Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

“KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI MALUKU”

Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia

Guru Mata Pelajaran : Bpk. Jumroni

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Kelas X (Sepuluh) TKR 2

 Herli
 Zidan
 Najib
 Gilang
 Betran

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


SMK SAMUDRA
JURUSAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
kepada Bpk. Jumroni selaku guru Mata Pelajaran Sejarah. Dalam makalah ini kami
membahas materi tentang “ KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI MALUKU”.

Suatu kebahagiaan untuk kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan dapat
menambah pengetahuan mendalami sejarah bangsa indonesia yang tercinta ini.

Di sisi lain kami juga berfikir keras untuk menyelesaikan makalah ini dengan senang
hati dan penuh dengan kesabaran kami kerjakan makalan ini dengan sebaik mungkin sesuai
dengan kemampuan kami bersama. Kami berharap dengan membuat makalah ini bisa
bermanfaat untuk teman-teman kami untuk membantu dalam proses belajarnya dan agar
dapat mengetahui proses masuknya islam di Maluku.

Cisolok, 06 Februari 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan masalah........................................................................................................1

1.3 Tujuan penulisan.........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2

2.1 Proses Masuknya Islam di Maluku..............................................................................2

2.1.1 Islam Maluku sebagai suatu Fenomena Kultural.............................................2

2.1.2 Islam Maluku: Politik Damai...........................................................................3

2.1.3 Islam Maluku: Adaptasi Bahasa.......................................................................4

2.1.4 Refleksi............................................................................................................4

2.2 Proses masuknya islam di Maluku Utara....................................................................5

2.3 Kerajaan-Kerajaan Islam di Maluku...........................................................................6

2.3.1 Kerajaan Jailolo................................................................................................6

2.3.2 Kerajaan Ternate..............................................................................................8

2.3.3 Kerajaan Tidore..............................................................................................10

BAB III PENUTUP................................................................................................................12

3.1 Kesimpulan................................................................................................................12

3.1.1 Kerajaan Jailolo..............................................................................................12

3.1.2 Kerajaan Ternate............................................................................................12

3.1.3 Kerajaan Tidore..............................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat
wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena
status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan
kepulauan-kepulauan lainnya.

Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah
ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja
ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi
representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup
luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian
kepulauan Seram.

Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja
Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan
Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan dari bahan-bahan yang kami pakai dalam membuat makalah ini. Maka
dapat di tetapkan rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:

a. Bagaimana proses masuknya Islam di Maluku?


b. Bagaimana cara pendekatan terhadap masyarakat Maluku dalam penyebaran Islam
pada waktu itu?
c. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Maluku Utara?

1.3 Tujuan penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis sejarah dan perkembangan
islam di Maluku mulai dari titik awal penyebaran hingga perkembangannya dalam proses
Islamisasi di Maluku dan sekitarnya, menjelaskan perkembangan Islam di kerajaan-kerajaan
khusunya kerajaan Islam di Maluku dan sekitarnya serta peninggalan-peninggalan yang
sangat melekat dikalangan masyarakat Maluku. Tujuan khususnya

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Masuknya Islam di Maluku


Maluku sebagai daerah kepulauan merupakan daerah yang subur terkenal sebagai
penghasil rempah terbesar. Untuk itu sebagai dampaknya banyak pedagang-pedagang yang
datang ke Maluku untuk membeli rempah-rempah tersebut. Di antara pedagang-pedagang
tersebut terdapat pedagang-pedagang yang sudah memeluk Islam sehingga secara tidak
langsung Islam masuk ke Maluku melalui perdagangan dan selanjutnya Islam disebarkan
oleh para mubaligh salah satunya dari Jawa.

2.1.1 Islam Maluku sebagai suatu Fenomena Kultural

Bentuk dan motivasi masuknya Islam ke Maluku tidak bisa dibicarakan lepas
dari bentangan perjalanannya dari Malaka dan Jawa. Mengambil titik berangkat dari
situ, berarti kita diajak untuk melihat metode-metode dasar yang dipakai para
khalifah, yakni melalui tindakan ekonomi (perdagangan). Tetapi kemudian bagaimana
mereka berhasil mengadaptasi diri di dalam masyarakat, dan membangun komunikasi
dengan para pemimpin lokal di suatu wilayah (aspek politik), serta juga menggunakan
mekanisme-mekanisme kebudayaan sebagai cara mengadaptasi diri secara efektif
(aspek kebudayaan).

