DI DAS WELANG
SKRIPSI
ANZILIRROHMAH LITSANIYAH
NIM. 135060400111017
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2018
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
1
2
sebesar 300-1000 km2 setiap pos untuk keadaan normal, dan 1000-1500 km2 untuk pos
keadaan sulit. Bila dilihat per pulau di Indonesia kerapatan pos hidrologinya: Jawa 295
km2/pos, Bali 101 km2/pos, Sumatra 1334 km2/pos, Kalimantan 2738 km2/pos, Sulawesi
1334 km2/pos, Maluku 4382 km2/pos, Irian Jaya 20.095 km2/pos.
akan mengefisiensikan biaya serta menghasilkan data yang lebih terpercaya. Jumlah pos
hujan yang ada di DAS Welang dapat dikatakan masih tergolong rapat untuk luasan dari
DAS tersebut. Dari permasalahan yang muncul maka perlu dilakukan studi evaluasi dan
rasionalisasi pos hujan dan pos duga air di DAS Welang untuk menentukan jumlah pos
hidrologi yang diperlukan serta mencapai ketelitian data pos hidrologi dengan kerapatan
tertentu.
1.5. Tujuan
Dengan memaparkan rumusan masalah, studi ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui hasil evaluasi kerapatan jaringan pos hujan dan pos duga air
berdasarkan standar WMO.
2. Mengetahui hasil analisa kerapatan jaringan pos hujan dengan pos duga air
menggunakan metode Stepwise.
3. Mengetahui rekomendasi jumlah pos hujan yang dibutuhkan dalam DAS Welang
1.6. Manfaat
1. Manfaat secara Keilmuan
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam menentukan jumlah pos hujan
dan pos duga air yang dapat mewakili dalam suatu DAS serta dapat dijadikan sebagai
acuan untuk dilakukan pengembangan studi.
2. Manfaat secara Praktis
Dengan adanya rasionalisasi pos hujan dan pos duga air dapat memberi masukan dan
sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan bagi instansi dalam
mengevaluasi jaringan pos hidrologi yang ada di DAS Welang untuk mengefisisensi
biaya, peralatan dan waktu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
Pengumpulan data secara langsung yang diperoleh dari pos duga air dapat disebut
pengukuran aliran sungai (stream gauging) antara lain meliputi: pengukuran tinggi muka
air, pengukuran debit, dan pengukuran sedimen. Pengukuran debit ditujukan untuk
memperoleh hubungan antara tinggi muka air dan debit (lengkung debit), dan berdasarkan
hubungan tersebut bisa dilakukan analisa debit untuk mendapatkan data debit yang
berkesinambungan. Data debit yang berkesinambungan dalam jangka waktu lama akan
sangat dibutuhkan dalam berbagai kebutuhan terutama bidanh hidrologi.
Dalam analisis hidrologi suatu DAS dibutuhkan data-data hujan dari alat penakar
hujan tetapi terdapat dua permasalahan utama yaitu (Sri Harto, 1993:19):
a. Ketetapan jumlah pos hujan dan pos hidrometri (pos pengamatan) yang akan
digunakan dalam analisis, termasuk didalamnya pola sebaran pos dalam Derah
Aliran Sungai yang bersangkutan.
b. Berapa besaran ketelitian yang dapat dicapai oleh suatu jaringan pengamatan
dengan kerapatan tertentu.
Dalam pengertian ini jaringan dimaksudkan sebagai suatu sistem yang terorganisasi
untuk mengumpulkan data (hidrologi) secara optimum dalam berbagai kepentingan analisa
hidrologi. Hubungan antara tercapainya kerapatan jaringan yang optimum dan informasi
maksimum, beberapa hal penting yang tersirat diantaranya (Sri Harto, 1993:20):
a. Kerapatan jaringan optimum adalah jumlah pos yang mencukupi dan sebaran
letak pos yang memadai di seluruh DAS.
b. Kerapatan jaringan hendaknya tidak terlalu tinggi karena akan menyangkut
kebutuhan biaya pemasangan dan pengoperasian serta pemeliharaan yang cukup
mahal
c. Penyebaran letak pos hendaknya dilakukan sedemikian rupa sehingga
variabilitas ruang DAS dapat terwakili dengan baik.
d. Perencanaan jaringan yang dianggap baik didasarkan pada analisis ekonomi,
baik dalam kaitannya dengan pengembangan fisik jaringannya sendiri maupun
hubungannya dengan nilai ekonomi kecermatan data atau informasi yang
diperoleh.
Dengan demikian, satu set pos hujan atau pos hidrometri (pos duga air) dapat
disebut sebagai jaringan (network) bila terdapat keterikatan (coherence) pengamatan dalam
tingkat tertentu dari kejadian-kejadian (phenomena) yang diukur. Keterikatan tersebut akan
meningkat dengan meningkatnya kerapatan jaringan.
7
dengan:
Px = curah hujan di pos x yang diperkirakan
P1, P2, P3, Pn = curah hujan di pos sekitarnya yang diketahui
Nx = curah hujan normal tahunan di pos x
N1, N2, N3, Nn = curah hujan normal tahunan di pos sekitar x
Metode ini dapat digunakan apabila variasi ruang hujan tidak terlalu besar.
Pengertian hujan normal adalah rata-rata hujan yang memiliki jangka pengukuran selama
15-20 tahun lamanya. Disarankan untuk menggunakan minimal 3 buah pos hujan sebagai
pos acuan. Metode ini bisa dipakai apabila rata-rata tahunan pada pos hujan acuannya
melebihi 10%.
b. Reciprocal Method
Cara ini memanfaatkan jarak antar pos sebagai faktor koreksi. Semakin besar jaraka
antar pos hujan maka semakin kecil korelasi antara dua pos hujan. Persamaan ini dapat
digunakan bila dalam DAS tersebut terdapat lebih dari dua pos hujan. Disarankan untuk
menggunakan minimal tiga pos hujan acuan.
P
∑ni=1 i2
Li
Px = n 1 .......................................................................................................(2-2)
∑i=1 2
Li
dengan:
8
Dan dapat dihitung berdasarkan persaaan (2-5) sampai (2-8) sebagai persamaan
berikut ini:
∑𝑛 ̅
𝑖=1(𝑋𝑖 −𝑋 )(𝑌𝑖 −𝑌)
̅
R = [{∑𝑛 (𝑋 ̅ 2 }{ ∑𝑛 (𝑌 −𝑌 ̅ )2 }]1/2
...................................................................... (2-12)
𝑖=1 𝑖 −𝑋 ) 𝑖=1 𝑖
dengan:
Hz = data hujan yang perlu diperbaiki
Ho = data hujan hasil pengamatan
Fk = faktor koreksi
10
2. Menghitung Sk*
Sk* = ∑ki=1 (Yi -Y̅ ) dengan nilai k = 1,2,3,…,n ............................................ (2-17)
3. Menghitung Dy2
∑𝑛 ̅ 2
𝑖=1(𝑌𝑖 −𝑌)
Dy2 = ........................................................................................ (2-18)
𝑛
4. Menghitung Dy
5. Menghitung Sk**
Sk *
Sk** = ................................................................................................. (2-20)
Dy
dengan :
Sk* = nilai kumulatif penyimpangannya terhadap nilai rata-rata
Yi = nilai data Y ke-i
Y̅ = Y rata-rata
n = jumlah data Y
Sk** = Rescaled Adjustes Partial Sums
Dy = standar deviasi dari data Y
Nilai statistik Q dan R:
Q = maks |Sk ** | untuk 0 ≤ k ≤ n ....................................................................... (2-21)
R = maks Sk ** - min Sk ** ................................................................................... (2-22)
Dengan melihat statistik di atas maka dapat dicari nilai Q/√n dan R/√n. Hasil yang
didapat dibandingkan dengan nilai Q/√n kritis dan R/√n kritis, bila nilai hitung lebih kecil
maka data dapat dikatakan masih dalam batasan konsisten. Nilai kritis Q/√n dan R/√n
dapat dilihat pada tabel 2.1.
11
KP 1 i 1
.............................................................................................(2-23)
n n
3
1
n2 2
t KP 2
.............................................................................................(2-24)
1 KP
dengan :
12
KPa=akoef. korelasiaperingkataSpearman
na =ajumlahadata
dt =aselisih Rt dangan Tt
Tt =aperingkat dariawaktu
Rt =aperingkat dari variabelahidrologiadalam data deretaberkala.
t =anilai hitung uji t
Uji-t digunakanauntukamengetahui apakahavariabelahidrologi danavariabel waktu
salingatergantung satu sama lain atauatidak. Dalamahal iniayang di ujiaadalah Rt
dan Tt.
4. Menentukan nilai t kritis yang diperoleh dari tabel uji t dengan taraf signifikansi
tertentu (tabel dapat dilihat pada lampiran). Pengujian dilakukan dua sisi.
5. Pengambilanakeputusan
- tihitung > t-α atauit hitungi< t+α makaiH0iditerima
- tihitung < t-α atauit hitungi> t+α makaiH0iditolak
➢ Uji Mann dan Whitney
Pada metode ini dilakukan untuk mengujiaapakah sampelaberasaladari populasi
yang samaaatau tidak. Pengujian menggunakan dua kelompokadata yangatidak
berpasangan. Dari duaakelompokasampel yang diukur dari populasi A dan populasi B,
kemudian dibuatahipotesisabahwa kelompok A memiliki sebaran data yang sama dengan
kelompok B. Pada pengujian keduaakelompok tersebut akanadigabungkan dan kemudian
dibuatarangkaianadataatersebutadari nilaiayangaterkecil sampaiayang terbesar. Langkah –
langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menggabungkanadua kelompok data yaitu kelompok A dan B
2. Membuataperingkatarangkaian data darianilai terkecil sampai terbesar
3. Menghitungajumlah peringkatarangkaian data dari tiapakelompok
4. Menghitungaparameterastatistik:
U1 = N1.N2 + (N1 / 2)(N1 + 1) - Rm .................................................................. (2-25)
U2 = N1.N2 – U1 ................................................................................................ (2-26)
dengan :
U1, U2 =aparameterastatistik
N1 =ajumlahidataikelompok A
N2 =ajumlah idataikelompok B
Rm =ajumlahanilaiaperingkat dari rangkaianadata kelompokiA
5. Memilihinilai U1 atau U2 yanginilainyailebih kecilisebagaiinilai U
13
5. Pengambilan Keputusan
Dengan pengujian satu sisi, bandingkan nilai Z dengan nilai Zc berdasarkan tabel
pengujian distribusi normal. Apabila nilai Z < Zc maka hipetesis nol dapat diterima,
sedangkan bila nilai Z ≥ Zc maka hipotesis nol ditolak. Nilai kritis untuk pengujian
distribusi normal dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:
14
5. Pengambilanikeputusan:
- Fihitungi< F kritis imaka H0 diterima
- Fihitungi> F kritis imaka H0 ditolak
➢ Uji Kestabilan Rata - rata (Uji-t)
1. H0 : rata-rata data stabil
H1 : rata-rata data tidak stabil
2. Menentukan taraf signifikansi
3. Statistik uji :
1
N S 2 N 2 S 22 2
1 1 .................................................................................(2-31)
N1 N 2 2
X1 X 2
t 1 .........................................................................................(2-32)
1 1 2
N1 N 2
dengan :
t =inilai hitungiuji t
N1 =ijumlah dataikelompok 1
N2 =ijumlah dataikelompok 2
X1 =inilai rata-rataidata kelompok 1
X2 =inilai rata-rataidata kelompok 2
S1 =istandar deviasiidata kelompok 1
S2 =istandar deviasiidata kelompok 2
4. Menentukan t kritis yang diperoleh dari tabel uji t dengan derajat kebebasan df =
N1 + N2 – 2 (tabel dapat dilihat pada lampiran). Pengujian dilakukan dua sisi.
5. Pengambilanikeputusan:
- tihitungi< t kritis maka H0 diterima
- tihitungi> t kritis maka H0 ditolak
c. Uji Persistensi
Uji persistensi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data yang diuji
berasal dari sampel acak atau tidak dan bebas atau tidak. Acak artinya mempunyai peluang
yang sama untuk dipilih, sedangkan bebas artinya data tidak tergantung waktu, data yang
dipilih, kejadian tidak tergantung data yang lainnya dalam suatu populasi yang sama.
Persistersi diartikan sebagai tidak adanya ketergantungan dari setiap nilai dalam deret
16
berkala. Uji persistensi dapat dilakukan dengan menghitung korelasi serial, misalnya
dengan Metode Spearman. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. H0 : data random (acak)
H1 : data tidak random (tidak acak)
2. Menentukan taraf signifikansi
3. Statistik Uji :
n
6 di
2
KS 1 i 1
............................................................................................ (2-33)
m m3
1
m2 2
t KS 2
............................................................................................. (2-34)
1 KS
dengan :
KS =ikoefisienikorelasiiserial Spearman
m =ijumlahidata
di =iselisihiantara peringkat ke Xi dang Xi-1
t =inilaiihitung uji t
denganiderajatibebas df = m – 2
4. Menentukan nilai t kritis yang diperoleh dari tabel uji t dengan taraf signifikansi
tertentu (tabel dapat dilihat pada lampiran). Pengujian dilakukan satu sisi.
