Oleh:
104117018
2.4.3 Faktor Skala Gaya Geser Dasar Statik dan Dinamik ............................................... 18
2.6.2 Desain Kolom pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus ............................... 24
Universitas Pertamina - iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.3 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung .......................................................7
Tabel 2.9 KDS Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada Periode 0,2s .......................... 16
Tabel 2.10 KDS Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada Periode 1s ........................... 17
Tabel 2.11 Faktor R, Cd, Ω0 untuk Sistem Pemikul Gaya Seismik ......................................................... 17
Universitas Pertamina - v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Lokasi Wilayah Jabodetabek pada Peta Respons Spektral Percepatan Gempa
Terpetakan untuk Periode Pendek (Ss) ............................................................................................................ 12
Gambar 2.3 Lokasi Wilayah Jabodetabek pada Peta Respons Spektral Percepatan Gempa
Terpetakan untuk Periode 1 detik (S1)............................................................................................................. 12
Universitas Pertamina - vi
Universitas Pertamina - vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dengan ibu kota DKI Jakarta dan beberapa kota satelit pendukung di
sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, yang juga dikenal sebagai
Jabodetabek, merupakan kawasan pusat kegiatan pemerintahan dan perekonomian. Hal
ini menarik minat penduduk dari berbagai wilayah untuk melakukan urbanisasi.
Urbanisasi menyebabkan pertumbuhan penduduk yang tinggi di kawasan Jabodetabek.
Namun, ketersediaan lahan sangat terbatas untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal,
komersial, dan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung berbagai kegiatan
masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan bangunan bertingkat menjadi salah satu
solusi untuk mengatasi masalah ini.
Efek P-Delta adalah reaksi non-linear berupa penambahan defleksi lateral (Δ),
momen sekunder, dan perubahan gaya pada elemen struktural bangunan gedung yang
disebabkan oleh kombinasi gaya aksial (P) seperti beban sendiri atau gravitasi, dan gaya
lateral (H) akibat beban gempa atau beban angin pada gedung. Dengan adanya pengaruh
efek P-delta pada struktur bangunan gedung mengakibatkan akan terpengaruhinya
kekuatan struktur secara keseluruhan. Umumnya pada struktur bangunan gedung
bertingkat rendah dan sedang efek P-Delta bernilai kecil dan dapat diabaikan. Namun,
pada struktur bangunan gedung bertingkat tinggi, efek P-Delta menjadi lebih signifikan.
Universitas Pertamina - 1
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana persentase perbandingan respons struktur berupa base shear, lateral
displacement, story drift dan overturning moments pada struktur bangunan gedung
tingkat tinggi (10 lantai, 20 lantai, dan 30 lantai) ketika melibatkan dan tidak
melibatkan pengaruh dari efek P-delta?
2. Berapa jumlah lantai minimum pada struktur bangunan gedung bertingkat tinggi
yang perlu untuk melibatkan efek P-delta dalam analisis strukturnya?
Dalam penelitian ini, berikut adalah batasan yang diberikan oleh penulis:
1. Struktur bangunan gedung yang digunakan dalam penelitian merupakan struktur
bangunan gedung Bristol Apartemen Sky House BSD+ (identik) dengan jumlah lantai
masing-masing sebanyak 10 lantai, 20 lantai, dan 30 lantai.
2. Struktur bangunan gedung berada di Kabupaten Tangerang dan terletak di atas tanah
lunak berdasarkan klasifikasi SNI 1726-2019, diasumsikan tidak terjadi eksentrisitas.
3. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ketinggian bangunan.
4. Analisis beban gempa yang digunakan dalam merancang struktur gedung adalah
analisis respons spektrum.
5. Tidak memodelkan ruangan lift, tangga, dan shear wall.
6. Tidak dilakukan analisis dan perhitungan pondasi.
7. Tidak mempertimbangkan efisiensi biaya dan tidak dilakukan analisis dan
perhitungan rencana anggaran biaya juga perencanaan manajemen konstruksi dalam
perencanaan struktur bangunan gedung
Universitas Pertamina - 2
Universitas Pertamina - 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam menyelesaikan perhitungan perencanaan struktur bangunan gedung
bertingkat tinggi pada apartemen yang ditinjau sehingga dapat memenuhi kriteria kekuatan
dan kelayakan yang dibutuhkan oleh sebuah struktur bangunan gedung, juga dapat
membandingkan hasil analisis respons struktur terhadap beban gempa akibat beda
ketinggian pada efek P-delta dengan menggunakan analisis respons spektrum maka pada
tinjauan pustaka ini akan dijelaskan secara garis besar mengenai beberapa teori, sumber
perhitungan serta syarat perencanaan yang digunakan.
Pada suatu struktur bangunan gedung beton bertulang memiliki beberapa jenis
elemen utama yang digunakan yaitu balok, kolom dan pelat lantai. Berikut merupakan
ilustrasi elemen struktur bangunan gedung beton bertulang:
a) Balok
Balok adalah elemen struktur horizontal ataupun miring yang panjang dengan
ukuran lebar serta tinggi yang terbatas. Balok berfungsi untuk menyalurkan beban
dari pelat. Pada umumnya balok dicetak secara monolit dengan pelat lantai, sehingga
akan membentuk balok penampang T pada balok interior dan balok penampang L
pada balok tepi. Dalam menentukan besarnya dimensi penampang minimum balok
yang akan digunakan dilakukan perhitungan dengan persamaan pada Tabel 2.1.
