SEMESTER II-2022/2023
MODUL KOR
KOROSI ELEKTROKIMIAWI
Laporan Lengkap
Oleh:
Kelompok B2.2223.K.12
Rayhan Kemal Yaasir (13020040)
Catherine Andhera Silangit (13020083)
Pembimbing:
Dr. Eng, Pramujo Widiatmoko, S.T., M.T.
i
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 36
5.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 36
5.2. Saran ..................................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 38
LAMPIRAN A DATA LITERATUR ................................................................................. 40
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN...................................................................... 42
LAMPIRAN C DATA ANTARA ...................................................................................... 44
LAMPIRAN D DATA MENTAH ...................................................................................... 49
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Biaya akibat korosi pada beberapa negara di dunia ......................................... 2
Gambar 2.1 Ilustrasi korosi pada besi (Pengkaratan) .......................................................... 5
Gambar 2.2 Beberapa jenis sel-sel yang dapat menyebabkan fenomena korosi ................. 7
Gambar 2.3 Diagram Pourbaix untuk (a) Stainless Steel (b) Aluminium (c) Tembaga dan
(d) Carbon Steel ..................................................................................................................... 8
Gambar 2.4 Sel polarisasi tembaga-Zn ................................................................................ 9
Gambar 2.5 Contoh diagram evans logam Zn dengan kondisi asam ................................. 10
Gambar 2.6 Jenis-jenis pengendali korosi ......................................................................... 11
Gambar 2.7 Pengaruh oksigen terlarut terhadap laju korosi besi ...................................... 17
Gambar 2.8 Pengaruh pH terhadap laju korosi besi........................................................... 18
Gambar 3.1 Ilustrasi skema Percobaan .............................................................................. 22
Gambar 3.2 Dokumentasi rangkaian peralatan saat percobaan ......................................... 22
Gambar 4.1 Diagram Evans dan hasil ekstrapolasi diagram Evans SS-Cu ....................... 26
Gambar 4.2 Diagram Evans dan hasil ekstrapolasi diagram Evans (CS-Al ...................... 27
Gambar 4.3 Beda potensial masing-masing elektroda pada arus nol ................................ 28
Gambar 4.4 Laju korosi variasi pasangan elektoda pada variasi konsentrasi .................... 29
Gambar 4.5 Laju korosi anoda pada konsentrasi asam sulfat berbeda .............................. 31
Gambar 4.6 Hasil percobaan laju korosi B2.2223.I.11 ...................................................... 33
Gambar 4.7 Perbandingan laju korosi SS pada Cu/SS dengan variasi asam 0,25 M......... 34
iii
DAFTAR TABEL
iv
Tabel C.18 Perhitungan arus dan laju korosi Al-CS 0,45 M ............................................. 48
Tabel D. 1 Data arus dan tegangan pada variasi SS-Cu 0,1 M ........................................... 49
Tabel D. 2 Data arus dan tegangan pada variasi CS-Al 0,1 M ........................................... 49
Tabel D. 3 Data arus dan tegangan pada variasi SS-Cu 0,25 M ......................................... 50
Tabel D. 4 Data arus dan tegangan pada variasi CS-Al 0,25 M ......................................... 50
Tabel D. 5 Data arus dan tegangan pada variasi SS-Cu 0,45 M ......................................... 51
Tabel D. 6 Data arus dan tegangan pada variasi CS-Al 0,45 M ......................................... 51
v
ABSTRAK
Korosi adalah proses yang dapat terjadi di sekitar kita. Korosi adalah proses perusakan atau
degradasi material yang disebabkan oleh reaksi kimia antara material tersebut dan
lingkungan sekitarnya. Peristiwa ini dapat menyebabkan material logam pada suatu
peralatan dapat tergerus dan lama kelamaan perlaatan tersebut akan rusak. Dalam industri,
untuk mengoptimalkan biaya yang digunakan untuk penjegahan dan perbaikan akibat korosi
diperlukan pemahaman yang baik mengenai fenomena ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan
percobaan mengenai korosi elektrokimiawi yang memiliki tujuan memperoleh pemahaman
proses korosi elektrokimiawi dengan metode pengendaliannya.
Dari percobaan, diperoleh Diagram Evans untuk tiap variasi asam dan pasangan elektroda.
Pada pasangan Cu-SS diperoleh tembaga sebagai katoda dan stainless steel sebagai anoda.
Sedangkan pada CS-A, diperoleh aluminium sebagai anoda dan carbon steel sebagai katoda.
Pada pasangan CS-Al untuk tiap konsentrasi asam pengendalinya adalah kendali anodik, dan
untuk pasangan Cu-SS pada konsentrasi 0,1 dan 0,25 M kendalinya anodik dan pada
konsentrasi 0,45 M kendalinya katodik. Pada percobaan ini semakin tinggi konsentrasi asam
sulfat maka laju korosi akan semakin tinggi. Peningkatan konsentrasi asam sulfat dari 0,1;
0,25; 0,45 M mengakibatkan peningkatan laju korosi, berturut-turut, untuk laju korosi SS
pada SS-Cu menjadi 0,25; 0,45; dan 0,56 mpy. Sedangkan untuk laju korosi Al pada Al-Cs
meningkat, berturut-turut, 0,16; 0,17; dan 0,25 mpy.
Kata kunci: Diagram evans, korosi elektrokimiawi, laju korosi, pasangan elektroda, variasi
asam
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
Dampak korosi pada kehidupan sehari-hari dapat dibagi menjadi dua, yaitu dampak
langsung (karena korosi memengaruhi umur barang) dan dampak tidak langsung (karena
produsen barang dan jasa mengalami biaya korosi yang pada akhirnya dibebankan pada
konsumen) [1]. Pada rumah, korosi dapat terjadi di badan automotif, peralatan logam, dan
perabotan luar (pagar, tiang, dan lainnya). Penjegahan yang umum digunakan adalah
pengecatan. Selain itu penggantian cairan pendingin radiator setiap 12 sampai 18 bulan juga
berfungsi sebagai penjegah korosi pada sistem pendingin mobil. Sistem penjegahan korosi
juga dibangun pada pemanas air, mesin cuci, dan alat pengering. Selain kerusakan pada
barang, korosi juga bisa berdampak pada kerugian jiwa.
Sejarah mencatat tidak baiknya pencegahan korosi dapat berdampak pada hilangnya banyak
nyawa. Salah satu kecelakaan yang terjadi adalah terlepasnya gas beracun dari pabrik
pestisida Union Carbide India Limited (UCIL) pada 2-3 desember 1984 di Bhopal, India.
Kecelakaan ini dianggap sebagai world’s worst industrial disaster oleh majalah The Atlantic
[2]. Kecelakaan ini mengakibatkan lepasnya gas beracun metil isosianat (MIC) kepada
500,00 jiwa di perumahan sekitar pabrik [2]. Gas beracun ini mengakibatkan meninggalnya
sekitar 8000 jiwa[3]. Eckerman [3] melaporkan bahwa penyebab dari pelepasan gas beracun
adalah adanya pasokan air yang banyak ke tangki MIC (tangki menampung 40 ton MIC).
Penambahan air menyebabkan reaksi kimia yang reaktif, namun kalor yang dihasilkan jauh
lebih tinggi dari kondisi normal, hal ini dikarenakan adanya katalis besi (Fe) yang
diakibatkan oleh korosi dari dinding tangki yang menyebabkan terbukanya safety valve. Gas
MIC yang keluar dibawa angin dan mengenai 500.000 orang. Selain kecelakaan di Bhopa,
kecelakaan lainnya akibat korosi adalah runtuhnya jembatan Silver Bridge di Ohio, Amerika
Serikat yang memakan 46 jiwa [4]. American Society of Civil Engineers [5] melaporkan
bahwa penyebab utama runtuhnya jembatan adanya keretakan di penahan jembatan yang
kemudian menjadi korosi tegangan (pertumbuhan retakan pada kondisi korosif). Selain
runtuhnya Silver Bridge, kecelakaan lain yang disebabkan oleh korosi yaitu: meladaknya
Halaman 1 dari 51
badan pesawat Aloha 737-297 (1988) [6], runtuhnya jembatan genoa yang menghilangkan
43 nyawa (2018) [7], tenggelamnya kapal Erika yang menumpahkan 19,800 ton minyak
mentah di kelautan inggris [8].
Korosi adalah fenomena yang tidak disukai pada industri. Korosi dapat menyebabkan
kerugian ekonomi dan dapat berdampak pada hilangnya nyawa (seperti pada kecelakaan di
Bhopal). Pada industri, korosi pada umumnya sering terjadi pada perpipaan, boiler, sistem
air pendingin, tangki, unit penukar panas, dan semua unit yang berbahan dasar logam. Pada
umumnya efek dari korosi adalah meningkatkan risiko kebocoran dan bekurangnya tebal
dinding. Selain itu faktor korosi sangat berdampak pada perhitungan ekonomi dalam
perancangan pabrik.