5. Pengambilanikeputusan
- t hitungi> t-α atau t hitung < t+α maka H0 diterima
- t hitungi< t-α atau t hitung > t+α maka H0 ditolak
d. Uji Inlier-Outlier
Data hidrologi yang diiperoleh, isebelum dilakukan analisisiselanjutnyaiharus
dilakukan ujiiabnormalitas. Pengujian iniidigunakan untuk melihat apakahidata maksimum
dani minimumi darii rangkaiani datai layaki digunakan iatau itidak. Adapun itahapan
perhitungannya sebagai berikut:
1. Data diurutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya (X)
2. Menghitung harga Y = Log X
3. Menghitung Yrerata
4. Menghitung Standar Deviasi Sd
5. Menentukan harga Kn sesuai jumlah data dengan melihat tabel 2.3.
6. Menghitung batas atas dan batas bawah harga abnormalitas data dengan rumus:
17
dengan :
P = Curah hujan daerah (mm)
n = Jumlah titik-titik (stasiun-stasiun) pengamat hujan
P1, P2,…, Pn = Curah hujan di tiap titik pengamatan
2.4.2. Metode PoligoniThiessen
Dalam metode ini menghitung bobotidari masing-masing pos yang mewakiliiluasan
di sekitarnya. iPada suatuiluasan DASidianggap bahwa hujannya samaidengan yangiterjadi
pada pos yang terdekat, isehingga hujaniyang tercatatipada suatu posimewakiliiluasan
tersebut. iMetode ini dapat digunakan apabila sebaran pos hujan di daerah tinjauan tidak
merata, serta jumlah pos hujan minimaliyang digunakan untukiperhitunganiadalahitiga pos
hujan. iHitungan curahihujan rata-rata dilakukani dengani memperhitungkani daerah
pengaruhidari tiap pos. (Triatmodjo, 2008:33). Pada gambar 2.2. merupakan contoh
penggambaran poligon thiessen. Pembentukanipoligon thiesseniadalah sebagai berikut:
a. Pos hujanidigambarkan dalam petaiDAS yang ditinjau, itermasuk pos hujan yang
terletak diiluar DASiyang berdekatan.
b. Pos-pos tersebutidihubungkanidengan garisilurus kemudian membentukisegitiga-
segitiga, dan hendaknya segitiga tersebut mempunyaiisisi denganipanjang yang
kira-kiraisama.
c. Membuat garisiberat pada sisi-sisiisegitiga sepertiiditunjukkan denganigaris
penuhipada gambar 2.2.
19
dengan:
̅
P =ihujan rerata kawasan
P1, P2, ..., Pn =ihujan pada pos 1, 2, 3, ..., n
A1, A2, ..., An =iluas daerahiyang mewakiliipos 1, 2, 3, ..., n
dengan:
P =iRata-rataicurah hujaniwilayah (mm)
P1, P2, … Pn =iCurah hujanimasing-masing isohiet (mm)
A1, A2, … An =iLuas wilayah antara 2 isohiet (km2)
korelasi sederhana (single correlation) dari yang tertinggi sampai ke rendah. Perbedaannya
dengan metode stepwise yaitu pada metode ini tidak diperlukan persyaratan untuk
memenuhi pengujian signifikansi. Pada kedua metode ini diperlukan pengujian asumsi
klasik lebih lanjut untuk mendukung regresi yang dihasilkan.
Dalam studi ini, metode stepwise dan stepwise-enter digunakan terhadap data hujan
tahunan sebagai variabel bebas dan data debit tahunan sebagai variabel tidak bebas dalam
satu DAS. Pada metode stepwise dengan bantuan aplikasi SPSS, seluruh variabel
independen dimasukkan secara serentak dan hanya dilakukan satu kali proses untuk
mendapatkan model regresi terbaik. Sedangkan pada stepwise-enter, variabel dimasukkan
satu persatu dari variabel yang memiliki korelasi parsial tertinggi sampai ke rendah sampai
mendapatkan regresi terbaik.. Analisis dalam regresi stepwise dan stepwise-enter adalah
sebagai berikut (Priyatno, 2013: 47):
a. Analisis Regresi Linier
Analisis ini untuk ditujukan untuk meramalkan variabel bebas jika variabel terikat
dinaikkan atau diturunkan. Untuk melakukaniperamalan maka dibuatlahipersamaan
sebagaiiberikut:
Y’ = b0 + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn ......................................................................(2-33)
Y’ adalahivariabel dependen yangidiramalkan, ib0 adalahikonstanta, ib1, b2, b3
adalahikoefisien regresi, idan X1, X2, X3 adalah variabeliindependen. Berdasarkan output
pada SPSS, yang digunkaan untuk membuat persamaan garis regresinya adalah besaran
koefisien beta yang dapat dilihat pada tabel Coefficients (kolom Unstandardized
Coefficients B).
b. UjiiF
Uji ini digunakaniuntuk menghitung pengaruhivariabel independenisecara
simultaniterhadap variabelidependen, iapakah memberikan pengaruh yang signifikaniatau
tidak. Berikut tahap pengujiannya:
1. Menentukanihipotesis nolidanihipotesis alternatif
- H0 : artinyaiivariabeliindependen secaraiserentak tidakiiberpengaruh terhadap
variabelidependen
- Ha : artinyaiivariabeliindependen secaraiserentak berpengaruhiiterhadap
variabelidependeni
2. Menentukan F hitung dan nilai signifikansi (dapat dilihat pada tabel ANOVA)
3. Menentukan F kritis berdasarkan tabel statistik uji F dengan taraf signifikansi
tertentu (tabel F dapat dilihat pada lampiran)
22
4. Pengambilan keputusan
- Fihitung ≤ F kritis maka H0 diiterima
- Fihitung > F kritis maka H0 diitolak
Dan berdasarkanisignifikansi
- Signifikansii> 0,05 maka H0 diiterima
- Signifikansii< 0,05 maka H0 diitolak
c. Ujiit
Ujiiit untuk mengetahuiiipengaruh variabeliiindependen secaraiiparsial terhadap
variabelidependen,iapakahipengaruhnyaisignifikan atauitidak. Berikut tahap pengujiannya:
1. Menentukanihipotesis nolidan hipotesisialternatif
- iH0 : iartinyaivariabel independenitidak berpengaruhiterhadap variabelidependen
- iHa : iartinyaivariabel independeniberpengaruh terhadap variabelidependen
2. Menentukan t hitung dan nilai signifikansi (dapat dilihat pada tabel Coefficients)
3. Menentukan t kritis berdasarkan tabel statistik uji t dengan taraf signifikansi
tertentu (tabel t dapat dilihat pada lampiran)
4. Pengambilan keputusan
- tihitungi≤ t kritis makaiH0 diiterima
- tihitungi> t kritis makaiH0 diitolak
Dan berdasarkanisignifikansi
- Signifikansi > 0,05imaka H0idiiterima
- Signifikansi < 0,05imaka H0idiitolak
e. Analisis KoefisieniKorelasi daniDeterminasi
Analisis koefisienikorelasi (R) menjelaskan korelasi atau hubungan antaraidua atau
variabeliiindependen terhadapiivariabel dependennya. Nilai korelasi lebih dari 0,6
menunjukkaniibahwa variabeliiindependen dan dependen memilikiiihubungan yangikuat.
Koefisieniideterminasi (R2) idigunakan untukiimengetahui seberapa besariiprosentase
sumbanganiipengaruh variabeliiindependen secaraiiserentak terhadapiivariabel dependen.
Hasil R dan R2 (R Square) dapat dilihat pada tabel Model Summary.
f. Uji AsumsiiKlasik
1. Uji NormalitasiResidual
Uji normalitasiiresidual digunakan untukimenguji nilaiiresidual yang diperoleh dari
regresi apakah terdistribusiisecara normaliatau tidak. Metode yang dapat digunakan adalah
metode grafik dan metode OneiSampleiKolmogorov-Smirnov (Priyatno, 2014:90).
23
➢ MetodeiGrafik
Uji normalitasiresidual dengan metodeigrafik yaitu denganimelihat sebaran datanya
padaiisumber diagonaliipada grafikiiNormal P-P Plot ofiiregressioniistandardized
residual. Kriteria pengambilan keputusan adalah jikaiititik-titik menyebar di sekitar
garisidan mengikuti garisidiagonal, imaka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
Untuk membuat metode grafik dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS
dengan cara berikut:
- KlikiAnalyze → Regression → Linear
- Padaiiikotak dialogiiLinear Regressioniiimasukkan masing-masing variabel
independen dan dependennya
- Klik tombol Plots
- Beriicentang padaiNormal probability plot, ikemudian klikiContinue
- Setelah kembaliike kotak dialogisebelumnya maka klikiOK.
➢ Metode Uji OneiSampleiKolmogorov-Smirnov
Uji OneiSampleiKolmogorov-Smirnov digunakaniuntuk mengetahui distribusiidata,
apakahimengikuti distribusiinormal atau tidak. Residualiberdistribusi normalijika nilai
signifikansiilebih darii0,05. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
- KlikiAnalyze → Regression → Linear
- Padaiiikotak dialogiiiLinear Regressioniiimasukkan masing-masing variabel
independen dan dependennya
- Klik tombol Save. Beri centang pada Unstandardized pada kotak Residuals,
kemudianiklikiContinue
- Setelah kembaliike kotak dialogisebelumnya maka klik OK
- Hasilioutput SPSS akan mucul dan pada halamaniData View dan akanibertambah
satu variabeliyaitu residuali (RES_1)
- Ujiinormalitas dengan klikiAnalyze → Nonparametric Tests →iLegacy Dialogsi→
1-SampleiK-S. Selanjutnyaiakan terbuka kotakidialog OneiSampleiKolmogorov-
SmirnoviTest
- Masukkanivariabel UnstandardizediResidual ke kotak TestiVariable List. PadaiTest
Distribution, ipastikan terpilihiNormal. Jikaisudah klik tomboliOK.
2. Uji Multikolinearitas
Uji asumsi multikolinearitas digunakan untuk melihat adanya hubungan yangilinear
antara variabeliibebas (independen) satu dengan variabeliibebas lainnya atau tidak. Dalam
analisis regresiiiganda, akaniiterdapat duaiiatau lebih variabeliibebas yang didugaiiakan
24
27
28
Gambar 3.2. Peta Sebaran Pos Hujan dan Pos Duga Air DAS Welang
Sumber: Hasil penggambaran, 2017
30
Berikut adalah langkah pada metode stepwise secara manual dan menggunakan aplikasi
SPSS serta output pada SPSS:
a. Langkah Manual Regresi Stepwise
Berikut adalah langkah manual regresi stepwise (Yamin, 2011:168):
1. Langkah awal pada regresi stepwise adalah mengkorelasikan antara variabel
dependenidan variabeliindependen. Langkah selanjutnya adalah pemilihan variabel
independen yang memiliki korelasi tertinggi terhadap variabel dependen.
2. Langkah kedua adalah meregresikan antara variabel yang memiliki korelasi tertinggi
(hasil dari langkah pertama) dengan variabel dependen.
3. Langkah ketiga adalah Pengecekan nilai signifikansi t atau p-value. Selanjutnya akan
masuk ke model 1.
4. Langkah keempat adalah melakukan korelasi parsial antara variabel independen yang
tersisa dan model 1. Selanjutnya akan didapat variabel yang memiliki korelasi parsial
tertinggi.
5. Langkah kelima adalah meregresikan kembali model 1 dengan variabel independen
yang memiliki korelasi parsial tertinggi (hasil dari langkah keempat). Selanjutnya
akan masuk ke model 2.
6. Langkah keenam adalah melakukan kembali korelasi parsial dan regresi antara
variabel independen sisa dengan model 2. Langkah ini dilakukan sampai tidak
variabel yang dimasukkan atau dikeluarkan lagi darim model. Selanjutnya akan
didapat model terpilih.
7. Langkah ketujuh adalah menganalisis koefisien determinasi untuk mendapatkan
model terbaik.