Kantilever l ⁄8
Universitas Pertamina - 4
Untuk mencari lebar minimum balok dapat menggunakan Persamaan 2.1.
bw = 0,5 × h (2.1)
Keterangan:
b) Kolom
Kolom merupakan salah satu komponen struktur vertikal yang secara khusus
difungsikan untuk memikul beban aksial tekan (dengan atau tanpa adanya momen
lentur) dari balok dan pelat. Selain itu, kolom juga dapat direncanakan sebagai
pemikul beban lateral yang berasal dari beban gempa dan beban angin. Sesuai dengan
SNI 2847:2019 penentuan dimensi penampang terkecil pada kolom itu sendiri harus
lebih besar dari 300 mm.
c) Pelat
Pelat lantai yaitu suatu komponen horizontal utama yang berfungsi untuk
menyalurkan beban hidup, baik yang bergerak maupun statis ke elemen pemikul
beban vertikal (balok dan kolom). Struktur pelat lantai biasanya merupakan
kombinasi dari pelat dengan balok induk dan balok anak, dengan ketebalannya
bergantung panjang bentang, beban, dan kondisi tumpuannya. Pelat lantai dapat
direncanakan agar dapat berfungsi untuk menyalurkan beban dalam satu arah (pelat
satu arah) atau beban dua arah (pelat dua arah). Sesuai dengan SNI 2847:2019 pasal
8.3.1.2 untuk menentukan ketebalan minimum pelat dua arah nonprategang dengan
balok menumpu pada keempat sisi-sisinya dapat digunakan persamaan pada Tabel
2.2.
fy
ln (0,8 + (1400))
(b)
0,2 < afm ≤ 2,0 Terbesar dari: 36 + 5β (afm - 0,2)
125 (c)
fy
ln (0,8 + (1400))
(d)
afm > 2 Terbesar dari: 36 + 9β
90 (e)
Universitas Pertamina - 5
Dalam menentukan besarnya nilai af dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2.
Ecb × lb
af =
Ecs × ls (2.2)
Keterangan:
hmin = Tebal minimum pelat (mm)
af = Rasio kekuatan balok
afm = rasio kekuatan rata-rata balok
ln = Panjang bentang bersih pelat dalam arah memanjang (mm)
Rasio antara bentang bersih dalam arah panjang terhadap bentang
β =
bersih dalam arah pendek
Ec = Modulus elastisitas
Ib = Momen inersia balok
ls = Momen inersia pelat
2.2.1 Pembebanan
Universitas Pertamina - 6
Tabel 2.3 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung
Komponen Gedung
Rumah tinggal
Atap
Universitas Pertamina - 7
Berdasar pada SNI 1727:2020 pada atap biasa, awning dan kanopi
diizinkan untuk dirancang dengan beban hidup yang direduksi. Beban hidup
reduksi tersebut dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.3.
= 1 untuk AT ≤ 18,58 m2
= 1 untuk F ≤ 4
= 0,6 untuk F ≥ 12
c) Beban Gempa
Beban gempa merupakan beban dalam arah horizontal dari struktur
yang ditimbulkan oleh adanya gerakan tanah akibat gempa bumi, baik dalam
arah vertikal maupun horizontal. Untuk menentukan besarnya beban gempa
yang terjadi pada struktur telah diatur dalam SNI 1726:2019 dan dijelaskan
lebih lanjut pada sub bab 2.3 mengenai perencanaan struktur bangunan
gedung tahan gempa.
Sesuai dengan SNI 1726:2019 pasal 7.3.4.2 faktor redundansi (ρ) untuk
struktur yang tidak memiliki ketidakberaturan torsi berlebihan dengan kategori
desain seismik D, E, dan F besarnya nilai faktor redundansi harus sebesar 1,3
kecuali jika salah satu dari dua kondisi berikut dapat dipenuhi, maka diizinkan
untuk menggunakan nilai ρ sebesar 1:
1) Masing-masing tingkat yang menahan lebih dari 35% geser dasar dalam arah
yang ditinjau harus sesuai dengan Tabel 15 SNI 1726:2019.
2) Struktur dengan denah beraturan di semua tingkat dengan sistem pemikul
gaya seismik terdiri dari paling sedikit dua bentang perimeter pemikul gaya
seismik yang merangka pada masing-masing struktur dalam masing-masing
Universitas Pertamina - 8
arah ortogonal di setiap tingkat yang menahan lebih dari 35% geser dasar.
Jumlah bentang untuk dinding geser harus dihitung sebagai panjang dinding
geser dibagi dengan tinggi tingkat atau dua kali panjang dinding geser dibagi
dengan tinggi tingkat (hsx) untuk konstruksi rangka ringan.
1. 1,4 D
2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R)
3. 1,2 D + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2 D + 1,0 W + L + 0,5(Lr atau R)
5. 1,2 D + Eh + Ev + L
6. 0,9 D + 1,0 W
7. 0,9 D + Eh – Ev
Nilai Eh dan Ev pada persamaan kombinasi pembebanan 5 dan 7 dijabarkan
menjadi Persamaan 2.4 dan 2.5.