Biaya yang disebabkan oleh korosi (Cost of Corrosion atau CoC) di dunia sangat besar.
Berdasarkan laporan dari NACE (National Association of Corrosion Engineers), CoC pada
tahun 2013 menghabiskan sekitar $2,5 triliun atau jika diubah ke rupiah Rp37.731 triliun
(dengan kurs Rp15,000 per 1 $). Jumlah ini mencapai 3,4% dari GDP dunia pada tahun 2013
(Liat Gambar 1.1). Selain itu Philip dan Schweitzer melaporkan diestimasikan biaya korosi
pada industri adalah 50% dari biaya pemeliharaan [9]. Hal ini menyebabkan penjegahan
korosi adalah hal yang penting untuk dipelajari.
Gambar 1.1 Biaya akibat korosi pada beberapa negara di dunia [10]
Halaman 2 dari 51
Pengendalian korosi dapat dilakukan dengan proteksi katodik, proteksi anodik, dan
penambahan inhibitor [11]. Dengan demikian, penting untuk mengetahui pengendali proses
korosi sehingga metode pengendalian korosi dapat ditentukan dengan benar. Proteksi
katodik dan anodik memanfaatkan perubahan potensial logam dalam rangka mengurangi
laju korosi yang berbanding lurus dengan laju elektron yang mengalir, dalam hal ini arus
listrik. Sedangkan inhibitor bekerja dengan mengurangi luas permukaan aktif katoda
maupun anoda. Pengendali korosi dapat ditentukan dengan menginterpretasi diagram evans
yang akan dibangun pada percobaan ini.
Selain pengendalian, kemungkinan korosi dapat diperkecil dengan pemilihan material. Salah
satu kategori yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan material adalah laju korosi
material tersebut. Suatu material dengan laju korosi rendah, cocok dengan zat kimia yang
akan kontak dengannya, dan harga yang relatif murah dapat dipertimbangkan untuk
digunakan. Untuk itu, perlu diketahui bagaimana cara menentukan laju korosi suatu material.
Pada percobaan ini akan ditentukan laju korosi anoda atau katoda menggunakan persamaan
yang dibangun dengan variabel yang didapat dari diagram evans.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memahami proses korosi elektrokimiawi logam
dengan metode pengendaliannya.
Percobaan ini dirancangan untuk dapat mencapai beberapa sasaran sebagai berikut:
1. Membangun diagram potensial-arus Evans dari pasangan elektroda tertentu dalam
tiga konsentrasi larutan asam (Asam Sulfat: H2SO4).
2. Menentukan fungsi masing-masing logam elektroda sebagai katoda atau anoda.
3. Menentukan proses pengendali korosi yang bersangkutan (kendali anodik, katodik,
atau campuran)
Halaman 3 dari 51
4. Menentukan pengaruh variasi dua jenis pasangan katoda-anoda dari tiga variasi
konsentrasi elektrolit terhadap laju korosi.
Halaman 4 dari 51
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Korosi adalah serangan yang merusak logam dengan reaksi kimia atau elektrokimiawi
dengan lingkungannya [11]. Penghancuran dengan sebab fisika tidak disebut sebagai korosi,
namun dapat disebut erosi, aus, atau lecet. Pada beberapa kejadian, penyerangan kimia
berlangsung dengan penghancuran fisik yang disebut sebagai: corrosion-errosion, corrosive
wear, atau fretting corrosion [11]. Definisi korosi hanya terbatas oleh logam, sedangkan
penghancuran pada material non-logam tidak didefinisikan dengan korosi.
Pengkaratan atau ”rusting” adalah istilah yang sering digunakan dalam korosi logam besi
(Fe) atau logam berbasis besi dengan produk reaksi utama adalah besi (III) oksida-hidroksida
atau dengan nama lain ferri oksihidroksida (rumus kimia: FeO(OH).nH2O) (Lihat Gambar
2.1). Korosi pada logam selain besi tidak disebut sebagai pengkaratan [12].
Halaman 5 dari 51
terjadi oksidasi pada spesies yang kehilangan elektron dan reduksi pada spesies yang
mendapatkan elektron. Reaksi yang terjadi pada umumnya berada di katoda dan anoda (Lihat
Gambar 2.1).
Elektroda yang terjadi reaksi reduksi (atau muatan + masuk ke elektroda melalui elektrolit)
disebut sebagai katoda. Contoh dari reaksi di katoda adalah
𝐹𝑒 2+ + 2𝑒 − → 𝐹𝑒 (2.1)
+ −
𝐻 + 𝑒 → 0,5 𝐻2 (2.2)
2+ −
𝐶𝑢 + 2𝑒 → 𝐶𝑢 (2.3)
Elektroda yang terjadi reaksi oksidasi (atau muatan + keluar dari elektroda menuju elektrolit)
disebut sebagai anoda. Contoh dari reaksi di anoda adalah
𝑍𝑛 → 𝑍𝑛3+ + 2𝑒 − (2.4)
3+ −
𝐴𝑙 → 𝐴𝑙 + 3𝑒 (2.5)
𝐹𝑒 → 𝐹𝑒 3+ + 𝑒 − (2.6)
Pada percobaan fenomena korosi di laboratorium, pada umumnya katoda dan anoda berada
pada satu sel yang disebut sel sel galvanik. Sel galvanik dapat mengubah energi kimia
menjadi energi listrik. Jika pada sel galvanik terdapat kawat yang menghubungkan dua
elektroda yang berfungsi sebagai jalur berpindahnya elektron yang terbentuk (Lihat Gambar
2.2.) maka muatan positif akan bergerak dari elektroda positif (katoda) ke elektroda negatif
(anoda) melalui kawat logam. Penentuan tanda positif dan negatif dari masing-masing
elektroda ditentukan oleh Luigi Galvani pada 1791 sebelum ditemukan sifat dari listik
(hanya elektron yang bergerak), namun konsensus tanda positif dan negatif masih digunakan
sampai saat ini [12].
Terdapat tiga jenis sel yang dapat dibuat dalam percobaan korosi elektrokimiawi, yaitu:
(1) Dissmiliar Electrode Cells: Jenis sel ini terbentuk ketika dua logam berbeda pada
elektrolit yang sama (Lihat Gambar 2.2A). (2) Concentration Cells: Jenis sel ini terbentuk
ketika dua logam yang sama, namun salah satunya berada pada elektrolit yang memliki
komposisi yang berbeda dengan elektrolit elektroda lainnya (Lihat Gambar 2.2B). (3)
Differential Temperature Cells: Jenis sel ini terbentuk ketika dua elektroda dengan logam
yang sama berada pada temperatur yang berbeda dan berada pada elektrolit dengan
Halaman 6 dari 51
komposisi yang sama (Lihat Gambar 2.2C). Selain jenis dari sel, fenomena dari korosi dapat
digambarkan dengan diagram evans.
Gambar 2.2 Beberapa jenis sel-sel yang dapat menyebabkan fenomena korosi [11]
Masing-masing logam memiliki diagram pourbaix sendiri. Pada Gambar 2.3 disajikan
diagram pourbaix untuk stainless steel, tembaga, aluminium, dan carbon steel.
Halaman 7 dari 51
Gambar 2.3 Diagram Pourbaix untuk (a) Stainless Steel HP-13Cr [13] (b)
Aluminium[11], (c) Tembaga [14], dan (d) ASTM SA105 Carbon Steel [15]
Diagram Pourbaix mempunyai kelemahan yaitu tidak memasukkan faktor kinetika kedalam
diagramnya, sehingga reaksi yang mungkin terjadi belum tentu dapat menyebabkan korosi
yang signifikan. Sebagai contoh Aluminium (Al) yang memiliki kecenderungan untuk
bereaksi memiliki laju reaksi yang sangat lambat sehingga Al masih dapat berfungsi sebagai
logam struktur dibanding dengan logam yang memiliki kecenderungan yang lebih rendah
namun laju reaksi yang tinggi. Sehingga diperlukan diagram yang menunjukkan data
kinetika dan termodinamika sepertii diagram Evans.
Ketika terdapat arus listrik yang menuju atau menjauhi elektroda maka sebuah elektroda
tidak berada dalam keseteimbangan [11]. Potensial yang diukur pada elektroda bergantung
Halaman 8 dari 51
pada besar arus eksternal dan arahnya. Arah perubahan potensial selalu melawan pergeseran
dari keseteimbangan dan, karena itu melawan arah arus listrik. Sehingga dalam sel galvanik,
anoda selalu menjadi lebih katodik dan katoda selalu menjadi lebih anodik. Perubahan
potensial yang disebabkan oleh arus menuju atau menjauhi elektroda, yang diukur dalam
volt, disebut polarisasi. Dalam percobaan pada praktikum, fenomena ini dikaji dalam sel
polarisasi (Lihat Gambar 2.4). Hasil dari percobaan dapat digambarkan pada Diagram
Evans.