8. Melakukan uji asumsi klasik dari model regresi terbaik yang didapat dari langkah
ketujuh.
b. Langkah Regresi Stepwise menggunakan SPSS
Analisis regresi dengan metode stepwise sudah tersedia dalam program SPSS. Berikut
adalah langkah-langkah regresi stepwise menggunakan aplikasi SPSS (Priyatno, 2013: 42):
1. Klik dua kali pada ikon SPSS pada desktop.
2. Setelahimuncul kotak dialogiSPSS maka klik canceli (karena akan membuatidata
baru)
3. Padaihalaman SPSS dataieditor klik VariableiView
4. Untuk memasukkan variabel langkah sebagaiiberikut:
35
- Ketikiy pada kolom Name, ipada Label ketik Data Debit(Y), dan padaikolom
Measure pilihiScale
- Padaikolom Name dibawahnya ketik x1, padaiLabel ketik Data Pos Hujan1(X1),
dan pada kolomiMeasure pilihiScale
- Padaikolom Name dibawahnya ketik x2, padaiLabel ketik Data Pos Hujan2(X2),
dan pada kolomiMeasure pilihiScale
- Padaikolom Name dibawahnya ketik x3, padaiLabel ketik Data Pos Hujan3(X3),
dan pada kolomiMeasure pilihiScale
- Kolom-kolomilainnya diabaikan
5. Setelah memasukkan variabel, imaka selanjutnya klikiDataiView
6. Isikan data y, x1, x2 dan x3 sesuai dengan variabelnya
7. Kemudian masuk pada proses analisa regresi dengan cara klik:
Analyzei→iRegressioni→iLinear sehingga akan munculiikotak dialogiiLinear
Regression.
8. Masukkanivariabel Data Debit(Y) pada kotak Dependent dan variabel Data Hujan
Pos1(X1), Data Hujan Pos2(X2), Data Hujan Pos3(X3) pada kotak Independent.
Pada Method, pilih Stepwise.
9. Klik tombol Statistics, sehingga kotak dialog Linear Regression Statistics muncul.
Secara default, Estimates dan Model fit sudah terpilih. Kemudian pilih dan centang
pada Collinearity diagnostics untuk menguji multikolinearitas, dan pilih Durbin-
Watson untuk menguji autokorelasi.
10. Klikitombol continue untuk kembaliike kotak dialogisebelumnya.
11. Klik Plots untuk ujiiheteroskedastisitas, selanjutnya kotak dialogiiLinear
Regression: Plots akan terbuka, masukkan *ZRESID (Standardized Residual) ke
kotak Y, dan masukkan *ZPRED (Standardizes Predicted Value) ke kotak X.
Setelah itu pilih Normal probability plot untuk uji normalitas.
12. Klik continue untuk kembali ke dialog sebelumnya
13. Klik tombol Options sehingga kotak dialog Linear Regression: Option akan muncul.
Pada Use probability of F secara default nilainya 0,05 untuk variabel yang
dimasukkan dan 0,10 untuk variabel yang dikeluarkan.
14. Klik continue untuk kembali ke kotak dialog sebelumnya
15. Klik Ok sehingga Output Viewer akan menampilkan hasilnya
36
7. Scatterplot
Output ini digunakaniuntuk mengecek ada atauitidaknya peyimpangan pada uji
asumsiiklasik, iyaitu uji heteroskedastisitas. Heteroskedastisitasiiadalah varian
residualiyang tidakisama pada semuaiobesarvasi di dalam modeliregresi.
39
41
42
Tabel 4.1. Data Hujan Kumulatif Tahunan Pos Hujan Oro-oro Pule dan Sekitarnya pada
bulan Desember tahun 2007-2016
Pos Hujan
No Tahun
Oro2 Pule Selowongko Wonorejo Poh Jentrek
1 2007 206 173,0 308,0 341,0
2 2008 - 338,0 235,0 108,0
3 2009 62 105,0 62,0 63,5
4 2010 380 257,0 286,0 304,0
5 2011 224 311,0 228,0 118,0
6 2012 140 247,0 208,0 100,0
7 2013 158 294,0 237,0 150,0
8 2014 243 328,0 290,0 216,0
9 2015 213 243,0 186,0 204,0
10 2016 188 226,0 231,0 214,0
Jumlah 1814,0 2184,0 2036,0 1710,5
Rerata 201,6 242,7 226,2 190,1
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Tabel 4.2. Perhitungan Data Hujan yang Hilang pada Pos Hujan Oro-oro Pule pada bulan
Desember tahun 2008 dengan Normal Ratio Method
CH Bulanan CH Tahunan
Pos Hujan
(mm) (mm)
Oro2 Pule - 1814,0
Selowongko 338,0 2184,0
Wonorejo 235,0 2036,0
Poh Jentrek 108,0 1710,5
n 3
Px 201,55
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Px 1 P1 P2 P3 Pn
= ( + + +…+ )
Nx n N1 N2 N3 Nn
1814 338 235 108
Px = ( + + ) = 201,55 mm
3 2184 2036 1710,5
Untuk mendapatkan data hujan rerata, maka dari nilai estimasi yang diperoleh dari
data hujan kumulatif selanjutnya dibagi dengan rerata jumlah hari hujan. Jadi, rerata hujan
di pos hujan Oro-oro Pule pada bulan Desember tahun 2008 adalah 201,55/6(hari hujan) =
33,6 mm.
b. Reciprocal Method
Perkiraan data hujan yang hilang di Staiun Oro-oro Pule pada bulan Desember tahun
2008 menggunakan reciprocal method menggunakan persamaan (2-2). Pada metode ini
menggunakan parameter jarak dalam perhitungannya dan minimal terdapat 2 pos hujan
sebagai acuan. Hasil perhitungan data hujan hilang menggunakan reciprocal method dapat
dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:
43
Tabel 4.3. Perhitungan Data Hujan yang Hilang pada Pos Hujan Oro-oro Pule bulan
Desember tahun 2008 dengan Reciprocal Method
CH Bulanan Jarak (L)
Pos Hujan L^2 1/L^2 P/L^2
(mm) (km)
Oro2 Pule - - - - -
Selowongko 338,0 6,558 43,007 0,023 7,859
Wonorejo 235,0 4,344 18,870 0,053 12,453
Poh Jentrek 108,0 8,266 68,327 0,015 1,581
Jumlah 0,091 21,893
Px 240,900
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
P
∑ni=1 2i
Li
Px = n 1
∑i=1 2
Li
21,893
=
0,091
= 240,9 mm
Jadi, hujan rerata di Pos Hujan Oro-oro Pule pada bulan Desember tahun 2008 adalah
240,9/6(hari hujan) = 40,2 mm. Hasil pengisian data hujan yang hilang pada pos hujan lain
dapat dilihat pada lampiran.
Dari kedua hasil metode estimasi data hujan yang hilang, data yang akan digunakan
untuk perhitungan selanjutnya adalah hasil estimasi dengan reciprocal method. Hal ini
dikarenakan perbandingan hasil dari normal ratio method pada pos hujan Oro-oro Pule tidak
melebihi 10% dari rata-rata tahunan pada pos hujan lainnya.
4.2.2. Uji Konsistensi Data Hujan
Untuk menguji konsistensi data hujan pada studi ini digunakan Analisa Kurva Massa
Ganda (Double Mass Curve Analysis). Data yang digunakan untuk menguji konsistensi data
hujan adalah data curah hujan tahunan yang sudah dilakukan estimasi data yang hilang pada
subbab sebelumnya. Uji konsistensi ini bertujuan untuk melihat apakah data yang digunakan
sudah sesuai dengan data yang ada dilapangan atau tidak, yaitu dengan melihat data dari pos
yang diuji memiliki sebaran data yang tidak berbeda jauh dengan pos sekitarnya. Berikut
adalah langkah-langkah perhitungan uji konsistensi data hujan untuk Pos Wilo:
1. Menghitung curah hujan tahunan pada masing-masing pos yang akan di uji
konsistensi (Pos Wilo)
2. Menghitung kumulatif curah hujan tahunan pada pos yang di uji
3. Menghitung rerata curah hujan tahunan pada pos yang dijadikan pembanding (Pos
Prigen, Jawi, dan Telebuk)
4. Menghitung kumulatif curah hujan tahunan pada pos hujan pembanding
44
5. Membuat grafik hubungan (kurva massa ganda) antara kumulatif pos yang diuji
(Wilo) dan pos pembanding (Prigen, Jawi, dan Telebuk).
6. Data yang tidak konsisten dapat dilihat dari grafik yang dihasilkan. Apabila terdapat
patahan, maka data tidak konsisten. Sudut yang dihasilkan harus memenuhi syarat
batas normal yaitu antara 42° - 48°. Untuk memperbaiki data harus dilakukan koreksi
menggunakan rumus (2-15).
7. Data seluruh curah hujan tahunan yang akan dikoreksi pada Pos Hujan Wilo
dikalikan dengan faktor koreksi dan membuat grafik hubungan kurva massa ganda
setelah dilakukan koreksi pada uji konsistensi.
Data curah hujan seluruh pos hujan sebelum uji konsistensi dapat dilihat pada tabel
4.4 dan untuk perhitungan uji konsistensi pada Pos Hujan Wilo dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.4. Data Curah Hujan Rerata Tahunan Sebelum Uji Konsistensi
TAHUN Prigen Wilo Jawi Telebuk Pager Purwosari Purwodadi Lawang
Oro-oro
TAHUN Singosari Tutur Tosari Selowongko Wonorejo Poh Jentrek Ngempit
Pule
2007 10,79 17,98 24,39 28,29 32,68 20,78 23,24 19,19
2008 11,83 20,87 19,85 24,27 29,26 19,51 13,84 17,50
2009 16,90 17,18 19,17 28,09 26,30 24,73 16,98 23,48
2010 19,03 22,84 17,11 28,56 34,69 35,36 18,98 32,22
2011 14,95 19,22 19,13 25,63 28,33 27,54 12,17 8,51
2012 13,97 17,03 14,53 27,56 29,23 26,03 14,40 17,05
2013 14,74 18,72 16,01 26,15 32,85 25,30 13,66 20,65
2014 17,13 20,07 20,54 27,76 37,69 20,63 14,85 16,18
2015 14,64 25,28 22,23 27,10 40,89 24,31 20,93 19,43
2016 20,96 26,43 19,45 37,12 46,65 23,91 22,07 22,25
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
45
400
350
300
Kumulatif Pos Hujan Wilo
250
200
150
100
50
St. Wilo Garis Acuan 45˚
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Kumulatif Pos Hujan Pembanding
Gambar 4.1. Analisis Kurva Massa Ganda Pos Hujan Wilo Sebelum Uji Konsistensi
Sumber: Hasil Penggambaran, 2017
Pada grafik yang dihasilkan terlihat ada perbedaan kemiringan antara sudut yang
dihasilkan kurva massa ganda dengan sudut 45°, maka dari itu perlu dilakukan koreksi pada
Pos Hujan Wilo dengan perhitungan sebagai berikut:
46
Sudut awal (αo) = tan-1 ((kumulatif akhir – awal Pos Hujan Prigen) / (kumulatif
rerata akhir – awal Pos Hujan pembanding))
= tan-1 (352,86-40,12) / (237,89-22,81)
= tan-1 1,454 = 55,48°
Sudut koreksi (α) = 48°
Faktor Koreksi = tan α / tan αo
= tan 48°/ tan 55,48° = 1,111/1,454 = 0,764
Maka data curah hujan tahunan pada Pos Hujan Wilo dari tahun 2007-2016 dikalikan
dengan faktor koreksi sebesar 0,764. Data curah hujan pada pos hujan yang lain yang telah
dilakukan koreksi pada uji konsistensi dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Data Curah Hujan Rerata Tahunan Setelah Uji Konsistensi
TAHUN Prigen Wilo Jawi Telebuk Pager Purwosari Purwodadi Lawang
Oro-oro
TAHUN Singosari Tutur Tosari Selowongko Wonorejo Poh Jentrek Ngempit
Pule
2007 12,05 17,98 24,39 28,29 24,81 20,19 28,63 20,30
2008 13,21 20,87 19,85 24,27 22,22 18,95 17,05 18,52
2009 18,86 17,18 19,17 28,09 19,97 24,02 20,92 24,85
2010 21,24 22,84 17,11 28,56 26,34 34,35 23,38 34,09
2011 16,69 19,22 19,13 25,63 21,51 26,75 14,99 9,01
2012 15,59 17,03 14,53 27,56 22,19 25,28 17,73 18,04
2013 16,46 18,72 16,01 26,15 24,94 24,57 16,82 21,86
2014 19,13 20,07 20,54 27,76 28,62 20,04 18,29 17,12
2015 16,34 25,28 22,23 27,10 31,05 23,62 25,78 20,56
2016 23,40 26,43 19,45 37,12 35,42 23,23 27,19 23,54
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Berikut adalah grafik hubungan kurva massa ganda setelah dilakukan koreksi pada
uji konsistensi pada Pos Hujan Wilo dapat dilihat pada gambar 4.2. Untuk hasil grafik kurva
massa ganda pada pos hujan lainnya dapat dilihat pada lampiran.
47
300
250
Kumulatif Pos Hujan Wilo
200
150
100
50
Gambar 4.2. Analisis Kurva Massa Ganda Setelah Koreksi Uji Konsistensi Pos Hujan Wilo
Sumber: Hasil Penggambaran, 2017
4.2.3. Uji Ketiadaan Trend
Uji Ketiadaan Trend digunakan untuk meilhat ada tidaknya trend atau variasi dalam
data. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah Uji Korelasi Peringkat Spearman, Uji
Mann Whitney, dan Uji Tanda dari Cox Stuart.
