LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun sebagai laporan dalam pelaksanaan praktikum mata kuliah
Pendahuluan Oseanografi (OS2101)
Dosen Pengampu :
Dr.rer.nat. Mutiara R. Putri S.Si., M.Si.
Asisten :
Riyadi Zakia Syahrulloh 12920069
Disusun Oleh :
Ilham Nabiil Muttaqien 12922028
1
DAFTAR ISI
2
3.1 Data Praktikum .......................................................................................................... 18
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 1
3
DAFTAR GAMBAR
4
Gambar 4. 27 Diagram Isosurface Salinitas Thermocline .................................................. 41
Gambar 4. 28 Diagram Isosurface Salinitas Deep Layer .................................................... 42
Gambar 4. 29 Peta Daerah Kajian ....................................................................................... 42
5
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Tabel Statistik Data CM 03-07-23 Pagi ............................................................. 21
Tabel 4. 2 Tabel Statistik Data CM 03-07-23 Siang ........................................................... 22
Tabel 4. 3 Visualisasi Track Drifter .................................................................................... 23
6
BAB I
PENDAHULUAN
7
1.2 Tujuan
1. Praktikan mengenal karakteristik parameter fisik dan kimia air laut.
2. Praktikan mampu melakukan Quality Control pada data ADCP dan Current Meter.
3. Praktikan mampu mengolah data ADCP dan Current Meter.
4. Praktikan mampu memvisualisasi data arus dan kualitas air laut serta
menganalisisnya.
5. Praktikan mampu memvisualisasi data track drifter dan menganalisisnya.
BAB II
TEORI DASAR
8
2.1.1 Arus yang Berhubungan Dengan Distribusi Densitas
Arus yang berhubungan dengan distribusi densitas adalah arus yang pergerakannya
dipengaruhi oleh densitas. Arus yang berkaitan dengan arus densitas ini antara lain adalah
arus densitas, arus geostropik, dan sirkulasi thermohalin.
2.1.1.1Arus Geostrofik
Arus geostropik timbul akibat adanya keseimbangan antara gaya gradien tekanan dan gaya
coriolis. Gradien tekanan terbentuk akibat adanya slope muka air/slope isobar. Slope muka
air dapat terbentuk akibat distribusi densitas horizontal,pengaruh angina,dan pengaruh
perbedaan tekanan udara di atas permukaan laut. Slope muka air yang timbul akibat
distribusi densitas horisontal atau akibat faktor-faktor yang lain menimbulkan gradien
tekanan yang menggerakkan arus secara horisontal dari tekanan tinggi ke tekanan yang
rendah. Gerakan arus ini akan dipengaruhi oleh gaya Coriolis yang berperan dalam
membelokkan arus ke arah kanan di BBU dan ke arah kiri di BBS Besarnya gaya Coriolis,
Fc = 2Ω sinφv, berbanding lurus dengan kecepatan arus, makin besar kecepatan arus (v),
makin besar gaya Coriolis.
