Anda di halaman 1dari 5

TUGAS UJI PRAKLINIK DAN KLINIK OBAT

(STANDARDISASI)
“Standardisasi Phyllanthus niruri dan Sonchus arvensis dalam Komponen
Saintifik Jamu”

DISUSUN OLEH :
Bella Andriani Rasyid
22018016

UNIVERSITAS ALMARISAH MADANI


PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI
MAKASSAR
2023
Jamu ialah ciri khas dari indonesia yang sduah digunakan turun temurun
untuk mengobati dan mencegah banyak penyakit. Jamu pada saat sekarang sudah
dikembangkan oleh pemerintah menjdai obat herbal terstandar dan fitofarmaka
dimana sebagai bukti keamanan serta khasiatnya secara ilmiah. Hal ini mencakup
upaya strategi yang disebut “saintifikasi jamu” yaitu penyelidikan ilmiah terhadap
jamu asli). Prosedur saintifikasi jamu diatur dalam pada peraturan menteri
kesehatan No. 003/I/MENKES/2010 (Purwadianto et al., 2017). Adapun
phyllanthus niruri (meniran) dan sonchus arvensis (tempuyung) menurut Triyono,
dkk (2016), merupakan dua dari 30 tanaman obat yang menjdai fokus program
penelitian dan pengembangan obat tradisional indonesia.
Standardisasi obat herbal yaitu proses untuk menjamin mutu, identitas, serta
kemurnian bahan herbal (Jayani et al., 2020). Adapun pada penelitian ini,
dilakukan standardisasi pada dua tanaman dari enam bahan tanaman yang dipakai
pada jamu ilmiah untuk obat anti hiperurisemia ialah phyllanthus niruri dan
sonchus arvensis yang diambil dari tiga lokasi geografis yang berbeda dalam
indonesia, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. tanaman tersebut
distandardisasi demi menjamin obat mentah yang dihasilkan dalam memenuhi
parameter mutu yang tercantum dalam Farmakope Herbal Indonesia edisi 1
(Depkes RI, 2008). Adapun parameter non spesifik yaitu penentuan kerugian
pengeringan (LOD), dan penentual total abu. Sedangkan untuk parameter spesifik
yaitu penentuan total flavonoid, uji mikroskopis dan makroskopis,.
Hasil yang didapatkan dari uji makroskopis sampel daun phyllanthus niruri
dan sonchus arvensis sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan dalam
farmakope herbal indonesia edisi pertama (Depkes RI, 2008). Secara makroskopis
Phyllanthus niruri tampak sebagai tumbuhan herba dengan batang bulat dan daun
kecil berbentuk lonjong dengan ukuran 2,5-5 mm. Obat mentahnya berwarna
hijau kecoklatan dan mempunyai bau khas serta rasa pahit. Sedangkan daun
sonchus arvensisadalah berwarna hijau kecoklatan, tidak berbau, dan umumnya
terlipat atau menggulung dan memiliki rasa yang sedikit pahit. Bentuknya lonjong
atau lanset dengan lekukan tidak beraturan, dasar lancip, tetapi tidak beraturan dan
bagian atas lebih kasar dan pucat.
Uji mikroskopis daun phyllanthus niruri dan sonchus arvensis dari ketiga
wilayah tersebut sudah sesuai dengan persyaratan Farmakope Herbal Indonesia
edisi pertama (Depkes RI, 2008). Adapun Uji parameter spesifik yaitu kandungan
flavonoid total pada phyllanthus niruri dan sonchus arvensis yang sudah
ditentukan dengan menggunakan spektrofotometri UV-VIS hanya phyllanthus
niruri dari ketiga wilayah tersebut tidak sesuai dengan syarat standar menurut
farmakope herbal indonesia edisi pertama (Depkes RI, 2008). Sedangkan tanaman
sonchus arvensis mengandung total flavonoid lebih dari syarat minimum
farmakope indonesia edisi pertama (Depkes RI, 2008).
Hasil penelitian spesifik berikutnya menunjukknan bahwa ekstrak phyllanthus
niruri dan sonchus arvensis larut dalam air dan etanol dimana daun dari ketiga
asal masing-masing sebesar 12,19-17,54% dan 8,79-13,55%. Sedangkan ekstrak
Sonchus arvensis yang larut dalam air dan etanol yang dikumpulkan dari ketiga
asal masing-masing sebesar 12,91-14,56% dan 8,05-11,47% dari hasil tersebut
diperkirakan bahwa tanaman tersebut mengandung senyawa polar tingkat tinggi,
tapi ada beberapa ekstrak yang larut dalam air dan etanol tidak sesuai dengan
farmakope herbal indonesia edisi pertama (Depkes RI, 2008). Selanjutnya LOD
(Loss on Drying) merupakan zat sisa yang dihasilkan pada pengeringan 105˚C
selama 30 menit atau sampai tercapai berat konstan. Sampel phyllanthus niruri
dan sonchus arvensis memenuhi standar LOD, kecuali salah satu sampel daun
sonchus arvensis dari Jawa Timur. Kadar air yang tinggi dalam obat mentah dapat
menyebabkan tumbuhnya mikroba pada masa penyimpanan, menyebabkan
hidrolisis dan sebagai penguraian senyawa kimia (Krisyanella et al., 2017).
Sedangkan pengujian pada kadar abu total pada phyllanthus niruri terdiri dari
abu fisiologis, dan pada tanaman sonchus arvensis baik total maupun tidak larut
asam tidak memenuhi standar atau kadar abu fisiologis dan non fisiologis
tergolong tinggi, hal ini disebabkan oleh proses pencucian yang tidak baik.
Adapun kesimpulan pada standardisasi kedua tanaman tersebut dari ketiga
tempat geografis yang berbeda tidak memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan
dalam Farmakope Indonesia edisi pertama. Sehingga sebelum digunakan harus
diteliti lebih detail lagi parameter spesifik dan non spesifiknya untuk menjamin
mutunya sebagai jamu ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA

DEPKES RI, 2008, Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta

Jayani, NIE., Kartini., Putri, LK., 2020, Standardization of a Crude Drug Moringa
oleifera Leaf from Africa, India and Local (Indonesian) which Cultivated in
Bojonegoro Indonesia, International Journal of Pharmaceutical Research. 12
(2).

Krisyanella, K., Susilawati, N., Rivai, H., 2017, Pembuatan Dan Karakterisasi
Serta Penentuan Kadar Flavonoid Dari Ekstrak Kering Herba Meniran
(Phyllanthus niruri L.), Jurnal Farmasi Higea. 5(1):9-19

Purwadianto, A., Poerwaningsih, E., Widiyastuti, Y., Neilwan, A., Sukasediati,


N., 2017, Pedoman Penelitian Jamu Berbasis Pelayanan Kesehatan.
Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.

Triyono, A., 2016, Tujuh Ramuan Jamu Saintifik - Pemanfaatan Mandiri Oleh
Masyarakat, Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai