Anda di halaman 1dari 130

PEDOMAN KONSERVASI BAHAN PERPUSTAKAAN

PEDOMAN KONSERVASI
BAHAN PERPUSTAKAAN

Pusat Preservasi dan Alih Media Bahan Perpustakaan

Perpustakaan Nasional RI
2022
Penyusun:
Ellis Sekar Ayu, S.Pd.
Aris Riyadi, S.Si, M.Hum.
Leni Sudiarti, S.Si.
Indah Purwani, S.Sos.
Ahmad Dian Faiz, S.T.

Tata Letak dan Desain Sampul


Cheppy Darmawan, S.Sn.

Diterbitkan oleh:
Perpustakaan Nasional RI
Jl. Salemba Raya No. 28A, Jakarta Pusat, 10430
Email: preservasi@perpusnas.go.id

i
KATA PENGANTAR

Sesuai dengan amanah UU No. 43 tahun 2007 tentang


Perpustakaan bahwa Perpustakaan Nasional RI sebagai wahana
pelestarian kekayaan khasanah budaya bangsa melaksanakan
amanah pelestarian yang berkaitan dengan bahan perpustakaan
Indonesia baik fisik, informasi dan pengetahuan. Pelestarian bahan
perpustakaan dan naskah kuno sebagai warisan budaya tulis
(tangible) bangsa Indonesia yang sangat bernilai itu harus tetap
dilakukan agar koleksi tersebut tetap bertahan lama, lestari dan
mudah diakses kembali oleh masyarakat dari generasi ke generasi
berikutnya.
Tujuan utama pelestarian adalah menyelamatkan bahan
perpustakaan dari kerusakan dan kehancuran, meningkatkan nilai
guna suatu bahan Pustaka, mengusahakan bahan Pustaka agar
selalu tersedia dan siap pakai, serta meningkatkan umur bahan
Pustaka sehingga bahan Pustaka tersebut dapat diwariskan untuk
generasi selanjutnya.
Penyusunan pedoman konservasi bahan perpustakaan
adalah salah satu wujud pelaksanaan fungsi Perpustakaan Nasional
RI dalam mempertahankan identitas bangsa dan pembinaan
lembaga untuk turut serta melakukan pelestarian di wilayahnya
masing-masing. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan dan
solusi dalam pelaksanaan fungsi pelestarian bagi seluruh elemen
untuk menyelamatkan dokumen warisan budaya nusantara.
Isi pedoman ini tentu tidak luput dari kekurangan, oleh
karena itu kami mohon saran dan masukan demi kesempurnaan
buku pedoman ini. Semoga bermanfaat.

Jakarta, Maret 2022


Kepala Perpustakaan Nasional RI

MUHAMMAD SYARIF BANDO

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................... ………………………….. II


DAFTAR ISI ................................................................................... III
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... V
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1
B. PENGERTIAN ............................................................................ 3
C. RUANG LINGKUP ..................................................................... 15

BAB II PEMELIHAAAN BAHAN PERPUSTAKAAN ........................... 16


A. PEMELIHARAAN TERHADAP KARAKTERISTIK BAHAN......................... 16
B. PEMELIHARAAN KARENA FAKTOR LINGKUNGAN ............................. 17
C. PENCEGAHAN KERUSAKAN KARENA FAKTOR MANUSIA .................... 23

BAB III. PERAWATAN BAHAN PERPUSTAKAAN ........................... 26


A. PEMBERSIHAN KOLEKSI............................................................. 26
B. MENGHILANGKAN KEASAMAN ................................................... 33
C. PEMBASMIAN JAMUR .............................................................. 42
D. PEMBASMIAN SERANGGA ......................................................... 48

BAB IV. PERBAIKAN BAHAN PERPUSTAKAAN.............................. 56


A. PENGANTAR PERBAIKANI .......................................................... 56
B. MENDING .............................................................................. 63
C. LINING .................................................................................. 66
D. SIZING .................................................................................. 67
E. LAMINASI .............................................................................. 69
F. ENKAPSULASI ......................................................................... 70

BAB V. PENJILIDAN BAHAN PERPUSTAKAAN .............................. 71


A. PENGANTAR PENJILIDAN .......................................................... 71
B. PENGERTIAN PENJILIDAN .......................................................... 73
C. PENJILIDIAN KEMBALI BAHAN PERPUSTAKAAN (REBINDING) ............. 77

iii
D. PROSEDUR UMUM PERBAIKAN BUKU RUSAK ................................. 82
E. PROSEDUR MENJILID BAHAN PERPUSTAKAAN .............................. 100
F. TEKNIK PEMBUATAN SAMPUL .................................................. 104
G. PENUTUP ............................................................................ 107

BAB VI. PEMBUATAN SARANA PENYIMPANAN BAHAN


PERPUSTAKAAN ....................................................................... 108
A. PENGANTAR SARANA PENYIMPANAN ........................................ 108
B. PORTEPEL BAHAN PERPUSTAKAAN ........................................... 109
C. SARANA PENYIMPANAN KOTAK ................................................ 111

PENUTUP .................................................................................. 116


DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 119

iv
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. NASKAH YANG DISERANG SERANGGA ........................ 20


GAMBAR 2. KEPALA VACUUM CLEANER ........................................ 28
GAMBAR 3. MEMBERSIHKAN BAHAN PERPUSTAKAAN DENGAN
MENGGUNAKAN KUAS ................................................................... 29
GAMBAR 4. BLEACHING MENGGUNAKAN CHLORAMINE T ............ 32
GAMBAR 5. BLEACHING DENGAN LARUTAN PERMANGANAT 1 %. 32
GAMBAR 6. PH METER ................................................................... 36
GAMBAR 7. LANGKAH 1-5 TAHAPAN PENGGUNAAN PH ............... 36
GAMBAR 8. TAHAPAN PROSES MENENTUKAN KEASAMAN
MENGGUNAKAN INDIKATOR UNIVERSAL ...................................... 39
GAMBAR 9. PH PEN ........................................................................ 40
GAMBAR 10. LEM CMC ................................................................... 63
GAMBAR 11. MENYAMBUNG MANUAL ......................................... 65
GAMBAR 12. MENAMBAL MANUAL. .............................................. 65
GAMBAR 13. MESIN LEAF CASTER. ................................................. 66
GAMBAR 14. LINING. ...................................................................... 67
GAMBAR 15. SIZING DENGAN KUAS ............................................... 68
GAMBAR 16. HASIL LAMINASI ........................................................ 69
GAMBAR 17. ENKAPSULASI ............................................................ 70
GAMBAR 18. ALUR KERJA .............................................................. 75
GAMBAR 19. STRUKTUR BUKU. ...................................................... 82
GAMBAR 20 KERTAS MARBEL ......................................................... 91
GAMBAR 21. KERTAS LINEN ........................................................... 92

v
GAMBAR 22. BENANG DAN LEM. ................................................... 92
GAMBAR 23. MESIN POTONG ........................................................ 94
GAMBAR 24. PENAMPANG MESIN POTONG. ................................. 96
GAMBAR 25. MESIN POTONG KACIP .............................................. 97
GAMBAR 26. PENAMPANG MESIN POTONG LINEN. ...................... 98
GAMBAR 27. ALAT PRESS BUKU ..................................................... 99
GAMBAR 28. MENJILID DENGAN SATU KURAS ............................. 101
GAMBAR 29. MENJILID DENGAN MULTI KURAS DI ATAS PITA. .... 101
GAMBAR 30. BLOK BUKU YANG DIJILID DENGAN LEM ................. 111
GAMBAR 31. SAMPUL LUNAK....................................................... 105
GAMBAR 32. PORTEPEL ................................................................ 110
GAMBAR 33. KOTAK / FILE MAJALAH ........................................... 112
GAMBAR 34. KOTAK NASKAH ....................................................... 113
GAMBAR 35. KOTAK BUKU DENGAN TUTUP ................................ 134

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perpustakaan, arsip, museum, dan masyarakat pencinta


sejarah tidak hanya bertanggung jawab dalam mengumpulkan,
menyimpan, dan menyebar luaskan koleksi yang dimilikinya,
tetapi juga hendaknya melakukan pelestarian jangka panjang,
menjaga keamanan, serta aksesibilitas dari bahan
perpustakaan tersebut. Agar bahan perpustakaan dapat
digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama, perlu suatu
penanganan sehingga terhindar dari kerusakan atau setidaknya
diperlambat proses kerusakannya. Masih langkanya
pengetahuan tentang konservasi kertas yang ada di Indonesia
baik sekolah maupun pelatihan-pelatihan dan sulitnya
mendapatkan bahan-bahan pendukung kegiatan konservasi
memerlukan perhatian khusus dalam rangka melestarikan hasil
kebudayaan masyarakatnya.
Pada umumnya perpustakaan memiliki koleksi yang terbuat
dari kertas baik dalam bentuk buku, surat kabar, serial, naskah,
peta, gambar serta bahan cetakan lainnya. Koleksi tersebut
sangat rentan terhadap kerusakan. Bahan utama untuk
membuat bahan perpustakaan media kertas adalah selulosa.
Bahan ini terdiri atas hidrogen, karbon, dan oksigen,
merupakan polysaccharida stabil yang bertindak sebagai

1
elemen yang terdapat pada dinding sel tumbuh-tumbuhan. Di
samping selulose, serat tumbuhan mengandung perekat,
karbohidrat, dan lignin (yang secara alami akan menimbulkan
asam). Kondisi asam juga dipengaruhi pada saat proses
pembuatan kertas dengan penambahan beberapa bahan kimia
seperti alum, rosin dan bahan-bahan kimia lainnya
menyebabkan kertas mudah asam, berubah warna serta
menjadi rapuh.
Karena tiap-tiap bahan perpustakaan mempunyai kegunaan
yang spesifik dan problem kerusakan yang berbeda, maka
pelestarian bahan perpustakaan ini harus dimulai dengan
perencanaan yang baik dengan memperhitungkan nilai,
kegunaan dan resiko kerusakan pada bahan perpustakaan
tersebut. Dalam melakukan pelestarian, dilakukan dengan cara
melestarikan bentuk fisik yaitu dengan mempertahankan
bentuk asli maupun pelestarian informasi dengan cara
melakukan alih media dalam bentuk mikro dan bentuk digital.
Dalam melakukan pelestarian fisik bahan perpustakaan
dilakukan dengan cara memperbaiki kondisi fisik dari dokumen
yang dikenal dengan istilah konservasi. Istilah konservasi ini
menurut “The American heritage Dictionary” di definisikan
sebagai tindakan menjaga supaya tidak hilang, atau rusak.
Kegiatan konservasi itu sendiri dapat dilakukan dengan cara
preventif atau dikenal dengan konservasi preventif atau secara

2
kuratif yang dikenal sebagai kuratif preservasi. Untuk
mempertahankan bentuk fisik maupun kandungan informasi
bahan perpustakaan memerlukan biaya yang mahal dari pada
harga pembelian awal dari koleksi tersebut, dan tidak semua
koleksi dapat diperlakukan sama. Oleh sebab itu pelaksanaan
pelestarian harus berdasarkan kebijakan preservasi dengan
mengacu pada skala prioritas dengan mempertimbangkan
nilai, kegunaan dan resiko kerusakan.

B. PENGERTIAN
1. PRESERVASI
Perpustakaan memiliki peran seperti busur yang bertugas
dan bertanggungjawab menyediakan akses informasi
kepada publik dan pemangku kepentingan saat ini dan
masa yang akan datang (Segaetsho dan Menjama, 2013).
Hal ini dapat dicapai melalui berbagai strategi yang jatuh
pada ranah kegiatan pengelolaan preservasi. Preservasi
adalah fungsi meresap yang harus hadir dalam semua
kegiatan perpustakaan, dimulai dari akuisisi hingga pada
akses layanan. Pendekatan holistik ini tidak hanya
mengurangi gejala kerusakan yang terjadi pada bahan
perpustakaan tetapi juga mengurangi efek mitigasinya.
Misi perpustakaan adalah mengumpulkan, mengelola,
menyebarluaskan informasi dan melestarikan

3
pengetahuan sebagai warisan budaya manusia yang
dapat dipakai dari generasi ke generasi berikutnya.
Sejak pertama perpustakaan berdiri sebagai tempat yang
menyimpan koleksi maka preservasi telah memainkan
peran penting. Karena adanya objek yang dikumpulkan
oleh perpustakaan maka preservasi telah dikembangkan
dengan fokus pada melestarikan materi fisik. Preservasi
adalah bagian dari bisnis inti dari perpustakaan yang
berusaha mempertahankan koleksi mereka untuk
digunakan secara terus menerus. Teknologi digital dan
peningkatan kerja sama antara perpustakaan digital
cenderung berdampak pada bagaimana perpustakaan
melihat peran preservasinya dan bagaimana mereka
mencoba memenuhi peran tersebut. Paradigma
preservasi sudah semestinya berubah tidak dilakukan
secara alamiah namun dapat dirancang guna menjawab
pertanyaan apakah kebutuhan yang diperlukan pada
masa depan dan bagaimana mempersiapkan paradigma
preservasi yang berbeda (Webb, 2000, p. 1).
Proses pelestarian (preservasi) bahan perpustakaan tidak
hanya berupa kandungan intelektual atau isi informasi
didalamnya melainkan juga bentuk fisik atau artefak
dimana informasi tersebut disimpan. Banyak literatur dan
sebagian orang memandang preservasi sebagai kajian

4
atau kegiatan menjiilid ulang buku atau mengembalikan
item koleksi tua bernilai menggunakan ilmu konservasi
canggih yang dilakukan di sebuah laboratorium.
Pandangan tersebut memang masih terjadi namun saat
ini preservasi telah menjadi ranah pengetahuan yang
begitu kompleks, menyebar dan beragam meliputi isu
budaya, sosial, hukum, keuangan (biaya), restorasi,
institusi, penggunan dan tren belakangan ini berupa
preservasi digital.
Seiring dengan perkembangan teknologi, ledakan
informasi dan cara pengelolaan yang lebih effisien,
preservasi mengalami transformasi tidak hanya
menerapkan prinsip dasar tentang memperpanjang
umur, menentukan pilihan, kualitas, integritas dan akses
melainkan lebih lanjut guna memenuhi kebutuhan
pemakai dan memberi peran sosial kepada masyarakat
(Conway, 2000, p. 354). Pengetian preservasi itu sendiri
sangat luas dan umum, Thomas H. Mott Jr dalam Harvey
(2014), berpendapat bahwa perhatian preservasi tidak
hanya pada konservasi buku atau objek lain dalam bentuk
format aslinya, namun secara harfiah melestarian konten
intelektual bahan pustaka dan pemeliharaan fisik analog
di mana koleksi disimpan. Setiap subjek yang
berhubungan dengan koleksi memiliki tanggung jawab

5
dalam pelestarian umum dari semua bahan pustaka
dalam perawatan. Kegiatan preservasi sejatinya dilakukan
oleh professional preservasi seperti kurator atau
konservator bahan pustaka, sedangkan pustakawan
melakukan fokus terhadap layanan dan perawatannya.
Pelestarian adalah seni “menjaga keamanan”, “merawat”,
“mempertahankan”, dan “memperpanjang usia” bahan
perpustakaan. Pelestarian, sebagaimana berlaku untuk
koleksi perpustakaan dan arsip, dapat didefinisikan
sebagai semua pertimbangan manajerial, teknis, dan
finansial yang diterapkan untuk memperlambat
kerusakan (degradasi) dan memperpanjang masa
manfaat bahan (pengumpulan) sehingga memastikan
ketersediaannya secara berkelanjutan. Proses preservasi
dilakukan oleh profesional khusu yang melakukan
pekerjaan meliputi sistem manajerial, anggaran,
penanganan penyimpanan koleksi, penyedian
infrastruktur, sumberdaya manusia, kebijakan, metode
perbaikan dan pengawetan terhadap materi koleksi fisik
dan informasinya. Harvey (1994), membahas lebih lanjut
preservasi sebagai kegiatan manajerial dan keuangan
meliputi kerangka kebijakan, keamanan koleksi,
manajemen penyimpanan, perawatan dan penanganan,
pengendalian hama dan digitalisasi, manajemen bencana

6
dan pertimbangan pengaruh lingkungan. Agar
perpustakaan dapat optimal mencapai upaya preservasi
koleksi, maka manajemen menggunakan strategi yang
berbeda meliputi survei konservasi dan survei penilaian
risiko preservasi.
Kegiatan preservasi dan pemeliharaan koleksi tidak dapat
dikerjakan dengan cara yang mudah mengingat metode
yang digunakan memiliki perkembangan variasi standar
yang banyak namun dituntut tepat dalam penanganan.
Keberadaan sumberdaya manusia yang mencukupi
dengan pendidikan dan pengalaman yang tepat,
pembangunan laboratorium, peralatan dan bahan khusus
wajib diperoleh dengan adanya perencanaan dalam
menyusun strategi kebijakan penggunaan dana sehingga
aktivitas pelestarian terbangun dengan baik. Cara yang
paling utama untuk mengetahui sejauh mana
perancangan manajemen preservasi untuk masa yang
akan datang tentang penyusunan kegiatan, pengadaan
anggaran, pengembangan sumberdaya manusia,
peralatan, penyediaan akses hasil digitalisasi, dan
perbaikan lingkungan kerja pengelolaan koleksi
diperlukan survei tentang objek preservasi berupa koleksi
dan lingkungan penyimpanan sehingga akan terevaluasi
semua fenomena yang terjadi sampai saat ini. Apa yang

7
terjadi pada koleksi merupakan fakta cerminan dari
manajemen penyimpanan koleksi sebuah Lembaga dan
dapat dijadikan sumber informasi dalam membangun
sistem manajemen preservasi masa yang akan datang.
2. KONSERVASI
Kata konservasi merupakan terjemahan dari
“conservation” merupakan salah satu tahapan dalam
upaya melestarikan bahan perpustakaan. Beberapa pakar
pelestarian memberikan definisi dan cakupan kegiatan
konservasi yang berbeda-beda namun tujuan sama yaitu
upaya memperpanjang usia pakai bahan perpustakaan
baik yang kuno maupun yang kini untuk generasi sekarang
dan genarasi masa yang akan datang.
Kegiatan konservasi diantaranya meliputi kegiatan
pemeliharaan bahan perpustakaan di ruang penyimpanan
atau pada saat di tangan pemustaka (konservasi
preventif) dan melestarikan objek bahan perpustakaan
(baik fisik asli maupun informasi yang terkandung di
dalamnya). Informasi dilestarikan dengan cara di alih
mediakan ke bentuk mikrofilm dan digital. Sedangkan fisik
asli di lestarikan melalui kegiatan restorasi dimana
penanganan langsung pada objeknya, kegiatan ini disebut
juga dengan konservasi kuratif.

