Anda di halaman 1dari 54

METODE DEASIDIFIKASI BASAH DENGAN

LARUTAN MAGNESIUM KARBONAT


PADA KONSERVASI KURATIF
NASKAH KUNO MEDIA KERTAS

PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
2019

i
21

Penyusun:
Leni Sudiarti, S.Si
Cecep Nurjanjati, S.Sos
Shella Ranti, S.Hum
Widdya Kusuma Wardhani, S.Si

Penyunting:
Dr. Ahmad Masykuri, MM
Ir. Mulatsih Susilorini, MM

Penanggung Jawab:
Alfa Husna

Tata Letak dan Desain Sampul


Cheppy Darmawan, S.Sn.

Diterbitkan oleh:
Perpustakaan Nasional RI
Jl. Salemba Raya No. 28A, Jakarta Pusat, 10430
Email: preservasi@pnri.go.id

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................. iii


KATA PENGANTAR ................................................. v
KATA SAMBUTAN ................................................. vii

BAB I: PENDAHULUAN .................................... 1


A. LATAR BELAKANG .......................... 1
B. TUJUAN ................................................ 2
C. MANFAAT ........................................... 3
D. RUANG LINGKUP .............................. 3
E. PENGERTIAN NASKAH KUNO ........ 3
F. PENGERTIAN KONSERVASI
KURATIF .............................................. 3
G. MAGNESIUM KARBONAT ............... 4

BAB II: KERUSAKAN NASKAH KUNO MEDIA


KERTAS ..................................................... 5
A. PENYEBAB KERUSAKAN ............... 5
1. Faktor Internal ............................... 5
2. Faktor Eksternal ........................... 10
B. JENIS KERUSAKAN YANG BIASA
TERJADI PADA NASKAH KUNO
MEDIA KERTAS ................................ 16

BAB III: KEASAMAN KERTAS DAN


DEASIDIFIKASI ...................................... 25
A. PENGARUH ASAM TERHADAP
KERUSAKAN NASKAH KUNO
MEDIA KERTAS ............................... 25
1. Sumber Keasaman dalam Kertas ...... 27

iii
2. Upaya Pencegahan Keasaman pada
Naskah Kuno Media Kertas ............. 28
B. DEASIDIFIKASI ................................ 29
1. Deasidifikasi dalam Bentuk Gas .... 29
2. Deasidifikasi Kering ....................... 30
3. Deasidifikasi Basah ........................ 31

BAB IV: METODE DEASIDIFIKASI BASAH


DENGAN LARUTAN MEGNESIUM
KARBONAT PADA KONSERVASI
KURATIF NASKAH KUNO MEDIA
KERTAS ............................................. 33
A. ALAT DAN BAHAN UNTUK
DEASIDIFIKASI BASAH ................. 34
1. Alat untuk Deasidifikasi Basah .. 34
2. Bahan untuk Deasidifikasi Basah 35
B. TAHAPAN DEASIDIFIKASI BASAH
............................................................... 38

BAB IV: PENUTUP ................................................. 42


A. KESIMPULAN ................................... 42
B. SARAN ............................................... 42

DAFTAR PUSTAKA ................................................. 44

iv
KATA PENGANTAR

Pelestarian bahan perpustakaan khususnya koleksi naskah


kuno, merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan
dalam mempertahankan warisan budaya bangsa agar
dapat dimanfaatkan oleh generasi di masa sekarang dan
masa yang akan datang.

Sudah seharusnya koleksi naskah kuno tersebut


dilestarikan, baik itu dalam fisiknya maupun kadungan
informasi yang terkandung dari naskah kuno tersebut.
Salah satu yang menjadi indikasi kerusakan koleksi
perpustakaan khususnya naskah kuno, adalah dengan
melihat tingkat keasaman kertas dimana naskah tersebut
ditulis.

Salah satu proses pelestarian fisik koleksi perpustakaan


yang wajib dilakukan adalah deasidifikasi. Deasidifikasi
dilakukan dengan tujuan untuk menetralkan keasaman
pada kertas. Di dalam buku Metode Deasidifikasi Basah
dengan Larutan Magnesium Karbonat pada Konservasi
Kuratif Naskah Kuno Media Kertas ini dijelaskan
mengenai metode deasidifikasi secara umum, dan secara
khusus membahas mengenai deasidifikasi basah (aqueous
deacidification) yang mencakup alat dan bahan yang
digunakan serta tahapan-tahapannya.

Dengan adanya buku ini diharapkan menambahnya


pengetahuan para pembaca khususnya kepada yang
bekerja di dinas perpustakaan daerah, museum yang
memiliki naskah kuno, dan masyarakat pemilik naskah
kuno mengenai pelestarian khususnya deasidifikasi pada

v
koleksi naskah kuno. Semoga buku ini bermanfaat bagi
yang menggunakannya.

Jakarta, September 2019

Tim Penyusun

vi
KATA SAMBUTAN

Sudah seharusnya setiap perpustakaan merawat dan


menjaga koleksinya. Pelestarian dan perpustakaan
bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Semua koleksi perpustakaan khususnya koleksi yang
telah mengalami kerusakan harus segera dilakukan
tindakan perawatan dan perbaikan. Tindakan pelestarian
mencakup pelestarian yang bersifat sederhana maupun
tindakan yang dapat dibilang kompleks.

Saya menyambut baik penyusunan buku Metode


Deasidifikasi Basah dengan Larutan Magnesium
Karbonat pada Konservasi Kuratif Naskah Kuno Media
Kertas ini yang pastinya akan sangat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam hal
pelestarian bahan perpustakaan. Pentingnya kegiatan
pelestarian di perpustakaan, baik itu perpustakaan yang
ada di pusat maupun yang berada di daerah-daerah
diharapkan buku ini dapat menjadi acuan dalam
melakukan pelestarian fisik khususnya dalam hal
deasidifikasi bahan perpustakaan.

Akhir kata saya ucapkan selamat dan terima kasih kepada


tim penyusun dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan dan penerbitan buku ini.

Jakarta, September 2019


Kepala Pusat Preservasi Bahan Pustaka

Dr. Ahmad Masykuri, MM

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Undang-undang no 43 Tahun 2007
dikatakan salah satu fungsi Perpustakaan Nasional adalah
sebagai perpustakaan pelestarian. Begitu banyak jenis
bahan pustaka yang ada di Perpustakaan Nasional RI yang
harus dilestarikan, salah satunya adalah koleksi naskah
kuno. Sebagian besar naskah kuno yang ada di
Perpustakaan Nasional berada dalam kondisi yang rusak.
tingkat kerusakannyapun bervariasi, antara lain rusak
parah, rusak sedang, dan rusak ringan. Penanganan secara
khusus harus dilakukan ketika melakukan tindakan
konservasi naskah kuno.

