Sekitar tahun 1970-an, Departemen Keshatan (Depkes) RI membawahi Bagian Pendidikan Kesehatan Masyarakat, yang berada di lingkungan Biro V (Biro Pendidikan) dalam sekeratariat jenderal. Ketika itu, ada proyek pengadaan tenaga khusus di bidang Health Education dengan gelar HES (Health Education Specialist). Tahun 1975, Depkes mengalami reorganisasi dan bagian Pendidikan Kesehatan Masyarakat berkembang menjadi Direktorat Penyuluhan Kesehatan (menjadi direktorat penyuluhan kesehatan masyarakat ( Dit. PKM ). Istilah “ pendidikan Kesehatan “ tidak digunakan lagi karena dianggap bias dengan istilah yang sudah baku untuk departemen pendidikan dan kebudayaan. Tahun 1984, Depkes melakukan reorganisasi kembali. Ketika itu. Dit. PKM berubah menjadi pusat PKM, disamping ada direktorat baru pecahan Dit. PKM, yaitu Dit. Bina peran serta masyarakat ( BPSM ). Tahun 2000, terjadi reorganisasi pusat PKM yang berganti nama menjadi Dit. Promosi kesehatan dan akhir tahun 2001 terjadi reorganisasi kembali menjadi Pusat promosi Kesehatan yang ditetapkan oleh S.K. Menkes No. 1277/ Menkes/ SK/XI/2001 tertanggal 2001. 1. Promosi Kesehatan Sebagai Payung Program Sejak pertengahan tahun 1980-an, banyak ahli telah memperdebatkan penggunaan istilah “ Promosi Kesehatan “ dan “ Pendidikan Kesehatan “. Promosi kesehatan erat hubungannya dengan konsep – konsep lainnya yang terkadang cenderung disama – artikan, antara lain pencegahan dan pendidikan kesehatan. Hal ini menimbulkan penafsiran yang beragam, terutama berkaitan dengan ruang lingkup promosi kesehatan itu sendiri sehingga berdampak pada aplikasi promosi kesehatan di lapangan. Konsep – konsep tersebut banyak yang tumpang tindih ( overlap ) yang dapat mengarah pada salah komunikasi dan kekacauan. Pendidikan kesehatan berorientasi pada pemberian informasi. Akan tetapi, jika dihubungkan dengan tujuan demi mencapai kesehatan yang lebih baik. Pendekatan ini terlalu sempit. Pendidikan kesehatan memusatkan pada hidup perorangan, dan dapat mengarah pada menyalahkan korban sehingga banyak pemikiran telah dieksplorasi terhadap masalah – masalah yang lebih luas. Hal ini melampaui cakupan ( skop ) pendidikan kesehatan itu sendiri. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, didapatkan bahwa pendidikan tidaklah cukup untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik, tetapi seharusnya dipandang sebagai bagian program promosi kesehatan yang lebih luas. Penulis sependapat menggunakan istilah promosi kesehatan sebagai “ payung untuk mencakup serangkaian aneka kegiatan “. 2. Pengertian Istilah promosi selama ini selalu dihubungkan dengan penjualan ( sales ), periklanan ( advertising ), dan dipandang sebagai pendekatan propaganda yang didominasi oleh penggunaan media massa. Dalam konteks kesehatan, promosi berarti upaya memperbaiki kesehatan dengan caramemajukan, mendukung, dan menempatkan kesehatan lebih tinggi dari agenda, baik secara perorangan maupun secara kelompok. Determinan pokok kesehatan adalah aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang sering kali berada luar kontrol perorangan atau masyarakat secara kolektif. Oleh karena itu, aspek promosi kesehatan yang mendasar adalah melakukan memberdayaan sehingga individu lebih mampu mengontrol aspek – aspekl kehidupan mereka yang memengaruhi kesehatan ( Ewles dan Simnett, 1994 ). Menurut pengertian tersebut, terdapat dua unsur tujuan dan proses kegiatan promosi kesehatan, yaitu memperbaiki kesehatan dan memiliki