8
Tujuan dari kuratif konservasi atau beberapa kalangan
menyebut sebagai restorasi adalah tindakan untuk
mengembalikan struktur fisik dan fungsi dari sebuah
objek dengan cara memperbaiki kerusakan dari objek
tersebut. Kuratif konservasi juga berarti memulihkan ke
kondisi aslinya dengan cara dan metode tertentu
sehingga objek yang rusak menjadi baik kembali.
Kegiatan konservasi kuratif menempatkan tanggung
jawab yang besar pada konservator, karena resiko
kerusakan dapat terjadi apabila dilakukan dengan
metode yang salah. Dengan kata lain dalam konservasi
tidak boleh terjadi kesalahan yang mengakibatkan
kerusakan lebih jauh. Oleh karena itu penting untuk
memastikan bahwa metode yang dilakukan adalah tepat.
Ada beberapa kreteria yang harus dipahami oleh
konservator dalam melakukan konservasi sebagai berikut
:
a. Dalam melakukan konservasi tidak boleh merubah
bentuk dokumen yang sebenarnya. Oleh sebab itu
ketika melakukan konservasi hendaknya
dikonsultasikan dengan konservator atau orang
yang ahli di bidangnya.
b. Konservator tidak boleh menghilangkan sejarah atau
keaslian objek, atau menghapus bukti keaslian objek

9
tersebut. Contohnya pewarnaan pada gambar
cetakan. Di lain pihak penghilangan warna boleh
dilakukan untuk membersihkan noda, tetapi
kemudian dilakukan pewarnaan ulang meskipun itu
menyebabkan beberapa bagian dari dokumen
menjadi tidak asli lagi.
c. Konservasi bertujuan untuk membuat objek stabil
atau menetralkan bagian yang mulai lemah dengan
cara menghilangkan atau mengganti dengan yang
lebih baik.
d. Menggabungkan kembali bagian-bagian yang
terpisah sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
e. Rekonstruksi bagian yang hilang (termasuk tinta)
yang sudah pudar tetapi masih dapat diidentifikasi.
Restorasi juga harus memperhatikan metode yang
sesuai, teknik bahan yang cocok dengan bahan asli
dokumennya.
f. Menentukan bahan yang sejauh mungkin sama
dengan dokumen sehingga tanpak seperti aslinya.
Semua proses konservasi hendaknya didasarkan kepada
metodologi, sehingga keamanan sebuah dokumen dapat
terjamin. Setiap langkah pekerjaan harus dipatuhi sesuai
dengan urutannya. Perlakuan disesuaikan dengan jenis
kerusakan. Seandainya harus merubah bentuk pastikan

10
bahwa perubahan tersebut memang perlu dan penting
dilakukan untuk dokumen tersebut.

3. RESTORASI
Pengertian restorasi sangat erat dan beririsan dengan
konservasi. Restorasi dapat juga dikatakan sebagai
konservasi remedial, remedial berupa tindakan
mengembalikan barang yang rusak ke kondisi aslinya atau
mendekati aslinya. Menunjukkan teknik-teknik dan
penilaian yang digunakan oleh staf teknis yang terlibat
dalam pembuatan bahan perpustakaan dan arsip yang
rusak karena waktu, penggunaan dan faktor-faktor
lainnya. Proses mengembalikan buku, dokumen, atau
bahan arsip lain sedekat mungkin dengan kondisi aslinya.
Seluruh ruang lingkup "restorasi" berkisar dari perbaikan
daun yang sobek, atau menghilangkan noda sederhana,
hingga rehabilitasi lengkap, termasuk deasidifikasi,
penyangga basa, pengubahan ukuran, pengisian bagian
yang hilang, pengerjaan ulang, penggantian kertas dan
atau papan covernya, memulihkan bahan penutup yang
asli, dan memperbaiki dengan cara simpatik seperti waktu
pertama kali pengikatan aslinya. Restorasi mencakup
hampir seluruh jajaran pekerjaan buku memperbaiki,
mengulang dan rekonstruksi.

11
Hal-hal yang diperlukan dalam proses restorasi:
a. Tidak mungkin membalik proses kerusakan.
Pemulihan item yang rusak dalam bahan
perpustakaan adalah stabilisasi dan rekonstruksi
objek yang sudah rusak, menggunakan sebanyak
mungkin bahan asli secara fungsional tetapi juga
dapat dengan materi baru jika diperlukan. Proses ini
berarti perubahan, beberapa properti dari bahan asli
akan dipertahankan yaitu dengan pertimbangan
restorator untuk memutuskan apakah perubahan ini
dapat diterima atau tidak. Tujuan dari restorasi
adalah untuk menyediakan objek yang dipulihkan
dengan sebanyak mungkin kualitas, fungsional,
visual dan sentuhan, seperti aslinya.
b. Sebelum restorasi suatu objek dilakukan,
pustakawan harus menilai, dengan saran teknis dari
para pakar konservasi dan restorasi, apakah
restorasi diperlukan, atau apakah objek tersebut
dapat dipertahankan untuk penggunaan normal
dengan mengambil tindakan konservasi dan
perlindungan yang tepat. Restorasi tidak boleh
dilakukan kecuali itu tidak dapat dihindari.
c. Kebutuhan untuk segala bentuk restorasi
menyiratkan bahwa pembusukan atau kerusakan

12
telah terjadi pada skala sedemikian sehingga item
tidak dapat lagi digunakan. Penggunaan yang sering
dalam banyak kasus merupakan alasan yang kuat
untuk melakukan restorasi daripada tingkat
kerusakan. Buku-buku bahkan dalam kondisi yang
buruk tidak dalam bahaya besar, setidaknya dalam
jangka pendek, jika tidak digunakan dan disimpan
dalam kondisi konservasi yang baik.
d. Untuk membantu dalam memutuskan restorasi apa
yang perlu dilakukan dalam suatu koleksi,
inventarisasi perlu disusun, bahkan dalam skala
terbatas dan secara teratur dimutakhirkan sehingga
kondisi terkini dari item-item dalam koleksi dicatat
secara rinci.
e. Pekerjaan restorasi koleksi perpustakaan pada
dasarnya merupakan proses yang mahal dengan
tenaga kerja dan material yang kompleks. Karena
tujuannya adalah untuk membuat suatu item cocok
untuk digunakan selama mungkin. Pustakawan
dapat memutuskan bahwa kebutuhan ketersediaan
teks dapat lebih bersih dengan salinan lain atau
dengan mikrofilm, sementara aslinya tetap stabil
oleh penyimpanan yang cocok dari penggunaan.

13
f. Sejumlah besar item yang membutuhkan restorasi
(terutama dalam koleksi yang lebih tua) dan variasi
luas dalam metode restorasi yang mungkin,
pustakawan harus memutuskan dengan saran para
ahli restorasi mengenai jenis dan tingkat restorasi
yang diperlukan. Sebelum keputusan diambil, studi
terperinci tentang struktur setiap buku dan bahan-
bahannya harus dibuat. Ini akan memastikan bahwa
metode dan bahan yang paling cocok digunakan. Ini
juga akan memastikan bahwa perincian yang
mungkin menarik bagi sejarah diamati dan dicatat.
g. Bahan untuk pekerjaan restorasi (kertas, kulit, tisu,
perekat, dll.) terutama bahan kimia (pelarut, zat
pemutih, solusi untuk deasidifikasi dll.) dapat
digunakan hanya setelah saran penggunaannya
telah diperoleh dari ahli kimia dengan pengetahuan
khusus materi atau bahan kimia melalui studi dan
pengalaman penggunaannya dalam restorasi.
h. Semua bentuk pekerjaan restorasi pada item apa
pun harus direkam sepenuhnya, termasuk dalam
beberapa kasus, dokumentasi foto. Deskripsi (atau
foto) dari keadaan item sebelum perawatan dan
rincian perawatan (termasuk bahan dan bahan kimia
yang digunakan) sangat penting untuk memberikan

14
bukti lengkap tentang perubahan yang telah
diperkenalkan. Item tersebut harus ditandai dengan
jelas setelah perlakuan restorasi dan dokumentasi
restorasi (menunjukkan kapan perawatan dilakukan
dan oleh siapa) harus selalu tersedia secara
konsultasi oleh pemustaka.

C. RUANG LINGKUP

Pedoman ini mengatur tentang metode dan tata cara dalam


penyelengaraan pelestarian fisik (artefak) terhadap bahan
perpustakaan berbahan dasar kertas. Prosedur pelaksanaan
pelestarian fisik melalui perlakuan konservasi dan restorasi
dapat memperjelas mekanisme, tata cara, persyaratan,
kreteria dan pengelolaan urusan pemerintahan. Transfer
pengetahuan juga dapat dilakukan lembaga daerah kepada
masyarakat yang memiliki koleksi adi luhung bangsa Indonesia.
Tujuan pedoman ini dapat mempertegas dan memperjelas
urusan pemerintahan yang mejadi kewenangan provinsi,
kabupaten dan kota dengan meminimalkan terjadinya
kesalahan dalam penanganan bahan perpustakaan dengan
nilai sejarah budaya tinggi dan memberi acuan (pedoman)
untuk mempermudah pelaksanaan pelestarian fisik bahan
pustaka.

15
BAB II
PEMELIHARAAN BAHAN PERPUSTAKAAN

Kondisi lingkungan yang ideal bagi suatu perpustakaan adalah


temperature dan kelembaban yang terkontrol, udara bersih dengan
sirkulasi yang sempurna, bebas dari jamur, serangga dan binatang
pengerat. Pemeliharaan dengan membersihkan bahan pustaka dan
ruangan secara teratur, keamanan yang terjamin dan perlindungan
dari banjir dan kebakaran termasuk pengendalian lingkungan.
Langkah-langkah ini merupakan tindakan pencegahan untuk
melindungi bahan pustaka dari kerusakan.
Pemeliharaan koleksi pustaka yang dapat kita lakukan antara lain
adalah :
A. PEMELIHARAAN TERHADAP KARAKTERISTIK BAHAN
1. Karena kertas umumnya bersifat asam, maka berikan
tempat penyimpanan yang bebas dari asam, baik terbuat
dari kertas, kertas tebal atau karton. Bentuknya bisa berupa
map, amplop, maupun kotak.
2. Gunakan pita dari kain katun, perekat kertas bebas asam,
map-map, lembaran-lembaran sisipan atau dengan benang
pengikat dari bahan kain.
3. Untuk koleksi yang sudah rusak (jilidan cover lepas,
jahitannya rusak dan sebagainya), maka koleksi dapat

16
dibungkus dengan kain putih, atau dimasukan dalam kotak
pelindung yang bebas asam.
4. Jika jilidan terdiri dari bahan kulit, lakukan perawatan
dengan pemberian lapisan penyemir kulit, paling tidak
setahun sekali.
5. Berikan salinan atau fotokopi naskah, jika koleksi tersebut
sering dipinjam / digunakan untuk dibaca atau penelitian,
untuk melindungi bentuk aslinya dari kerusakan akibat
pemakaian yang berlebihan.

B. PEMELIHARAAN KARENA FAKTOR LINGKUNGAN


1. Pengaruh temperature dan kelembaban udara
Temperatur yang ideal bagi bahan pustaka adalah 20 – 24
C. Sementara kelembaban udaranya adalah 45-60 % RH.
Satu-satunya cara untuk mendapatkan kondisi ini adalah
dengan memasang pendingin ruangan (AC) selama 24 jam
sehari dan 7 hari dalam seminggu.
Jika AC dipasang hanya setengah hari saja, maka
kelembaban udara akan berubah-ubah. Kondisi seperti
justru akan mempercepat kerusakan kertas. Jika AC hanya
dapat hidup setengah hari saja, maka sebaiknya AC diatur
untuk mendapatkan temperature 26-28 C. Hal ini untuk
mencegah terjadinya fluktuasi temperature yang ekstrim,

17
pada siang dan malam hari. Temperatur tersebut juga
cukup sejuk bagi manusia dan aman bagi bahan pustaka.
Namun jika demikian terjadi terjadi temperature dan
kelembaban udara yang tinggi, maka untuk mencegah
kerusakan bahan pustaka, haruslah dibuat ventilasi yang
sempurna. Jika terjadi kelembaban udara yang tinggi,
dapat diturunkan dengan menggunakan dehumidifier
naftalen ball atau silica gel. Dehumidifier maupun
naftalen ball digunakan dalam ruangan tertutup,
sedangkan silica gell diletakan di dalam lemari atau filling
cabinet.
Untuk memastikan agar sirkulasi udara selalu baik
hendaknya jendela berfungsi dengan baik, dapat juga
digunakan kipas angin agar sirkulasi udara selalu stabil.
Thermohygrometer, thermohygrograph dan
psychrometer adalah alat-alat yang biasa digunakan
untuk mengukur temperature dan kelembaban udara.

2. Pengaruh cahaya
Dalam cahaya terdapat bermacam sinar. Sinar yang
merusak bahan pustaka kertas adalah sinar ultra violet
(UV).
Cahaya matahari yang yang masuk, baik langsung atau
pantulan, harus dihalangi dengan gordyn atau disaring

18
dengan filter untuk mengurangi radiasi UV. Hindari
meletakan koleksi terlalu dekat dengan jendela.
Untuk mencegah kerusakan karena cahaya lampu listrik
adalah dengan memperkecil intensitas cahaya,
memperpenpek waktu pencahayaan dan menghilangkan
radiasi UV dari lampu dengan menggunakan filter pada
lampu TL.

3. Pencemar udara
Bahan pencemar udara seperti : gas-gas pencemar,
partikel debu dan logam yang merusak kertas dapat
dikurangi dengan :
a. Gunakan AC dalam ruangan, karena pada AC
terdapat filter untuk menyaring udara. Ruangannya
pun selalu tertutup, sehingga dapat mengurangi
debu.

b. Pasang alat pembersih udara (air cleaner) dalam


ruangan. Pada alat ini terdapat karbon aktif yang
dapat menyerap gas pencemar, dan ada filter untuk
membersihkan udara dari debu.
c. Menyimpan buku dalam kotak pelindung.
d. Lemari buku yang kurang memenuhi syarat
sebaiknya dicat dengan cat kayu yang dapat

19
mengisolasi koleksi yang ada di dalamnya dari
pengaruh asam yang dapat merusak koleksi.
e. Untuk memastikan agar sirkulasi udara selalu baik
hendaknya jendela berfungsi dengan baik, dapat
juga digunakan kipas angin agar sirkulasi udara
selalu stabil.
f. Untuk menghindari keadaan lembab ada sebaiknya
jarak antara rak dengan dinding diatur sedemikian
rupa (setidaknya 15 cm dari dinding). Lakukan
pemeriksaan pada dinding-dinding karena dinding
yang retak, celah dan sendi longgar pada lantai
memungkinkan serangga dapat bersembunyi di
tempat-tempat tersebut.