Para konservator maupun pustakawan yang bergelut


di dalam kegiatan konservasi bahan pustaka sejatinya
selalu berusaha mencari cara yang ideal untuk menangani
kerusakan pada koleksi naskah kuno. Koleksi naskah
kuno itu sendiri perlu dilestarikannya keberadaannya agar
tidak musnah dan bermanfaat bagi masyarakat.
Pelestarian merupakan suatu usaha pekerjaan untuk
memelihara dan melindungi koleksi atau bahan
perpustakaan sehingga bisa dimanfaatkan oleh
masyarakat dan generasi yang akan datang dalam jangka
waktu lama. Tujuan pelestarian naskah kuno itu sendiri
adalah untuk melestarikan baik itu melestarikan secara
fisik, maupun kandungan informasi yang terdapat di
dalam naskah kuno. Seperti yang kita ketahui bahwa tidak
sedikit naskah kuno berisi informasi mengenai nilai-nilai

1
warisan sejarah masa lalu yang mana sangat berarti bagi
kita di masa yang akan datang, salah satunya untuk tujuan
penelitian yang mana dapat berperan serta dalam
perkembangan ilmu pengetahuan.

Salah satu proses yang harus ada dalam melakukan


konservasi bahan perpustakaan khususnya pada koleksi
naskah kuno adalah deasidifikasi. Deasidifkasi itu sendiri
bertujuan untuk menetralkan asam pada kertas.
Berdasarkan data per Agustus 2019 jumlah naskah kuno
di Perpustakaan Nasional RI adalah berjumlah 13.219
naskah, dengan pH mengandung asam sebanyak 74,86%.
Jika kondisi asam tersebut dibiarkan, maka lama
kelamaan akan bertambah parah kerusakannya.

B. TUJUAN
Tujuan deasidifikasi adalah untuk menetralkan
asam (menghentikan proses keasaman pada kertas).
Penyusunan buku ini memiliki beberapa tujuan, antara
lain:
a. Sebagai acuan para pustakawan maupun konservator
dalam melakukan konservasi naskah kuno.
b. Memberikan informasi dan pengetahun kepada
pembaca mengenai metode deasidifikasi sebagai salah
satu metode yang dapat digunakan dalam melakukan
konservasi naskah kuno dan khususnya kepada mereka
yang bekerja di dinas perpustakaan daerah, museum
yang memiliki naskah kuno, dan masyarakat pemilik
naskah kuno.

2
C. MANFAAT
Adapun manfaat dari buku ini adalah menambahnya
pengetahuan para pembaca khususnya kepada yang
bekerja di dinas perpustakaan daerah, museum yang
memiliki naskah kuno, dan masyarakat pemilik naskah
kuno mengenai pelestarian khususnya deasidifikasi pada
koleksi naskah kuno.

D. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dalam buku metode ini hanya khusus
menangani naskah kuno dengan media kertas dengan tinta
tidak luntur.

E. PENGERTIAN NASKAH KUNO


Dalam pasal 1 no. 4 UU RI No. 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa naskah kuno
adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau
tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di
dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang
mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional,
sejarah, dan ilmu pengetahuan. (Perpustakaan Nasional
RI, 2015)

F. PENGERTIAN KONSERVASI KURATIF


Konservasi merupakan kegiatan pelestarian fisik
bahan perpustakaan yang dapat dilakukan melalui
tindakan perawatan dan perbaikan. Konservasi terbagi
menjadi dua, yaitu konservasti preventif dan konservasi
kuratif. Konservasi kuratif (curative), merupakan

3
tindakan untuk mengembalikan struktur fisik dan fungsi
dari sebuah dokumen dengan cara menyelamatkan
kondisi fisik bahan perpustakaan agar terhindar dari
kerusakan lebih lanjut. Konservasi kuratif juga bisa
dengan memulihkan bahan perpustakaan ke kondisi
aslinya dengan menggunakan metode tertentu sehingga
bagian yang rusak menjadi utuh kembali seperti semula.
(Fatmawati, 2018).

Tujuan dari konservasi kuratif atau beberapa


kalangan menyebut sebagai restorasi adalah tindakan
untuk mengembalikan struktur fisik dan fungsi dari
sebuah objek dengan cara memperbaiki kerusakan dari
objek tersebut. konservasi kuratif juga berarti
memulihkan bahan perpustakaan ke kondisi aslinya
dengan cara dan metode tertentu sehingga bagian yang
rusak menjadi utuh kembali. (Wirayati, Ayu, & Riyadi,
2014).

G. MAGNESIUM KARBONAT
Dalam kegiatan konservasi bahan perpustakaan,
Magnesium Karbonat biasa digunakan sebagai bahan
dalam proses deasidifikasi. Larutan magnesium karbonat
dihasilkan dari reaksi antara magnesium karbonat yang
tidak larut dalam air dengan gas karbondioksida.
Magnesium karbonat ini selain menghilangkan
asam juga meninggalkan lapisan penahan yang
melindungi kertas dari serangan asam.

4
BAB II
KERUSAKAN NASKAH KUNO MEDIA KERTAS

A. PENYEBAB KERUSAKAN
Penyebab kerusakan fisik terhadap bahan
perpustakaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) faktor
utama, yaitu (1) faktor internal, yaitu faktor yang melekat
pada fisik bahan perpustakaan itu sendiri. Adapun
penyebabnya berkaitan erat dengan proses pembuatan
bahan dan unsur lain seperti kualitas kertas, tinta serta
aksesori yang ada pada bahan perpustakaan; dan (2) faktor
eksternal, yaitu faktor lingkungan di sekitar bahan
perpustakaan, meliputi suhu dan kelembaban, cahaya,
polusi udara, serangga, tikus, jamur, bencana alam, serta
manusia itu sendiri.

1. Faktor Internal
a. Kualitas Kertas
Kualitas kertas yang baik untuk bahan pustaka
dan arsip adalah kertas yang bebas dari
senyawa-senyawa asam dan lignin.

