Makalah G30SPKI - SOEKARNO
Makalah G30SPKI - SOEKARNO
Guru Pembimbing :
Rudy Heriady, S.Pd.,M.M
Disusun Oleh
Kelompok 2 :
Mila Rosa
Abdul Hidayatullah
Ahmad Rafly
Citra Amelia
Dila widianti
Hendi
Moch Aden
Muhamad Fahlana
Rendi
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan makalah ini bisa dilakukan dengan lancar
dan tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Guru mata pelajaran
Sejarah Indonesia, Rudy Heriady,S.Pd.,M.M atas bimbingannya dalam
penyusunan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Kesimpulan..............................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Teori G30S ini dikemukakan oleh Anthony Dake dan John Hughes
yang bermula pada asumsi bahwa Soekarno ingin melenyapkan kekuatan
opsi yang berasal dari sebagian perwira tinggi AD terhadap dirinya.
Teori ini berdasarkan pada kesaksian seorang pilot asal India, Shri
Biju Patnaik. Ia mengatakan bahwa pada 30 September 1965 tengah
malam, Soekarno memintanya untuk meninggalkan Jakarta sebelum subuh
seakan tahu bahwa akan ada ‘peristiwa besar’ besok.
G30S
2
diperkuat oleh buku pledoi Omar Dhani, berjudul "Tuhan, Pergunakanlah
Hati, Pikiran dan Tanganku" halaman 58:
3
menembak para penembaknya minta maaf lebih dahulu karena terpaksa
melakukan itu demi revolusi."
4
Jenderal dan mengenai gerakan ini sudah diketahui semuanya oleh
Soekarno. Ketika Sugandhi memberitahu Soekarno tentang PKI mau coup,
Soekarno malah menjawab:
5
(Dokumen No. 1, Surat Aidit kepada Presiden Soekarno tanggal 6
Oktober 1965, Victor M. Fic, ibid).
Mayor Bowo adalah bekas ajudan Jaksa Agung Sutardio dan salah
satu perwira binaan Biro khusus PKI, yang turut hadir dalam pertemuan
rahasia antara Soekarno dan orang-orang kepercayaannya di Istana
Tampaksiring Bali tanggal 25 September 1965 di mana Soekarno
menyatakan dia akan memiliki gawean besar. Menurut rencana dia akan
memanggil Letjend Ahmad Yani di hadapan para Waperdam dan panglima
angkatan lain pada tanggal 28 September 1965 di Istana Negara dengan
tujuan menuntut pertanggung jawaban atas Dokumen Gilchrist, dan
Dewan Jenderal. Selanjutnya Ahmad Yani akan dituduh sbg penghianat
bangsa, diculik dan diajukan ke Mahkamah Militer bertempat di Kompleks
PU Halim (Soegiarso Soerojo, ibid, halaman 360 - 361).
6
perjanjian rahasia yang dibuat dengan Soekarno dan hal ini berarti lonceng
kematian dan kehancuran bagi Soekarno dan Soebandrio.
7
"...begitu menerima surat dari Sogol, Bapak memberi isyarat ingin
ke belakang. Beliau segera saya antar, diiringi Pak Saelan dan Bambang
Widjanarko. Di depan toilet suratnya dibuka. Sesudah selesai dibaca,
langsung disimpan dalam saku baju pakaian seragam Panglima Tertinggi
yang malam itu beliau pakai. Saat itu Untung memang hadir di Senayan.
Bersama anak buahnya, mereka bertugas mengawal Presiden. Saya tidak
pernah lupa, Kolonel Saelan malam itu marah kepada Untung karena salah
satu pintu Istora tidak dijaga dengan tertib..."
8
menyanggupi. Hal ini juga diungkap Bono alias Walujo, orang ketiga
dalam Biro Khusus PKI. Bahwa setelah menghadap Soekarno itu, Untung
segera bertemu Bono, yang mana kemudian Bono melaporkan kepada
Sjam, dan Sjam kepada DN Aidit.
9
Adapun mengenai motivasi Soekarno membunuh jenderalnya
sendiri adalah karena pada dasarnya dia menganggap para jenderal
angkatan darat itu tidak loyal. Indikasi tersebut didapat Soekarno dari
doktrin baru angkatan darat yang dipelopori oleh Ahmad Yani dan
Nasution mengenai “bahaya dari utara,” atau negara RRC yang menjadi
bahaya utama Indonesia dan bukan Amerika Serikat membuat Soekarno
murka karena doktrin tersebut berlawanan dengan garis politik Soekarno
khususnya mengenai NEFOS, OLDEFOS dan NEKOLIM. Kemarahan
Soekarno diungkap di depan umum dalam acara di Istana Tampak Siring,
Bali, tanggal 6 Juni 1945, dengan mengatakan ada jenderal-jenderal pethak
yang telah menentang dirinya. Kemarahan itu kembali ditunjukan pada
pidato kenegaraan tanggal 17 Agustus 1965 yang ditulis oleh Njoto dan
Carmel Budiardjo, antara lain:
10
Langkah ini dilakukan Latief setelah laporannya tak ditanggapi oleh
Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadikusumah dan Pangdam Brawijaya
Mayjen Jenderal Basoeki Rachmat. Latief mengaku sudah beberapa kali
mewanti-wanti adanya upaya kudeta oleh Dewan Jenderal. Menurut
Latief, Soeharto hanya bergeming mendengar informasi itu. Bahkan di
malam 30 September 1965, Soeharto mengabaikan Latief yang
menyampaikan rencananya menggagalkan kudeta. Soeharto sendiri
mengakui ia bertemu dengan Latief menjelang peristiwa G30S. Namun ia
memberikan kesaksian yang berganti-ganti. Dalam wawancara dengan Der
Spiegel pada 19 Juni 1970, Soeharto mengaku ditemui di RSPAD Gatot
Subroto oleh Latief pada malam 30 September 1965.
Akan tetapi, pada hari G30S terjadi, Soekarno justru tidak berada
di tempatnya.
11
Bambang menyebutkan, salah satu jadwal Bung Karno pada 1
Oktober 1965 adalah bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Leimena dan
Pangad Jenderal Ahmad Yani.
12
Istana Merdeka beberapa jam sebelumnya. Namun ketika Soekarno tiba di
Halim Perdanakusuma, para jenderal yang akan dihadapkan kepadanya
telah tewas dan mayat mereka dibuang ke sumur dekat lapangan udara.
"Untuk alasan yang masih belum sepenuhnya dapat dipahami, keenam
jenderal yang ditangkap sudah tewas pada saat dia (Soekarno) tiba, tubuh
mereka dibuaang di dasar sebuah sumur terbengkalai di dekat Pangkalan
Angkatan Udara Halim," tulis Bevins.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13