➢ Uji Korelasi Peringkat Spearman
Berikut adalah langkah perhitungan uji ketiadaan trend dengan Korelasi Peringkat
Spearman pada Pos Hujan Prigen:
1. Mengurutkan data sesuai deret waktu
2. Membuat peringkat berdasarkan data hujan yang terbesar sampai terkecil (Rt) dan
peringkat berdasarkan urutan tahun (Tt)
Ch = 22,45 (tahun 2007)
Rt = 10
Tt =1
3. Hitung nilai dt (selisih antara Rt dengan Tt)
dt = Rt – Tt = 10 – 1 = 9
4. Hitung nilai kuadrat dari dt dan total dari kuadrat dt
dt2 = (9)2 = 81
Ʃdt2 = 220
5. Hitung nilai KP (korelasi peringkat) berdasarkan persamaan (2-23)
48
n
6 dt
2
KP = 1 i 1
n n
3
6 220
= 1
103 10
= -0,333
6. Hitung nilai distibrusi t (thitung) berdasarkan persamaan (2-24)
1
n 2 2
t = KP 2
1 KP
1
10 2 2
= -0,333 2
= -1,000
1 (0,333)
Dengan pengujian dua sisi menggunakan derajat kepercayaan α = 1% dan dk = n – 2
= 10 – 2 = 8 maka diperoleh nilai tkritis yaitu t0,975 = +3,355 dan -t0,975 = -3,355. Nilai tkritis
diperoleh dari tabel uji-t yang tercantum pada lampiran. Dari perhitungan maka nilai thitung
terletak antara -t0,975 dan t0,975 yaitu -3,355 < -1,000 ˂ 3,355 sehingga H0 diterima. Dapat
disimpulkan bahwa dua seri data (Rt dan Tt) tidak menunjukkan adanya trend. Rekapitulasi
perhitungan uji ketiadaan trend dengan Korelasi Peringkat Spearman pada seluruh pos hujan
dapat dilihat pada tabel 4.7:
Tabel 4.7. Rekapitulasi Perhitungan Uji Ketiadaan Trend (Spearman) Seluruh Pos Hujan
No. Pos Hujan KP thitung tkritis Kesimpulan
1 Prigen -0,333 -1,000 Tidak ada trend
2 Wilo 0,758 3,283 Tidak ada trend
3 Jawi -0,709 -2,844 Tidak ada trend
4 Telebuk 0,442 1,395 Tidak ada trend
5 Pager -0,188 -0,541 Tidak ada trend
6 Purwosari -0,806 -3,852 Terdapat trend
7 Purwodadi -0,673 -2,572 Tidak ada trend
8 Lawang -0,842 -4,422 Terdapat trend
3,355
9 Singosari -0,515 -1,700 Tidak ada trend
10 Tutur -0,491 -1,594 Tidak ada trend
11 Tosari 0,079 0,224 Tidak ada trend
12 Selowongko -0,115 -0,328 Tidak ada trend
13 Oro2 Pule -0,685 -2,658 Tidak ada trend
14 Wonorejo -0,042 -0,120 Tidak ada trend
15 Poh Jentrek -0,055 -0,155 Tidak ada trend
16 Ngempit 0,006 0,017 Tidak ada trend
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
49
8 - (5.5)
2
Z= 1
1 2
[ {5.5(5+ 5 +1)}]
12
Z = -0,940
50
Tabel 4.10. Pembagian Kelompok untuk Uji Tanda dari Cox Stuart pada Pos Hujan Prigen
Kelompok Kelompok
No Tanda 3-1
1 3
1 22,45 29,56 +
2 26,01 24,45 -
3 32,20 28,44 -
4 25,65 28,68 +
S = 2
N = 10
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
4. Menghitung nilai Z (untuk sampel n < 30 menggunakan persamaan (2-29)):
n 10
S - 6 - 0,5 2 - 6 - 0,5
Z= 1 = 1 = -0,183
n 2 10 2
(12) (12)
∑ni=1(Chi - Ch)2
Sd1 =√
n
= 3,7187
dk1 = n1 – 1 = 5 – 1 = 4
Kelompok II (data hujan 2012-2016)
n2 =5
∑ni=1 Ch
Rerata 2 = = 26,9
n
∑ni=1(Chi - Ch)2
Sd2 =√
n
= 2,2357
dk2 = n2 – 1 = 5 – 1 = 4
53
5.3,71872 .(5 – 1)
=
5.2,23572 .(5 – 1)
= 2,767
Dengan derajat kepercayaan α = 1% dan dk1 = 4 dan dk2 = 4 maka diperoleh nilai
Fkritis (Fcr) = 15,977. Nilai Fkritis diperoleh dari tabel uji-F yang bisa dilihat pada lampiran.
Dari perhitungan diperoleh nilai Fhitung ˂ Fkritis = 2,767 ˂ 15,977 sehingga H0 diterima. Dapat
disimpulkan bahwa varian kedua kelompok data pada tabel 4.8 tidak ada perbedaan yang
nyata atau dapat dikatakan nilai variannya stabil (stasioner). Berikut rekapitulasi uji
kestabilan varian pada seluruh pos hujan dapat dilihat pada tabel 4.13:
Tabel 4.13. Rekapitulasi Perhitungan Uji-F (Uji Kestabilan Varian) Seluruh Pos Hujan
No. Pos Hujan Fhitung Fkritis Kesimpulan
1 Prigen 2,767 Data stasioner
2 Wilo 2,932 Data stasioner
3 Jawi 1,465 Data stasioner
4 Telebuk 0,253 Data stasioner
5 Pager 0,422 Data stasioner
6 Purwosari 3,898 Data stasioner
7 Purwodadi 0,819 Data stasioner
8 Lawang 1,438 Data stasioner
15,977
9 Singosari 0,868 Data stasioner
10 Tutur 0,253 Data stasioner
11 Tosari 10,022 Data stasioner
12 Selowongko 0,149 Data stasioner
13 Oro2 Pule 0,563 Data stasioner
14 Wonorejo 2,251 Data stasioner
15 Poh Jentrek 1,280 Data stasioner
16 Ngempit 1,034 Data stasioner
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
2. Uji-t (Uji Kestabilan Rata-rata)
1. Menghitung nilai σ berdasarkan persamaan (2-31)
n1 .Sd1 2 + n2 .Sd2 2
σ =
n1 + n2 - 2
5.3,71872 + 5.2,23572
=
5 +5 - 2
= 3,430
54
|27,3 - 26,89|
= 1
1 1 2
3,430 (5 + 5 )
= 0,190
Dengan derajat kepercayaan α = 1% dan dk = n1 + n2 – 2 = 5 + 5 – 2 = 8 maka
diperoleh nilai tkritis (tcr) = 3,355. Nilai tkritis diperoleh dari tabel uji-t yang bisa dilihat pada
lampiran. Dari perhitungan diperoleh nilai yaitu thitung ˂ tkritis = 0,190 ˂ 3,355 sehingga H0
diterima. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata kedua kelompok data pada tabel 4.8 tidak ada
perbedaan yang nyata atau dapat dikatakan nilai rata-ratanya stabil (stasioner). Berikut
rekapitulasi uji kestabilan rata-rata pada seluruh pos hujan dapat dilihat pada tabel 4.14:
Tabel 4.14. Rekapitulasi Perhitungan Uji-t (Uji Kestabilan Rata-rata) Seluruh Pos Hujan
No. Pos Hujan thitung tkritis Kesimpulan
1 Prigen 0,190 Data stasioner
2 Wilo 1,885 Data stasioner
3 Jawi 0,574 Data stasioner
4 Telebuk 0,220 Data stasioner
5 Pager 1,060 Data stasioner
6 Purwosari 2,537 Data stasioner
7 Purwodadi 1,674 Data stasioner
8 Lawang 1,065 Data stasioner
3,355
9 Singosari 1,840 Data stasioner
10 Tutur 2,919 Data stasioner
11 Tosari 1,101 Data stasioner
12 Selowongko 0,183 Data stasioner
13 Oro2 Pule 4,680 Data tidak stasioner
14 Wonorejo 0,289 Data stasioner
15 Poh Jentrek 0,854 Data stasioner
16 Ngempit 0,482 Data stasioner
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
KS = 1 i 1
m m
3
6 171
= 1
93 9
= -0,425
6. Hitung nilai distibrusi t (thitung) berdasarkan persamaan (2-34)
1
m 2 2
t = KS 2
1 KS
1
92 2
= 0,425 2
1 (0,425)
= -1,242
Dengan pengujian satu sisi menggunakan derajat kepercayaan α = 1% dan dk = m –
2 = 9 – 2 = 7 dan maka diperoleh nilai tkritis yaitu t0,95 = +2,998 dan -t0,95 = -2,998. Nilai tkritis
diperoleh dari tabel uji-t yang tercantum pada lampiran. Dari perhitungan maka nilai thitung
terletak antara -t0,95 dan t0,95 yaitu -2,998 < -1,242 ˂ 2,998 sehingga H0 diterima. Dapat
disimpulkan bahwa data bersifat random (acak) atau dengan kata lain tidak menunjukkan
adanya persistensi. Berikut rekapitulasi uji persistensi pada seluruh pos hujan dapat dilihat
pada tabel 4.15:
56
pada seluruh pos hujan hanya diperoleh panjang data selama 4 tahun. Untuk mengatasi
masalah ini dapat dilakukan dengan penambahan data, namun karena keterbatasan data pada
studi ini sehingga pengujian ini diabaikan dan data hujan yang dapat digunakan untuk
analisis selanjutnya adalah tetap dengan panjang data selama 10 tahun.
40
35
y = 0,0162x2 + 0,08x + 0,5014
30 R² = 0,4183
Data Debit (Y)
25
y = 0,5357x - 1,2465
20 R² = 0,3883
15
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Data Hujan (X)
183,968
=
10
= 18,397
4. Menghitung Dy berdasarkan persamaan (2-19)
61
Dy = √𝐷𝑦 2
= √18,397
= 4,289
5. Menghitung Sk** berdasarkan persamaan (2-20)
𝑆𝑘 ∗
Sk** = 𝐷𝑦
-5,542
=
4,289
= -1,292
6. Menghitung nilai absolut dari Sk**
|Sk**| = |-1,292|
= 1,292
7. Menentukan nilai Sk** maksimum dan minimum
Sk** maks = 2,906
Sk** min = 1,292
8. Menghitung nilai Q dan Q/(n0,5) berdasarkan persamaan (2-21)
Q = maks Sk**
= 2,906
Q/(n0,5) hitung = 2,906/(100,5)
= 0,92
Q/(n0,5) kritis = 1,14
Nilai Q/(n0,5) hitung < Q/(n0,5) kritis maka data masih dalam batasan konsisten.
9. Menghitung nilai R dan R/(n0,5) berdasarkan persamaan (2-22)
R = maks Sk** – min Sk**
= 2,906 – 1,292
= 1,614
R/(n0,5) hitung = 1,614/(100,5)
= 0,51
R/(n0,5) kritis = 1,28
Nilai R/(n0,5) hitung < R/(n0,5) kritis maka data masih dalam batasan konsisten.
Berdasarkan hasil uji konsistensi data debit pada AWLR Dhompo dapat diketahui
bahwa data debit masih dalam batasan konsisten, sehingga data debit pada pos ini dapat
digunakan untuk analisa selanjutnya Perhitungan uji konsistensi data debit pada AWLR
Dhompo dengan metode RAPS selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.20.
62
Tabel 4.20. Uji Konsistensi Data Debit pada AWLR Dhompo dengan metode RAPS
No. Tahun Debit Y-Ȳ Sk* (Y - Ȳ)2 Sk** |Sk**|
1 2007 4,101 -5,542 -5,542 30,71 -1,292 1,292
2 2008 4,791 -4,852 -10,394 23,54 -2,423 2,423
3 2009 8,872 -0,771 -11,165 0,59 -2,603 2,603
4 2010 9,530 -0,113 -11,279 0,01 -2,630 2,630
5 2011 13,426 3,783 -7,496 14,31 -1,748 1,748
6 2012 7,832 -1,811 -9,307 3,28 -2,170 2,170
7 2013 7,685 -1,958 -11,265 3,83 -2,626 2,626
8 2014 8,442 -1,201 -12,466 1,44 -2,906 2,906
9 2015 12,098 2,455 -10,011 6,03 -2,334 2,334
10 2016 19,654 10,011 0,000 100,21 0,000 0,000
Jumlah 96,429 0,000 -88,924 183,968 -20,732 20,732
Rata-Rata 9,643 0,000 -8,892 18,397 -2,073 2,073
n 10
2
Dy 18,397
Dy 4,289
Max Sk** 2,906
Min Sk** 1,292
Q 2,906
R 1,614
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
4.3.3. Uji Ketiadaan Trend
Uji Ketiadaan Trend digunakan untuk meilhat ada tidaknya trend atau variasi dalam
data. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah Uji Korelasi Peringkat Spearman, Uji
Mann Whitney, dan Uji Tanda dari Cox Stuart.
