetahuan masyarakat

7. Pengembangan teknologi tepat guna

Langkah kegiatan di tingkat operasional

1. Pendekatan pada pimpinan masyarakat (ad vokasi)

2. Survei mawas diri, atau pengkajian masalah di masyarakat (community diagnosis)

3. Perumusan masalah dan kesepakatan bersama dalam musyawarah masyarakat desa


(community prescription)

4. Pemecahan masalah bersama (community treatment)

5. Pembinaan dan pengembangan (development)

2.3.6 Konsep Kemitraan

Kemitraan adalah suatu hubungan atau sebuah kerja sama antara kedua belah pihak
atau lebih, didasarkan pada kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan atau
memberikan manfaat (Depkes RI, 2012). Victoria Health Promotion Foundation (2011)
mengemukakan tujuan dari kemitraan, yang dibagi menjadi tujuan umum dan khusus.Tujuan
umum dari kemitraan adalah untuk meningkatkan percepatan, efektivitas, serta efisiensi
terkait upaya kesehatan dan upaya pembangunan pada umumnya. Tujuan khususnya adalah
berhubungan dengan aspek rasa di dalam sebuah kesepakatan kerja sama, terkait rasa saling
membutuhkan, percaya, memerlukan, membantu, dll. Hasil yang diharapkan dengan bermitra
berhubungan dengan tujuan yang ditetapkan, yaitu terjadinya percepatan, efektivitas, dan
efisiensi dalam berbagai upaya termasuk kesehatan.

Tingkatan kemitraan dalam promosi kesehatan menurut Victoria Health Promotion


Foundation (2011) adalah: (1) Jaringan/ Networking (melibatkan pertukaran informasi dan
memerlukan waktu serta kepercayaan; (2) Koordinasi/ Coordinating (informasi, dan
menggubah kegiatan berdasarkan tujuan bersama); (3) Kerjasama/ Cooperating (informasi,
kegiatan, dan berbagi sumber daya); (4) Kolaborasi/ Collaborating (sampai pada tahap
peningkatab kapasitas mitra lain untuk saling menguntungkan dengan berpegang pada tujuan
bersama).

Sifat kemitraan bergantung pada kebutuhan, tujuan, serta kesediaan dari lembaga,
profesi, atau individu yang berpartisipasi untuk terlibat dalam kemitraan. Menurut
Kuswidanti (2008) sifat kemitraan terdiri dari:

1. Incidental (sifat kerja sesuai dengan kebutuan sesaat ex: peringatan hari anak Indonesia)
2. Jangka pendek (proyek dalam kurun waktu tertentu)
3. Jangka panjang (pelaksanaan program tertentu, ex: pemberantasan TB paru)

Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe kemitraan
yaitu:
a) Potential Partnership (peduli tetapi belum bekerja bersama secara dekat)

b) Nascent Partnership (pelaku kemitraan adalah patner, tetapi belum efisien)

c) Complementary Partnership (antar mitra sudah mendapay keuntungan dan telah saling
berpengaruh)

d) Synergistic Partnership (Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh
dengan masalah pengembangan sistemik melalui penambahan ruang lingkup aktivitas
baru seperti advokasi dan penelitian)
Prinsip dalam kemitraan yang menjadi pondasi dalam penatalaksanaan terhadap
tujuan bersama yang telah ditetapkan, terdiri dari (Ditjen P2M & PL, 2004): (1) Prinsip
Kesetaraan (Equality); (2) Prinsip Keterbukaan; (3) Prinsip Azas Manfaat Bersama (Mutual
Benefit). Keberhasilan dari suatu kemitraan dapat diniai melalui indikator berikut
(Kuswidanti, 2008):

1. Input (semua sumber daya yang dimiliki)

2. Proses (kegiatan yang membangun, frekuensi dan kualiatas pertemuan tim atau secretariat
sesuai kebutuhan ex: lokakarya, kesepakatan, dll)

3. Output (terbentuknya jaringan kerja, yang terdiri dari berbagai unsur, dan jumlah kegiatan
yang berhasil terrealisasi dari rencana yang dimiliki)

4. Outcome (dampak yang dihasilkan dari terbentuknya suatu kemitraan terhadap kesehatan
masyarakat. Outcome kemitraan adalah menurunnya angka atau indikator kesehatan
(negatif), misalnya menurunkan angka orang kesakitan atau angka kematian. Atau
meningkatnya indikator kesehatan (positif), misalnya meningkatnya ststus gizi anak
balita)

