PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
2019
i
21
Penyusun:
Leni Sudiarti, S.Si
Cecep Nurjanjati, S.Sos
Shella Ranti, S.Hum
Widdya Kusuma Wardhani, S.Si
Penyunting:
Dr. Ahmad Masykuri, MM
Ir. Mulatsih Susilorini, MM
Penanggung Jawab:
Alfa Husna
Diterbitkan oleh:
Perpustakaan Nasional RI
Jl. Salemba Raya No. 28A, Jakarta Pusat, 10430
Email: preservasi@pnri.go.id
ii
DAFTAR ISI
iii
2. Upaya Pencegahan Keasaman pada
Naskah Kuno Media Kertas ............. 28
B. DEASIDIFIKASI ................................ 29
1. Deasidifikasi dalam Bentuk Gas .... 29
2. Deasidifikasi Kering ....................... 30
3. Deasidifikasi Basah ........................ 31
iv
KATA PENGANTAR
v
koleksi naskah kuno. Semoga buku ini bermanfaat bagi
yang menggunakannya.
Tim Penyusun
vi
KATA SAMBUTAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Undang-undang no 43 Tahun 2007
dikatakan salah satu fungsi Perpustakaan Nasional adalah
sebagai perpustakaan pelestarian. Begitu banyak jenis
bahan pustaka yang ada di Perpustakaan Nasional RI yang
harus dilestarikan, salah satunya adalah koleksi naskah
kuno. Sebagian besar naskah kuno yang ada di
Perpustakaan Nasional berada dalam kondisi yang rusak.
tingkat kerusakannyapun bervariasi, antara lain rusak
parah, rusak sedang, dan rusak ringan. Penanganan secara
khusus harus dilakukan ketika melakukan tindakan
konservasi naskah kuno.
1
warisan sejarah masa lalu yang mana sangat berarti bagi
kita di masa yang akan datang, salah satunya untuk tujuan
penelitian yang mana dapat berperan serta dalam
perkembangan ilmu pengetahuan.
B. TUJUAN
Tujuan deasidifikasi adalah untuk menetralkan
asam (menghentikan proses keasaman pada kertas).
Penyusunan buku ini memiliki beberapa tujuan, antara
lain:
a. Sebagai acuan para pustakawan maupun konservator
dalam melakukan konservasi naskah kuno.
b. Memberikan informasi dan pengetahun kepada
pembaca mengenai metode deasidifikasi sebagai salah
satu metode yang dapat digunakan dalam melakukan
konservasi naskah kuno dan khususnya kepada mereka
yang bekerja di dinas perpustakaan daerah, museum
yang memiliki naskah kuno, dan masyarakat pemilik
naskah kuno.
2
C. MANFAAT
Adapun manfaat dari buku ini adalah menambahnya
pengetahuan para pembaca khususnya kepada yang
bekerja di dinas perpustakaan daerah, museum yang
memiliki naskah kuno, dan masyarakat pemilik naskah
kuno mengenai pelestarian khususnya deasidifikasi pada
koleksi naskah kuno.
D. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dalam buku metode ini hanya khusus
menangani naskah kuno dengan media kertas dengan tinta
tidak luntur.
3
tindakan untuk mengembalikan struktur fisik dan fungsi
dari sebuah dokumen dengan cara menyelamatkan
kondisi fisik bahan perpustakaan agar terhindar dari
kerusakan lebih lanjut. Konservasi kuratif juga bisa
dengan memulihkan bahan perpustakaan ke kondisi
aslinya dengan menggunakan metode tertentu sehingga
bagian yang rusak menjadi utuh kembali seperti semula.
(Fatmawati, 2018).
G. MAGNESIUM KARBONAT
Dalam kegiatan konservasi bahan perpustakaan,
Magnesium Karbonat biasa digunakan sebagai bahan
dalam proses deasidifikasi. Larutan magnesium karbonat
dihasilkan dari reaksi antara magnesium karbonat yang
tidak larut dalam air dengan gas karbondioksida.
Magnesium karbonat ini selain menghilangkan
asam juga meninggalkan lapisan penahan yang
melindungi kertas dari serangan asam.
4
BAB II
KERUSAKAN NASKAH KUNO MEDIA KERTAS
A. PENYEBAB KERUSAKAN
Penyebab kerusakan fisik terhadap bahan
perpustakaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) faktor
utama, yaitu (1) faktor internal, yaitu faktor yang melekat
pada fisik bahan perpustakaan itu sendiri. Adapun
penyebabnya berkaitan erat dengan proses pembuatan
bahan dan unsur lain seperti kualitas kertas, tinta serta
aksesori yang ada pada bahan perpustakaan; dan (2) faktor
eksternal, yaitu faktor lingkungan di sekitar bahan
perpustakaan, meliputi suhu dan kelembaban, cahaya,
polusi udara, serangga, tikus, jamur, bencana alam, serta
manusia itu sendiri.