Sifat yang paling mempengaruhi kekuatan


kertas adalah ikatan kimia selulosa, dalam hal
ini daya rentang kertas yang merupakan hasil
dari kekuatan daya ikat antarrantai kimia serat
selulosa. Berkurangnya kekuatan kertas
disebabkan oleh terjadinya reaksi kimia yang
memperlemah dan merusak ikatan kimia pada
rantai selulosa. Selulosa yang terdiri dari

5
hidrogen, karbon, dan oksigen dengan
sendirinya secara kimia cukup stabil. Tetapi
bila ada unsur lain dapat bereaksi, misalnya
terjadi hidrolisis karena adanya asam dalam
bahan kertas. (Susilorini, 2009)

Kualitas kertas yang baik untuk bahan


perpustakaan yaitu kertas bebas asam dari
senyawa lignin yang biasa disebut sebagai
“permanent paper” atau “acid free/archival
materials” terbuat dari kapas atau bubur kayu
yang diproses secara kimia, mengandung
kurang dari 1% lignin dan cadangan alkalin 2-
3% serta memiliki pH minimum 7,3. Biasanya
buku yang dicetak dengan kertas ini
menggunakan label identitas oO (Razak dkk,
1992).

Lignin adalah zat yang banyak terkandung di


dalam serat-serat selulosa dari kayu. Kertas
yang banyak mengandung lignin akan
merubah warna kertas dari putih menjadi
kuning kecoklatan dan kertas menjadi lapuk.

b. Senyawa Asam
Kandungan senyawa asam di dalam kertas
akan mempercepat reaksi hidrolisis, sehingga
mempercepat pelapukan (kerusakan) pada
kertas. Senyawa-senyawa asam banyak
terbentuk di dalm industri kertas pada proses-
proses penghancuran batang kayu menjadi
bubur kertas (pulp), proses sizing (proses

6
dimana agar tinta yang dipakai tidak
mengembang pada kertas), proses pemutihan
kertas serta tinta yang dipakai sebagai alat
tulis. (Razak, Soraya, Sunarno, & Wirayati,
1995)

Beberapa sampul manuscript terbuat dari


karton yang mengandung asam. Asam
tersebut akan berpindah ke kertas pada buku
yang akan menyebabkan menurunnya kulitas
kertas, sehingga kertas menjadi rapuh dan
cepat hancur.

Asam dan lignin banyak dijumpai pada kertas


modern ysitu kertas yang diproduksi setelah
tahun 1850. Pada tahun 1850 ini, dikenal
pembuatan kertas dengan proses pulp, yakni
proses pembuatan kertas dengan memakai
senyawa-senyawa kimia sebagai bahan
tambahannya. Sedangkan yang disebut kertas
kuno yaitu kertas yang diproduksi sebelum
tahun 1850, dibuat dari bahan kayu, kapas,
atau serat-serat tumbuhan yang tidak
mengandung lignin sedang zat tambahannya
dibuat dari bahan-bahan alami yang relatif
sedikit mengandung senyawa asam, sehingga
kertas kuno relatif lebih tahan lama dan kuat
dari pada kertas modern.

7
c. Perekat atau lem
Perekat dibedakan menjadi perekat natural
dan sintetis. Perekat natural berasal dari
tumbuhan dan binatang, sangat disukai
serangga dan mikroorganisme. Perekat jenis
ini kurang stabil, pada temperatur atau
kelembaban atmosfir yang tinggi, akan
mengakibatkan kehilangan fleksibilitas dan
merubah perekat menjadi butiran sehingga
akan berpengaruh terhadap kertas. Selain itu
keadaan lembab akan melemahkan daya
rekat, menimbulkan noda pada kertas. Untuk
melindungi dari serangga dan
mikroorganisme gunakan antiseptik
(orthophenilphenol), serta tambahkan
glyserin untuk menjaga kelenturan dari
perekat.

Perekat yang paling baik adalah dari jenis


gelatin dan fish glue. Gelatin sangat baik
digunakan untuk proses sizing pada proses
konservasi. Perekat yang berasal dari tanaman
dikenal sebagai starch yang berasal dari padi
atau gandum. Ada pula yang berasal dari
kentang, maizena. Perekat semi sintetis yang
berasal dari selulosa sangat stabil dan mudah
diaplikasikan. Jenis yang biasa digunakan
untuk konservasi kertas adalah methyl
cellulose (Culminal, Tylose MH),
carboxymethyl cellulose (cellofas, Tylose
CB), hydroethyl cellulose, hydroxymethyl
cellulose serta hydroxypropyl cellulose.

8
Perekat tersebut dapat larut dalam air,
beberapa dapat larut dalam pelarut organik.

Jenis perekat selulose ini sangat baik dipakai


untuk semua kegiatan konservasi kertas.
Perekat sintetis bersifat thermostabil serta
thermoplastic. Perekat tersebut resisten
terhadap panas tertentu serta tidak bisa
dikembalikan ke bentuk semula dengan jenis
pelarut apapun. Jenis perekat ini tidak
direkomendasikan untuk kegiatn konservasi.
Perekat yang bersifat thermostable tidak
direkomendasikan untuk kegiatan konservasi.
Perekat tersebut lebih cook digunakan untuk
binding atau menjilid. (Wirayati et al, 2014)

Ada bermacam perekat atau lem yang


dipergunakan dalam penjilidan, yaitu lem
binatang (animal glue), biasa digunakan
dalam penjilidan tradisional, terbuat dari
tulang dan kulit binatang, dan gelatin dengan
kandungan utamanya yang tidak tahan lama
dan dapat mengundang serangga. Sekarang
lem binatang diganti dengan PVA (Polyvinyl
Acetate) yang terbuat dari polimer sintetis
dicampur dengan bahan aditif lainnya. Lem
jenis ini cepat kering dan tidak mengundang
serangga, mempunyai daya rekat yang kuat
dan sulit dilepas (Harvey dalam Susilorini,
2009)

9
d. Tinta
Tinta yang digunakan sekarang ini kita kenal
sebagai tinta iron gall atau oak gall,
mengandung ferro sulfat yang dapat
mengalami oksidasi, yaitu membentuk asam
sulfat yang dapat membakar atau
melenyapkan apa yang tertulis di kertas. Tinta
jenis ini mengalmi pemucatan “hitam menjadi
coklat” dan disertai dengan meningkatnya
keasaman kertas, sehingga teks menjadi
hilang. Tinta cetak modern biasanya
mengandung bahan kimia tambahan untuk
mempercepat daya korosi tinta (Harvey dalam
Susilorini, 2009).