Langkah-langkah dalam penatalaksanaan suatu kemitraan (Kuswidanti, 2008):


1) Pengenalan masalah dan seleksi masalah;

2) Melakukan identifikasi calon mitra dan pelaku potensial

3) Melakukan identifikasi peran mitra/jaringan kerjasama mitra dalam upaya mencapai


tujuan

4) Membuat kesepakatan

5) Menyusun rencana kerja (jadwal kegiatan, pengaturan peran dan tanggung jawab)

6) Melaksanakan kegiatan terpadu yaitu menerapkan kegiatan sesuai kesepakatan, dan


melaporkannya secara berkala.

7) Pemantauan dan evaluasi.

2. 4 Prinsip, Metode, Media, dan Strategi Promosi Kesehatan


2.4.1 Prinsip Umum Promosi Kesehatan serta PrinsipSpesifik Promosi Kesehatan di
Keluarga, Tempat Kerja, Sekolah, dan Tempat Umum.
Dalam dunia kesehatan, tenaga kesehatan memberikan layanannya tidak hanya pada
pengobatan penyakit namun juga pada pencegahan penyakit. Dalam proses pencegahan
penyakit tenaga kesehatan dapat memberikan promisi kesehatan guna meningkatkan status
kesehatan kliennya. Dalam melaksanakan promosi kesehatan baiknya mengikut prinsip-
prinsip promosi kesehatan yang berguna sebagai dasar dari pelaksanaan program promosi
kesehatan. Berikut merupakan prinsip-prinsip umum promosi kesehatan menurut Green &
Sputh, 2006 dan Potvin & McQueen, 2001):
1. Empowerment atau pemberdayaan
2. Partisipative atau partisipasi
3. Holistic atau menyeluruh
4. Equitable atau kesetaraan
5. Intersectoral atau antar sector
6. Sustainable atau berkelanjutan
7. Multi-strategy
Dalam memberikan promosi kesehatan, tenaga kesehatan seperti perawat juga perlu
memahami prinsip promosi kesehatan yang lebih spesifik dalam tiap ruang lingkup, yaitu:
1. Prinsip promosi kesehatan di keluarga:
a. Promosi kesehatan yang dilakukan harus bisa lebih spesifik sebab keluarga
merupakan kelompok masyrakat yang paling kecil.
b. Keluarga terdiri atas beberapa orang yang sudah terikat hubungan satu sama lain,
yaitu ayah, ibu, dan anak. Ketika promosi kesehatan yang dilakukan telah dijalankan
dengan baik, maka hal tersebut akan berpengaruh kepada perilaku keluarga tersebut. 
c. Setiap keluarga memiliki keunikannya tersendiri. Keunikan yang dimaksud yaitu
aturan yang dimiliki pada keluarga tersebut. Dalam hal ini pemberi promosi kesehatan
harus mampu menyesuaikan diri dengan aturan tersebut agar keluarga tersebut bisa
lebih terbuka dalam menerima segala bentuk promosi yang dilakukan.
2. Prinsip Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
a. Komprehensif
Promosi kesehatan di tempat kerja merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa
disiplin ilmu guma memaksimalkan tujuan yang ingin dicapai.
b. Partisipasi
Para peserta atau sasaran promosi kesehatan hendaknya terlibat secara aktif
mengidentifikasi masalah kesehatan yang dibutuhkan untuk pemecahannya dan
meningkatkan kondisi lingkungan kondisi lingkungan kerja yang sehat.
c. Keterlibatan berbagai sektor terkait
Kesehatan yang baik adalah hasil dari berbagai faktor yang mendukung.Berbagai
upaya untuk meningkatkan kesehatan pekerja hendaknya harus melalui pendekatan
yang integrasi yang mana penekanannya pada berbagai faktor tersebut bila
memungkinkan.
d. Kelompok organisasi masyarakat
Program pencegahan dan peningkatan kesehatan hendaknya melibatkan semua
anggota pekerja.
e. Berkesinambungan atau Berkelanjutan
Program promosi kesehatan dan pencegahan hendaknya terus menerus dilakukan dan
tujuannya jangka panjang.

