PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat
1. Karakteristik
2. Kadar Hemoglobin
Hasil penelitian menunjukan dari 53 responden berdasarkan tingkat
kadar Hb terdapat 71,7% atau 38 responden yang tidak memiliki riwayat
anemia, sementara 28,3% atau 15 responden memiliki riwayat anemia,
maka dapat disimpulkan bahwa sampel dari pasien gagal ginjal kronik
dalam penelitian ini dominan tidak memiliki riwayat anemia.
Penurunan kadar Hb pada pasien hemodialisis menyebabkan
penurunan level oksigen dan sediaan dalam tubuh, yang mengakibatkan
ternyata bahwa penurunan kualitas hidup pasien. Anemia berdampak
terhadap kadar energi dan aktivitas, perilaku makan dan tidur, status
kesehatan umum, kehidupan seksual, dan dapat menyebabkan kelelahan
otot, kesemutan, serta nafas pendek. Secara keseluruhan, hal tersebut
berdampak pada penurunan kualitas hidup (Susianti, 2019).
Nilai Hb yang direkomendasikan pada pasien dengan PGK
berdasarkan National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (NKF-K/DOQI) adalah pada level 11-12g/dL
(Nurwidiyanti & Afrida, 2020). Anemia daapat diakibatkan oleh masalah
hematologic primer, maupun sekunder yang diakibatkan oleh sistem tubuh
yang lain (Black & Hawks, 2009).
Eritropoiesis merupakan suatu proses terbentuknya eritrosit (sel darah
merah) yang terjadi di sum-sum tulang. Eritropoiesis diatur oleh regulator
humural eritropoietin. Ketika ginjal mendeteksi rendahnya kadar oksigen di
darah maka ginjal akan melepaskan hormon yang disebut eritropoetin (EPO)
yang akan menuju sumsum tulang untuk menstimulasi pembentukan sel
darah merah. Sebanyak 90% EPO di hasilkan oleh sel endothelial ginjal,
sedangkan sisanya dihasilkan oleh hati (Arqom, 2021).
3. Tingkat Kecemasan
Hasil penelitian menunjukan dari 53 responden berdasarkan tingkat
kecemasan terdapat 56,6% atau 30 responden tidak memiliki riwayat
kecemasan, sementara 43,4% atau 23 responden memiliki riwayat
kecemasan, maka dapat disimpulkan bahwa sampel dari pasien gagal ginjal
kronik dalam penelitian ini dominan tidak memiliki riwayat kecemasan.
Kecemasan merupakan kondisi gangguan psikologis dan fisiologis
yang di tandai dengan gangguan kognitif, somatik, emosional dan
komponen dari rangkaian tingkah laku. Kecemasan pasien penyakit ginjal
kronis yang menjalani hemodialisa merupakan salah satu dampak psikologis
yang dialami oleh pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa.
Kesehatan psikologis pasien yang di dialisis semakin mendapat
perhatian, hal ini sejalan dengan kualitas hidup dengan menjadikannya
sebagai prediksi penting dari mortalitas dan morbiditas. Gangguan
kecemasan juga berdampak negatif pada berbagai bentuk aktifitas dan
fungsi sehari-hari. Orang dengan gangguan kecemasan umum khawatir
63
64
tentang banyak hal yang berkaitan dengan rutinitas sehari-hari dan peristiwa
kehidupan sehari-hari (Al Kasanah et al., 2019).
4. Dukungan Keluarga
Hasil penelitian menunjukan dari 53 responden berdasarkan dukungan
keluarga terdapat 73,6% atau 39 responden yang memiliki dukungan
keluarga yang baik, sementara 26,4% atau 14 responden memiliki dukungan
keluarga yang kurang baik, maka dapat disimpulkan bahwa sampel dari
pasien gagal ginjal kronik dalam penelitian ini dominan memiliki dukungan
keluarga yang baik.
5. Lama HD
Hasil penelitian menunjukan dari 53 responden berdasarkan lama
terapi HD terdapat 56,6% atau 30 responden yang memiliki riwayat terapi
HD yang sudah lama, sementara 43,4% atau 23 responden memiliki riwayat
terapi HD yang belum lama, maka dapat disimpulkan bahwa sampel dari
pasien gagal ginjal kronik dalam penelitian ini dominan memiliki riwayat
terapi HD yang sudah lama.
Lama menjalani therapi hemodialisis berperan sangat penting dalam
memepengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik (Sangle et, 2013).
Pasien akan memiliki kualitas hidup yang semakin baik dari waktu ke waktu
jika menjalani hemodialisis secara regular, dengan ditunjang adanya
perbaikian hubungan dengan dokter dan pasien agar terbina rasa percaya
pasien, karena hemodialisis bukanlah therapi untuk memperbaiki ginjal ke
keadaan semula tetapi merupakan theraapi rehabilitative sebagai pengganti
fungsi ginjal untuk mendapatkan kualitas hidup.
Kidney Disease Outomes Quality Initiative (KDOQI)
merekomendasikan bahwa pasien dengan residual kidney function rendah
(kurang dari 2 ml/menit) menjalani hemodialisis tiga kali seminggu dengan
durasi 3 jam setiap kali hemodialisis.Sama terapi hemodialisis menjadi 3
yaitu, kurang dari 12 bulan, 12-24 bulan, dan lebih dari 24 bulan. Pasien
yang menjalani hemodialisis selama lebih dari 10 tahun kemudian
melakukan transplantasi ginjal memiliki outcome yang lebih buruk
dibandingkan dengan pasien yang melakukan transplantasi ginjal yang
sebelumnya melakukan terapi hemodialisis dalam waktu yang lebih singkat.