Eh = ρ × QE (2.4)
1. 1,4 D
2. 1,2 D + 1,2 L
Universitas Pertamina - 9
3. 1,2 D + 1,2 L + 1,6 Lr
4. (1,2 + 0,2SDS) D + ρ Ex + 0,3 ρ Ey + L
5. (1,2 + 0,2SDS) D + ρ Ex – 0,3 ρ Ey + L
6. (1,2 + 0,2SDS) D – ρ Ex + 0,3 ρ Ey + L
7. (1,2 + 0,2SDS) D – ρ Ex – 0,3 ρ Ey + L
8. (1,2 + 0,2SDS) D + 0,3 ρ Ex + ρ Ey + L
9. (1,2 + 0,2SDS) D – 0,3 ρ Ex + ρ Ey + L
10. (1,2 + 0,2SDS) D + 0,3 ρ Ex – ρ Ey + L
11. (1,2 + 0,2SDS) D – 0,3 ρ Ex – ρ Ey + L
12. (0,9 – 0,2SDS) D + ρ Ex + 0,3 ρ Ey
13. (0,9 – 0,2SDS) D + ρ Ex – 0,3 ρ Ey
14. (0,9 – 0,2SDS) D – ρ Ex + 0,3 ρ Ey
15. (0,9 – 0,2SDS) D – ρ Ex – 0,3 ρ Ey
16. (0,9 – 0,2SDS) D + 0,3 ρ Ex + ρ Ey
17. (0,9 – 0,2SDS) D – 0,3 ρ Ex + ρ Ey
18. (0,9 – 0,2SDS) D + 0,3 ρ Ex – ρ Ey
19. (0,9 – 0,2SDS) D – 0,3 ρ Ex – ρ Ey
Hal pertama yang dilakukan saat perhitungan beban gempa yang akan
diterima oleh struktur bangunan gedung yaitu melakukan pengidentifikasian
kategori risiko dan faktor keutamaan bangunan sesuai dengan jenis pemanfaatan
bangunan tersebut sebagaimana tercantum pada Tabel Lampiran 1.1 & Tabel 2.5.
III 1,25
IV 1,50
Universitas Pertamina - 10
2.3.2 Klasifikasi Situs
750 sampai
SB (batuan) N/A N/A
1500
SC (tanah keras,
sangat padat dan 350 sampai 750 > 50 ≥ 100
batuan lunak)
Universitas Pertamina - 11
2.3.3 Parameter Percepatan Gempa
Universitas Pertamina - 12
Tabel 2.7 Koefisien Situs, Fa
Catatan:
(a) Untuk nilai-nilai Ss dan S1 dapat dilakukan interpolasi linier.
(b) SS = Situs yang memerlukan investasi geoteknik spesifik dan analisis
respons situs-spesifik.
SMS = Fa × Ss (2.8)
SM1 = Fv × S1 (2.9)
Keterangan:
SMS = Parameter respons spektral percepatan pada periode pendek
yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs
SM1 = Parameter respons spektral percepatan pada periode 1 detik
yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs
Universitas Pertamina - 13
Fa = Koefisien situs untuk periode pendek
Fv = Koefisien situs untuk periode 1 detik
Ss = Parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan
untuk periode pendek
S1 = Parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan
untuk periode 1 detik
Sa = SDS (2.15)
- Untuk periode > Ts ≤ TL
SD1
Sa = (2.16)
T
- Untuk periode > T0
SD1 × TL
Sa = (2.17)
T2
Universitas Pertamina - 14
Keterangan:
SDS = Parameter respons spektral percepatan desain periode pendek
SD1 = Parameter respons spektral percepatan desain periode 1 detik
T = Periode getar fundamental struktur
Nilai periode pada peta transisi periode panjang wilayah
TL =
Indonesia
c) Kurva Spektrum Respons Desain
Dari komponen yang telah didapatkan dari Persamaan 2.12 hingga
Persamaan 2.17 dapat dibentuk kurva spektrum respons desain sebagaimana
divisualisasikan pada Gambar 2.4.
Universitas Pertamina - 15
Gambar 2.6 Hasil Kurva Spektrum Respons Desain
(Sumber: https://rsa.ciptakarya.pu.go.id/2021/)
Tabel 2.9 KDS Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada Periode 0,2s
Kategori Risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
0,50 ≥ SDS D D
Universitas Pertamina - 16
Tabel 2.10 KDS Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada Periode 1s
Kategori Risiko
Nilai SD1
I atau II atau III IV
0,20 ≥ SD1 D D
B C D E F
Universitas Pertamina - 17
2.4 Kontrol Desain
Jumlah ragam termasuk ke dalam salah satu aspek yang ditinjau pada
kontrol desain, di mana analisis perlu dilakukan untuk menentukan ragam getar
alami struktur. Pada SNI 1726:2019 pasal 7.9.1.1 dijelaskan analisis harus
menyertakan jumlah ragam yang cukup untuk mendapatkan partisipasi massa
ragam terkombinasi sebesar 100% atau paling sedikit sebesar 90% dari massa
struktur. Untuk mencapai ketentuan ini, bagi ragam satu badan kaku (single rigid
body) dengan periode 0,05 detik diizinkan untuk mengambil semua ragam
dengan periode di bawah 0,05 detik.