3. Prinsip Promosi Kesehatan di Sekolah


a. Melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah yaitu
peserta didik, orangtua dan para tokoh masyarakat maupun organisasi-organisasi di
masyarakat.
b. Memberikan pendidikan kesehatan sekolah dengan kurikulum yang mampu
meningkatkan sikap dan perilaku peserta didik yang positif terhadap kesehatan serta
dapat mengembangkan berbagai keterampilan hidup yang mendukung kesehatan fisik,
mental, dan sosial.
c. Memperhatikan pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk guru maupun orangtua.
d. Mengupayakan agar sekolah mempunyai akses untuk di laksanakannya pelayanan
kesehatan di sekolah, yaitu :
‒ Penjaringan, diagnosa dini, imunisasi serta pengobatan sederhana.
‒ Kerjasama dengan Puskesmas setempat
‒ Adanyaprogram-program makanan bergizi dengan memperhatikan keamanan-
keamanan makanan.

4. Prinsip Promosi Kesehatan di Fasilitas Layanan Kesehatan, (Ayubi, 2006):


a. Ditujukan untuk individu yang memerlukan pengobatan dan atau perawatan,
pengunjung, keluarga pasien.
b. Memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga atas masalah kesehatan yang
diderita pasien.
c.  Memberdayakan pasien dan keluarga dalam kesehatan.
d. Menerapkan proses belajar di fasilitas pelayanan kesehatan. 

5. Prinsip Promosi Kesehatan di Tempat Umum


Bentuk pendekatan massa diberikan secara tidak langsung, biasanya menggunakan atau
melalui media massa.Tempat umum merupakan sarana yang dilalui oleh banyak orang,
dapat dikatakan sasaran dari tindakan promosi kesehatan di tempat umum tidak menentu.
Maka penerapan yang paling efektif adalah dengan memanfaatkan media berupa poster,
spanduk, dan lainnya.

2.4.2 Strategi Promosi Kesehatan: Advokasi


a. Advokasi
Pada dasarnya promosi kesehatan bertujuan untuk mengenalkan kesehatan kepada
masyarkat, untuk mencapai hal ini perlu adanya pendekatan persuasif, dan menggunakan
cara yang komunikatif serta inovatif yang memerhatikan sasaran promosi kesehatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kesehatan(Maulana,
2007).Advokasi merupakan strategi dengan pendekatan pimpinan dengan tujuan untuk
mengembangkan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Efendi & Makhfudli,
2009).Advokasi berperan dalam mendukung kegiatan promosi kesehatan yang dapat
memfasilitasi adaptasi perilaku dan lingkungan untuk memperbaiki kesehatan.Pelaku
advokasi kesehatan ialah orang yang peduli terhadap upaya kesehatan dan memandang
perlu adanya mitra untuk mendukung upaya tersebut (Maulana, 2007).
b. Tahap Advokasi
Komitmen yang didapat dari proses advokasi tentunya tidak berjalan dengan
cepat karena melewati beberapa tahapan. Pertama, mengetahui atau menyadari adanya
masalah.Kedua, tertarik untuk ikut mengatasi masalah.Ketiga, peduli terhadap
pemecahan masalah (dengan mencari alternatif pemecahan masalah).Keempat,
sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih caranya.Kelima, memutuskan
tindak lanjut kesepakatan. Bahan-bahan advokasi pun perlu disiapkan terlebih dahulu
dan matang, diataranya ialah sesuai minat dan sasaran advokasi, memuat rumusan
masalah dan alternatif pemecahan masalah, memuat peran sasaran dalam pemecahan
masalah, berdasarkan fakta dan bukti (evidence-based), dikemas secara menarik dan
jelas, serta sesuai dengan waktu yang tersedia (Depkes, 2011).
c. Proses Pendekatan Advokasi
Proses pendekatan dalam advokasi kesehatan ialah pendekatan persuasive,
dewasa, dan bijak. Menurut UNFPA dan BKKBN (2002) terdapat lima pendekatan
utama yaitu, melibatkan para pemimpin, bekerja sama dengan media massa,
membangun kemitraan, memobilisasi massa, dan membangun kapasitas (Maulana,
2007). Advokasi akan lebih efektif jika dilaksanakan dengan prinsip kemitraan,
dengan membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama. Hal tersebut dapat
mendukung proses advokasi karena akan terjadinya proses kerja sama yang
didalamnya terdapat pembagian tugas dan saling mendukung, maka sasaran advokasi
akan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, metode dan media
advokasi perlu ditentukan secara cermat, sehingga dapat terjalin kerjasama yang baik
(Depkes, 2011).
d. Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dengan menggunakan strategi ini berupa kebijakan dan
peraturan-peraturan yang mendukung untuk mempengaruhi terciptanya perilaku hidup
bersih dan sehat serta adanya sumber dukungan dari aspek lain.