6. Komorbid
Hasil penelitian menunjukan dari 53 responden berdasarkan
Komorbid terdapat 71,7% atau 38 responden yang memiliki riwayat
komorbid, sementara 28,3% atau 15 responden tidak memiliki riwayat
komorbid, maka dapat disimpulkan bahwa sampel dari pasien gagal ginjal
kronik dalam penelitian ini dominan memiliki riwayat komorbid.
Kualitas hidup pasien hemodialisis dengan gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh penyakit penyerta. Diabetes melitus dan hipertensi
merupakan komorbiditas yang sering terjadi pada pasien hemodialisis
dengan gagal ginjal kronik. Pada pasien gagal ginjal kronik yang mendapat
HD, faktor komorbiditas yang paling banyak adalah diabetes melitus, diikuti
65
oleh hipertensi. Pasien hemodialisis yang juga memiliki kondisi lain akan
mengalami lebih banyak tanda dan gejala serta komplikasi dari pasien gagal
ginjal kronis, hemodialisis, dan kondisi lainnya. sehingga dapat berdampak
pada kualitas hidup pasien hemodialisis gagal ginjal kronik (Handayani &
Rahmayati, 2018).
7. Kualitas Hidup
Hasil penelitian menunjukan dari 53 responden berdasarkan kualitas
hidup terdapat 62,3% atau 33 responden memiliki tingkat kualitas hidup
yang baik, sementara 37,3% atau 20 responden memiliki tingkat kualitas
hidup yang buruk, maka dapat disimpulkan bahwa sampel dari pasien gagal
ginjal kronik dalam penelitian ini dominan memiliki tingkat kualitas hidup
yang baik.
Kualitas hidup menurut WHOQOL Group di definisikan sebagai
persepsi individu mengenai persepsi individu mengenai posisi individu
dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup
dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar lainya yang terkait.
Kualitas hidup merupakan konsep analisis kemampuan individu untuk
mendapatkan hidup yang normal terkait dengan persepsi secara individu
mengenai tujuan, harapan, standard an perhatian secara spesifik terhadap
kehidupan yang dialami dengan dipengaruhi oleh nilai dan budaya pada
lingkungan individu tersebut. (Hetagoul, 2017).
Kualitas hidup merupakan sasaran utama yang ingin dicapai di bidang
pembangunan sehingga kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat
kesejahteraan. Diharapkan semakin sejahtera maka kualitas hidup semakin
tinggi. Kualitas hidup ini salah satunya dipengaruhi oleh derajat kesehatan.
Semakin tinggi derajat kesehatan sesorang maka kualitas hidup juga
semakin tinggi (Hetagoul, 2017).
B. Analisa Bivaraiat
1. Hubungan Kadar Hb dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik
Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukan dari 53 responden
berdasarkan kadar Hb terdapat 71,7% atau 38 responden yang tidak
memiliki riwayat anemia, sementara 28,3% atau 15 responden memiliki
riwayat anemia, maka dapat disimpulkan bahwa sampel dari pasien gagal
ginjal kronik dalam penelitian ini dominan tidak memiliki riwayat anemia.
Hasil uji statistik Chi-Square didapatkan p value 0,000 maka dapat
disimpulkan adanya hubungan kadar Hb dengan kualitas hidup pasien gagal
ginjal kronik di RSUD Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh Tahun 2023.
Didapatkan nilai OR 15,000 yang artinya, responden yang anemia beresiko
15 kali dalam hal penurunan kualitas hidup dibandingkan responden yang
tidak memiliki riwayat anemia.
Didukung oleh hasil penelitian Jundiah et al., (2019) Hasil penelitian
menunjukkan lebih dari setengah (0,2%) mengalami anemia ringan dan
lebih dari separuh (54,4%) memiliki kualitas hidup yang tinggi. Hasil uji
korelasi Rank Spearman diperoleh nilai p = 0,000 sehingga dapat
66
saat ini dan menerima semuanya tanpa ada rasa takut dalam menjalani
hemodialisis. Mahato, dkk. (2020) menjelaskan bahwa pasien yang
menerima perawatan hemodialisis memiliki kualitas hidup yang lebih baik
dari pada mereka yang tidak perawatan hemodialysis. Wuisan, Mongdong
dan Kabo (2020) menjelaskan bahwa lama menjalani hemodialisis adalah
waktu yang diperlukan untuk beradaptasi masingmasing pasien berbeda
lamanya, semakin lama pasien menjalani hemodialysis adaptasi pasien
semakin baik karena pasien telah mendapatkan pendidikan kesehatan atau
informasi yang diperlukan semakin banyak dari petugas kesehatan. lamanya
hemodialisa membuat pasien semakin memahami pentingnya kepatuhan
terhadap proses hemodialisa sehingga pasien dapat merasakan manfaat dari
terapi hemodialisa Sarastika, dkk. (2019).
C. Analisa Multivariat
1. Faktor-faktor yang paling berpengaruh dengan kualitas hidup pasien Gagal
Ginjal Kronik.
69