Anda di halaman 1dari 3

KELOMPOK 4

Anggota : Zahra Nabila Vanesti (214110101195)

Rahma Yasinta Irsa T (214110101159)

Srimita Arghaniy (214110101024)

Refi Adinda Putri ( 214110101053)

Resum pertemuan 9

Indigeneouisasi Konseling Karier Jawa

Makna indigenous menjadi penelaahan mendalam dalam kajian psikologi maupun


bimbingan dan konseling berkaitan dengan lingkungan budaya, Kim & Berry (Kim, Yang &
Hwang, 2006: 7-15, Casmini, 2012: 6) menjabarkan psikologi indigenous mempelajari perilaku
manusia (atau pemikiran) yang dibawa sejak lahir, tidak ditransportasi dari daerah lain dan
dirancang untuk orang-orang setempat. Pendekatan psikologi indigenous menekankan pada
pengertian yang berakar pada konteks ekologis, filosofis, kultural, politis, dan konteks sejarah.
Pendekatan psikologi indigenous berusaha untuk mendokumentasikan, mengorganisasi, dan
menginterpretasikan pemahaman yang dimiliki seseorang terhadap dirinya sendiri dan dunianya,
cara individu dan kelompok berinteraksi dalam konteksnya.

Konseling indigenous mengandung arti konseling yang berakar kepada sistem pengetahuan
dan praktik masyarakat, tempat dimana individu menginternalisasi sistem pengetahuan dan praktik
perilakunya. Pengakaran kepada "setempat" ini tidak berarti mengabaikan konsep- konsep
konseling, konsep-konsep psikologi yang dianggap universal, yang biasanya dihasilkan oleh
negara-negara Amerika Serikat. Misalnya kita tidak dapat mengabaikan teori perkembangan moral
yang dikemukakan oleh Kohlberg sebagai teori universal, meskipun belakangan ini banyak kritik
atas keuniversalannya.

Indigenous konseling yang tumbuh dari kearifan lokal sebagai salah satu solusi dalam
menghadapi pergeseran budaya yang terkotaminasi budaya Barat, seperti materialisme dan
individualisme. Ada beberapa alasan ketertarikan penulis untuk meneliti ajaran Ki Ageng
Suryomentaram. Pertama, karakter ajaran Ki Ageng Suryomentaram ini bersifat unik dan berisi
ajaran-ajaran yang bisa membuat orang bahagia. Keunikan bahasa dalam ajaran Ki Ageng
Suryomentaram. Pemikiran Suryomentaram tentang model manusia sehat di atas merupakan
falsafah hidup yang sangat berguna, meski harus diakui ia menunjukkan bias kebudayaan Jawa. Ia
telah menjadi laku spiritual sehari-hari yang hingga kini masih dipraktikkan banyak pengikutnya.
Hal ini membuktikan, sekecil apa pun, bahwa ada upaya untuk merumuskan diri sendiri dan dunia
tanpa harus bergantung pada khazanah pengetahuan Barat. Fokus penulis ada pada kecenderungan
melemahnya apresiasi masyarakat terhadap karya seni khususnya yang berbahasa Jawa.

Menurut Casmini (2012: 8-10) secara konsepsi pada ranah praktik, bimbingan dan
konseling indigenous dapat melihat kesamaan konsepsi alam pikir, elemen tersebut hal sebagai
berikut.

1. Persepsi waktu: Sudut pandang konseli yang memandang bahwa persepsi waktu yang sirkuler
merupakan gagasan dan keyakinan bahwa masa yang telah lampau selalu akan kembali. Hal ini
tidak lepas pengaruh budaya agraris tropis yang mengandaikan kehidupan dalam dua musim yakni
musim kemarau dan musim hujan

2. ⁠Konsep takdir dan kepasrahan: Untuk menerima segala hal yang menimpa pribadi yang
bersangkutan ketika dihadapkan pada masalah. Namun pada satu sisi berbeda berusaha mencari
'aman' menghadapi masalah dengan menyalahkan nasib ketentuan kepada Tuhan.

3. ⁠Orientasi nilai budaya kekeluargaan dan gotong-royong: Nilai budaya kekeluargaan dan gotong-
royong sangat menonjol dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kendati mentalitas ini
menyiratkan kesamaan pada umumnya, tetapi dalam praktiknya berbeda.

4. ⁠Orientasi vertikal: dalam bentuk sikap kepatuhan pada orang tua, senior, guru, pemimpin, orang
berpangkat tinggi, komandan, dan sebagainya, sehingga seseorang dengan orientasi vertikal tidak
akan bertindak tanpa suatu instruksi atau restu.

5. Ketaatan pada peraturan: kebanyakan orang Indonesia lemah dalam mentaati hal-hal yang
kurang konkret, seperti; hukum dan peraturan-peraturan, mereka lebih yakin kepada hal yang lebih
abstrak, yaitu prinsip. Namun orang Indonesia pada umumnya taat untuk menjalani ibadah
keagamaan, sehingga pelaksanaan sila pertama dalam ideologi negara dapat memperkuat
eksistensi ketenteraman jiwa manusia.
Contoh Pendekatan Bimbingan dan Konseling Indigenous

Di Indonesia sejauh terdapat penelitian berkenaan melibatkan peranan budaya yang bersifat nilai-
nilai kearifan lokal bersandar pada etnik tertentu. Penelitian-penelitian tersebut bersifat parsial,
karena hanya mengambil aspek-aspek tertentu dalam nilai unsur budaya yang bisa diterapkan pada
tataran praktis dan implementatif.

Marhamah, Murtadlo, & Awalya (2015) mengadakan penelitian

tentang pemikiran kearifan lokal Ki Ageng Suryomentaram dalam kawruh jiwa, dalam
penelitiannya mereka mengungkapkan bahwa Ki Ageng Suryomentaram menggambarkan
manusia tanpa ciri sebagai sosok yang mampu menempatkan setiap persoalan dalam tempatnya
melalui laku mawas diri. Mawas diri adalah sikap tidak merasa benar sendiri. Menjadi manusia
tanpa ciri itu juga berarti mengembangkan catatan-catatan yang berdasarkan laku rasa, bukan
berdasarkan laku pikir semata. Dengan memahami pemikiran Suryomentaram yang mengajarkan
bahwa keinginan manusia itu mulur-mungkret, maka seorang konselor bisa menjadi pendamping
bagi konseli untuk membantu konseli agar dapat mengatasi masalah yang dihadapi. Karena tidak
ada kesenangan yang terus-menerus dan tidak ada kesedihan yang abadi.

Referensi

Sari, Nina P & M. Andri. 2020. Bimbingan dan konseling perspektif indigenous :etnik banjar.
Yogyakarta : CV Budi Utama.

Suryomentaram, Gangsang. 1993. Wejanganipun Ki Ageng Suryomentaram,Jakarta: CV. Haji

Masagung.

Marhamah, U. (2021). Adat Konseling: Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram dalam Kawruh Jiwa .
Penerbitan Media Bening

Anda mungkin juga menyukai