➢ Uji Korelasi Peringkat Spearman
Berikut adalah langkah perhitungan uji ketiadaan trend dengan Korelasi Peringkat
Spearman pada AWLR Dhompo:
1. Mengurutkan data sesuai deret waktu
2. Membuat peringkat berdasarkan data hujan yang terbesar sampai terkecil (Rt) dan
peringkat berdasarkan urutan tahun (Tt)
Y = 4,101 ( debit tahun 2007)
Rt = 10
Tt =1
3. Hitung nilai dt (selisih antara Rt dengan Tt)
63
dt = Rt – Tt = 10 – 1 = 9
4. Hitung nilai kuadrat dari dt dan total dari kuadrat dt
dt2 = (9)2 = 81
Ʃdt2 = 266
5. Hitung nilai KP (korelasi peringkat) berdasarkan persamaan (2-23)
n
6 dt
2
KP = 1 i 1
n n
3
6 266
= 1 = -0,612
103 10
6. Hitung nilai distibrusi t (thitung) berdasarkan persamaan (2-24)
1 1
n2 2 10 2 2
t = KP 2
= -0,612 2
= -2,189
1 KP 1 (0,612 )
Dengan pengujian dua sisi menggunakan derajat kepercayaan α = 1% dan dk = n – 2
= 10 – 2 = 8 maka diperoleh nilai tkritis yaitu t0,975 = +3,355 dan -t0,975 = -3,355. Nilai tkritis
diperoleh dari tabel uji-t yang tercantum pada lampiran. Dari perhitungan, nilai thitung terletak
antara -t0,975 dan t0,975 yaitu -3,355 < -2,189 < 3,355 sehingga H0 diterima. Dapat disimpulkan
bahwa dua seri data (Rt dan Tt) tidak menunjukkan adanya trend. Untuk perhitungan uji
ketiadaan trend pada AWLR Dhompo selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.21.
Tabel 4.21. Perhitungan Uji Ketiadaan Trend (Spearman) pada AWLR Dhompo
No. Tahun Debit (Y) Rt dt dt2
1 2007 4,101 10 9 81
2 2008 4,791 9 7 49
3 2009 8,872 5 2 4
4 2010 9,530 4 0 0
5 2011 13,426 2 -3 9
6 2012 7,832 7 1 1
7 2013 7,685 8 1 1
8 2014 8,442 6 -2 4
9 2015 12,098 3 -6 36
10 2016 19,654 1 -9 81
Jumlah 266
n 10
KP -0,612
t -2,189
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
64
10 - (5.5)
2
Z= 1
1 2
[ {5.5(5+ 5 +1)}]
12
Z = -0,522
65
∑ni=1(Yi - Y)2
Sd1 =√
n
= 3,8067
dk1 = n1 – 1 = 5 – 1 = 4
Kelompok II (data hujan 2012-2016)
n2 =5
∑ni=1 Y
Chrerata2 =
n
= 11,142
∑ni=1(Yi - Y)2
Sd2 =√
n
67
= 5,0882
dk2 = n2 – 1 = 5 – 1 = 4
3. Menghitung nilai F berdasarkan persamaan (2-30)
n1 .Sd1 2 .(n2 - 1)
F =
n2 .Sd2 2 .(n1 - 1)
5.(3,8057)2 .(5 - 1)
=
5.(5,0882)2 .(5 - 1)
= 0,559
Dengan derajat kepercayaan α = 1% dan dk1 = 4 dan dk2 = 4 maka diperoleh nilai
Fkritis (Fcr) = 15,977. Nilai Fkritis diperoleh dari tabel uji-F yang tercantum pada lampiran.
Dari perhitungan diperoleh nilai Fhitung ˂ Fkritis yaitu 0,559 ˂ 15,977 sehingga H0 diterima.
Dapat disimpulkan bahwa varian kedua kelompok data pada tabel 4.16 tidak ada perbedaan
yang nyata atau dapat dikatakan nilai variannya stabil (stasioner).
b. Uji-t (Uji Kesatabilan Rata-rata)
1. Menghitung nilai σ berdasarkan persamaan (2-31)
n1 .Sd1 2 + n2 .Sd2 2
σ =
n1 + n2 - 2
5.(3,8057)2 + 5.(5,0882)2
=
5 +5 - 2
= 5,023
2. Menghitung nilai t berdasarkan persamaan (2-32)
̅
|Y 1 - Y̅ 2 |
t = 1
1 1 2
σ ( + )
n 1 n2
|8,144 - 11,142|
= 1
1 1 2
5,023 (5 + 5 )
= 0,944
Dengan derajat kepercayaan α = 1% dan dk = n1 + n2 – 2 = 5 + 5 – 2 = 8 maka
diperoleh nilai tkritis (tcr) = 3,355. Nilai tkritis diperoleh dari tabel uji-t yang tercantum pada
lampiran. Dari perhitungan diperoleh nilai thitung ˂ tkritis yaitu 0,944 ˂ 3,355 sehingga H0
diterima. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata kedua kelompok data pada tabel 4.16 tidak ada
perbedaan yang nyata atau dapat dikatakan nilai rata-ratanya stabil (stasioner).
68
KS = 1 i 1
m m
3
6 65
= 1
93 9
= 0,458
6. Hitung nilai distibrusi t (thitung) berdasarkan persamaan (2-34)
1
m2 2
t = KS 2
1 KS
1
92 2
= 0,458 2
1 (0,458)
= 1,364
Dengan pengujian satu sisi menggunakan derajat kepercayaan α = 1% dan dk = m –
2 = 9 – 2 = 7 maka diperoleh nilai t0,95 = +2,998 dan -t0,95 = -2,998. Nilai tkritis diperoleh dari
tabel uji-t yang tercantum pada lampiran. Dari perhitungan, nilai thitung terletak antara -t0,95
dan t0,95 yaitu -2,998 < 1,364 ˂ 2,998 sehingga H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa data
bersifat random (acak) atau dengan kata lain tidak menunjukkan adanya persistensi. Untuk
perhitungan uji persistensi pada AWLR Dhompo selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.25.
69
∑𝑛
𝑖=1(𝑋𝑖 −𝑋)
2
Sd = √ = 0,2
𝑛−1
4.5. Analisa Kerapatan Jaringan Pos Hujan dan Pos Duga Air
4.5.1. Standar WMO
Badan Meteorologi Dunia atau WMO menyarankan kerapatan minimum jaringan
pos hujan dengan kondisi normal dan sulit. Berdasarkan tabel kriteria kerapatan untuk tipe
daerah pegunungan tropis meditarian dan sedang, pada kondisi normal minimal terdapat 1
pos hujan untuk luasan 100-250 km2 dan 1 pos duga air untuk luasan 300-1000 km2. Standar
WMO ini merupakan tolak ukur yang digunakan untuk mengevaluasi pos hujan dan pos
duga air. Luas DAS Welang yang dikaji dalam studi ini yaitu 470,86 km2. Perhitungan luas
daerah pengaruh masing-masing pos hujan di DAS Welang dapat dilihat pada tabel 4.29 dan
hasil poligon thiessen untuk 12 pos hujan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.5.
Tabel 4.29. Luas Daerah Pengaruh Pos Hujan DAS Welang berdasarkan standar WMO
Luas daerah Prosentase Keofisien
No Pos Hujan
(km2) % Thiessen
1 Prigen 29,535 6,273 0,063
2 Wilo 5,142 1,092 0,011
3 Telebuk 27,036 5,742 0,057
4 Pager 57,537 12,220 0,122
5 Purwosari 19,644 4,172 0,042
6 Purwodadi 45,999 9,769 0,098
7 Lawang 90,745 19,272 0,193
8 Tutur 63,401 13,465 0,135
9 Tosari 22,882 4,860 0,049
10 Selowongko 55,891 11,870 0,119
11 Wonorejo 37,196 7,900 0,079
12 Ngempit 15,845 3,365 0,034
470,86 100,000 1,000
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Dari hasil analisa luas daerah pengaruh pos hujan DAS Welang, dapat dilihat bahwa
terdapat 12 pos hujan dalam satuan luas DAS yaitu 470,86 km2. Berdasarkan persyaratan
WMO untuk kondisi normal pada daerah pegunungan tropis meditarian dan sedang untuk
luasan tersebut minimal terdapat 2 pos hujan. Luas daerah pengaruh pada masing-masing
pos hujan dibawah 100 km2. Karena jumlah pos hujan yang terlalu banyak maka perlu
dilakukan rasionalisasi untuk mendapatkan jumlah pos hujan yang optimum. Sedangkan
untuk pos duga air telah memenuhi standar WMO yaitu terdapat 1 pos duga air yang dapat
mewakili daerah dengan luasan 300-1000 km2. Luas daerah pengaruh pos duga air sebesar
470,86 km2.
74
Dapat dilihat pada tabel sebelumnya bahwa data kumulatif tahunan dan rerata
tahunan adalah yang paling bagus atau paling sedikit tertolak pengujiannya. Untuk
perhitungan selanjutnya, varian data hujan yang digunakan adalah data rerata tahunan. Data
debit dan data hujan yang akan digunakan sebagai inputan regresi stepwise dapat dilihat pada
tabel 4.34.
Tabel 4.34. Data Debit dan Data Hujan untuk Inputan Regresi Stepwise
Prigen Wilo Telebuk Pager Purwosari Purwodadi
Tahun Debit (Y)
(X1) (X2) (X3) (X4) (X5) (X6)
2007 4,10 22,45 30,65 27,63 16,94 15,09 18,22
2008 4,79 26,01 26,62 24,45 21,66 22,21 18,55
2009 8,87 32,20 40,22 24,46 19,16 18,97 17,11
2010 9,53 25,65 26,76 23,34 18,69 20,77 20,09
2011 13,43 24,51 30,89 25,15 19,61 24,83 22,87
2012 7,83 26,30 24,76 22,26 17,12 20,70 20,74
2013 7,68 29,56 24,76 22,55 19,45 24,03 20,55
2014 8,44 24,45 20,29 21,50 18,37 23,16 19,13
2015 12,10 28,44 26,36 29,45 24,01 26,24 22,49
2016 19,65 28,68 18,20 22,08 19,00 26,46 21,69
- Pada kolom Name dibawahnya ketik x2, pada Label ketik Wilo(X2), dan pada
kolom Measure pilih Scale
- Masukkan seluruh data pos hujan seperti langkah di atas
Tampilan pada tab Variable View dapat dilihat pada gambar 4.6.
8. Setelah itu akan muncul kotak dialog Linear Regression. Masukkan variabel
Debit(Y) pada kotak Dependent dan X1-X12 pada kotak Independent. Pada Method,
pilih Stepwise. Tampilan pada Dialog box Linear Regression dapat dilihat pada
gambar 4.8.
10. Klik Plots untuk uji heteroskedastisitas, selanjutnya kotak dialog Linear Regression
Plots akan muncul. Masukkan *ZRESID ke kotak Y dan *ZPRED ke kotak X.
Centang pada Normal probability plot untuk uji normalitas. Kemudian klik Continue
untuk kembali ke kotak dialog sebelumnya. Tampilan pada Dialog box Linear
Regression: Plots dapat dilihat pada gambar 4.10.
Berdasar hasil analisis regresi dengan metode stepwise diatas, terdapat lima tahapan
analisis dengan model yang berbeda yaitu:
- Model 1 : Selowongko
- Model 2 : Selowongko, Purwosari
- Model 3 : Selowongko, Purwosari, Wilo
- Model 4 : Selowongko, Purwosari, Wilo, Prigen
- Model 5 : Selowongko, Purwosari, Wilo, Prigen, Tosari
Pada model 1 hanya terdapat 1 pos hujan yang diterima, model ini tidak bisa
dijadikan rekomendasi terpilih karena untuk luasan DAS Welang minimal terdapat 2 pos
hujan. Untuk model 2 terdapat 2 pos hujan yang diterima, namun berdasarkan luasan daerah
pengaruhnya terdapat pos yang melebihi standar WMO, maka model2 tidak dapat dijadikan
sebagai rekomendasi terpilih. Sedangkan untuk model 3, 4 dan 5 untuk luas daerah pengaruh
masing-masing pos hujannya telah memenuhi standar WMO. Namun untuk penjelasan
analisa selanjutnya digunakan model 3 dengan kombinasi 3 pos hujan yaitu Selowongko,
Purwosari, dan Wilo.
82
2. Uji-F
Uji-F (uji koefisien regresi secara simultan) digunakan untuk mengetahui apakah
secara simultan variabel independen (hujan) berpengaruh secara signifikan atau tidak
terhadap variabel dependen (debit). Langkah-langkah untuk pengujian ini adalah sebagai
berikut:
1. Merumuskan hipotesis
H0 : Pos Hujan Selowongko, Purwosari, dan Wilo secara simultan tidak
berpengaruh terhadap AWLR Dhompo.
