Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Bimbingan Konseling 4 (2) (2015)

Jurnal Bimbingan Konseling

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk

INDIGENOUS KONSELING ( STUDI PEMIKIRAN KEARIFAN LOKAL KI


AGENG SURYOMENTARAM DALAM KAWRUH JIWA )

Uswatun Marhamah , Ali Murtadlo, Awalya

Prodi Bimbingan dan Konseling, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Tujuan utama dalam penulisan ini adalah untuk merumuskan konsep indigenous konseling yang
Diterima September 2015 didasarkan pada kearifan lokal budaya Jawa. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah sebagai
Disetujui Oktober 2015 berikut: a) Mendiskripsikan dan menganalisis pemikiran Ki Ageng Suryomentaram tentang
Dipublikasikan November
Kawruh Jiwa, b) Mengetahui dan menganalisis relevansi nilai nilai konseling dalam pemikiran Ki
2015
Ageng Suryomentaram dengan Konseling. Suryomentaram menggambarkan manusia tanpa ciri
________________ sebagai sosok yang mampu menempatkan setiap persoalan dalam tempatnya melalui laku mawas
Keywords: diri. Mawas diri adalah sikap tidak merasa benar sendiri. Menjadi manusia tanpa ciri itu juga
Indigenous Counseling; berarti mengembangkan catatan-catatan yang berdasarkan laku rasa, bukan berdasarkan laku pikir
Ki Ageng Suryomentaram; semata. Dengan memahami pemikiran Suryomentaram yang mengajarkan bahwa keinginan
Kawruh Jiwa manusia itu “mulur-mungkret”, maka seorang konselor bisa menjadi pendamping bagi klien untuk
____________________ membantu klien agar dapat mengatasi masalah yang dihadapi. Karena tidak ada kesenangan yang
terus menerus dan tidak ada kesedihan yang abadi. Pemikiran Suryomentaram ini menunjukkan
bahwa membantu penyelesaian suatu masalah tidak harus dengan menggunakan pemikiran-
pemikiran barat.

Abstract
___________________________________________________________________
The main goal in this paper is to formulate the concept of indigenous counseling based on local knowledge of
Javanese culture. Specifically, the purpose of this study are as follows: a) To describe and analyze the thinking
Ki Ageng Suryomentaram about Kawuh Jiwa, b) Determine and analyze the relevance of the values
counseling in thinking Ki Ageng Suryomentaram with counseling. Suryomentaram depicts a man without
characteristics as a figure capable of putting every issue into place through introspective behavior. Introspection
is not self-righteous attitude. Characteristic of being human without it also means developing records based
behavioral sense, not by behavior thought alone.By understanding Suryomentaram thought that teaches that
the human desire "creep-mungkret", then a counselor can be a companion for the client to help the client in
order to overcome the problems encountered. Because there is no pleasure in ongoing and there is no eternal
sadness. Suryomentaram thought shows that helping to resolve an issue should not be using western thoughts.
.

© 2015 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6889
Kampus Unnes Bendan Ngisor, Semarang, 50233
E-mail: uusmahamah@gmail.com

100
Uswatun Marhamah dkk. / Jurnal Bimbingan Konseling 4 (2) (2015)

PENDAHULUAN terkotaminasi budaya Barat, seperti materialisme


dan individualisme.Ada beberapa alasan
Penerapan konseling mengharuskan ketertarikan peneliti untuk meneliti ajaran Ki
konselor peka dan tanggap terhadap adanya Ageng Suryomentaram, pertama karakter ajaran
keragaman budaya dan adanya perbedaan budaya Ki Ageng Suryomentaram ini bersifat unik dan
antar kelompok klien yang satu dengan kelompok isinya tentang ajaran-ajaran yang bisa membuat
klien lainnya, dan antara konselor sendiri dengan orang bahagia. Keunikan bahasa dalam ajaran Ki
kliennya. Konselor harus sadar akan implikasi Ageng Suryomentaram. Pemikiran
diversitas budaya terhadap proses Suryomentaram tentang model manusia sehat di
konseling. Budaya yang dianut sangat mungkin atas merupakan falsafah hidup yang sangat
menimbulkan masalah dalam interaksi manusia berguna, meski harus diakui ia menunjukkan bias
dalam kehidupan sehari-hari. Masalah bisa kebudayaan Jawa. Ia telah menjadi laku spiritual
muncul akibat interaksi individu dengan sehari-hari yang hingga kini masih dipraktekkan
lingkungannya. Sangat mungkin masalah terjadi banyak pengikutnya. Hal ini membuktikan, sekecil
dalam kaitannya dengan unsur-unsur kebudayaan, apa pun, bahwa ada upaya untuk merumuskan
yaitu budaya yang dianut oleh individu, budaya diri sendiri dan dunia tanpa harus bergantung
yang ada di lingkungan individu, serta tuntutan- pada khazanah pengetahuan Barat. Concern
tuntutan budaya lain yang ada di sekitar individu. penulis terhadap kecenderungan melemahnya
Pelaksanan konseling, yang salah satu apresiasi masyarakat terhadap karya seni
fungsinya adalah mendampingi para siswa dalam khususnya yang berbahasa Jawa.
mengatasi masalahnya, akan lebih efektif apabila Berdasarkan alasan tersebut di atas,
pendekatan yang dipakai menyentuh aspek fisik– akhirnya penulis tertarik untuk menulis
rasional-logis juga aspek psikis–ruhaniah, dengan “Indegenous Konseling Studi Pemikiran Kearifan
menggunakan nilai nilai agama dan budaya lokal Lokal Ki Ageng Suryo Mentaram dalam Kawruh
yang diyakini. Salah satu nilai-nilai budaya lokal Jiwa”.
yang dapat dipakai dalam memberikan bimbingan
konseling adalah ajaran Kawruh Jiwa yang ditulis METODE PENELITIAN
oleh Ki Ageng Suryomentaram.
Konseling indigenous mengandung arti Penelitian ini menggunakan penelitian
konseling yang berakar kepada sistem kualitatif jenis discourse analysis, atau analisis
pengetahuan dan praktek masyarakat, tempat wacana. Analisis wacana adalah studi tentang
dimana individu menginternalisasi sistem struktur pesan dalam suatu komunikasi atau
pengetahuan dan praktek perilakunya. Pengakaran tela’ah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa.
kepada “setempat” ini tidak berarti mengabaikan Melalui analisis wacana, peneliti tidak hanya
konsep-konsep konseling, konsep-konsep psikologi mengetahui isi teks yang terdapat pada suatu
yang dianggap universal, yang biasanya dihasilkan wacana, tetapi juga mengetahui pesan yang ingin
oleh negara-negara Amerika Serikat. Misalnya disampaikan, mengapa harus disampaikan, dan
kita tidak dapat mengabaikan teori perkembangan bagaimana pesan-pesan itu tersusun, dan
moral yang dikemukakan oleh Kohlberg sebagai dipahami. Analisis wacana akan memungkinkan
teori universal, meskipun belakangan ini banyak untuk memperlihatkan motivasi yang tersembunyi
kritik atas keuniversalannya. di belakang sebuah teks atau di belakang pilihan
Indigenous konseling yang tumbuh dari metode penelitian tertentu untuk menafsirkan teks.
kearifan lokal sebagai salah satu solusi dalam Menurut Heidegger, pemahaman dan
menghadapi pergeseran budaya yang inerpretasi terhadap sebuah teks dalam

101
Uswatun Marhamah dkk. / Jurnal Bimbingan Konseling 4 (2) (2015

pendekatan hermeneutik tidak semata mata sebaliknya individu yang pasif, kurang cerdas,
ditentukan oleh “makna” gramatikal dalam teks tidak berdaya, diberikan teknik cenderung direktif.
tetapi juga “makna” psikologis yang berupa Teknik konseling beserta ciri-ciri penerapannya
pemahaman tentang dunia penulis (Palmer, 2003: dianggap sebagai konsep universal yang dapat
170). Sedangkan konteks penulis dalam penelitian diterapkan dalam berbagai budaya yang berbeda.
ini adalah interpretasi yang dilakukan peneliti Dengan demikian, konseling indigenous
dalam proses analisis teks dan konteks pengarang menggunakan sistem pengetahuan dan praktek
pendekatan hermeneutik, ada pra kondisi yang masyarakat setempat dan tidak mengabaikan
menjadi penyebab penggunaannya, yaitu adanya kemungkinan mengadopsi prinsip-prinsip, konsep-
alienasi estetik dan alienasi historik (Bleicher, konsep dari tempat lain (selalu diasosiasikan
2003: 196). Alienasi estetik dalam penelitian ini indigenous Barat = Amerika). Indigenous itu
diwujudkan dalam bentuk pencarian makna sendiri pada dasarnya bertujuan untuk
terhadap content atau isi teks Kawruh Jiwa. memperoleh universalisme melalui pengumpulan
Metode yang digunakan dalam penelitian dan silang berbagai indigenous.
ini adalah metode Hermeneutika Gadamer.Metode Beberapa pokok pikiran yang perlu
hermeneutik dipandang cukup relevan untuk diperhatikan berkaitan dengan konseling
digunakan dalam menganalisis karya sastra yang indigenious adalah: 1) Pengetahuan dan praktek
dipandang sebagai wacana simbolik karena unsur konseling tidak dipaksakan dari luar, melainkan
fiksionalitas dan perumpamaan (metaphor) yang hal-hal yang diperoleh atau datang dari luar dan
ada di dalamnya sangat dominan. Dalam metode yang ada dari dalam digunakan untuk
ini teks dikaji sebagai bentuk “pelambangan” atas peningkatan konseling; 2) Individu dipahami
sesuatu yang lain (Corbin 1981: 13-19 ). Sesuatu bukan dari sistem pengetahuan, nilai, dan perilaku
yang lain itu memiliki cakrawala yang lebih luas luar yang diimpor, melainkan pada kerangka
dibandingkan dengan cakrawala harfiah teks. acuan lokal dimana individu menginternalisasi; 3)
Konseling indigenous meng-kerangkai
HASIL DAN PEMBAHASAN pengetahuan konseling dan menjadi dasar dalam
merancang konseling yang tepat dengan individu,
Konseling indigenous mengandung arti sehingga ia merupakan suatu route (jalan) menuju
konseling yang berakar kepada sistem yang konseling yang lebih tepat; 4) Indigenization
pengetahuan dan praktek masyarakat, tempat bukan suatu sangkalan ethnosentrik Barat atau
dimana individu menginternalisasi sistem suatu pertentangan antara tradisional dan modern.
pengetahuan dan praktek perilakunya. Pengakaran Indigenization bukan suatu pendekatan untuk
kepada “setempat” ini tidak berarti mengabaikan menemukan masa lalu dan berpegang pada masa
konsep-konsep konseling, konsep-konsep psikologi lalu itu sepenuhnya ataupun gagasan-gagasan
yang dianggap universal, yang biasanya dihasilkan Barat yang ditolak dengan mudah karena gagasan-
oleh negara-negara Amerika Serikat. Misalnya gagasan itu asing dan karenanya buruk.
kita tidak dapat mengabaikan teori perkembangan Prospek yang diperoleh dari konseling
moral yang dikemukakan oleh Kohlberg sebagai indigenious adalah, pertama, memungkinkan
teori universal, meskipun belakangan ini banyak terjadinya “assimilative synthesis”, yaitu titik temu
kritik atas keuniversalannya. antara nilai-nilai tradisional setempat dengan yang
Contoh lain, penerapan teknik-teknik diimport untuk menghasilkan integrasi organik.
konseling; individu yang menunjukkan Sistem pengetahuan dan praktek yang bermakna
kecerdasan, dominan, kreatif, dan mandiri, dipelihara dan pengetahuan yang lama
diberikan teknik konseling cenderung non direktif,