Diagram Evans (atau dikenal sebagai polarization diagram) adalah diagram yang
menunjukkan hubungan potensial dan arus pada reaksi oksidasi dan reduksi. Diagram ini
Halaman 9 dari 51
menunjukkan hubungan antara data kinetika (atau densitas arus) dengan data termodinamika
(atau potensial) pada proses korosi. Pada diagram ini garis dengan potensial sel lebih tinggi
adalah katoda (terjadi reduksi) dan garis dengan potensial sel lebih rendah adalah anoda
(terjadi oksidasi).
Gambar 2.5 Contoh diagram evans logam Zn dengan kondisi asam [16]
Pada fenomena korosi, jika reaksi oksidasi dan reduksi berperan pada terjadinya korosi maka
tidak semua elektron yang dilepaskan dari reaksi oksidasi akan diterima oleh reaksi reduksi.
Sehingga kedua reaksi hanya bisa terkorosi ketika pada beda potensial ketika arusnya sama.
Hal ini berarti kedua garis akan memotong pada diagram. Arus dan potensial pada
perpotongan garis disebut sebagai potensial korosi (Vcorr) dan arus korosi (Icorr).
Pada proses korosi, arus elektron bisa dipengaruhi oleh kedua elektroda, baik itu anoda
maupun katoda. Namun, hambatan elektrolit dan polarisasi elektroda membatasi arus yang
dihasilkan oleh sel galvanik. Pada local-action cell, kedua elektroda yang berdekatan
menghasilkan pengaruh polarisasi yang lebih besar sehingga resistansi elektrolit dapat
diabaikan [11]. Diagram Evans dapat digunakan untuk menentukan faktor yang paling
dominan dalam mengendalikan proses korosi. Pengendali korosi adalah komponen dengan
laju paling lambat, terlihat dari nilai slope kurva yang besar. Jika polarisasi lebih cenderung
Halaman 10 dari 51
muncul pada anoda, maka disebut anodically controlled dan potensial korosi mendekati
potensial katoda. Sebaliknya, jika polarisasi cenderung terjadi pada katoda, maka disebut
cathodically controlled dan potensial korosi mendekati potensial anoda [11]. Selain itu,
resistance control terjadi ketika hambatan elektrolit sangat tinggi sehingga arus tidak bisa
memolarisasi kedua elektroda. Hal ini terlihat pada kurva di mana kurva anoda dan katoda
tidak pernah bertemu. Pada umumnya, polarisasi terjadi pada kedua elektroda sebagai
pengendali yang disebut mixed control. Titik di mana kurva anoda dan katoda bertemu
adalah titik tegangan dan arus korosi.
Kerusakan akibat korosi dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori diantaranya [11]: (1)
Pitting (kerusakan pada bagian tertentu dari logam, laju korosi lebih besar pada sebagian
area dibanding area lainnya), (2) Dealloying (Terambilnya beberapa senyawa tertentu pada
logam alloy dikarenakan korosi), (3) Intergranukar Corrosion (Korosi yang disebabkan oleh
Halaman 11 dari 51
kontak nter-granular sebagai anoda dengan granula sebagai katoda pada material seperti
besi campuran ), dan (5) General Corrosion (Korosi tipe ini adalah korosi pada umumnya
yang meliputi karat pada besi dan korosi pada semua bagian logam).
General Corrosion (atau disebut Uniform attack) dapat diklasifikasikan lagi berdasarkan
laju korosi. Laju korosi dapat dihitung dengan persamaan hukum Farday (Lihat Persamaan
2.7). Dengan ianodik,maks dihitung dari data dari diagram Evans dan luas permukaan anoda
(Lihat Persamaan 2.8)
𝑚 𝑖𝑎𝑛𝑜𝑑𝑖𝑘,𝑚𝑎𝑥 × 𝑀𝑟𝑎𝑛𝑜𝑑𝑎
𝐺= = (2.7)
𝑡 𝑛×𝐹
𝐼𝑐𝑜𝑟𝑟
𝑖𝑎𝑛𝑜𝑑𝑖𝑘,𝑚𝑎𝑘𝑠 = (2.8)
𝐴
dengan
G : Massa zat yang dihasilkan akibat reaksi t : Waktu (detik)
anoda (gram)
Laju korosi dapat disajikan pada beberapa unit diantaranya milimeter penetration per year
(mm/y), gram per day (gpd), inch penetration per year (ipy), mils per year (mpy), dan
miligrams per square diameter per day (mdd). Pada umumnya logam diklasifikasikan
berdasarkan laju korosinya, klasifikasinya disajikan pada Tabel 2.1.
Halaman 12 dari 51
2.6. Termodinamika Proses Korosi
Aktivitas teoritis dari logam atau paduan tertentu dalam keadaan korosi dapat dievaluasi
menggunakan termodinamika, selama susunan kimia diketahui. Dalam kelistrikan dan
elektrokimia, kerja listrik didefinisikan sebagai produk muatan yang dipindahkan (Q) dikali
potensial (E) yang dilalui [17]. Jika usaha ini dilakukan dalam sel elektrokimia di mana beda
potensial antara dua setengah selnya adalah E, dan muatannya adalah muatan satu mol reaksi
di mana n mol elektron ditransfer, maka usaha listrik (-w) dilakukan oleh sel harus nE.
Dalam hubungan ini, konstanta Faraday F diperlukan untuk memperoleh coulomb dari mol
elektron. Pada sel elektrokimia pada kesetimbangan, tidak ada arus yang mengalir dan
perubahan energi yang terjadi dalam suatu reaksi dinyatakan dalam persamaan berikut [20].
𝑤 = Δ𝐺 = −𝑛𝐹𝐸 (2.9)
Dalam kondisi standar, energi bebas standar dari reaksi sel DG 0 berhubungan langsung
dengan beda potensial standar di seluruh sel, E 0.
Δ𝐺 = −𝑛𝐹𝐸 (2.10)
Potensial elektroda dapat digabungkan secara aljabar untuk menghasilkan potensial sel.
Untuk sel galvani, tegangan sel positif akan diperoleh jika selisihnya diambil dengan cara
biasa, sebagai persamaan.
𝐸 𝑠𝑒𝑙 = 𝐸𝑘𝑎𝑡𝑜𝑑𝑎 − 𝐸𝑎𝑛𝑜𝑑𝑎 (2.11)
Perubahan energi bebas dalam sel galvani, atau dalam reaksi sel spontan, adalah negatif dan
voltase sel positif. Kebalikannya adalah benar dalam sel elektrolisis yang membutuhkan
penerapan potensial eksternal untuk menggerakkan reaksi elektrolisis, dalam hal ini Ecell
akan menjadi negatif.
Selisih potensial pada sel elektrokimia adalah selisih potensial yang diukur antara dua
penghantar elektronik yang terhubung ke elektroda. Dalam rangkaian eksternal, elektron
akan mengalir dari titik yang paling negatif ke titik yang paling positif dan, menurut
konvensi, arus akan mengalir ke arah yang berlawanan. Karena potensial elektroda dapat
Halaman 13 dari 51
bersifat positif atau negatif, elektron dalam rangkaian eksternal juga dapat dikatakan
mengalir dari elektroda yang kurang positif ke elektroda yang paling positif. Voltmeter dapat
digunakan untuk mengukur selisih potensial pada sel elektrokimia tetapi tidak dapat secara
langsung mengukur potensial aktual dari satu elektroda tunggal.
Ada beberapa patokan potensial yang umum digunakan, tetapi yang paling kuno adalah
setengah sel di mana gas hidrogen diberi bubuk di atas elektroda platina yang direndam
dalam larutan dengan konsentrasi ion hidrogen yang diketahui. Elektroda referensi yang
penting secara historis ini disebut elektroda hidrogen standar (SHE) jika digunakan larutan
asam standar. Namun, SHE bisa agak sulit digunakan karena perlu menyediakan gas
hidrogen. Oleh karena itu, elektroda referensi lain jauh lebih disukai untuk pertimbangan
praktis.
Selisih potensial pada sel reversibel yang terdiri dari elektroda mana pun dan SHE disebut
potensial reversibel dari elektroda itu, E. Jika elektroda lain ini juga dioperasikan dalam
kondisi tekanan dan konsentrasi standar, maka selisih potensial reversibel pada sel tersebut
adalah potensial elektroda standar E 0 dari elektroda tersebut. Tabel potensial elektroda
standar dalam urutan abjad atau dengan nilai potensial menurun dapat diperoleh jika salah
satu elektroda, dioperasikan dalam kondisi standar, ditunjuk sebagai elektroda referensi
standar atau elektroda referensi standar dengan mana elektroda lain dapat dibandingkan.