1. Faktor Internal
a. Kualitas Kertas
Kualitas kertas yang baik untuk bahan pustaka
dan arsip adalah kertas yang bebas dari
senyawa-senyawa asam dan lignin.
5
hidrogen, karbon, dan oksigen dengan
sendirinya secara kimia cukup stabil. Tetapi
bila ada unsur lain dapat bereaksi, misalnya
terjadi hidrolisis karena adanya asam dalam
bahan kertas. (Susilorini, 2009)
b. Senyawa Asam
Kandungan senyawa asam di dalam kertas
akan mempercepat reaksi hidrolisis, sehingga
mempercepat pelapukan (kerusakan) pada
kertas. Senyawa-senyawa asam banyak
terbentuk di dalm industri kertas pada proses-
proses penghancuran batang kayu menjadi
bubur kertas (pulp), proses sizing (proses
6
dimana agar tinta yang dipakai tidak
mengembang pada kertas), proses pemutihan
kertas serta tinta yang dipakai sebagai alat
tulis. (Razak, Soraya, Sunarno, & Wirayati,
1995)
7
c. Perekat atau lem
Perekat dibedakan menjadi perekat natural
dan sintetis. Perekat natural berasal dari
tumbuhan dan binatang, sangat disukai
serangga dan mikroorganisme. Perekat jenis
ini kurang stabil, pada temperatur atau
kelembaban atmosfir yang tinggi, akan
mengakibatkan kehilangan fleksibilitas dan
merubah perekat menjadi butiran sehingga
akan berpengaruh terhadap kertas. Selain itu
keadaan lembab akan melemahkan daya
rekat, menimbulkan noda pada kertas. Untuk
melindungi dari serangga dan
mikroorganisme gunakan antiseptik
(orthophenilphenol), serta tambahkan
glyserin untuk menjaga kelenturan dari
perekat.
8
Perekat tersebut dapat larut dalam air,
beberapa dapat larut dalam pelarut organik.
9
d. Tinta
Tinta yang digunakan sekarang ini kita kenal
sebagai tinta iron gall atau oak gall,
mengandung ferro sulfat yang dapat
mengalami oksidasi, yaitu membentuk asam
sulfat yang dapat membakar atau
melenyapkan apa yang tertulis di kertas. Tinta
jenis ini mengalmi pemucatan “hitam menjadi
coklat” dan disertai dengan meningkatnya
keasaman kertas, sehingga teks menjadi
hilang. Tinta cetak modern biasanya
mengandung bahan kimia tambahan untuk
mempercepat daya korosi tinta (Harvey dalam
Susilorini, 2009).
2. Faktor Eksternal
10
mengalami kerusakan. Kertas sebagai bahan
organik mempunyai sifat higroskopis yaitu
mudah mengembang dan menyusut
tergantung turun naiknya tingkat kelembaban.
b. Cahaya
Cahaya atau energi radiasi mempunyai efek
pada bahan perpustakaan. Cahaya akan
mempercepat proses oksidasi dari molekul
selulosa sehingga ikatan kimia pada molekul
tersebut terputus. Cahaya mempunyai
pengaruh menggelantang, menyebabkan
kertas menjadi pucat dan tinta memudar.
Karena pengaruh cahaya ini, lignin pada
kertas akan bereaksi dengan kmponen lain
sehingga kertas berubah menjadi kecoklatan.
Kerusakan yang menimpa bahan
perpustakaan terjadi bila terkena sinar
ultraviolet, bisa berupa lampu TL
(fluoresensi) atau sinar matahari secara
11
langsung. Sinar ini mengakibatkan pudarnya
tulisan, sampul buku menjadi lemah, warna
bahan cetakan menjadi buram, juga dapat
mengakibatkan kertas menjadi rapuh dan
kehilangan kekuatan (Razak dkk dalam
Susilorini, 2009).
Sinar tampak dalam cahaya dapat merusak
bahan perpustakaan, akan tetapi sinar Ultra
violet (UV) yang tidak tampak lebih reaktif
dan lebih merusak. Radiasi Ultra violet
dengan panjang gelombang antara 300-400
nanometer menyebabkan rekasi fotokimia.