102
Uswatun Marhamah dkk. / Jurnal Bimbingan Konseling 4 (2) (2015

dimunculkan kembali dalam bentuk-bentuk baru Ki Ageng Suryomentaram ini bersifat unik dan
disesuaikan dengan kebutuhan saat ini. isinya tentang ajaran-ajaran yang bisa membuat
Gopal (1989: 61) mengemukakan bahwa orang bahagia.Keunikan bahasa dalam ajaran Ki
proses integrasi dapat dipandang sebagai suatu Ageng Suryomentaram. Pemikiran
“pergolakan bagi munculnya kesadaran”, suatu Suryomentaram tentang model manusia sehat di
tantangan terhadap dominasi intelektual Barat dan atas merupakan falsafah hidup yang sangat
suatu pencarian untuk memperbaiki identitas berguna, meski harus diakui ia menunjukkan bias
orang yang sudah hilang (Sinha, dalam Berry, J. kebudayaan Jawa.
W.; Poortinga, YPE; dan Pandey, J. (1997). Pendekatan Suryomentaram memiliki
Kedua, konseling indigenous merupakan langkah kaitan yang erat dengan konsep diri untuk menilik
diperolehnya prinsip-prinsip, konsep-konsep kajian psikologis manusia Jawa. Suryomentaran
konseling universal. Ketiga, mengurangi mengajarkan bahwa manusia digerakkan oleh
keekstriman pandangan bahwa relativisme rasa. Gerak manusia merupakan sebuah usaha
kebudayaan mengingkari prinsip-prinsip yang untuk menuju kearah yang lebih tinggi: manusia
universal. Sehubungan dengan butir kedua dan tanpa ciri, yaitu manusia yang sudah bisa
ketiga ini di dalam psikologi, Sinha (1997: 134) melepaskan diri dari keterikatan terhadap hal-hal
mengatakan: “one of the main goals of the indigenous yang bersifat duniawi; semat, derajat dan keramat.
psychology approach is the discovery of universal facts Bagaimana ilmu bahagia yang diajarkan Ki
and principles. There is awidespread misunderstanding Ageng Suryomentaram? Hidup itu mesti dijalani
that it is committed to cultural relatism and denies the dengan enam “sa”. Sabutuhe (sebutuhnya),
existence of universal psychological principles”. saperlune (seperlunya), sacukupe (secukupnya)
Para konselor harus mendekati klien sabenere (sebenarnya), samesthine (semestinya) dan
pribumi dengan kepekaan dan keterbukaan hati, sakpenak’e(sepantasnya). Dengan menjalani
bukan lain karena bagi mereka konselor dianggap kehidupan yang enam “sa” tadi, diharapkan
seperti para tetua mereka, yaitu bertanggung manusia itu tidak berlebihan, dan senantiasa
jawab untuk lebih banyak berkata-kata, menjadi menyikapi bagian dari hidup ini dengan
teladan dan memberi nasehat baik, yang memang sewajarnya dan waspada.
seiring-sejalan dengan tugas profesional sebagai Puncak ajaran Ki Ageng adalah apabila
konselor( Gibson & Mitschell, 2011: 330). seorang individu telah berhasil meruhi gagasane
Para konselor memiliki kesempatan besar dhewe. Maksudnya, individu sudah berhasil
untuk memberikan kontribusi signifikan bagi memisahkan antara dirinya dan perasaannya. Apa
pemeliharaan keragaman budaya dan yang dia rasakan, senang-susah hanyalah
kesejahteraan semua budaya ini, mereka juga perasaan. Selain senang-susah yang berupa
mendukung dan menjadi model peran lewat perasaan, manusia terlahir di dunia memiliki
praktik profesional sebagai konselor efektif bagi atribut-atribut yang seringkali sulit ditanggalkan,
populasi yang beragam kultur (Gibson & misalnya semat (kekayaan), derajat (kedudukan),
Mitschell, 2011: 330). dan kramat (kekuasaan). Ketiga hal tersebut begitu
Indigenous konseling yang tumbuh dari melekatnya pada manusia sehingga apabila
kearifan lokal sebagai salah satu solusi dalam dipisahkan dari seseorang akan menimbulkan
menghadapi pergeseran budaya yang dirinya masuk ke neraka dunia tadi, padahal
terkotaminasi budaya Barat, seperti materialisme atribut tersebut hanya semu. Misalnya seseorang
dan individualisme.Ada beberapa alasan dengan kekayaan, kedudukan, dan kekuasaan
ketertarikan peneliti untuk meneliti ajaran Ki yang tinggi apabila sewaktu-waktu Tuhan
Ageng Suryomentaram, pertama karakter ajaran menghendaki ketiga hal tersebut raib, orang itu

