Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

FARMAKOLOGI OBAT-OBATAN ANESTESI


Disusun Guna Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Dalam
Menempuh Program Studi Profesi Dokter

Disusun Oleh :

Strida Indieni
03007251

Pembimbing :

Dr. H. Sabur Nugraha, Sp. An


Dr. Ucu Nurhadiat, Sp. An

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Karawang, 16 September 2011

Periode 12 September 2011 – 16 Oktober 2011


BAB I

PENDAHULUAN

Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup. Farmakologi adalah
ilmu yang sangat luas cakupannya, karena itu bidang kesehatan manusia hanya membatasi
ilmu farmakologi klinik yang hanya mempelajari efek obat terhadap manusia dan
farmakologi eksperimental yang hanya mempelajari efek obat terhadap binatang.

Secara umum, obat-obatan anestesi terdiri dari obat pre-medikasi, obat induksi
anestesi, obat anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat anestesi lokal/regional, obat
pelumpuh otot, analgesia opioid dan analgesia non-opioid.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 OBAT-OBATAN DALAM ANESTESI

2.1.1 Obat-Obatan Anestesi Umum

1. Sulfas Atropin
2. Pethidin
3. Propofol/ Recofol
4. Succinil Cholin
5. Tramus
6. Efedrin

2.1.2 Obat untuk Anestesi Spinal:

1. Buvanest atau Bunascan


2. Catapress (kadang dokter tertentu menambahkannya untuk menambah efek buvanest)

2.1.3 Obat-obatan emergency yang harus ada dalam kotak emergency:

1. Atropin
2. Efedrin
3. Ranitidin
4. Ketorolac
5. Metoklorpamid
6. Aminofilin
7. Asam Traneksamat
8. Adrenalin
9. Kalmethason
10. furosemid (harus ada untuk pasien urologi)
11. lidocain
12. gentamicyn salep mata
13. Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)
14. Methergin (untuk pasien obsgyn)
15. Adrenalin
2.2 PENGGOLONGAN OBAT PRE-MEDIKASI

1. Golongan Narkotika

- analgetika sangat kuat.


- Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin.
- Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.
- Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah 
hipotensi
- diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya:
halotan, tiopental, propofol.
- Pethidin diinjeksikan pelan untuk:
 mengurangi kecemasan dan ketegangan
 menekan TD dan nafas
 merangsang otot polos
- Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan
 mengurangi kecemasan dan ketegangan
 menekan TD dan nafas
 merangsang otot polos
 depresan SSP
 pulih pasca bedah lebih lama
 penyempitan bronkus
 mual muntah (+)
2. Golongan Sedativa & Transquilizer

- Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi mengantuk.
- Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan DHBF
(Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.
- Efek samping: depresi nafas, depresi sirkulasi.
- diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien tampak lebih
gelisah
Barbiturat

- menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi


- depresan lemah nafas dan silkulasi
- mual muntah jarang
Midazolam
- Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik sebagai sedasi dan
induksi anestesia.
- Pre-medikasi, induksi, rumatan, sedasi post operasi.
- Memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kejang grand mal
- Dianjurkan sebelum pemberian ketamin karena pasca anestesi ketamin dosis 1-2mg/kgBB
menimbulkan halusinasi.
Diazepam

- induksi, premedikasi, sedasi


- menghilangkan halusinasi karena ketamin
- mengendalikan kejang
- menguntungkan untuk usia tua
- jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia
- premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg

2.3 Golongan Obat Pengering

- bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut serta menurunkan
efek parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga menurunkan risiko timbulnya refleks
vagal.
- Contoh: sulfas atropine dan skopolamin.
- Efek samping: proses pembuangan panas akan terganggu, terutama pada anak-anak sehingga
terjadi febris dan dehidrasi
- diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan efek hipersekresi, mis: dietileter
atau ketamin