Ha : Pos Hujan Selowongko, Purwosari, dan Wilo secara simultan berpengaruh
terhadap AWLR Dhompo.
2. Menentukan Fhitung dan nilai signifikansi
Dari output diperoleh Fhitung sebessar 27,888 dan nilai signifikansi sebesar 0,001.
3. Menentukan Fkritis
Fkritis didapat dari tabel uji-F yang tertera pada lampiran dengan taraf signifikansi
0,05 dan derajat kebebasan dk1 = k-1 = 4-1 = 3 dan dk2 = n-k = 10-4 = 6, maka
diperoleh nilai Fkritis sebesar 4,757.
4. Kriteria pengujian
Fhitung ≤ Fkritis maka H0 diterima.
Fhitung > Fkritis maka H0 ditolak.
Dan berdasarkan signifikansi:
Signifikansi > 0,05 maka H0 diterima.
84
3. Uji-t
Uji-t digunakan untuk mengetahui apakah secara parsial variabel independen (hujan)
berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap variabel dependen (debit). Langkah-
langkah untuk pengujian ini adalah sebagai berikut:
85
terhadap AWLR Dhompo yaitu sebesar 93,3%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini.
Nilai koefisien korelasi dan determinasi pada model regresi stepwise dapat dilihat
pada tabel output model summary 4.39.
Tabel 4.39. NilaiaKoefisien Korelasiadan Determinasi pada Output ModelaSummary
Model Summaryf
Model R R Square Adjusted R Std. Error of Durbin-Watson
Square the Estimate
1 ,719a ,517 ,457 3,33283 1,613
2 ,924b ,854 ,812 1,96119 1,773
3 ,966c ,933 ,900 1,43249 1,471
4 ,989d ,978 ,960 ,90393 0,964
5 ,998e ,995 ,989 ,46364 2,217
Sumber: Hasil Output SPSS, 2017
5. Uji Asumsi Klasik
Setelah mendapat model terbaik, akan dilakukan uji asumsiaklasik sebagai berikut:
a. Uji NormalitasaResidual
Uji normalitasaresidual digunakan untuk menguji apakah nilaiaresidual yang
dihasilkan dari regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Metodeayang digunakan pada
studi ini adalah metodeagrafik, yaitu dengan melihat penyebaran data pada sumber diagonal
pada grafik NormalaP-P Plot of regressionastandardized. Jika titik-titikamenyebar sekitar
garis dan mengikuti garisadiagonal, maka nilaiaresidual dapat dikatakan normal. Hasil uji
normalitas residual pada model 3 regresi stepwise dapat dilihat dalam gambar 4.12 berikut:
Dari gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar disekitar garis dan
mengikuti garis diagonal, maka nilai residual dari model 3 regresi stepwise dapat dikatakan
terdisrtribusi dengan normal.
b. UjiaMultikolinearitas
Multikolinearitas yaitu antar variabelaindependen memiliki hubungan linier yang
sempurna atau mendekati sempurna. Berikut dilakukan uji ini dengan melihat nilaiaVIF dan
Tolerance pada output regresi. Apabilaanilai VIF kurang dari 10 danaTolerance lebih dari
0,1 maka dapat disimpulkan bahwa tidakaaterjadi multikolinearitas. aHasil uji
multikolinearitas dapat dilihat pada model regresi stepwise dalam tabel 4.40 sebagai berikut:
Tabel 4.40. Hasil Uji Multikolinearitas Metode Stepwise
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
(Constant)
1
Selowongko(X10) 1,000 1,000
(Constant)
2 Selowongko(X10) ,956 1,046
Purwosari(X5) ,956 1,046
(Constant)
Selowongko(X10) ,829 1,207
3
Purwosari(X5) ,702 1,424
Wilo(X2) ,609 1,642
(Constant)
Selowongko(X10) ,675 1,481
4 Purwosari(X5) ,462 2,163
Wilo(X2) ,370 2,705
Prigen(X1) ,540 1,852
(Constant)
Selowongko(X10) ,595 1,679
Purwosari(X5) ,448 2,234
5
Wilo(X2) ,315 3,174
Prigen(X1) ,418 2,390
Tosari(X9) ,730 1,370
a. Dependent Variable: Debit(Y)
Sumber: Hasil Output SPSS, 2017
Pada output diatas dapat diketahui bahwa untuk model 3 regresi stepwise memiliki
nilaiaTolerance lebih daria0,1 danaVIF kurang daria10. Maka dapat dikatakan bahwa model
regresi ini tidak terdapat multikolinearitas antar variabel bebasnya.
90
c. UjiaAutokorelasi
Autkorelasi merupakan korelasiaantara anggota observasiayang disusun menurut
waktu atau tempat. Metode pengujian menggunakan ujiaDurbin-Watson. Untuk mendeteksi
apakah ada autokorelasi atau tidak maka meggunakan kriteria berikut:
- JikaaDW < DL atau DW > 4-DLaberarti terdapat autokorelasi.
- JikaaDU < DW < 4-DU berarti tidak adaaautokorelasi
- JikaaDL < DW < DU atau 4-DU < DW < 4-DLamaka tidak menghasilkan
kesimpulan yang pasti.
Nilai DL dan DU diperoleh dari tabel statistik Durbin-Watson dengan melihat nilai
n = 10 (n adalah jumlah sampel) dan k = 3 (k adalahajumlah variabel independen) yaitu DL
= 0,5253 dan nilai DU = 2,0163. Pada tabel output Model Summary, nilai DW yang diperoleh
dari model 3 yaitu 2,217 maka DL < DW < DU (0,5253 < 1,471 < 2,0163) maka model
regresi ini untuk kombinasi 3 pos hujan tidakamenghasilkan kesimpulanayang pasti.
Hasil uji autokorelasi dengan durbin-watson pada model regresi stepwise dapat
dilihat pada tabel 4.41 sebagai berikut:
Tabel 4.41. Hasil Uji Autokorelasi (Durbin-Watson) pada Metode Stepwise
Model Summaryf
Model R R Square Adjusted R Std. Error of Durbin-Watson
Square the Estimate
1 ,719a ,517 ,457 3,33283 1,613
2 ,924b ,854 ,812 1,96119 1,773
3 ,966c ,933 ,900 1,43249 1,471
4 ,989d ,978 ,960 ,90393 0,964
5 ,998e ,995 ,989 ,46364 2,217
a. Predictors: (Constant), Selowongko(X10)
b. Predictors: (Constant), Selowongko(X10), Purwosari(X5)
c. Predictors: (Constant), Selowongko(X10), Purwosari(X5), Wilo(X2)
d. Predictors: (Constant), Selowongko(X10), Purwosari(X5), Wilo(X2), Prigen(X1)
e. Predictors: (Constant), Selowongko(X10), Purwosari(X5), Wilo(X2), Prigen(X1), Tosari(X9)
f. Dependent Variable: Debit(Y)
Sumber: Hasil output SPSS, 2017
Apabila pada ujiadurbin-watson tidakamenghasilkan kesimpulan yang pasti, maka
perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dengan uji run test. Run test merupakan pengujian
untuk melihat apakah terdapat korelasi antar residualnya. Apabila pada hasil pengujian
menunjukkan Asymp. Sig (2-tailed) lebih dari 0,05amaka dapat disimpulkanatidak terdapat
autokorelasi. Hasilauji autokorelasi denganarunatest pada model 3 regresi stepwise dapat
dilihat pada tabel 4.42 sebagai berikut:
91
Tabel 4.42. Hasil Uji Autokorelasi (Run Test) pada Metode Stepwise
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea -,13356
Cases < Test Value 5
Cases >= Test Value 5
Total Cases 10
Number of Runs 6
Z ,000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1,000
a. Median
Sumber: Hasil output SPSS, 2017
Dari tabel diatas, dapat dilhat nilai signifikansi dari Asymp. Sig (2-tailed) sebesar
1,000. Karena lebih besar dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa model regresi dari
kombinasi 3 pos hujan tidak terjadi autokorelasi.
d. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitasaadalah varian residual yangatidak sama pada semua pengamatan
di dalam model regresi. Regresiayang baik adalah yang tidak terjadiaheteroskedastisitas.
Pengujian ini menggunakan metode grafik. Jika pada grafik membentukapola tertentuayang
terartur (bergelombang, amelebar kemudianamenyempit) maka terjadiaheteroskedastisitas.
Hasil uji heteroskedastisitas pada model 3 regresi stepwise dapat dilihat dalam gambar 4.13
sebagai berikut:
Dari grafikadapat diketahui bahwa titik-titikatidak membentuk pola yang jelas, dan
titik-titikamenyebar diaatas dan dibawah angka 0 pada sumbuaY. Maka dapat disimpulkan
pada model regresi stepwise untuk kombinasi 3 pos hujan tidak terjadi heteroskedastisitas.
Rekapitulasi pengujian asumsi klasik pada seluruh model regresi stepwise dapat
dilihat pada tabel 4.43 sebagai berikut:
Tabel 4.43. Rekapitulasi Pengujian Asumsi Klasik Metode Stepwise
Pengujian Asumsi Klasik
Model Normalitas
Multikolinearitas Autokorelasi Heteroskedastisitas
Residual
1 √ √ √ √
2 √ √ √ √
3 √ √ √ √
4 √ √ √ √
5 √ √ √ √
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Dari rekapitulasi hasil pengujian asumsi klasik pada model regresi stepwise
menunjukkan bahwa seluruh model telah memenuhi semua persyaratan. Maka pada seluruh
model atau kombinasi pos hujan dengan regresi stepwise ini nilai residualnya terdistribusi
normal, atidak terdapat multikolinearitas, atidak terjadi autokorelasiaadanatidak ada
heteroskedastisitas.
Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik, langkah selanjutnya adalah analisa
kerapatan jaringan pos hujan berdasarkan standar WMO. Analisa ini ditujukan untuk melihat
apakah kombinasi dari regresi stepwise pada masing-masing pos hujannya telah memenuhi
standar WMO atau tidak. Berdasarkan standar WMO, untuk luasan DAS Welang 470,68
km2 minimal terdapat 2 pos hujan. Maka untuk model 1 dari regresi stepwise tidak akan
dimasukkan dalam analisa luas daerah pengaruh. Perhitungan luas daerah pengaruh pada
masing-masing pos hujan berdasarkan model regresi stepwise kombinasi 2 pos hujan dapat
dilihat pada tabel 4.44, kombinasi 3 pos hujan dapat dilihat pada tabel 4.45, kombinasi 4 pos
hujan dapat dilihat pada tabel 4.46, dan kombinasi 5 pos hujan dapat dilihat pada tabel 4.47.
Tabel 4.44. Luas Daerah Pengaruh (Kombinasi Stepwise 2)
Luas Daerah Prosentase
No. Pos Hujan 2
Pengaruh (km ) (%)
1 Selowongko 204,454 43,422
2 Purwosari 266,399 56,578
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
93
Berdasarkan tabel diatas, masing-masing pos hujan dari kombinasi 2 pos hujan tidak
memenuhi persyaratan standar luasan WMO karena terdapat pos hujan Purwosari yang
memiliki luasan sebesar 266,399 km2. Pada kombinasi 3 pos hujan, 4 pos hujan dan 5 pos
hujan telah memenuhi persyaratan standar WMO untuk kondisi normal yaitu masing-masing
pos hujan memiliki luasan 100-250 km2. Namun, dilihat dari kebutuhan dari DAS Welang
ini yaitu minimal terdapat 2 pos hujan, kombinasi 3 pos hujan sudah bisa mewakili daerah
dengan luasan sesuai standar WMO. Maka dari itu, kombinasi model 3 regresi stepwise ini
dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk pos hujan terpilih. Gambar poligon thiessen
untuk kombinasi stepwise 2 dapat dilihat pada gambar 4.14, kombinasi stepwise 3 dapat
dilihat pada gambar 4.15, untuk kombinasi stepwise 4 dapat dilihat pada gambar 4.16, dan
untuk kombinasi stepwise 5 dapat dilihat pada gambar 4.17.
94
Berdasarkan hasil analisa diatas, korelasi sederhana (single correlation) antara pos
hujan dan AWLR Dhompo yang tertinggi adalah Pos Hujan Selowongko dengan nilai
korelasi sebesar 0,719. Dari nilai korelasi tersebut dapat dikatakan bahwa Pos Hujan
Selowongko memiliki hubungan yang sangat kuat dengan AWLR Dhompo.
Untuk selanjutnya, pada korelasi berganda (multiple correlation) variabel
independen dimasukkan satu persatu dari pos hujan yang memiliki korelasi sederhana
tertinggi sampai ke rendah. Dalam konteks ini, yang dijadikan dasaran untuk memilih regresi
terbaik adalah kombinasi pos hujan yang memiliki korelasi sederhana atau korelasi
parsialnya yang kuat yaitu lebih besar dari 0,6. Hasil kombinasi dari korelasi berganda antara
pos hujan dengan AWLR Dhompo dengan menggunakan metode stepwise-enter dapat
dilihat pada tabel 4.49.