Universitas Pertamina - 18
2.4.4 Simpangan Antar Lantai
Merujuk pada SNI 1726:2019 pasal 7.8.6, simpangan antar lantai hanya
terjadi satu kinerja, yaitu pada kinerja batas ultimit. Penentuan simpangan antar
lantai tingkat rencana (Δ) dapat diperhitungkan sebagai perbedaan simpangan
pada pusat massa di tingkat paling atas dan paling bawah dari titik yang ditinjau.
Apabila letak pusat massa struktur bangunan tidak terletak satu garis dalam arah
vertikal, maka diizinkan untuk menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan
proyeksi vertikal dari pusat massa di tingkat atasnya.
Keterangan:
Cd = Faktor pembesaran defleksi
δxe = Simpangan di tingkat-x yang ditentukan dengan analisis elastis
Ie = Faktor keutamaan gempa
Nilai simpangan pusat massa di tingkat-x (δx) tidak boleh melebihi simpangan
antar tingkat izin yang dihitung dengan menggunakan persamaan pada Tabel
2.12.
Universitas Pertamina - 19
Tabel 2.12 Simpangan Antar Tingkat Ijin (Δa)
Kategori Risiko
Struktur
I atau II III IV
Efek P-Delta atau dapat disebut juga sebagai efek non-linier geometri merupakan
efek terjadinya penambahan gaya momen maupun geser pada elemen penampang yang
direncanakan akibat gaya aksial dari beban yang terdistribusi atau diberikan setelah
penampang terdeformasi akibat gaya lateral yang disebabkan oleh beban gempa maupun
beban angin (Akhter dkk., 2017). Sebagaimana juga diterangkan oleh Dewobroto (2016)
bahwa, pengaruh non-linier khususnya pada elemen penampang struktur dengan gaya
vertikal yang cukup besar ketika struktur mengalami deformasi, dapat menyebabkan
gaya momen tambahan yang disebut juga sebagai momen sekunder yang relatif dominan
dan tidak dapat diabaikan jika dibandingkan dengan hasil gaya momen dari analisis
elastis orde pertama. Sehingga dalam memperhitungkan besarnya efek P-Delta dilakukan
analisis struktur sebagai berikut:
Universitas Pertamina - 20
Analisis struktur pada model struktur Gambar 2.8 (a), yang secara simultan
menerima gaya transversal (Px) dan aksial gravitasi (Py), hanya akan menghasilkan
perpindahan horizontal yang diakibatkan gaya lateral Px sebesar Δ1. Demikian pula,
momen yang timbul di titik A (MA) adalah sebesar MA1 = Px . (L), sehingga pengaruh Py
terhadap MA tidak terhitung. Analisis struktur seperti Gambar 2.8 (b) sering dilakukan
dan dikenal dengan sebutan analisis orde pertama.
Merujuk pada SNI 1726:2019 pasal 7.8.7, di mana pengaruh P-delta pada geser
tingkat dan momen, gaya dan momen elemen struktur yang dihasilkan, dan simpangan
antar tingkat yang diakibatkannya tidak perlu diperhitungkan bila koefisien stabilitas (θ)
seperti ditentukan oleh Persamaan 2.30 sama dengan atau kurang dari 0,1.
Px × ∆ × Ie
θ= (2.22)
Vx × hsx × Cd
Dan koefisien stabilitas (θ) tidak boleh melebihi θmax yang dihitung dengan persamaan
2.23.
0,5
θmax = ≤ 0,25
β × Cd (2.23)
Keterangan:
Px = Beban desain vertikal total pada dan di atas tingkat-x (kN) akibat beban
mati dan beban hidup dengan beban terfaktor 1
Δ = Simpangan antar lantai desain yang terjadi secara serentak dengan Vx
(mm)
Ie = Faktor keutamaan gempa
Vx = Gaya geser seismik yang bekerja antara tingkat x dan x-1 (kN)
Universitas Pertamina - 21
hsx = Tinggi tingkat di bawah tingkat x (mm)
Cd = Faktor pembesaran defleksi
Di mana β adalah rasio kebutuhan geser terhadap kapasitas geser untuk tingkat
antara tingkat x dengan x−1. Rasio ini diizinkan secara konservatif diambil sebesar 1. Jika
koefisien stabilitas (θ) lebih besar dari 0,1 tetapi kurang dari atau sama dengan θmax,
maka faktor peningkatan terkait dengan pengaruh P-delta pada perpindahan dan gaya
komponen struktur harus ditentukan dengan analisis rasional. Alternatif yang dapat
digunakan ialah dengan mengalikan perpindahan dan gaya komponen struktur dengan
1/(1 - θ). Dan jika θ lebih besar dari θmax, struktur berpotensi tidak stabil dan harus
didesain ulang.