Setidaknya, dari sisi metode kebudayaan, setiap jejak yang ditinggalkan Islam
di satu daerah juga meninggalkan bukti bahwa Islam sangat intens berdialog dengan
kebudayaan masyarakat setempat. Contoh paling sederhana adalah ketika ada
peninggalan mesjid-mesjid yang khas Jawa, Banten, atau juga mesjid-mesjid yang
khas Maluku (seperti Mesjid Wapauwe di Hila). Titik berangkat itu yang membuat
pertemuan Islam dengan Kerajaan Ternate berlangsung tanpa masalah yang berarti.
Kerangka kebudayaan orang-orang Ternate malah dijadikan sebagai batu loncatan
dalam melebarkan ajaran-ajaran Islam sampai ke pelosok-pelosok. Para ulama lokal,
malah nekat bertandang ke Gresik dan Tuban untuk memperdalam ilmu Islam, dan
kembali menyebar Islam di negerinya itu.

2
Pendekatan yang sama pun digunakan ketika Islam mulai masuk ke Ambon,
melalui Hitu. Dialog yang intens dengan kebudayaan kembali terjadi di situ. Dan itu
merupakan bukti bahwa perdagangan atau aspek ekonomi hanya menjadi instrumen
yang mendorong Islam bergerak dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi kebudayaan
menjadi instrumen yang membangun rasa keislaman yang tinggi di dalam hidup
masyarakat.

2.1.2 Islam Maluku: Politik Damai

Ketika Islam masuk ke Indonesia kekuatan koloni Eropa belum bergerak, atau
dominasi perdagangan rempah-rempah masih dipegang oleh pedagang Cina dan Arab.
Ketika masuk ke Indonesia, Islam merajai jalur-jalur perdagangan yang penting
seperti: pesisir Sumatera di selat Malaka, semenanjung Malaya, pesisir utara Jawa,
Brunei, Sulu dan Maluku. Jalur perdagangan kayu cendana di Timor dan Islam masih
tetap menjadi wilayah non-Islam, dan kurang diminati pada pedagang Islam.

Walau begitu, ketegangan di kerajaan-kerajaan lokal di Maluku, seperti di


Ternate tidak bisa diabaikan sebagai bagian dari fakta sejarah ketika Islam berjumpa
dengan masyarakat di sana. Tetapi satu hal yang menarik adalah Islam Maluku yang
terbentuk dari Ternate itu kemudian meluas ke pulau Ambon, dan terbentuk suatu
Pan-Islami, yang terus berkembang ke daerah Lease. Seiring dengan itu, kerajaan Iha
di Saparua menjadi simbol kekuatan Islam baru di Maluku Tengah, selain Hitu.

Islamisasi Ternate, Hitu, Lease sebenarnya berlangsung secara wajar karena


kekuatan perdagangan Islam mulai terbentuk di kawasan itu. Paramitha
Abdoerachman mengatakan Hitu menjadi penting karena banyak pedagang mendapat
pasokan air tawar dari situ. Fakta ini pun sebenarnya sama dengan ketika Banda
menjadi bandar Islam yang cukup penting, karena pasokan ikan yang enak kepada
para pedagang.

Politik damai itu melahirkan simpati kelompok lokal yang semula memeluk
agama asli (agama suku) menjadi penganut Islam yang rajin. Bahkan hal itu pun
terlihat ketika negeri-negeri Hatuhaha Amarima kemudian menjadi pusat
kemashyuran Islam tertua di Lease. Untuk yang satu ini memang perlu penelitian
lebih mendalam, sebab Islam Hatuhaha Amarima memiliki tatanan ritus Islami yang
khas dan kontekstual, seperti ritus Puasa dan Haji.

3
2.1.3 Islam Maluku: Adaptasi Bahasa

Islam Maluku adalah suatu sintesa rampat mengenai bagaimana agama masuk
melalui cara membahasa orang setempat. Maka dari itu Islam di Maluku disebut
sebagai suatu gerakan agama yang khas.

Di Maluku kita akan menemui bagaimana orang-orang Islam Tulehu, Liang,


Tial, Hila, Latu, Kasieh, Lisabata, Pelauw, Ori, Kailolo, Iha, menggunakan bahasa ibu
mereka dalam komunikasi sesehari. Bahasa Arab menjadi bahasa agama yang
digunakan dalam upacara sakral agama, tetapi kesehariannya menggunakan bahasa
setempat. Fenomena ini tidak lagi ditemui pada negeri-negeri Kristen, kecuali di
Maluku Tenggara, tetapi juga sudah mulai ditinggalkan oleh generasi mudanya.