103
Uswatun Marhamah dkk. / Jurnal Bimbingan Konseling 4 (2) (2015

akan kecewa (getun). Orang dengan ketiga atribut sebaliknya jika gagal susah rasanya. Seterusnya
tersebut, apabila belum bisa memahami ditegaskan bahwa “manusia adalah keinginan”
khayalannya sendiri akan merasa waswas (tiyang punika karep) (Suryomentaram 1993: 11).
(sumelang) bahwa atribut yang dibanggakannya itu Manusia adalah Raga. Badan merupakan
bisa sewaktu-waktu dicabut. alat yang dapat dipergunakan oleh manusia untuk
Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram menyampaikan suatu maksud tertentu, karena
tersebut sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal raga manusia memerlukan kebutuhan-kebutuhan
Jawa. Pemikiran tersebut merupakan internalisasi jasmani untuk mempertahankan dan melestarikan
dan sekaligus laku dalam budaya Jawa. Apabila keberadaan raganya, sebab raga tidak abadi.
ditelusuri lebih dalam dan disandingkan dengan Disimpulkan bahwa “manusia itu jasad”, biarpun
konsep konseling modern, maka pemikiran beliau raga dapat tidak ada, namun jasad tetap saja ada
dapat menjadi konsep indigenous konseling. selamanya (langgeng), “dados kulo saged mastani, yen
Penulis tidak membandingkan mana yang lebih kulo punikotiyang jasad, lan senajan saged molah-malih
unggul antara kearifan lokal dengan konsep Barat, tetep wonten utawi langgeng.” (jadi saya bisa
masing-masing memiliki keunggulan tersendiri. menamakan, kalau saya adalah orang jasad, walau
Dengan memanfaatkan kearifan lokal, maka kita dapat berubah-ubah tetapi tetap ada atau
dapat melestarikan budaya yang ada dan sekaligus langgeng) (Suryomentaram Jilid 4, 1993: 11).
dapat merumuskan alternatif-alternatif dalam Manusia adalah “aku”. Selain berupa
konsep dan praktik konseling. keinginan atau jasad, manusia adalah “aku”. Siap
Menurut Suryomentaram, manusia terdiri yang dimaksud dengan “aku” itu? Ia menjelaskan:
dari jiwa dan raga. Raga adalah bagian manusia “Aku puniko asli, barang asal, boten saged ical boten
yang dapat dilihat, sedangkan jiwa adalah bagian gadah wiwitan lan wekasan, langgeng. Watekipun
yang tidak dapat dilihat.Kendati tidak bisa dilihat weruh dhateng karep. Weruh yen karep bingah. Aku
dengan mata kepala, namun jiwa itu ada.Adanya seneng.Weruh yen arep sisah, Aku ugi seneng. Saged
jiwa ditunjukkan oleh adanya rasa.Yang dimaksud dipun timbunganken, yen Aku puniko nyawang karep
rasa adalah segala gerak dalam batin, meliputi ...Aku puniko langgeng seneng, utawi Aku puniko
perasaan-perasaan, gagasan atau pikiran dan beja.” (Suryomentaram , 1993: 22).
keinginan. Ki Ageng lalu menyamakan jiwa Menurut pandangan psikoalitik, struktur
dengan rasa “jiwa adalah rasa”. Ketiga unsur kepribadian terdiri dari sistem id,ego, superego.
yaitu karep (keinginan), jasad (zat) dan Ketiganya adalah nama bagi proeses-proses
“aku”.Ketiga unsur itu sifatnya langgeng (abadi), psikoanalogis dan jangan dipikirkan sebagai agen-
tidak berbau, dan tidak berbentuk.Ketiganya agen yang secara terpisah mengoprasikan
menjadi penyebab adanya alam kepribadian; merupakan fungsi-fungsi kepribadian
semesta.Keinginan adalah sumber terjadinya gerak sebagai keseluruhan daripada sebagai tiga bagian
(daya), jasad (zat) asal adanya barang atau benda yang terasing satu sama lain, id adalah konponen
dan "aku” awal adanya kesadaran rasa ada. biologis, ego adalah konponen psikologis, sedang
Berdasarkan ketiga unsur itulah ia mengulas superego merupakan komponen sosial. (Corey
tentang hakekat manusia. 2013: 14).
Manusia adalah keinginan. “Keinginan itu Tiyang ingkang sampun kraos beja, jalaran
menjadi penyebab terjadi hidup yang paling mangertos kawruh beja, temtu lajeng kraos betah nular
dalam.” Keinginan itu bersifat mulur mungkret nularaken bejanipun dhateng tiyang liya. Kados
(berkembang-menyusut), keinginan akan mekaten punika sampun wategipun raos beja temtu
bertambah bila terpenuhi dan menyusut jika tidak kraos kogel, yen tiyang sanes mboten ngraosaen beja.
tercapai. Bila kemauan terpenuhi bahagia rasanya, Kraos kogel mekaten meniko dipun wastani sih. Saben