kontrol yang lebih besar terhadapnya ( aspek – aspek kehidupan yang memengaruhi kesehatan ). Definisi WHO, berdasarkan piagam ottawa / ottawa charter ( 1986 ) mengenai promosi kesehatan sebagai hasil konferensi internasional promosi kesehatan di Ottawa Canada adalah sebagai berikut. “ Health promotion is the process of enabling people to control over and improve their health. To reach a state of complete physical, mental, and social well – being, an individual or group must be able to identify and realize aspiration, to satisfy needs, and to change or cope with the environment “. Berdasarkan definisi diatas, WHO menekankan bahwa promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri ( self empowerment ). Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat serta sesuai dengan sosial dengan sosial budaya setempat. Promosi kesehatan tidak hanya meningkatkan “ kesadaran “ dan “ kemauan “ seperti yang dikonotasikan dalam pendidikan kesehatan. Demi mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik dari fisik, mental maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasi dan kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya. Lingkungan di sini mencakup lingkungan fisik, sosial budaya dan ekonomi, termasuk kebijakan, dan peraturan perundang – undangan. Beberapa definisi memusatkan pada kegiatan – kegiatan, sedangkan yang lain memusatkan pada tujuan ( seperti definisi WHO di atas ). Salah satu definisi yang memusatkan pada kegiatan promosi muncul dari Green & Ottoson ( 1998 ) berikut. “ promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan, dan peraturan perundang – uundangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan “. Batasan ini menekankan bahwa promosi kesehatan adalah program masyarakat yang menyeluruh, bukan hanya perubahan perilaku, melainkan juga perubahan lingkungan. Perubahan perilaku tanpa diikuti perubahan lingkungan tidak akan efektif, dan juga dapat dipastikan tidak akan bertahan lama. Contohnya, larangan untuk tidak membuang sampah sembarangan tidak akan efektif jika tidak bersedia tempat sampah yangmemadai, baik dalam jumlah, jarak, maupun bentuk. Oleh sebab itu, promosi kesehatan bukan hanya mengubah perilaku. Akan tetapi, promosi kesehatan juga mengupayakan perubahan lingkungan, sistem, dan kebijakan kesehatan. 3. Sasaran Promosi Kesehatan Sasaran promosi kesehatan diarahkan pada individu / keluarga, masyarakat, pemerintah / lintas sektor / politisi / swasta, dan petugas atau pelaksanaan program. 1. Individu / keluarga diharapkan a. Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran ( baik langsung maupun melalui media massa ). b. Mempunyai pengetahuan dan kemauan untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya. c. Mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat ( PHBS ) d. Berperan serta dalam kegiatan sosial, khususnya yang berkaitan dengan lembaga swadaya masyarakat ( LSM ) kesehatan. 2. Masyarakat diharapkan a. Menggalang potensi untuk mengembangkan gerakan atau upaya kesehatan b. Bergotong royong mewujudkan lingkungan sehat. 3. Pemerintah / lintas – sektor / politisi / swasta diharapkan a. Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat. b. Membuat kebijakan sosial yang memerhatikan dampak di bidang kesehatan. 4. Petugas atau pelaksanaan program diharapkan a. Memasukkan komponen promosi kesehatan dalam setiap program kesehatan b. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang memberi kepuasan kepada masyarakat.
