Anda di halaman 1dari 27

[Type text]

SEJARAH PROMOSI KESEHATAN

Sebelum istilah promosi kesehatan diperkenalkan, masyarakat lebih mengenal istilah


pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan menurut Green (1980) adalah “any combination of
learning’s experiences designed to facilitate voluntary adaptations of behavior conducive to
health” (kombinasi dari pengalaman pembelajaran yang didesain untuk memfasilitasi adaptasi
perilaku yang kondusif untuk kesehatan secara sukarela).

Definisi pendidikan kesehatan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan tidak


hanya sekedar memberikan informasi pada masyarakat melalui penyuluhan. Definisi pendidikan
kesehatan tersebut menunjukkan bahwa pengalaman pembelajaran meliputi berbagai macam
pengalaman individu yang harus dipertimbangkan untuk memfasilitasi perubahan perilaku yang
diinginkan. Istilah pendidikan kesehatan tersebut seringkali disalahartikan hanya meliputi
penyuluhan kesehatan saja sehingga istilah tersebut saat ini lebih populer diperkenalkan dengan
istilah promosi kesehatan.

Tahun 1984, World Health Organization (WHO) mengubah istilah pendidikan kesehatan
menjadi promosi kesehatan. Perbedaan kedua istilah tersebut yaitu pendidikan kesehatan
merupakan upaya untuk mengubah perilaku sedangkan promosi kesehatan selain untuk
mengubah perilaku juga mengubah lingkungan sebagai upaya untuk memfasilitasi ke arah
perubahan perilaku tersebut.

Istilah Health Promotion (promosi kesehatan) ini secara resmi disampaikan pada
Konferensi Internasional tentang Health Promotion di Ottawa, Kanada padattahunm1986. Pada
Konferensi tersebut health promotiondidefinisikan sebagai “the process of enabling peoples to
increase controls over, and to improved their health” yaitu proses yang memungkinkan seseorang
untuk mengontrol dan meningkatkan kesehatan. Definisi ini mengandung pemahaman bahwa
upaya promosi kesehatan membutuhkan adanya kegiatan pemberdayaan masyarakat sebagai cara
untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan baik perorangan maupun
masyarakat.

Pada tahun 1994 Indonesia mendapat kunjungan dari Direktur Health Promotion WHO
yaitu Dr. Ilona Kickbush. Kemudian Indonesia ditunjuk sebagai penyelenggara Konferensi
Internasional Health Promotion yang keempat sehingga Depkes berupaya untuk menyamakan
konsep dan prinsip tentang promosi kesehatan serta mengembangkan beberapa daerah menjadi
daerah percontohan.

Dengan demikian, penggunaan istilah promosi kesehatan di Indonesia pada dasarnya


mengacu pada perkembangan dunia internasional. Konsep promosi kesehatan tersebut ternyata
juga sesuai dengan perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia yaitu mengarah pada
paradigma sehat (Nurianti, 2015).

1
[Type text]

Visi, misi, dan strategi promosi kesehatan di Indonesia sudah sangat yang jelas sebagai
suatu lembaga atau institusi atau suatu program. Melalui visi dan misi tersebut lembaga atau
program memiliki arah dan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, visi promosi kesehatan di
Indonesia tidak terlepas dari visi pembangunan kesehatan di Indonesia, seperti yang terdapat
dalam Undang-Undang Kesehatan RI No. 366 Tahun 2009, yaitu:

“Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi–tingginya, sebagai investasi sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi”.

Promosi kesehatan yang menjadi bagian dari program kesehatan masyarakat di Indonesia harus
mampu mewujudkan visi pembangunan kesehatan di Indonesia, sehingga promosi kesehatan
dapat dirumuskan sebagai “Masyarakat yang mau dan mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya”. Adapun visi promosi kesehatan menurut Fitriani (2011), yaitu:

a) Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya

b) Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatannya

c) Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan kesehatannya.

Memelihara kesehatan artinya mau dan mampu dalam melakukan pencegahan penyakit serta
melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan. Selain itu, kesehatan perlu ditingkatkan
karena derajat kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat itu bersifat dinamis
‘tidak statis’.

Diperlukan upaya untuk mewujudkan visi promosi kesehatan tersebut agar masyarakat
mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Upaya-upaya yang harus
dilakukan untuk mencapai visi tersebut disebut misi promosi kesehatan.

PENGERTIAN PROMOSI KESEHATAN

Menurut WHO (dalam Fitriani, 2011), promosi kesehatan sebagai “The process of
enabling individuals and communities to increases control over the determinants of health and
there by improve their health” (proses yang mengupayakan individu dan masyarakat untuk
meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan faktor kesehatan sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatannya).

2
[Type text]

Promosi kesehatan merupakan revitalisasi dari pendidikan kesehatan pada masa yang
lalu, di mana dalam konsep promosi kesehatan tidak hanya merupakan proses penyadaran
masyarakat dalam hal pemberian dan peningkatan pengetahuan dalam bidang kesehatan saja,
tetapi juga sebagai upaya yang mampu menjembatani perubahan perilaku, baik di dalam
masyarakat maupun dalam organisasi dan lingkungannya. Perubahan lingkungan yang
diharapkan dalam kegiatan promosi kesehatan meliputi lingkungan fisik-nonfisik, sosial-budaya,
ekonomi, dan politik.

Promosi kesehatan adalah perpaduan dari berbagai macam dukungan baik pendidikan,
organisasi, kebijakan, dan peraturan perundang-undangan untuk perubahan lingkungan (Mubarak
dkk., 2007).

Promosi kesehatan merupakan istilah yang saat ini banyak digunakan dalam kesehatan
masyarakat dan telah mendapatkan dukungan kebijakan dari pemerintah dalam melaksanakan
kegiatannya.

Definisi promosi kesehatan juga tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah,
disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah “upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar merekan dapat
menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan”.

TUJUAN DAN STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

Tujuan promosi kesehatan adalah meningkatkan kemampuan baik individu, keluarga,


kelompok dan masyarakat agar mampu hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan yang
bersumber masyarakat serta terwujudnya lingkungan yang kondusif untuk mendorong
terbentuknya kemampuan tersebut (Notoatmodjo, 2012).

Upaya untuk mewujudkan promosi kesehatan dapat dilakukan melalui strategi yang baik.
Strategi adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam promosi
kesehatan sebagai penunjang dari program-program kesehatan yang lainnya, seperti kesehatan
lingkungan, peningkatan status gizi masyarakat, pemberantasan penyakit menular, pencegahan
penyakit tidak menular, peningkatan kesehatan ibu dan anak, serta pelayanan kesehatan
(Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan Piagam Ottawa (1984), misi promosi kesehatan dapat dilakukan


menggunakan 3 strategi yang dijelaskan sebagai berikut.