104
Uswatun Marhamah dkk. / Jurnal Bimbingan Konseling 4 (2) (2015

weruh tumindak dhateng tiyang liya, lajeng sih, inggih mensyukuri apa yang dialaminya. Prinsipnya
meniko thukul sihipun, raosipun “aku seneng yen wong adalah aku mau kini, dan di sini, begini, artinya
liya ugo beja” mila inggih lajeng nular nularaken menerima apapun saat ini. Bukan kemaren yang
bejanipun (Suryomentaram Jilid 4, 1993: 39). sudah lewat, karena yang sudah lewat adalah
Terjemah: “Orang yang sudah merasa “cathetan” (pengalaman) dan bukan pula yang
bahagia, karena tahu pengetahuan tentang akan datang, sebab yang akan datang adalah
bahagia, merasa butuh membagi dengan orang “anggitan” (angan-angan/ imajinasi). Prinsip
lain, hal demikian sudah menjadi ciri bahagia, kekinian ini yang membuat manusia menjadi tegar
karena akan merasa peduli terhadap orang lain (tatag) .
akan muncul, itu disebut sih (sayang), setiap Tujuan pendek yang diharapkan bisa
melihat tingkah orang lain akan timbul peduli, dicapai melalui konseling model ini adalah
(empaty). “aku seneng jika orang lain bahagia,” terbentuknya manusia bisa mendapatkan
maka kemudian membagi rasa bahagianya dengan kebahagiaan dan menyakini bahwa: 1) Manusia
orang lain.” mencapai bahagia jika yang melepaskan artribut
Lima prinsip utama teori pilihan kebutuhan- dunianya disebut ‘manusi tanpa ciri” (manusia
kebutuhan dasar kita semua motivasi dan prilaku tanpo tengger); 2) Manusia mampu menghilangkan
manusia dirancang untuk memenuhi rasa “aku” kramadangsanya.; 3) Selalu
“kebutuhan” dasar yang dibangun di dalam kebahagian dan kesusahan itu datang silih
susunan genetis kita, yaitu: 1) Kelangsungan berganti yaitu prinsip “mulur mungkret”. Dengan
hidup, kesehatan, dan reproduksi; termasuk semua konsep ini diharapkan manusia tidak larut dalam
fungsi fisiologi yang dilakukan oleh tubuh dalam kesedihan dan tidak ueforia dalam kesenangan; 4)
upaya menjaga kesehatan dan homoestatis Manusia adalah keinginan yang menyatu dalam
(keseimbangan kesehatan kita). Termasuk juga hidup, maka manusia akan mencapai bahagia jika
dorongan seksual yang pada gilirannya, tentu saja, mampu menhilangkan rasa egois yang berpadu
memampukan spesies manusia untuk bertahan dengan kesombongan dan (pambegan) dan keirian
hidup; 2) Cinta dan kepemilikan; kebutuhan (meri); 5) Hanya dengan “nrima ing pandum” atau
penting yang kita punyai untuk cinta dan menerima apa adanya lah manusia akan bisa
persahabatan, untuk berbagi dan bekerja sama; 3) bahagia; 6) Agar manusia bisa menerima hukum
Kekuatan / harga diri; kata lain dari kompotensi, alam dan tidak perlu berusaha mengubah hukum
martabat, pemberdayaan, atau “kemampuan”; 4) alam tersebut, karena akan sia-sia; 7) Agar
Kebebasan: berarti kemampuan untuk membuat individu bisa menerima kenyataan dengan senang
pilihan-pilihan; untuk berubah, untuk menjadi hati. Dalam ilmu tasawuf disebut “ridha”.
mandiri, untuk bebas dan tak terbatasi (termasuk Tahap- tahap dalam konseling model kawruh
memiliki ruang fisik yang cukup); 5) Kesenangan jiwa ini bisa dilakukan dengan tahapan sebagai
dan kegembiraan; kebutuhan yang dapat berikut;
mengekspresikan bentuknya di hampir semua 1) Menyakinkan individu tentang hal- hal
kegiatan manusia. Termasuk “minat” dan berikut (sesuai kebutuhan): a) Manusia mengalami
permainan yang, menurut Glasser, penting untuk rasa susah dan senang itu silih berganti (mulur-
dipelajari. (Stephen Palmer (Ed), 2011: 528). mungkret); b) Manusia bisa membedakan antara
Tujuan yang ingin dicapai melalui konseling senang dan bahagia, sebagai mana membedakan
dengan menggunakan nilai-nilai kawruh jiwa ini rasa susah dengan rasa celaka. Penyamaan arti
adalah agar manusia memiliki ketegaran dalam antara senang dan susah, antara susah dan celaka.
menghadapi cobaan hidupnya. Karena falsafah Rasa senang timbul jika keinginan (karep) tercapai,
yang dipegang dalam hidupnya adalah dan rasa susah timbul jika keinginan tidak