Sasaran promosi kesehatan perlu dikenali secara khusus, rinci,
dan jelas agar promosi kesehatan lebih efektif. Oleh karena itu, sasaran promosi kesehatan tersebut dihubungkan dengan tatanan rumah tangga, tatanan tempat kerja, tatanan institusi kesehatan, tatanan institusi pendidikan, dan tatanan tempat – tempat umum. Menurut Weiss ( 1991 ), program promosi kesehatan dikembangbangkan dalam tiga daerah utama, yaitu sekolah, tempat kerja, dan kelompok masyarakat. Dalam pelaksanaan program promosi kesehatan, telah terbukti bahwa promosi kesehatan di masyarakat, sekolah dan tempat kerja cenderung paling efektif ( Carleton, 1991 ). Kolbe ( 1988 ) menambahkan sasaran lain dalam promosi kesehatan tatanan. 1. Sasaran primer adalah sasaran yang mempunyai masalah, yang diharapkan mau berperilaku sesuai harapan dan memperoleh manfaat paling besar dari perubahan perilaku tersebut. 2. Sasaran sekunder adalah individu atau kelompok yang memiliki pengaruh atau disegani oleh sasaran primer. Sasaran sekunder diharapakan mampu mendukung pesan – pesan yang sampaikan kepada sasaran primer. 3. Sasaran tersier adalah para pengambil kebijakan, penyandang dana, pihak – pihak yang berpengaruh di berbagai tingkatan ( pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa / kelurahan ). 4. Srategi Promosi Kesehatan promosi kesehatan dalam program – program kesehatan pada dasarnya merupakan bentuk penetapan srategi global, yang dijabarkan dalam berbagai kegiatan. Srategi global promosi kesehatan dari WHO ( 1984 ) dikenal denggan srategi ABG ( Advokasi kesehatan, Bina suasana, Gerakan masyarakat ). Advokasi kesehatan. Upaya pendekatan kepada pimpinan atau pengambilan keputusan supaya dapat memberikan dukungan, kemudahan, dan ssemacamnya pada upaya pembangunan kesehatan. Bina suasana ( social support ). Upaya membuat susana yang kondusif atau menunjang pembangunan kesehatan sehingga masyarakat terdorong untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. Gerakan masyarakat ( empowerment ). Upaya memandirikan memandirikan individu, kelompok, dan masyarakan agar berkembang kesadaran, kemauan, dan kemampuan dibidang kesehatan atau secara produktif, masyarakat mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat. 5. Ruang Lingkup Berdasarkan konferensi internasional promosi kesehatan di Ottawa, Canada tahun 1986 yang menghasilakan piagam Ottawa, promosi kesehatan dikelompokkan menjadi lima area berikut. Kebijakan pembangunan berwawasan kesehatan ( healthy public policy ). Kegiatan ditujukan pada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan. Hal ini berarti setiap kebijakan pembangunan dalam bidang apapun harus mempertimbangkan dampak kesehatan bagi masyarakat. Mengembangkan jaring kemitraan dan lingkungan yang mendukung ( create partnership and supportive environment ). Kegiatan ini bertujuan mengembangkan jaringan kemitraan dan suasana yang mendukung terhadap kesehatan. Kegiatan ini tujukan kepada pemimpin organisasi masyarakat serta pengelola tempat – tempat umum dan diharapkan memperhatikan dampaknya terhadap llingkungan. Baik lingkungan fisik maupun lingkungan nonfisik yang mendukung atau kondusif terhadap kesehatan masyarakat. Reorientasi pelayanan kesehatan ( Reorient health service ). Penyelenggaraan pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama antara pemberi dan penerima pelayanan. Orientasi pelayanan diarahkan dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek ( melibatkan masyarakat dalam pelayanan kesehatan ) yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya sendiri. Bentuk – bentuk pemberdayaan masyarakan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan bervariasi, mulai dari terbentuknya LSM yang peduli kesehatan, baik dalam beentuk pelayanan maupun bantuan teknis, sampai upaya - upaya swadaya masyarakat. Meningkaatkan keterampilan individu ( increase individual skills ). Kesehatan masyarakat adalah kesehatan agregat, yang terdiri atas kelompok, keluarga, individu. Kesehatan masyarakat terwujud apabila