1) Advokasi (advocate)
Kondisi politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, perilaku dan faktor biologis
dapat memengaruhi kesehatan seseorang. Promosi kesehatan berupaya untuk

3
[Type text]

mengubah kondisi tersebut sehingga menjadi kondusif untuk kesehatan masyarakat


melalui advokasi. Kegiatan advokasi ini tidak hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan, tetapi juga dapat dilakukan oleh masyarakat sasaran kepada para
pemangku kebijakan dari berbagai tingkat atau sektor terkait dengan kesehatan.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk meyakinkan para pemangku kebijakan bahwa
program kesehatan yang akan dijalankan tersebut penting dan membutuhkan
dukungan kebijakan atau keputusan dari pejabat tersebut.

2) Mediasi (mediate)

Promosi kesehatan juga mempunyai misi sebagai mediator atau menjembatani antara
sektor kesehatan dengan sektor yang lain sebagai mitra. Hal ini dikarenakan faktor yang
memengaruhi kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja. Promosi
kesehatan membutuhkan upaya bersama dari semua pihak baik dari pemerintah, sektor
kesehatan, sektor ekonomi, lembaga nonprofit, industri, dan media. Dengan kata lain promosi
kesehatan merupakan perekat kemitraan di bidang pelayanan kesehatan. Kemitraan sangat
penting sebab tanpa kemitraan sektor kesehatan tidak akan mampu menangani masalah
kesehatan yang begitu kompleks dan luas. Promosi kesehatan di sini bertanggung jawab untuk
memediasi berbagai kepentingan berbagai sektor yang terlibat untuk meningkatkan status
kesehatan masyarakat. Sehingga, strategi dan program promosi kesehatan harus
mempertimbangkan kebutuhan lokal dan memungkinkan berbagai sektor baik di lingkup
regional, nasional maupun international untuk dapat terlibat di dalamnya.

2) Memampukan (enable)
Promosi kesehatan berfokus pada keadilan dan pemerataan sumber daya kesehatan
untuk semua lapisan masyarakat. Hal ini mencakup memastikan setiap orang di
masyarakat memiliki lingkungan yang kondusif untuk berperilaku sehat, memiliki
akses pada informasi yang dibutuhkan untuk kesehatannya, dan memiliki
keterampilan dalam membuat keputusan yang dapat meningkatkan status kesehatan
mereka. Prinsip promosi kesehatan di sini adalah masyarakat mampu untuk memiliki
control terhadap determinan yang dapat memengaruhi kesehatan mereka. Sesuai
dengan visi promosi kesehatan yaitu mau dan mampu memelihara serta meningkatkan
kesehatannya, promosi kesehatan mempunyai misi utama untuk memampukan
masyarakat. Hal ini berarti, dalam kegiatan promosi kesehatan harus dapat
memberikan keterampilan-keterampilan kepada masyarakat agar mereka mampu
mandiri di bidang kesehatan baik secara langsung atau melalui tokoh-tokoh
masyarakat. Telah diketahui bersama bahwa kesehatan dipengaruhi oleh banyak
faktor dari luar kesehatan, seperti sosial, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Oleh
sebab itu, keterampilan masyarakat di bidang ekonomi (pertanian, peternakan,
perkebunan), pendidikan dan sosial lainnya juga perlu dikembangkan melalui
promosi kesehatan dalam rangka memberdayakan masyarakat di bidang kesehatan.

4
[Type text]

Strategi promosi kesehatan menurut WHO (1994) secara global terdiri dari 4 hal
sebagai berikut.
a. Advokasi (advocacy)
Advokasi merupakan kegiatan membuat keputusan sebagai bentuk
memberikan bantuan kepada masyarakat dari penentu kebijakan dalam bidang
kesehatan maupun sektor lain di luar kesehatan yang mempunyai pengaruh
terhadap masyarakat.
Advokasi adalah upaya untuk meyakinkan orang lain agar membantu atau
mendukung terhadap tujuan yang diinginkan. Dalam konteks promosi
kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau
penentu kebijakan di berbagai sektor dan tingkat sehingga para pejabat
tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan.
Dukungan dari para pejabat pembuat keputusan dapat berupa kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan
pemerintah, surat keputusan, surat instruksi, dan sebagainya. Kegiatan
advokasi memiliki bermacam-macam bentuk, baik formal maupun informal.
Advokasi dalam bentuk formal seperti penyajian atau presentasi dan seminar
tentang usulan program nyang diharapkan mendapat dukungan dari pejabat
terkait. Sedangkan kegiatan advokasi dalam bentuk informal seperti
mengunjungi pejabat yang relevan dengan program nyang diusulkan, yang
secara tidak langsung bermaksud untuk meminta dukungan, baik dalam
bentuk kebijakan, dan/atau fasilitas lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapati disimpulkan bahwa advokasi adalah
kegiatan untuk mendapatkan dukungan dari para pejabat baik eksekutif dan
legislatif di berbagai tingkat dan sektor yang terkait dengan masalah
kesehatan.
b. Dukungan sosial (social support)
Promosi kesehatan akan mudah dilakukan jika mendapat dukungan dari
berbagai lapisan yang ada di masyarakat. Dukungan dari masyarakat dapat
berasal dari unsur informal, seperti tokoh agama dan tokoh adat yang
mempunyai pengaruh di masyarakat serta unsur formal, seperti petugas
kesehatan dan pejabat pemerintah. Tujuan utamanya agar para tokoh
masyarakat sebagai perantara antara sektor kesehatan sebagai pelaksana
program kesehatan dan masyarakat sebagai penerima program kesehatan.
Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melalui tokoh masyarakat pada
dasarnya adalah untuk mensosialisasikan program-program kesehatan agar
masyarakat menerima dan mau berpartisipasi terhadap program tersebut.
Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya membina
suasana yang kondusif terhadap kesehatan.

5
[Type text]

Bentuk kegiatan dukungan sosial ini antara lain: pelatihan-pelatihan tokoh


masyarakat, seminar, lokakarya, bimbingan kepada tokoh masyarakat dan
sebagainya. Dengan demikian, sasaran utama dukungan sosial atau bina
suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai tingkat.
c. Pemberdayaan masyarakat (empowerment)
Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada
masyarakat secara langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah
mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri (visi promosi kesehatan). Kegiatan pemberdayaan di
masyarakat sering disebut gerakan masyarakat untuk kesehatan. Bentuk
kegiatan pemberdayaan dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan, antara
lain penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat
dalam bentuk koperasi atau pelatihan-pelatihan untuk kemampuan
peningkatan pendapatan keluarga (incomes generating skill).
Dengan meningkatkan kemampuan ekonomi keluarga, akan berdampak
terhadap kemampuan dalam pemeliharaan kesehatan, sebagai contoh yaitu
terbentuknya pos obat desa, terbentuknya dana sehati, berdirinya polindes, dan
sebagainya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sasaran pemberdayaan
masyarakat adalah masyarakat itu sendiri.
Strategi dalam melaksanakan upaya promosi kesehatan juga telah dirumuskan
dalam Ottawa Charter ‘Piagam Ottawa’. Dalam Piagam Ottawa tersebut
disebutkan bahwa upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat dilakukan
melalui kegiatan sebagai berikut.
1) Kebijakan berwawasan kesehatan (healthy public policy)
Kegiatan promosi kesehatan tidak hanya menyangkut kegiatan yang
dilakukan oleh sektor kesehatan. Promosi kesehatan membutuhkan
semua upaya yang ada untuk bermuara ke kesehatan.
Dengan kata lain, arah kebijakan dalam bentuk peraturan, perundangan,
maupun surat-surat keputusan yakni agar selalu berwawasan atau
berorientasi kepada kesehatan masyarakat. Contohnya adalah adanya
peraturan atau undang-undang yang mengatur adanya analisis dampak
lingkungan untuk mendirikan perusahaan, rumah sakit, dan sebagainya.
Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat publik harus
memerhatikan dampaknya terhadap lingkungan kesehatan masyarakat.
2) Lingkungan yang mendukung (supporting environment)
Setiap aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat harus memerhatikan
dampak pada lingkungan sekitar agar mempermudah pelaksanaan
kegiatan promosi kesehatan.