2.6 Penulangan Beton Bertulang pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
a) Batasan dimensi
Dalam merencanakan dimensi balok, ada beberapa batasan yang harus
dipenuhi yaitu:
i. Bentang bersih, ln, harus minimal empat kali tinggi efektifnya (ln ≥ 4d).
ii. Lebar penampang, bw, harus sekurang-kurangnya nilai terkecil dari 0,3h
dan 250 mm (bw ≥ 0,3h atau 250 mm)
iii. Proyeksi lebar balok yang melampaui lebar kolom penumpu tidak boleh
melebihi nilai terkecil dari c2 dan 0,75 c1 pada masing-masing sisi kolom.
b) Tulangan longitudinal
i. Balok harus memiliki setidaknya dua batang tulangan menerus pada sisi
atas dan bawah penampang.
ii. Rasio tulangan (ρ) harus kurang dari 0,025 untuk tulangan atas maupun
tulangan bawah sesuai dengan SNI 2847:2019 pasal 18.6.3.1.
iii. Sesuai dengan SNI 2847:2019 pasal 9.6.1.2 setiap komponen struktur
lentur untuk tulangan atas maupun bawah harus memiliki nilai As yang
lebih besar dari persamaan di bawah ini:
Universitas Pertamina - 22
0,25 × √𝑓𝑐 ′
As ≥ × bw × d (2.32)
fy
dan
1,4
As ≥ × bw × d (2.33)
fy
Keterangan:
As = Luas minimum tulangan lentur (mm2)
bw = lebar penampang komponen struktur lentur (mm)
d = Tinggi efektif penampang komponen struktur lentur (mm)
iv. Kekuatan momen positif pada muka joint (tumpuan) tidak boleh kurang
dari setengah kekuatan momen negatif pada muka joint tersebut. Atau
dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:
1 1
M + kiri ≥ M - kiri ; M + kanan ≥ M - kanan (2.34)
2 2
v. Selain itu, kekuatan momen negatif dan positif pada sebarang penampang
di sepanjang bentang komponen struktur tidak boleh kurang dari
seperempat kekuatan momen maksimum pada muka kedua joint. Atau
dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:
1
M + atau M - ≥ Mtumpuan maks (2.35)
4
vi. Sambungan lewatan tulangan longitudinal diizinkan jika sengkang
pengekang atau spiral dipasang sepanjang sambungan lewatan.
vii. Spasi tulangan transversal yang melingkupi batang tulangan yang
disambung-lewatkan tidak boleh melebihi nilai terkecil dari d/4 dan 100
mm.
viii. Sambungan lewatan tidak boleh digunakan pada lokasi:
• Dalam joint atau sambungan balok-kolom.
• Dalam jarak dua kali tinggi balok dari muka joint.
• Dalam jarak dua kali tinggi balik dari penampang kritis di mana
pelelehan lentur dimungkinkan terjadi sebagai akibat deformasi lateral
yang melampaui perilaku elastik.
c) Tulangan transversal
i. Sengkang pengekang harus dipasang pada balok di daerah berikut:
• Sepanjang jarak yang sama dengan dua kali tinggi balok yang diukur
dari muka kolom penumpu ke arah tengah bentang, di kedua ujung
balok
• Sepanjang jarak yang sama dengan dua kali tinggi balok pada kedua
sisi suatu penampang di mana pelelehan lentur dimungkinkan terjadi
sebagai akibat deformasi lateral yang melampaui perilaku elastik.
ii. Sengkang pengekang pada balok diizinkan terdiri dari dua batang
tulangan: yaitu sebuah sengkang yang mempunyai kait gempa pada kedua
ujungnya dan ikat silang sebagai penutup.
Universitas Pertamina - 23
iii. Sengkang pengekang pertama harus ditempatkan tidak lebih dari 50 mm
dari muka kolom penumpu. Spasi sengkang pengekang tidak boleh
melebihi nilai terkecil dari:
• d/4
• Enam kali diameter terkecil batang tulangan lentur utama
• 150 mm
iv. Bila sengkang pengekang tidak diperlukan, sengkang dengan kait gempa
pada kedua ujungnya harus dipasang dengan spasi tidak lebih dari d/2
sepanjang bentang balok.
d) Tulangan geser
i. Besarnya gaya geser desain (Ve) dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut:
Mpr + + Mpr - Wu × ln
Ve = ± (2.36)
ln 2
di mana
a
Mpr = As × (1,25fy) × (d - ) (2.37)
2
dan
As × (1,25fy)
a= (2.38)
0,85 × fc ' × b
Keterangan:
Ve = Gaya geser terfaktor balok akibat gempa (kN)
Mpr+ = Kuat momen lentur di per letakan 1 akibat goyangan ke
kiri/kanan
Mpr- = Kuat momen lentur di per letakan 2 akibat goyangan ke
- kiri/kanan
Wu = Beban terfaktor (kN)
ln = Panjang bentang bersih (mm)
a) Batasan dimensi
Universitas Pertamina - 24
Dalam merencanakan dimensi kolom, ada beberapa batasan yang harus
dipenuhi yaitu:
i. Ukuran atau dimensi penampang terkecil harus lebih besar dari 300 mm.
ii. Perbandingan dimensi penampang terkecil terhadap dimensi tegak
lurusnya (sisi pendek dibagi sisi panjang kolom persegi panjang) tidak
kurang dari 0,4.