Arus termohalin timbul sebagai akibat adanya perbedaan densitaskarena berubahnya suhu
dan salinitas air laut. Penjelasan secara sederhananyayaitu ketika dua massa air berbeda
(misalnya air tawar dan air laut) ditaruh dalamsuatu wadah, mula-mula dipisahkan dengan
suatu pembatas, kemudian pembatastersebut ditarik atau dikeluarkan secara perlahan,maka
kedua massa air
yang berbeda tersebut bergerak. Massa air tawar yang lebih ringan bergerak ke arahmassa
air di lapisan permukaan, sedangkan massa air laut yang lebih berat bergerak ke arah air
tawar di lapisan bawah. Salah satu contohnya adalah sirkulasiglobal atau The Great
Conveyor Belt. Pola sirkulasi ini yaitu sirkulasi
9
di permukaan membawa massa air laut yang hangat dari daerah tropis menujudaerah
kutub. Air laut dari kedalaman secara perlahan-lahan akan kembali kedekat permukaan dan
dibawa kembali ke daerah tropis, sehingga terbentuklahsebuah siklus pergerakan massa air
`
Gambar 2. 2 Global Conveyor Belt (Sumber: http://www.global-greenhouse-
warming.com)
Arus termohalin dapat pula terjadi di permukaan laut demikian jugadengan arus yang
ditimbulkan oleh angin dapat terjadi hingga dasar laut. Sirkulasiyang digerakan oleh angin
terbatas pada gerakan horizontal dari lapisan air laut
10
2.1.3 Arus yang Dibangkitkan Gelombang
Gelombang yang dimaksud di sini adalah gelombang laut yang dihasilkan oleh angin atau
gelombang pendek. Gerakan partikel air yang terjadi karena gelombang dengan amplitudo
kecil mengikuti lintasan tertutup, sementara gerakan partikel air akibat gelombang dengan
amplitudo berhingga tidak mengikuti lintasan tertutup. Ini mengakibatkan transpor neto
massa air, yang dikenal sebagai Stoke drift, ke arah penjalaran gelombang. Transpor neto
massa air akibat gelombang ini memicu pergerakan massa air menuju pantai. Ketika
gelombang pecah membentuk sudut dengan garis pantai, momentum tegak lurus dan
sejajar dengan pantai terbentuk. Momentum sejajar dengan pantai berperan dalam
pembentukan arus sejajar pantai yang disebut longshore current, sementara momentum
tegak lurus pantai menghasilkan pergerakan massa air tegak lurus pantai, yang
menyebabkan ketinggian permukaan air di pantai lebih tinggi daripada di daerah
gelombang pecah. Pecahnya gelombang juga menghasilkan penurunan permukaan air di
daerah gelombang pecah yang disebut wave set down dan peningkatan permukaan air di
pantai yang disebut wave set up. Menurut Shepard dan Inman (1951) dalam Ippen (1966),
sirkulasi arus perairan pantai dapat dibagi menjadi dua bagian utama:
a) Arus pantai (coastal current) Arus pantai ini mengalir sejajar dengan pantai, gerakannya
relatif konstan, dan terdapat di daerah yang lebih dalam dekat dengan zona gelombang.
Arus ini bisa berupa arus pasut, arus yang disebabkan oleh angin secara sementara, atau
arus yang diakibatkan oleh distribusi massa air secara lokal.
b) Sistem Arus Dekat Pantai (Near Shore Current System) Sistem arus dekat pantai ini bisa
tumpang tindih dengan bagian dalam arus pantai atau berdiri sendiri jika tidak ada arus
pantai. Sistem ini terdiri dari:
1. Pergerakan massa air ke arah pantai akibat gerakan gelombang (transpor bersih).
2. Arus sejajar pantai (longshore current).
3. Pergerakan massa air yang terkonsentrasi ke arah lepas pantai (arus balik).
4. Arus sejajar pantai di daerah 'kepala' arus balik.
11
a. Tipe Rotasi Arus Pasut: Pola arus pasut dengan tipe rotasi ini terjadi di perairan lepas
pantai, yang dikenal sebagai open ocean. Arus ini berputar searah jarum jam di wilayah
dengan pasang tinggi (BBU) dan berlawanan arah jarum jam di wilayah dengan pasang
surut rendah (BBS).
b. Tipe Bolak-balik Arus Pasut: Tipe arus pasut ini umumnya terdapat di dalam teluk atau
estuari. Pola arusnya bersifat bolak-balik, di mana selama pasang (flood tide), arus
bergerak masuk ke dalam teluk atau estuari, dan saat surut (ebb tide), arus berubah arah
menuju keluar dari teluk atau estuari.
c. Tipe Hidrolik Arus Pasut: Arus pasut dengan tipe hidrolik ini biasanya terjadi di selat
yang menghubungkan dua perairan yang dipengaruhi oleh pasang surut secara independen.
Sebagai contoh, Selat Malaka merupakan salah satu lokasi dengan pola arus pasut tipe ini.
Di Selat Malaka, gelombang pasut dari selat Karimata bertemu dengan gelombang pasut
dari Laut Andaman, menciptakan fenomena arus pasut yang kompleks.
Karakteristik arus pasut dapat bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya, tergantung pada
jenis pasang surut, kedalaman perairan, dan bentuk pantai di sekitarnya. Periode arus pasut
akan mengikuti periode pasang surut yang berlaku di daerah tersebut.
12
kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada, serta unsur
pencemaran yang diperbolehkan keberadaannya di laut. Keputusan Menteri tersebut
merupakan peraturan yang mengatur mengenai baku mutu air laut di Indonesia. Baku mutu
air laut memiliki peran penting sebagai instrumen dalam upaya untuk melindungi
ekosistem perairan laut dan menjaga fungsi lingkungan hidup (Bowden, 1983). Nilai
ambang batas ini mencakup beberapa parameter seperti suhu, salinitas, pH, DO, klorofil,
micronutrient, dan juga melibatkan visualisasi dari diagram TS
.
2.2.1 Suhu
Menurut Hadi (2010), suhu air laut mengalami perubahan baik secara horizontal maupun
vertikal, dengan perubahan vertikal jauh lebih signifikan dibandingkan perubahan
horizontalnya. Selain itu, perubahan horizontal juga cenderung mengikuti posisi lintang.
Secara longitudinal, distribusi suhu cenderung stabil, menunjukkan bahwa suhu permukaan
air laut dipengaruhi secara kuat oleh penyinaran matahari. Secara umum, sifat-sifat fisik
dan kimia laut memiliki pola distribusi yang bersifat zonal, yang berarti variasi sifat-sifat
air laut dalam arah horizontal secara keseluruhan tergolong minim. Hal ini juga
mengakibatkan daerah isotherm (garis dengan suhu seragam) membentang secara
horizontal.
Dalam konteks distribusi suhu air laut, perubahan yang signifikan terjadi dalam profil
vertikal, yang dapat dibagi menjadi tiga zona utama, yaitu:
1. Lapisan Campuran (Mixed Layer): Lapisan ini terletak di bagian paling atas laut, dengan
kedalaman berkisar antara 50 hingga 200 meter. Dikenal sebagai lapisan campuran karena
di sini terjadi proses pengadukan oleh angin, arus, dan faktor-faktor lainnya.
2. Termoklin: Termoklin terletak pada kedalaman antara 200 hingga 1000 meter. Zona ini
ditandai oleh perubahan suhu air laut yang proporsional dengan kedalaman.
3. Zona Dalam: Zona ini terletak pada kedalaman lebih dari 1000 meter dan merupakan
lapisan laut dalam dengan tekanan tinggi serta perubahan suhu yang tidak begitu
signifikan.
Perubahan suhu laut juga terjadi secara horizontal, terutama di berbagai lintang. Hal ini
disebabkan oleh perubahan posisi matahari sepanjang tahun, sehingga energi matahari
tidak tersebar merata. Dalam kondisi permukaan laut, daerah tropis cenderung memiliki
suhu air laut yang lebih tinggi, sementara semakin tinggi lintang, suhu cenderung lebih
rendah.
13
2.2.2 Salinitas
Secara sederhana salinitas didefinisikan sebagai jumlah total dari zat yang larut dalam
gram di dalam satu kilogram air laut. Jadi salinitas adalah besaran yang tidak berdimensi,
ia tidak mempunyai unit (satuan). Defenisi yang sederhana ini tidak berguna karena dalam
praktek sukar mengukur zat yang larut di dalam air laut. Untuk mengatasi kesulitan ini
International Council for the Exploration of the Sea membentuk suatu komisi tahun 1889
yang merekomendasikan defenisi mengenai salinitas sebagai berikut: Salinitas adalah
jumlah total dari zat padat (garam-garam) dalam gram yang larut di dalam satu kilogram
air laut bila seluruh carbonat telah diubah menjadi oksida, brom dan jod diganti dengan
chlor dan seluruh materi organik dioksidasi secara sempurna. Defenisi ini dipublikasikan
tahun 1902. Defenisi ini berguna tapi sukar digunakan secara rutin. Salinitas dinyatakan
dengan simbol S (‰) atau S (parts per thousand, ppt). (Hadi Shafwan 2010)
2.2.3 Derajat Keasaman (pH)
pH adalah ukuran tingkat keasaman atau kebasaan dalam suatu larutan. Dalam kimia, pH
didefinisikan sebagai logaritma negatif dari aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut dalam
larutan. Nilai pH diekspresikan dalam skala logaritmik, di mana setiap angka
merepresentasikan perubahan sepuluh kali lipat dalam tingkat keasaman. Secara umum, air
laut memiliki karakteristik basa, tetapi nilai pH-nya dapat berfluktuasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti aktivitas fotosintesis, suhu, serta keberadaan ion-anion dan kation.