6
[Type text]

PEMBIAYAAN KESEHATAN

Definisi Pembiayaan Kesehatan

Proses pelayanan kesehatan tidak bisa terlepas dari pembiayaan kesehatan. Pembiayaan
kesehatan adalah besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untukdimanfaatkan dalam
upaya kesehatan sesuai dengan kebutuhan perorangan, kelompok dan masyarakat (Setyawan,
2015).
Sistem kesehatan nasional, pembiayaan kesehatan adalah penataan sumber daya
keuangan yang mengatur penggalian, pengalokasian dan membelanjakan biaya kesehatan dengan
prinsip efisiensi, efektif, ekonomis, adil, transparan akuntabel dan berkelanjutan
untukmeningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pembiayaan yang dialokasikan untuk kesehatan dikatakan baik apabila dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan, jumlahnya mencukupi dan
dapat dimanfaatkan sebagai mana mestinya sehingga tidak terjadi pembengkakan biaya yang
berlebihan.
Semakin maju suatu negara, semakin besar belanja publik untuk kesehatan. Sampai 2014,
belanja APBN Kementerian Kesehatan masih 2 persen dari total APBN. Kecilnya alokasi
pendanaan di Indonesia oleh karena
1) Tax ratio Indonesia kurang dari 13 persen sedangkan negara- negara maju dan menengah
keatas sudah mencapai 20 persen.
2) 10 Komitmen pemerintah Indonesia belum memberikan prioritas dalam alokasi dana untuk
kesehatan publik.
Pembiayaan kesehatan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan juga status kesehatan
masyarakat. Era desentralisasi saat ini pembiayaan kesehatan daerah untuk alokasi biaya
kesehatan sebesar 10 persen dari dana APBD di luar gaji sesuai ketentuan pasal 171 ayat 2 dalam
Undang-Undang Kesehatan nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Pembiayaan kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu


1) Pemakai jasa pelayanan, yaitu besarnya dana yang dapat dimanfaatkan untuk jasa
pelayanan.
2) Pemberi layanan kesehatan, yaitubesarnya dana yang harus dialokasikan untuk mampu
menyelenggarakan berbagai kegiatan kesehatan (Ezer, 2017).
Berdasarkan pembagian layanan kesehatan, pembiayaan kesehatan dapat dibedakan atas
1) Biaya pelayanan kedokteran, yaitu biaya yang dimanfaatkan dalam upaya untuk
menyelenggarakan dan atau menggunakan pelayanan kedokteran dengan harapan untuk
mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.
2) Biaya layanan kesehatan masyarakat, yaitu biaya yang dibutuhkan dalam upaya untuk
menyelenggarakan dan atau menggunakan layanan kesehatan masyarakat dengan tujuan
utamanya adalah untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.
Faktor utama pembiayaan kesehatan mencakup beberapa aspek
1) Kecukupan / adequacydan keberlanjutan pembiayaan kesehatan baik pada tingkat
pusat maupun kabupaten yang dilakukan dalam langkah mobilisasi sumber-sumber pembiayaan,

7
[Type text]

kesinambungan fiscal spacedalam anggaran kesehatan nasional serta peningkatan kolaborasi


inter sektoral untuk mendukung pembiayaan kesehatan.
2) Pengurangan biaya out of pocketdan meminimalisir hambatan pembiayaan untuk
memperoleh layanan kesehatan terutama masyarakat yang tidak mampu dan rentan, yang
dilakukan melalui promosi pemerataan akses dan pemerataan pembiayaan serta utilisasi
pelayanan, pencapaian universal coverage, penguatan jaminan kesehatan masyarakat miskin dan
rentan.
3) Peningkatan efektifitas dan efisiensi pembiayaan kesehatan yang dilakukan melalui
kesesuaian tujuan kesehatan nasional dengan reformasi pembiayaan yang diterjemahkan dalam
instrumen anggaran operasional dan rencana pembiayaan serta penguatan kapasitas manajemen
perencanaan anggaran, pemberi pelayanan kesehatan serta pengembangan best practices (Idris,
2010).
Fungsi Pembiayaan

Sistem Kesehatan Nasional 2012 menyatakan bahwa pembiayaan kesehatan di Indonesia


memiliki beberapa fungsi diantaranya:
1) Penggalian dana dalam kegiatan-kegiatan pokok puskesmas antara lain upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan.Penggalian dana adalah kegiatan yang
menghimpun dana atau anggaran yang dibutuhkan dalam keberlangsungan kegiatan-kegiatan
kesehatan dan atau pemeliharaan kesehatan. Sistem kesehatan yang baik adalah mengumpulkan
dana yang memadai dalam upaya untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan serta
memastikan semua masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan
melindungi masyarakat dari kebangkrutan akibat pembayaran akibat menerima layanan
kesehatan
2) Alokasi dana adalah penetapan peruntukanpemakaian dana yang telah berhasil
dihimpun baik yang bersumber dari pemerintah maupun dunia usaha. Dana yang dihimpun
tersebut akan dibayarkan ke provider kesehatan.
3)Pembelanjaan, adalah pemanfaatan alokasi anggaran yang telah dianggarkan sesuai
kebutuhan pelayanan kesehatan dan prioritas untuk berbagai intervensi pelayanan kesehatan dan
atau dilakukan melalui jaminan pemeliharaan kesehatan wajib atau sukarela.
Permasalahan pendanaan kesehatan daerah diantaranya:
1) Kecenderungan menganggarkan kesehatan untuk belanja fisik lebih banyak (membeli alat,
pembangunangedung, pengadaan kendaraan dan lain-lain).
2) Anggaran operasional berupa kegiatan langsung pengaruhnya terhadap kinerja, yaitu kegiatan
pelayanan individu atau kegiatan kesehatan masyarakat di lapangan. Contoh kegiatan
operasional antara lain gaji/upah, obat dan bahan medis non medis / alat tulis kantor, makanan
minuman, listrik, air, telepon, perjalanan dan lain-lain. Contoh kegiatan langsung seperti
pelayanan ANC (antenatal care), pengobatan, imunisasi, penyemprotan nyamuk, penyuluhan
masyarakat, pengamatan tempat-tempat umun, dan lain-lain.
3) Dampak dari dana dekonsentrasi adalah pegawai meninggalkan pekerjaannya selama beberapa
hari karena mengikuti kegiatan peningkatan kapasitas di provinsi.
4) Kecenderungan pelayanan kesehatan digratiskan untuk seluruh masyarakat. Pada masa
sekarang belum bisa diterapkan karena menyesuaikan dengan pendapatan asli daerah masing-
masing.