105
Uswatun Marhamah dkk. / Jurnal Bimbingan Konseling 4 (2) (2015

tercapai. Jadi senang dan susah itu tergantung dari demikian diharapkan secara bertahap individu
keinginan (karep), bukan tergantung pada mampu membimbig dirinya sendiri. Oleh karena
keadaan yang terjadi. Keadaan adalah netral, peran itu, maka konselor sendiri harus
namun sikap terhadap keadaan itu yang tidak memahami bahkan sedapat-mungkin telah
netral. Sikap terhadap keadaan itu tergantung dari mengamalkan apa yang dipahami dalam
keinginan; c) Hidup ini layaknya takdir yang harus kehidupan sehari-harinya. Dari tahapan itu agar
dijalani. Bila seseorang sudah mengganggap hidup individu bisa mandiri.
itu adalah bagian dari takdir, maka seseorang 3) Mendorong dan membantu individu
akanmenerima dengan iklas bahagia, sengsara, memahami, mengerti dan menjalankan konsep-
kaya ataupun miskin, atau juga warna-warni konsep kawruh jiwa. Mengingat ajaran kawruh
kehidupan; d) Bagaimana mengendalikan jiwa ini bukan hanya ilmu yang tertulis, tapi ilmu
keinginan dan apakah keinginan itu perlu “laku”. Yaitu ilmu tentang kehidupan, dan
ditiadakan; e) Individu telah berhasil meruhi falsafah kehidupan, maka perlu didorong dan
gagasane dhewe, maksudnya manusia telah dibantu untuk mengamalkan apa yang dipelajari
berhasil memisahkan antara dirinya dan itu secara benar. Maka konselor perlu mendorong
perasaanya. Apa yang dia rasakan, senang-susah dan membantu individu memahami hal-hal
hanyalah perasaan; f) Manusia terlahir di dunia berikut beserta aktualisasiya dalam kehidupan
memiliki atribut-atribut yang sulit ditinggakan, sehari-hari, yaitu: a) Aktualisasi tegar (tatag)
misalnya; semat (kekayaan), derajat (kedudukan), dalam kehidupan sehari- hari. Artinya mansia
dan kramat (kedudukan). Yang mana atribut ini menerima kenyataan apapun dalam hidupnya
semu, yang bisa memasukkan ke dalam neraka dengan senang hati; b) Aktualisasi “meruhi
dunia; g) Kebahagiaan sejati. Bahwa kebahagiaan gagasane dhewe” dalam kehidupan sehari hari.
menurut Ki Ageng yakni tidak mementingkan diri Maksudnya, individu sudah berhasil memisahkan
sendiri, dan selalu memperhatikan “rasa” dan antara dirinya dan perasaannya; c) Aktualisasi
perasaan orang lain; h) Tugas konselor hanya manusia bisa menanggalkan atribut-atribut yang
membantu, individu sendiri yang harus berupaya dimiliki sejak lahir, yaitu semat (kekayaan), derajat
sekuat tenaga dan kemampuannya untuk hidup (kedudukan), dan kramat ( kekuasaaan); d)
bahagia. Aktualisasi mengerti penyebab mengapa manusia
2) Mendorong dan membantu individu keadaanya selalu berubah (mulur mungkret), dari
memahami konsep bahagia yang hakiki menurut bahagia menjadi susah dan sebaliknya. Dengan
kawruh jiwa. Pada tahap ini konselor mengetahui penyebabnya, yakni rasa “aku”,
mengingatkan kepada individu bahwa: a) Agar diharapkan manusia menjadi sadar dan dapat
idividu bisa hidup bahagia, maka ia harus bisa mengenal diri sendiri; e) Kesadaran jiwa manusia
memahami bahwa senang dan susah itu datang mampu memilih antara yang baik dan yang buruk
silih berganti; b) Mengingat manusia itu adalah dengan tujuan melakukan perbuatan yang
keinginan, maka bagaimana manusia itu bisa bermanfaat untuk dirinya sendiri dan orang lain.;
mengendalikan keinginan. Karena senang dan f) Mendorong individu menjalani hidup dengan
susah itu tidak tergantung pada keadaan tapi enam “sa”. “sabutuhe (sebuuhnya), saperlune
tergantung pada tercapai dan tidaknya keingian. (seperlunya), sa cukupe (sakcukupnya), “sabenere” (
Peran konselor pada tahap ini adalah sebenarnya), “samestine” (semestinya) dan
sebagai pendorong dan sekaligus pendamping bagi “sakpenak’e “ (sepantasnya).
individu dalam mempelajari ajaran kawruh jiwa Peran utama konselor dalam konseling
dan menjadikan nilai-nilai ajaran kawruh jiwa ini dengan menggunakan nilai-nilai kawruh jiwa ini
sebagai sudut pandang dalam hidupnya, dengan adalah sebagai “pengingat”. Yaitu sebagai orang