Radiasi ultra violet ini berasal dari cahaya
matahari matahari (25%) dan lampu TL (3-
7%).
c. Polutan
Pencemar udara seperti gas sulfur dioksida,
gas hidrogen sulfida dan gas nitrogen oksida
yang berasal dari hasil pembakaran minyak
bumi, pabrik dan kendaraan bermotor dapat
merusak bahan perpustakaan. Sulfur dioksida
dan nitrogen oksida bereaksi dengan air
membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang
akan dapat merusak kertas. Ozon akan
mengakibatkan terjadinya reaksi oksidasi
12
pada kertas sehingga kertas menjadi rapuh.
Gas ini terdapat pada udara bersamaan dengan
terjadinya halilintar serta intereaksi antara
cahaya matahari dengn nitrogen dioksida
yang berasal dari knalpot kendaraan
bermotor.
d. Faktor Biota
Faktor biota dapat menyebabkan kerusakan
pada bahan perpustakaan. Banyak
mikroorganisme yang mendapatkan makanan
dari materi organik. Kertas yang mengandung
selulosa, perekat dan protein merupakan
sumber makanan bagi bakteri, jamur dan
fungi.
13
(kecoa, silverfish, rayap, kutu buku, book
worm, ngengat) serta binatang pengerat
seperti tikus. Bila hal ini dibiarkan terus
menerus maka akan banyak dijumpai bahan
perpustakaan dalam keadaan rusak berat
(Razak dkk dalam Susilorini, 2009).
14
f. Faktor Manusia
Tingginya peranan manusia dalam
mendorong terjadinya kerusakan bahan
perpustakaan antara lain disebabkan karena:
pertumbuhan penduduk dan semakin
tingginya tingkat penggunaan bahan
perpustakaan, perlakuan manusia yang
kurang baik terhadap bahan perpustakaan dan
perpustakaan, berkembangnya teknologi
baru, dan adanya penyalahgunaan serta
penerapan manajemen yang kurang tepat
dalam mengelola bahan perpustakaan dan
perpustakaan (Harvey dalam Susilorini,
2009).
15
gedung dan mekanisme pelayanan terhadap
pemustaka. Termasuk di dalamnya dibuatkan
sistem pengamanan untuk koleksinya.
(Susilorini, 2009)
16
Naskah Rusak Jilidan (Sumber : docplayer.info)
2. Faktor Biota
a. Serangga
Serangga merupakan masalah yang pelik di
negara tropik. Makanan yang digemarinya
ialah lem atau perekat yang terbuat dari
tepung kanji. Siklus kehidupan serangga
terdiri atas beberapa fase (tahap) yaitu telur,
larva, kepompong, dan dewasa. Kerusakan
yang terbesar terjadi ketika serangga hidup
17
pada fase larva. Lingkungan yang lembab,
gelap, sirkulasi udara kurang, merupakan
tempat yang begitu ideal bagi jenis serangga.
Jenis-jenis serangga yang dapat merusak
koleksi perpustakaan diantaranya adalah :
rayap, kecoa, silverfish, kutu buku (booklice),
kumbang, dan sebagainya.
18
b. Jamur
Jamur (fungi) merupakan jenis
mikroorganisme yang tidak memiliki klorofil.
Untuk memperoleh makanan harus
mengambil dari sumber kehidupan lain
(parasit) ataupun dari benda mati (sapropir).
Jamur berkembang biak dengan spora, yang
dapat menyebar di udara dan ketika
menemukan lingkungan yang cocok maka
spora tersebut akan berkembang biak. Kertas
merupakan tempat yang ideal bagi
berkembangnya spora, terutama di
lingkungan yang mempunyai kelembaban
tinggi.
Jamur yang menempel pada bagian bahan
pustaka dapat mengakibatkan bahan pustaka
lengket satu sama lain, akibatnya kertas sobek
jika dibuka. Kita bisa lihat, awalnya kertas
berwarna putih, lalu warna tersebut berubah
menjadi biru, hingga akhirnya warna biru pun
menjadi hitam. Jika demikian, kertas sukar
diperbaiki, jamur sukar dihilangkan.
19
Jamur di atas permukaan kertas
(sumber : foto koleksi Leni Sudiarti)
3. Kotor / Noda
Debu, kotoran dan partikel padat yang berasal dari
udara akan dapat merusak bahan perpustakaan.
Kerusakan bahan pustaka karena debu, kotoran dan
partikel padat ini antara lain: kertas tergores karena
gesekan partikel debu akan masuk ke sela-sela buku
dan kertas akan menjadi rapuh. Partikel debu ini
dalam kondisi lingkungan yang lembab akan
menimbulkan noda permanen yang sangat sukar di
hilangkan. Kotoran dan partikel padat dapat
menimbulkan asam yang dapat merusak kertas.