2.4.3 Strategi Promosi Kesehatan: Social Support dan Enpowerment 


  Proses belajar akan terlaksana dengan baik jika klien mengalami perubahan tingkat
pengetahuan, kesadaran maupun perilaku. Strategi-strategi yang dibahas biasanya meliputi
belajar-mengajar, pemecahan masalah, penggunaan diri secara terapeutik, kepedulian,
manajemen stres, modifikasi pelaku, membuat kontrak, proses kelompok dan prinsip-prinsip
praktik keperawatan.Terdapat tiga strategi yang dapat dilakukan untuk melakukan perubahan
tersebut pada klien yaitu empiric-rational change, normative-reeducative, dan power-
coersive (Allender, Rector, & Warner, 2014). Selain itu, menurut WHO (1994) dan DepKes
RI (2007) terdapat beberapa strategi dalam promosi kesehatan, yaitu:
a. Bina Suasana (Social Support). Strategi ini dilakukan untuk mencari dukungan sosial
melalui tokoh masyarakat, baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan
utama kegiatan ini adalah para tokoh masyarakat, dapat menjadi jembatan antara
sektor kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan masyarakat sebagai
penerima program kesehatan. 
b. Pemberdayaanadalah kegiatan yang melibatkan masyarakat berupa kegiatan dari,
oleh, dan untuk masyarakat dalam mengenali masalah kesehatan mereka sendiri serta
bersedia untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya masing-
masing (Efendi & Makhfudli, 2009). Tujuan umum dalam gerakan pemberdayaan
masyarakat ini adalah masyarakat mampu mengenali, memelihara, melindungi dan
meningkatkan kualitas kesehatannya termasuk apabila mereka sakit, mereka dapat
memperoleh pelayanan kesehatan tanpa mengalami kesulitan terutama dalam biaya.
Sasaran dan pelaku dalam gerakan pemberdayaan masyarakat ditujukan pada
masyarakat langsung sebagai sasaran primer. Prinsip dalam gerakan pemberdayaan
masyarakat ini berupa menumbuhkembangkan potensi masyarakat, menumbuhkan
kontribusi masyarakat dalam upaya kesehatan, mengembangkan kegiatan yang
melibatkan kebersamaan antar-masyarakat, kerjasama masyarakat, promosi
pendidikan dan pelatihan dengan pemanfaatan potensi setempat, upaya yang
dilakukan secara kemitraan dengan berbagai pihak dan sesuai dengan keadaan atau
budaya setempat. Selain prinsip dalam gerakan pemberdayaan masyarakat, adapula
bentuk dari gerakan pemberdayaan masyarakat, yaitu community leader, community
organizations, community fund, community material, community
knowledge, community technology, dan community decision making.Dalam gerakan
pemberdayaan masyarakat dibutuhkan peran dari dinas kesehatan dalam kota maupun
kabupaten yang berupa pengkajian dalam membantu memahami permasalahan
kesehatan di wilayah tersebut, pemberi arah terkait tujuan dan sasaran dari kegiatan
yang akan dilakukan, memberikan bimbingan dan bantuan teknis yang sesuai dengan
keperluan serta memberikan dukungan moral, memberikan dukungan sumber daya
manusia dan memantau perkembangan masalah kesehatan yang dialami. Indikator
keberhasilan terhadap strategi gerakan pemberdayaan masyarakat terdiri dari indikator
input, indikator proses dan indikator output (Maulana, 2009). 