Biasanya, perairan laut memiliki tingkat pH yang stabil, namun di perairan di sekitar
pantai, nilai pH dapat dipengaruhi oleh jumlah bahan organik yang masuk, seperti limbah
dan polutan industri, yang dapat mengubah tingkat keasaman air dan berpotensi
mengganggu ekosistem biota laut. Sebagian besar biota laut memiliki toleransi terhadap
pH dalam rentang 7 hingga 8,5.
Dalam praktiknya, kita dapat menggunakan indikator sederhana seperti kertas lakmus yang
akan berubah menjadi merah jika keasaman tinggi dan biru jika keasaman rendah. Selain
itu, pengukuran pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter, yang beroperasi
berdasarkan prinsip konduktivitas elektrolit dalam larutan. Sistem pengukuran pH
melibatkan tiga komponen, yaitu elektroda pH, elektroda referensi, dan alat pengukur
impedansi tinggi. Istilah "pH" berasal dari "p," yang merupakan simbol matematika untuk
logaritma negatif, dan "H," yang merupakan simbol kimia untuk unsur Hidrogen.
14
2.2.4 Dissolve Oxygen (DO)
Sebagian besar oksigen terlarut di dalam laut, sekitar 36% darinya, terdapat dalam bentuk
gas. Rata-rata, ada sekitar 6 miligram oksigen yang larut dalam 1 liter air laut.
Sumber-sumber utama oksigen di laut adalah sebagai berikut:
Di lapisan permukaan laut, oksigen dihasilkan melalui proses fotosintesis oleh organisme
laut dan berdifusi dari atmosfer.
Di lapisan dalam laut, oksigen disuplai oleh air yang tenggelam dari daerah kutub yang
kaya akan oksigen.
Konsentrasi oksigen dalam laut bervariasi dengan kedalaman. Secara umum, tingkat
oksigen tinggi di lapisan permukaan laut, mencapai nilai minimum di lapisan menengah,
dan kemudian meningkat kembali di lapisan dalam laut. Distribusi vertikal konsentrasi
oksigen dapat dilihat pada Gambar 5.2a, yang menunjukkan bahwa ada lapisan oksigen
minimum di kedalaman sekitar 150 hingga 1.500 meter di bawah permukaan laut. Lapisan
ini memisahkan lapisan permukaan yang hangat dengan tingkat oksigen tinggi dari lapisan
dalam yang lebih dingin tetapi juga memiliki kandungan oksigen yang tinggi. Faktor-faktor
seperti difusi dari atmosfer dan proses fotosintesis yang terjadi di lapisan permukaan
adalah yang memastikan tingkat oksigen yang tinggi di lapisan tersebut, sekitar 5 miligram
per liter.
2.2.5 Klorofil
Istilah "klorofil" berasal dari bahasa Yunani, yaitu "chloros" yang berarti hijau dan
"phyllon" yang berarti daun. Istilah ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1818 ketika
pigmen ini diekstraksi dari tanaman menggunakan pelarut organik. Klorofil adalah pigmen
yang memberikan warna hijau pada tumbuhan, alga, dan bakteri fotosintetik. Pigmen ini
memiliki peran penting dalam proses fotosintesis tumbuhan, di mana ia menyerap energi
cahaya dan mengubahnya menjadi energi kimia.
Struktur klorofil terdiri dari rantai fitil (C20H39O) yang dapat berubah menjadi fitol
(C20H39OH) jika terkena air dengan bantuan enzim klorofilase. Fitol adalah alkohol
primer jenuh yang memiliki afinitas kuat terhadap oksigen dalam proses reduksi klorofil
(Muthalib, 2009).