(Susilorini, 2009)
20
Naskah Kotor / noda (sumber : netralnews.com)
4. Foxing
Foxing adalah bintik-bintik kecoklatan pada
permukaan kertas, yang dipicu oleh jamur. Ini
banyak terjadi pada kertas-kertas tua. Bintik-bintik
tersebut sebagai akibat dari reaksi kimia antara
campuran besi yang terkandung di dalam kertas dan
asam organik yang dikeluarkan oleh jamur.
(Purwani, 2014)
21
5. Selotape
Selotape merupakan salah satu penyebab kerusakan
pada naskah bermedia kertas. Perekat pada selotape
pada umumnya bersifat asam. Karenanya, bagian
kertas yang ditempeli selotape biasanya berwarna
lebih coklat dibanding bagian lainnya. Selotape
sering kali sulit untuk dibersihkan. Terkadang
informasi yang terkena selotape bisa ikut terbawa
(terbuang) bersama selotape yang dilepaskan,
karena sulitnya selotape tersebut dilepaskan.
22
Robek-Hilang (sumber : beritagar.id)
7. Rapuh
Rapuh adalah kondisi dimana naskah tersebut
mudah patah atau robek. Biasanya kondisi ini dipicu
oleh asam yang terdapat pada naskah, baik karena
bahan pembentuk kertas, atau karena faktor
lingkungan yang mengandung asam.
8. Korosi tinta
Korosi tinta pada umumnya terjadi pada naskah
yang ditulis dengan tinta iron gall ink. Hal ini
disebabkan oleh ion besi yang terdapat di dalam
tinta tersebut bereaksi dengan udara, dan dipicu
oleh kehadiran asam.
23
Korosi tinta pada naskah
(sumber: foto koleksi Leni Sudiarti)
24
BAB III
KEASAMAN KERTAS DAN DEASIDIFIKASI
25
2. Kertas yang terbuat antara tahun 1850 sampai 1990
dengan karakter kertas bersifat asam dengan nilai pH
kurang dari 6 yang mengakibatkan berkurangnya umur
kertas.
3. Kertas setelah tahun 1990 lebih stabil akibat proses
sizing bersifat basa, hal ini karena penggunaan filler
kalsium karbonat yang berfungsi mencerahkan kertas.
(Ayu, 2018)
26
sangat parah. Untuk mengetahui derajat kesamaan pada
suatu kertas, satu titik pada permukaan kertas dibasahi
dengan air suling, kemudian pH nya diukur dengan pH
meter atau kertas indikator universal yang mempunyai
skala pH.
Netralisasi asam dikatakan efektif apabila nilai
akhir pH antara 7 dan 8 atau cadangan basa yang cukup
banyak (Baty et al. 2010). sedangkan proses deasidifikasi
yang benar akan menghasilkan netralisasi sempurna pada
kertas asam dan cadangan basa di sekitar pH 8-9 (Georgi
et al. 2002)
1. Sumber keasaman dalam kertas
a. Proses pembuatan kertas
Papermaker alum Al 2 (SO 4 ) 3 .18H 2 O
Ditambahkan selama proses
pembuatan. Berasosiasi dalam air untuk
membentuk ion sulfat dan ion
heksaaquaaluminium (III) [Al
(H 2 O) 6 ] 3+ yang dapat mengalami hidrolisis
asam.
[Al (H 2 O) 6 ] 3+ + H 2 O ⇌ [Al (OH)
(H 2 O) 5 ] 2+ + H 3 O +
b. Selama penyimpanan
Nitrogen dioksida
Polutan udara yang dapat membentuk asam
nitrat saat bereaksi dengan kelembaban di
kertas dan mengoksidasi gugus hidroksil pada
27
serat selulosa menjadi asam karboksilat,
meningkatkan keasaman kertas.
3NO 2 + H 2 O → 2 HNO 3 + NO
Selulosa – CH 2 OH + 2NO 2 → Selulosa –
COOH + 2NO + H 2 O
Sulfur dioksida
Polutan yang dapat membentuk asam sulfat
saat bereaksi dengan kelembaban di
kertas. Reaksi ini dapat dikatalisis oleh
adanya logam tertentu (misalnya mangan)
yang mungkin telah diperkenalkan dalam
proses pembuatan kertas, mungkin dengan
oksidasi dioksida menjadi trioksida.
c. Proses Penanganan
Asam laktat
Komponen keringat, asam laktat adalah asam
lemah yang dapat ditransfer ke permukaan
kertas selama masa proses penanganan.