2.4 OBAT-OBATAN ANESTESI

Obat Dalam Jumlah di pengenceran Dalam Dosis 1 cc


sediaan sediaan spuit (mg/kgBB) spuit =

Pethidin ampul 100mg/2cc 2cc + 10 cc 0,5-1 10 mg


aquadest 8cc

Fentanyl 0,05 mg/cc 0,05mg

Recofol ampul 200mg/ 10cc + 10 cc 2-2,5 10 mg


(Propofol) lidocain 1
20cc ampul

Ketamin vial 100mg/cc 1cc + 10 cc 1-2 10 mg


aquadest 9cc

Succinilcholin vial 200mg/ Tanpa 5 cc 1-2 20 mg


pengenceran
10cc

Atrakurium ampul 10mg/cc Tanpa 5 cc Intubasi: 0,5- 10 mg


Besilat (Tramus/ pengenceran 0,6, relaksasi:
Tracrium) 0,08,
maintenance:
0,1-0,2

Efedrin HCl ampul 50mg/cc 1cc + 10 cc 0,2 5 mg


aquadest 9cc

Sulfas Atropin ampul 0,25mg/cc Tanpa 3 cc 0,005 0,25 mg


pengenceran

Ondansentron ampul 4mg/2cc Tanpa 3 cc 8 mg (dewasa) 2 mg


HCl (Narfoz) pengenceran
5 mg (anak)

Aminofilin ampul 24mg/cc Tanpa 10 cc 5 24 mg


pengenceran

Dexamethason ampul 5 mg/cc Tanpa 1 5 mg


pengenceran

Adrenalin ampul 1 mg/cc 0,25-0,3

Neostigmin ampul 0,5mg/cc Tanpa Masukkan 2 0,5 mg


(prostigmin) pengenceran ampul
prostigmin + 1
ampul SA

Midazolam ampul 5mg/5cc Tanpa 0,07-0,1 1 mg


(Sedacum) pengenceran

Ketorolac ampul 60 mg/2cc Tanpa 30 mg


pengenceran

Difenhidramin ampul 5mg/cc Tanpa 5 mg


HCl pengenceran

Onset dan Durasi yang penting

OBAT ONSET DURASI

Succinil Cholin 1-2 mnt 3-5 mnt

Tracrium (tramus) 2-3 mnt 15-35 mnt


Sulfas Atropin 1-2 mnt

Ketamin 30 dtk 15-20 mnt

Pethidin 10-15 mnt 90-120 mnt

Pentotal 30 dtk 4-7 mnt

Keterangan

A. Obat Induksi intravena

1. Barbiturat
Mekanisme Aksi

Barbiturat menekan sistem aktivasi retikuler di batang otak, yang mengontrol


kesadaran. Pada dosis klinis barbiturat lebih kuat mempengaruhi fungsi sinaps dari pada akson serabut
saraf. Mekanisme kerjanya pada sistem saraf pusat terbagi menjadi dua kategori, yaitu :

• Meningkatkan kerja sinaptik neurotransmiter inhibitor (GABA)


GABA merupakan neurotransmiter inhibitor utama pada sistem saraf pusat dan barbiturat bekerja
dengan berikatan dengan reseptor γ-aminobutyric acid type A (GABAA). Barbiturat mempotensiasi
aksi GABA dalam meningkatkan durasi bukaan kanal ion klorida spesifik yang menghasilkan
hiperpolarisasi membran sel post sinaptik.

• Memblokade aksi sinaptik neurotransmiter eksitasi (glutamat dan asetilkolin)


Barbiturat secara khusus memblokade transmisi eksitasi sistem saraf pusat pada sinaptik kanal ion
sistem glutaminergik-NMDA. Pada penelitian terhadap korteks pre frontal tikus, thiopental tampak
menurunkan kadar glutamat ekstra seluler di sistem saraf pusat dan menghambat aktivitas eksitasi
saraf melalui aksi inhibisi pada reseptor NMDA.

Farmakokinetik

• Absorbsi
Dalam praktek anestesi, thiopental, thiamylal dan methohexytal sering diberikan melalui jalur
intravena untuk induksi anestesi umum pada anak dan dewasa. Pulih sadar setelah pemberian
intravena dosis tunggal thiopental, thiamylal dan methohexytal mencerminkan proses redistribusi dari
obat-obat tersebut dari otak ke jaringan inaktif.