8
[Type text]

5) Ketergantungan pada sistem Out Of Pocket (OOP), potensial menyebabkan keluarga menjadi
miskin saat mengalami sakit berat karena biaya sendiri dan mahal berakibat malapetaka
keuangan rumah tangga (financial cathastropic).
6) Realisasi anggaran yang terlambat, telah berlangsung kronis dan berdampak pada kinerja
program sehingga perencanaan lebih cepat direalisasikan melalui kegiatan-kegiatan tidak
langsung seperti pelatihan-pelatihan, pertemuan dan lainnya yang dapat menyerap anggaran
cepat namun tidak segera dapat meningkatkan kinerja program kesehatan (Pusat KEKKFKM-UI
dan PPJK, 2016).
Permasalahan pendanaan kesehatan secara umum karena kurangnya dana tersedia untuk
kegiatan program kesehatan, pemanfaatan dana yang ada belum sesuai yaitu lebih
mengutamakan untuk pelayanan kuratif dibanding untuk pelayanan promotif dan preventif, lebih
banyak di pergunakan untuk daerah perkotaan, dalam hal pengelolaan pembiayaan belum
sempurna serta biaya kesehatan dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Sumber Pembiayaan Kesehatan

Sumber pembiayaan di bidang kesehatan terdiri dari empat sumber utama yaitu
1) pemerintah,
2) swasta,
3) masyarakat dalam bentuk fee for servicesdan asuransi,
4) sumber-sumber lain dalam bentuk hibah dan pinjaman luar
negeri (Muninjaya, 2004).

Pembiayaan kesehatan berbeda antara satu negara dengan negara lainnya dan secara garis
besar dibedakan antara lain, yakni
1) bersumber dari angggaran pemerintah yaitu seluruh pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah dan tidak ditemukan pelayanan
kesehatan oleh swasta,
2) sebagian ditanggung oleh masyarakat, beberapa negara melibatkan masyarakat dalam
memberikan kontribusi pembiayaan kesehatan yaitu masyarakat diharuskan iur biaya terhadap
layanan kesehatan yang diterimanya (Aswar, 2010).

Sumber pembiayaan kesehatan di kabupaten/kota adalah sebagai berikut 1) Pemerintah 2)


Non pemerintah.
Sumber pembiayaan dari pemerintah meliputi:
a. Pemerintah Pusat : dari dana tugas pembantuan (TP), dana kesehatan pendudukmiskin,
bantuanoperasional kesehatan (BOK), bantuan (hutang, hibah).
b. Pemerintah Provinsi : dari dana dekonsentrasi dan pendapatan asli daerah (PAD) provinsi.
c. Pemerintah Kabupaten/Kota : dari DAU (dana alokasi umum, DAK (dana alokasi khusus),
PAD, BLUD, dana kesehatan penduduk miskin,penerimaan fungsional yang ditahan.
d. Lain-lain : dari pelayanan kesehatan TNI/Polri, pelayanan kesehatan kementerian dan
pelayanan kesehatan milik BUMN/BUMD serta subsidi premi PNS.

9
[Type text]

Sedangkan sumber pembiayaan dari non pemerintah antara lain dari rumah tangga,
pelayanankesehatan milik swasta, yayasan/LSM/Donor dan perusahaan swasta (Pusat
KEKKFKM-UI dan PPJK, 2016). Sumber pembiayaan dari pusat yang sudah dialokasikan untuk
di Kabupaten berupa dana bantuan operasional kesehatan pemanfaatannya mengikuti mekanisme
APBD (Perbup, 2015)

Health Account

Health account erat kaitannya dengan belanja kesehatan yakni proses pencatatan dan
klasifikasi data untuk menggambarkan aliran belanja dalam penyelenggaraan sistem kesehatan
sebagai monitoring transaksi.
Konsep health account adalah menjawab dari beberapa pertanyaan mendasar yakni dari
mana sumber dana, yang mengelola, yang dibayar, fungsi yang dilakukan, berupa apa saja yang
dibeli untuk manfaat tersebut, masuk dalam kegiatan program mana, pada jenjang apa fungsi
tersebut dilaksanakan dan kelompok mana yang mendapat manfaat (Pusat KEKKFKM-UI dan
PPJK, 2016).
Health account diperlukan untuk mempelajari pengeluaran masa lalu secara retrospektif,
meningkatkan sistem akuntabilitas perencanaan dan alokasi sumber daya yang bertujuan
membantu negara-negara dalam melindungi rakyatnya dari ancaman pengeluaran biaya
kesehatan, mengurangi ketidak seimbangan dalam kesehatan pada program jaminan kesehatan
nasional.
Fokus health accountdalam reformasi pembiayaan kesehatan diantaranya 1)
desentralisasi fiskal (DHA), 2) Klien membayar tarif pada saat menggunakan pelayanan, 3)
pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin, 4) alokasi pembiayaan publik dan 5) asuransi
kesehatan.

National Health Account (NHA)

Badan dunia (WHO dan OECD) menyarankan agar masing-masing negara membuat
pencatatan dan analisis pada pembiayaan kesehatan.Ruang lingkup pencatatan, analisis dan
pelaporan data pembiayaan kesehatan di tingkat nasional disebut NHA dan pada level provinsi
disebut PHA (provincial health account) sedangkan pada tingkat kabupaten/kota disebut DHA.