Keterangan:
ΣMnc = Jumlah kekuatan lentur nominal kolom yang merangka ke
dalam hubungan balok-kolom (HBK)
ΣMnb = Jumlah kekuatan lentur nominal balok yang merangka ke
dalam hubungan balok-kolom (HBK)
c) Tulangan longitudinal
i. Luas tulangan longitudinal Ast harus lebih besar dari 0,01Ag dan kurang
dari 0,06Ag.
ii. Bila harus ada sambungan, sambungan lewatan hanya diperbolehkan
dipasang di lokasi setengah tinggi kolom, direncanakan sebagai
sambungan lewatan tarik, dan harus diikat dengan sengkang spiral atau
sengkang tertutup yang direncanakan sesuai dengan ketentuan tulangan
transversal.
d) Tulangan transversal
i. Tulangan transversal harus di pasang sepanjang l0 di setiap muka
hubungan balok-kolom dan juga sepanjang l0 pada kedua sisi dari setiap
penampang yang berpotensi mengalami leleh lentur akibat deformasi
lateral in-elastis struktur rangka. Panjang l0 yang ditentukan tidak boleh
kurang dari:
• Tinggi kolom pada hubungan balok-kolom atau pada penampang yang
berpotensi mengalami leleh lentur.
• 1/6 tinggi bersih kolom.
• 450 mm.
ii. Spasi tulangan transversal tidak melebihi nilai terkecil dari:
• 1/4 dimensi terkecil penampang kolom
• 6 kali diameter tulangan longitudinal terkecil
• so, yang dihitung menggunakan perumusan berikut:
350 - hx
so = 100 + ( ) (2.32)
3
di mana 100 mm ≤ so ≤ 150 mm.
iii. Apabila tebal selimut beton di luar tulangan transversal melebihi 100
mm, maka perlu dipasang tulangan transversal tambahan dengan jarak
tidak lebih dari 300 mm. Tebal selimut di luar tulangan transversal
tambahan tidak boleh melebihi 100 mm.
Universitas Pertamina - 25
iv. Jumlah tulangan transversal dapat dihitung menggunakan persamaan
pada Tabel 2.13.
Tulangan
Kondisi Persamaan yang berlaku
Transversal
Ash / sbc untuk Pu ≤ 0,3×Ag×fc’ Terbesar 𝐴 𝑓′
0,3 (𝐴 𝑔 − 1) 𝑓𝑐 (a)
sengkang antara 𝑐ℎ 𝑦𝑡
dan
pengekang (a) dan 𝑓′
0,09 𝑓𝑐 (b)
persegi fc’ ≤ 70 Mpa (b) 𝑦𝑡
ρs untuk 𝐴𝑔 𝑓′
spiral Pu ≤ 0,3×Ag×fc’ Terbesar 0,45 (𝐴 − 1) 𝑓𝑐 (c)
𝑐ℎ 𝑦𝑡
ataupun antara
dan
sengkang (c) dan 𝑓′
pengekang (d) 0,12 𝑓𝑐 (d)
fc’ ≤ 70 Mpa 𝑦𝑡
lingkaran
(Sumber: SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.4)
Keterangan:
ρs = Rasio volume tulangan spiral terhadap volume total inti
yang dikekang oleh spiral
fc ’ = Kuat tekan beton (MPa)
fyt = kuat leleh tulangan transversal (MPa)
Ash = luas penampang total tulangan transversal (mm2)
Ag = Luas bruto penampang beton (mm2)
Luas penampang kolom yang diukur sampai tepi tuar
Ach =
tulangan transversal (mm2)
s = Jarak tulangan transversal (mm)
Dimensi penampang inti kolom yang diukur dari sumbu ke
bc = sumbu tulangan pengekang (mm)
2.6.3 Hubungan Balok - Kolom pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
Universitas Pertamina - 26
iii. Bila tulangan longitudinal balok diteruskan melalui joint, dimensi kolom
yang pararel dengan tulangan tidak boleh kurang dari 20 kali diameter
tulangan longitudinal terbesar balok untuk beton normal. Sedangkan,
untuk beton ringan, diameternya tidak boleh kurang dari 26 kali diameter
tulangan.
b) Tulangan transversal
i. Balok dengan lebar tiga perempat lebar kolom, maka dapat dipasang
tulangan transversal sebanyak setengah dari kebutuhan di daerah sendi
plastis kolom.
ii. Spasi maksimum sengkang daerah plastis tidak boleh lebih kecil dari 150
mm.
c) Kekuatan geser
i. Kekuatan geser (Vn) joint dapat dihitung menggunakan persamaan pada
Tabel 2.14.
Tabel 2.14 Kekuatan Geser Joint
Konfigurasi Joint Vn
Untuk joint yang terkekang oleh balok-balok
1,7𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝐴𝑗
pada keempat sisinya
Untuk joint yang terkekang oleh balok-balok
1,2𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝐴𝑗
pada ketiga sisinya atau dua sisi berlawanan
Untuk kasus-kasus lainnya 1,0𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝐴𝑗
(Sumber: SNI 2847:2019 pasal 18.4.4.1)
Keterangan:
Aj = Luas penampang efektif dalam suatu joint
λ = 0,75 untuk beton ringan & 1,0 untuk beton normal
ii. Suatu muka joint dianggap terkekang oleh balok apabila lebar balok
tersebut paling tidak 3/4 dari lebar efektif joint. Perpanjangan balok yang
melewati muka joint setidaknya sama dengan tinggi balok h boleh
dianggap memberikan kekangan pada muka joint tersebut.
iii. Luas penampang efektif dalam suatu joint, Aj, harus dihitung dari tinggi
joint kali lebar joint efektif. Tinggi joint harus sebesar kolom, h. lebar joint
efektif harus selebar kolom, kecuali bila ada balok yang merangka ke
dalam kolom yang lebih lebar, lebar joint efektif tidak boleh melebihi nilai
terkecil dari:
Universitas Pertamina - 27
d) Panjang penyaluran tulangan tarik
i. Untuk tulangan D10 hingga D36 yang ujungnya diberi kait standar,
panjang penyaluran ldh harus dihitung menggunakan Persamaan 2.33.