Tinta iron gall dibentuk oleh empat komponen


utama, yaitu : tannin (paling sering diekstrak
dari galls), vitriol (besi sulfat), gum Arab, dan
air.

2. Faktor Eksternal

a. Suhu dan Kelembaban


Perubahan suhu yang terlalu cepat akan
berakibat buruk pada kertas. Bila suhu
meningkat pesat maka kertas akan mengalami
ekspansi (mengembang) dan bila suhu udara
turun maka kertas akan mengalami kontraksi
(penyusutan). Kenaikan dan penurunan suhu
udara yang tidak menentu menyebabkan
kondisi fisik bahan perpustakaan akan cepat

10
mengalami kerusakan. Kertas sebagai bahan
organik mempunyai sifat higroskopis yaitu
mudah mengembang dan menyusut
tergantung turun naiknya tingkat kelembaban.

Perubahan suhu udara akan menyebabkan


perubahan kelembaban udara, dan pada
fluktuasi yang sangat drastis sangat besar
pengaruhnya terhadap kerusakan kertas.
Kertas akan mengendor jika berada dalam
lingkungan yang lembab dan menegang
dalam lingkungan yang kering dan panas. Jika
hal tersebut terjadi berulang-ulang akan
memutuskan rantai kimia serat selulosa
(Razak dkk, 1995).

b. Cahaya
Cahaya atau energi radiasi mempunyai efek
pada bahan perpustakaan. Cahaya akan
mempercepat proses oksidasi dari molekul
selulosa sehingga ikatan kimia pada molekul
tersebut terputus. Cahaya mempunyai
pengaruh menggelantang, menyebabkan
kertas menjadi pucat dan tinta memudar.
Karena pengaruh cahaya ini, lignin pada
kertas akan bereaksi dengan kmponen lain
sehingga kertas berubah menjadi kecoklatan.
Kerusakan yang menimpa bahan
perpustakaan terjadi bila terkena sinar
ultraviolet, bisa berupa lampu TL
(fluoresensi) atau sinar matahari secara

11
langsung. Sinar ini mengakibatkan pudarnya
tulisan, sampul buku menjadi lemah, warna
bahan cetakan menjadi buram, juga dapat
mengakibatkan kertas menjadi rapuh dan
kehilangan kekuatan (Razak dkk dalam
Susilorini, 2009).
Sinar tampak dalam cahaya dapat merusak
bahan perpustakaan, akan tetapi sinar Ultra
violet (UV) yang tidak tampak lebih reaktif
dan lebih merusak. Radiasi Ultra violet
dengan panjang gelombang antara 300-400
nanometer menyebabkan rekasi fotokimia.
Radiasi ultra violet ini berasal dari cahaya
matahari matahari (25%) dan lampu TL (3-
7%).

Kerusakan karena cahaya sangat bergantung


dari panjang gelombang (adanya sinar UV)
dan waktu pencahayaan. Makin kecil panjang
gelombang dan makin lama waktu
pencahayaan, kertas makin cepat rusak.

c. Polutan
Pencemar udara seperti gas sulfur dioksida,
gas hidrogen sulfida dan gas nitrogen oksida
yang berasal dari hasil pembakaran minyak
bumi, pabrik dan kendaraan bermotor dapat
merusak bahan perpustakaan. Sulfur dioksida
dan nitrogen oksida bereaksi dengan air
membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang
akan dapat merusak kertas. Ozon akan
mengakibatkan terjadinya reaksi oksidasi

12
pada kertas sehingga kertas menjadi rapuh.
Gas ini terdapat pada udara bersamaan dengan
terjadinya halilintar serta intereaksi antara
cahaya matahari dengn nitrogen dioksida
yang berasal dari knalpot kendaraan
bermotor.

Debu, kotoran dan partikel padat yang berasal


dari udara dapat merusak bahan perpustakaan.
Kerusakannya antara lain : kertas tergores
karena gesekan, partikel debu akan masuk ke
sela-sela buku dan kertas akan menjadi rapuh.
Partikel debu dalam kondisi lingkungan yang
lembab akan menimbulkan noda permanent
yang sangat sukar dihilangkan. Kotoran dan
partikel padat dapat menimbulkan suasana
asam yang dapat merusak kertas. (Susilorini,
2009)

d. Faktor Biota
Faktor biota dapat menyebabkan kerusakan
pada bahan perpustakaan. Banyak
mikroorganisme yang mendapatkan makanan
dari materi organik. Kertas yang mengandung
selulosa, perekat dan protein merupakan
sumber makanan bagi bakteri, jamur dan
fungi.

Ruang penyimpanan yang kondisi


lingkungannya tidak terpelihara dapat
dijadikan tempat hidup yang aman bagi
mikroorganisme (jamur) serta serangga

13
(kecoa, silverfish, rayap, kutu buku, book
worm, ngengat) serta binatang pengerat
seperti tikus. Bila hal ini dibiarkan terus
menerus maka akan banyak dijumpai bahan
perpustakaan dalam keadaan rusak berat
(Razak dkk dalam Susilorini, 2009).

Spora jamur akan tumbuh dimana saja pada


kondisi yang memungkinkan bagi mereka
untuk tumbuh. Secara umum tingkat
kehangatan udara yang dibutuhkan bagi
tumbuhnya jamur adalah 25 derajat Celcius
(250C) atau lebih, kelembaban udara sekitar
70%, gelap, dan sirkulasi udara yang buruk,
sehingga jamur dapat membuat kertas
menjadi rapuh dan suram, serta gambar dan
tulisan di dalamnya menjadi rusak (Harvey
dalam Susilorini, 2009).

e. Rak dan lemari buku yang tidak


memenuhi syarat
Rak dan lemari penyimpanan yang tidak tepat
dapat merusak bahan perpustakaan, misalnya
ukuran buku lebih besar dari rak dan lemari
yang digunakan untuk tempat penyimpanan.
Demikian juga bahan material yang
digunakan untuk pembuatan rak dan lemari.
Keadaan di atas dapat mengakibatkan
kerusakan fisik antar lain : sampul buku
menjadi patah, buku menjadi melengkung,
dan blok buku menjadi rapuh dan akhirnya
hancur. (Susilorini, 2009)

14
f. Faktor Manusia
Tingginya peranan manusia dalam
mendorong terjadinya kerusakan bahan
perpustakaan antara lain disebabkan karena:
pertumbuhan penduduk dan semakin
tingginya tingkat penggunaan bahan
perpustakaan, perlakuan manusia yang
kurang baik terhadap bahan perpustakaan dan
perpustakaan, berkembangnya teknologi
baru, dan adanya penyalahgunaan serta
penerapan manajemen yang kurang tepat
dalam mengelola bahan perpustakaan dan
perpustakaan (Harvey dalam Susilorini,
2009).

g. Perang, Bencana Alam, dan Pencurian


Perang dan bencana alam sulit diramalkan
datangnya. Di daerah gempa, atau daerah
yang dilalui jalur gempa, hendaknya
direncanakan desain arsitekstur gedung
perpustakaan yang tahan gempa.