10
[Type text]

Konsep NHA terdiri dari empatpertanyaan mendasar yakni : 1) sumber pembiayaan yang
datang dari mana, 2) aliran sumber tersebut kemana saja, 3) jenis pelayanaan yang diberikan apa
saja dan 4) siapa yang mendapatkan manfaat tersebut.
NHA adalah potret mengenai kondisi pembiayaan kesehatan di Indonesia berdasarkan
data dan analisis yang berisikan laporan data yang akurat dan valid yang dapat dimanfaatkan
sebagai informasi dasar dalam perencanaan dan penyusunan kebijakan berbasis bukti. Di
beberapa negara seperti Afrika NHA digunakan untuk menghasilkan informasi dan bukti tentang
kondisi pembiayaan kesehatan yang berkeadilan, efisiensi dan berkelanjutan (World
Health Organization, 2014). Tujuan pendekatan NHA adalah untuk mengetahui data pembiayaan
kesehatan yang tepat dalam setahun dan juga untuk menghubungkan antara output kesehatan dan
pengeluaran anggaran dalam setiap tahun secara berkelanjutan. NHA dapat digunakan dalam
manajemen untuk meningkatkan kinerja sistem kesehatan.
Data NHA dapat memberikan bukti penggunaan sumber daya sesuai prioritas dan fungsi
kesehatan dalam meningkatkan anggaran kesehatan 2-3 persen PDB (Rout.K.S, 2012). Di
beberapa negara yang menerapkan NHA menemukan berbagai masalah diantaranya 1) pelaporan
NHA belum teratur, 2) permintaan data NHA dalam membuat kebijakan masih dibatasi yakni
hanya untuk data kesejahteraan keluarga dan pelayanan kesehatan saja, 3) staf tehnis yang
bertugas mengelola data NHA belum memiliki keahlian tehnisdalam masalah kesehatan dan
bukan berasal dari kalangan kesehatan.
Perhitungan NHA di Indonesia bertujuan : 1) mengetahui sumber daya kesehatan yaitu
siapa yang diberikan pelayanan kesehatan dan siapa yang membayar pelayanan tersebut, 2)
sebagai alat dalam perencanaan, pengembangan dan pengawasan pembiayaan kesehatan
nasional.
Hasil NHA dapat dimanfaatkan untuk membandingkan pembiayaaan kesehatan antar
negara yang selanjutnya dapat dikaitkan dengan kinerja pembangunan kesehatan masing-masing
sertauntuk menyusun kebijakan pembiayaan kesehatan.

District Health Account

DHA adalah suatu instrumen yang didalamnya terdapat data lengkap dan akurat tentang
sumber-sumber dan pengeluaran pembiayaan kesehatan, jenis pelayanan kesehatan apa saja yang
menggunakan biaya kesehatan serta yang membayar biaya kesehatan tersebut siapa saja di
tingkat kabupaten/kota.
Di Indonesia, DHA sangat penting untuk NHA dan PHA karena sangat sulit melakukan
health accountsecara sentralitas mencapai lebih dari 514 kabupaten/kota (Pusat KEKKFKM-UI
dan PPJK, 2016). DHA menghasilkan data yang dapat dimanfaatkan untuk bahan advokasi
kepada pengambil kebijakan dengan harapan dapat memperbaiki kelemahan/kekurangan sistem
pembiayaan, antara lain 1) meningkatkan alokasi pembiayaan kesehatan, 2) mengutamakan
/mengarahkan anggaran pembiayaan pada masalah kesehatan prioritas, 3) mengarahkan anggaran
pada intervensi dan kegiatan yang lebih “cost effective”, 4) mengembangkan sistem asuransi dan
lain-lain.
DHA merupakan potret pembiayaan kesehatan di kabupaten/kota yang merupakan salah
satu alat evaluasi dan analisis tentang kondisi pengalokasian dan pemanfaatan pembiayaan

11
[Type text]

kesehatan di kabupaten/kota. Potret pembiayaan kesehatan yang menggambarkan ciri suatu


belanja kesehatan harus ditelaah dan diberikan identitas masing-masing.
Dalam DHA, ada sembilan dimensi yang menggambarkan ciri suatu belanja kesehatan
diantaranya sebagai berikut (Pusat KEKKFKM-UI dan PPJK, 2016).
1. Financial Sources (Sumber biaya), yaitu sumber pembiayaan yang berasal dari
pemerintah maupun non pemerintah. Dana pemerintah menurut kewilayahan
a. APBN (Dekonsentrasi, BOK)
b. APBD (Provinsi, Kabupaten : DAU, DAK, PAD, BLUD, Kapitasi JKN, pinjaman
dan hibah luar negeri,
c. BPJS Kesehatan
d. BPJS Ketenagakerjaan.
Dana non pemerintah antara lain biaya pelayanan kesehatan perusahaan swasta (kesehatan
karyawan dan CSR kesehatan), belanja kesehatan rumah tangga (cost-sharing, out ofpocket),
yayasan/lembaga sosial masyarakat, dana swasta.

2 Financial Agent (Pengelola pembiayaan), adalah instansi yang menerima dan


memanfaatkan sumber biaya untuk membayar atau membeli barang dan jasa pelayanan,
terdiri dari pemerintah (pusat,daerah), perusahaan asuransi, yayasan/lembaga social
(nirlaba), rumah tangga.
3 Health Providers (Penyedia Pelayanan), yaitu institusi yang memperoleh dan
menggunakan dana untuk memproduksi barang dan jasa pelayanan atau melaksanakan
program kesehatan (RS,unit pelayanan kesehatan pencegahan/kesehatan masyarakat,
penyedia admin istrasi kesehatan dan pembinaan).
4 Function of Health Care (Fungsi), adalah semua aktifitas yang berdampak untuk
memelihara, memperbaiki dan mencegah status kesehatan antara lain pelayanan
pencegahan dan kesehatan masyarakat, pelayanan kuratif, rehabilitatif, alat dan bahan
medis, pelayanan rawat jangka panjang, pelayanan penunjang dan tata kelola sistem
kesehatan dan administrasi pembiayaan kesehatan.
5 Programs (Program), dalam klasifikasi health accountyang dikembangkan oleh
WHO/OECD jenis program yang dilaksanakan penyedia pelayanan kesehatan di banyak
negara antara lain : program upaya kesehatan masyarakat, program upaya kesehatan
individu, program penguatan sistem kesehatan. Dan di Indonesia klasifikasi program
tersebut tercermin pada :
a. Standar pelayanan minimal (SPM),
b. Pembagian urusan kepemerintahan (UU no.23/2014),
c. Program-progran yang tercantum dalam Permendagri 13/2006 dan 59/2008
dan 21/2011,
d. Program-program dalam SDGs (2016-2030).

6 Health Activities (Jenis Kegiatan), yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemberi


layanan secara langsung maupun tidak langsung dalam sektor kesehatan.
7 Health Inputs (Mata Anggaran), adalah jenis input yang dibeli oleh pelaksana program
pelayanan kesehatan termasuk

12
[Type text]

1. barang modal (gedung, alat kesehatan, alat non kesehatan, fellowship untuk staf
dan lain-lain),

2. biaya operasional (tenaga, obat, bahan medis non medis, makanan, listrik, air,
telepon, perjalanan dan lain-lain),

3. biaya pemeliharaan (gedung, alat, pelatihan dan lain-lain).

8 Level of Activities (TingkatanKegiatan), yaitujenjang administratif dimana kegiatan


tersebut dilaksanakan, misalnya di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan,
desa/masyarakat.
9 Health Beneficiaries (Penerima Manfaat), adalahkelompok masyarakat yang mendapat
manfaat dari barang dan jasa kesehatan yang dibiayai. Health beneficiaries menurut
kategori antara lain
1. Ciri demografi (bayi (0-<1 tahun), balita (1-5 tahun), anak sekolah (6-12 tahun),
remaja (13-18 tahun), usia produktif (19-64 tahun), usia lanjut (65 tahun keatas),
2. Tingkat ekonomi (miskin, non miskin),
3. Geografi (kota, desa, daerah terpencil dan lain-lain).