4. Faktor biota

Gambar 1. Naskah yang diserang serangga

20
Tindakan preventif untuk mencegah tumbuhnya jamur
dan berkembangnya serangga :
a. Periksa bahan pustaka secara berkala
b. Bersihkan tempat penyimpanan
c. Turunkan kelembaban udara
d. Jangan menyusun koleksi terlalu rapat pada rak,
karena dapat menghalangi sirkulasi udara.
e. Secara Periodik lakukan fumigasi, atau gunakan
serbuk insektisida pada dinding–dinding dalam
ruangan yang gelap, dan di bawah rak untuk
mencegah serangga. Dapat juga diletakkan
paradochloro benzene atau naftalen yang berfungsi
sebagai sebagai penolak serangga dan insektisida.
Untuk membunuh serangga dapat dilakukan dengan
memasukkan manuskrip ke dalam tempat plastik,
ditutup rapat kemudian taruh naftalen dibagian
bawahnya dan biarkan selama 10 hari. Lalu
kemudian manuskrip tersebut di bersihkan satu
demi satu untuk menghilangkan residu yang
melekat.
Untuk mencegah menularnya jamur dan serangga
dari luar, sebaiknya pada koleksi yang baru dibeli
atau baru diterima dari pihak lain dilakukan Fumigasi

21
terlebih dahulu sebelum disimpan bersama-sama
dengan koleksi lainnya
f. Letakkan bahan-bahan yang berbau untuk mengusir
serangga, seperti : naftalen ball (kapur barus) pada
rak koleksi

5. Karena rak dan lemari yang tidak memenuhi syarat


a. Rak atau lemari yang dipakai harus terbuat dari
bahan anti serangga dan tahan karat
b. Ukuran rak / lemari tersebut harus disesuaikan
dengan ukuran koleksi yang akan disimpan
c. Koleksi yang besar dan tebal harus direbahkan di
atas rak untuk menghindari kerusakan fisik
d. Rak yang paling bawah sekurang-kurangnya harus
berada 10 (sepuluh) cm di atas lantai untuk
menghindari kemungkinan terkena air / lembab dari
bawah.
e. Rak diletakan pada ruangan dengan ventilasi yang
baik dan jaraknya cukup, agar memudahkan untuk
mengambil dan mengembalikan koleksi
f. Sebaiknya jarak antara rak dengan dinding diatur
sedemikian rupa (setidaknya 15 cm dari dinding).
Lakukan pemeriksaan pada dinding-dinding karena
dinding yang retak, celah dan sendi longgar pada

22
lantai memungkinkan serangga dapat bersembunyi
di tempat-tempat tersebut.

6. Karena bencana alam


a. Koleksi yang kehujanan atau kebanjiran harus
secepatnya dikeringkan dalam ruangan hangat.
Jangan dijemur di panas matahari.
b. Tindakan preventif terhadap kebakaran :
1) Periksa kabel listrik secara berkala
2) Jauhkan bahan yang mudah terbakar dari
koleksi
3) Jangan merokok dalam ruangan koleksi
4) Pasang alarm kebakaran atau smoke detector
agar segera mengetahui jika terjadi kebakaran
5) Alat pemadam (berupa gas karbondioksida,
bukan air) harus diletakan di tempat yang
mudah dijangkau.

C. PENCEGAHAN KERUSAKAN KARENA FAKTOR MANUSIA


Manusia merupakan perusak koleksi yang cukup besar.
Karenanya, para petugas atau pemilik koleksi hendaknya :
1. Lakukan penyuluhan terhadap petugas/pustakawan mau
pun terhadap pemustaka/pengguna tentang bagaimana
seharusnya memperlakukan koleksi.

23
2. Pegang / sentuh koleksi dengan tangan yang bersih dan
kering.
3. Mengetahui standar penataan dan penyimpanan, serta
penjilidan yang benar
4. Membersihkan ruangan, rak/tempat penyimpanan serta
koleksi secara teratur, termasuk pengaturan suhu dan
kelembaban udaranya.
5. Melindungi bahan pustaka terhadap penyebab kerusakan
dari luar seperti : debu, air, makanan, minuman, panas
langsung dan kerusakan fisik lainnya. Sudut halaman
koleksi tidak boleh dilipat, juga tidak boleh membasahi
jari dengan ludah untuk membuka halaman buku/naskah.
Hindari penggunaan sellotape untuk menambal buku.
Hindari pula penggunaan karet gelang untuk mengikat
buku.
6. Memaksimalkan pengamanan dan pengawasan terhadap
tindakan pencurian dan vandalisme (perusakan). Lakukan
pengawasan dalam ruang baca, pemeriksaan tas, dan jika
memungkinkan pasang detector pada pintu ruang baca,
atau pasang CCTV (kamera pengawas).
7. Memiliki pemahaman secara umum tentang dasar-dasar
konservasi. Hal ini akan sangat membantu dalam
menghadapi beraneka ragam masalah, termasuk masalah

24
karena penggunaan mesin fotokopi, buku yang jatuh, dan
faktor makanan.
8. Memiliki pemahaman dan pengetahuan yang cukup
tentang bagaimana menangani koleksi, sehingga bisa
meminimalisir kemungkinan kerusakannya.
9. Membuat cadangan / salinan koleksi dalam bentuk digital,
mikro, atau pun kopiannya

25
BAB III
PERAWATAN BAHAN PERPUSTAKAAN

A. PEMBERSIHAN KOLEKSI
Pembersihan adalah suatu upaya menghilangkan kotoran yang
melekat pada kertas sehingga mengurangi keindahan dari
penampilan fisik bahan perpustakaan tersebut.
1. Pembersihan secara Mekanik
Salah satu cara pemeliharaan bahan perpustakaan yang
penting adalah menyimpan di tempat yang bersih dan
bebas dari debu. Apabila bahan perpustakaan sudah kotor
oleh debu, hendaknya dibersihkan sesuai dengan
prosedur yang benar dan dilakukan secara teratur oleh
staf yang terlatih agar tidak menimbulkan kerusakan pada
bahan perpustakaan. Memelihara bahan perpustakaan
dalam kondisi yang bersih akan memberikan dampak
yang luas, yaitu bahan perpustakaan tidak mudah rusak,
staf dan pemustaka akan senang mengolah dan
membaca, serta kesehatan mereka tidak terganggu
karena pengaruh debu dan asam yang ada pada kertas.
a. Kerusakan karena debu
Debu dapat menyebabkan kerusakan bahan
perpustakaan karena akan:

26
1). Mengurangi nilai estetika, karena debu akan
memperburuk dan mengaburkan informasi
pada cetakan, foto dan mikrofilm/mikrofis.
2). Menimbulkan goresan pada microfilm/
mikrofis, negatif foto, lukisan dan dokumen
berharga lainnya.
3). Debu akan cenderung menimbulkan noda jika
kertas tersebut terkena air dan udara lembab.
4). Debu akan menyebabkan kertas menjadi asam,
karena debu biasanya bercampur dengan
pencemar udara lainnya terutama yang berasal
dari hasil pembakaran bahan bakar minyak
bumi (pollutan). Asam ini akan menyebabkan
kertas menjadi rapuh dan akan merusak lapisan
emulsi pada negatif foto dan
microfilm/mikrofis.

b. Metode Pembersihan debu


Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk
membersihkan debu pada bahan perpustakaan.
Cara yang dipilih harus mempertimbangkan kondisi
bahan perpustakaan, antara lain: kekuatan kertas,
ketebalan kertas, serta ketebalan debu yang
menempel pada bahan perpustakaan.

27
Beberapa cara pembersihan debu adalah sebagai
berikut :
1). Menggunakan Vacuum Cleaner
Vacuum cleaner digunakan untuk
membersihkan bahan perpustakaan yang ada
pada rak. Alat ini dapat menyedot dan
mengumpulkan debu sehingga debu tidak
berterbangan di dalam ruangan. Sebaiknya
tidak menggunakan sapu bulu ayam
(kemoceng) karena cara ini debu tidak akan
hilang tetapi hanya dipindahkan dari satu
tempat ketempat lainnya. Pada saat
membersihkan debu sebaiknya ujung penyedot
dibungkus kain kasa sebagai filter untuk
menjaga agar fragmen kertas pada buku tidak
ikut tersedot.

Gambar 2. Kepala vacuum cleaner

28
2). Menggunakan Kuas
Untuk membersihkan debu yang tertinggal
pada bahan perpustakaan dan tidak tersedot
vacuum cleaner dan tersembunyi di sela-sela
buku dapat digunakan kuas.

Gambar 3. Membersihkan bahan perpustakaan


dengan menggunakan kuas

3). Karet Penghapus


Debu dan kotoran yang sudah menempel kuat
pada dokumen dan buku karena sudah terlalu
lama dibiarkan sehingga sulit dihilangkan
dengan menggunakan vacumm cleane atau
kuas, maka digunakan karet penghapus.
Caranya yaitu dengan buku ditekan kuat-kuat

29
dengan tangan kiri pada pinggir meja,
kemudian karet penghapus digosokkan dengan
tangan kanan pada kepala buku sampai
menjadi bersih. Selain menggunakan karet
penghapus dapat pula dilakukan dengan
menggunakan serbuk penghapus (penghapus
yang diparut) dengan cara menggosok-
gosokkan dengan jari arah memutar.

2. Pembersihan secara kimiawi


a. Penyebab Noda
Noda yang melekat dipermukaan kertas sulit
dihilangkan dengan alat-alat yang digunakan untuk
menghilangkan debu/kotoran. Timbulnya noda
dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal :
1). Noda yang disebabkan oleh partikel-partikel
padat ( tanah, lumpur).
2). Noda yang disebabkan oleh minyak
3). Noda yang disebabkan oleh tinta yang luntur
4). Noda yang disebabkan oleh air (banjir/tetesan
air)

b. Noda Selotape

30
Selotape yang digunakan sebagai perekat pada
kertas atau buku harus dihilangkan karena bahan
perekat pada selotip ini bersifat asam. Biasanya
menimbulkan noda coklat serta warna kertas akan
berubah menjadi kuning kecokelatan pada daerah
yang ditempelkan dengan selotip ini. Plastik pada
selotape dapat dilepas dengan pelarut organik atau
taking iron.
Perekat pada selotip tidak larut dalam air, oleh
sebab itu harus dicoba dengan beberapa pelarut
organik. Pelarut yang digunakan untuk
menghilangkan sellotape sebagai berikut :
trichlorethan, benzene dan aseton.
Selotape yang terlanjur menempel pada bahan
pustaka harus dilepas karena apabila tidak dilepas
maka selotape akan merusak bahan pustaka
tersebut diantaranya menimbulkan noda, kertas
menjadi asam dan merusak keindahan artistic suatu
bahan pustaka.
Melepas selotape dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu menggunakan alat, taking iron dan
menggunakan pelarut organic, benzene. Jika
menngunakan pelarut organic harus dilakukan di
fume hood atau lemari asam.

31
c. Pembersihan Noda Zat Padat
1). Bleaching dengan Chloramine T

Gambar 4. Bleaching dengan menggunakan chloramine T

2). Bleaching Kalium Permanganate

Gambar 5. Bleaching dengan larutan permanganate 1 %

32
B. MENGHILANGKAN KEASAMAN
1. Penentuan nilai pH
Penentuan nilai pH dapat digunakan dengan
menggunakan Alat Pengukuran pH. Tingkat keasaman
pada kertas dapat diuji dengan menggunakan kertas
lakmus, pulpen pH (pH pen), indikator universal (pH strip)
dan pH meter.
a. pH meter
Nilai pH yang dihasilkan dari pengukuran
menggunakan pH meter lebih akurat karena tiga
angka dibelakang koma dapat diketahui.

Gambar 6. pH meter

Langkah-langkah dalam penggunaan pH meter


digital

33
1). Ambil sampel air yang mau di ukur kadar
pHnya (letakkan dalam wadah).

2). Nyalakan dengan menekan tombol on pada


pH meter.

34
3). Masukkan pH meter ke dalam wadah yang
berisi air yang akan di uji.

4). Pada saat di celupkan ke dalam air, skala


angka akan bergerak acak, untuk mengukur
tingkat keasaman pada kertas, langkah yang
dilakukan sama hanya menggunakan pH meter
dengan probe yang datar (flat) kemudian
probe diletakkan pada kertas secara vertical

5). Tunggu hingga angka tersebut berhenti dan


tidak berubah-ubah.

35
Gambar 7. Langkah 1-5 Tahapan Penggunaan pH Meter
6). Hasil akan terlihat pada layar display digital.

b. Indikator Universal
Analisa ini digunakan untuk mngetahui tingkat
keasaman sebuah dokumen. Sebagaimana diketahui
bahwa tingkat keasaman yang rendah (6 ke bawah)
akan mengakibatkan warna kertas berubah dari putih
ke coklat dan dengan kondisi tertentu keasaman
dapat merapuhkan serat sellulosa sehingga kertas
menjadi cepat sobek dan rapuh. Tingkat keasaman
yang baik untuk kertas adalah 6 – 8, sedangkan pH 
8 juga dapat menyebabkan kertas menjadi getas.
Keasaman pada kertas dapat diuji dengan
menggunakan kertas lakmus, indikator universal atau

36
pH meter. Apabila menggunakan kertas lakmus
ketika ditempelkan pada objek kertas lakmus biru
berubah menjadi cokelat, maka dikatakan asam , jika
tidak ada perubahan berarti tidak ada keasaman
pada objek. Uji pH juga dapat dilakukan dengan
menggunakan indikator universal. Tingginya pH,
menandakan keasaman rendah sementara
menurunkan pH, menandakan keasaman tinggi.
Dikatakan netral pada 6,7-6.9 pH sementara itu
mulai dikatakan rapuh apabila pH  4. Indikator
universal dapat digunakan untuk menentukan
derajat keasaman.
Berikut ini adalah proses cara penggunaan indikator
universal sbb:
1). Teteskan air pada bagian sudut yang sudah
terlebih dahulu dialasi dengan plastik (gambar
1);
2). Ambil satu buah indikator universal dan
letakkan pada bagian yang sudah dibasahi
(gambar 2);
3). Tekan menggunakan plastik dan tunggu
beberapa saat sampe terjadi perubahan warna
(gambar 3);

37
4). Cocokkan warna sesuai dengan gambar yang
tertera di kotak indikator universal dan lihat
angka yang tertera sehingga bisa dilihat asam
atau tidaknya dokumen (gambar 4).

1).

2).

3).

38
4)

Gambar 8. Tahapan Proses menentukan keasaman


menggunakan Indikator Universal

c. pH pen

39
Pengukuran pH menggunakan pulpen pH ditujukan
untuk mengetahui secara kualitatif kualitas koleksi
berada pada kondisi asam atau basa saja dengan
menunjukan perubahan warna tanpa. Apabila
pulpen pH di tes pada kertas dengan memberi
goresan atau titik kemudian menunjukkan warna
kuning maka kertas dalam kondisi asam sedangkan
apabila berwarna ungu maka kertas berada dalam
kondisi alkali.

Gambar 9. pH pen

2. Deasidifikasi
Deasidifikasi adalah suatu proses untuk menghilangkan
pengaruh asam yang ada pada kertas, baik karena
pengaruh faktor yang berasal dari dalam maupun faktor

40
luar (Wirayati et al.2014). Perubahan yang nampak pada
kertas adalah perubahan warna menjadi kuning hingga
coklat yang membuat kertas menjadi rapuh dan akhirnya
hancur. Deasidifikasi dilakukan untuk menetralkan asam
dan memberi bahan penguat (buffer) untuk melindungi
kertas dari pengaruh asam dari luar. Asam dapat
dinetralkan dengan basa atau bahan yang bersifat alkalin.
Asam dan basa bereaksi menghasilkan garam yang netral.
Garam ini akan bertindak sebagai penahan (buffer) untuk
melindungi kertas dari kerusakan lebih lanjut.
Proses deasidifikasi merupakan proses yang harus ada
dalam setiap kegiatan perbaikan bahan pustaka. Tahap
deasidifiasi merupakan tahap yang sangat penting karena
tanpa tahap deasidifikasi maka proses perbaikan tidak
sempurna. Deasidifikasi dapat dilakukan secara masal
yaitu dalam jumlah banyak dan dilakukan secara
persatuan dalam jumlah yang sedikit. Deasidifikasi dapat
dilakukan dengan menggunakan bentuk gas maupun
bentuk cair.
a. Deasidifikasi Basah
Deasidifikasi basah atau Aqueous deasidification
adalah cara menetralkan yang dilakukan dengan
cara merendam lembaran kertas menggunakan
larutan adalah Kalsium Hidroksida, Kalsium
bikarbonat, Magnesium bikarbonat, Sodium
Tetraborate dan lain-lain. Metode deasidifikasi

41
basah didasarkan pada penemuan Otto Schierholts
tahun 1936. Teknik ini dilakukan dengan cara
merendam lembaran kertas dalam larutan basa .

b. Deasidifikasi kering
Deasidifikasi kering atau non-aqueous
deacidification yaitu cara menetralkan yang
dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan
pada kertas yang mengandung asam, larutannya
adalah Barium Hydroksida dalam methanol,
Magnesium methoxide dalam methanol, Methyl
magnesium karbonat dan lain-lain.