3.1 Promosi Kesehatan Sekolah


Promosi kesehatan di sekolah merupakan suatu upaya untuk menciptakan sekolah
menjadi suatu komunitas yang mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sekolah
melalui 3 kegiatan utama
1.    penciptaan lingkungan sekolah yang sehat,
2.    pemeliharaan dan pelayanan di sekolah,
3.    upaya pendidikan yang berkesinambungan.
Ketiga kegiatan tersebut dikenal dengan istilah TRIAS UKS.
Sebagai suatu institusi pendidikan, sekolah mempunyai peranan dan kedudukan
strategis dalam upaya promosi kesehatan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar anak usia
5-19 tahun terpajan dengan lembaga pendidikan dalam jangka waktu cukup lama. Jumlah
usia 7-12 berjumlah 25.409.200 jiwa dan sebanyak 25.267.914 anak (99.4%) aktif dalam
proses belajar. Untuk kelompok umur 13-15 thn berjumlah 12.070.200 jiwa dan sebanyak
10.438.667 anak (86,5%) aktif dalam sekolah (sumber: Depdiknas,2007). Dari segi populasi,
promosi kesehatan di sekolah dapat menjangkau 2 jenis populasi, yaitu populasi anak sekolah
dan masyarakat umum/keluarga. Apabila promosi kesehatan ditujukan pada usia sampai
dengan 12 tahun saja, yang berjumlah sekitar 25 juta, maka mereka akan mampu
menyebarluaskan informasi kesehatan kepada hamper 100 juta populasi masyarakat umum
yang terpajan promosi kesehatan.
Sekolah mendukung pertumbuhan dan perkembangan alamiah seorang anak, sebab di
sekolah seorang anak dapat mempelajari berbagai pengetahuan termasuk kesehatan. Promosi
kesehatan di sekolah membantu meningkatkan kesehatan siswa, guru, karyawan, keluarga
serta masyarakat sekitar, sehingga proses belajar mengajar berlangsung lebih produktif.
Dalam promosi kesehatan sekolah, keluarga anak sekolah dapat dipandang sebagai 2
aspek yaitu
1.    sebagai pendukung keberhasilan program promosi kesehatan di sekolah (support side)
2.    sebagai pihak yang juga memperoleh manfaat atas berlangsungnya promosi kesehatan di
sekolah itu sendiri (impact side)
Pada segi pendukung keberhasilan, promosi kesehatan di sekolah seringkali akan
lebih berhasil jika mendapat dukungan yang memadai dari keluarga si murid. Hal terkait
dengan intensitas hubungan antara anak dan keluarga, dimana sebagian besar waktu
berinteraksi dengan keluaraga lebih banyak. Pada segi pihak yang turut memperoleh manfaat,
peran orang tua yang memadai, hangat, membantu serta berpartisipasi aktif akan lebih
menjamin keberhasilan program promosi kesehatan. Sebagai contoh bila di sekolah dilakukan
kampanya perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun kemudian dirumah orang tua juga menyediakan
fasilitas CTPS, maka perilaku anak akan lebih lestari (sustainable). Bentuk dukungan orang
tua ini meyakinkan bahwa tindakan cuci tangan pakai sabun merupakan tindakan yang benar,
baik di sekolah maupun di rumah.

3.2 Strategi Promosi Kesehatan sekolah


WHO mencanangkan lima strategi promosi kesehatan di sekolah yaitu:
a. Advokasi
Kesuksesan program promosi kesehatan di sekolah sangat ditentukan oleh dukungan
dari berbagai pihak yang terkait dengan kepentingan kesehatan masyarakat, khususnya
kesehatan masyarakat sekolah. Guna mendapatkan dukungan yang kuat dari berbagai pihak
terkait tersebut perlu dilakukan upaya-upaya advokasi untuk menyadarkan akan arti penting
program kesehatan sekolah. Advokasi lebih ditujukan kepada berbagai pihak yang akan
menentukan kebijakan program, termasuk kebijakan yang terkait dana untuk kegiatan.

b. Kerjasama
Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait sangat bermanfaat bagi jalannya
programpromosi kesehatan sekolah. Dalam kerjasama ini berbagai pihak dapat saling belajar
dan berbagi pengalaman tentang keberhasilan dan kekurangan program, tentang cara
menggunakan berbagai sumber daya yang ada, serta memaksimalkan investasi dalam
pemanfaatan untuk melakukan promosi kesehatan.

c. Penguatan kapasitas
Kemampuan kerja dalam kegiatan promosi kesehatan di sekolah harus dapat
dilaksanakan secara optimal. Untuk itu berbagai sektor terkait harus diyakini dapat
memberikan dukungan untuk memperkuat program promosi kesehatan di sekolah. Dukungan
berbagai sektor ini dapat terkait dalam rangka penyusunan rencana kegiatan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi program promosi kesehatan sekolah

d. Kemitraan
Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik pemerintah, LSM maupun usaha
swasta akan sangat mendukung pelaksanaan program promosi kesehatan sekolah. Disamping
itu, dengan kemitraan akan dapat mendorong mobilisasi guna meningkatkan status kesehatan
di sekolah.

e. Penelitian
Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan dan penilaian
program promosi kesehatan. Bagi sektor terkait, penelitian merupakan akses untuk masuk
dalam mengembangkan promosi kesehatan di sekolah baik secara nasional maupun regional,
disamping untuk melakukan evaluasi peningkatan PHBS siswa sekolah.

3.2.1 Ciri Sekolah Promosi Kesehatan


Menurut WHO terdapat enam ciri-ciri utama dari suatu sekolah untuk dapat menjadi
sekolah yang mempromosikan/meningkatkan kesehatan, yaitu :
1.    Melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah yaitu
peserta didik, orangtua dan para tokoh masyarakat maupun organisasi-organisasi di
masyarakat
2.    Berusaha keras untuk menciptakan lingkungan sehat dan aman, meliputi :
a.  Sanitasi dan air yang cukup
b.  Bebas dari segala macam bentuk kekerasan
c.   Bebas dari pengaruh negatif dan penyalahgunaan yang berbahaya
d.  Suasana yang memperdulikan pola asuh, rasa hormat dan saling percaya
e.  Pekarangan sekolah yang aman
f.    Dukungan masyarakat yang sepenuhnya
3.    Memberikan pendidikan kesehatan sekolah dengan :
a.  Kurikulum yang mampu meningkatkan sikap dan perilaku peserta didik yang positif
terhadap kesehatan serta dapat mengembangkan berbagai ketrampilan hidup yang
mendukung kesehatan fisik, mental dan sosial
b.  Memperhatikan pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk guru maupun orangtua
4.    Memberikan akses untuk di laksanakannya pelayanan kesehatan di sekolah, yaitu :
a.  Penjaringan, diagnosa dini, imunisasi serta pengobatan sederhana
b.  Kerjasama dengan Puskesmas setempat
c.   Adanya program-program makanan bergizi dengan memperhatikan “keamanan”
makanan
5.    Menerapkan kebijakan dan upaya di sekolah untuk mempromosikan dan meningkatkan
kesehatan, yaitu :
a.  Kebijakan yang di dukung oleh staf sekolah termasuk mewujudkan proses belajar
b.  mengajar yang dapat menciptakan lingkungan psikososial yang sehat bagi seluruh
c.   masyarakat sekolah
d.  Kebijakan-kebijakan dalam memberikan pelayanan yang adil untuk seluruh siswa
e.  Kebijakan-kebijakan dalam penggunaan rokok, penyalahgunaan narkoba termasuk
alcohol serta pencegahan segala bentuk kekerasan/pelecehan
6.    Bekerja keras untuk ikut atau berperan serta meningkatkan kesehatan masyarakat,
dengan :
a.  Memperhatikan adanya masalah kesehatan masyarakat yang terjadi
b.  Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat.

Untuk itulah sekolah harus menjadi suatu “tempat” yang dapat


meningkatkan/mempromosikan derajat kesehatan peserta didiknya. Konsep inilah yang oleh
Organisasi Kesehatan Dunia di sebut dengan menciptakan “Health Promotion School” atau
sekolah promosi kesehatan. Dapat dikatakan program Usaha Kesehatan Sekolah dilaksanakan
dengan baik pada sekolah tersebut.
Pada dasarnya, setiapnya sekolah memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-
beda sesuai situasi dan kondisinya masing-masing dalam mewujudkan “Sekolah Promosi
Kesehatan”. Namun yang terpenting adalah bagaimana ia dapat menggunakan “kekuatan
organisasinya” secara optimal untuk dapat meningkatkan kesehatan masyarakat sekolah.

3.2.2. Permasalahan Program Promosi Kesehatan Sekolah


Beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam pembinaan dan pengembangan
program promosi kesehatan di sekolah ialah :
1. Perilaku hidup bersih dan sehat belum mencapai pada tingkat yang diharapkan,
disamping itu ancaman sakit terhadap murid sekolah masih cukup tinggi dengan adanya
penyakit endermis dan kekurangan gizi.
2. Masalah kesehatan anak usia sekolah yang masih banyak terjadi di Indonesia antara
lain :
 Sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan seperti jamban sehat dan air bersih
 Meningkatnya pecandu narkoba dan remaja yang merokok
 Kesehatan reproduksi remaja
3. Peningkatan sumberdaya manusia
 Kurangnya guru yang menangani program promosi kesehatan di sekolah
 Kader kesehatan sekolah perlu dilatih dalam bidang pendidikan dan pelayanan
kesehatan
4. Terbatasnya sarana dan prasarana program promosi kesehatan di sekolah
5. Pencatatan dan pelaporan yang masih lemah
6. Kurang lancarnya koordinasi, informasi, sinkronisasi dan sosialisasi
7. Dukungan kelembagaan dan program terutama dalam hal perlunya institusi yang jelas
menangani program kesehatan di sekolah dan pentingnya penetapan standar pelayanan
minimum.