• Distribusi
Durasi pada dosis tidur barbiturat larut dalam lemak (thiopental, thiamylal dan methohexytal)
tergantung pada proses redistribusinya bukan pada metabolisme dan eliminasi. Walaupun thiopental
sangat terikat dengan protein (80%), tetapi keterlarutannya yang tinggi dalam lemak dan fraksi non
ionisasi yang tinggi (60%) berperan dalam ambilan otak yang cepat (dalam 30 detik). Jika
kompartemen pusat mengecil (pada keadaan syok hipovolemik), serum albumin yang rendah dan
fraksi non ionisasi meningkat (pada keadaan asidosis) konsentrasi obat pada jantung dan otak akan
berlipat pada dosis biasa yang diberikan. Redistribusi ke kompartemen perifer (terutama pada otot)
akan menurunkan konsentrasi dalam plasma dan otak sebesar 10% dalam waktu 20- 30 mnt.9 Pada
usia lanjut, di mana proses redistribusi berjalan lebih lambat, diperlukan dosis yang lebih kecil.
Dosis induksi minimal thiopental akan tergantung pada tubuh berat badan dan umur.
Mengurangi dosis induksi diperlukan untuk pasien dewasa yang lebih tua. Berbeda dengan waktu
paruh distribusi awal yang cepat dalam beberapa menit, eliminasi thiopental diperpanjang (waktu
paruh eliminasi berkisar antara 10-12 jam). Thiamylal dan methohexital memiliki pola distribusi yang
serupa, sedangkan barbiturat yang kurang larut dalam lemak memiliki waktu paruh dan durasi kerja
yang lebih lama setelah dosis tidur

• Biotransformasi dan Eksresi


Barbiturat mengalami biotransformasi via oksidasi hepar menjadi metabolit in aktif yang larut dalam
air dan dieksresikan melalui ginjal, kecuali methohexital yang dieksresikan melalui feses

Efek pada Sistem Organ

• Kardiovaskular
Efek kardiovaskular dari barbiturat sangat bervariasi, tergantung pada kecepatan pemberian, dosis,
status volume, nada otonom awal, dan penyakit kardiovaskular yang sudah ada sebelumnya. Injeksi
yang lambat dengan hidrasi praoperasi yang memadai akan mengurangi atau menghilangkan
perubahan ini pada sebagian besar pasien. Dosis induksi bolus intravena dari barbiturat menyebabkan
penurunan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung. Depresi pusat vasomotor meduler
menghasilkan vasodilatasi dan pooling darah perifer, yang diikuti penurunan volume darah.
Takikardia setelah pemberian mungkin disebabkan oleh efek vagolitik sentral dan respons refleks
terhadap penurunan tekanan darah.

Cardiac output tetap terjaga karena adanya peningkatan denyut jantung dan
kontraktilitas otot jantung karena adanya kompensasi dari reflek baroresptor. Vasokonstriksi
pembuluh darah yang diinduksi secara simpatis (khususnya dengan intubasi di bawah bidang ringan
anestesi umum) sebenarnya dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer. Namun, dalam
situasi di mana respons baroreseptor akan tumpul atau tidak ada (misalnya, hipovolemia, gagal
jantung kongestif, blokade-adrenergik), curah jantung dan tekanan darah arteri dapat turun secara
dramatis karena pengumpulan darah perifer yang tidak terkompensasi dan depresi miokard langsung.
Pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol sangat rentan terhadap perubahan tekanan darah
selama induksi anestesi.

• Respirasi
Barbiturat menekan pusat pernafasan di tingkat medulla, menurunkan respon pernafasan terhadap
hiperkapnia dan hipoksia. Sedasi dalam barbiturat sering menyebabkan obstruksi jalan nafas atas,
apnea (pada dosis induksi). Volume tidal dan laju respirasi menurun saat induksi dengan barbiturat.
Barbiturat menekan refleks jalan nafas tidak komplet terhadap respon laringoskopi dan intubasi yang
dapat menyebabkan bronkospasme (pada pasien asma) maupun laringospasme pada pasien yang
masih teranestesi dangkal

• Otak
Barbiturat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak yang menimbulkan penurunan cerebral
blood flow (CBF), cerebral blood volume dan tekanan intra kranial. Penurunan intra kranial lebih
bermakna dari pada penurunan tekanan darah arteri sehingga cerebral perfusion pressure (CPP) akan
meningkat. Barbiturat menurunkan konsumsi oksigen otak (hingga 50% dari normal). Tingkatan
depresi sistem saraf pusat oleh barbiturat dari sedasi ringan hingga hilangnya kesadaran tergantung
pada dosis yang diberikan. Barbiturat tidak memiliki efek analgesia dan relaksasi otot.