Tabel tersebut disajikan pada Lampiran A.1.
Persamaan Nernst dinamai sesuai dengan ahli kimia Jerman, Walther Nernst, yang
menetapkan hubungan yang sangat berguna antara energi atau potensial sel terhadap
konsentrasi ion yang terlibat. Persamaan ini dapat diturunkan dari persamaan yang
menghubungkan perubahan energi bebas dengan rasio reaksi (Qreaksi) [17].
Δ𝐺 = Δ𝐺° + 𝑅𝑇𝑙𝑛𝑄𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
(2.12)
Halaman 14 dari 51
Dalam kasus reaksi elektrokimia, substitusi hubungan DG = -nFE dan DG0 = -nFE0 ke dalam
ekspresi energi bebas reaksi dan pembagian kedua sisi dengan -nF memberikan persamaan
Nernst untuk reaksi elektroda.
𝑅𝑇
𝐸 = 𝐸° − ln 𝑄𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 (2.13)
𝑛𝐹
Gabungan konstanta pada suhu 25°C (298,15 K) memberikan bentuk yang lebih sederhana
dari persamaan Nernst untuk reaksi elektroda pada suhu standar.
0,059
𝐸 = 𝐸° − log 10 𝑄𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 (2.14)
𝑛
Dalam larutan encer berair, air dapat diperlakukan sebagai cairan murni. Untuk senyawa
padat murni atau senyawa cair murni, aktivitas konstan dan nilainya dianggap sebagai satu.
Aktivitas gas biasanya diambil sebagai tekanan parsial mereka dan aktivitas (a i) dari solut
seperti ion adalah hasil kali konsentrasi molar dan koefisien aktivitas dari setiap spesies
kimia (i) .
𝑎𝑖 = 𝛾𝑖 [𝑖 ]𝑖 ≈ [𝑖] (2.15)
Koefisien aktivitas (gi) pada persamaan dapat menjadi fungsi kompleks yang sangat
tergantung pada banyak variabel yang sering sulit bahkan untuk diperkirakan. Oleh karena
itu, biasanya nyaman untuk mengabaikan (gi) dan menggunakan istilah konsentrasi [i]
sebagai perkiraan dari ai.
Hukum Faraday merupakan temuan Michael Faraday yang menjelaskan mengenai hubungan
arus yang dihasilkan oleh suatu reaksi anodik menjadi laju kehilangan massa atau tingkat
penetrasi korosi. Hukum empiris elektrolisis Faraday berkaitan dengan arus reaksi
elektrokimia dengan jumlah mol unsur yang bereaksi. Dalam hal muatan yang diperlukan
untuk reaksi tersebut adalah satu elektron per molekul, seperti yang terjadi pada pelapisan
atau serangan korosi pada perak yang dijelaskan masing-masing dalam persamaan [17].
𝐴𝑔+ + 𝑒 − → 𝐴𝑔(𝑠) (2.16)
Halaman 15 dari 51
𝐴𝑔(𝑠) → 𝐴𝑔+ + 𝑒 − (2.17)
Menurut hukum Faraday, reaksi dengan satu mol perak akan membutuhkan satu mol
elektron, atau satu nomor Avogadro elektron (6,022 x 1023). Muatan yang dibawa oleh satu
mol elektron dikenal sebagai satu Faraday (F). Faraday berkaitan dengan unit listrik lainnya
melalui muatan elektron, yaitu muatan elektron adalah 1,6 x 10-19 coulomb. Dengan
mengalikan muatan elektron dengan nomor Avogadro berarti satu Faraday sama dengan
96.485 C/(mol elektron). Menggabungkan prinsip Faraday dengan reaksi elektrokimia yang
spesifik dengan stoikiometri yang diketahui menghasilkan persamaan [17].
𝑄 = 𝐹 Δ𝑁 𝑛 (2.18)
Dimana
𝑡
𝑄 = ∫ 𝐼 𝑑𝑡 (2.19)
0
N : jumlah mol
n : jumlah elektron per molekul spesies yang bereaksi
I : total arus dalam ampere (A)
t : durasi proses elektrokimia (s)
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi korosi. Akan dibatas pembahasan pada
dua faktor yaitu kondisi pH dan luas permukaan elektroda.
Keasaman larutan dapat mempengaruhi laju korosi dari suatu logam, salah satunya besi. Besi
ketika bertindak sebagai anoda dapat bereaksi seperti berikut:
𝐹𝑒 → 𝐹𝑒 2+ + 2𝑒 − (2.20)
Reaksi ini sangat cepat lajunya, hal ini ditunjukkan dengan kurangnya polarisasi yang
mencolok ketika menjadikan beso sebagai anoda. Sehingga ketika besi mengalami korosi
Halaman 16 dari 51
pada umumnya dikendalikan oleh kendali katodik. Pada larutan tanpa oksigen, reaksi pada
katoda dalam kondisi asam adalah
𝐻 + + 𝑒 − → 0,5𝐻2 (2.21)
Reaksi ini memiliki laju reaksi yang tinggi pada kondisi asam (pH turun), sehingga beda
potensial katoda dan anoda semakin tinggi, dan arus korosi meningkat (i maks,anoda meningkat).
Laju korosi untuk besi pada air tanpa oksigen pada umumnya dibawah 0,005 mm/y (0,1
gmd). Laju korosi dapat lebih tinggi untuk larutan yang mengandung banyak oksigen.
Reaksi pada katoda dapat dipercepat dengan keberadaan oksigen, mengukuti persamaan
reaksi sebagai berikut
2𝐻 + + 0,5𝑂2 + 2𝑒 − → 𝐻2 𝑂
Pengaruh dari keberadaan oksigen terhadap laju korosi disajikan pada diiagram 2.7.
Sedangkan pengaruh dari pH terhadap laju korosi disajikan pada diagaram 2.8.
Gambar 2.7 Pengaruh oksigen terlarut terhadap laju korosi besi [11]
Halaman 17 dari 51
Gambar 2.8 Pengaruh pH terhadap laju korosi besi[11]
Pada industri, material memegang peran yang sangat penting dalam terjadinya korosi.
Beberapa material yang paling umum digunakan di industri adalah Stainless Steel (SS) dan
Carbon Steel (CS)
Stainless steel (SS) adalah jenis baja yang tahan terhadap korosi dan karat. Bahan ini
terbentuk dari campuran besi (Fe) dan kromium (Cr), dengan kandungan minimal 10,5% Cr.
Kromium berperan penting dalam membentuk lapisan oksida pada permukaan stainless
steel, yang mencegah terjadinya reaksi kimia dengan oksigen dan air yang dapat
menyebabkan korosi atau karat.
Selain kromium, SS juga dapat mengandung unsur-unsur lain seperti nikel (Ni), mangan
(Mn), karbon (C), molybdenum (Mo), dan nitrogen (N), yang memberikan sifat-sifat khusus
pada bahan tersebut (Lihat Tabel 2.2). Misalnya, penambahan nikel dapat meningkatkan
tahan korosi dan kekuatan stainless steel, sementara penambahan molybdenum dapat
meningkatkan tahan korosi pada lingkungan yang keras.
Halaman 18 dari 51
SS memiliki beberapa jenis berdasarkan komposisi kimia dan sifat-sifat mekaniknya.
Beberapa jenis SS yang umum digunakan antara lain:
1. Austenitic stainless steel: memiliki kandungan kromium yang tinggi dan biasanya
mengandung nikel, mangan, dan nitrogen. Jenis ini sangat tahan terhadap korosi dan
karat, serta memiliki kekuatan yang baik. Contoh jenis austenitic stainless steel
adalah 304 dan 316.
2. Ferritic stainless steel: memiliki kandungan kromium yang tinggi, tetapi sedikit atau
tanpa nikel. Jenis ini lebih murah daripada austenitic stainless steel, namun kurang
tahan terhadap korosi dan karat. Contoh jenis ferritic stainless steel adalah 430.
3. Martensitic stainless steel: memiliki kandungan kromium yang tinggi dan juga
karbon. Jenis ini memiliki kekerasan yang tinggi dan cocok digunakan pada pisau
atau alat pemotong. Namun, jenis ini kurang tahan terhadap korosi dan karat. Contoh
jenis martensitic stainless steel adalah 410.
Carbon steel (CS) adalah jenis baja yang terdiri dari campuran besi (Fe) dan karbon (C),
dengan kandungan karbon biasanya antara 0,1% hingga 2,1%. Kandungan karbon pada
carbon steel memberikan sifat-sifat mekanik yang berbeda pada bahan tersebut. Semakin
tinggi kandungan karbon, semakin tinggi kekerasan dan kekuatan dari CS.