106
Uswatun Marhamah dkk. / Jurnal Bimbingan Konseling 4 (2) (2015

yang mengingatkan individu yang senantiasa tegar menyusun rencana-rencana tingkah laku dan
(tatag) dalam menerima apapun dalam hidupnya. pemahaman baru untuk perubahan yang
Karena hakekat manusia adalah keinginan, jika diinginkan.Kontrak-kontrak yang cakupannya
manusia tidak bisa mengendalikan keinganan seperti “saya ingin bahagia”, “saya ingin
dengan baik maka manusia itu akan memahami diri sendiri” ini diungkapkan meski
memperturutkan banyak keinginannya dan ini klien sedang mengalami masalah yang sangat
yang membuat tidak bahagia. berat.
Setelah konselor memberi ingat kepada Keterlibatan klien dalam proses terapuetik
saudaranya yang sedang mengalami suatu sangat penting digunakan dalam proses ini, faktor
permasalahan, maka semua dikembalikan kepada pengaruh nilai-nilai sosial. Contohnya klien
individu itu untuk menyeleseikan masalahnya difabel.Sebelumnya penderita difabel akibat
sendiri. Dari sini tampak, bahwa peran konselor kecelakaan yang mengakibatkan kecacadan
tidak lebih sebagai “pendamping”, orang yang mengalami rasa meyesal (getun).Dengan
didampingi tentu dekat dengan orang yang memahami konsep kawruh jiwa bahwa klien
mendampingi, dan pendamping duduk dan berdiri mampu mencapai tingkat tabah (tatag).Dan klien
sama dengan yang didampingi. Istilah mampu mencapai ukuran ke empat manusia tanpa
“pendamping” di sini mengandung makna bahwa ciri. Yang ahirnya klien mampu mengatasi dan
kedudukan manusia itu sama. Yang membedakan mampu keluar dari rasa rendah diri dan menyesal
adalah bagaimana manusia memahami dan (getun). Kondisi kebahagiaan kedua adalah kondisi
mengerti ajaran kawruh jiwa yang punya esensi kebahagiaan untuk sesama yang meliputi; srawung,
ingin bahagia. Dan ini bisa dicapai dengan berbagi, tentrem, dan dadi wong. Makna bahagia
menanggalkan rasa “aku”, sehingga manusia bagi difabel tidak bisa dilepaskan dari penderitaan
mampu memilih mana yang baik dan mana buruk. (susah) yang dialaminya. Penderitaan ini yang
Serta mampu melakukan perbuatan yang tidak abadi.
bermanfaat untuk diriya sendiri dan orang lain. Indegenous Konseling memakai pemikiran
Esensi konseling dengan nilai-nilai kawruh Kawruh jiwa merupakan Konseling yang
jiwa ini adalah “upaya membantu individu belajar ditawarkan dengan cara memahami nilai nila
menerima proses bagamana orang mengenal jati yang terkandung dalam kawruh jiwa untuk
dirinya, mengenal diri merupakan modal awal digunakan dalam proses membantu klien. Relevan
seseorang untuk menjadi sadar terhadap nilai-nilai pemikiran Ki Ageng Suryomentaram
eksistensinya.Pelaksanaan konseling ini dilakukan dengan konseling tercermin dalam pandangannya
ditempat-tempat yang telah disepakati bersama. tentang manusia, tujuan konseling, proses
Wejangan kawruh jiwa konstruknya terdapat konseling, peran konselor dan pengalaman
dalam tembang “Uran-uran bejo”. Tembang ini konseli.
ditulis dalam irama macapat dengan tujuan untuk Diharapkan dengan konseling yang
mempermudah cara mengingat-ingat wejangan- memakai nilai-nilai kawruh jiwa ini bisa
wejangan yang utama. Dinyanyikan secara membantu individu dalam kebutuhan pemecahan
khidmat secara bersamaan pada waktu diadakan masalah, kebutuhan pengetahuan dan
pertemuan-pertemuan. kebijaksanaan, dan atau kebutuhan pemenuhan
Salah satu prasyarat dasar menjadi klien spiritual. Selanjutnya bisa dipraktekan dan
dalam kawruh jiwa adalah memiliki kesanggupan diaktualisasikan kehidupan klien masa depan.Dan
dan kesediaan untuk memahami dan menerima klien mampu mencapai ukuran ke empat manusia
wejangan- wejangan kawruh jiwa.Jika tanpa ciri. Yang akhirnya klien mampu mengatasi
memutuskan ingin berubah, para klien kemudian dan mampu keluar dari rasa rendah diri dan