Untuk beton normal, ldh yang diperoleh tidak boleh kurang dari nilai
terbesar antara 8db dan 150 mm; dan untuk beton ringan tidak boleh
kurang dari nilai terbesar antara 10db dan 190 mm.
fy × db
ldh = (2.33)
5,4 × λ × √𝑓𝑐 ′
Di mana nilai λ adalah 0,75 untuk beton ringan dan 1,0 untuk beton
normal.
ii. Untuk tulangan D10 hingga D36, panjang penyaluran tulangan tarik ld
untuk tulangan lurus tidak boleh kurang dari nilai terbesar antara:
• 2,5 kali panjang ldh bila beton yang dicor di bawah tulangan tersebut
tidak melebihi 300 mm.
• 3,25 kali panjang ldh bila tinggi beton yang dicor bersamaan di bawah
batang tulangan melebihi 300 mm.
iii. Tulangan lurus yang berhenti pada joint harus melewati inti terkekang
kolom atau elemen batas. Semua bagian ld yang tidak berada di dalam inti
terkekang harus diperpanjang dengan faktor sebesar 1,6 kali.
Universitas Pertamina - 28
Universitas Pertamina - 29
BAB III
METODOLOGI
3.1 Data Teknis Bangunan
Peruntukan = Apartemen
Dalam penelitian ini, data spesifikasi material yang terkait dengan struktur bangunan
gedung meliputi:
a) Beton
i. Mutu beton (FC) = FC35, f’c = 35 MPa
ii. Modulus elastisitas (Es) = 4700.√ f’c Es = 27805,575 MPa
iii. Poisson’s ratio (v) = 0,2
b) Baja Tulangan
i. Mutu baja (BJ) = BJTD-40, fy = 500 MPa, fu = 400 MPa
= BJTP-24, fy = 390 MPa, fu = 240 MPa
ii. Modulus elastisitas (Es) = 2×10 MPa
5
Standar perencanaan yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
Universitas Pertamina - 30
3.4 Program Komputer
Beberapa program komputer digunakan sebagai alat bantu dalam menunjang analisis
dan perhitungan struktur pada penelitian ini, yaitu:
a) ETABS v.18
b) AutoCAD 2019
c) Microsoft Word 2019
d) Microsoft Excel 2019
Universitas Pertamina - 31
3.6 Tahapan Analisis
Dalam melakukan analisis pada penelitian ini, terdapat beberapa tahapan analisis yang
mana diuraikan sebagai berikut:
1. Melakukan kajian pustaka dengan menggunakan jurnal, artikel ataupun buku yang
relevan dengan topik penelitian sebagai sumber acuan.
2. Mengumpulkan data teknis bangunan berupa gambar desain rencana serta data
struktur dari bangunan gedung yang ditinjau.
3. Menentukan spesifikasi penampang atau preliminary design berupa dimensi
penampang dan jenis material yang akan digunakan pada struktur.
4. Menghitung pembebanan yang diterima oleh struktur yang berupa beban mati
struktur (dead load), beban mati tambahan (superimposed dead load), beban hidup
(live load), beban angin (wind load) dan beban gempa (earthquake load) dengan
menggunakan analisis respons spektrum.
5. Menentukan sistem struktur bangunan gedung dengan melakukan analisis
pembebanan gempa sesuai dengan standar SNI 1726:2019 yang dijabarkan sebagai
berikut:
a) Menentukan parameter bangunan, yang terdiri dari kategori risiko berdasarkan
fungsi bangunan, faktor keutamaan gempa (Ie) dan nilai koefisien modifikasi
respons (R)
b) Menentukan parameter spektrum respons desain, yang meliputi:
• Nilai parameter S1 dan Ss
• Kelas situs tanah
• Nilai koefisien situs FA dan FV
• Nilai parameter SMS dan SM1
• Nilai parameter SDS dan SD1
• Kategori Desain Seismik (KDS)
c) Menentukan sistem struktur bangunan gedung sesuai dengan Kategori Desain
Seismik (KDS)
6. Melakukan analisis struktur bangunan gedung dengan melakukan pemodelan
struktur menggunakan program bantu ETABS v.18.
7. Melakukan kontrol desain terhadap struktur yang ditinjau berupa:
• Kontrol partisipasi massa
• Kontrol kombinasi ragam getar
• Kontrol faktor skala gaya geser dasar statik dan dinamik
• Kontrol simpangan antar lantai
8. Menghitung perencanaan detail tulangan kolom, balok, dan pelat untuk struktur 30
lantai sesuai dengan sistem struktur yang telah ditentukan sebelumnya.
9. Melakukan langkah yang sama dari no. 1 sampai dengan no.8 sebagai perancangan
struktur 10 dan 20 lantai.
10. Membandingkan hasil analisis respons struktur yang telah diperoleh pada ketiga
struktur yang telah dimodelkan ketika memasukkan dan tidak memasukkan efek P-
delta.