CS memiliki kemampuan korosi yang rendah dibandingkan dengan stainless steel atau baja
tahan karat lainnya. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa carbon steel tidak memiliki lapisan
Halaman 19 dari 51
pelindung yang kuat pada permukaannya, yang dapat melindungi material dari pengaruh
lingkungan korosif. Selain itu, karbon di dalam carbon steel cenderung bereaksi dengan
oksigen dalam lingkungan, membentuk besi oksida (FeO) atau besi karbonat (FeCO 3), yang
tidak mampu melindungi permukaan dari korosi lebih lanjut.
Selain itu, komposisi kimia dari CS dapat mempengaruhi kemampuan korosinya. CS dengan
kandungan karbon yang rendah cenderung lebih tahan korosi daripada carbon steel dengan
kandungan karbon yang lebih tinggi. Selain itu, penambahan elemen lain seperti kromium
dan nikel dapat meningkatkan sifat korosi pada carbon steel, sehingga terbentuk lapisan
pelindung seperti yang terdapat pada stainless steel.
Halaman 20 dari 51
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan Modul Kontraktor Gas Cair
disajikan dalam Tabel 3.2 berikut.
Halaman 21 dari 51
3.3. Skema Alat Percobaan
Ilustrasi skema alat yang digunakan dalam percobaan Modul Korosi Elektrokimiawi
ditunjukkan pada Gambar 3.1. Sedangkan gambar percobaan yang telah dilakukan disajikan
pada Gambar 3.2. Daftar komponen yang ada pada skema alat percobaan disajikan pada
Tabel 3.3.
Halaman 22 dari 51
Tabel 3.3 Daftar komponen pada skema alat percobaan
Percobaan Modul Korosi Elektrokimiawi dimulai dengan persiapan elektrolit dan elektroda.
Tahapan persiapan elektroda dimulai dengan dibersihkan elektroda yang akan digunakan
(sesuai dengan variasi di Tabel 3.4) dengan kertas abrasif. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan bekas korosi pada logam. Selanjutnya elektroda dicuci dengan aqua dm lalu
dikeringkan. Persiapan elektrolit dibagi menjadi dua yaitu persiapan elektrolit elektroda
standar (CuSO4) dan larutan elektrolit (H2SO4). Larutan elektrolit disiapkan dengan
mengencerkan H2SO4 18 M menjadi larutan 500 mL dengan konsentrasi yang akan
digunakan (Lihat Tabel 3.4). Larutan elektrolit standar disiapkan dengan melarutkan CuSO4
sampai membentuk larutan jenuh (Dikarenakan percobaan dilakukan pada temperatur 24oC
maka dilarutkan pada kelarutan 22,3 g/100 mL, Lihat Lampiran A.2). Setelah elektroda dan
elektrolit sudah disiapkan, rangkaian alat disusun sesuai dengan Gambar 3.1. Pada tegangan
nol, arus dan tegangan masing-masing elektroda dicatat. Selanjutnya tahanan divariasikan
sampai arus menunjukkan 0 A. Percobaan ini dilakukan secara duplo (Pada hari pertama
diselesaikan semua variasi dan pada hari kedua diulang dengan variasi yang sama). Setelah
mendapat data tegangan dan arus tiap tahanan, maka dialurkan data tegangan serta arus pada
diagram Evans.
Halaman 23 dari 51
Tabel 3.4 Variasi konsenrasi elektrolit dan jenis pasangan elektroda
Luas
Konsentrasi Permukaan
Run Jenis Elektrolit Pasangan Elektroda
Elektrolit Elektroda
(cm2)
1 Stainless Steel Tembaga 25
0,1
2 Carbon Steel Aluminium 25
3 Stainless Steel Tembaga 25
H2SO4 0,25
4 Carbon Steel Aluminium 25
5 Stainless Steel Tembaga 25
0,45
6 Carbon Steel Aluminium 25
Perhitungan dilakukan setelah mendapatkan data untuk diagram Evans. Dari diagram Evans
diambil data arus korosi (Ikor) dan tegangan korosi (Vkor). Pada banyak kejadian, arus dan
tegangan korosi berada di luar grafik, sehingga harus dilakukan ekstrapolasi. Ekstrapolasi
menggunakan persamaan garis lurus dari kedua garis (garis katoda dan anoda) yaitu
𝑦 = 𝐴𝑥 + 𝐵 dengan y adalah tegangan katoda atau anoda dan x adalah arus. Selanjutnya
dihitung arus korosi dengan persamaan berikut:
𝐵2 − 𝐵1
𝐼𝑘𝑜𝑟 = (3.1)
𝐴1 − 𝐴2
Setelah mendapatkan arus korosi maka dapat dihitung rapat muatan arus dengan Persamaan
2.8. Setelah mendapatkan rapat muatan arus, laju korosi pada anoda dapat dihitung
menggunakan persamaan 2.7.
Halaman 24 dari 51
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan katoda dan anoda pada sistem percobaan dilakukan dengan membaca potensial
elektroda dan melihat diagram Evans. Semakin positif elektroda, maka akan semakin
mendekati sifat katodik. Pada percobaan ini terdapat dua pasangan elektroda yaitu CS-Al
dan SS-Cu. Berdasarkan potensial standar (SHE; perhatikan perbedaan elektroda standar) di
Lampiran A dan diagram Evans CS-Al dan SS-Cu yang disajikan berturut-turut pada
Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 maka didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Perbandingan anoda dan katoda teoritis dan hasil percobaan
Pada percobaan digunakan elektroda standar tembaga dengan elektrolit CuSO 4 sehingga
potensial standar percobaan (potensial saat tidak ada arus) berbeda dengan potensial reduksi
standar pada Lampiran 1. Untuk mengubah beda potensial dari standar tembaga menjadi
standar hidrogen (SHE) maka beda potensial tembaga (EoCu) yaitu +0,340 V dikurangi
dengan nilai mutlak dari beda potensial sel pada arus nol (Hasil perhitungan disajikan pada
Gambar 4.3). Reaksi yang terjadi pada katoda dan anoda dapat diprediksi menggunakan
Diagram Pourbaix. Jika diasumsikan asam sulfat larut secara sempurna, maka keasaman dari
setiap variasi berada dibawah 0,698, sehingga dari pH, potensial saat arus nol, dan dengan
menggunakan Diagram Pourbaix pada Gambar 2.3 didapatkan kemungkinan reaksi yang
terjadi yang disajikan pada Tabel 4.2.
Halaman 25 dari 51
Gambar 4.1 Diagram Evans (Kiri) dan hasil ekstrapolasi diagram Evans (Kanan) untuk
pasangan elektroda SS-Cu
Halaman 26 dari 51
Gambar 4.2 3 Diagram Evans (Kiri) dan hasil ekstrapolasi diagram Evans (Kanan) untuk
pasangan elektroda CS-Al
Halaman 27 dari 51
-0,10 CS
-0,42 Al
Cu 0,27
-0,40 SS
Gambar 4.3 Beda potensial rata-rata dari ketiga variasi keasaman masing-masing katoda
pada arus nol
Tabel 4.2 Reaksi yang mungkin terjadi pada tiap elektroda
Pada SS dan Al yang bertugas sebagai katoda, reaksi yang terjadi adalah reaksi proton
menjadi gas hidrogen. Tidak terdapat reaksi ion besi dan ion aluminium menjadi logam besi
dan logam aluminium, hal ini dikarenakan elektrolit yang dipakai adalah H 2SO4 sehingga
tidak ada ion logam yang dapat bereaksi di katoda. Hal ini didukung dengan terbentuknya
gelembung pada logam anoda.
Percobaan dilakukan dengan dua variasi pasangan elektroda pada tiga variasi konsentrasi
elektrolit. Perbedaan potensial elektroda adalah perbedaan potensial antara logam yang
mengalami korosi dan elektroda referensi. Besar beda potensial pasangan elektoda akan
mempengaruhi kecepatan aliran elektron dan laju korosi pada permukaan logam yang
Halaman 28 dari 51
terkorosi. Semakin besar beda potensial pada pasangan elektroda, akan semakin cepat laju
korosi pada logam tersebut. Hal ini disebabkan oleh beda potensial elektroda yang lebih
besar menyebabkan adanya potensi energi yang lebih besar untuk terjadinya reaksi
elektrokimia, menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi dan laju korosi logam.
Berdasarkan tabel pada Lampiran A, pasangan elektroda stainless steel dan tembaga
memiliki beda potensial yang lebih besar daripada pasangan elektroda aluminium dan
carbon steel. Sehingga pasangan elektroda 1 akan memiliki laju korosi yang lebih tinggi.
Gambar 4.4 menunjukkan pasangan elektroda 1 memiliki laju korosi yang lebih besar
dibandingkan pasangan elektroda 2 untuk setiap konsentrasi elektrolitnya.