C. PEMBASMIAN JAMUR

Tindakan yang direkomendasikan di bawah ini adalah teknik


stabilisasi dasar yang mudah untuk dilakukan dengan kasus
serangan jamur kecil hingga sedang. Kompleksitas serangan
dengan skala besar dapat dilakukan dengan bantuan
konservator atau profesional pelestarian.
1. Isolasi dokumen, koleksi, atau area yang terdampak.
Barang-barang individual harus dikarantina dengan
memindahkannya ke area yang bersih — terpisah dari
koleksi yang lain — yang memiliki kelembaban relatif di
bawah 55%. Untuk menghindari penyebaran spora selama
perjalanan, barang-barang harus disegel dalam kantong
plastik untuk transfer. Setelah dikarantina, kantong harus
dikeluarkan dari barang untuk mencegah terjadinya iklim

42
mikro (di dalam kantong) yang mendorong pertumbuhan
jamur.

2. Menentukan penyebab pertumbuhan jamur.


Perlu diketahui apa yang menyebabkan masalah sehingga
wabah tambahan dapat dihindari. Carilah terlebih dahulu
sumber kelembaban yang jelas, seperti kebocoran air. Jika
tidak ada sumber kelembaban yang jelas, gunakan
instrumen pemantauan untuk mengukur kelembaban
relatif di daerah yang terkena. Jika kelembaban meningkat,
mungkin ada masalah dengan sistem HVAC, atau area
tersebut mungkin mengalami kelembaban yang lebih
tinggi karena alasan lain: rak ditempatkan pada dinding
luar yang tidak disegel, sirkulasi udara yang buruk, atau
akumulasi debu dan kotoran yang mungkin menyediakan
sumber makanan untuk jamur. Lakukan perbaikan atau
atasi masalah sesegera mungkin. Jika masalah tidak dapat
diselesaikan dengan cepat, selamatkan koleksi dan
kembangkan strategi untuk pemantauan berkala pada
area untuk pertumbuhan jamur tambahan.

3. Memodifikasi Lingkungan
Ambil langkah-langkah untuk memodifikasi lingkungan
sehingga tidak lagi kondusif untuk pertumbuhan jamur.

43
Mengepel dan atau menggunakan vakum basah-kering
untuk menghilangkan air yang menggenang. Bawa
penurun kelembaban, tetapi pastikan ada mekanisme
untuk mengalirkannya secara berkala sehingga tidak
meluap. Ukuran dehumidifier yang dibutuhkan akan
ditentukan oleh luas ruangan. Pastikan sirkulasi udara
terisolasi di ruang itu untuk mencegah dehumidifier kecil
yang mencoba menurunkan RH untuk seluruh bangunan.
Bawa kipas angin untuk mengedarkan udara dan membuka
jendela (kecuali kelembabannya lebih tinggi di luar). Tujuan
Anda adalah untuk mengurangi kelembaban relatif hingga
55% atau lebih rendah dan untuk membawa suhu di bawah
210C. Dapatkan instrumen pemantauan yang dapat
mengukur kelembaban dan suhu relatif secara akurat, dan
catat pengukuran dalam log beberapa kali sehari atau
gunakan data logger.

4. Melakukan tindakan pencegahan.


Terapkan tindakan pencegahan keselamatan untuk staf
dan orang lain yang bekerja dengan barang berjamur.
Semua jamur berpotensi berbahaya bagi orang-orang
sehingga jika koleksi akan diselamatkan di dalam rumah,
semua orang yang bekerja dengan bahan-bahan yang
terkena harus memakai sarung tangan nitril sekali pakai,

44
pakaian pelindung, kacamata, dan masker pelindung N95
atau N100.

5. Menonaktifkan semua pertumbuhan jamur aktif.


Tujuan dari penonaktifan adalah membuat jamur menjadi
tidak aktif berupa tahap pengeringan dan berdebu. Setelah
dinonaktifkan, dimungkinkan untuk menghilangkan residu
jamur dengan lebih mudah. Jika jumlahnya sedikit,
tempatkan di kompartemen freezer kulkas rumah, freezer
dada, atau freezer komersial yang dibungkus freezer atau
kertas lilin, berlabel, tanggal, dan ditempel rapat untuk
mencegah kontaminasi dan identifikasi bantuan.

6. Membersihkan barang yang terkena dampak.


Jangan mencoba membersihkan jamur aktif (lunak dan
fuzzy), lihat langkah 5, atau bahan yang mudah pecah
seperti pastel, gambar arang, atau cat yang mengelupas.
Hapus jamur tidak aktif di luar ruangan daripada di ruang
tertutup bila memungkinkan. Pastikan untuk memakai alat
pelindung (lihat langkah 4). Jika bekerja di dalam ruangan,
gunakan tudung asap dengan filter yang menjebak jamur
atau di depan kipas yang mengevakuasi udara keluar
jendela. Tutup ruangan dari area lain dari bangunan

45
(termasuk menghalangi ventilasi sirkulasi udara). Ini mirip
dengan menciptakan tekanan udara negatif.
Metode paling sederhana untuk menghilangkan jamur
yang tidak aktif adalah dengan menggunakan vakum
kecepatan variabel yang rendah dengan filter HEPA untuk
menjebak spora jamur. Vakum yang normal hanya akan
menguras spora ke udara. Jangan menyedot debu benda-
benda rapuh secara langsung, karena kekuatan hisap
dapat dengan mudah menyebabkan kerusakan pada
bahan yang lemah. Kertas dan tekstil dapat disedot melalui
layar jendela fiberglass yang ditahan dengan beban.
Gerakkan nosel vakum dengan gerakan lurus ke atas dan
ke bawah, bukan dari sisi ke sisi. Lampiran kuas yang
benar-benar tertutup di luar dengan kain tipis harus
digunakan untuk buku-buku untuk menjaga dari
kehilangan potongan-potongan yang terlepas. Sekali lagi,
hanya bergerak dalam gerakan naik dan turun. Saat
membuang kain katun tipis, menyaring, menyedot debu,
atau menyaring, masukkan ke dalam kantong sampah
plastik dan lepaskan dari gedung.
Membersihkan jamur dengan sikat lembut juga dapat
dilakukan, tetapi ini harus dilakukan dengan hati-hati.
Setelah bahan berjamur dinonaktifkan, ambil sikat yang
lebar dan lembut (seperti sikat cat air) dan gosok perlahan

46
jamur dari permukaan benda ke dalam nosel vakum.
Gunakan sentuhan ringan untuk mencegah jamur melekat
secara permanen ke dalam serat kertas atau tekstil.

7. Pembersihan Jamur
Bersihkan dengan seksama (dan keringkan, jika basah)
ruang tempat pecahnya jamur. Pembersihan dapat
dilakukan di rumah atau oleh perusahaan yang disewa
untuk memberikan pembersihan dan / atau
dehumidifikasi. Jika bekerja di rumah, lap rak dengan
pemutih, Lysol, atau larutan serupa. Biarkan semua
permukaan yang dibersihkan hingga benar-benar kering
sebelum mengembalikan material apa pun. Jika bau apak
tertinggal di dalam ruangan, pelakunya mungkin karpet
dan bantalan yang juga menjadi berjamur. Ini perlu diganti.
Jika baunya tidak berasal dari karpet atau perabotan,
baunya mungkin sementara. Jika baunya tetap hidup,
masalah yang memicu jamur mungkin tidak dapat
diperbaiki. Ini juga merupakan ide yang baik untuk
memiliki komponen sistem HVAC (gulungan penukar
panas, saluran kerja, dll) dibersihkan dan didesinfeksi jika
mereka adalah penyebab masalah.

8. Pengembalian material.

47
Kembalikan material ke area yang terkena dampak.
Kembalikan material hanya setelah area dibersihkan,
dikeringkan, dan penyebab wabah jamur telah
diidentifikasi dan ditangani.

9. Memonitor Kondisi.
Gunakan pembacaan suhu dan kelembaban relatif harian,
dan pastikan bahwa iklimnya sedang. Sangat penting untuk
menjaga kelembaban di bawah 55% dan suhu di bawah
210C untuk memastikan bahwa jamur tidak akan muncul
kembali. Periksa secara teratur area masalah dan koleksi
untuk memastikan tidak ada pertumbuhan jamur baru.
Pastikan untuk memeriksa selokan buku dan di dalam duri
karena ini adalah masalah umum.

D. PEMBASMIAN SERANGGA
1. Penyuntikan
Metode injeksi berguna sebagai tindakan mencegah
serangga memasuki bangunan perpustakaan dan tindakan
membasmi serangga yang berada dibawah tanah. Tindakan
mencegah datangnya serangga dengan cara
menyemprotkan kusen, pintu atau rak buku yang berbahan
dasar kayu dengan insektisida allethrin (aerosol). Untuk
membasmi dilakukan injeksi pada tanah dan bagunan
berbeton dengan cara membor hingga kedalaman 50 cm

48
dan dimasukkan larutan termiside. Cara ini dapat dilakukan
sebelum atau setelah gedung dibangun. Ada juga cara yang
cukup modern saat ini digunakan yaitu dengan memberikan
umpan sehingga umpan tersebut dibawa ke dalam sarang
dan membuat rayap ratu mati. Pada akhirnya koloni rayap
tidak dapat berreproduksi lagi.

2. Pemberian umpan / Pelet


a. Perangkap Perekat
Perangkap jenis perekat yang biasa digunakan dapat
berupa lem yang banyak dijual bebas dan sebaiknya
bebas dari pestisida. Perangkap perekat yang
digunakan untuk memantau serangga dengan ukuran
6 x 6 cm sampai 6 x 18 cm dan terbuat dari kardus
berbentuk segi tiga (lihat gambar xxx) Padabagian
perekat dilindungi dengan karton sehingga terhindar
dari debu. Serangga akan merangkak ke dalam
karena mencium bau yang berasal dari dalam kardus
tersebut tanpa mampu untuk melepaskan diri.
Perekat pada perangkap ini aktif hanya beberapa
bulan (untuk jangka pendek dalam lingkungan kotor),
sehingga harus menggantikan perangkap perekat
secara teratur, idealnya dilakukan pemeriksaan
setiap bulan dan dilakukan penggantian secararutin.

49
Jika tidak digantimaka, serangga yangterakumulasi
pada perangkap tersebut yang nantinya menjadi
umpan untuk jenis kumbang yang sangat merusak,
dan akan berkembang biak meninggalkan perangkap
untuk hidup di area di dekatnya. Namun demikian
serangga mati dapat juga digunakan sebagai atraktan
makanan untuk serangga dan dapat meningkatkan
keberhasilan perangkap.

b. Perangkap Cahaya
Perangkap cahaya dapat menarik banyak serangga
dewasa yang terbang. Sumber cahaya memancarkan
radiasi ultraviolet sehingga sebaiknya hindari
penggunaan cahaya lampu dengan waat yang tinggi
pada ruangan koleksi. Tetapi cahaya dapat juga
digunakan sebagai perangkap yang sengaja
digunakan untuk menarik serangga datang. Biasanya
pada bangunan-bangunan digunakan cahaya seperti
neon, atau lampu halida yang mengeluarkan cahaya
ultra violet yang cukup tinggi untuk menarik serangga
nocturnal agar menuju pintu eksternal dan jauh dari
area penyimpanan koleksi. Tetapi tidak semua
serangga akan tertarik sumber cahaya.

50
c. Perangkap mekanik
Perangkap mekanik berguna untuk mendeteksi dan
mengendalikan infestasi tikus. Perangkap mekanik
diantaranya adalah perangkap snap/jepit, dan
perangkap tikus hidup. Umumnya hewan pengerat
sering berjalan disela-sela bangunan dan rak-rak
tempat penyimpanan. Tempatkan perangkap di
sepanjang persimpangan dinding lantai dan bukan di
lokasi terbuka.
Hindari penggunaanumpan racun untuk mencegah
terjadinya infestasi sekunder jenis serangga tertentu
karena akumulasi bangkai tikus di lokasi yang
tersembunyi dan sulit dijangkau.

3. Fumigasi
Definisi fumigasi adalah metode pemakaian fumigant
yang dilepaskan menuju atmosfir dalam bentuk gas untuk
mengkontrol atau membunuh organism yang tidak
diinginkan. Fumigant itu sendiri adalah bahan kimia pada
kondisi tertentu berubah menjadi gas dan pada
konsentrasi yang diinginkan dapat membuat organism
mati.
a. Dasar Pertimbangan

51
Pada awalnya banyak fumigator mengaplikasikan
methyl bromide pada fumigasi perpustakaan, tetapi
saat ini pemakaian methyl bromide sudah dilarang
karena menyebabkan penipisan lapisan ozone sesuai
dengan Protokol Montreal dan Kepres No. 23 Tahun
1992. Oleh karena itu diperlukan informasi tentang
manfaat dan efek jangka panjang yang ditimbulkan
oleh fumigant tertentu.
Ada beberapa perhatian dan alasan yang diperlukan
dalam memilih pestisida yang tepat, sebagai berikut:
1). Memilih pestisida yang tidak menimbulkan
alergi yang sangat menggangu operator
ataupun orang yang berada disekitarnya dan
terdapat antidotnya.
2). Secara internasional telah diakui bahwa
pestisida tersebut aman digunakan dan
mengikuti standar prosedur yang telah
disarankan.
3). Memiliki resiko terhadap manusia dan
lingkungan disekitarnya sangat rendah.
4). Sesuaikan antara lingkungan dan serangga
dengan fumigantnya.
5). Kemudahan pemakaian dan setelah
pemakaian.

52
b. Fumigant
Fumigant adalah bahan kimia yang dipakai dalam
fumigasi. Berikut beberapa informasi tentang
Almnium phosphide sebagai fumigant yang saat ini
masih digunakan.
1). Aluminium phosphide
a). Rumus kimia: AlPH3
b). Reaksi kimia:

c). Penampakan dan bau:


Padatan berwarna abu-abu dengan
permukaan seperti lilin mengkilap dan
berbau karbit atau bawang putih.
d). Tingkat reaktif:
Phosphida sangat reaktif terhadap uap air
dan asam dengan reaksi hidrolisisnya.
Phosphida dapat bereaksi dengan logam
tertentu seperti tembaga dan
menyebabkan korosi.
e). Bahaya yang ditimbulkan pada manusia:
LC50 (dapat menyebabkan kematian
organisme termasuk manusia 50 %) pada
dosis 180 ppm selama 1 jam.

53
4. Karateristik Phosphin
Fosfin memiliki nama kimia Hidrogen Fosfida dengan
formulasi kimia PH3.
a. Phosphin biasanya ditemukan dalam bentuk
padatan berupa lembaran maupun butiran dengan
komposisi aluminium phosphida dengan kandungan
60 % yang dicampur dengan carbamate dan paraffin
sebagai bahan aditif mengetahui keberadaan bau
dan kemudahan dipegang.
b. Ketika dalam keadaan terbuka maka akan terjadi
proses sumblimasi dengan daya iritasi yang
dikeluarkan oleh amoniak dan karbundioksida
kemudian disuse oleh gas phosphine (PH3) murni.
c. Pada kondisi normal suhu 20 C dan kelembapan 60
% padatan akan sempurna menjadi residu selama 48
sampai 96 jam, namun bergantung pada kondisi
kelembapan dan tempertur.
d. Phosphine adalah gas yang sangat berbahaya
dengan densitas 1.2 dan lebih berat dari pada udara
artinya gas tersebut hampir sama dengan udara
hanya sedikit sulit terbang keatas.
e. pemakaian phosphin yang tidak sesuai dosis
menyebabkan kerusakan pada kabel dan alat
elektronik karena adanya tembaga korosi.

54
f. reaksi phosphin eksotermis maka terlebih dahulu
menimbulakan panas ketuka bersentuhan dengan
uap air kemudian timbul api hingga terjadi ledakan.
g. Fosfin tidak pengaruh buruk pada koleksi akibat
residu yang ditinggalkan pada komoditas yang
difumigasi relatif kecil (tidak berbahaya). Pada
umumnya sisa gas Fosfin dalam komoditas akan
mudah dibuang pada saat dilakukan aerasi setelah
fumigasi.
h. Fosfin sangat reaktif terhadap beberapa logam atau
bahan-bahan yang mengandung :
1). Tembaga, tembaga yang mengandung logam
campuran sepertikuningan, dan dengan
komponen-komponen lainnya
yangmengandung tembaga seperti kabel,
kawat listrik, komputer, motorlistrik, peralatan
komunikasi, dan peralatan elektronik.
2). Bahan-bahan yang terbuat dari tembaga, perak
atau emas.
3). Bebarapa jenis kertas film yang mengandung
komponen perak.