13
[Type text]

Pelayanan Kesehatan

Definisi dari pelayanan kesehatan adalah setiapupaya yang diselenggarakan sendiri


ataupun secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara serta meningkatkan
kesehatan, mencegah serta menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan,
keluarga, kelompok, dan masyarakat. (Mubarak dan Chayatin, 2009:132)
Sedangkan definisi dari pelayanan kesehatan menurut undang-undang nomer 36 tahun
2009adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiaporang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemerintah dalam menyediakanpelayanan kesehatan dapat berupa pelayanankesehatan
secara masal atau umum yang biasanyaberbentuk program-program kesehatan danpelayanan
secara individu. Dalam memberikan pelayanan jasa di bidang kesehatan, maka setiap kebijakan
pemerintah harus disertai dengan sasaran kebijakan. Agar kebijakan pelayanan kesehatan yang
dibuat itu tepat padasasaran maka dibuatlah kategori penerima layanan kesehatan.
pada dasarnya ada dua kategori dalampelayanan kesehatan yang berdasarkan pada
sasarandan orientasinya, yaitu :
1. Kategori yang berorientasi pada publik atau masyarakat: Pelayanan kesehatan
yang termasuk dalam kategori publik terdiri dari sanitasi lingkungan (air bersih,
sarana pembuangan limbah baik limbah padat maupun limbah cair, imunisasi, dan
perlindungan kualitas udara ). Pelayanan kesehatan yang berorientasikan
masyarakat lebih difokuskan langsung pada individu-individu di masyarakat.
Orientasi ini merupakan usaha dari pencegahan, serta peningkatan kesehatan
masyarakat.
2. Kategori yang berorientasi pada perorangan atau pribadi: Pelayanan kesehatan
perorangan atau pribadi merupakan pelayanan kesehatan yang berfokus untuk
melayani kesehatan individu yang pada umumnya memiliki masalah kesehatan
ataupenyakit yang membutuhkan pelayanan kesehatan yang intensif.
Dalam pelayanan kesehatan perorangan atau pribadi ini lebih berorientasi pada
penyembuhan dan pengobatan serta pemulihan yang ditujuhkan langsung kepada
individu yang membutuhkan pelayanan kesehatan pribadi ini. (Notoatmodjo:2
010: 109)

Upaya Kesehatan Primer

Upaya Kesehatan Primer terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan primer dan pelayanan
kesehatan masyarakat primer.

a. Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer (PKPP)45

14
[Type text]

Pelayanan kesehatan perorangan primer adalah pelayanan kesehatan dimana terjadi


kontak pertama secara perorangan sebagai proses awal pelayanan kesehatan.

(1)   Sarana utama PKPP terdiri dari:

a. Puskesmas;

b. Klinik pratama;

c. Praktek dokter/dokter gigi;

d. Praktek perawat/home care;

e. Praktek bidan;

f. Praktek fisioterapis;

g. Pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer yang secara ilmiah telah


terbukti keamanan dan khasiatnya;

h. Sarana pelayanan bergerak (ambulatory).

(2)   Sarana Penunjang PKPP terdiri dari:

a) Unit farmasi puskesmas;

b) Laboratorium klinik;

c) Radiologi;

d) Apotek;

e) Toko obat; dan

f) Optik.

(3)   Tugas PKPP adalah melaksanakan UKP Tingkat Pertama.

(4)   Dalam melaksanakan UKP Tingkat Pertama, puskesmas wajib memberikan pelayanan
dalam 24 jam setiap hari.

(5)   Perizinan PKPP adalah:

o Gubernur atas rekomendasi Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Urusan


Kesehatan di Provinsi Riau untuk Rumah Sakit dan Klinik Utama setara kelas B;

15
[Type text]

o Organisasi Perangkat Daerah di Provinsi Riau yang menangani Kesehatan untuk


Sarana PKPT yang lain.

(6)   Pembiayaan PKPP milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berasal dari:

o Belanja Modal : APBD Kabupaten/Kota/APBD Provinsi/APBN/ Hibah/Bantuan


Luar Negeri ;

o Belanja Operasional: APBD Kabupaten/Kota, BPJS.

(7)   Pembiayaan PKPP milik masyarakat/swasta:

g) Masyarakat/swasta;

h) Hibah.

(8)   Tenaga Kesehatan PKPP terdiri dari:

o Dokter/dokter gigi;

o Perawat;

o Bidan;

o Fisioterapis;

o Ahli gizi;

o Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi, atau asisten apoteker;

o Analis kesehatan;

o Perekam medis;

o Radiografer;

o Refraksionis.

(9)   Hubungan Kerja PKPP:

o Pembinaan dan supervisi teknis administrasi dan manajemen PKPP dilakukan


oleh Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Kesehatan;

16
[Type text]

o Pembinaan dan supervisi teknis medis dan penunjang medis PKPP dilakukan oleh
Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Kesehatan (UPT RSUD
Kabupaten/Kota)

b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP)

Pelayanan kesehatan masyarakat primer adalah pelayanan peningkatan dan pencegahan


tanpa mengabaikan pengobatan dan pemulihan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan
masyarakat.

PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan:

1. Sarana Pelaksana PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan adalah Pos UKM Desa/Kelurahan.

2. Lembaga PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan adalah Unit Pelayanan Pemerintahan


Desa/Kelurahan.

3. Tugas PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan adalah:

a. Melaksanakan PKMP di wilayah desa/kelurahan;

b. Melaksanakan surveilans, pencatatan, dan pelaporan secara berjenjang.

4.   Perizinan PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan dikeluarkan oleh Organisasi Perangkat


Daerah yang menangani urusan Kesehatan.

5. Pembiayaan PKMP di Tingkat Desa berasal dari:

a. Belanja Modal: APB Desa/APBD/Hibah; dan

b. Belanja Operasional: APB Desa/APBD.

6. Pembiayaan PKMP di Tingkat Kelurahan berasal dari:

a. Belanja Modal: APBD/Hibah; dan

b. Belanja Operasional: APBD

7.    Tenaga Kesehatan PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan terdiri dari:

1. Perawat;

2. Bidan;

17
[Type text]

3. Tenaga D3 Kesehatan Masyarakat (Penyuluh Kesehatan, Sanitarian).

8. Hubungan Kerja PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan:

1. Pembinaan dan supervisi teknis Pos PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan dilakukan


oleh Puskesmas;

2. Kinerja Pos PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan merupakan bagian dari kinerja


Jaringan UKM Desa/Kelurahan se- Kecamatan.

3. Koordinator jaringan PKMP se-Kecamatan adalah Puskesmas.

9. Pelaksanaan PKMP oleh Tenaga Kesehatan PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan dapat


melibatkan LSM.