kesehatan kelompok, keluarga, dan individu terwujud. Oleh sebab itu, peningkatan keterampilan anggota masyarakat atau individusangat penting untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat memelihaara serta meningkatkan kualitas kesehatannya. Memperkuat kegiatan masyarakat ( strengthen community action ). Derajat kesehatan masyarakat akan tewujud secara efektif jika unsur – unsur yang terdapat dimasyarakat tersebut bergerak bersama – sama memperkuat kegiatan masyarakat berarti memberikan bantuan tehadap kegiatan yang sudah berjalan dimasyarakat sehingga lebih dapat berkembang. Di samping itu, tndakan ini memberikan kesempatan masyarakat untuk berimprovisasi, yyaitu melakukan kegiatan dan berperan serta aktif dalam pembangunan kesehatan. Berbagai hasil penelitian memberikan bukti yang meyakinkan mengenai hasil kerja promosi kesehatan. Pendekatan yang menyeluruh dalam pembangunan kesehatan, dengan menggunakan lima ruang lingkup tersebut jauh lebih efektif dibanding dengan menggunakan pendekatan tunggal. Pendekatan melalui tatanan memudahkan implementasi penyelenggaraan promosi kesehatan peran serta masyarakat sangat penting untuk melestarikan berbagai upaya. Masyarakat harus menjadi subjek dalam promosi kesehatan dan pengambilan keputusan. Akses pendidikan dan informasi sangat penting untuk mendapatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. 6. Jenis Kegiatan Ewles dan Simbett ( 1994 ) mengidentifikasi tujuh area kegiatan promosi kesehatan, antara lain program pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan preventif, kegiatan berbasis masyarakat, pengembangan organisasi, kebijakan publik yang sehat, tindakan kesehatan berwawasan lingkungan, kegiatan ekonomi, dan bersifat peraturan. 1. Program pendidikan kesehatan Program pendidikan kesehatan adalah kesempatan yang direncanakan untuk belajar tentang kesehatan, dan melakukan perubahan – perubahan secara suka rela dalam tingkah laku. Program ini dapat juga termasuk penyediaan informasi, mengeksplorasi nilai dan sikap, membuat keputusan kesehatan dan mempelajari keterampilan yang memungkinkan terjadi perubahan tingkah laku. 2. Pelayanan kesehatan preventif Winslow profesor kesehatan masyarakat dari Yale University pada tahun 1920 ( dalam leavel and clark, 1958 ) mengungkapkan bahwa untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk penyakit, ada tiga tahap pencegahan yang dikenal sebagai pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencehagan primer dilakukan saat individu belum menderita sakit, meliputi hal – hal berikut. a. Promosi kesehatan ( health promotion ) yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan. b. Perlindungan khusus ( spesific protection ) berupa upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu, misalnya melakukan imunisasi, dan peningkatan keterampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunakan narkotik, penanggulangan stress.
Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit
meliputi hal – hal berikut.
a. Diagnosis dini dan pengobatan segera ( early diagnosis and
promt treatment ). Tujuan utama tindakan ini adalah mencegah penyebaran penyakit jika penyakit ini merupakan penyakit menular, mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat. b. Pembatasan kecacatan ( disability limitation ). Pada tahap ini, cacat yang terjadi diatasi, terutama agar penyakit tidak berkelanjutan hingga mengarah pada cacat yang lebih buruk.
Pencegahan tersier ( rehabilitasi ). Pada proses ini, diusahakan
agar cacat yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental, dan sosial.
3. Kegiatan Berbasis Mayarakat