Pada sisi ini, Islam Maluku adalah suatu hasil adaptasi kebudayaan yang
sangat penting. Dalam adaptasi itu bagaimana struktur bahasa setempat dijadikan
sebagai mekanisme penyebaran ajaran agama, dan ditempatkan sebagai unsur yang
penting.

Hal ini yang membuat corak kultural di dalam Islam begitu kuat, karena itu
agamanya menjadi gampang diterima dan dipandang sebagai agama yang “membawa
damai”. Unsur kedamaian yang dirasakan itu adalah ketika masyarakat tetap
berkomunikasi dengan bahasanya, sehingga mereka tidak merasa teralienasi dari
kelompok besar.

Memang dalam menentukan corak kultural kepada Islam Maluku kita perlu
mempertimbangkan kembali beberapa hal seperti, sejauhmana Islam Maluku itu
memanfaatkan ritus-ritus adat sebagai suatu bentuk kontekstualisasinya. Oleh karena
itu adaptasi Islam Maluku ke dalam bahasa setempat memperlihatkan suatu corak
beragama yang unik

2.1.4 Refleksi

Agama memiliki ruang guna yang efektif jika agama itu dimengerti sebagai
produk kebudayaan masyarakat setempat, dan akan semakin efektif jika dibangun

4
dalam fondasi-fondasi kontekstual, suatu usaha menjadikan dirinya bagian yang co-
inside dengan masyarakat pemeluknya.

“Islam Maluku” kiranya dipahami sebagai suatu produk kebudayaan yang


pernah dihasilkan dalam sejarah agama di Maluku. Ia memiliki kaitan yang kuat
dengan latar budaya masyarakat. Suatu hal yang perlu didekonstruksi untuk mere-
rekonstruksi suatu tipikal Islam yang relevan bagi orang Maluku. Tipikal kekristenan
yang inklusif dan kultural.

“Islam Maluku” dalam sisi tertentu memperlihatkan perlunya usaha translasi


ajaran Islam ke dalam kehidupan masyarakat Maluku. Sebuah usaha hermeneutis
yang sedapat-dapatnya mendorong pemahaman dan pengertian bersama mengenai
hakekat ketuhanan dan hakekat kemanusiaan orang-orang Maluku.

Ketuhanan yang universal. Oleh sebab itu identitas-identitas budaya mengenai


Tuhan dalam pandangan budaya orang Ambon, seperti konsep Upu [Maluku Tengah],
Oplastalah [Buru], atau Duad [Maluku Tenggara-Kei], Up Ler dan Ratu [Tanimbar],
adalah media kebudayaan yang bisa digunakan untuk mengkomunikasikan Tuhan itu
sendiri. Selama ini konsep theistik ini disalahpahamkan. Kita menuduh realitas
ketuhanan itu sebagai yang dimengerti dalam konsep “Nenek Moyang”. Suatu sikap
prejudice yang muncul sebagai kenaifan dalam memahami totalitas worldview orang
Maluku.

2.2 Proses masuknya islam di Maluku Utara


Masjid – masjid bersejarah di Indonesia Timur tidak lepas dari sejarah panjang
kerajaan – kerajaan Islam di Maluku Utara yang memegang peranan penting dalam
perdagangan dan penyebaran agama Islam pada abad 12 hingga abad 19. Kerajaan – kerajaan
Islam ini dikenal pula sebagai Moloku Kie Raha, yang artinya empat raja – raja gunung diatas
pulau. Yang terdiri dari Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo dan
Kesultanan Bacan.

Sebelum memeluk Islam, keempatnya telah menjadi "kolano" (setingkat dengan


kerajaan) serta memiliki kedudukan dan peran tersendiri dalam perdagangan jarak jauh.
Kedatangan pengaruh Islam di Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku, berkaitan dengan
jalur pelayaran, khususnya pelayaran niaga, dengan rempah-rempah sebagai kata kuncinya.
Inilah titik di mana pada akhirnya beberapa aspek juga berpengaruh di kawasan ini: sosial,

5
budaya, agama, bahasa, ekonomi, bahkan politik dan militer. Terang saja karena para
pedagang pada waktu itu berasal dari berbagai bangsa.