100
Tabel 4.49. Nilai Korelasi Berganda antara Pos Hujan terhadap AWLR Dhompo dengan
Metode Stepwise-Enter
Multiple Correlation
No. Variabel Bebas Koefisien Tingkat Kontribusi
Pos Hujan Korelasi Hubungan %
1 X10 0,719 Sangat Kuat 51,700
2 X10, X5 0,924 Sangat Kuat 85,400
3 X10, X5, X8 0,926 Sangat Kuat 85,700
4 X10, X5, X8, X6 0,944 Sangat Kuat 89,100
5 X10, X5, X8, X6, X7 0,985 Sangat Kuat 97,000
6 X10, X5, X8, X6, X7, X1 0,993 Sangat Kuat 98,600
7 X10, X5, X8, X6, X7, X1, X11 0,994 Sangat Kuat 98,800
8 X10, X5, X8, X6, X7, X1, X11, X4 1,000 Sangat Kuat 100,000
9 X10, X5, X8, X6, X7, X1, X11, X4, X12 1,000 Sangat Kuat 100,000
10 X10, X5, X8, X6, X7, X1, X11, X4, X12, X9 1,000 Sangat Kuat 100,000
11 X10, X5, X8, X6, X7, X1, X11, X4, X12, X9, X3 1,000 Sangat Kuat 100,000
12 X10, X5, X8, X6, X7, X1, X11, X4, X12, X9, X3, X2 1,000 Sangat Kuat 100,000
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Keterangan:
X1 : Prigen
X2 : Wilo
X3 : Telebuk
X4 : Pager
X5 : Purwosari
X6 : Purwodadi
X7 : Lawang
X8 : Tutur
X9 : Tosari
X10 : Selowongko
X11 : Wonorejo
X12 : Ngempit
101
Dari tabel 4.49 diatas menunjukkan bahwa seluruh kombinasi korelasi berganda
mendapatkan nilai korelasi yang kuat. Pemilihan model regresi terbaik didasarkan pada pos
hujan yang memiliki korelasi parsial lebih besar dari 0,6. Maka kombinasi yang merupakan
regresi terbaik adalah kombinasi dari 5 pos hujan yaitu Selowongko, Purwosari, Tutur,
Purwodadi, dan Lawang. Selanjutnya dari model regresi tersebut akan dilakukan pengujian
asumsi klasik dan analisa luas daerah pengaruh berdasarkan standar WMO untuk
mendukung hasil dari regresi. Berikut adalah pengujian asumsi klasik untuk model regresi
terbaik dari metode stepwise-enter:
a. UjiaNormalitas Residual
Uji normalitasaresidual digunakan untuk mengujiaaapakah nilai residual yang
dihasilkanadari regresi terdistribusi secara normal atau tidak. aMetode yang digunakan pada
studi ini adalah metode grafik, yaitu dengan melihatapenyebaran data pada sumberadiagonal
pada grafikaNormal P-P Plot of regressionastandardized. Jika titik-titikamenyebar sekitar
garis dan mengikuti garisadiagonal, maka nilaiaresidual dapat dikatakan normal. aHasil uji
normalitas residual pada model regresi stepwise-enter dapat dilihat dalam gambar 4.19
berikut:
b. UjiaMultikolinearitas
Multikolinearitas yaitu antaravariabel independen memiliki hubungan linier yang
sempurna atau mendekati sempurna. Pengujian ini dilakukanadengan melihat nilai VIF dan
Tolerance pada output regresi. Apabila nilai VIFakurang dari 10 dan Tolerance lebihadari
0,1 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas
untuk model regresi stepwise-enter dapat dilihat dalam tabel 4.50 sebagai berikut:
Tabel 4.50. Hasil Uji Multikolinearitas Metode Stepwise-Enter
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
(Constant)
Selowongko(X10) ,377 2,654
Purwosari(X5) ,269 3,714
1
Tutur(X8) ,344 2,908
Purwodadi(X6) ,309 3,238
Lawang(X7) ,270 3,700
a. Dependent Variable: Debit(Y)
Sumber: Hasil Output SPSS, 2017
Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa seluruh variabel independen atau masing-
masing pos hujan memenuhi uji multikolinearitas ditunjukkan dari nilai Tolerance lebih
besar dari 0,1 dan VIF kurang dari 10. Maka dapat dikatakan bahwa antar variabel
independen dalam model regresi stepwise-enter ini tidak terdapat multikolinearitas
b. UjiaAutokorelasi
Autkorelasi merupakan korelasiaantara anggota observasiayang disusun menurut
waktu atau tempat. aMetode pengujian menggunakan uji Durbin-Watson. Untuk mendeteksi
apakah ada autokorelasi atau tidak maka meggunakan kriteria berikut:
- Jika DW < DL atau DW > 4-DLaberarti terdapat autokorelasi.
- JikaaDUa< DW < 4-DU berarti tidak adaaautokorelasi
- JikaaDL < DW < DU atau 4-DU < DW < 4-DL makatidak menghasilkan kesimpulan
yang pasti.
Nilai DL dan DU diperoleh dari tabel statistik Durbin-Watson dengan melihat nilai
n=10 (n adalah jumlah sampel) dan k=8 (k adalahajumlah variabel independen) yaitu DL =
0,2427 dan nilai DU = 2,8217. Pada tabel output Model Summary, nilai DW yang diperoleh
adalah 2,054 maka DL < DW < DU (0,2427 < 2,054 < 2,8217) maka dalam model regresi
stepwise-enter ini untuk kombinasi 5 pos hujan pada uji autokorelasinya tidak menghasilkan
103
kesimpulan yang pasti. Hasil uji autokorelasi pada model regresi stepwise-enter dapat dilihat
pada tabel 4.51 sebagai berikut:
Tabel 4.51. Uji Autokorelasi (Durbin-Watson) Metode Stepwise-Enter
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 ,985a ,971 ,935 1,15714 2,054
a. Predictors: (Constant), Pager(X4), Lawang(X7), Wonorejo(X11), Prigen(X1),
Selowongko(X10), Purwosari(X5), Purwodadi(X6), Tutur(X8)
b. Dependent Variable: Debit(Y)
Sumber: Hasil output SPSS, 2017
Apabila pada ujiadurbin-watson tidak menghasilkanakesimpulan yang pasti, maka
perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dengan uji run test. Run test merupakan pengujian
untuk melihat apakah terdapat korelasi antar residualnya. Apabila pada hasil pengujian
menunjukkan Asymp. Sig (2-tailed) lebih daria0,05 maka dapat disimpulkanatidak terdapat
autokorelasi. Hasil auji autokorelasi denganarun test pada model regresi stepwise-enter
dapat dilihat pada tabel 4.52 sebagai berikut:
Tabel 4.52. Hasil Uji Autokorelasi (Run Test) pada Metode Stepwise-Enter
Runs Test
Unstandardized
Residual
a
Test Value ,00434
Cases < Test Value 5
Cases >= Test Value 5
Total Cases 10
Number of Runs 6
Z ,000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1,000
a. Median
Sumber: Hasil output SPSS, 2017
Dari tabel diatas, dapat dilhat nilai signifikansi dari Asymp. Sig (2-tailed) sebesar
1,000. Karena lebih besar dari 0,05amaka dapat dikatakan bahwa model regresi stepwise-
enter untuk kombinasi 5 pos hujan tidak terjadi autokorelasi.
c. UjiaHeteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah varianaresidual yang tidak sama pada semua pengamatan
di dalam model regresi. Pengujian ini menggunakan metode grafik. Jika pada grafik
membentuk pola tertentu yang terartur (bergelombang, amelebar kemudianamenyempit)
104
stepwise-enter, diperoleh model terbaik yaitu kombinasi dari 5 pos hujan. Perhitungan luas
daerah pengaruh pada masing-masing pos hujan berdasarkan model regresi stepwise-enter
dapat dilihat pada tabel 4.54.
Tabel 4.54. Luas Daerah Pengaruh (Kombinasi Stepwise-Enter)
Luas Daerah
No. Pos Hujan Prosentase (%)
Pengaruh (km2)
1 Selowongko 121,665 25,839
2 Purwosari 96,617 20,520
3 Tutur 86,283 18,325
4 Purwodadi 50,286 10,680
5 Lawang 116,004 24,637
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Berdasarkan analisa luas daerah pengaruh dapat dijelaskan bahwa kombinasi
stepwise-enter ini telah memenuhi persyaratan standar WMO untuk kondisi normal yaitu
masing-masing pos hujannya mewakili dibawah 250 km2. Gambar poligon thiessen untuk
kombinasi stepwise-enter dapat dilihat pada gambar 4.21. Dapat dilihat pada peta poligon
thiessen, terdapat beberapa pos hujan yang hanya mewakili daerahnya sendiri. Jika ditinjau
dari letaknya, pos hujan yang terpilih pada metode ini masih terlalu rapat dan jarak antar
posnya berdekatan. Selain itu, pada pos hujan yang terpilih terdapat satu pos hujan yang
tertolak pada pengujian homogenitasnya yaitu Pos Lawang untuk pengujian ketiadaan trend.
Dengan kata lain, data hujan pada Pos Lawang memiliki trend atau kecendurungan pada satu
arah. Maka kombinasi hasil regresi metode stepwise-enter tidak dapat dijadikan sebagai
rekomendasi terpilih.
106
4.6. Pembahasan
Evaluasi dan rasionalisasi pada pos hujan pos duga air dalam studi bertujuan untuk
memperoleh pos hujan yang dapat mewakili kondisi hidrologi pada daerahnya dengan
melihat hubungan dengan pos duga airnya. Evaluasi merupakan proses penilaian terhadap
sesuatu dengan menggunakan tolak ukur yang ditetapkan. Evaluasi dari studi ini
menggunakan standar WMO sebagai tolak ukurnya dengan menggunakan metode Poligon
Thiessen. Dari hasil evaluasi diperoleh 12 pos hujan dan 1 pos duga air di DAS Welang yang
telah memenuhi standar minimal untuk kondisi normal pada daerah pegunungan tropis
meditarian dan sedang. Masing-masing pos hujan memiliki memiliki luasan dibawah 100
km2 yaitu Pos Hujan Prigen (29,535 km2), Wilo (5,142 km2), Telebuk (27,036 km2), Pager
(57,537 km2), Purwosari (19,644 km2), Purwodadi (45,999 km2), Lawang (90,745 km2),
Tutur (63,401 km2), Tosari (22,882 km2), Selowongko (55,891 km2), Wonorejo (37,196
km2), dan Ngempit (15,845 km2). Sedangkan untuk pos duga air memiliki luas daerah
pengaruhnya yaitu sebesar 470,86 km2. Karena jumlah pos hujan yang banyak dan terlalu
rapat jika dilihat berdasarkan standar WMO, maka perlu dilakukan rasionalisasi lebih lanjut
untuk mendapatkan jumlah pos hujan yang optimal.
Setelah dilakukan evaluasi berdasarkan standar WMO, kemudian dilakukan
rasionalisasi dengan menggunakan metode stepwise dan stepwise-enter. Rasionalisasi
merupakan sebuah proses untuk menjadikan rasional. Dalam studi ini, rasionalisasi
bertujuan untuk memperoleh pos hujanyang memiliki korelasi yang kuat dengan pos duga
airnya. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data hujan sebagai variabel
independen dan data debit sebagai variabel dependen. Terdapat 4 varian data pengujian
statistika yang digunakan dalam analisis ini. Berikut adalah rekapitulasi analisis regresi
metode stepwise dan metode stepwise-enter untuk seluruh varian data dapat dilihat pada
tabel 4.55 dan 4.56 sebagai berikut:
Tabel 4.55. Rekapitulasi Hasil Analisis Regresi Metode Stepwise untuk Seluruh Varian Data
Jenis Varian Data Pos Hujan yang Terpilih Koefisien Korelasi
Kumulatif Tahunan Purwosari, Pager 0,933
Kumulatif Bulanan - -
Rerata Tahunan Selowongko, Purwosari, Wilo 0,966
Rerata Bulanan Selowongko 0,261
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
108
Tabel 4.56. Rekapitulasi Hasil Analisis Regresi Metode Stepwise-Enter Seluruh Varian Data
Jenis Varian Data Pos Hujan yang Terpilih Koefisien Korelasi
Purwosari, Lawang, Pager,
Kumulatif Tahunan 0,941
Purwodadi
Kumulatif Bulanan - <0,2
Selowongko, Purwosari, Tutur,
Rerata Tahunan 0,985
Purwodadi, Lawang
Rerata Bulanan - <0,3
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Dari tabel rekapitulasi metode stepwise dapat diketahui bahwa data kumulatif
tahunan menghasilkan 2 kombinasi pos hujan dengan nilai korelasi sebesar 0,933. Namun
dari 2 kombinasi tersebut tidak memenuhi standar WMO karena terdapat pos hujan yang
luas daerah pengaruhnya sebesar 268 km2. Pada pengujian statistika, 2 pos hujan tersebut
tidak ada yang tertolak. Untuk data rerata tahunan, menghasilkan 3 kombinasi pos hujan
dengan korelasi sebesar 0,966 dan berdasarkan luas daerah pengaruhnya sudah memenuhi
standar WMO. Dilihat dari hasil pengujian statistika tidak terdapat pos hujan yang tertolak.