0,6
0,5
Laju korosi (mpy)
0,4
0,3 0,1 M
0,25 M
0,2
0,45 M
0,1
0
1 2
Kode pasangan elektroda
Gambar 4.4 Laju korosi variasi pasangan elektoda pada variasi konsentrasi
Halaman 29 dari 51
4.3. Pengaruh pH terhadap Laju Korosi
Keasaman dapat berdampak pada laju korosi dari sebuah logam. Pada percobaan ini
dilakukan penentuan laju korosi logam anoda pada pH yang berbeda (0,69; 0,3; dan 0,046).
Laju korosi pada tingkat keasaman berbeda-beda disajikan pada Gambar 4.5. Dari Gambar
4.1 da Gambar 4.2 diketahui bahwa semakin tinggi keasaman maka arus korosi (i,kor) dari
masing-masing pasangan elektroda akan meningkat. Hal ini menyebabkan laju korosi akan
meningkat sesuai dengan persamaan 2.7. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan
meningkatnya konsentrasi H+ menyebabkan beda potensial kedua elektroda juga akan
meningkat sesuai pada Hukum Nernst, yang disajikan pada Tabel 4.4. Dikarenakan beda
potensial adalah driving force dari reaksi korosi maka laju korosi akan semakin meningkat.
𝑜 𝑅𝑇 𝐶𝑢2+
SS-Cu 𝐸𝑠𝑒𝑙,1 = 𝐸𝑆𝑆/𝐶𝑢 − ln( + )
𝑛𝐹 𝐻
𝑜 𝑅𝑇 𝐹𝑒 2+
Cs-Al 𝐸𝑠𝑒𝑙,2 = 𝐸𝐶𝑠/𝐴𝑙 − ln( + )
𝑛𝐹 𝐻
0,70
0,60
Laju Korosi (mpy)
Halaman 30 dari 51
Gambar 4.5 Laju korosi anoda pada konsentrasi asam sulfat berbeda untuk tiap pasangan
elektroda
Laju korosi antar pasangan elektroda Cu/SS dan CS/Al dapat terlihat pada Gambar 4.5.
Dapat terlihat bahwa laju korosi SS pada pasangan Cu/SS lebih tinggi dibandingkan laju
korosi Al pada Cu/Al. Hal ini sesuai dengan beda potensial sel Cu/SS yang lebih tinggi dari
CS/Al. Dari beda potensial pada arus nol (Lihat Gambar 4.3) didapatkan beda potensial
elektroda Cu/SS adalah 0,60975 V dan CS/Al adalah 0,378 V. Pada kondisi netral Al dan
SS adalah dua material yang sangat tahan terhadap korosi dikarenakan terbentuknya lapisan
oksida pelindung permukaan logam. Namun pada pH yang sangat tinggi lapisan ini tidak
akan bereaksi dan hilang (Lihat Diagram Pourbaix pada Gambar 2.3.
Fenomena meningkatnya laju korosi saat naiknya keasaman sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Oguike pada tahun 2014 [19]. Laju korosi pada Stainless Steel berjenis
FE6959 ditentukan pada konsentrasi HCl yang berbeda (0,5; 1; 1.5; dan 2 M). Hasilnya
adalah laju korosi meningkat signifikan sesuai peningkatan konsentrasi asam yaitu, berturut-
turut, 2825,06 mmpy; 6995,43 mmpy; 10157 mmpy; dan 14024 mmpy [19]. Selain itu
penelitian lain dilakukan oleh Seethammaraju dkk. [20] mengenai laju korosi stainless steel
SS304 dan SS316. Seethammaraju melaporkan bahwa semakin tinggi keasaman maka
semakin besarnya lubang akibat korosi intergranular yang menyebabkan semakin tingginya
laju korosi [20].
Pengendali korosi dapat ditentukan dengan memanfaatkan Diagram Evans pada Gambar 4.1
dan Gambar 4.2. Pengendali reaksi korosi ditentukan berdasarkan laju reaksi yang paling
lambat. Laju reaksi yang paling lambat dapat dilihat berdasarkan nilai gradien absolut pada
persamaan regresi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan pada kurva yang memiliki gradien
absolut besar akan membutuhkan tegangan yang besar dengan memperoleh arus yang kecil.
Pengendali korosi terbagi menjadi tiga tipe, yaitu anodik, katodik, dan campuran. Pengendali
reaksi dari setiap variasi percobaan disajikan pada Tabel 4.5.
Halaman 31 dari 51
Tabel 4.5 Pengendali dan tipe pengendali korosi setiap variasi
Pasangan elektroda 1 memiliki stainless steel sebagai pengendali korosinya. Hal ini
merupakan masuk akal karena tembaga akan lebih cepat terkorosi dibandingkan stainless
steel yang memiliki lapisan oksida pada permukaannya yang menghindari logam berkontak
langsung dengan zat-zat yang menyebabkan korosi. Namun pada variasi keenam, tembaga
menjadi pengendali korosi. Hal ini diperkirakan terjadi karena pasivasi pada tembaga,
dimana tembaga yang terkorosi membetuk lapisan lain di permukaannya sehingga
menghalangi terjadinya perpindahan elektron. Pasivasi dapat terjadi karena kurang teliti
dalam mengamplas logam setelah digunakan.Pasangan elektroda 2 memiliki aluminium
sebagai pengendali korosi. Hal ini masuk akal karena carbon steel akan lebih cepat terkorosi
dibandingkan aluminium yang memiliki sifat oksidasi yang baik dan memiliki lapisan oksida
seperti pada stainless steel.
Hasil percobaan yang telah didapat dibandingkan dengan hasil percobaan minggu
sebelumnya apabila ada variasi tempuhan yang sama untuk melihat rentang data hasil
percobaan. Dengan percobaan yang dilakukan B2.2223.I11 yang melakukan percobaan pada
28 Februari – 1 Maret 2023. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi H2SO4
pada 0,15; 0,25; dan 0,35 M pada pasangan elektoda SS/Al dan SS/Cu. Variasi tempuhan
Halaman 32 dari 51
yang sama terdapat pada variasi 2, 4, dan 6 percobaan B2.2223.I11. Variasi penugasan
kelompok B2.2223.I11 dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Hasil percobaan B2.2223.I11 adalah semakin tinggi konsentrasi asam sulfat maka laju korosi
akan semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.6 dapat terlihat pada konsentrasi
0,15 M laju korosi yang didapat adalah 7,138 mm/year dan pada 0,25 M laju korosi yang
didapat adalah 8,13 mm/year. Namun pada konsentrasi 0,35 M, laju korosi menurun ke 7,05
mm/year. Hal ini dapat dikarenakan variasi 0,35 M diuji di paling akhir percobaan, hal ini
membuat kemungkinan adanya korosi yang sudah berada di elektroda semakin tinggi, korosi
inilah yang dapat menghalangi logam dengan elektrolit sehingga laju korosinya berkurang.
8,5
Laju korosi (mm/year)
7,5
6,5
0,15 0,25 0,35
Konsentrasi H2SO4 (M)
Gambar 4.6 Hasil percobaan B2.2223.I.11 perbandingan laju korosi pada konsentrasi
H2SO4 yang berbeda
Pada percobaan yang dilakukan B2.2223.I.11 terdapat konsentrasi yang sama yang
digunakan pada percobaan ini, yaitu 0,25 M H2SO4. Perbandingan hasil telah disajikan pada
Halaman 33 dari 51
Gambar 4.7. Didapatkan terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara kedua hasil laju
korosi dengan galat 66,5%. Perbedaan ini dapat terjadi dikarenakan berbedanya peralatan
yang digunakan untuk mengubah tahanan, pada B2.2223.I11 digunakan bread board
sedangkan pada B2.2223.K12 digunakan kotak resistor. Dikarenakan alat yang dipakai
berbeda sehingga keakuratan data juga akan berbeda. Selain itu perlakuan (jarak antar
elektroda, pengamplasan elektroda) dan kondisi operasi juga berbeda
10
Laju Korosi (mm/year)
0
B2.2223.K12 B2.2223.I11
Gambar 4.7 Perbandingan laju korosi SS pada Cu/SS dengan variasi asam 0,25 M
Perbandingan lainnya juga dilakukan dengan kelompok B2.2223.I.01 Pecobaan dilakukan
dengan memvariasikan luas permukaan dan jenis elektroda. Variasi percobaan dapat dilihat
pada Tabel 4.7. Dapat terlihat terdapat pasangan elektroda yang sama yaitu SS dan Cu,
namun pada luas permukaan yang berbeda. Variasi tempuhan yang dapat dibandingkan
adalah tempuhan 1 (Pasangan elektroda SS/Cu dengan luas permukaan 25 cm 2 pada 0,2 M
H2SO4). Hasil laju korosi kelompok B2.2223.I.01 pada tempuhan 1 adalah 0,57 mm/year
sedangkan hasil percobaan ini adalah 2,72 mm/year. Perbedaan ini dapat dihasilkan
dikarenakan faktor perlakuan (jarak antar elektroda dan pengamplasan) dan penggunaan alat
yang berbeda (beard biar dan kotak resitor).