55
BAB IV
PERBAIKAN BAHAN PERPUSTAKAAN

A. PENGANTAR PERBAIKAN
Perbaikan bahan perpustakaan kertas harus segera dilakukan
terhadap bahan perpustakaan yang rusak karena apabila
dibiarkan maka bahan perpustakaan akan semakin rusak dan
tentu saja tidak akan dapat dipakai atau dilayankan kepada
pemustaka.
Ada beberapa hal yang harus diketahui dalam melakukan
perbaikan bahan pustaka yaitu :
1. Prinsip Perbaikan Bahan Perpustakaan
Sebelum kita memulai perbaikan, kita harus mengetahui
prinsip dalam perbaikan bahan perpustakaan. Menurut
Charola dan Koestler (2006) ada tiga prinsip dalam
tindakan konservasi kuratif yaitu :
a. Reversibility atau Retreatability
Reversibility artinya bahan yang yang dipakai dalam
perbaikan harus dapat dibuka kembali, sedangkan
retreatability artinya bahan dan metode yang
dipakai mampu bertahan lama untuk bahan pustaka
yang diperbaiki.
b. Compatibility

56
Compatibility artinya bahan dan metode yang
dipakai sesuai atau cocok untuk koleksi yang
diperbaiki, menggunakan bahan-bahan yang aman
atau tidak berbahaya untuk koleksi.
c. Minimum Intervention
Minimum intervation artinya perbaikan yang kita
perbaiki harus seminimal mungkin. Contohnya kalo
tidak rapuh tidak perlu dilaminasi, kalo nodanya
hanya sedikit tidak perlu dibleaching dan lain-lain.

2. Survey Kondisi
Survey kondisi harus dilakukan terhadap koleksi terpilih
yang akan diperbaiki. Survey kondisi bahan pustaka
adalah suatu survey secara menyeluruh yang mengarah
pada laporan deskripsi berdasarkan hasil pemeriksaan
terhadap bahan perpustakaan. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi kerusakan dan memberikan
rekomendasi metode konservasi yang harus dilakukan.
Survey kondisi bahan pustaka biasanya dilakukan setelah
paginasi. Survey kondisi bahan pustaka bersamaan
dengan uji keasaman dan uji tinta. Form survey kondisi
ada di lampiran 1.

3. Pendokumentasian

57
Pendokumentasian perlu dilakukan terhadap bahan
pustaka sebelum dikonservasi, tahap-tahap kegiatan
konservasi serta setelah kegiatan konservasi.
Pendokumentasian ini perlu dilakukan sebagai alat bukti
jika adanya pengaduan / complain dari pemilik bahan
pustaka dan sebagai back data apabila ada kecelakaan
kerja yaitu hilangnya tulisan, gambar dan lain-lain.

4. Jenis Metode Perbaikan


Penentuan metode perbaikan bahan perpustakaan kertas
yang tepat harus ditentukan sejak awal sebelum bahan
perpustakaan diperbaiki. Metode perbaikan untuk setiap
bahan perpustakaan berbeda-beda, tergantung kondisi
fisik dalam hal ini kondisi kerusakan, jenis kertas dan jenis
tulisan yang digunakan bahan perpustakaan.

Jenis metode perbaikan yang biasanya digunakan dalam


perbaikan bahan perpustakaan adalah mending, sizing,
laminasi, lining, enkapsulasi dan lain-lain. Setiap bahan
pustaka yang rusak akan mendapat dua macam metode
atau beberapa metode tergantung jenis kerusakannya.
Metode-metode tersebut biasanya dilakukan secara
berurutan, mengikuti alur kerja atau standar operasional

58
prosedur (SOP). Penjelasan lebih lanjut tentang masing-
masing metode diibahas di subbab di bawah ini.

5. Alat-alat Perbaikan
Untuk melestarikan bahan pustaka dibutuhkan alat-alat
yang sesuai dan tepat untuk menunjang pelaksanaan
kegiatan pelestarian. Alat pelestarian fisik koleksi
membutuhkan alat sederhana dan alat modern. Alat
sederhana contohnya yaitu kuas, mangkuk, sprayer dan
lain-lain yang biasanya dipakai untuk melakukan metode
pelestarian dengan teknik manual. Alat modern
pelestarian berupa mesin-mesin untuk melakukan
metode leaf casting, enkapsulasi dan lain-lain. Sebagian
besar alat berupa mesin pelestarian masih diimport dari
luar negeri. Dengan menggunakan alat-alat terutama
mesin pendukung yang modern akan menghasilkan
output yang maksimal sehingga pekerjaan akan cepat
selesai.

6. Bahan-bahan Perbaikan
Bahan yang dipakai dalam konservasi juga bermacam-
macam ada yang bahan kimia dan bahan non kimia. Bahan
non kimia contohnya kertas yang digunakan dalam
perbaikan yaitu tissue Jepang. Bahan kimia yang dipakai

59
ada yang wujud padat, contohnya CMC, PK dan lain-lain,
sedangkan bahan cair contohnya methanol, benzene dan
lain-lain bahkan dalam bentuk gas juga digunakan salah
satunya yaitu gas CO2.
a. Tissue Jepang
Bahan kertas yang digunakan dalam perbaikan harus
sesuai dengan standar dari Institut Standar Nasional
Amerika NISO tahun 1992 “Permanence of Paper for
Publications and Archives” diantara kriteria adalah
mempunyai pH 7,5 – 10, bebas lignin, seratnya
panjang dan lain-lain.
Tissue jepang merupakan kertas yang memenuhi
persyaratan kriteria kertas yang baik untuk kegiatan
konservasi dan restorasi bahan perpustakaan kertas.
Japanese tissue paper atau kertas Jepang disebut
juga Washi (dalam bahasa jepang, wa artinya Jepang
dan shi artinya kertas), washi merupakan kertas
tradisional Jepang yang dibuat secara handmade,
akan tetapi saat ini sudah diproduksi dengan mesin
modern secara masal. Washi terbuat dari serat kulit
pohon, mempunyai kekuatan, fleksibel, transparan,
ringan dan pH netral.Washi terdiri atas tiga jenis
yaitu : Kozo, Mitsumata dan Gampi

60
b. Perekat
Perekat dibedakan menjadi perekat natural dan
sintetis. Perekat natural berasal dari tumbuhan dan
binatang, sangat disukai serangga dan mikro
organisme. Perekat jenis itu kurang stabil, pada
temperatur atau kelembaban atmosfir yang tinggi,
akan mengakibatkan kehilangan fleksibilitas dan
merubah perekat menjadi butiran sehingga akan
perpengaruh terhadap kertas. Selain itu keadaan
lembab akan melemahkan daya rekat, menimbulkan
noda pada kertas. Untuk melindungi dari pengaruh
serangga dan mikroorganisme gunakan antiseptik
(orthophenilphenol), serta tambahkan glyserin
untuk menjaga kelenturan dari perekat.
Perekat yang paling baik adalah jenis gelatin dan fish
glue. Gelatin sangat baik digunakan untuk proses
sizing pada proses konservasi. Perekat yang berasal
dari tanaman dikenal sebagai starch yang berasal
dari padi atau gandum. Serta ada yang berasal dari
kentang, maizena. Perekat semi sintetis yang berasal
dari selulosa sangat stabil dan mudah diaplikasikan.
Jenis yang biasa digunakan untuk konservasi kertas
adalah methyl cellulose (Culminal, Tylose MH),

61
carboxymethly cellulose (cellofas, Tylose CB),
hydroethyl cellulose, hydroxymethyl cellulose serta
hydroxypropyl cellulose. Perekat tersebut dapat
larut dalam air, beberapa dapat larut dalam pelarut
organik.
Jenis perekat selulose ini sangat baik dipakai untuk
semua kegiatan konservasi kertas. Perekat sintetis
bersifat thermostabil serta thermoplastic. Perekat
tersebut resisten terhadap panas tertentu serta
tidak bisa dikembalikan ke bentuk semula dengan
jenis pelarut apapun. Jenis perekat ini tidak
direkomendasikan untuk kegiatan konservasi.
Perekat yang bersifat thermostable tidak
direkomendasikan untuk kegiatan konservasi.
Perekat tersebut lebih cocok digunakan untuk
binding atau menjilid.
Lem CMC yang digunakan dalam perbaikan ada dua
jenis yaitu lem kental dan lem cair. Lem kental
biasanya dipakai dalam metode mending dan
laminasi manual dengan teknik menggunakan karet
sandal, sedangkan lem cair digunakan dalam metode
laminasi manual dengan Teknik menggunakan kuas,
lining, sizing dan lain-lain. Pembuatan Lem CMC
dapat dilakuka dengan manual dengan diaduk

62
secara terus menerus samapi lem jadi atau dengan
menggunakan blender.

Gambar 10. Lem CMC

B. MENDING
Mending adalah suatu metode untuk memulihkan bentuk dan
kekuatan kertas dengan cara menambal bagian yang berlubang
atau hilang dan menyambung kertas yang robek atau lepas.
Mending perlu dilakukan sebagai upaya perbaikan yang
disesuaikan dengan bentuk kerusakan yang terjadi. Menambal
adalah menutup bagian bahan perpustakaan yang berlubang

63
sehingga tampak utuh seperti semula. Sedangkan
menyambung adalah merekatkan bagian yang robek agar tidak
menjadi bertambah lebar.

Untuk menambal dapat dilakukan dengan menggunakan


Japanese tissue paper (dengan ketebalan 27 gr), atau Hand
made paper dengan CMC (carboxy methyl cellulose) sebagai
perekat. Sedangkan bahan penguat kertas dokumen untuk
menyambung kertas robek atau untuk menyatukan lembaran-
lembaran lepas yang digunakan biasa Japanesse tissue paper
dengan ketebalan 6 gram dan perekat yang digunakan dalam
mending adalah CMC (Carboxy methy Cellulose)

Proses mending dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:


1. Mending secara manual
Menambal dengan menggunakan tangan tanpa peralatan
khusus. Terlebih dahulu membuat pola kerusakan
menggunakan pinsil diatas selembar tissue Jepang
ukuran 27 gram (Japanese Tissue) yang ditempelkan
diatas bagian yang berlubang dan dibantu dengan meja
berlampu (light table). Selanjutnya pola kerusakan yang
sudah tergambar pada tissue jepang tersebut pelan-
pelan dirobek dengan cara menarik perlahan. Untuk
memudahkan merobek tissue tersebut dapat

64
menggunakan kuas yang terlebih dahulu dicelupkan ke
dalam air. Selanjutnya tissue yang sudah dibentuk sesuai
lubang tersebut direkatkan persis dibagian yang robek
dengan menggunakan lem CMC

Gambar 11. Menyambung Manual

b. Menambal Manual

Gambar 12. Menambal Manual

65
2. Leaf casting
Leaf casting yaitu teknik menambal menggunakan
mesin leaf caster, caranya dengan memasukkan bubur
kertas (pulp) ke dalam mesin leaf caster lalu kertas
yang robek diletakkan di dalam mesin tersebut
selanjutnya pulp tersebut akan mengisi bagian yang
hilang sehingga kertas tampak utuh kembali.

Gambar 13. Mesin Leaf Caster

C. LINING
Lining adalah metode proses pelapisan satu permukaan kertas
yang kosong dengan bahan penguat kertas dokumen dan lem.
Bahan penguat yang digunakan untuk lining adalah japanesse
tissue paper dengan ukuran 27gram sedangkan lem yang
digunakan dalam lining adalah lem CMC (Carboxy methy
Cellulose) atau Wheat Starch. Lining digunakan untuk peta dan
gambar yang sudah agak rapuh, rusak dan robek.

66
Gambar 14. Lining

D. SIZING
Sizing adalah metode melapisi permukaan kertas dokumen
dengan CMC atau gelatin cair. Sizing memberikan efek kilau
pada kertas. Sizing digunakan dalam konservasi surat kabar,
peta dan gambar.
Pada proses pembuatan kertas dilakukan proses sizing juga
yang tujuannya agar pada saat kertas ditulis maka tinta tidak
akan melebar (blobor) dan juga memberikan efek kilau pada
kertas. Pada beberapa pabrik pembuatan kertas masih ada
yang memakai alum rosin ysng bersifat asam sebagai bahan
sizing sehingga kertas yang dihasilkan bersifat asam juga.
Kita dapat membedakan kertas yang disizing atau tidak dengan
cara melihat dan merabanya. Kertas buram adalah contoh

67
kertas yang tidak disizing sehingga jika ditulis tinta akan
melebar (blobor), kertas HVS adalah contoh kertas yang
disizing sedikit sedangkan art paper adalah contoh kertas yang
disizing banyak. Hindarkan bahan pustaka dengan art paper
dari kelembaban yang tinggi dan terkena air karena akan
menyebabkan kertas menjadi lengket.
Jenis Teknik Sizing :
1. Sizing dengan kuas
Pada metode sizing dengan kuas, CMC cair 0,02 % dioleskan
langsung di atas permukaan kertas dokumen secara tipis
dan merata. Biarkan kurang lebih 12 jam, maka akan
mengering dalam suhu kamar.

Gambar 15. Sizing dengan kuas (Foto oleh Ellis Sekar


Ayu, Perpustakaan Nasional RI)

2. Sizing dengan sprayer


Pada metode sizing dengan sprayer, gelatin atau CMC cair
0,02 % disemprotkan langsung di atas permukaan kertas

68
dokumen secara tipis dan merata. Biarkan kurang lebih 12
jam, maka akan mengering dalam suhu kamar.

E. LAMINASI
Jika kertas rapuh maka akan menyebabkan bahan pustaka
cepat mengalami kerusakan seperti robek, retak, patah dan
lain-lain. Kertas dokumen yang sudah rapuh karena factor usia
kertas yang sudah tua, keasaman kertas dan lain-lain dapat
dikuatkan kembali dengan dilaminasi.
Laminasi adalah metode melapisi salah satu sisi atau kedua sisi
kertas dokumen yang sudah rapuh dengan bahan penguat
kertas dokumen dan lem. Bahan penguat yang digunakan
untuk laminasi adalah japanesse tissue paper dengan ukuran 6
gram atau 4 gram dengan warna putih, krem atau coklat
tergantung warna kertas dokumennya. Lem yang digunakan
dalam laminasi adalah lem CMC (Carboxy methy Cellulose).

Gambar 16. Hasil Laminasi

69
F. ENKAPSULASI
Enkapsulasi adalah metode untuk memperkuat kertas
dokumen dalam bentuk lembaran lepas dari kerusakan fisik
caranya dengan melindungi kedua sisi dokumen dengan plastic
yang bebas asam dan double side tape yang bebas asam juga.
Enkapsulasi merupakan metode pengganti laminating yang
tidak sesuai prinsip preservasi bahan pustaka. Enkapsulasi
dapat diaplikasikan pada ijazah, sertifikat dan lain-lain.

Gambar 17. Enkapsulasi

70
BAB V
PENJILIDAN BAHAN PERPUSTAKAAN

A. PENGANTAR PENJILIDAN
Pentingnya sebuah perpustakaan sebagai sarana penyimpan
bahan perpustakaan yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah
untuk memenuhi kebutuhan informasi. Guna
mengembangkan perpustakaan agar bisa tercapai sesuai
dengan tujuan dan sasaran penggunaannya (User) diperlukan
adanya upaya pembinaan dan pengembangan organisasi
secara berkelanjutan, disamping perlu adanya perencanaan
bagi program-program yang akan dilaksanakan secara aktual,
juga pengadaan bahan pustaka secara selektif dan dinamis
agar berdaya guna maksimal sesuai dengan sasaran akhir
(ultimate goal) yaitu mengubah pengguna potensial (Potensial
User) menjadi pengguna aktual (Actual User). Sebagai
gambaran apabila koleksi buku yang terpampang dijajaran rak
buku sebuah perpustakaan terlihat indah dan menarik,
tersebersit rasa ingin membaca apabila kondisi buku tersebut
dalam keadaan utuh dan bersih, walaupun buku tidak harus
terbitan terbaru.
Filosofi yang menyatakan bahwa “Mencegah lebih baik dari
pada mengobati” bila dikaitkan dengan dunia perbukuan atau
perpustakaan yang mempunyai koleksi buku, majalah, dan

71
surat kabar korelasinya sangat menunjang. Hal ini berkaitan
dengan tugasnya dalam mensirkulasikan bahan perpustakaan
agar bisa didayagunakan secara terus-menerus. Preservasi dan
konservasi yang dilakukan oleh perpustakaan khususnya dalam
penanganan koleksi yang mengalami kerusakan berkaitan erat
dengan masalah pengelolaan unsur 5 M (Man, Material,
Machine, Money, Methode) serta berhubungan langsung
dengan masalah penyediaan anggaran / dana oleh Lembaga /
institusi. Biasanya anggaran yang disediakan untuk menangani
bahan perpustakaan yang rusak tidak sebanding dengan
jumlah / tingkat / laju kerusakan yang makin lama makin
meningkat, serta perlu segera ditangani. Hal inilah yang
mengharuskan perlu segera diambil tindakan kebijakan
preservasi dan konservasi bagi koleksi bahan perpustakaan
yang mengalami kerusakan.
Buku yang mengalami kerusakan akan bertambah rusak
apabila tidak segera ditangani, karena koleksi yang ada di
perpustakaan mengalami berbagai kasus kerusakan atau
kerapuhan yang diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya
faktor lingkungan seperti sinar/cahaya lampu dan suhu udara
sangat berpengaruh terhadap koleksi. Suhu yang dianjurkan
adalah 68 -74° F, tetapi 65-68° F sudah dipandang cukup baik.
Kotoran/noda atau debu yang menempel pada koleksi bahan
perpustakaan juga mempengaruhi keadaan koleksi. Apabila

72
mendapati koleksi seperti ini dapat dihilangkan dengan
menggunakan sikat yang halus/kuas dan alat penyedot debu
(vacuum cleaner). Selain itu perlakuan manusia terhadap
bahan perpustakaan seperti shelving atau penempatan bahan
perpustakaan di rak sangat berpengaruh juga. Maka untuk
menjaga kelestarian tidak dianjurkan menempatkan segala
bentuk benda apapun di dalam koleksi seperti: klip kertas,
bunga untuk dipres, dan sebagainya.

