Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sufyan Ats Sauri

NIM : 2286010025
Prodi : Manajemen Pendidikan Islam
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu dan Metode Berfikir

Mereview Buku “Filsafat Ilmu Prespektif Barat dan Islam”


Dr. Adian Husaini, dkk. et. al. Penerbit : Gema Insani Tahun 2013

Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam karya Adian Husaini, dkk terbitan Gema Insani
Pers Cetakan 1 tahun 2013 ini menjawab tantangan yang diajukan oleh kaum sekuler dan
liberal bahwa Islam telah jauh tertinggal dari kaum Barat dari segi keilmuan. Buku ini juga
menjadi jawaban sekaligus pukulan hebat bagi kaum sekuler maupun liberal yang
menganggap bahwa ajaran agama Islam sudah kuno atau ketinggalan zaman.
Adian Husaini, dkk telah memberikan tanggapan jelas bahwa Islam adalah agama
paripurna yang bisa menyesuaikan dengan zamannya selagi tidak bertentangan dengan kaidah
umum syariat. Buku yang setebal 292 halaman, terdiri dari 12 Bab ini ditulis oleh delapan
orang yang pakar dibidangnya masing-masing.
Prof. Dr. K.H. Didin Hafidhuddin dalam tulisan kata pengantarnya mengatakan bahwa
buku Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam yang ditulis oleh Adian Husaini, dkk ini
dijadikan sebagai buku mata kuliah di Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor khususnya,
dan umumnya buku ini juga bisa dibaca oleh kalangan lainnya.
"Sebagaimana di berbagai Perguruan Tinggi pada umumnya, disadari, bahwa diantara
mata kuliah dasar yang sangat penting untuk membantu kerangka berpikir mahasiswa sebagai
insan akademis adalah mata kuliah "Filsafat Ilmu".
Sebagai salah satu Perguruan Tinggi Islam, sudah lama UIKA Bogor merindukan
adanya satu buku dan panduan khusus tentang "Filsafat Ilmu" dalam perspektif Islam yang
tentunya berbeda dengan "Filsafat Ilmu" yang diajarkan di berbagai Perguruan Tinggi lainnya
yang tidak mengusung nama dan semangat Islam" (Didin Hafidhuddin, dalam Adian Husaini,
dkk, hal xi-xii).
Ditulisnya buku ini sebagai salah satu jawaban untuk mengimbangi bagaimana kuatnya
dominasi sekuler dalam ilmu pengetahuan. Kaum Barat sudah berhasil menghegemoni di
segala sektor, terutama sektor ilmu pengetahuan. Bagaimana pada dewasa ini kita melihat
kaum sekuler memisahkan antara ilmu pengetahuan dan agama.
Bahwa dalam pikiran kaum sekuler agama menyebabkan mundurnya suatu peradaban,
dan ilmu pengetahuanlah yang dianggap bisa memajukan sebuah peradaban. Akhirnya
terjadilah dikotomi antara agama dan ilmu pengetahuan.
Pada awal buku ini menjelaskan bagaimana kaum sekuler itu bisa hadir dan mampu
menghegemoni ilmu pengetahuan kontemporer. Bab 1 tentang Sekularisasi Ilmu tulisan
Adnin Armas, M.A dan Dr. Dina Dewi Kania ini menjelaskan bagaimana proses sekulerisasi
ini bisa lahir.
Ilmu Pengetahuan Barat berpangkal dari nalar pikiran yang terlalu bebas dan
melepaskan wahyu sebagai sumber keilmuan. Dalam pandangan Syed Muhammad Naquib al-
Attas mengenani Peradaban Barat dalam karyanya Islam dan Secularism, peradaban Barat
modern telah membuat ilmu menjadi problematis.
Ilmu Barat modern tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama, namun
berdasarkan tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan
kehidupan sekuler yang memusatkan manusia dengan makhluk rasional.
Proses sekularisasi ini dimulai oleh seorang filsuf Barat, Rene Descartes (m. 1650)
dengan perkataannya yang masyhur cogito ergo sum, (aku berpikir maka aku ada). Prinsip
inilah yang membuat Barat peradabannya melaju kencang dengan nalar pikirannya. Dari
prinsip ini pula lahir para ilmuwan-ilmuwan baru yang berpangkal tolak dari apa yang
dikatakan oleh Descartes. Thomas Hobbes, Benedict Spinoza, John Locke, George Berkeley,
David Hume, Immanuel Kant, Hegel, Jurgen Habermas, dan lain-lain.
Ilmu Pengetahuan Barat berpangkal dari nalar pikiran yang terlalu bebas dan
melepaskan wahyu sebagai sumber keilmuan. Dalam pandangan Syed Muhammad Naquib al-
Attas mengenani Peradaban Barat dalam karyanya Islam dan Secularism, peradaban Barat
modern telah membuat ilmu menjadi problematis.
Ilmu Barat modern tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama, namun
berdasarkan tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan
kehidupan sekuler yang memusatkan manusia dengan makhluk rasional.
Proses sekularisasi ini dimulai oleh seorang filsuf Barat, Rene Descartes (m. 1650)
dengan perkataannya yang masyhur cogito ergo sum, (aku berpikir maka aku ada). Prinsip
inilah yang membuat Barat peradabannya melaju kencang dengan nalar pikirannya. Dari
prinsip ini pula lahir para ilmuwan-ilmuwan baru yang berpangkal tolak dari apa yang
dikatakan oleh Descartes. Thomas Hobbes, Benedict Spinoza, John Locke, George Berkeley,
David Hume, Immanuel Kant, Hegel, Jurgen Habermas, dan lain-lain.
Pada Bab selanjutnya kita akan mendapat gambaran jelas bagaimana Barat berusaha
untuk melakukan sekularisasi agama Islam yang mana mereka telah berhasil melakukan
sekularisasi pada agama Kristen.
Selain itu pula, di buku ini kita juga mendapatkan gambaran perbedaan antara Islam dan
Kaum Barat dalam memandang Ilmu Pengetahuan. Juga, kita dihidangkan tulisan-tulisan
yang menguatkan bahwa Islam adalah agama yang paripurna, tidak ada dikotomi agama
dengan ilmu pengetahuan. Malah sebaliknya, Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan
selagi tidak bertentangan dengan kaidah umum syariat.
Perbedaan yang mendasar antara kaum sekuler dan islam adalah dalam memandang
sumber-sumber ilmu pengetahuan. Kaum Sekuler atau Barat mempunyai prinsip bahwa ilmu
pengetahuan bersumber dari akal, atau bisa diterima oleh nalar (empirik). Sedangkan Islam
mengatakan bahwa ilmu pengetahuan itu bersumber bukan dari akal semata, tetapi dari wahyu
atau intuisi. Hal inilah yang ditolak oleh kaum sekuler. Mereka mengatakan bahwa hal-hal
yang tidak sesuai dengan akal, atau rasio itu hanyalah khayalan semata, tidak bisa dibuktikan.
Perbedaan mendasar yang lainnya antara kaum sekuler dan Islam adalah tentang Bab
adab. Kaum sekuler telah menjauhkan ilmu dari nilai-nilai adab dalam arti luas. Hal ini
menimbulkan manusia-manusia yang sukanya menindas manusia-manusia lainnya. Dengan
menjauhkan ilmu dari nilai adab melahirkan pemimpin yang otoriter, tidak memihak kepada
umat, bahkan tidak mempunyai kapabilitas dan jauh dari nilai spiritual.
Dalam Islam, ilmu dan adab adalah dua hal yang saling terintegrasi, yang saling