• Ginjal
Barbiturat mengurangi aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus sebanding dengan penurunan
tekanan darah

• Hati
Aliran darah hepatik menurun. Paparan kronis barbiturat menyebabkan induksi enzim hati dan
peningkatan laju metabolisme. Di sisi lain, pengikatan barbiturat ke sistem enzim sitokrom P-450
mengganggu biotransformasi obat lain (misalnya, antidepresan trisiklik). Barbiturat dapat memicu
porfiria intermiten akut atau porfiriaberaneka ragam pada individu yang rentan.

• Imunologis
Reaksi alergi anafilaksis atau anafilaktoid jarang terjadi. Tiobarbiturat yang mengandung sulfur
membangkitkan pelepasan histamin sel mast secara in vitro, sedangkan oksibarbiturat tidak.

Interaksi Obat

Etanol, opioid, antihistamin, dan depresan sistem saraf pusat lainnya mempotensiasi
efek sedatif barbiturat

2. Benzodiazepine
Mekanisme Aksi

Benzodiazepin mengikat reseptor yang sama dengan barbiturat di sistem saraf pusat,
tetapi berikatan dilokasi yang berbeda. Berikatan dengan reseptor GABAA, sehingga terjadi terjadi
peningkatan frekuensi pembukaan kanal ion klorida. Pengikatan reseptor benzodiazepin oleh agonis
memfasilitasi pengikatan GABA ke reseptornya. Flumazenil (suatu imidazobenzodiazepine) adalah
antagonis reseptor benzodiazepin spesifik yang secara efektif membalikkan sebagian besar efek
sistem saraf pusat dari benzodiazepin.

Midazolam mempunyai keunggulan dibandingkan diazepam dan lorazepam untuk


induksi anestesi, karena ia mempunyai onset yang lebih cepat. Kecepatan onset midazolam dan
barbiturat lainnya ketika digunakan untuk induksi anestesi ditentukan oleh dosis, kecepatan injeksi,
tingkat premedikasi sebelumnya, umur, status fisik ASA dan kombinasi obat anestetik lain yang
digunakan. Pada pasien yang sehat yang telah diberi premedikas sebelumnya, midazolam 0,2
mg/kg dengan kecepatan injeksi 5-15 detik akan menginduksi pasien dalam waktu 28 detik. Pasien
dengan usia lebih dari 55 tahun dan dengan status fisik ASA III memerlukan pengurangan dosis
midazolam sebesar 20% atau lebih untuk induksi anestesi.

Farmakokinetik

• Absorbsi

Benzodiazepin umumnya diberikan secara oral dan intravena (atau, lebih jarang,
intramuskular) untuk memberikan sedasi (atau, lebih jarang, untuk menginduksi anestesi umum)
(Tabel 2). Diazepam dan lorazepam diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna, dengan kadar puncak
plasma biasanya dicapai masing-masing dalam 1 dan 2 jam. Midazolam intravena (0,05-0,1 mg/kg)
diberikan untuk ansiolisis sebelum anestesi umum atau regional. Midazolam oral (0,25-1 mg/kg),
meskipun tidak disetujui oleh Food and Drug Administration AS untuk tujuan ini, sering digunakan
untuk premedikasi pediatrik. Demikian juga, midazolam intranasal (0,2-0,3 mg/kg), bukal (0,07
mg/kg), dan sublingual (0,1 mg/kg) memberikan sedasi praoperasi yang efektif. Suntikan diazepam
intramuskular menyakitkan. Midazolam dan lorazepam diabsorpsi dengan baik setelah injeksi
intramuskular, dengan tingkat puncak dicapai masing-masing dalam 30 dan 90 menit.