(https://eic.rsc.org/feature/paperconservation/
2020204.article)
28
a. Menyentuh naskah kuno dengan tangan
bersih, sebaiknya gunakan sarung tangan
b. Membersihkan ruangan dan koleksi secara
berkala
c. Menjaga suhu pada 18-25 ºC dan kelembaban
ruangan pada RH 40-60%
B. DEASIDIFIKASI
Deasidifikasi adalah suatu proses untuk
menghilangkan pengaruh asam yang ada pada kertas, baik
karena pengaruh faktor yang berasal dari dalam maupun
faktor luar (Wirayati et al., 2014).
Deasidifikasi dilakukan untuk menetralkan asam
dan memberi bahan penguat (buffer) untuk melindungi
kertas dari pengaruh asam dari luar. Asam dapat
dinetralkan dengan basa atau bahan yang bersifat alkalin.
Asam dan basa bereaksi menghasilkan garam yang netral.
Garam ini akan bertindak sebagai penahan (buffer) untuk
melindungi kertas dari kerusakan lebih lanjut.
Deasidifikasi dapat dilakukan secara massal yaitu
dalam jumlah banyak dan dilakukan secara persatuan
dalam jumlah yang sedikit. Deasidifikasi dapat dilakukan
dengan menggunakan gas maupun bentuk cair.
Ada tiga jenis deasidifikasi, yaitu :
1. Deasidifikasi dalam bentuk gas
Teknik ini menyebabkan dokumen tidak menjadi
basah dan penetrasi yang dihasilkan lebih lengkap
29
dan seragam. Deasidifikasi gas sesuai untuk
dokumen yang ditulis dengan tinta yang luntur atau
mengandung pewarna yang luntur.
Deasidifikasi gas adalah menetralkan asam dengan
menggunakan gas. Bahan gas yang digunakan
antara lain:
• Amonia
• Morpholine dan uap air
• Cyclohexylamine (CHC)
• Zinc diethyl
30
Selain larutan barium hidroksida, bahan-bahan yang
dapat digunakan untuk deasidifikasi kering antara
lain kalsium, barium dan magnesium asetat,
magnesium metoksida, Metil magnesium karbonat.
31
Reaksinya berlangsung antara kertas yang asam dan
larutan basa membentuk senyawa garam yang
bersifat netral sedikit basa yang tersimpan dalam
kertas.
32
BAB IV
METODE DEASIDIFIKASI BASAH DENGAN
LARUTAN MAGNESIUM KARBONAT PADA
KONSERVASI KURATIF NASKAH KUNO MEDIA
KERTAS
33
e. Residu, Deasidifikasi kering dengan menggunakan
Barium Hidroksida dan methanol cenderung
meninggalkan residu berwarna keputihan di
permukaan naskah, sehingga mengganggu estetika
naskah.
- pH-meter
- neraca timbang
- beaker glass
34
- spatula/sendok
- sink
35
- Aquadest
- Plastik Milard
36
- Gas karbondioksida
- Paraprint
- Blotting paper
37
B. TAHAPAN DEASIDIFIKASI BASAH
1. Kalibrasi pH-meter
2. Uji pH kertas
Uji pH kertas
dilakukan dengan
menggunakan pH-
meter yang telah
dikalibrasi. Jika
kertas dinyatakan
asam (pH < 7) maka
dilanjutkan uji
kelunturan tinta.
38
3. Uji Kelunturan Tinta
39
dialiri dengan gas karbondioksida (CO2) selama 60
menit.
40
6. Pengeringan Naskah Kuno
Naskah dikeringanginkan dengan suhu ruangan
hingga benar-benar kering. Pengeringan dilakukan
dengan dialasi blotting paper.
7. Uji pH Kembali
Uji pH kembali
dilakukan terhadap
naskah kuno. Jika
pH telah netral
cenderung basa
yaitu pH 7,5-10,0
(ISO 9706: 1994
dan ISO 111108:
1996) maka dilanjutkan ke tahap laminasi. Proses
deasidifikasi basah selesai.
41
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
42
basah. Lakukan semua sesuai prosedur agar hasil
konservasi naskah kuno media kertas lebih optimal.
43
DAFTAR PUSTAKA
44
Nurhamila. (2016). Analisis Faktor Kerusakan Naskah
Kuno di Museum La Galigo Provinsi Sulawesi Selata.
Makasar: Universitas Islam Negeri Alaudin Makasar.
Perpustakaan Nasional RI. (2015). Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang
perpustakaan dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 24 tahun 2014 tentang pelaksanaan
undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang
perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
45