Kerusakan yang terjadi karena kebanjiran dan


air hujan adalah timbulnya noda jamur dan
kotoran yang dibawa oleh air. Noda tersebut
sangat sulit untuk dihilangkan karena jamur
berakar di sela-sela serat kertas.

Untuk menghindari dari pencurian bahan


perpustakaan, hendaknya dibuatkan
perencanaan yang baik dalam pembuatan

15
gedung dan mekanisme pelayanan terhadap
pemustaka. Termasuk di dalamnya dibuatkan
sistem pengamanan untuk koleksinya.
(Susilorini, 2009)

B. JENIS KERUSAKAN YANG BIASA TERJADI


PADA NASKAH KUNO MEDIA KERTAS

Bahan pustaka atau naskah kuno yang terbuat dari


kertas merupakan bahan yang mudah terbakar, mudah
sobek, mudah rusak karena pemustaka, serangga, suhu
dan sebagainya.
Kerusakan itu dapat dicegah jika mengetahui
faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Sebagian besar
bahan pustaka perpustakaan merupakan bahan tercetak
yang umumnya terbuat dari kertas seperti Naskah. Bahan
dari kertas ini dapat mengalami kerusakan, baik karena
faktor eksternal maupun internal (Ibrahim dalam
Nurhamila, 2016).
Ada beberapa jenis kerusakan yang biasa terjadi
pada naskah:
1. Jilidan Rusak
Kerusakan kertas yang disebabkan oleh suhu yang
terlalu tinggi dapat mengakibatkan perekat pada
jilidan buku mengering, sedangkan jilidannya
sendiri menjadi longgar.

16
Naskah Rusak Jilidan (Sumber : docplayer.info)

2. Faktor Biota

a. Serangga
Serangga merupakan masalah yang pelik di
negara tropik. Makanan yang digemarinya
ialah lem atau perekat yang terbuat dari
tepung kanji. Siklus kehidupan serangga
terdiri atas beberapa fase (tahap) yaitu telur,
larva, kepompong, dan dewasa. Kerusakan
yang terbesar terjadi ketika serangga hidup

17
pada fase larva. Lingkungan yang lembab,
gelap, sirkulasi udara kurang, merupakan
tempat yang begitu ideal bagi jenis serangga.
Jenis-jenis serangga yang dapat merusak
koleksi perpustakaan diantaranya adalah :
rayap, kecoa, silverfish, kutu buku (booklice),
kumbang, dan sebagainya.

Kerusakan karena serangga


(sumber: etd.repository.ugm.ac.id)

Kerusakan naskah karena serangga


(sumber : foto koleksi Leni Sudiarti)

18
b. Jamur
Jamur (fungi) merupakan jenis
mikroorganisme yang tidak memiliki klorofil.
Untuk memperoleh makanan harus
mengambil dari sumber kehidupan lain
(parasit) ataupun dari benda mati (sapropir).
Jamur berkembang biak dengan spora, yang
dapat menyebar di udara dan ketika
menemukan lingkungan yang cocok maka
spora tersebut akan berkembang biak. Kertas
merupakan tempat yang ideal bagi
berkembangnya spora, terutama di
lingkungan yang mempunyai kelembaban
tinggi.
Jamur yang menempel pada bagian bahan
pustaka dapat mengakibatkan bahan pustaka
lengket satu sama lain, akibatnya kertas sobek
jika dibuka. Kita bisa lihat, awalnya kertas
berwarna putih, lalu warna tersebut berubah
menjadi biru, hingga akhirnya warna biru pun
menjadi hitam. Jika demikian, kertas sukar
diperbaiki, jamur sukar dihilangkan.

19
Jamur di atas permukaan kertas
(sumber : foto koleksi Leni Sudiarti)

3. Kotor / Noda
Debu, kotoran dan partikel padat yang berasal dari
udara akan dapat merusak bahan perpustakaan.
Kerusakan bahan pustaka karena debu, kotoran dan
partikel padat ini antara lain: kertas tergores karena
gesekan partikel debu akan masuk ke sela-sela buku
dan kertas akan menjadi rapuh. Partikel debu ini
dalam kondisi lingkungan yang lembab akan
menimbulkan noda permanen yang sangat sukar di
hilangkan. Kotoran dan partikel padat dapat
menimbulkan asam yang dapat merusak kertas.
(Susilorini, 2009)

20
Naskah Kotor / noda (sumber : netralnews.com)

4. Foxing
Foxing adalah bintik-bintik kecoklatan pada
permukaan kertas, yang dipicu oleh jamur. Ini
banyak terjadi pada kertas-kertas tua. Bintik-bintik
tersebut sebagai akibat dari reaksi kimia antara
campuran besi yang terkandung di dalam kertas dan
asam organik yang dikeluarkan oleh jamur.
(Purwani, 2014)

Foxing – Bintik coklat pada naskah


(sumber : christies.com)

21
5. Selotape
Selotape merupakan salah satu penyebab kerusakan
pada naskah bermedia kertas. Perekat pada selotape
pada umumnya bersifat asam. Karenanya, bagian
kertas yang ditempeli selotape biasanya berwarna
lebih coklat dibanding bagian lainnya. Selotape
sering kali sulit untuk dibersihkan. Terkadang
informasi yang terkena selotape bisa ikut terbawa
(terbuang) bersama selotape yang dilepaskan,
karena sulitnya selotape tersebut dilepaskan.

Selotape pada naskah (sumber :


blogs.otago.ac.nz)

6. Robek dan Bagian Hilang


Karena perawatan yang kurang baik maupun
penanganan koleksi yang kurang sesuai, maka
naskah berpeluang untuk mengalami robek atau
bahkan hilang sebagian isinya.

22
Robek-Hilang (sumber : beritagar.id)

7. Rapuh
Rapuh adalah kondisi dimana naskah tersebut
mudah patah atau robek. Biasanya kondisi ini dipicu
oleh asam yang terdapat pada naskah, baik karena
bahan pembentuk kertas, atau karena faktor
lingkungan yang mengandung asam.