1 SS (25) Cu (25)
2 SS (1) Cu (25)
H2SO4 0.2
3 SS (1) Cu (9)
4 SS (1) Cu (1)
Halaman 34 dari 51
5 SS (25) Cu (1)
6 SS (9) Cu (1)
Halaman 35 dari 51
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Anoda dan katoda dapat ditentukan dengan membandingkan potensial reduksi standar
logam. Semakin positif potensial reduksi maka logam akan bertindak sebagai katoda. Pada
diagram Evans, logam yang bertindak sebagai katoda memiliki kurva di atas dan anoda
memiliki kurva dibawah. Selain itu, apabila dihitung potensial katoda pada arus maksimum
yang sama akan lebih besar daripada anoda. Pada percobaan ini didapatkan untuk pasangan
elektroda Cu-SS katodanya adalah Cu dan anodanya adalah SS. Sedangkan untuk CS-Al
katodanya adalah CS dan anodanya adalah Al.
Penentuan pengendali korosi dengan diagram Evans adalah melihat kemiringan kurvanya.
Semakin curam kemiringan kurva maka logam tersebut adalah pengendali korosi. Hal ini
dikarenakan semakin curam kurva maka laju korosi semakin lambat. Pada pasangan CS-Al
untuk tiap konsentrasi asam pengendalinya adalah kendali anodik, dan untuk pasangan Cu-
SS pada konsentrasi 0,1 dan 0,25 M kendalinya anodik dan pada konsentrasi 0,45 M
kendalinya katodik.
Pasangan elektroda dengan beda potensial reduksi yang besar akan memiliki laju korosi
semakin besar. Beda potensial reduksi merupakan driving force terjadinya perpindahan
elektron dari anoda ke katoda. Semakin besar perbedaan tersebut maka laju korosi semakin
besar karena besarnya laju menuju ke titik kesetimbangan di diagram Evans. Pada percobaan
ini semakin tinggi konsentrasi asam sulfat maka laju korosi akan semakin tinggi.
Peningkatan konsentrasi asam sulfat dari 0,1; 0,25; 0,45 M mengakibatkan peningkatan laju
korosi, berturut-turut, untuk laju korosi SS pada SS-Cu menjadi 0,25; 0,45; dan 0,56 mpy.
Sedangkan untuk laju korosi Al pada Al-Cs meningkat, berturut-turut, 0,16; 0,17; dan 0,25
mpy.
Halaman 36 dari 51
5.2. Saran
Pada percobaan kedepannya, temperatur dapat diambil setiap kali percobaan akan dilakukan.
Hal ini dikarenakan temperatur akan mempengaruhi laju korosi dari tiap pasangan elektroda.
Selain itu jarak antar elektroda juga perlu ditentukan sehingga berkurangnya variabel lain
yang tidak terkontrol. Pada percobaan sebelumnya jarak antar elektroda tidak diperhatikan
dan dihitung, hal ini dikarenakan susahnya mengatur jarak antar elektroda sehingga
diperlukan tempat elektroda yang dapat mengatur jarak. Ketiga, diperlukan untuk
menentukan dapat secara kualitatif jumlah gelembung yang dihasilkan dari tiap elektroda.
Hal ini digunakan untuk melihat secara kualitatif jumlah hidrogen yang diproduksi.
Keempat, gunakan magnetic stirrer untuk melarutkan CuSO4 pada larutan elektrolit standar.
Hal ini dilakukan agar CuSO4 lebih larut dan mencapai kondisi jenuh dengan benar.
Halaman 37 dari 51
DAFTAR PUSTAKA
Halaman 38 dari 51
temperature, high CO2 partial pressure and high salinity,” Electrochim Acta, vol.
293, pp. 116–127, Jan. 2019, doi: 10.1016/j.electacta.2018.08.156.
[14] Y.-J. Oh, G.-S. Park, and C.-H. Chung, “Planarization of Copper Layer for
Damascene Interconnection by Electrochemical Polishing in Alkali-Based
Solution,” Journal of The Electrochemical Society - J ELECTROCHEM SOC, vol.
153, Jul. 2006, doi: 10.1149/1.2200288.
[15] C. Subramanian, A. Kamaraj, V. Karthik, and P. Venkatakrishnan, Microbiological
corrosion of ASTM SA105 carbon steel pipe for industrial fire water usage, vol. 314.
2018. doi: 10.1088/1757-899X/314/1/012027.
[16] P. Pedeferri, “Evans Diagrams,” in Corrosion Science and Engineering, P. Pedeferri,
Ed., Cham: Springer International Publishing, 2018, pp. 103–118. doi: 10.1007/978-
3-319-97625-9_6.
[17] P. R. Roberge, Corrosion Engineering Principles and Practice. Portugal: McGraw-
Hill Education, 2008.
[18] Eagle Stainless, “Stainless Steel Composition 101,” Tube & Fabrication Inc, 2023.
[19] R. S. Oguike, “Corrosion Studies on Stainless Steel (FE6956) in Hydrochloric Acid
Solution,” Advances in Materials Physics and Chemistry, vol. 04, no. 08, pp. 153–
163, 2014, doi: 10.4236/ampc.2014.48018.
[20] S. Seethammaraju and M. Rangarajan, “Corrosion of stainless steels in acidic, neutral
and alkaline saline media: Electrochemical and microscopic analysis,” in IOP
Conference Series: Materials Science and Engineering, IOP Publishing Ltd, Dec.
2019. doi: 10.1088/1757-899X/577/1/012188.
[21] A. J. Bard, Standard Potentials in Aqueous Solution, 1st ed. New York: Routledge,
1985.
[22] H. Stern, D. Sadoway, and J. Tester, “Copper sulfate reference electrode,” Journal
of Electroanalytical Chemistry - J ELECTROANAL CHEM, vol. 659, pp. 143–150,
Aug. 2011, doi: 10.1016/j.jelechem.2011.05.014.
Halaman 39 dari 51
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR
Gambar A.1 Tabel potensial reuksi sel (vs SHE) untuk beberapa reaksi [21]
Halaman 40 dari 51
Gambar A.2 Grafik kelarutan CuSO4 dengan air pada temperatur [22]
Halaman 41 dari 51
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
Penentuan nilai kuat arus korosi maksimum dilakukan dengan membuat kurva tegangan
terhadap kuat arus pada katoda dan anoda. Selanjutnya, dilakukan regresi linier untuk katoda
dan anoda. Kemudian, nilai arus maksimum diddapat dengan mencari titik potong antara
kedua garis regresi linier katoda dan anoda tersebut.
Contoh Penentuan nilai arus korosi maksimum dari percobaan run ke-1 (variasi SS-Cu
dengan H2SO4 0,1 M) sebagai berikut.
1. Persamaan garis anoda: V (mV) = 530,61 I (mA) – 786,78
2. Persamaan garis katoda: V (mV) = 10,43 I (mA) – 68,97
Kemudian disubtitusi untuk mendapatkan I maksimum
786,78 − 68,97
𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 =
530,61 − 10,43
𝐼,𝑚𝑎𝑘𝑠 = 1,38 𝑚𝐴
Perhitungan laju korosi dimulai terlebih dahulu dengan menghitung rapat arus. Perhitungan
rapat arus dilakukan dengan membagi besarnya arus maksimum dengan luas elektroda yang
bertindak sebagai pengendali. Rumus perhitungan rapat arus sebagai berikut.
𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠
𝑖𝑚𝑎𝑘𝑠,𝑎𝑛𝑜𝑑𝑎 =
𝐴𝑎𝑛𝑜𝑑𝑎
Setelah didapat besarnya rapat arus korosi, selajutnya dapat dilakukan perhitungan laju
korosi dengan persamaan berikut.
Halaman 42 dari 51
𝑖𝑚𝑎𝑘𝑠
𝐶𝑅 =
(𝑛 × 𝐹)
Dimana, CR = Corrosion Rate I = rapat arus (A/mm 2 ); n = Jumlah elektron yang terlibat
reaksi; F = Bilangan Faraday = 96485 (detik.A)/mol
Contoh penentuan laju koros dari percobaan run ke-1 (variasi SS-Cu dengan H2SO4 0,1 M)
adalah sebagai berikut. Dimulai dengan menghitung i maks, anoda.
1,38 𝐴
𝑖𝑚𝑎𝑘𝑠,𝑎𝑛𝑜𝑑𝑎 = 2
= 0,55 𝐴/𝑚2
0,0025 𝑚
Selanjutnya akan dihitung laju korosi
𝑔
0,00138 𝐴 × 55,43
𝐶𝑅 = 𝑚𝑜𝑙 × 3600 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = 1,43 𝑚𝑔/𝑗𝑎𝑚
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘. 𝐴 1 𝑗𝑎𝑚
2 × 96485 𝑚𝑜𝑙
Jika ingin membandingkan antar laju korosi maka biasanya digunakan satuan mpy atau
mmpy atau ipy. Berikut pergantian satuan dari mg/jam ke mpy.