11. Kesimpulan dan saran.
Universitas Pertamina - 32
3.7 Diagram Alir Penelitian
Universitas Pertamina - 33
DAFTAR PUSTAKA
Akhter, R., Prakash, S. dan Baig, M. A. (2017). P-Delta Effect on High Rise Building Subjected to
Earthquake and Wind Load. International Journal of Engineering Science and Computing,
7(8), 14441-14445.
Badan Standardisasi Nasional. (2013). SNI 1727:2013 Beban Minimum untuk Perancangan
Bangunan Gedung dan Struktur Lain. BSN.
Badan Standardisasi Nasional. (2019). SNI 2847:2019 Persyaratan Beton Struktural Untuk
Bangunan Gedung. BSN.
Badan Standardisasi Nasional. (2019). SNI 1726:2019 Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. BSN.
Departemen Pekerjaan Umum. (1987). Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan
Gedung. Yayasan Penerbit PU.
Puslitbang PUPR. (2017). Buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 (1st
ed.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Badan Penelitian
dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Setiawan, Agus. (2018). Perancangan Struktur Beton Bertulang (1st ed.). Erlangga.
Universitas Pertamina - 34
LAMPIRAN
Universitas Pertamina - 35
LAMPIRAN I
(Tabel SNI)
Tabel Lampiran 1.1 Kategori Risiko Bangunan Gedung & Non-Gedung untuk Beban Gempa
Universitas Pertamina - 36
Gedung dan non-gedung yang tidak termasuk dalam kategori
risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas
manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau
tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia
berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak)
yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah
kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh
instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.
Universitas Pertamina - 37
LAMPIRAN II
(Prosedur Pemodelan dan Analisis Struktur dengan ETABS v.18)
Dalam melakukan analisis struktur bangunan gedung dengan melakukan pemodelan struktur
menggunakan program bantu ETABS v.18, berikut tahapan pengerjaannya:
a) Menentukan sistem satuan (display units) yang akan digunakan.
b) Membuat garis bantu (gridline) terhadap dua arah sumbu utama yaitu sumbu x untuk
arah horizontal dan sumbu y untuk arah vertikal melalui perintah grid dimensions.
c) Membuat garis bantu (gridline) terhadap arah sumbu z untuk menentukan elevasi
masing-masing lantai dari struktur dengan menggunakan perintah story dimensions.
d) Memasukkan data material penampang yang akan digunakan untuk permodelan struktur
melalui perintah define materials.
e) Memasukkan data dimensi penampang profil yang akan digunakan untuk permodelan
struktur melalui perintah frame section.
f) Menggambar model portal struktur bangunan gedung melalui perintah draw.
g) Memasukkan tumpuan atau pengekang pada permodelan portal struktur melalui
perintah restrains.
h) Memasukkan data respons spektrum yang telah dibuat berdasarkan parameter dari peta
MCER tahun 2019 pada daerah Tangerang yang diakses melalui laman
https://rsa.ciptakarya.pu.go.id/2021/.
i) Memasukkan beban dinamik respons spektrum pada kondisi linier melalui kotak dialog
load case data – respons spectrum dengan parameter respons spektrum yang telah
dihitung sebelumnya.
j) Membuat case data beban statik yang terdiri dari beban mati sendiri struktur, beban mati
tambahan, dan beban hidup dengan mengaktifkan opsi pengaruh non-linear yaitu P-
delta.
k) Memodifikasi analisis modal melalui kotak dialog load case data – modal terhadap beban
gempa dengan partisipasi rasio sebesar 99% pada arah yang ditinjau serta pengaruh efek
P-delta yang telah dibuat sebelumnya
l) Memasukkan kombinasi pembebanan struktur yang mengacu pada standar SNI
1726:2019 melalui kotak dialog load combination data.
m) Menentukan massa struktur menggunakan perintah mass source.
n) Membuat grup pada elemen penampang dari setiap lantai untuk mempermudah dalam
menampilkan data distribusi gaya horizontal setiap lantai melalui perintah group.
o) Menentukan potongan elemen penampang dari setiap group yang telah dibuat, untuk
mendapatkan gaya yang bekerja pada setiap lantai melalui perintah section cut.
p) Menjalankan analisis pada model portal struktur yang telah dibuat melalui perintah run
analysis.
q) Menampilkan bentuk deformasi (deformed shape) yang terjadi pada struktur yang telah
dimodelkan
r) Menampilkan respons struktur berupa displacemen (di), gaya horizontal tingkat (Fi), gaya
geser tingkat (Vi), dan gaya geser dasar (V) melalui kotak dialog choose table for display
yang ditampilkan melalui perintah show table.
Universitas Pertamina - 38
LAMPIRAN III
(Gambar Detail)
Universitas Pertamina - 39
2A C
2A C
balcony balcony
living room bedroom master bedroom master bedroom bedroom living room
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR
washroom washroom
2A C 2A C
2A C
balcony balcony balcony balcony
kitchen kitchen Guest Elevator Guest Elevator ELV. Guest Elevator Guest Elevator kitchen
kitchen Living balcony void kitchen kitchen kitchen
Living balcony Living balcony Living balcony
2A C 2A C
bedroom living room
bedroom master bedroom master bedroom
living room
2A C
balcony balcony
2A C
Universitas Pertamina - 40
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR
Universitas Pertamina - 41