Promosi kesehatan menggunakan pendekatan “ dari bawah “, bekerja dengan penduduk, dengan melibatkan masyarakat dalam kegiatan kesehatan. Hal ini mencakup pengembangan masyarakat ( community development ), yang intinya adalah masyarakat mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan kesehatan masyarakat mereka sendiri dan mengambil tindakan untuk mengatasinya. Kegiatan – kegiatan semacam ini dapat berupa pembentukan self – help group ( kelompok swabantu ) dan pressure group ( kelompok pendorong / motivator ) serta mengembangkan fasilitas dan pelayanan lokal yang mendukung kesehatan. 4. Pengembangan Organisasi Pengembangan organisasi berhubungan dengan pengembangan dan pelaksanaan kebijakan dalam organisasi – organisasi yang berupaya meningkatkan kesehatan para staf dan pelanggan mereka. Contohnya, pelaksanaan kebijakan tentang kesempatan yang sama untuk sehat, menyediakan makanan yang sehat, bekerja sama dengan organisasi komersial dalam pengembangan dan mempromosikan produk – produk yang lebih sehat, seperti daging ( learner meat ), minuman tanpa alkohol, dan pembungkus yang dapat mengalami bioderadasi alamiah. 5. Kebijakan Publik yang Sehat Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan – kebijakan publik yang sehat tiada lain merupakan bentu penerapan “ new public health “. Upaya ini melibatkan badan resmi atau sukarela, kelompok profesional, dan masyarakat umum yang bekerja sama mengembangkan perubahan – perubahan dalam kondisi dan situasi kehidupan. Implikasi – implikasi kesehatan dalam kebijakan meliputi persamaan kesempatan, perumahan, lapangan pekerjaan, transportasi, dan hiburan. Contohnya, transportasi yang baik akan meningkatkan kesehatan dengan mengurangi jumlah mobil di jalan, mengurangi polusi, mengurangi pemakaian bahan bakar, dan mengurangi stres pengguna jalan di jalan raya. Memperkecil kesenjangan dengan orang – orang yang mempunyai mobil dan memungkinkan orang menjangkau orang ke tempat – tempat perbelanjaan dan hiburan ( semua sarana ) yang dapat mengangkat kesejahteraan kesehatan. 6. Tindakan Kesehatan Berwawasan Lingkungan Hal ini berhubungan dengan upaya menjadikan lingkungan fisik penunjang kesehatan, baik di rumah, tempat kerja atau tempat – tempat umum. Contohnya, menyediakan makanan dan air bersih, mengendalikan polusi, termasuk usaha menciptakan kawasan bebas rokok. 7. Kegiatan – kegiatan ekonomi yang bersifat peraturan Kegiatan politik dan edukasional ini ditujukan kepada politisi, pengambilan kebijakan, dan perencanaan yang melibatkan upaya lobi dan implementasi perubahan – perubahan legislatif, seperti peraturan pemberian label makanan halal, mendorong praktik etik yang sukarela, misalnya iklan rokok dan alkohol atau mengambil dukungan terhadap tindakan – tindakan finansial, seperti peninggian pajak tembakau. Menurut Depkes RI ( 2007 ), jenis kegiatan promosi kesehatan meliputi hal – hal berikut ini. a. Pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian semua komponen masyarakat untuk dapat hidup sehat. b. Pengembangan kemitraan. Pengembangan kemitraan adalah upaya membangun hubungan para mitra kerja berdasarkan kesetaran, keterbukaan, dan saling memberi manfaat. c. Upaya advokasi. Advokasi, yaitu upaya mendekati, mendampingi, dan memengaruhi para pembuat kebijakan secara bijak sehingga mereka sepakat untuk memberi dukungan terhadap pembangunan kesehatan. d. Pembinaan suasana. Pembinaan suasana adalah kegiatan untuk membuat suasana ataau iklim yang mendukung terwujudnya perilaku sehat dengan mengembangkan opini publik yang positif melalui media massa, tokoh masyarakat, dan figur publik. e. Pengembangan SDM ( sumber daya maanusia ). Upaya ini meliputi kegiatan pendidikan, pelatihan, dan pertemuan. Untuk meningkatkan wawasan, kemauuaan, dan keterampilan, baik petugas kesehatan maupun kelompok – kelompok potensial masyarakat. f. Pengembangan iptek ( ilmu pengetahuan daan teknologi ). Kegiatan bertujuan untuk selalu mengembangkan iptek dalam bidang promosi, informasi, komunikasi, pemasaran, dan advokasi. Yang selalu tumbuh dan berkembang. g. Pengembangan media dan sarana. Kegiatan yang bertujuan mempersenjatai diri dengan penyediaan media dan sarana yang diperlukan untuk mendukung kegiatan promosi kesehatan. h. Pengembangan infrastruktur. Merupakan kegiatan penunjang promosi kesehatan seperti sekretarariat, tim promosi, dan berbagai perangkat promosi kesehatan.