• Distribusi

Diazepam relatif larut dalam lemak dan mudah menembus sawar darah otak,
walaupun midazolam larut dalam air pada pH rendah, cincin imidazolenya mendekati pH fisiologis
yang meningkatkan kelarutannya di dalam lemak. Redistribusi cukup cepat pada benzodiazepin
(distribusi awal waktu paruhnya 3-10 menit). Seperti pada barbiturat, redistribusi berperan dalam
terminasi efek obat. Midazolam dapat digunakan sebagai agen induksi, yang dapat menyamai onset
cepat dan durasi pendeknya propofol atau bahkan thiopental. Midazolam sangat terikat dengan protein
(90-98%).

• Biotransformasi dan Eksresi

Biotransformasi benzodiazepin menjadi produk akhir glukoronidase yang larut air


tergantung pada hepar. Metabolit fase I diazepam merupakan metabolit yang aktif. Ekstraksi hepatik
yang lambat dan Vd yang besar menyebabkan eliminasi waktu paruh yang panjang pada diazepam,
Vd midazolam serupa dengan diazepam, tetapi eliminasi waktu paruhnya pendek (2 jam) karena
tingginya rasio ekstraksi hepatiknya. Metabolit benzodiazepin utamanya dieksresikan melalui urin.
Sirkulasi enterohepatik pada diazepam, menyebabkan peningkatan sekunder konsentrasi plasmanya 6-
12 jam setelah pemberian. Gagal ginjal menyebabkan pemanjangan waktu sedasi pasien yang
menerima dosis besar midazolam karena akumulasi dari metabolit terkonjugasinya (α-
hydroxymidazolam).

Efek pada Sistem Organ

• Kardiovaskular

Benzodiazepin memiliki efek depresi kardiovaskuler yang minimal meskipun pada


dosis anestesi umum, kecuali jika diberikan bersama dengan opioid. Jika diberikan tunggal, akan
menurunkan tekanan darah arteri, cardiac output dan resistensi pembuluh darah perifer yang ringan,
terkadang dapat meningkatkan denyut jantung. Midazolam intravena (IV) menurunkan tekanan darah
dan tahanan pembuluh darah perifer yang lebih besar daripada diazepam. Variasi perubahan denyut
jantung selama sedasi dengan midazolam disebabkan oleh penurunan tonus vagal.

• Respirasi

Benzodiazepin IV menurunkan respon pernafasan terhadap CO2, utamanya jika


dikombinasikan dengan obat depresan nafas yang lainnya. Meskipun apnea relatif jarang pada induksi
dengan benzodiazepin, pemberian dosis kecil IV dapat menyebabkan respiratory arrest. Ventilasi
harus selalu diawasi pada semua pasien yang mendapatkan benzodiazepin IV dan peralatan resusitasi
harus selalu tersedia.

• Otak

Benzodiazepin menurunkan kebutuhan oksigen otak, CBF dan tekanan intra kranial
tetapi tidak sebanyak barbiturat.Menimbulkan relaksasi otot ringan yang bekerja pada tingkatan corda
spinalis bukan pada neuromuscular junction.Pada dosis rendah menimbulkan efek anti cemas,
amnesia, dan sedasi, sedangkan pada dosis besar akan menimbulkan efek stupor sampai hilangnya
kesadaran. Tidak mempunyai efek analgesik dan bila dibandingkan dengan propofol dan thiopental,
mempunyai onset yang lebih lambat dan durasi yang lebih lama.

Interaksi Obat

Simetidin mengikat sitokrom P-450 dan mengurangi metabolisme diazepam.