𝑚𝑔 𝐹𝑒 𝑔 𝐹𝑒
1,43 𝑗𝑎𝑚 × 0,001 𝑚𝑔 𝐹𝑒 𝑗𝑎𝑚 ℎ𝑎𝑟𝑖 1 𝑚𝑖𝑙𝑖 𝑖𝑛𝑐𝑖
𝐶𝑅 = × 24 × 365 ×
𝑔 𝐹𝑒 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 0,00254 𝑐𝑚
7,93 × 25 𝑐𝑚2
𝑐𝑚3
= 0,248 𝑚𝑝𝑦
Halaman 43 dari 51
LAMPIRAN C
DATA ANTARA
Tabel C. 1 Data arus dan tegangan rata-rata dan simpangan baku SS-Cu 0,1 M
Iavg (mA) V1,avg(mV) V2,avg (mV) Istdv (mA) V1,stdev(mV) V2,stdev (mV)
0,34 -560 -65 0,16 14,14 21,21
0,305 -590 -64,5 0,11 14,14 21,92
0,305 -630 -64 0,11 14,14 22,63
0,285 -640 -64 0,09 14,14 22,63
0,265 -650 -68 0,08 0,00 31,11
0,25 -645 -67,5 0,07 7,07 31,82
0,235 -665 -67,5 0,06 21,21 31,82
0,225 -675 -67,5 0,05 21,21 31,82
0,215 -700 -67,5 0,05 56,57 31,82
0,205 -705 -67,5 0,05 49,50 31,82
0,2 -725 -68 0,04 49,50 32,53
0,13 -730 -68 0,01 56,57 32,53
0,105 -745 -67,5 0,01 35,36 31,82
0,085 -740 -68 0,01 56,57 32,53
0,07 -740 -67,5 0,00 56,57 31,82
0 -740 -68 0,00 56,57 32,53
Tabel C. 2 Data gradien dan intercept diagram Evans untuk SS-Cu 0,1 M
Halaman 44 dari 51
Tabel C. 4 Data arus dan tegangan rata-rata dan simpangan baku Al-CS 0,1 M
Iavg (mA) V1,avg(mV) V2,avg (mV) Istdv (mA) V1,stdev(mV) V2,stdev (mV)
0,145 -735 -467 0,007 7,07 32,53
0,13 -740 -467 0,014 0,00 32,53
0,13 -725 -467 0,014 7,07 32,53
0,12 -730 -447 0,014 0,00 4,24
0,12 -730 -447 0,014 0,00 4,24
0,11 -750 -447 0,014 14,14 4,24
0,11 -740 -447 0,014 0,00 4,24
0,105 -740 -447 0,007 0,00 4,24
0,105 -740 -447 0,007 0,00 4,24
0,1 -750 -447 0,014 14,14 4,24
0,095 -750 -447 0,007 14,14 4,24
0,07 -755 -447 0,000 7,07 4,24
0,06 -755 -446,5 0,000 7,07 4,95
0,025 -755 -446,5 0,035 7,07 4,95
0,04 -760 -444
0 -760 -444
Tabel C. 5 Data gradien dan intercept diagram Evans untuk Al-CS 0,1 M
Slope 1 Intercept 1 Slope 2 Intercept 2
226,3 -765,4 -121,0 -439,2
Tabel C. 7 Data arus dan tegangan rata-rata dan simpangan baku SS-Cu 0,25 M
Iavg (mA) V1,avg(mV) V2,avg (mV) Istdv (mA) V1,stdev(mV) V2,stdev (mV)
0,21 -670 -146 0,014 0,00 8,49
0,2 -658 -131 0,014 2,83 29,70
0,2 -657,5 -136 0,014 3,54 22,63
0,195 -660 -140 0,007 7,07 16,97
0,185 -658 -145 0,007 5,66 9,90
Halaman 45 dari 51
0,18 -657 -145,5 0,000 7,07 9,19
0,17 -656 -146 0,000 7,07 8,49
0,165 -656,5 -148 0,007 7,78 5,66
0,16 -655,5 -147,5 0,000 6,36 6,36
0,15 -655 -147,5 0,000 7,07 6,36
0,15 -655 -148 0,000 7,07 5,66
0,11 -659,5 -146 0,000 0,71 4,24
0,085 -669,5 -145,5 0,007 14,85 3,54
0 -679,5 -100 0,000 28,99 0,00
Tabel C. 8 Data gradien dan intercept diagram Evans untuk SS-Cu 0,25 M
Slope 1 Intercept 1 Slope 2 Intercept 2
84,6 -673,6 -137,6 -119,6
Tabel C. 10 Data arus dan tegangan rata-rata dan simpangan baku Al-CS 0,25 M
Iavg (mA) V1,avg(mV) V2,avg (mV) Istdv (mA) V1,stdev(mV) V2,stdev (mV)
0,14 -780 -555 0 42,43 7,07
0,14 -790 -550 0 28,28 0,00
0,14 -795 -537 0 21,21 18,38
0,135 -800 -540,5 0,007 14,14 23,33
0,14 -799,5 -540 0 13,44 22,63
0,125 -802,5 -540,5 0,007 17,68 23,33
0,12 -802,5 -537,5 0 17,68 20,51
0,115 -802,5 -537 0,007 17,68 19,80
0,115 -807,5 -536,5 0,007 10,61 19,09
0,11 -817,5 -536 0,014 3,54 18,38
0,105 -817,5 -535,5 0,007 3,54 17,68
0,075 -817,5 -534,5 0,007 3,54 17,68
0,06 -817,5 -534 0 3,54 16,97
0,05 -817,5 -534 0 3,54 16,97
0 -817,5 -533,5 0 3,54 16,26
Halaman 46 dari 51
Tabel C. 11 Data gradien dan intercept diagram Evans untuk Al-CS 0,25 M
Tabel C. 13 Data arus dan tegangan rata-rata dan simpangan baku SS-Cu 0,45 M
Iavg (mA) V1,avg(mV) V2,avg (mV) Istdv (mA) V1,stdev(mV) V2,stdev (mV)
0,115 -700 -167 0,007 0,00 24,04
0,115 -702,5 -165,5 0,007 3,54 21,92
0,115 -707,5 -162,5 0,007 3,54 20,51
0,11 -707,5 -161 0 3,54 18,38
0,1 -707,5 -160 0 3,54 16,97
0,1 -707,5 -157,5 0 3,54 14,85
0,1 -707,5 -156 0 3,54 12,73
0,09 -707,5 -155 0 3,54 12,73
0,09 -707,5 -154 0 3,54 11,31
0,09 -707,5 -153 0 3,54 9,90
0,08 -707,5 -152,5 0 3,54 9,19
0,06 -707,5 -151,5 0 3,54 9,19
0,05 -707,5 -148,5 0 3,54 10,61
0 -707,5 -148 0 3,54 9,90
Tabel C. 14 Data gradien dan intercept diagram Evans untuk SS-Cu 0,45 M
Halaman 47 dari 51
imax,anoda 1,24 A/m2 laju korosi 3,20 mg/jam
0,557 mpy
Akatoda 25 cm2 Pengendali Katodik
Elektrolit H2SO4 [Elektrolit] 0,45 M
Tabel C. 16 Data arus dan tegangan rata-rata dan simpangan baku Al-CS 0,45 M
Iavg (mA) V1,avg(mV) V2,avg (mV) Istdv (mA) V1,stdev(mV) V2,stdev (mV)
0,135 -802,5 -315 0,007 74,25 7,07
0,13 -800,5 -314,5 0 71,42 6,36
0,12 -805 -305 0 63,64 7,07
0,1 -810 -300 0 56,57 0,00
0,1 -810 -300 0 56,57 0,00
0,09 -820,5 -290 0 43,13 0,00
0,06 -820 -290 0 42,43 0,00
0,05 -824,5 -290 0 34,65 0,00
0,02 -824,5 -290 0 34,65 0,00
0 -825 -290 0 35,36 0,00
Tabel C. 17 Data gradien dan intercept diagram Evans untuk Al-CS 0,45 M
Halaman 48 dari 51
LAMPIRAN D
DATA MENTAH
Halaman 49 dari 51
12 2000 0,07 -760 -444 0,07 -750 -450
13 3000 0,06 -760 -443 0,06 -750 -450
14 4000 0,05 -760 -443 0 -750 -450
15 5000 0,04 -760 -444
16 6000 0 -760 -444
Halaman 50 dari 51
14 4000 0,05 -820 -522 0,05 -815 -546
15 5000 0 -820 -522 0 -815 -545
Tabel D. 5 Data arus dan tegangan pada variasi SS-Cu 0,45 M
Halaman 51 dari 51