107
Uswatun Marhamah dkk. / Jurnal Bimbingan Konseling 4 (2) (2015

menyesal (getun). Kondisi kebahagiaan kedua Locke, Don C. 1993. Multicultural Counseling. ERIC
adalah kondisi kebahagiaan untuk sesama yang Digest. ERIC Clearinghouse on Counseling and
Personnel Services Ann Arbor MI.
meliputi; srawung, berbagi, tentrem, dan dadi wong.
Muro, James J. & Kottman, Terry. 1995. Guidance and
Makna bahagia bagi difabel tidak bisa dilepaskan
Counseling in The Elementary and Middle Schools.
dari penderitaan (susah) yang dialaminya. Madison: Brown & Benchmark.
Penderitaan ini yang tidak abadi. Robert L Gibson dan Mrinne H. Mitchell. 2011. Alih
bahasa Yudi Santoso. Bimbingan dan Konseling.
DAFTAR PUSTAKA Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rochman, Natawidjaja. 2009. Konseling Kelompok Konsep
Atmosentono, Ki Moentono, Suryomentaram, Dasar dan Pendekatan. Bandung: Rizqi Press.
Grangsang, 1983. KiAgeng Suryomentaram, Rasa Sarwiyono, Ratih. 2007. Ki Ageng Suryomentaram Sang
Takut, Ilmu Jiwa, dan Pembangunan JiwaWarga Plato dari Jawa.Yogyakarta: Cemerlang
Negara seri XIV. Jakarta: Yayasan Idayu. Publishing.
Bonneff, Marcel, 1983. Ki Ageng Suryomentaram Suastika, Ki Oto. 1974. Ki Ageng Suryomentaram,Ukuran
Pengerandan Filsuf jawa(1892-1962). Madiun: Keempa tseri II.Jakarta: Yayasan Idayu.
Panitia Kawruh Jiwa Madiun. Suryomentaram, Gangsang. 1993. Kawruh Jiwo Jilid.1
Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling dan Wejanganipun Ki Ageng Suryomentaram, Jakarta:
Psikoterapi (terj. E. Koswara: Theory and CV. Haji Masagung.
Practice of Conceling and Psychoteraphy), Suryomentaram, Gangsang. 1993. Kawruh Jiwo Jilid.2
Bandung: Refika Aditama. Wejanganipun Ki Ageng Suryomentaram, Jakarta:
Corey, M. S., & Corey, G. 1992. "Groups: Process and CV. Haji Masagung.
practice" (4th ed.). Pacific Grove, CA: Suryomentaram, Gangsang. 1993. Kawruh Jiwo Jilid.3
Brooks/Cole. Wejanganipun Ki Ageng Suryomentaram, Jakarta:
Glanding, T. Samuel,. 2009. Counseling: a Comprehensive CV. Haji Masagung.
Profession, sixth edition, New Jersey: Pearson Suryomentaram, Gangsang. 1993. Kawruh Jiwo Jilid.4
Education, Inc (terj. Winarno dan Lilian Wejanganipun Ki Ageng Suryomentaram, Jakarta:
Yuwono. 2012. Konseling: Profesi Menyeluruh, edisi CV. Haji Masagung.
keenam. Jakarta: PT Indeks. .Syamsu Yusuf L.N.dan Juntika N. 2005. Landasan
Gunawan Sumodiningrat. 2014.Pitutur Luhur Budaya Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja
Jawa, Yogyakarta: NARASI. Rosda Karya.
Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Wibowo. Mungin Eddy. 2005. Konseling Kelompok
PT. Tiara Wacana. Perkembangan. Semarang: Unnes Press.

108

Anda mungkin juga menyukai