8. Korosi tinta
Korosi tinta pada umumnya terjadi pada naskah
yang ditulis dengan tinta iron gall ink. Hal ini
disebabkan oleh ion besi yang terdapat di dalam
tinta tersebut bereaksi dengan udara, dan dipicu
oleh kehadiran asam.

Faktor utama yang menyebabkan korosi tinta


adalah:
1. Komponen tinta yang agresif
2. Kelembaban yang tinggi
3. Penanganan yang tidak baik

23
Korosi tinta pada naskah
(sumber: foto koleksi Leni Sudiarti)

24
BAB III
KEASAMAN KERTAS DAN DEASIDIFIKASI

A. PENGARUH ASAM TERHADAP


KERUSAKAN NASKAH KUNO MEDIA
KERTAS

Asam menjadi salah satu faktor utama yang dapat


merusak kertas. Keasaman menyebabkan degradasi dan
pemotongan polimer selulosa, yang mengakibatkan
hilangnya kekuatan dan embrittlement yang membuat
koleksi semakin sulit untuk ditangani.

Keasaman kertas diidentifikasi sebagai faktor


intrinsik yang mempercepat penuaan bahan kertas
(Zervos, S., 2010). Tingkat keasaman dalam volume
tertentu akan dipengaruhi oleh kondisi ruang
penyimpanan seperti suhu, kelembaban relatif, zat polutan
di udara, kualitas bahan rak dan lain-lain (Baty et al,
2010). Keasaman memicu terjadinya reaksi hidrolisis
asam sehingga mempercepat selulosa terdegradasi.
Selulosa yang terdegradasi mengalami penurunan derajat
polimerisasi yang akan mempengaruhi sifat mekanik
kertas.

Berdasarkan periodisasi pembuatan kertas, maka


terdapat tiga jenis kertas (Cabalova et al, dalam Ayu &
Supangat, 2018), yaitu :
1. Kertas sebelum tahun 1850 dengan karakter kertas
agak asam maupun netral

25
2. Kertas yang terbuat antara tahun 1850 sampai 1990
dengan karakter kertas bersifat asam dengan nilai pH
kurang dari 6 yang mengakibatkan berkurangnya umur
kertas.
3. Kertas setelah tahun 1990 lebih stabil akibat proses
sizing bersifat basa, hal ini karena penggunaan filler
kalsium karbonat yang berfungsi mencerahkan kertas.
(Ayu, 2018)

Penggunaan bahan baku lignin, asam sulfat atau


proses sizing dalam suasana asam berperan dalam
kerusakan kertas. Dokumen paling asam berasal dari
tahun 1920 sampai 1960 dan dokumen dengan nilai pH
netral berangsur naik mulai dari dokumen tahun 1990
sampai saat ini (Cabalova et al, dalam Ayu & Supangat,
2018).

Keasaman menyebabkan degradasi kertas


(penurunan kualitas kertas) yang ditandai dengan :
1. Kertas berwarna kecoklatan,
2. Lebih rapuh,
3. Terjadi korosi tinta pada naskah yang menggunakan
iron gall ink.
4. Pada beberapa bagian menimbulkan bintik-bintik
kecoklatan (foxing).

Untuk menetukan sifat asam atau basa suatu bahan,


dipakai derajat kesamaan yang disingkat pH. Asam yang
mempunyai pH antara 0-7 dan basa antara 7-14, pH 7
adalah netral. Kalau pH kartas lebih kecil dari 7, berarti
kertas tersebut bersifat asam. Jika pH kertas berada
diantara 4-5, ini menunjukan bahwa kondisi kertas itu

26
sangat parah. Untuk mengetahui derajat kesamaan pada
suatu kertas, satu titik pada permukaan kertas dibasahi
dengan air suling, kemudian pH nya diukur dengan pH
meter atau kertas indikator universal yang mempunyai
skala pH.
Netralisasi asam dikatakan efektif apabila nilai
akhir pH antara 7 dan 8 atau cadangan basa yang cukup
banyak (Baty et al. 2010). sedangkan proses deasidifikasi
yang benar akan menghasilkan netralisasi sempurna pada
kertas asam dan cadangan basa di sekitar pH 8-9 (Georgi
et al. 2002)
1. Sumber keasaman dalam kertas
a. Proses pembuatan kertas
Papermaker alum Al 2 (SO 4 ) 3 .18H 2 O
Ditambahkan selama proses
pembuatan. Berasosiasi dalam air untuk
membentuk ion sulfat dan ion
heksaaquaaluminium (III) [Al
(H 2 O) 6 ] 3+ yang dapat mengalami hidrolisis
asam.
[Al (H 2 O) 6 ] 3+ + H 2 O ⇌ [Al (OH)
(H 2 O) 5 ] 2+ + H 3 O +

b. Selama penyimpanan
Nitrogen dioksida
Polutan udara yang dapat membentuk asam
nitrat saat bereaksi dengan kelembaban di
kertas dan mengoksidasi gugus hidroksil pada

27
serat selulosa menjadi asam karboksilat,
meningkatkan keasaman kertas.
3NO 2 + H 2 O → 2 HNO 3 + NO
Selulosa – CH 2 OH + 2NO 2 → Selulosa –
COOH + 2NO + H 2 O

Sulfur dioksida
Polutan yang dapat membentuk asam sulfat
saat bereaksi dengan kelembaban di
kertas. Reaksi ini dapat dikatalisis oleh
adanya logam tertentu (misalnya mangan)
yang mungkin telah diperkenalkan dalam
proses pembuatan kertas, mungkin dengan
oksidasi dioksida menjadi trioksida.
c. Proses Penanganan
Asam laktat
Komponen keringat, asam laktat adalah asam
lemah yang dapat ditransfer ke permukaan
kertas selama masa proses penanganan.
(https://eic.rsc.org/feature/paperconservation/
2020204.article)

2. Upaya Pencegahan Keasaman Pada Naskah


Kuno Media Kertas
Ada beberapa upaya yang mungkin dilakukan untuk
mencegah keasaman pada bahan pustaka media
kertas, antara lain :

28
a. Menyentuh naskah kuno dengan tangan
bersih, sebaiknya gunakan sarung tangan
b. Membersihkan ruangan dan koleksi secara
berkala
c. Menjaga suhu pada 18-25 ºC dan kelembaban
ruangan pada RH 40-60%