Sejak berubah dari "kolano" menjadi kesultanan pada sekitar abad 17, keempatnya
secara politis berusaha mengembangkan pengaruhnya ke berbagai tempat, khususnya ke arah
timur dan selatan. Tidore, antara lain dapat memasukkan pantai barat Papua ke dalam
wilayahnya. Ternate berhasil meluaskan pengaruh dan wilayahnya hingga sebagian Sulawesi,
sebagian Papua, Ambon, Lease, Seram, Buru, dan Banda. Sementara itu, Bacan "gagal"
meluaskan pengaruhnya, namun tetap eksis sebagai kesultanan yang mandiri. Lain halnya
dengan Jailolo yang bergabung dengan Ternate dan Tidore.

Akibat dinamika politik dan militer dalam perluasan wilayah tersebut, berbuntut pada
retaknya "moloku kie raha." Berbagai perang antara mereka sering terjadi, termasuk perang
dagang. Hal ini diperparah oleh pengaruh Barat, khususnya Belanda, dengan segala sistem
ekonomi dan militernya. Silih berganti Belanda memihak, dan silih berganti mendapat
berbagai keuntungan dari pihak yang "dibelanya," baik secara politik maupun ekonomi.

Kesultanan Ternate merupakan kerajaan Islam yang menerapkan demokrasi


terpimpin. Kepala negara tetap seorang Sultan, namun dalam pemerintahan, dipimpin oleh
Jogugu, diistilahkan sebagai Perdana Menteri. Seorang Putra Mahkota tidak harus merupakan
putra sulung Sultan. Berdasarkan kecakapan, kapasitas, dan gaya kepemimpinan, maka
diantara putra – putra Sultan Ternate diseleksi oleh Jogugu dan Tuan Guru (penasehat
spiritual Sultan yang bertindak pula sebagai Imam Besar Masjid Raya Sultan Ternate) untuk
menjadi Putra Mahkota.

Kesultanan Ternate mengurusi perkara agama yang ditangani oleh Jou Kalim dan para
stafnya, yang disebut juga sebagai Bobato Akhirat. Sedangkan perkara budaya ditangani oleh
Kimalaha dan para stafnya, yang disebut juga sebagai Bobato Dunia.

2.3 Kerajaan-Kerajaan Islam di Maluku

2.3.1 Kerajaan Jailolo

Kesultanan Jailolo adalah salah satu kesultanan yang pernah berkuasa di


Kepulauan Maluku. Pendirian kesultanan ini berawal dari Persekutuan Moti yang
diusulkan oleh Sultan Sida Arif Malamo. Kesultanan Jailolo adalah satu-satunya
kesultanan di Maluku Utara yang pusat pemerintahannya berada di Pulau Halmahera.

6
Selain itu, wilayah Kesultanan Jailolo adalah salah satu sumber penghasil cengkih di
Kepulauan Maluku. Kesultanan Jailolo telah berdiri sejak abad ke-13 Masehi. Pada
abad ke-17, kesultanan ini mengalami keruntuhan. Wilayah-wilayahnya kemudian
terbagi menjadi bagian dari Kesultanan Tidore dan Kesultanan Ternate.

Kesultanan Jailolo didirikan kembali secara adat setelah era reformasi dimulai
pada tahun 1998. Bersamaan dengan itu, komunitas adat Moloku Kie Raha dibentuk
kembali. Selama periode 2002–2017, telah terpilih empat keturunan dari Kesultanan
Jailolo sebagai pemimpin adat. Kesultanan Jailolo tidak memiliki banyak peninggalan
arkeologi. Bekas Istana Kesultanan Jailolo tidak ditemukan sama sekali. Peninggalan
yang tersisa hanya berupa benteng, masjid, dan makam kuno.

A. Wilayah Kekuasaan

Kesultanan Jailolo menjalankan pemerintahan yang didasarkan pada


Persekutuan Moti. Persekutuan ini ditetapkan oleh para Sultan di Kepulauan
Maluku pada tahun 1322. Wilayah-wilayah di Halmahera, Maluku, Raja
Ampat hingga Kepulauan Sula dibagi antara Kesultanan Ternate, Kesultanan
Tidore, Kesultanan Bacan dan Kesultanan Jailolo. Kesultanan Ternate menjadi
penguasa tertinggi. Kesultanan Tidore menguasai wilayah daratan dan
pegunungan. Kesultanan Bacan menguasai wilayah tanjung, sedangkan
Kesultanan Jailolo menguasai wilayah teluk.