8. Kompotensi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan dalam setiap kegiatan – kegiatannya memerlukan suatu penerapan metode yang tepat dan keterampilan yang sesuai. Keterampilan dan metode yang digunakan berperan besar terhadap ketercapaian atau keberhasilan kegiatan – kegiatan promosi kesehatan yang dilaksanakan. Dengan kata lain, petugas promosi kesehatan harus memiliki kompetensi yang sesuai. Terdapat dua aspek yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan promosi kesehatan. 1. Aspek teknis, misalnya memberikan makanan pada pasien, memberi imunisasi pada anak, mengukur dan mencatat tanda vital, melakukan pemeriksaan fisik, menegakkan diagnosis, dan menciptakan rasa aman serta nyaman pada pasien. 2. Bekerja dengan orang untuk mempromosikan kesehatan dalam banyak situasi yang berbeda dengan tujuan yang berbeda – bedaa pula. Oleh karena itu, memiliki pengetahuan tentang metode – metode khusus dan keterampilan khusus, tentu saja sangat diperlukan sebelum dan saat melakukan kegiatan promosi kesehatan. Menurut Ewles dan Simnett ( 1994 ), setidaknya terdapat enam kompetensi inti dalam promosi kesehatan berikut ini. a. Mengelola, merencankan, dan mengevaluasi. Didalam promosi kesehatan, penting bagi petugas kesehatan untuk memiliki kemampuan mengelola sumber – sumber promosi kesehatan, termasuk uang, bahan, diri sendiri, dan orang lain. b. Komunikasi. Promosi kesehatan adalah mengenai orang sehingga kompetensi berkomunikasi menjadi penting dan mendasar. Kompetensi ini diperlukan dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal, dan masyarakat dalam berbagai cara, baik formal maupun non formal. c. Pendidikan. Pendidikan kesehatan membutuhkan komunikasi yangbaik, selain memerlukan kompetensi edukasional tambahan sehingga seorang pendidik kesehatan dapat bekerja dalam tempat yang berbeda dan memilih serta menggunakan strategi yang tepat untuk tujuan pendidikan yang berbeda – beda. Contoh, pendidikan pasien merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan pencegahan, pendidikan tentang implementasi kebijakan, pendidikan publik merupakan bagian pelaksanaan tindakan kesehatan lingkungan, dan mendidik anggota organisasi dapat merupakan bagian dari aksi politik yang merupakan kunci perubahan sosial. d. Pemasaran dan publikasi. Promotor kesehatan membutuhkan kompetensi dalam pemasaran dan publikasi. Hal ini berguna ketika melakukan kegiatan – kegiatan promosi kesehatan yang memberikan manfaat kepada orang banyak melalui publisitas yang meluas. e. Fasilitas dan jaringan. Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat. Upaya ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti tukar – menukar keterampilan dan informasi, dan membangun kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain. f. Memengaruhi kebijakan dan praktik. Promotor kesehatan sebetulnya berada pada bisnis yang memengaruhi kebijakan dan praktik. Agar dapat memengaruhi kebijakan dan praktik, kita perlu memahami pendistribusian dan penerapan kekuasaan dalam komunitas diberbagai tingkatan, dan mampu menggunakan kemampuan untuk memengaruhi keputusan. 9. Pertimbangan Etika Dalam Promosi Kesehatan a. Dilema Etik dalam Promosi Kesehatan Bottom up atau Top down Dalam kegiatan promosi kesehatan, terdapat persoalan kontrol dan kekuasaan. “ Siapa yang memutuskan apa yang hendak di laksanakan? Siapa yang menetapkan agenda? Apakah bottom up atau top down?” dengan kata lain, pilihannya tampak terkutub, tetapi dalam praktiknya, tidak sesederhana itu. Hal ini dapat dipertimbangkan pada tingkat yang berbeda – beda, yakni pada tingkat individu, kelompok, masyarakat, dan pada tingkat nasional. Menurut Ewles dan simnet ( 1994 ), terdapat kelemahan atau bahaya bila masyarakat umum dilibatkan dalam promosi kesehatan pada tingkat lokal, karena penduduk setempat dapat dimanipulasi mengubah agenda mereka agar sesuai dengan keinginan promotor kesehatan. Akan tetapi, hal yang lebih penting, promotor kesehatan bertanggung jawab meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan, memberi informasi tentang kesehatan, dan mewujudkan harapan akan perubahan. 