B. DEASIDIFIKASI
Deasidifikasi adalah suatu proses untuk
menghilangkan pengaruh asam yang ada pada kertas, baik
karena pengaruh faktor yang berasal dari dalam maupun
faktor luar (Wirayati et al., 2014).
Deasidifikasi dilakukan untuk menetralkan asam
dan memberi bahan penguat (buffer) untuk melindungi
kertas dari pengaruh asam dari luar. Asam dapat
dinetralkan dengan basa atau bahan yang bersifat alkalin.
Asam dan basa bereaksi menghasilkan garam yang netral.
Garam ini akan bertindak sebagai penahan (buffer) untuk
melindungi kertas dari kerusakan lebih lanjut.
Deasidifikasi dapat dilakukan secara massal yaitu
dalam jumlah banyak dan dilakukan secara persatuan
dalam jumlah yang sedikit. Deasidifikasi dapat dilakukan
dengan menggunakan gas maupun bentuk cair.
Ada tiga jenis deasidifikasi, yaitu :
1. Deasidifikasi dalam bentuk gas
Teknik ini menyebabkan dokumen tidak menjadi
basah dan penetrasi yang dihasilkan lebih lengkap

29
dan seragam. Deasidifikasi gas sesuai untuk
dokumen yang ditulis dengan tinta yang luntur atau
mengandung pewarna yang luntur.
Deasidifikasi gas adalah menetralkan asam dengan
menggunakan gas. Bahan gas yang digunakan
antara lain:
• Amonia
• Morpholine dan uap air
• Cyclohexylamine (CHC)
• Zinc diethyl

2. Deasidifikasi Kering, disebut juga Non-Aqueous


Deacidification, yaitu cara menetralkan dengan
menyemprotkan larutan pada kertas yang
mengandung asam.

Deasidifikasi kering digunakan untuk menangani


dokumen tanpa menggunakan air sebagai pelarut
tetapi menggunakan pelarut organik sebagai
pelarut. Pelarut orgnik bersifat mudah menguap
pada suhu kamar sehingga dokumen mudah kering
dan jarang terjadi kertas menjadi berkerut atau
bergelombang.
Deasidifikasi kering biasa digunakan terhadap
naskah kuno dengan tinta yang luntur, biasa
dilakukan dengan menggunakan larutan barium
hidroksida dan metil alkohol dengan cara disemprot
menggunakan sprayer. Kedua bahan ini merupakan
beracun. Oleh sebab itu penyemprotan dengan
bahan ini harus dilakukan dalam lemari asam atau
ruangan yang mempunyai fentilasi yang sempurna.

30
Selain larutan barium hidroksida, bahan-bahan yang
dapat digunakan untuk deasidifikasi kering antara
lain kalsium, barium dan magnesium asetat,
magnesium metoksida, Metil magnesium karbonat.

3. Deasidifikasi Basah, disebut juga Aqueous


Deacidification, yaitu cara menetralkan yang
dilakukan dengan cara merendam lembaran kertas
menggunakan cairan sebagai berikut : 1).
Magnesium Karbonat, 2). Sodium dan potassium
karbonat, 3). Kalsium dan Magnesium Hidroksida,
4). Sodium dan Potassium Hydroksida, 5). Sodium
Tetraborate.

Metode deasidifikasi basah ini didasarkan pada


penemuan Otto Schierholts tahun 1936. Teknik ini
dilakukan dengan cara merendam lembaran kertas
dalam larutan basa selama 30 menit atau lebih. (Ayu
& Supangat, 2018)
Deasidifikasi basah digunakan pada naskah kuno
dengan tinta yang tidak luntur yaitu dengan cara
direndam pada larutan yang bersifat basa selama
beberapa waktu tertentu, lalu dikeringkan. Bahan
yang biasa digunakan pada deasidifikasi basah
antara lain magnesium karbonat, kalsium
hidroksida, sodium tetraborat.

Pada dasarnya deasidifikasi tidak dapat


memperkuat kertas yang sudah rapuh oleh pengaruh
asam, cara ini hanya dapat menghilangkan asam
yang sudah ada dan melindungi kertas dari
kontaminasi asam dari berbagai sumber.

31
Reaksinya berlangsung antara kertas yang asam dan
larutan basa membentuk senyawa garam yang
bersifat netral sedikit basa yang tersimpan dalam
kertas.

Netralisasi asam dikatakan efektif apabila nilai


akhir pH antara 7 dan 8 atau dengan cadangan basa
yang cukup banyak (Baty et al. 2010). Sedangkan
proses deasidifikasi yang benar akan menghasilkan
netralisasi sempurna pada kertas asam dan
cadangan basa di sekitar pH 8-9 (Giorgi et al, 2002).

32
BAB IV
METODE DEASIDIFIKASI BASAH DENGAN
LARUTAN MAGNESIUM KARBONAT PADA
KONSERVASI KURATIF NASKAH KUNO MEDIA
KERTAS

Metode Deasidifikasi Basah dengan Larutan


Magnesium Karbonat pada Naskah Kuno Media kertas
dipilih untuk dilakukan dengan beberapa pertimbangan,
antara lain :
a. Kondisi naskah, Tidak semua naskah kuno
bermedia kertas memakai tinta yang bersifat luntur
dalam air.
b. Manusia, Methanol yang dipergunakan dalam
metode deasidifikasi kering sebelumnya bersifat
kurang baik terhadap kesehatan manusia (bersifat
toksic jika ditelan, dan menyebabkan kerusakan
organ tubuh seperti pada ginjal, hati, sistem saraf
pusat, sistem saraf optic, dsb).
c. Sifat Bahan, Methanol mudah terbakar. Karena
itulah, penggunaan methanol diminimalisir.
Sehingga untuk naskah kuno bermedia kertas yang
tidak luntur lebih baik digunakan metode
deasidifikasi basah.
d. Ekonomis, Metode basah dengan Magnesium lebih
ekonomis, dibandingkan dengan metode kering,
karena methanol p.a yang digunakan pada
deasidifikasi kering harganya cukup tinggi.

33
e. Residu, Deasidifikasi kering dengan menggunakan
Barium Hidroksida dan methanol cenderung
meninggalkan residu berwarna keputihan di
permukaan naskah, sehingga mengganggu estetika
naskah.