Sedangkan untuk data kumulatif bulanan tidak ada satu pun pos hujan yang masuk, dan pada
data rerata bulanan hanya mengdapatkan 1 pos hujan dan korelasinya sangat rendah. Pada
pengujian statistika data bulanan juga banyak yang tertolak. Hal ini disebabkan karena data
bulanan fluktuasinya sangat tinggi. Oleh karenanya, varian data terbaik yang digunakan
sebagai variabel independen untuk inputan analisa regresi stepwise adalah data rerata
tahunan.
Pada tabel rekapitulasi metode stepwise-enter dapat dilihat data kumulatif tahunan
menghasilkan 4 kombinasi pos hujan dengan korelasi sebesar 0,941. Namun dari 4
kombinasi pos hujan tersebut tidak memenuhi pengujian asumsi klasik yaitu untuk uji
multikolinearitas dan uji autokorelasi. Untuk pengujian statistikanya pada 4 pos hujan
tersebut tidak ada yang tertolak. Sedangkan data rerata tahunan, menghasilkan 5 kombinasi
pos hujan dengan korelasi sebesar 0,985 dan berdasarkan luas daerah pengaruhnya telah
memenuhi standar WMO. Apabila dilihat kesesuaiannya dengan pengujian statistika
terdapat pos hujan yang tertolak yaitu Pos Hujan Lawang untuk uji ketiadaan trend.
Sedangkan untuk data kumulatif bulanan dan rerata bulanan, tidak ada pos hujan yang erpilih
karena korelasi parsial (single correlation) masing-masing pos hujannya dikategorikan
sangat rendah. Sama seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, hal ini
disebabkan karena data bulanan fluktuasinya sangat tinggi sehingga menyebabkan uji
109
homogenitas pada masing-masing pos hujan tidak diperoleh hasil yang bagus. Oleh
karenanya, varian data terbaik yang digunakan sebagai variabel independen untuk inputan
analisa regresi stepwise-enter adalah data rerata tahunan.
Hasil dari regresi dengan metode stepwise, diperoleh 5 model regresi yaitu kombinasi
1 pos hujan, 2 pos hujan, 3 pos hujan, 4 pos hujan, dan 5 pos hujan. Kombinasi 1 pos hujan
yaitu Selowongko dengan nilai korelasi sebesar 0,719. Kombinasi 2 pos hujan yaitu
Selowongko dan Purwosari dengan nilai korelasi sebesar 0,924. Kombinasi 3 pos hujan yaitu
Selowongko, Purwosari, dan Wilo dengan nilai korelasi sebesar 0,966. Kombinasi 4 pos
hujan yaitu Selowongko, Purwosari, Wilo, dan Prigen dengan nilai korelasi sebesar 0,989.
Kombinasi 5 pos hujan yaitu Selowongko, Purwosari, Wilo, Prigen dan Tosari dengan nilai
korelasi sebesar 0,998. Korelasi hasil regresi stepwise tersebut menunjukkan nilai lebih besar
dari 0,6, maka dapat dikatakan seluruh kombinasi pos hujan ini memiliki hubungan yang
sangat kuat dengan pos duga air. Pada metode stepwise diperlukan pengujian pengaruh
secara parsial dan serentak. Untuk hasil uji-F dan uji-t pada seluruh model regresi ini telah
memenuhi persyaratan, dapat dikatakan seluruh kombinasi pos hujan sudah signifikan atau
memiliki pengaruh terhadap AWLR Dhompo secara serentak maupun parsial. Kemudian
dilanjutkan dengan uji asumsi klasik untuk kombinasi seluruh pos hujan sudah memenuhi
persyaratannya untuk semua ujinya yaitu uji normalitas residual, autokorelasi,
multikolinearitas, dan heteroskedastisitas.
Dengan langkah yang sama, untuk regresi dengan metode stepwise-enter diperoleh
model regresi terbaik yaitu kombinasi dari 5 pos hujan diantaranya Pos Hujan Selowongko,
Purwosari, Tutur, Purwodadi, dan Lawang dengan nilai korelasi sebesar 0,985. Dari korelasi
tersebut dapat dikatakan kombinasi dari 5 pos hujan ini memiliki hubungan yang kuat
dengan pos duga airnya. Pada regersi metode stepwise-enter tidak diperlukan persyaratan
untuk memenuhi pengujian pengaruh secara parsial dan serentak. Selanjutnya pada
pengujian asumsi klasik untuk kombinasi stepwise-enter ini, telah memenuhi persyaratannya
untuk seluruh pengujiannya.
Setelah dilakukan analisa kerapatan dengan metode stepwise dan stepwise-enter,
selajutnya dilihat luas pengaruh masing-masing pos hujan dari hasil regresi terbaik apakah
sesuai dengan standar WMO atau tidak. Untuk luasan DAS Welang berdasarkan syarat
WMO minimal terdapat 2 pos hujan. Pada metode stepwise, kombinasi 1 pos hujan dan 2
pos hujan memiliki luas daerah pengaruh yang tidak sesuai dengan standar WMO. Maka
kombinasi dari 3 pos hujan sudah bisa mewakili daerah untuk DAS Welang. Sedangkan
untuk hasil analisa luas daerah pengaruhnya, kombinasi 3 pos hujan telah memenuhi standar
110
minimal untuk kondisi normal berdasarkan WMO yaitu 100-250 km2. Untuk kombinasi 3
pos hujan tersebut, Pos Hujan Selowongko memiliki luas daerah pengaruh 199,403 km2,
Purwosari 207,941 km2, dan Wilo 63,509 km2. Untuk pengujian statistika pada 3 pos hujan
ini tidak terdapat permasalahan atau tidak ada yang tertolak pada pengujian hipotesisnya.
Maka kombinasi 3 pos hujan ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi pos hujan terpilih.
Pada gambar 4.15 dapat dilihat untuk Purwosari mewakili daerah Purwodadi, Lawang, dan
Pager. Selowongko mewakili darah Ngempit, Wonorejo, Tutur dan Tosari. Sedangkan Wilo
mewakili daerah Telebuk dan Prigen.
Untuk hasil regresi dengan metode stepwise-enter, luas daerah pengaruh masing-
masing pos hujannya memenuhi standar WMO untuk luasan DAS Welang yaitu Pos Hujan
Selowongko 67,753 km2, Purwosari 67,753 km2, Tutur 104,424 km2, Purwodadi 165,836
km2, dan Lawang 132,840 km2. Namun untuk kombinasi 5 pos hujan ini, letak antar pos
hujannya sangat berdekatan satu sama lain, dapat dikatakan bahwa terlalu rapat bila dilihat
dari lokasinya. Selain itu, pada pengujian statistikanya terdapat pos hujan yang tertolak yaitu
Lawang pada uji trendnya. Pos Hujan Lawang tertolak untuk uji ketiadaan trend dengan
menggunakan 3 metode yaitu Spearman, Mann Whitney, dan Cox Stuart. Maka dari itu
kombinasi dari regresi stepwise-enter ini tidak dapat dijadikan sebagai rekomendasi pos
hujan terpilih.
Berdasarkan hasil kedua metode yaitu stepwise dan stepwise-enter yang dijadikan
sebagai rekomendasi terpilih adalah hasil dari metode stepwise dengan alasan yang sudah
dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Jumlah pos hujan yang diperoleh merupakan jumlah
yang sesuai dengan standar WMO. Standar WMO ini merupakan standar minimal kebutuhan
pos hujan dan pos duga air yang dapat mewakili daerahnya. Metode ini sangat sesuai untuk
kondisi apabila terjadi keterbatasan dana untuk pemasangan, operasional, dan
pemeliharaannya. Apabila terdapat dana yang lebih, akan lebih baik jika menggunakan
rekomendasi pos hujan yang lebih banyak untuk menunjang pengolahan data hidrologi yang
lebih baik.
Hasil dari kedua metode tersebut diperoleh dengan perbedaan kombinasi pos hujan
yang masuk ke dalam model regresi. Dan menurut hasil studi ini apabila digunakan lokasi
daerah yang berbeda akan memperoleh rekomendasi yang berbeda pula. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya adanya perbedaan pos hujan dan pos duga air yang
digunakan, perbedaan panjang masing-masing data, serta perbedaan lokasi yang menjadi
kajian studi. Oleh karenanya studi ini sangat bergantung pada kualitas dan kuantitias data
yang digunakan. Rekomendasi dari evaluasi dan rasionalisasi pada studi ini hanya sebatas
111
jumlah pos hujan yang dapat mewakili karakteristik hidrologi pada daerah alirannya dengan
melihat hubungan atau korelasi dengan pos duga airnya. Kekurangan dari studi ini yaitu
tidak dapat merekomendasikan untuk permindahan pos hujan dikarenakan metode stepwise
merupakan metode statistika. Maka apabila dibutuhkan relokasi atau perencanaan pos hujan
yang baru, perlu dilakukan studi lanjutan dengan kombinasi metode yang lain yang telah ada
misalnya metode Kriging.
112
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan pada bab sebelumnya diperoleh kesimpulan pada
studi ini sebagai berikut:
1. Berdasarkan evaluasi kerapatan pos hujan dan pos duga air di DAS Welang
berdasarkan standar WMO (World Meteorological Organization) sudah memenuhi
persyaratan dalam kondisi normal pos hujan (100-250 km2) dan pos duga air (300-
100 km2). Masing-masing pos hujan memiliki memiliki luasan Pos Hujan Prigen
(29,535 km2), Wilo (5,142 km2), Telebuk (27,036 km2), Pager (57,537 km2),
Purwosari (19,644 km2), Purwodadi (45,999 km2), Lawang (90,745 km2), Tutur
(63,401 km2), Selowongko (55,891 km2), Wonorejo (37,196 km2), dan Ngempit
(15,845 km2). Sedangkan untuk pos duga air luas daerah pengaruhnya sebesar 470,86
km2. Jumlah pos hujan dalam DAS Welang dapat dikatakan tergolong rapat untuk
luasan DAS tersebut. Maka perlu dilakukan rasionalisasi untuk mendapatkan jumlah
pos hujan yang optimal yang dapat mempresentasikan karakteristik hidrologi DAS
Welang.
2. Hasil rasionalisasi kerapatan pos hujan dan pos duga air dengan metode stepwise
diperoleh kombinasi 1 pos hujan, 2 pos hujan, 3 pos hujan, 4 pos hujan, dan 5 pos
hujan. Kombinasi 1 pos hujan yaitu Selowongko dengan nilai korelasi sebesar 0,719.
Kombinasi 2 pos hujan yaitu Selowongko dan Purwosari dengan nilai korelasi
sebesar 0,924. Kombinasi 3 pos hujan yaitu Selowongko, Purwosari, dan Wilo
dengan nilai korelasi sebesar 0,966. Kombinasi 4 pos hujan yaitu Selowongko,
Purwosari, Wilo, dan Prigen dengan nilai korelasi sebesar 0,989. Kombinasi 5 pos
hujan yaitu Selowongko, Purwosari, Wilo, Prigen dan Tosari dengan nilai korelasi
sebesar 0,998. Dari korelasi tersebut dapat disimpulkan bahwa kombinasi pos hujan
memiliki korelasi yang sangat kuat dengan pos duga air. Sedangkan untuk metode
stepwise-enter diperoleh kombinasi dari 5 pos hujang dengan korelasi sebesar 0,985.
Kombinasi tersebut terdiri dari Pos Selowongko, Purwosari, Tutur, Purwodadi, dan
Lawang.
113
114
5.2. Saran
Saran yang bisa digunakan rekomendasi dalam studi ini adalah sebagai berikut:
1. Diperlukan pengecekan catatan data hujan dan data debit secara intensif agar data
yang diperoleh lebih akurat dan tidak terjadi kesalahan perhitungan ataupun hasil
pengujian yang tidak bagus karena pada studi ini sangat bergantung pada kualitas
dan kuantitas data yang digunakan.
2. Jumlah pos hujan di DAS Welang relatif banyak dan tidak tersebar merata. Perlu
dilakukan pemindahan pos hujan ke tempat yang belum tersedia pos hujan agar
wilayah lain dapat dilihat kondisi hidrologinya. Untuk pemindahan pos hujan
diperlukan studi lanjutan dengan menggunakan metode yang sudah ada.
3. Menggunakan parameter-parameter hidrologi yang lain sebagai variabel bebas untuk
menunjang hasil rasionalisasi yang lebih bagus.