Sifat fisik klorofil melibatkan kemampuannya untuk menyerap dan/atau memantulkan
cahaya dengan berpendar (fluoresensi) pada panjang gelombang yang berbeda. Klorofil
umumnya menyerap sinar dengan panjang gelombang antara 400-700 nm, terutama sinar
15
merah dan biru. Sifat kimia klorofil melibatkan fakta bahwa klorofil tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam pelarut organik yang lebih polar seperti etanol dan kloroform. Selain itu,
inti magnesium (Mg) dalam molekul klorofil akan tergantikan oleh dua atom hidrogen (H)
dalam suasana asam, membentuk senyawa yang disebut feofitin yang berwarna coklat
(Dwidjoseputro, 1994).
Klorofil memiliki peran sentral dalam proses fotosintesis, di mana senyawa anorganik
seperti CO2 dan H2O diubah menjadi senyawa organik (karbohidrat) dan oksigen (O2)
dengan bantuan energi matahari. Pigmen ini terutama terdapat dalam kloroplas, sebuah
organel sel tanaman yang memiliki membran luar, membran dalam, ruang antar membran,
dan stroma. Membran dalam kloroplas membentuk tilakoid yang membentuk granum, dan
tilakoid ini dapat menghubungkan dan membentuk struktur yang disebut lamela. Stroma
adalah ruang dalam kloroplas yang berisi air dan garam-garam terlarut. Klorofil
terlokalisasi di dalam tilakoid (Nio Song, A., & Banyo, Y. 2011.)
2.3 Mikronutrient
Elemen Mikronutrien di laut adalah elemen – elemen yang jumlah keberadaannya dalam
laut sangat kecil (< 10 mmol/kg atau < 1.000 ppm) namun sangat dibutuhkan oleh
kehidupan fitoplankton, dimana terdapat 3 Mikronutrien Esensial / Mayor Mikronutrien
yang berperan paling penting dalam kehidupan fitoplankton yaitu Fosfor, Nitrogen, dan
Silika.
16
karena kurang mendapat masukan (run-off) dari lahan pertanian yang pada umumnya
banyak mengandung nitrat.
2.4 Diagram TS
Dalam setiap penelitian oseanografi parameter-parameter yang selalu diukur ialah suhu,
salinitas, kandungan O2, dan kandungan zat hara (nutrient): fosfat, nitrat, silikat. Dari data
pengamatan lapangan kita dengan mudah dapat menggambarkan distribusi salinitas atau
17
suhu terhadap kedalaman. Namun distribusi suhu dan salinitas terhadap kedalaman ini
tidak dapat digunakan untuk menyatakan karakteristik suatu perairan karena ia berubah
dengan waktu. Distribusi suhu atau salinitas terhadap kedalaman pada musim dingin
berbeda dengan musim panas. Distribusi suhu atau salinitas terhadap kedalaman pada
musim hujan berbeda dengan musim kemarau. Jadi kita harus memilih cara lain untuk
menyatakan karakteristik suatu perairan yang merupakan gambaran perairan tersebut
sepanjang waktu (gambaran yang tidak berubah dengan waktu). Karakteristik suatu
perairan dapat kita gambarkan dengan memplot data suhu dan salinitas terhadap
kedalaman. Hubungan suhu dan salinitas terhadap kedalaman disebut diagram T-S.
Diagram T-S adalah unik untuk tiap perairan, diagram T-S suatu perairan berbeda dengan
diagram T-S perairan yang lain. Dengan perkataan lain masing-masing perairan memiliki
diagram T-S yang unik; kita dapat mengatakan diagram T-S suatu perairan merupakan
“sidik jari” perairan tesebut.