B. PENGERTIAN PENJILIDAN
Pada umumnya koleksi yang ada di perpustakaan dalam jangka
waktu tertentu pasti akan mengalami kerusakan. Pelestarian
bahan perpustakan sangat diperlukan guna menunjang
fungsinya dalam bidang layanan perpustakaan yang mampu
menyajikan koleksi bahan perpustakaan dalam kondisi
terpelihara dengan baik, utuh dan siap pakai. Dalam “Principles
for The Preservation and Conservation of Library Material” yang
dihasilkan oleh The International Revew Team for Conservation
and Preservation (1989), dikemukakan bahwa tujuan
preservasi dan konservasi adalah melestarikan kandungan
informasi dan melestarikan bentuk fisik asli sehingga dapat
digunakan. Kegiatan penjilidan atau restoration termasuk
dalam kegiatan konservasi yang meliputi perbaikan bahan
perpustakaan yang rusak agar kondisinya bisa seperti aslinya.

73
Untuk itu diperlukan pengetahuan teknis cara menjilid agar
mutu jilidan sesuai dengan maksud dan tujuannya serta bentuk
jilidannya bisa diwujudkan secara maksimal .
Kebijakan untuk menjilid bahan perpustakaan secara ideal
harus dengan melalui prosedur dan tata cara sebagaimana
alur kerja yang seharusnya dilakukan antara pihak
perpustakaan dan penjilid/reparator agar dicapai hasil yang
maksimal. Adapun alur dan urutan kerja yang dilaksanakan
dalam bentuk flowchart seperti contoh di bawah ini.
Pengetahuan teknis menjilid perlu dimiliki oleh petugas
perpustakaan agar keinginan untuk mempunyai koleksi
dengan jilidan yang kuat dan bagus bisa tercapai dan tidak
menyebabkan kerusakan lebih lanjut, seperti cara menjahit
kembali buku yang rusak atau cara memotong bagian tepi buku
agar terlihat rapi tetapi tidak menghilangkan sebagian tulisan
yang ada dalam buku. Penjilidan itu sendiri dapat dikatakan
merupakan beberapa kegiatan yang dimulai dengan melipat
lembaran kertas menjadi kuras (katern), mengomplit,
menggabungkan menjadi satu dengan bahan tertentu dan
membuatkan ban atau menyortir sehingga hasil jilidan betul-
betul tersusun dengan rapi dan baik. ( Pusgrafin, 2002).
Kegiatan menjilid bisa diajarkan dengan demonstrasi,
dikomentari pada setiap operasionalnya, tetapi pada setiap
penanganan praktek demonstrator kadang sangatlah

74
membingungkan bagi pemula untuk mengapresiasikan apa
yang dimaksud. Hal inilah yang mengakibatkan metode
mengajar secara manual dibutuhkan dengan harapan para
pemula akan mampu mengerjakan secara mandiri sesuai
dengan tingkat kemampuan yang dimiliki. Penjilidan secara
manual dilakukan dengan tujuan agar perbaikan buku dapat
dilakukan secara dini oleh penjilid ataupun petugas
perpustakaan .

Secara garis besar alur kerja kegiatan proses penjilidan


digambarkan sebagai berikut :

Melipat
Membua
Lembar
Mengo Menggab t Ban Penyisira Pengcover
an
mplit ungkan /Menyor n an
kertas
tir
/kuras

Gambar 18. Alur Kerja Penjilidan, Sumber: Pusgrafin, 2002

1. Fungsi Penjilidan

75
Mengapa penjilidan diperlukan karena dengan menjilid
bahan perpustakaan yang mengalami kerusakan bisa
dicegah sedini mungkin dan tidak akan bertambah parah
kerusakannya. Ada bermacam-macam teknik gaya
penjilidan yang disesuaikan dengan usia buku dan nilai
kegunaan atau kandungan informasi yang ada di dalamya.
Setiap bahan perpustakaan yang akan ditangani pasti
mengalami masalah yang berbeda-beda, demikian juga
dalam metode pengerjaannya. Penjilidan itu sendiri
dibagi dua bagian dalam pelaksanaan, yaitu persiapan
awal (forwarding) yakni proses pembuatan cover yang
dilakukan untuk melengkapi penjilidan yang memuat
judul dan dekoratif bahan perpustakaan. Penyelesaian
(finishing) yang merupakan hal penting dan agak sulit
pengerjaannya dalam penjilidan karena membutuhkan
keahlian, kejelian dan kemampuan seni artistik dimana
judul dan dekoratif sebuah bahan perpustakaan sangatlah
memberi kegunaan sebagai identitas apakah bahan
perpustakaan menyenangkan/menarik untuk dilihat dan
dipegang selanjutnya dibaca. Dalam menanamkan minat
baca dikalangan usia dini faktor artistik sangat
berpengaruh besar terhadap daya tarik sebuah buku
bacaan

76
2. Tujuan Penjilidan
Pada dasarnya penjilidan dilakukan apabila ada
kepentingan dalam pendayagunaan koleksi atau
kerusakan buku tidak terlalu parah dan kertas yang akan
dijilid belum mengalami kerapuhan karena faktor usia
bahan kertas yang digunakan. Tujuan menjilid ditentukan
oleh berbagai faktor diantaranya: tujuan dari buku itu
diterbitkan; frekuensi pemakaian buku (misalnya sering
atau jarang dipakai, di dalam rumah atau di luar rumah),
harga yang diperuntukkan bagi buku tersebut, serta
faktor kerapian dan artistik yang juga menunjang
keberhasilan suatu produk penjilidan. Tujuan utama
penjilidan di perpustakaan (“Library Binding”) adalah
untuk menghasilkan buku yang kuat dan ekonomis, juga
untuk melestarikan bahan perpustakaan agar tetap dalam
keadaan utuh dan terhindar dari kerusakan fisik dan
menunjang fungsi perpustakaan dalam melaksanakan
layanan perpustakaan dengan menyediakan buku dalam
keadaan baik dan utuh.

C. PENJILIDAN KEMBALI BAHAN PERPUSTAKAAN (REBINDING)


Salah satu bentuk kebijakan dalam preservasi dan konservasi
adalah perbaikan bahan perpustakaan (restorasi), dalam arti
pelestarian bahan perpustakaan mutlak diperlukan karena

77
selama disimpan dan dimanfaatkan, bahan perpustakaan pasti
akan mengalami kerusakan dan pelapukan kertas, sementara
preservasi itu sendiri mempunyai arti yang luas yaitu mencakup
pemeliharaan, perawatan, pengawetan, perbaikan dan
reproduksi.
Persepsi orang selama ini yang menganggap apabila buku /
koleksi rusak bisa beli lagi karena masih dijual di toko buku
mengapa harus memikirkan memperbaiki ? Bagi koleksi yang
masih banyak beredar di pasaran mungkin tidaklah penting
untuk diperhatikan masalah memperbaiki atau menjilid
kembali, tetapi bagaimana bila koleksi sudah tidak dijual di
pasaran, karena tidak dicetak ulang oleh penerbitnya karena
berbagai faktor misalnya sudah uncurrent atau tidak up to date
lagi alias dikategorikan sebagai bahan perpustakaan langka
atau buku antik sehingga kalaupun ada dijual harganya cukup
mahal. Bahan perpustakaan yang dikategorikan sebagai bahan
perpustakaan langka apabila usia dari bahan perpustakaan
minimal 50 tahun ( Hartoyo dalam Sumarsih, 1999: 8).
1. Cakupan Kegiatan Penjilidan Kembali
Berdasarkan jenis kerusakan tersebut maka dapat diambil
kebijakan untuk memperbaikinya. Cepat atau lambatnya
kerusakan bahan perpustakaan tergantung dari mutu
kertas, mutu jilidan, cara penanganan dan faktor

78
lingkungan lainnya. Kegiatan perbaikan Bahan pustaka (
Restorasi ) mencakup :
a. Memperbaiki jilidan yang rusak (rebinding)
b. Menjilid kembali bahan pustaka yang telah
dikonservasi
c. Menjilid kembali buku yang kurang baik jilidannya
d. Menjilid surat kabar dan majalah dalam satu bundle

2. Bagian yang dijilid


Proses penghimpunan, penjilidan cetakan ataupun kuras
(katern) dapat dilakukan dengan beberapa cara
tergantung dari jenis bahan perpustakaan yang akan
dijilid. Penggabungan lembar demi lembar dan
penyampulan dapat dilakukan secara manual ataupun
dengan menggunakan mesin. Penjilidan dapat dilakukan
pada bahan perpustakaan yang terdiri atas buku, majalah,
dan surat kabar dan meliputi pengerjaan bagian-bagian:
a. Isi buku (blok buku) yaitu bagian buku
b. Sampul buku/cover yaitu kulit buku yang berupa
sampul lunak atau keras untuk melindungi isi
buku/blok buku.

3. Kategori Buku Rusak

79
Berkaitan dengan masalah penjilidan yang membedakan
apakah buku itu murah atau mahal tergantung juga dari
kualitas jilidannya. Semakin mahal maka semakin bagus
jilidan yang dihasilkan atau sebaliknya mutu jilidan yang
rendah biasanya terdapat pada buku-buku yang murah
harganya. Buku yang murah dan jilidan kurang bagus akan
menimbulkan masalah baru bagi pengelola perpustakaan
atau pemilik buku karena akan rusak bila digunakan
secara terus- menerus. Kondisi buku atau bahan
perpustakaan dikelompokkan dalam tiga kategori yakni:
a. Bahan perpustakaan buku yang masih baik, artinya
buku dalam keadaan utuh, bersih, belum berubah
warna dan tidak berpenyakit.
b. Bahan perpustakaan buku berpenyakit, artinya buku
telah berasam, timbul noda hitam, coklat dan
dimakan serangga.
c. Bahan perpustakaan buku rusak, apabila buku
memerlukan tindakan perbaikan /restorasi yang
sesuai dengan tingkat kerusakannya, seperti
kerusakan pada lembar pelindung; lepas jahitan /
jilidan rusak ; sampul atau punggung buku lepas
dsb. Buku yang dikategorikan sebagai buku rusak
meliputi:

80
1). Buku rusak ringan, perlu dijilid kembali /
rebinding
2). Buku hilang sampulnya, perlu dibikin sampul /
cover baru
3). Buku yang kertasnya mengalami kerapuhan
maka perlu perawatan / konservasi seperti:
laminasi, bleaching, deasidifikasi terlebih
dahulu sebelum dilakukan penjilidan.

4. Struktur Buku
Dalam melakukan penjilidan yang perlu diketahui adalah
bagian-bagian dari buku atau struktur buku ditinjau dari
istilah penjilidan. Struktur buku atau monografi secara
umum meliputi
a. Sampul Buku / Cover
b. Blok buku
c. Punggung buku
d. Lembar pelindung/jaket buku
e. Sisi kepala
f. Sisi ekor
g. Sisi depan
h. Pias
i. Segi tiga pengaman (pojok)/hook case
j. Alur jepit/engsel

81
k.Pita kapital/head band
l. Lipatan dalam

Gambar 19. Struktur buku

D. PROSEDUR UMUM PERBAIKAN BUKU RUSAK


Penjilidan menyeluruh dibutuhkan ketika salah satu atau
kedua sisi cover rusak/robek atau jahitannya lepas atau
jahitan lepas sehingga tidak menempel dengan baik
1. Persiapan

82
Cek tanggal dan tahun penerbitan , apabila sebelum tahun
1850 kelompokkan dalam buku koleksi langka, disamping
itu lihat juga dari sisi kelangkaannya dengan melihat
kriteria umur buku, kondisi , penelusuran bibliografi serta
nilai pasarannya. Cek pula faktor kerapuhan kertas
dengan cara melipat bagian depan ujung sampul, apabila
tidak bisa dikembalikan keasal berarti kertas sampul
sudah harus diganti. Kemudian lepaskan beberapa bahan
yang menempel pada jahitan blok buku. Gosoklah dengan
menggunakan pisau, bila perlu hilangkan kertas dan lem
yang mongering. Rapikan serpihan kertas pada bagian
utama dari blok buku dan beri sesuatu diujungnya pada
halaman yang hilang dengan menggunakan lem PVA.

2. Sistim dan Metode Penjilidan


Dalam melaksanakan penjilidan ada berbagai cara dan
metode atau teknik yang dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi bahan perpustakaan yang akan
dijilid. Pada umumnya teknik penjilidan yang diterapkan
pada bahan perpustakaan dapat dibagi dalam empat
sistem.
a. Penjilidan dengan Kawat (Wire Binding)
Bahan pustaka yang akan dijilid dengan kawat
biasanya jumlah halamannya tidak banyak dan

83
ketebalannya juga tergantung dari jenis kawat yang
akan digunakan. Selain itu penjilidan dengan sistem
kawat kurang kuat karena kawat mudah berkarat
mengakibatkan kertas menjadi rapuh dan terlepas.
Pada Industri grafika teknik penjilidan dengan kawat
diterapkan pada buku-buku yang berhalaman tipis
dan jumlah oplahnya banyak. Ditinjau dari aspek
pelestarian bahan pustaka penjilidan dengan sistem
kawat kurang menunjang.
Secara teknis proses menjilid dengan kawat dapat
dibedakan dalam dua cara/metode yaitu:
1) Sistem jilid kawat dengan cara dari punggung
(saddle stitching)
Buku yang dijilid dengan sistem ini bagian isinya
berupa kuras, yaitu kumpulan lembar
halaman yang dilipat pada punggungnya
menjadi dua bagian. Setiap buku hanya dapat
memuat satu kuras yang jumlah halamannya
terdiri atas 4, 8, 16, 32, 64 dan seterusnya.
Sampul yang digunakan sebagai pelindung
bagian isi bisa digunakan karton buffalo, manila
yang digabungkan dengan isi buku yang dijilid
dengan kawat pada punggungnya.

84
2) Sistem jilid kawat dengan cara dari samping
(side stitching)
Buku yang dijilid dengan sistem ini bagian isinya
berupa lembaran lepas yang dihimpun dan
disusun sesuai dengan nomor urut
halamannya. Perbedaan dari sistem jilid ini
adalah jumlah halaman yang dijilid bisa lebih
banyak dan kepanjangan kawat yang akan
digunakan bisa ditentukan sesuai dengan
ketebalan bahan pustakanya. Kelemahan dari
sistem jilid ini ialah marjin (bagian putih)
punggung harus lebih lebar, sehingga ketika
dijilid bagian teks tidak ikut terjilid dan buku
agak sulit dibuka.

b. Penjilidan dengan Lem (Perfect Binding)


Penjilidan dengan bahan lem ini menggunakan lem
sebagai bahan perekat dan biasa dilakukan untuk
menjilid bahan pustaka yang terdiri dari lembaran
lepas, seperti makalah, skripsi atau bahan lepas
lainnya. Prosedur pelaksanaannya hampir
samadengan sistem jahit hanya saja di sini
menggunakan lem dan alat pres buku. Beberapa

85
kriteriayang bisa dijabarkan menjilid dengan lem
adalah sebagai berikut:
1). Bahan yang akan dijilid berupa lembaran lepas
2). Kekuatan jilidan sangat tergantung pada cara
pengasaran, pengeleman dan jenis lem yang
digunakan (biasanya menggunakan lemvinil
yang dibuat dari poly vynil acetat seperti lem
indrakol, lem ponal, atau fox)
3). Kualitas jilidan tidak begitu bagus karena
kurang kuat bila dibandingkan dengan sistim
jilid dengan benang
4). Pengerjaannya mudah dan cepat
5). Penjilidan dengan lem bisa dilakukan dengan
cara manual atau mesin yang menggunakan
lem panas

c. Penjilidan dengan Jahit Benang (Thread Binding)


Sistim ini merupakan sistim penjilidan yang paling
baik mutunya karena kekuatan jilidan dan
kemudahan untuk dibentangkan, menyebabkan
sistem ini dapat dipakai untuk buku-buku yang
berkualitas dan sering digunakan seperti
ensiklopedia, kamus, buku teks dan lain-lain.
Ditinjau dari aspek konservasi sistem ini juga

86
mempunyai kekuatan lebih, hanya saja dalam
proses pengerjaannya memerlukan waktu yag agak
panjang karena terdiri atas beberapa tahapan
pekerjaan. Pertama, membuat isi buku (blok buku)
yang terdiri atas satu kuras (tanpa pita) atau
beberapa kuras/multi kuras (dengan menggunakan
pita), kemudian diteruskan dengan tahapan
membuat sampul/cover buku.

d. Penjilidan dengan Kawat Spiral


Penjilidan dengan menggunakan kawat spiral
dilakukan terhadap bahan perpustakaan yang
terdiri atas lembar lepas. Untuk penjilidan dengan
sistem spiral ini digunakan alat atau mesin yang
khusus untuk membuat jilidan berbentuk spiral.
Menurut Jacci Howard Bear : ”One of several
methods of securing loose printed pages using single
or double loop wire or plastic that fit into round or
rectangular holes in the pages is commonly called
spiral binding . Spiral binding is often used for blank
notebooks and for reports that generally have a
short shelf-life. It allows the publications to lay flat
when opened”.