Eritromisin menghambat metabolisme midazolam dan menyebabkan dua sampai tiga kali lipat
perpanjangan dan intensifikasi efeknya. Seperti disebutkan sebelumnya, kombinasi opioid dan
benzodiazepin secara nyata mengurangi tekanan darah arteri dan resistensi pembuluh darah perifer.
Interaksi sinergis ini sering diamati pada pasien yang menjalani operasi jantung yang menerima
benzodiazepin sebelum atau selama induksi dengan dosis opioid yang lebih besar. Benzodiazepin
mengurangi konsentrasi minimum alveolar anestesi volatil sebanyak 30%. Etanol, barbiturat, dan
depresan sistem saraf pusat lainnya mempotensiasi efek sedatif benzodiazepin.
3. Ketamin/ketalar

Derivat phencyclidine ini diformulasikan dalam bentuk campuran racemic. Diantara agen anestetik
lainnya ketamin mempunyai keunggulan dengan menimbulkan efek hipnotik dan analgesi sekaligus
berkaitan dengan dosis yang diberikan

Mekanisme Aksi

Ketamin memiliki efek yang beragam pada sistem saraf pusat, menghambat refleks
polisinaptik di medulla spinalis dan neurotransmiter eksitasi di area tertentu otak. Ketamin memutus
hubungan thalamus (penghubung impuls sensoris dari sistem aktivasi retikuler ke korteks serebri)
dengan korteks limbus (berperan pada sensasi waspada), secara klinis disebut juga anestesi disosiasi,
di mana pasien tampak sadar (mata terbuka, reflek menelan dan kontraksi otot) tetapi tidak mampu
mengolah dan merespon input sensorisnya. Ketamin juga merupakan antagonis reseptor NMDA (N-
methyl-D-aspartate). Pada dosis sub-anestesi ketamin dapat menimbulkan halusinasi yang dapat
dicegah dengan pemberian midazolam ataupun agen hipnotik lainnya.

Farmakokinetik

• Absorbsi

Ketamin dapat diberikan secara oral, nasal, rektal, subkutan dan epidural. Tapi secara umum
di dalam klinis biasanya diberikan secara IV atau IM. Kadar puncak pada plasma tercapai dalam
waktu 10-15 menit setelah injeksi intra muskular.

• Distribusi

Ketamin lebih laarut dalam lemak dan kurang terikat dengan protein dibandingkan dengan
thiopental, sehingga uptake-nya oleh otak dan proses redistribusinya berlangsung cepat (waktu
paruhnya 10-15 menit).

• Biotransformasi dan Eksresi


Ketamin mengalami proses biotransformasi di hati yang menghasilkan beberapa metabolit,
salah satunya norketamin yang masih memiliki efek anestesi. Ekstraksi hepatiknya tinggi, sehingga
memiliki waktu paruh eliminasi yang relatif pendek (2 jam). Produk akhir ketamin dieksresikan oleh
ginjal.

Efek pada Sistem Organ

• Kardiovaskular

Berbeda dengan agen anestesi lainnya, ketamin meningkatkan tekanan darah arteri, denyut
jantung, dan curah jantung (Tabel 9-4), terutama setelah injeksi bolus cepat. Efek ini disebabkan oleh
stimulasi sentral dari sistem saraf simpatis dan penghambatan pengambilan kembali norepinefrin
setelah pelepasan di terminal saraf. Hal ini biasanya dibarengi dengan peningkatan tekanan arteri
pulmonalis dan kerja miokardium. Untuk alasan ini, ketamin harus diberikan dengan hati-hati pada
pasien dengan penyakit arteri koroner, hipertensi yang tidak terkontrol, gagal jantung kongestif, atau
aneurisma arteri.

Tabel 4. Ringkasan efek anestesi nonvolatil pada sistem organ

• Respirasi

Ventilatory drive sedikit dipengaruhi oleh ketamin dosis induksi, walaupun dengan pemberian
bolus IV cepat atau kombinasi dengan opioid dapat menyebabkan apnea. Ketamin racemic merupakan
bronkodilator yang poten, sehingga berguna sebagai agen induksi untuk pasien ashma, sedangkan
ketamin S(+) mempunyai efek bronkodilator yang minimal. Refleks saluran nafas atas terjaga dengan
baik, walaupun juga dapat terjadi obstruksi parsial, sehingga pasien dengan resiko aspirasi (lambung
penuh) sebaiknya diintubasi selama anestesi umum dengan ketamin. Hipersalivasi akibat ketamin
dapat diatasi dengan premedikasi agen antikolinergik seperti glycopyrrolate.