Diagram T-S dapat digunakan utuk: Mengecek apakah data suhu dan salinitas yang
didapatkan dari lapangan dapat dipercaya atau tidak. Meng-identifikasi massa air dan
menentukan proses pencampuran. Melihat kestabilan kolom air. Melacak gerakan massa
air dengan cara membandingkan beberapa diagram T-S dari suatu perairan
BAB III
METODOLOGI
18
Pengolahan data ADCP dan Current Meter dapat dilakukan dengan mengikuti langkah
kerja sesuai dengan laman video berikut :
https://www.youtube.com/playlist?list=PLNCMYhwDFDsDfJCVgj4JdmumEWrTcQ-wD
19
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
4.1 Hasil
4.1.1. Arus Laut
1. Plot Gtrafik Current Rose
20
2. Statistik Data Current meter
Tanggal Waktu Kedalaman Kecepatan Arah Tekanan Temperatur
03-07-2023 08:28:08 11.217 0 137.5 11.217 29.787
03-07-2023 08:28:13 11.323 0 158.4 11.323 29.787
03-07-2023 08:28:18 11.376 0.108 154.6 11.376 29.787
03-07-2023 08:28:23 11.376 0.06 156.5 11.376 29.787
03-07-2023 08:28:28 11.429 0.073 152.3 11.429 29.787
Data 1 03-07-2023 08:28:33 11.323 0 151.7 11.323 29.78
03-07-2023 08:28:38 11.534 0.05 137.6 11.534 29.78
03-07-2023 08:28:43 11.587 0.068 127.6 11.587 29.78
03-07-2023 08:28:48 11.481 0 146.8 11.481 29.78
03-07-2023 08:28:53 11.429 0.043 159.5 11.429 29.78
03-07-2023 08:28:58 11.323 0 162.6 11.323 29.78
Rata-rata 11.3998182 0.036545 149.5545 11.39982 29.78318182
21
Tanggal Waktu Kedalaman Kecepatan Arah Tekanan Temperatur
03-07-2023 13:47:54 6.454 0 85.1 6.454 29.993
03-07-2023 13:47:59 6.401 0 94.2 6.401 29.979
03-07-2023 13:48:04 6.56 0.044 122.3 6.56 29.993
03-07-2023 13:48:09 6.56 0 138.6 6.56 29.986
03-07-2023 13:48:14 6.613 0 155 6.613 29.993
03-07-2023 13:48:19 6.613 0 143.4 6.613 29.993
Data 1 03-07-2023 13:48:24 6.56 0 119.2 6.56 29.993
03-07-2023 13:48:29 6.56 0 99.5 6.56 29.993
03-07-2023 13:48:34 6.56 0 132.7 6.56 29.979
03-07-2023 13:48:39 6.56 0 131.1 6.56 29.979
03-07-2023 13:48:44 6.56 0 130.7 6.56 29.972
03-07-2023 13:48:49 6.454 0 130.7 6.454 29.965
Rata-rata 6.5379167 0.00366667 123.5417 6.537917 29.98483333
Tanggal Waktu Kedalaman Kecepatan Arah Tekanan Temperatur
03-07-2023 14:14:44 5.872 0 349.3 5.872 29.965
03-07-2023 14:14:49 6.666 0 344.2 6.666 29.95
03-07-2023 14:14:54 6.613 0 353.5 6.613 29.943
03-07-2023 14:14:59 6.613 0.024 301.5 6.613 29.95
03-07-2023 14:15:04 6.666 0.088 295.9 6.666 29.957
03-07-2023 14:15:09 6.666 0.134 295.8 6.666 29.957
03-07-2023 14:15:14 6.666 0.094 293.8 6.666 29.957
03-07-2023 14:15:19 6.666 0.084 290.2 6.666 29.965
Data 2
03-07-2023 14:15:24 6.719 0.063 293.8 6.719 29.972
03-07-2023 14:15:29 6.666 0 298.5 6.666 29.972
03-07-2023 14:15:34 6.719 0 302.8 6.719 29.972
03-07-2023 14:15:39 6.719 0 320.6 6.719 29.972
03-07-2023 14:15:44 6.719 0 340.4 6.719 29.972
03-07-2023 14:15:49 6.719 0 341.7 6.719 29.972
03-07-2023 14:15:54 6.666 0 322.2 6.666 29.979
03-07-2023 14:15:59 5.978 0.024 316.3 5.978 29.972
Rata-rata 6.5833125 0.0319375 316.2813 6.583313 29.9641875
22
3. Visualisasi track drifter
23
4.1.2 Kualitas air laut stasioner
24
Gambar 4. 5 Diagram temperatur terhadap kedalaman musim timur
25
Gambar 4. 6 Diagram temperatur terhadap kedalaman musim peralihan 1
26
Gambar 4. 7 Diagram temperatur terhadap kedalaman musim peralihan 2