B. Proses Masuknya Islam

Kesultanan Jailolo mulai mengenal agama Islam setelah menjalin kerja


sama perdagangan dengan para pedagang dari Pulau Jawa. Selain itu,
masyarakat Jailolo mulai beragama Islam setelah Sultan Zainal Abidin
kembali dari Kedatuan Giri dan mulai berdakwah di Kepulauan Maluku.
Agama Islam semakin berkembang di Kesultanan Jailolo setelah Selat Malaka
menjadi jalur perdagangan yang menghubungkan para pedagang Arab dengan
wilayah Indonesia Timur secara langsung.

Kesultanan Jailolo merupakan salah satu pusat perkembangan


kekuasaan Islam yang paling awal di Maluku Utara. Masyarakat Jailolo mulai
meninggalkan pemikiran primitif sejak Islam diterapkan dalam kehidupan
sosial dan politik. Kesultanan Jailolo menjalankan syariat Islam dalam

7
kehidupan masyarakatnya. Al-Qur'an dan nasihat para leluhur menjadi sumber
hukum utama dalam menjalankan hubungan sosial. Kehidupan masyarakat
sepenuhnya diatur oleh adat yang dikenal sebagai Adat Se Atorang.

Kesultanan Jailolo bekerja sama dengan Kesultanan Tidore,


Kesultanan Ternate, dan Kesultanan Bacan dalam menyebarkan Islam di
Maluku Utara. Mereka menyebarluaskan tentang syariat, tarekat, hakikat dan
makrifat Islam kepada masyarakat Maluku. Peran masing-masing kesultanan
diatur pada tahun 1322 dalam Persekutuan Moti. Urusan tarekat diserahkan
kepada Kesultanan Tidore. Kesultanan Ternate diberi tanggung jawab dalam
urusan syariat. Urusan hakikat diberikan kepada Kesultanan Bacan.
Sedangkan Kesultanan Jailolo menerima tanggung jawab dalam urusan
makrifat. Pada masa ini, perkembangan tarekat sangat pesat dengan disertai
pembangunan masjid-masjid. Tarekat-tarekat yang berkembang yaitu
Alawiyah, Qadiriyah, dan Naqsabandiyah. Masing-masing tarekat ini
beribadah pada masjid yang terpisah, tetapi tetap saling menghormati dan
rukun.

2.3.2 Kerajaan Ternate

Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah satu
dari 4 kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam
tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257.
Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad
ke-13 hingga abad ke-19. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad
ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Pada masa jaya
kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur
dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di
Pasifik. Saat ini takhta kesultanan dijabat oleh Sultan Syarifuddin Bin Iskandar
Muhammad Djabir Sjah yang menjabat sejak tahun 2016 menggantikan Sultan
Mudaffar Syah II.

A. Asal-Usul

Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13. Penduduk
Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate

8
terdapat 4 kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole
(kepala marga). Merekalah yang pertama–tama mengadakan hubungan dengan
para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah.
Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab,
Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin
ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas
prakarsa Momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk
membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang
pemimpin tunggal sebagai raja.

Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat


sebagai kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-
1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam
perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk
disebut juga sebagai Gam Lamo atau kampung besar (belakangan orang
menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya
Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan
Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi
penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya
berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan
terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku

B. Proses Masuknya Islam

Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di
Maluku Utara khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya
kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat
banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa
raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian
mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan.
Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk
Islam pertengahan abad ke-15.

Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja


pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat
istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-
9
1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah
meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan sultan, Islam diakui
sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk
lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama.
Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total,
hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di
Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan
berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa. Di sana dia dikenal sebagai Sultan
Bualawa (Sultan Cengkih).

2.3.3 Kerajaan Tidore

Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota


Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-
16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Pulau Halmahera
selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.

Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai
sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu
dengan Portugal. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663
karena protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas
1494, Tidore menjadi salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah Maluku.
Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore
berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah
merdeka hingga akhir abad ke-18.

A. Awal Perkembangan

Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah


raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqil
yang naik tahta pada tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14, agama Islam
dijadikan agama resmi Kerajaan Tidore oleh Raja Tidore ke-11, Sultan
Djamaluddin, yang bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari
Arab.