87
3. Bahan-bahan Untuk Penjilidan
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk menjilid bahan
perpustakaan yaitu kertas/karton, lem, dan benang serta
beberapa bahan penunjang lainnya.
a. Kertas
Kertas merupakan bahan dasar dari pekerjaan
penjilidan. Pabrik yang memproduksi bahan kertas
tanpa dibekali pengetahuan bahwa kertas akan
digunakan pada masa sekarang dan untuk
dilestarikan maka penjilidan tidak akan berhasil
dengan sukses. Kertas berasal dari serat selulosa
yang dipres menjadi lembaran dan kadang
ditambahkan zat kimia sebagai bahan pemutih
selama berlangsung pembuatannya dengan beda
kualitas, kekuatan, tekstur, warna dan
ketahanannya. Kualitas kertas tergantung dari
kualitas bahan dasar yang dipakai pada saat proses
pembuatan kertas tersebut. Hal ini dikatakan oleh
Hunter dalam Preservation and management of
library collections bahwasanya: “The quality of paper
ultimately depend upon the quality of vegetable
matter from which it is made, and the manner in
which it is processed when first used to make the
paper and when reused”.

88
Kertas yang baik diperkenalkan ke Inggris pada abad
ke 14 dan sampai sekarang masih bagus. Sukses
pertama pembuatan kertas dengan mesin dibikin di
Eropa dan Inggris pada tahun 1803 dan diproduksi
dengan mesin oleh Inggris pada tahun 1830. Dalam
proses penjilidan tidak akan lepas dari pekerjaan
menempel dengan zat perekat. Kertas yang dipakai
untuk menjilid seharusnya mempunyai kandungan
pH 7, sementara untuk bahan lem perekatnya yang
dianjurkan adalah yang mengandung pH 6,5 atau 7.
Kertas yang dibutuhkan untuk penjilidan
mempunyai berbagai ukuran standar sebagai
berikut.
1) Kertas Conqueror (61,5 x 86 cm)
Bahan Kertas ini mengandung sedikit
kandungan zat asam atau pH nya kecil
sehingga sering digunakan untuk bahan pelapis
atau pelindung kertas yang nilai informasinya
agak tinggi seperti pada koleksi buku langka;
Surat Kabar ; gambar dan photo langka.
2) Kertas Kessing Samson (90x120 cm)
Bahan kertas seperti pembungkus semen ini
mempunyai pH agak tinggi sehingga tidak
dianjurkan untuk melapisi koleksi yang nilai

89
informasinya tinggi tetapi kalau seperti Surat
Kabar; majalah baru masih diperbolehkan.
3) Karton Board (65x75 cm) dan (70x100 cm)
Bahan yang diproduksi pada awal abad ke 20 ini
dan telah masuk dalam pabrik dan
perdagangan bahan-bahan kebutuhan
percetakan dimana untuk ukuran sudah ada
ukuran standar industri seperti board No. 20;
30; 40; 60. Board ini baik digunakan dan
dipersiapkan untuk penjilidan dengan kualitas
yang baik maka tidak ada masalah dalam
penggunaan dan pengeleman.
4) Karton Millboard
Board yang dibikin oleh pabrik dengan warna
abu-abu ini sangat kuat dan durable
(awet/tahan lama). Bahan ini sangat capable
(kuat) untuk penjilidan yang tanpa cracking
(engsel) dan kandungan pH. Karena sangat
tipis yakni antara 0,65,08,092 dan 125 inc dan
biasanya dipakai untuk menjilid bahan kulit
berkualitas tinggi atau untuk pembuatan box.
5) Kertas Marmer/Marbel paper
Kertas dengan corak berwarna warni ini biasa
digunakan untuk melapisi cover buku agar lebih

90
menarik dan bervariasi. Bentuk kertas
bercorak bunga-bunga atau lukisan tangan
yang dibuat secara hand made sehingga
menciptakan corak yang lebih artistik dan
menarik.

Gambar 20. Kertas Marbel

b. Buckram dan Linen


Terbuat dari campuran antara bahan kain dan
plastik, sehingga agak ulet, lentur juga kuat
teksturnya. Biasanya dipakai untuk bahan
cover/penutup sampul buku/majalah dan boks dan
warnanya ada bermacam-macam. Beda bukcram
dan linen hanya terletak pada kekuatan teksturnya,

91
dimana bukram produk impor lebih kuat dan mahal
daripada linen buatan lokal.

Gambar 21. Kertas Linen

c. Bahan Penunjang
Selain bahan kertas dalam menjilid bahan
perpustakaan kita memerlukan beberapa tambahan
bahan penunjang, seperti: lem perekat, pita kapital,
pita rimpis, benang, jarum, dan lain-lain.

Gambar 22. Benang (kiri) dan lem (kanan)

92
4. Peralatan Penjilidan
Peralatan yang dibutuhkan dalam proses penjilidan
secara ideal memang banyak sekali macam dan fungsinya.
Peralatan yang digunakan bisa yang modern atau
konvensional. Untuk belajar cara menjilid sangatlah
esensial bila seorang penjilid pemula memahami
beberapa proses penggunaan peralatan penjilidan agar
tidak mengalami kesulitan dan menghasilkan karya jilid
yang bagus. Beberapa peralatan yang diperlukan di
antaranya adalah:
a. Pemotong Karton/Kertas (Mesin potong)
Mesin potong kertas ini digunakan untuk memotong
kertas/karton menurut ukuran yang diperlukan.
Mesin ini ada yang digerakkan dengan ;istrik dan ada
yang manual denga tangan. Tipe alat ini berdiri
sendiri dan terbuat dari besi dengan standar
pemotongan tidak kurang dari 1050 mm (42 inci),
bisa disesuaikan untuk penggunaan dalam skala yg
luas, dan pisaunya harus diganti secara berkala.
Pemotong board seharusnya tidak hanya untuk
memotong sedikit atau banyak maksimal 9 lembar
dalam satu kali waktu , di sisi lain kertas board akan
patah dan kertas akan robek.

93
1). Mesin potong semi otomatis
Mesin potong kertas ini digunakan untuk
memotong kertas/karton menurut ukuran
yang diperlukan. Mesin ini ada yang digerakkan
dengan listrik dan ada yang manual dengan
tangan. Tipe alat ini berdiri sendiri dan terbuat
dari besi dengan standar pemotongan tidak
kurang dari 1050 mm (42 inci), bisa disesuaikan
untuk penggunaan dalam skala yg luas, dan
pisaunya harus diganti secara berkala.
Pemotong board seharusnya tidak hanya
untuk memotong sedikit atau banyak maksimal
9 lembar dalam satu kali pemotongan ,kalau
lebih dari jumlah tersebut kertas board akan
patah dan kertas akan obek.

Gambar 23. Mesin potong semi otomatis

94
Mesin potong merupakan salah satu penunjang
dalam hal merapikan atau menyisir ke tiga sisi
buku atau majalah yang akan kita jilid.
Skala penunjuk angka besarnya yang akan
dipotong (kiri) dan bantalan jarak potong pada
belakang mesin potong sesuai skala angka
(kanan). Jarak atau lebar yang akan dipotong
sesuai angka skala (kiri) dan penampang mesin
potong semi manual secara utuh

2). Mesin potong manual


Mesin potong manual biasanya di pakai untuk
memotong bord no. 20 dalam rangka
pembuatan kotak majalah atau kotak
penyimpanan dokumen tertentu. Di samping
itu biasanya di pakai untuk memotong atau
menyisir buku atau majalah. Pada
punggungnya di lem atau lembar lepas,
kemudian di lem kembali sesuai.
prosedur pengeleman. Frekuensi banyaknya
jumlah pemotongan hampir sama dengan
mesin potong semi manual. Karena di setiap
ikat buku atau majalah biasanya kita
melakukan pemotongan 2 -3 kali pada

95
punggungnya, jika tidak sesuai hasil potongan
meleset atau tidak rata lebarnya karena licin
pada cover luar buku atau majalahnya

Gambar 24 Penampang mesin potong

b. Alat potong bord ( kacip )


Alat potong bord (kacip) yaitu alat potong khusus
memotong bord, cover buku atau majalah secara
manual dan satu per satu, dapat juga untuk
memotong linen setelah di gabung beberapa lembar
untuk pekerjaan dengan ukuran lebar yang sama.
Untuk memotong bord biasanya di lakukan satu per
satu lembar bord, baik dalam pekerjaan portepel
atau map, dan cover buku atau majalah.
Alat potong kacip ini di lengkapi alat ukur di dua
tempat yaitu 1 ukuran dalam centimeter yang

96
melekat pada dinding meja pemotong bord, dan 1
ukuran dalam centimeter yang tertera pada tatakan
meja sebelah kanan bawah. Alat potong bord ini ada
dua unit yang merupakan andalan untuk segala
aspek dan ukuran bord yang dikehendaki.

Gambar 25. Mesin potong kacip

Dalam frequensi jumlah penggunaan dan hasil


potongan bord yaitu sebagai berikut : untuk
memotong dengan hasil satu buah cover buku atau
majalah adalah 2 lembar bord untuk sisi depan dan
belakang di tambah satu lembar bord untuk
punggung buku atau majalah. Praktek

97
memotongnya 2x potong ukuran panjang, 2x potong
ukuran lebar, 2x potong akhir atau pinggir. Punggung
buku bord no. 60 (1 buah), yaitu 1x potong ukuran
panjang, 1x potong ukuran lebar. Untuk memotong
bord dalam pembuatan map atau portepel berlidah
di perkirakan 10 kali sampai 15 kali pemotongan per
satu buah portepel.

c. Alat potong linen 2 rol


Merupakan alat untuk memotong linen dalam posisi
rol linen di pasang pada besi batang rol. Kemudian
linen di tarik sesuai lebar yang di kehendaki dalam
posisi tegang lalu pisau potongnya di garitkan atau
di gesekan pada linennya dari tepi kiri sampai tepi
kanan maka terjadilah satu potongan linen yang kita
kehendaki. Alat potong linen ini di lengkapi 2 unit
besi batang rol dan 2 unit pisau pemotong linen.

Gambar 26: Penampang mesin potong linen

98
d. Mesin bor atau pembuat lubang
Peralatan ini di khususkan untuk membuat lubang
dengan interval lubang tertentu yang bisa di atur
secara manual. Bentuk lubang bulat dapat di geser
ke kanan kiri dan maju mundur, sehingga hasil
lubang bulatnya bisa di atur letaknya di pinggir atau
di tengah.

e. Pres Buku / Koran


Alat pres buku terbuat dari besi atau kayu berukuran
standar 350 x 550 mm, berfungsi untuk
mengeluarkan udara dari dalam
pengeleman.buku(lebih menyatu dan merapikan
proses yang selesai dilem sehingga menjadi padat

Gambar 27. Alat Press Buku

99
f. Alat Penunjang lainnya
1). Jarum jahit dengan panjang jarum 7 – 9 cm.
2). Pisau potong (cutter)
3). Gunting
4). Tulang pelipat
5). Penggaris besi
6). Kuas segi tiga
7). Kuas besar
8). Palu
9). Gergaji buku
10). Pusut

E. PROSEDUR MENJILID BAHAN PERPUSTAKAAN


1. Menjilid dengan 1 kuras (tanpa pita)
Bagian blok buku hanya terdiri atas 1 kuras. Bagian
sampul dan blok buku digabungkan dengan jilid benang.
Bahan sampul yang dipakai ialah karton seperti BC,
Buffalo, Manila karton atau yang sejenisnya sedangkan
blok buku digunakan HVS , atau art paper. Pada sistem jilid
benang ukuran buku sangat menentukan jumlah tusukan
jahitnya. Buku dengan ukuran setengah folio ( 16,5x 21,5
cm.) dijahit dengan 3 tusukan, sedangkan buku dengan
ukuran folio ( 21,5 x 33 cm ) dijahit dengan 5 tusukan.

100
Gambar 28. Menjilid dengan satu kuras

2. Menjilid multi kuras (diatas pita)


Buku dengan multi kuras bagian isinya lebih dari satu
kuras. Setiap kuras berisikan lembar halaman yang telah
disusun berdasarkan nomor urutnya.Kuras-kuras tersebut
kemudian digabungkan menjadi satu dan dijahit dengan
benang di atas pita yang berfungsi sebagai pengikat dari
gabungan antara kuras yang satu dengan kuras lainnya.

Gambar 29. Menjahit multi kuras

101
3. Penjilidan Dengan Lem
Selain dijilid dengan kawat dan benang, buku dapat pula
dijilid tanpa benang yaitu dengan mempergunakan lem.
Pada penjilidan buku dengan lem yang dijilid berupa
lembaran lepas bukan berupa kuras,. Kekuatan jilidan
sangat tergantung cara pengasaran, pengeleman dan
jenis lem yang digunakan.Pada umumnya lem yang
dipakai untuk menjilid adalah lem sintetis seperti
rakol,indrakol,fox dan lain sebagainya.
Kualitas jilidan buku yang dijilid dengan lem pada
umumnya kurang begitu baik dibandingkan dengan
system jilid kawat maupun benang. Hal ini disebabkan
karena mudahnya lembar/halaman buku terlepas dari
jilidannya. Terutama penjilidan yang pengelemennya
menggunakan mesin dengan lem panas (hot glue) setelah
kerng lem tersebut cenderung menjadi rapuh, yang
mengakibatkan pecahnya jilidan dan terlepasnya lembar
halaman.
Kelebihan sisitem jilid lem dibandingkan dengan jilid
kawat ( dari samping=side stiching) antara lain adalah :
halaman dapat dibuka dan dibentangkan dengan mudah
dan buku yang dijilid dapat lebih tebal ( ± 1.000 halaman
).

102
Penjilidan dengan lem dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu secara manual dan mesin. Buku yang dijilid secara
mesin hasilnya lebih banyak dan lebih cepat. Namun
demikian pada umumnya kualitas yang dihasilkan tidak
sebaik menjilid dengan lem secara manual. Hal ini
disebabkan karena pada penjilidan secara manual bagian
yang di lem tidak hanya pada bagian punggungnya saja
tetapi juga pada setiap sisi kertas pada bagian punggung
yang telah di lem juga berfungsi sebagai engsel yang
sangat kuat dan elastik yang menjaga punggung buku
tidak mudah patah apabila sering dibuka dan ditutup.
Sampul untuk buku yang dijilid dengan lem dapat
menggunakan sampul dengan karton dan sampul dengan
bord. Khusus pembuatan dan pemasangan sampul
dengan bord akan dijelaskansecara rinci pada bab
berikutnya.

Gambar 30. Blok buku yang dijilid dengan lem

103
F. TEKNIK PEMBUATAN SAMPUL
1. Fungsi Sampul
Sampul buku merupakan bagian yang juga sangat
menentukan kekuatan jilidan sebuah buku. Sebagai
pelindung isi dan untuk menarik minat pembaca. Sampul
berperan juga dalam menentukan kualitas buku dan nilai
jual dari buku yang diproduksi apakah akan diterbitkan
dam edisi mewah ataukah dalam edisi biasa. Fungsi
sampul adalah sebagai pelindung isi buku dan sebagai alat
promosi, untuk menarik minat membaca.

2. Jenis Sampul
Berdasarkan kondisi fisiknya sampul/cover dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu hard cover
dan soft cover
a. Sampul Lunak / Soft Cover
Penggunaan sampul lunak (soft cover) adalah untuk
melindungi buku yang jumlah halamannya lebih
tipis seperti pada buku bacaan, pelajaran sekolah,
atau majalah.
Dalam proses pembuatan cover hal yang diperlukan
adalah mendesain cover baru atau cover lama (bila
masih bisa dipertahankan) bisa lebih menarik dan
mempuanyai daya tahan yang kuat. Untuk

104
penjilidan ulang Cover yang sudah selesai ditempel
kembali dengan penempatan secara tepat dan
sesuai dengan aslinya.