10. Pelaksanaan PKMP oleh Tenaga Kesehatan PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan:

1. Dapat dilakukan di luar jam kerja dan atau hari kerja;

2. Didukung oleh sumber daya yang memadai berupa pembiayaan, logistik, dan
sarana-prasarana.

PKMP di Tingkat Kecamatan:

1Sarana pelaksana PKMP di Tingkat Kecamatan adalah Puskesmas.

2 Lembaga PKMP di Tingkat Kecamatan adalah Unit Pelaksana Teknis Organisasi Perangkat
Daerah yang menangani urusan kesehatan.

3 Tugas PKMP di Tingkat Kecamatan adalah:

a. Melaksanakan PKMP di wilayah kerja puskesmas/kecamatan;

b. Menerima dan menindak lanjuti rujukan dari PKMP Desa/Kelurahan;

c. Melaksanakan surveilans, pencatatan, dan pelaporan secara berjenjang.

4    Perizinan PKMP di Tingkat Kecamatan diterbitkan Bupati/Walikota.

5    Pembiayaan PKMP di Tingkat Kecamatan berasal dari:

a. Belanja Modal: APBD

18
[Type text]

b. Belanja Operasional: APBD.

6   Tenaga Kesehatan PKMP di Tingkat Kecamatan terdiri dari:

a. Perawat (Sarjana Keperawatan);

b. Bidan;

c. Tenaga Kesehatan Masyarakat (Sarjana Kesehatan Masyarakat, Penyuluh


Kesehatan, Sanitarian).

7   Hubungan Kerja PKMP di Tingkat Kecamatan:

a. Pembinaan dan supervisi teknis Pos PKMP di Tingkat Kecamatan dilakukan oleh
Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten/Kota yang menangani urusan
kesehatan;

b. Kinerja Pos PKMP di Tingkat Kecamatan merupakan bagian dari kinerja Jaringan
UKM Kecamatan se- Kabupaten/Kota.

c. Koordinator jaringan PKMP se-Kabupaten/Kota adalah Organisasi Perangkat


Daerah di Kabupaten/Kota yang menangani urusan kesehatan.

8   Tenaga Kesehatan PKMP di Tingkat Kecamatan terdiri dari:

a. Sarjana Keperawatan;

b. Bidan;

c. Sarjana Kesehatan Masyarakat.

9 Pelaksanaan UKM oleh Tenaga Kesehatan PKMP di Tingkat Kecamatan dapat melibatkan
LSM.

10 Pelaksanaan UKM oleh Tenaga Kesehatan PKMP di Tingkat Kecamatan:

a. Dapat dilakukan di luar jam kerja dan atau hari kerja;

b. Didukung oleh sumber daya yang memadai berupa pembiayaan, logistik, dan
sarana-prasarana.

Upaya Kesehatan Sekunder

Upaya kesehatan sekunder adalah upaya kesehatan rujukan lanjutan, yang terdiri dari pelayanan
kesehatan perorangan sekunder dan pelayanan kesehatan masyarakat sekunder.

19
[Type text]

Pelayanan Kesehatan Perorangan Sekunder (PKPS)

Pelayanan kesehatan perorangan sekunder adalah pelayanan kesehatan spesialistik yang


menerima rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan primer, yang meliputi rujukan kasus,
spesimen, dan ilmu pengetahuan serta dapat merujuk kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang merujuk.

1) Sarana utama PKPS terdiri dari:

a) Rumah Sakit setara kelas C dan D milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,


Masyarakat, dan Swasta;

b) Praktek Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis;

c) Praktek Perawat Spesialis (home care);

d) Klinik Utama.

2) Sarana penunjang PKPS terdiri dari:

a) Instalasi farmasi rumah sakit;

b) Laboratorium klinik;

c) Radiologi;

d) Apotek;

e) Rehabilitasi medik;

f) Optik.

3)  Rumah Sakit setara kelas C dan D milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan
masyarakat/swasta wajib menyediakan tempat tidur Kelas 3 sesuai kebutuhan.

4) Rumah Sakit setara kelas C dan D milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib
menyediakan bangsal khusus dan/atau tempat tidur untuk ODGJ dan pasien dengan kasus
narkoba.

5) Tugas PKPS adalah melaksanakan UKP Tingkat Kedua.

6)    Perizinan PKPS diterbitkan oleh:

20
[Type text]

a) Bupati/Walikota atas rekomendasi Organisasi Perangkat Daerah yang


menangani Urusan Kesehatan untuk Rumah Sakit dan Klinik Utama;

b) Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Kesehatan untuk Sarana PKPS


yang lain.

7) Pembiayaan PKPS milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berasal dari:

a) Belanja Modal: APBD/APBD Provinsi/APBN/ Hibah/Bantuan Luar Negeri;

b) Belanja Operasional: APBD Kabupaten/Kota, BPJS.

8) Pembiayaan PKPS milik masyarakat/swasta:

a) Masyarakat/swasta;

b) Hibah;

c) BPJS dan perusahaan asuransi kesehatan lainnya.

9)    Tenaga Kesehatan PKPS terdiri dari:

a) Dokter spesialis/dokter gigi spesialis

b) Dokter/dokter gigi;

c) Perawat;

d) Bidan;

e) Fisioterapis;

f) Ahli gizi;

g) Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi, atau asisten apoteker;

h) Analis kesehatan;

i) Perekam medis;

j) Radiografer;

k) Refraksionis.

21
[Type text]

10) Hubungan Kerja PKPS:

a) Pembinaan dan supervisi teknis administrasi dan manajemen PKPS dilakukan oleh
Organisasi Perangkat Daerah di Provinsi Riau yang menangani Kesehatan;

b) Pembinaan dan supervisi teknis medis dan penunjang medis PKPS dilakukan oleh
Organisasi Perangkat Daerah di Provinsi Riau yang menangani UKP.

b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sekunder (PKMS)45

Pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menerima rujukan kesehatan dari pelayanan


kesehatan masyarakat primer dan memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, dan
sumber daya manusia kesehatan serta didukung oleh pelayanan kesehatan masyarakat tersier.

PKMS dilaksanakan pada Tingkat Kabupaten/Kota.

1. Sarana utama PKMS adalah Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Urusan
Kesehatan.

2. Sarana penunjang PKMS adalah:

a. Laboratorium Kesehatan Masyarakat Kabupaten/Kota;

b. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota; dan

3.  Lembaga PKMS adalah Bidang-bidang pada Organisasi Perangkat Daerah yang


menangani Urusan Kesehatan.

4. Tugas PKMS adalah:

a. Menerima dan menindaklanjuti rujukan dari PKMP Kecamatan;

b. Melaksanakan surveilans, pencatatan, dan pelaporan secara berjenjang;

c. Memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, dan sumber daya manusia
kesehatan.

5.   Pembiayaan PKMS berasal dari:

a)      Belanja Modal: APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, APBN, Hibah/Bantuan


Luar Negeri.

b)      Belanja Operasional: APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi/APBN/


Hibah/Bantuan Luar Negeri.