A. ALAT DAN BAHAN UNTUK DEASIDIFIKASI


BASAH
1. Alat untuk Deasidifikasi Basah

- pH-meter

- neraca timbang

- beaker glass

34
- spatula/sendok

- sink

2. Bahan untuk Deasidifikasi Basah

- Larutan standar pH 4 dan 7

35
- Aquadest

- Plastik Milard

- Serbuk Magnesium hidroksida karbonat


(4MgCO3⸱Mg(OH)2⸱5H2O)

36
- Gas karbondioksida

- Paraprint

- Blotting paper

37
B. TAHAPAN DEASIDIFIKASI BASAH

Tahapan deasidifikasi basah dengan larutan


magnesium karbonat pada konservasi naskah kuno media
kertas adalah terdiri atas:

1. Kalibrasi pH-meter

Kalibrasi dilakukan pada


dua titik, yakni terhadap
larutan standard pH 7 dan
4. Setiap selesai mengukur
pH, elektroda selalu
dibersihkan menggunakan
aquadest.

2. Uji pH kertas
Uji pH kertas
dilakukan dengan
menggunakan pH-
meter yang telah
dikalibrasi. Jika
kertas dinyatakan
asam (pH < 7) maka
dilanjutkan uji
kelunturan tinta.

38
3. Uji Kelunturan Tinta

Uji kelunturan tinta dilakukan dengan cara


meneteskan dua tetes aquadest pada tinta dalam
naskah yang telah dialasi plastik milard. Kemudian,
dilanjutkan dengan menempelkan kapas di atas
tetesan aquadest tersebut dan menekannya sedikit
dengan jari. Jika tidak ada tinta yang menempel
pada kapas berarti tinta tidak luntur. Uji kelunturan
ini dilakukan terhadap tinta hitam dan berwarna
selain hitam.

4. Persiapan larutan Magnesium karbonat

Sebanyak 50 gr serbuk Magnesium karbonat


ditimbang dan dihomogenisasi terlebih dahulu
dengan larutan aquadest setelah itu dilarutkan
dalam 20 L aquadest. Kemudian, larutan tersebut

39
dialiri dengan gas karbondioksida (CO2) selama 60
menit.

5. Perendaman Naskah Kuno dalam larutan


Magnesium Karbonat
Naskah yang telah diuji pH dan dipastikan bahwa
tidak luntur kemudian direndam ke dalam larutan
Magnesium karbonat tersebut selama 30 menit.
Naskah dialasi menggunakan paraprint

40
6. Pengeringan Naskah Kuno
Naskah dikeringanginkan dengan suhu ruangan
hingga benar-benar kering. Pengeringan dilakukan
dengan dialasi blotting paper.

7. Uji pH Kembali

Uji pH kembali
dilakukan terhadap
naskah kuno. Jika
pH telah netral
cenderung basa
yaitu pH 7,5-10,0
(ISO 9706: 1994
dan ISO 111108:
1996) maka dilanjutkan ke tahap laminasi. Proses
deasidifikasi basah selesai.

41
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Deasidifikasi yang merupakan tindakan penetralan


asam menjadi sangat penting karena jika naskah kuno
media kertas mengandung asam, maka menyebabkan
degradasi kertas (penurunan kualitas kertas) yang ditandai
dengan :
- kertas berwarna kecoklatan,
- lebih rapuh,
- terjadi korosi tinta pada naskah yang menggunakan
iron gall ink.
- Pada beberapa bagian menimbulkan bintik-bintik
kecoklatan (foxing).
Melihat kondisi tersebut deasidifikasi menjadi
metode yang sangat penting dalam penyelamatan
khususnya konservasi naskah kuno media kertas.

B. SARAN

Agar hasil konservasi terhadap naskah kuno media


kertas menjadi lebih optimal, maka setiap naskah kuno
media kertas sebelum dikonservasi, disarankan melalui
uji pH dan uji luntur terlebih dahulu untuk menetukan
metode deasidifikasi kering atau deasidifikasi basah.
Setelah dinyatakan luntur atau tidak luntur, maka
ditentukan metode deasidifikasi. Untuk naskah kuno
luntur agar dilakukan deasidifikasi kering dan untuk
naskah kuno tidak luntur agar dilakukan deasidifikasi

42
basah. Lakukan semua sesuai prosedur agar hasil
konservasi naskah kuno media kertas lebih optimal.

43
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, E. S., & Supangat, I. (2018). Survey Tingkat


Keasaman Buku Langka Pasca Deasidifikasi Kering
(Non Aqueous Deacidification) di Perpustakaan
nasional RI. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Baty, J. W., Maitland, C. L., Minter, W., Hubbe, M. A., &


Jordan Mowery, S. K. (2010). Deacidification for
The Conservation and Preservation of Paper-Based
Works: A review. BioResources.Com, 5((3)).
Retrieved from
https://ojs.cnr.ncsu.edu/index.php/BioRes/article/vie
w/BioRes_05_3_a_Baty_MMHJ_Deacidification_P
aper_Review/806

Fatmawati, E. (2018). Preservasi, konservasi, dan


restorasi bahan perpustakaan. LIBRIA, Vol. 10(No.
1).

Nemoykina, A. L., Shabalina, A. V., & Svetlichnyi, V. A.


(2019). Restoration and conservation of old low-
quality book paper using aqueous collaids of
magnesium oxyhydrixide obtained by pulsed laser
ablation. Journal of Cultural Heritage.
Retrieved from :
https://doi.org/10.1016/j.culher.2019.03.003

44
Nurhamila. (2016). Analisis Faktor Kerusakan Naskah
Kuno di Museum La Galigo Provinsi Sulawesi Selata.
Makasar: Universitas Islam Negeri Alaudin Makasar.
Perpustakaan Nasional RI. (2015). Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang
perpustakaan dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 24 tahun 2014 tentang pelaksanaan
undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang
perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Purwani, I. (2014). Fakta tentang jamur dan debu buku di


perpustakaan: Bahaya yang mengancam koleksi dan
kesehatan pustakawan. VISI PUSTAKA, Vol.
16(No.1). Retrieved from
http://old.perpusnas.go.id/Attachment/MajalahOnlin
e/IndahPurwani_Fakta_Jamur_debu.pdf

Razak, M., Soraya, A., Sunarno, W., & Wirayati, M. A.


(1995). Petunjuk teknis bahan pustaka. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI.

Susilorini, M. (2009). Pengantar Pelestarian Bahan


Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Wirayati, M. A., Ayu, E. S., & Riyadi, A. (2014).


Pedoman teknis pelestarian bahan pustaka
(konservasi kuratif bahan perpustakaan media
kertas). Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

45

Anda mungkin juga menyukai