10. Kode Etik Praktik Promosi Kesehatan Banyak profesi memiliki kode etik praktik yang memang membantu. Ewles dan Simnett ( 1994 : 71 – 73 ), menyarankan beberapa pertimbangan sebagai gerakan menuju kode etik praktik bagi promotor kesehatan. 1. Hubungan dengan klien a. Lebih baik berkonsultasi dengan klien ketika merencanakan dan mengevaluasi kegiatan promosi kesehatan, jika memungkinkan b. Promosi harga diri dan otonomi diantara kelompok – kelompok klien harus merupakan prinsip mendasar dari semua praktik promosi kesehatan c. Semua praktik promosi kesehatan harus mendorong sikap saling menghargai, tanpa memandang umur, kemampuan, kecacatan, suku, agama, gender, dan melawan diskriminasi jika ada. Promotor kesehatan akan mendukung prinsip pemberian kesempatan yang sama dan mengambil langkah positif untuk mengurangi ketidakmerataan dalam kesehatan atau pelayanan kesehatan. 2. Kepedulian terhadap determinan sosial dan lingkungan a. Semua program promosi kesehatan harus peka terhadap kerangka sosial, ekonomi, ras, dan budaya dari kelompok klien yang menjadi sasaran. b. Semua kegiatan promosi kesehatan harus memahami bahwa determinan sosial, ekonomi, dan lingkungan terhadap kesehatan sering berada di luar kontrol individu, dan harus berupaya mempertimbangkan determinan – determinan ini. c. Promosi kesehatan akan efektif jika kegiatan promosi kesehatan memasukkan metode – metode yang mendorong keterlibatan dan partisipasi masyarakat umum.
3. Praktik promosi kesehatan
a. Evaluasi yang memadai adalah komponen penting dari semua kegiatan promosi kesehatan dan harus dilakukan dalam integritas yang baik. Evaluasi harus memerhatikan input ( masukan ), proses, dan outcome ( hasil ) jangka pendek dan jangka panjang, agar dapat membantu memodifikasi kegiatan di masa yang akan datang. b. Promotor kesehatan harus mendorong semua pelayanan dan organisasi untuk mempertimbangkan peran promosi kesehatan mereka dan mengadobsi kode etik praktik. c. Promotor kesehaan mempunyai tanggung jawab untuk memastikan arus informasi yang akurat dan tepat tentang hal – hal kesehatan antara masyarakat umum, profesional, dan lembaga – lembaga lokal dan nasional. 4. Pertimbangan – pertimbangan etis a. Promotor kesehatan tidak akan secara sengaja menunda layanan atau informasi, dilihat dari status pengetahuan sekarang yang dapat memberi manfaat kepada klien. b. Promotor kesehatan akan menghargai kerahasiaan informasi yang akan mereka akses, kecuali atas permintaan hukum dan demi kepentingan klien. c. Promotor kesehatan tidak melakukan kegiatan promosi kesehatan yang bukan kompetensinya. 11. Hambatan – hambatan dalam penyelenggaraan promosi kesehatan Penelitian tentang tujuan kesehatan selama setahun 1990-an ( di amerika ) memperlihatkan semakin pentingnya promosi kesehatan. Menurut Taylor ( 1991 ), hambatan dalam penyelenggarakan tersebut diuraikan berikut ini. a. Struktur dan sikap medical establishment. Hal ini berarti lebih mendorong penyembuhan daripada mencegah, akibatnya upaya pendidikan, pencegahan, dan promosi kesehatan diabaikan. Lebih lanjut, kadang – kadang menemukan orang yang berisiko memerlukan waktu serta biaya dan bagi seorang dokter lebih meudah memberikan pengobatan kepada para pasien untuk menurunkan tekanan darah daripada meyakinkan pasien untuk berhenti merokok. b. Hambatan individual. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan dan persepsi resiko. c. Jaringan koperasi dan perencanaan yang rumit. Yang ini mencakup pelaku riset dan praktisi dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda, serta policy makers ( pembuat kebijakan ) pada masing – masing tingkat. Sebelum program dianggap efektif, diprlukan studi, perencanaan yang cermat, pelaksanaan, dan penilaian, kemudian direncanakan kembali. DAFTAR PUSTAKA