27
Gambar 4. 8 Diagram salinitas terhadap kedalaman musim timur
28
Gambar 4. 9 Diagram salinitas terhadap kedalaman musim barat
29
Gambar 4. 10 Diagram salinitas terhadap kedalaman musim perlihan 1
30
Gambar 4. 11 Diagram salinitas terhadap kedalaman musim peralihan 2
31
Gambar 4. 12 Diagram PH terhadap kedalaman
32
Gambar 4. 13 Diagram phospate terhadap kedalaman
33
Gambar 4. 14 Diagram DO terhadap kedalaman
34
Gambar 4. 15 Diagram nitrat terhadap kedalaman
35
Gambar 4. 16 Diagram klorofil terhadap kedalaman
36
Gambar 4. 18 Diagram Vertikal Secction Salinitas
37
Gambar 4. 20 Diagram TS Musim Timur
38
Gambar 4. 22 Diagram TS Musim Peralihan 2
39
Gambar 4. 24 Diagram Isosurface Temperature Thermocline
40
Gambar 4. 26 Diagram Isosurface Salinitas Mixed Layer
41
Gambar 4. 28 Diagram Isosurface Salinitas Deep Layer
42
dapat memengaruhi kecepatan arus di berbagai lapisan air, sementara arahnya lebih stabil
karena dipengaruhi oleh pola aliran air yang lebih besar.
Selain itu, juga mungkin ada faktor-faktor lain yang memengaruhi kecepatan arus, seperti
arus permukaan yang dipengaruhi oleh angin atau kondisi cuaca saat itu. Oleh karena itu,
meskipun arah arus tetap relatif stabil, kecepatannya dapat berfluktuasi di berbagai
kedalaman.
3. bahwa semakin arus berada pada kedalaman yang paling dalam dari laut semakin lemah
kecepatan arusnya, hal ini disebabkan gesekan antara bagian-bagian massa air yang
bergerak dengan dasar laut. Sebaliknya semakin arus berada pada permukaan laut semakin
cepat kecepatannya, disebabkan banyak faktor pembantu misalkan arah angin, perbedaan
tekanan air dan lain-lain yang mempengaruhi kecepatan arus tersebut .WT
Utami.2009.”PENGARUH TOPOGRAFI DASAR LAUT TERHADAP GERAKAN
ARUS LAUT”(hlm 65) Surabaya.
https://iptek.its.ac.id/index.php/geoid/article/download/7332/4872
4. Arus Pasang-Surut: Gaya pembangkit yang paling signifikan di daerah ini adalah
pasang-surut. Arus pasang-surut terbentuk sebagai akibat interaksi gravitasi antara Bulan
dan Matahari dengan Bumi. Saat pasang, air laut naik dan mengalir ke pantai, menciptakan
arus pasang. Ketika air surut, air laut kembali ke laut lepas, menciptakan arus surut. Arus
pasang-surut dapat memiliki kecepatan yang signifikan dan dapat mempengaruhi navigasi
dan kegiatan di perairan sekitar Pulau Pramuka.
5. Pola Arus drifter cenderungmengikuti pola garis pantai atau mengikuti bentuk pulau
6. Dalam plot suhu, terlihat bahwa dengan meningkatnya kedalaman laut, suhu cenderung
menurun dan mencapai titik terendah pada 2,26 derajat Celsius. Ini berlaku untuk semua
musim, yaitu musim barat, musim timur, musim peralihan 1, dan musim peralihan 2, yang
secara umum memiliki suhu maksimum sekitar 30,2 derajat Celsius di permukaan laut.
Sementara dalam plot salinitas, terdapat kesamaan dalam kisaran salinitas 34,6-35 psu
pada kedalaman yang semakin dalam. Perbedaan yang tampak di berbagai musim adalah
frekuensi data, tetapi rerata salinitas pada kedalaman yang berbeda dalam musim yang
berbeda tetap sama.
Namun, untuk nitrat, klorofil, fosfat, dan pH, data yang tersedia dari WOD tidak lengkap,
sehingga tidak dapat diplot dalam aplikasi Ocean Data View.