3.2.3 Jenis Kegiatan Program Promosi Kesehatan di Sekolah


Beberapa jenis kegiatan yang dapat di lakukan pada Program Promosi Kesehatan
Sekolah, adalah:
 Penyuluhan kelompok di kelas
 Penyuluhan perorangan (penyuluhan antar teman/peer group education)
 Pemutaran film/video
 Penyuluhan dengan media panggung boneka
 Penyuluhan dengan metode demonstrasi
 Pemasangan poster, Pembagian leaflet
 Kunjungan/wisata pendidikan
 Kunjungan rumah
 Lomba kebersihan kelas, Lomba kebersihan perorangan/murid
 Lomba membuat poster, Lomba menggambar lingkungan sehat
 Lomba cepat tepat
 Kegiatan pemeliharaan dan membersihkan jamban sekolah
 Penyuluhan terhadap warung sekolah, pedagang sekitar sekolah
 Kegiatan penghijauan di sekitar sumber air
 Pelatihan guru UKS
 Pelatihan siswa/kader UKS
 Pembangunan sarana air bersih, sanitasi dan fasilitas cuci tangan termasuk pendidikan
menjaga kebersihan jamban sekolah
 Pendidikan pemakaian dan pemeliharaan jamban sekolah
 Penggalakan cuci tangan dengan sabun
 Pendidikan tentang hubungan air minum, jamban, praktek kesehatan individu, dan
kesehatan masyarakat
 Program pemberantasan kecacingan
 Pendidikan kebersihan saluran pembuangan/SPAL
Daftar Pustaka

Ahmad, Kholid. (2014). Promosi kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo.

Alhamda, S. (2015).Buku Ajar Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: Deepublish.


Ayubi, D.(2006). Universitas Indonesia. Retrieved from Universitas
Indonesia:staff.ui.ac.id/system/files/users/dian.../05promkespadatatanan.ppt

Barker, S. (2007).Vital notes for nurses: psychology. Hoboken: Blackwell Publishing Ltd.

Beryl, L., & Mulroy, J. (2004).A Partnership Model for Public Health: Five Variables for
Productive Collaboration.Retrieved from
http://www.coregroup.org/about/Partnership_model.pdf on October 31, 2016.
DeLaune, S. C., dan Ladner, P. K. (2011). Fundamentals of nursing: Standards and practices,
4th ed. Delmar Cengage Learning.
Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, (2008). Panduan pelatihan komunikasi
perubahan perilaku, untuk KIBBLA, Jakarta: Depkes RI

Departemen Kesehatan RI, (2008). Pusat Promosi Kesehatan, Pedoman Pengelolaan


Promosi Kesehatan, dalam Pencapaian PHB. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2012). Kemitraan Pemerintah dan Swasta Dalam Pengendalian
Kesehatan.Depkes RI.
Kasmel, A & Andersen, PT. (2011).Measurement of Community Empowerment in Three
Community Programs. http://www.mdpi.com/1660-4601/8/3/799
Khalid, A. (2012). Promosi Kesehatan : Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media dan
Aplikasinya untuk Mahasiswa dan Praktisi Kesehatan. Jakarta :Raja Grafindo.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2014). Pusat Promosi Kesehatan.Jakarta.
Diakses dari http://promkes.depkes.go.id/
Maulana, H. D. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : Penerbiit Buku Kedokteran EGC.

McQueen, D. &Salazar , L.(2011). Health Promotion, The Ottawa Charter of 25 years, Health
Promotion International.

Murdaugh, C.L., Parsons, M.A., Pender, N.J. (2015). Health promotion in nursing practice.
7th ed. New Jersey: Pearson Education Inc.
Notoatmodjo, S. (2012).Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Nursalam, & Efendi, F. (2008).Pendidikan dalam Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika.
Sandiman, Arief S dkk.(2006). Media pendidikan pengertian, pengembangan, dan
pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo.

Anda mungkin juga menyukai