menguatkan satu dengan yang lainnya. Keduanya ibarat koin yang tak terpisahkan dan
kebermaknaaan yang satu tergantung pada yang lainnya.
Dengan nilai-nilai adab inilah yang diharapkan bakal lahir seorang intelektual yang
pintar lagi beradab. Saking penting Bab adab dalam tradisi intelektual Islam, Bab adab
mendapat tempat khusus dalam pandangan ulama-ulama zaman klasik. Kajian adab ini
dibahas mendalam dan komprehensif oleh para ulama klasik. Misalnya, Imam Bukhari
menulis tentang Adab al-Mufrad, al-Mawardi menulis tentang Adab al-Dunya wa al-Din dan
Adab al-Wazir, al-Ghazali menulis tentang Al-'Ilm, Fatihah al-Ulum dalam Ihya Ulum al-Din,
al-Syaukani menulis Adab al-Thalab, dan lain-lain.
Pada Bab Konsep Ilmu dalam Islam yang ditulis oleh Nashruddin Syarif menyebutkan
Islam telah lebih dulu mewajibkan kaumnya untuk mencari Ilmu. "Ilmu menempati posisi
yang sangat penting dalam Islam.
Penekanan kepada ilmu dalam ajaran Islam sangat jelas terlihat dalam Al-Qur'an,
sunnah Nabi saw., dan ajaran semua tokoh Islam dari dulu sampai sekarang. Di antara yang
paling utama adalah Al-Qur'an surah al-'Alaq ayat 1-5 yang memberikan tekanan pada
pembacaan sebagai wahana penting dalam usaha keilmuan, dan pengukuhan kedudukan Allah
swt, sebagai sumber tertinggi ilmu pengetahuan manusia" tulis Nashruddin Syarif.
Islam sangat memperhatikan betul ilmu. Bahkan ilmu lebih dikedepankan daripada
amal, walaupun bukan berarti kaum muslim cukup berilmu saja tanpa melakukan amal. Tetapi
alangkah baiknya kalau ilmu dan amal berjalan seiringan. Inilah ajaran Islam yang paripurna
tidak ada celah untuk membuat ajaran Islam ini rusak. Apabila Islam ini rusak itu bukan
dikarenakan Islamnya tetapi lebih karena pemeluknya sendiri. Inilah yang sangat
dikhawatirkan beramal tanpa ilmu, yang membuat Islam ini dipandang rusak dari luar.
Dari 12 Bab yang terdapat dalam buku ini, akan mengerucut pada satu kesimpulan. Bab
terakhir menjadi kesimpulan sekaligus acuan untuk kita memandang ilmu pengetahuan.
Islamisasi Ilmu Pengetahuan, sebagai pembahasan pamungkas yang harus kita proklamirkan.
Islamisasi Ilmu Pengetahuan di segala sektor bidang keilmuan, ekonomi, politik, militer, dan
bidang keilmuan lainnya.
Islam sebagai agama pembawa kebenaran dan rahmatan lil'alamin, salah satu fungsinya
adalah untuk menyelesaikan berbagai problematika di dalam masyarakat. Prinsip inilah yang
harus disadari dan dipegang oleh setiap kaum Muslimin dimanapun berada. KAMMI sebagai
organisasi yang berasaskan Islam harus menjadikan solusi Islam sebagai tawaran perjuangan.
Bahwa kader KAMMI harus mengisi seluruh sektor untuk terwujudnya Indonesia
yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Islamisasi Ilmu Pengetahuan menjadi penekanan dalam pembahasan buku ini. Sudah
banyak tokoh yang memulai wacana Islamisasi Ilmu Pengetahuan, salah satunya Syed
Muhammad Naquib al-Attas dengan karyanya yang cukup fenomenal, Islam dan Secularism.
Wacana inipun disambung oleh para Ilmuwan Indonesia yang memang fokus pada wacana
tersebut. Yang paling fokus mewacanakan "Islamisasi Ilmu Pengetahuan" di Indonesia saat
ini adalah mereka yang tergabung di lembaga Institute for the Study of Islamic Thought and
Civilizations (INSIST).

Anda mungkin juga menyukai