43
Plot vertikal untuk salinitas dan suhu sudah mencakup analisis suhu dan salinitas yang
telah dibahas sebelumnya, perbedaannya adalah cakupan area perairan yang dianalisis. Ini
juga menunjukkan bahwa perbedaan suhu dan salinitas pada kedalaman tertentu umumnya
seragam di seluruh area laut.
Selanjutnya, dalam plot Diagram TS, dapat dilihat bahwa pada suhu antara 5 hingga 10
derajat Celsius, salinitas berkisar antara 34,5 hingga 34,7. Terdapat peningkatan dramatis
dalam salinitas pada suhu 10 hingga 20 derajat Celsius, mencapai puncaknya pada suhu 25
derajat Celsius dengan salinitas 35,52 psu. Kemudian, terjadi penurunan perlahan pada
suhu 25 hingga 30 derajat Celsius, di mana salinitas turun hingga 34 psu, yang merupakan
salinitas terendah. Pola ini berlaku untuk semua musim.
Dalam plot isosurface suhu pada kedalaman campuran permukaan (50 m), suhu terendah
mencapai 27 derajat Celsius dan maksimum mencapai 30 derajat Celsius. Suhu rerata
berada di kisaran 28,5 hingga 29 derajat Celsius. Pada kedalaman thermocline (200 m),
suhu terendah mencapai 19 derajat Celsius dan tertinggi mencapai 25 derajat Celsius,
dengan rerata suhu di sekitar 22 derajat Celsius. Sedangkan pada lapisan deep layer (1000
m), suhu terendah adalah 4,4 derajat Celsius dan tertinggi adalah 4,8 derajat Celsius. Pada
lapisan ini, suhu cenderung sangat dingin dan seragam. Dari data ini, terlihat bahwa
semakin dalam laut, suhu cenderung semakin dingin.
Dalam plot isosurface salinitas pada kedalaman campuran permukaan (50 m), salinitas
terendah mencapai 34 psu dan maksimal mencapai 35 psu. Salinitas di lapisan ini relatif
merata. Pada kedalaman thermocline (200 m), salinitas terendah adalah 35,1 psu dan
tertinggi adalah 35,6 psu. Salinitas meningkat ke arah utara laut. Sedangkan pada lapisan
deep layer (1000 m), salinitas terendah mencapai 34,54 psu dan tertinggi mencapai 34,56
psu. Pada lapisan ini, salinitasnya umumnya sama dan seragam. Data ini menunjukkan
bahwa semakin dalam laut, salinitasnya juga cenderung semakin seragam.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
44
5.2 Saran
45
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman
Penentuan Status Mutu Air
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air
Ningsih, N. S., 2021, Pasang Surut, Materi Kuliah Pasang Surut Gaya Pembangkit Pasang
Surut (GPP) Laut ,Program Studi Oseanografi, ITB.
Stowe. K. (1987) : Essential of Ocean Science. John Wiley and Sons. Van Rijn, L. (1990) :
Princioles of Fluid Flow and Surface Wave in Rivers, Estuaries, Seas, and Ocean.
Aqua Publication.
Tezar, M. ., Irmayunita, M., Mualim, A., Faruq, F., & Luhur Moekti. (2023). Karakteristik
Multitemporal Arus Permukaan Laut di Perairan Tuban, Jawa Timur :
Multitemporal Characteristics of Sea Surface Currents in Tuban Waters, East
Java. Jurnal Riset Kelautan Tropis (Journal Of Tropical Marine Research) (J-
Tropimar), 5(1), 1–8. https://doi.org/10.30649/jrkt.v5i1.53
46
Nio Song, A., & Banyo, Y. (2011). KONSENTRASI KLOROFIL DAUN SEBAGAI
INDIKATOR KEKURANGAN AIR PADA TANAMAN. Jurnal Ilmiah Sains,
11(2), 166–173. https://doi.org/10.35799/jis.11.2.2011.202
Octavia, Y. P., & Jumarang, M. I., (2018), Estimasi Arus Laut Permukaan Yang
Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia. 01, 8.
47
LAMPIRAN
L.