B. Aspek Kehidupan (Politik, Kebudayaan, Ekonomi, Sosial)

10
Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan
Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda
kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak
mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang
cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak
diganggu, baik oleh Portugal, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga
kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup
luas, meliputi Pulau Seram, sebagian Halmahera, Raja Ampat, dan sebagian
Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Sultan Zainal Abidin. Ia juga
giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali Kepulauan Maluku.

Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam


kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam. Hal itu dapat
dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugal
melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah di bawah kitab suci Al-
Qur’an.

Kesultanan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di


daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, Tidore banyak didatangi
oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain
bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda.

C. Kemunduran

Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba


dengan Kesultanan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan
Portugis) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah
tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah
diadu Domba oleh Portugal dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan
berhasil mengusir Portugal dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun
kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda
untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil
menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan
terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Islamisasi di kepulauan Maluku dimulai pada awal abad 14 Masehi. Dalam buku
Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia (2012) karya Daliman,
proses penyebaran agama Islam di Maluku tidak bisa terlepas dari peran ulama dan mubalig
Jawa. Sunan Giri pada tahun 1486 memperkenalkan Islam kepada Raja Ternate bernama
Zainal Abidin. Raja tersebut mendapatkan ajaran Islam dari pesantren Sunan Giri.

Pesatnya perkembangan Islam di Maluku membuat kerajaan-kerajaan di Maluku turut


memeluk Islam. Maluku memiliki empat kerajaan besar Islam yaitu Jailolo, Ternate, Tidore
dan Bacan.

3.1.1 Kerajaan Jailolo

Kerajaan Jailolo merupakan kerajaan tertua di Maluku. Kerajaan ini terletak di


pesisir utara pulau Seram dan sebagian Halmahera. Kerajaan Jailolo berdiri sejak
1321 dan mulai memeluk Islam setelah kedatangan mubaligh dari Malaka.

3.1.2 Kerajaan Ternate

Kerajaan Ternate berdiri pada sekitar abad 13 Masehi. Kerajaan ini terletak di
Maluku Utara dan memiliki ibukota di Sampalu.

Islamisasi di kerajaan Ternate dilakukan oleh ulama-ulama dari Jawa, Melayu


dan Arab. Kerajaan Ternate resmi memeluk Islam setelah raja Zainal Abidin belajar
Islam oleh Sunan Giri pada tahun 1486 Masehi.

Corak ekonomi kerajaan Ternate adalah perdagangan rempah-rempah.


Kerajaan ini merupakan produsen utama rempah-rempah dengan kualitas terbaik.

12
Kerajaan Ternate sering disinggahi oleh pedagang rempah-rempah dari Jawa,
Cina dan Timur Tengah. Kerajaan Ternate juga mengembangkan kota pelabuhan
sebagai pusat aktivitas dagang rempah-rempah.

3.1.3 Kerajaan Tidore

Kerajaan Tidore terletak di sebagian pulau Halmahera dan sebagian pulau


Seram. Kerajaan Tidore mulai memeluk Islam pada sekitar akhir abad 15 Masehi.

Sultan Tidore yang pertama kali masuk Islam adalah Cirali Lijitu yang
bergelar Sultan Jamaludin. Sultan Jamludin masuk Islam berkat jasa dari seorang
mubaligh bernama Syekh Mansyur.

Kerajaan Tidore memiliki corak ekonomi perdagangan rempah-rempah.


Kerajaan ini menjadi pesaing utama dari Kerajaan Ternate dalam segi perdagangan
hingga politik.

Dalam buku Kepulauan Rempah-Rempah : Perjalanan Sejarah Maluku Utara


1250-1950 (2010) karya Adnan Amal, kerajaan Tidore memiliki persekutuan bernama
Ulisiwa. Persekutuan Ulisiwa terdiri dari daerah Halmahera, Makyan, Jailolo, Kai dan
pulau-pulau lain di sebelah timur Maluku.

13
DAFTAR PUSTAKA

Internet. Wikipedia Bahasa Indonesia. Kesultanan Jailolo.


https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Jailolo

Internet. Wikipedia Bahasa Indonesia. Kesultanan Ternate.


https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate

Internet. Wikipedia Bahasa Indonesia. Kesultanan Tidore.


https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Tidore

Internet. Kompas.Com. Kerajaan Islam di Maluku.


https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/05/171122569/kerajaan-islam-di-maluku?
page=all

14

Anda mungkin juga menyukai