22
[Type text]

6. Tenaga Kesehatan PKMS terdiri dari:

a)      Dokter diutamakan berpendidikan S2 Kesehatan Masyarakat;

b)      Perawat diutamakan berpendidikan S1/S2 Keperawatan;

c)   Tenaga kesehatan masyarakat diutamakan berpendidikan S2 meliputi Sarjana


Kesehatan Masyarakat, Promosi Kesehatan, Sanitarian, Epidemiolog, Entomolog; dan

d)      Petugas gizi diutamakan berpendidikan S1/S2 Gizi Masyarakat.

7. Hubungan Kerja PKMS:

a)  Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Urusan Kesehatan di Provinsi Riau
melakukan supervisi dan pembinaan terhadap PKMS di Kabupaten/Kota;

b)  Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Urusan Kesehatan di Provinsi Riau
mengkoordinasikan pengelolaan target kinerja PKMS se-Provinsi Riau.

8. Pelaksanaan UKM  oleh Tenaga Kesehatan PKMS di Tingkat Kabupaten/Kota:

a)  Dapat dilakukan di luar jam kerja dan atau hari kerja;

b)  Didukung oleh sumber daya yang memadai berupa pembiayaan, logistic, dan sarana-
prasarana.

Upaya Kesehatan Tersier

Upaya kesehatan tersier adalah upaya kesehatan rujukan unggulan yang terdiri dari
pelayanan kesehatan perorangan tersier dan pelayanan kesehatan masyarakat tersier.

Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT)

Pelayanan kesehatan perorangan tersier menerima rujukan subspesialistik dari pelayanan


kesehatan di bawahnya, dan dapat merujuk kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
merujuk.

(1) Sarana utama PKPT terdiri dari:

1. Rumah Sakit minimal setara kelas B milik Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah
kabupaten/Kota, Masyarakat, dan Swasta;

2. Praktek Dokter Sub-Spesialis/Dokter Gigi Sub-Spesialis;

23
[Type text]

3. Klinik Utama Sub-Spesialis.

(2) Sarana penunjang PKPT terdiri dari:

a. Instalasi farmasi rumah sakit;

b. Laboratorium klinik;

c. Radiologi;

d. Apotek;

e. Rehabilitasi medik;

f. Optik.

(3)   Tugas PKPT adalah melaksanakan UKP Tingkat Ketiga.

(4)   Rumah Sakit setara kelas B milik Pemerintah Daerah dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, serta masyarakat/swasta wajib menyediakan tempat tidur Kelas 3 sesuai
kebutuhan.

(5)   Perizinan PKPT diterbitkan oleh:

a. Gubernur atas rekomendasi Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Urusan


Kesehatan di Provinsi Riau untuk Rumah Sakit dan Klinik Utama setara kelas B;

b. Organisasi Perangkat Daerah di Provinsi Riau yang menangani Kesehatan untuk


Sarana PKPT yang lain.

(6)   Pembiayaan PKPT milik Pemerintah Daerah berasal dari:

a. Belanja Modal: APBD Provinsi/APBN/ Hibah/Bantuan Luar Negeri;

b. Belanja Operasional: APBD Provinsi, BPJS.

(7)   Pembiayaan PKPT milik masyarakat/swasta:

a. Masyarakat/swasta;

b. BPJS dan perusahaan asuransi kesehatan lainnya; dan

c. Hibah.

(8)   Tenaga Kesehatan PKPT terdiri dari:

24
[Type text]

a) Dokter sub-spesialis/dokter gigi sub-spesialis

b) Dokter spesialis/dokter gigi spesialis

c) Dokter/dokter gigi;

d) Perawat;

e) Bidan;

f) Fisioterapis;

g) Ahli gizi;

h) Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi, atau asisten apoteker;

i) Analis kesehatan;

j) Perekam medis;

k) Radiografer;

l) Refraksionis.

(9)   Hubungan Kerja PKPT:

1. Pembinaan dan supervisi teknis administrasi dan manajemen PKPT dilakukan oleh
Organisasi Perangkat Daerah di Provinsi Riau yang menangani Kesehatan dan
Kementerian yang menangani Kesehatan;

2. Pembinaan dan supervisi teknis medis dan penunjang medis PKPT dilakukan oleh
Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Kesehatan (UPT RSUD Provinsi).

b.Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier (PKMT)

Pelayanan kesehatan masyarakat tersier menerima rujukan kesehatan dari pelayanan


kesehatan masyarakat sekunder dan memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi,
sumber daya manusia kesehatan, dan rujukan operasional, serta melakukan penelitian dan
pengembangan bidang kesehatan masyarakat dan penapisan teknologi dan produk teknologi yang
terkait.

PKMT dilaksanakan pada Tingkat Provinsi.

25
[Type text]

(1)   Sarana utama PKMT adalah Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Urusan
Kesehatan.

(2)   Sarana penunjang PKMT adalah:

1. Laboratorium Kesehatan Masyarakat Provinsi;

2. Instalasi Farmasi Provinsi Riau (pengelola buffer stock).

(3)   Lembaga PKMT adalah Bidang-bidang pada Organisasi Perangkat Daerah yang menangani
Urusan Kesehatan.

(4)   Tugas PKMT adalah:

a. Menerima dan menindaklanjuti rujukan dari PKMS Kabupaten;

b. Melaksanakan surveilans, pencatatan, dan pelaporan secara berjenjang;

c. Memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, dan sumber daya manusia
kesehatan; dan

d. Melakukan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan masyarakat dan


penapisan teknologi dan produk teknologi yang tekait.

(5)   Pembiayaan PKMT berasal dari:

1. Belanja Modal: APBD Provinsi, APBN, Hibah/Bantuan Luar Negeri.

2. Belanja Operasional: APBD Provinsi/APBN/ Hibah/Bantuan Luar Negeri.

(6)   Tenaga Kesehatan PKMT terdiri dari:

1. Dokter diutamakan berpendidikan S2/S3 Kesehatan Masyarakat;

2. Perawat diutamakan berpendidikan S2/S3 Keperawatan;

3. Tenaga kesehatan masyarakat diutamakan berpendidikan S2/S3 meliputi Sarjana


Kesehatan Masyarakat, Penyuluh Kesehatan, Sanitarian, Epidemiolog, Entomolog; dan

4.    Petugas gizi diutamakan berpendidikan S2/S3 Gizi Masyarakat.

(7)   Hubungan Kerja PKMT:

a. Kementerian yang menangani Urusan Kesehatan melakukan supervisi dan


pembinaan terhadap PKMT di Provinsi Riau;

26
[Type text]

b. Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Urusan Kesehatan


mengkoordinasikan pengelolaan target kinerja PKMS se-Daerah.

(8)   Pelaksanaan UKM oleh Tenaga Kesehatan PKMT di Tingkat Provinsi:

a) Dapat dilakukan di luar jam kerja dan atau hari kerja;

b) Didukung oleh sumber daya yang memadai berupa pembiayaan, logistic, dan
sarana-prasarana.

27

Anda mungkin juga menyukai