Gambar 31. Sampul Lunak


b. Sampul Keras / Hard Cover
Penjilidan buku dengan sampul tebal sangat
ditentukan oleh isi buku, pengguna dan harga.
Sampul yang terbuat dari bahan kertas atau board
yang tebal dan keras, pada umumnya digunakan
untuk sampul buku yang jumlah halamannya banyak
atau buku-buku tebal.
Selain proses pengerjaannya memerlukan waktu
cukup lama, menjilid dengan sampul tebal ini
biayanya jauh lebih mahal dibandingkan dengan
sampul karton, sehingga harga buku dengan sampul
bord harganya menjadi tinggi. Dengan keadaan ini
maka tidak semua buku dijilid dengan sampul tebal.

105
Penyampulan dengan bord dapat dilakukan pada
buku dengan punggung rata ataupun punggung
bulat. Khusus untuk punggung bulat blok buku tidak
dapat dijilid dengan kawat maupun lem tetapi harus
dijilid dengan benang. Selain itu buku yang dijilid
dengan punggung bulat tidak dapat dilakukan pada
buku tipis dengan jumlah halaman kurang dari 200
halaman, karena akan sulit dalam pengerjaanya dan
hasilnya juga kurang baik.
Pada penjilidan dengan sampul tebal, bord selalu
ditutup dengan bahan tertentu. Lapisan penutup
tersebut dapat berupa kulit kambing (parchment),
kulit sapi (vellum), linen maupun kertas bercorak
(kertas marmer). Dewasa ini menjilid dengan sampul
tebal yang dilapis kulit sudah jarang dilakukan
kecuali untuk buku edisi khusus, buku kuno, buku
antik dan langka.
1) Jenis Sampul Keras
Penjilidan dengan sampul tebal yang dilapisi
dengan karton dan kertas marmer dibedakan
dalam tiga macam yakni:
a). Sampul tebal dengan linen penuh (full
linen)

106
b). Sampul tebal dengan setengah linen (a
half linen)
c). Sampul tebal dengan seperempat linen (a
quarter linen).

G. PENUTUP
Penjilidan merupakan bagian dari rangkaian alur kerja Pusat
Preservasi dan Konservasi dalam rangka melestarikan
kandungan informasi dan bentuk fisik bahan perpustakaan.
Dari uraian tentang penjilidan bahan perpustakaan dengan
segala aspek-aspeknya diharapkan para petugas perpustakaan
yang telah belajar, memahami, dan mempraktikkan cara
menjilid dengan baik dan bisa mendapatkan tambahan
pengetahuan yang bermanfaat dalam menunjang aktivitas
kerja, khususnya guna menunjang fungsi layanan perpustakaan
dengan senantiasa menyediakan koleksi yang siap pakai dan
dalam keadaan layak dan utuh

107
BAB VI
PEMBUATAN SARANA PENYIMPANAN BAHAN PERPUSTAKAAN

A. PENGANTAR SARANA PENYIMPANAN


Dalam Ilmu perpustakaan dikenal istilah preservasi bahan
pustaka, yang meliputi kegiatan pelestarian dan perawatan
bahan perpustakaan. Perawatan bahan perpustakaan lebih
difokuskan pada usaha pelestarian isi (content) informasi yang
terkandung didalamnya.
Kegiatan pelestarian dapat berupa mengalihmediakan dalam
bentuk mikro baik itu microfice maupun mikrofilm dan digital.
Sedangkan perawatan bahan perpustakaan atau konservasi
terfokus pada kegiatan antara lain: penjilidan, restorasi,
fumigasi dan pembuatan sarana penyimpanan bahan
perpustakaan.
1. Jenis Sarana Penyimpanan Bahan Perpustakaan
Sarana Penyimpanan Bahan Perpustakaan antara lain
berupa:
a. Portepel, untuk menyimpan majalah, tabloid, surat
kabar, buku ataupun Naskah Kuno.
b. Kotak Sarana Penyimpan, untuk menyimpan
majalah, catalog maupun kardek

108
2. Tujuan Pembuatan Sarana Penyimpanan
a. Dengan dibuatnya sarana penyimpanan bahan
perpustakaan ini, diharapkan dapat memperpanjang
usia koleksi sehinnga layak untuk dilayankan kepada
pemustaka/user, karena mengingat tidak semua
bahan pustaka berada dalam kondisi yang baik dan
semua itu tergantung pada cara penyimpanan,
temperature, kelembaban, debu dan serangga.
b. Melestarikan fisik bahan perpustakaan, karena
dengan melestarikan fisik bahan perpustakaan maka
akan memperpanjang usia bahan perpustakaan
sehingga informasi yang terkandung didalamnya
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

3. Fungsi Sarana Penyimpanan


a. Melindungi fisik bahan pustaka
b. Menyimpan kolesi dengan teratur

B. PORTEPEL BAHAN PERPUSTAKAAN


1. Jenis Portepel
Ada beberapa macam dan bentuk tabloid yang dibuat
untuk sarana penyimpanan bahan pustaka disesuaikan
dengan jenis bahan pustakanya yaitu:

109
a. Portepel Tabloid
Portepel tabloid dibuat dari bahan kertas board
dengan ukuran sesuai dengan tabloid
b. Portepel Surat Kabar
Portepel tabloid dibuat dari bahan kertas board
dengan ukuran sesuai dengan ukuran Suarat Kabar
c. Portepel Buku/naskah kuno
Portepel buku dibuat dari bahan kertas board
dengan ukuran sesuai dengan buku

Gambar 32. Portepel


2. Bahan – bahan Pembuatan Portepel :
a. Board No.30 (ketebalan 2mm)
b. Board No.60 (ketebalan 1mm)

110
c. Lenen Radian
d. Kertas conqueror
e. Tali Piterban atau Tali Guling
f. Lem PVA (polyvinyl acetate) atau Lem putih dingin
(eg : Fox, Indrakol, Reskol)
g. Kain Majong atau kain perca

3. Peralatan Pembuatan Portepel:


a. Gunting
b. Cutter
c. Tulang pelipat
d. Penggaris Besi
e. Kuas
f. Pensil
g. Palu
h. Pahat Kecil (lebar mata 3cm)
i. Pusut (Awl)
j. Cutting Mat

C. SARANA PENYIMPANAN KOTAK


1. Jenis Sarana Penyimpanan Kotak
Ada tiga macam sarana penyimpanan kotak yaitu :
a. Kotak File Majalah
b. Kotak Naskah

111
c. Boks Buku

2. Pembuatan Kotak File Majalah


Bahan – bahan :
1). Board No.20
2). Lenen Radian
3). Kertas Marmer
4). Kertas Kessing Samson
5). Kertas Qonqueror
6). Tali Piter band
7). Lem Ponal/Indrakol
8). Kain Majong

Gambar 33. Kotak Majalah

112
b. Peralatan :
Gunting, pisau cutter, tulang pelipat, penggaris
logam, pensil, alat pemotong board.

3. Pembuatan Kotak Naskah

Gambar 34. Kotak Naskah

a. Bahan – bahan :
1). Board No.20
2). Lenen Radian
3). Kertas Marmer
4). Kertas Kessing Samson
5). Kertas Qonqueror
6). Tali Piter band
7). Lem Ponal/Indrakol

113
8). Kain Majong
b. Peralatan
Gunting, pisau cutter, tulang pelipat, penggaris
logam, pensil, alat pemotong board.

4. Pembuatan Boks Buku


a. Bahan – bahan:
1). Board No.20
2). Lenen Radian/Buckram
3). Kertas Marmer
4). Kertas Kessing Samson
5). Kertas Qonqueror
6). Tali Piter band\
7). Lem Ponal/Indrakol
8). Tali Rafia (sebagai pengikat)
9). Kain Majong
b. Peralatan
Gunting, pisau cutter, tulang pelipat, penggaris
logam, pensil, alat pemotong board.

114
Gambar 35. kotak buku dengan tutup

115
BAB VII
PENUTUP

Perpustakaan adalah rumah informasi dan lembaga sosial


yang memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan pengetahuan
kepada masyarakat tanpa diskriminasi. Perpustakaan sebagai
tempat meyimpan informasi warisan umat manusia yang tak ternilai
karena menyimpan fakta, gagasan, pemikiran, pencapaian, dan bukti
perkembangan manusia di berbagai bidang, usia, dan arah.
Pelestarian warisan intelektual dan budaya tidak hanya menjadi
komitmen akademis tetapi juga tanggung jawab moral pustakawan,
yang bertanggung jawab penyebaran informasi pada bahan pustaka
yang tepat ketika berada dalam kondisi yang baik dan dapat
digunakan. Pelestarian bahan informasi yang tidak tepat di
perpustakaan telah menjadi fenomena global karena ketkurangan
anggaran dan pengetahuan dalam pelestarian.

Kerusakan bahan informasi adalah salah satu tantangan


dasar terhadap kerapuhan, penyusutan, keretakan, pelengkungan,
infestasi bioorganisme, perubahan warna, abrasi, lubang, debu dan
akumulasi kotoran. Penyebab lain berupa faktor eksternal terutama
pada negara beriklim tropis dapat memundurkan usia dan
mempercepat kerusakan koleksi berupa penanganan atau
penyimpanan yang buruk, pencurian atau pengrusakan, kebakaran
dan banjir, hama, polusi, suhu dan kelembaban relatif yang tidak
tepat. Hampir semua koleksi perpustakaan bersifat organik,

116
sehingga mereka membutuhkan pelestarian dan konservasi. Buku-
buku dan bahan-bahan lain mengalami kerusakan atau kemunduran
karena beberapa kelompok faktor, ada yang inheren dalam materi
dan yang lain di luar kendali perpustakaan. Setiap jenis bahan kertas,
lem, plastik yang digunakan untuk pembuatan buku, rekaman atau
media optik memiliki kombinasi sifat fisik dan kimia dan usia pakai.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti kondisi pemrosesan,
penyimpanan dan penggunaan bahan. Kerusakan bahan informasi
disebabkan oleh ketidakstabilan bahan kimia yang melekat pada
bahan atau faktor lingkungan eksternal. Untuk tetap lestari dan
bertahan lama maka praktik pelestarian dan konservasi menjadi
keharusan.

Praktik pelestarian dan konservasi difokuskan pada bahan


pustaka dan arsip yang penting dan memiliki nilai tinggi berdasarkan
kebijakan yang diterapkan. Pelestarian dan konservasi adalah praktik
meminimalkan atau mengurangi kemunduran fisik dan kimia dari
bahan pustaka. Pelestarian dan konservasi sebagai istilah umum
untuk serangkaian kegiatan, prinsip, praktik, dan organisasi yang
memastikan kegunaan, umur panjang, dan aksesibilitas
pengetahuan yang direkam. Belum semua elemen penyimpan benda
budaya documenter seperti perpustakaan memahami pentingnya
melestarikan pelestarian dikarenakan kurangnya bahan bacaan dan
buku pedoman detail membahas teknis pekerjaan konservasi. Oleh
karena itu dengan adanya buku pedoman teknis konservasi bahan

117
perpustakaan dapat dijadikan petunjuk dan panduan dalam
mengelola pelestarian di wilayahnya masing-masing.

118
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Ellis Sekar., Supangat. Imam., (2018). Survei tingkat keasaman


buku langka pasca deasidifikasi kering (Non aqueous
deacidification) di Perpustakaan Nasional RI. Jakarta :
Perpustakaan Nasional RI.
Ballofet, Nelly., Hille, Jenny., (2005). Preservation and Conservation
for Libraries and Archives. Chicago : American Library
Association
Bendix, Caroline.,et.al. (2011). Preservation Advisory Centre
Leaflets: Cleaning. British Library
Boardway, David, et al. (1993)."Commercial Library Binding".
Preservation Planning Program: Managing a Library Binding
Program. Jan Merrill-Oldham (ed). Washington, D.C.:
Association of Research Libraries
cool.conservation-us.org
Cockrell, Douglas. (2005). Book binding and the care of books.
http://www.aboutbookbinding.com diakses 05/06/2008
Crespo, Carmen., Vinas. Vicente., (1985). The Preservation And
Restoration of paper Records and Books: A Ramp Study with
Guidelines. UNESCO,
Flander, K., Brown. S., (2005). Fumigating Agricultural Commodities
with Phosphine, Alabama Cooperative Extension System,
Alabama : Auburn University
Foot, Mirjam M. (2013). Building a Preservation Policy. Preservation
Advisory Centre. London : The British Library.
Greenfield, Jane. (1984). Books : their care and repair. London:
Library of Conggress.
Harvey, R., & Mahard, M. R. (2014). The preservation management
handbook: a 21st-century guide for libraries, archives, and
museums. Maryland : Rowman & Littlefield.
Henderson, J. (2011). Managing the Library and Archive
Environment. National Art Museum of China Journal, 78,
110-117.

119
Horie, C.V., (1990). Materials for Conservation : Organic
consolidants, adhesives and coatings. London :
Butterworths
Indah, Purwani dkk. (2013). Pedoman Teknis Penjilidan. Penyunting
Sri Sumerkar. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI
Johnson, Arthur W. (1981). Manual of Binding. London: Thames and
Hudson.
Jones, Lynn., (1993)."Report on the Manufacture of Book Cloth and
Buckram". Preservation Planning Program: Managing a
Library Binding Program. Jan Merrill-Oldham (ed).
Washington, D.C. : Association of Research Libraries
Kevyn Juneau et.al., Integrated Pest management Policy and
Tratment Options for University Housing, Florida :
University of Florida
Krtalic, M., Hasenay, D. (2012). Exploring a framework for
comprehensive and successful preservation management
in libraries. Journal of documentation, 68(3), 353-377
May, Eric., Jones, Mark., (2006) Conservation Science : Heritage
Materials. Cambridge : RSC Publishing
Marilyn, Webberley., (1995). Books, Boxes & Wraps: Binding and
Building Step-by-Step. Bifocal Pub. New York.
Merrill-Oldham, Jan., (ed.). (1993). "State of Connecticut Binding
Contract as Applied to the University of Connecticut
Libraries at Storrs, Effective September 1993", in:
Preservation Planning Program: Managing a Library Binding
Program. Washington, D.C.: Association of Research
Libraries
Patkus, Beth Lindblom., Integrated Pest management, North East
Document Conservation Center.
www.nedcc.org/free...management
Pengertian Majalah. https://www.e-
jurnal.com/2013/12/pengertian-majalah.html
Pengertian Surat Kabar (https://www.e-
jurnal.com/2014/02/pengertian-surat-kabar.html)

120
Petherbridge, Guy., (1987). Conservation of Library and Archive
Materials and the Graphic Arts. London : Butterworths.
Powell, R. R. (1997). Basic research methods for librarians.
Connecticut : Greenwood Publishing Group.
Pusat Grafika Indonesia. (2002). Penyelesaian Grafika (makalah
diklat Pusat Garafika Indonesia). Jakarta: Pusat Grafika
Indonesia.
Pusat Grafika Indonesia. (1983).Pengetahuan Kejuruan Dasar
Penjilidan Buku. Jakarta: Pusat Grafika Indonesia.
Profesional Archive, Book binding, conservation and Restoration
supplies. www.talasonline.com
Schechter, Abraham A., (1990). Basic Repair Methods. Englewood :
Libraries Unlimited Inc.
Razak, M., Soraya, A., Sunarno, W., & Wirayati, M. A. (1995).
Petunjuk teknis bahan pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional
RI.
Riyadi, Aris. (2015). Damage Assessment and Maping Survei for
Preservation on Library Collection.
Schmidmaier, D., Massis, B. E., Beudiquez, C. M., & Maruyama, L. S.
(1996). IFLA Professional Reports. 1-60.
Segaetsho, T., Mnjama, N. (2013). Preservation of library materials
at the University of Botswana Library. Journal of the South
African Society of Archivists, 45, 68-84
Sudiarti, L., et.al. (2019). Metode deasidifikasi basah dengan larutan
magnesium karbonat pada konservasi kuratif naskah kuno
media kertas. Jakarta : Perpustakaan Nasional R
Susilorini, M. (2009). Pengantar Pelestarian Bahan Perpustakaan.
Jakarta: Perpustakaan Nasional RI
Walker, Alison. (2013). Basic Preservation for Library and Archive
Collections. Preservation Advisory Centre. The British
Library. United Kingdom
Webb, C. (2000). The Role of Preservation and the Library of the
Future [en línea]. In A paper the 11th Congress of Southeast
Asian Librarians Conference.

121
Wirayati, Made Ayu., Ayu, Ellis Sekar., Riyadi, Aris., (2013). Pedoman
Teknis Pelestarian Bahan Pustaka : Pembasmian Serangga
dan Biota di Perpustakaan. Jakarta : Perpustakaan
Wirayati, Made Ayu., Ayu, Ellis Sekar., Riyadi, Aris., (2014). Pedoman
Teknis Pelestarian Bahan Pustaka : Konservasi Kuratif
Bahan Perpustakaan Media Kertas. Jakarta : Perpustakaan
Nasional RI

122

Anda mungkin juga menyukai