• Otak

Ketamin meningkatkan konsumsi oksigen otak, CBF dan tekanan intra kranial, sehingga
penggunaannya dihindari pada keadaan space occupying intracranial lesions seperti yang terjadi pada
trauma kepala. Tetapi dari penelitian-penelitian terakhir, dengan bukti yang kuat bila dikombinasikan
dengan benzodiazepin (atau agen lain yang bekerja pada sistem reseptor GABA yang sama) dan
dengan kontrol ventilasi tetapi tanpa menggunakan N2O, ketamin tidak menyebabkan peningkatan
tekanan intra kranial. Ketamin meningkatkan aktivitas listrik subkortikal sehingga menimbulkan
gerakan myoklonik. Efek samping psikomimetik akibat ketamin jarang terjadi jika dikombinasikan
dengan benzodiazepin ataupun ketamin pada tehnik TIVA.

Interaksi Obat

Ketamin berinteraksi secara sinergis (lebih dari aditif) dengan anestesi volatil tetapi dengan
cara aditif dengan propofol, benzodiazepin, dan agen yang dimediasi reseptor GABA lainnya. Agen
penghambat neuromuskular nondepolarisasi bergantung pada dosis, tetapi secara minimal dapat
dipotensiasi oleh ketamin. Diazepam atau midazolam melemahkan efek stimulasi jantung oleh
ketamin, dan diazepam memperpanjang waktu paruh eliminasi ketamin. Antagonis adrenergik dan
adrenergik (dan agen dan teknik lain yang mengurangi stimulasi simpatis) dapatmembuka efek
depresan miokardium langsung dari ketamin, yang biasanya diliputi oleh stimulasi simpatis. Infus
ketamin dan propofol secara bersamaan, seringkali dalam rasio infus tetap (mg:mg) 1:10, sering
digunakan untuk sedasi dengan anestesi lokal dan regional atau anestesi umum intravena.

- efek analgesia kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik, tapi tidak untuk nyeri visceral
- Efek hipnotik kurang
- Efek relaksasi tidak ada
- Refleks pharynx & larynx masih ckp baik  batuk saat anestesi  refleks vagal
- disosiasi  mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh gelisah,
tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dapar timbul eksitasi
- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil
dengan pemberian thiopental sebelumnya)
- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.
- dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine. Baik untuk penderita-
penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih
ringan.
- Dosis berlebihan secara iv  depresi napas
- Pada anak dapat timbulkan kejang, nistagmus
- Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%
- Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit
- Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin
- Ketamin bekerja pada daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pada 8 retikular
otak

Indikasi:

 Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik
pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar.
 Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).
 Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)
 Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk
induksi pada pasien syok.
 Untuk tindakan operasi kecil.
 Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.
 Pasien asma

Kontra Indikasi

 hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg


 riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)
 Dekompensasi kordis

Harus hati-hati pada :

 Riwayat kelainan jiwa


 Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik

4. Propofol (diprifan, rekofol)

Mekanisme Aksi

Propofol mengikat reseptor GABAA, sehingga meningkatkan afinitas ikatan GABA dengan
reseptor GABAA, yang akan menyebabkan hiperpolarisasi membran saraf.9 Injeksi propofol IV akan
menimbulkan nyeri yang dapat dikurangi dengan pemberian injeksi lidokain sebelumnya atau dengan
mencampurkan lidokain 2% dengan 18 ml propofol sebelum penyuntikkan. Formulasi propofol
mudah terkontaminasi dengan pertumbuhan bakteri, sehingga harus digunakan dengan tehnik yang
steril dan tidak boleh dipakai setelah 6 jam pembukaan ampul.

Induksi anestesi dengan propofol berlangsung dengan lembut dengan hanya sedikit
menimbulkan efek samping eksitasi. Dosis 1-2,5 mg/kg (tergantung pada usia dan status fisik pasien
serta penggunaan premedikasi) menghasilkan induksi anestesi dalam waktu 30 detik. Pada pasien
dengan penyakit kardiovaskuler harus diberikan dosis induksi yang lebih rendah

Farmakokinetik

• Absorbsi

Propofol hanya tersedia dalam bentuk pemberian secara IV untuk induksi dan pemeliharaan
anestesi
• Distribusi

Onset kerja propofol cepat, begitu pula dengan durasinya yang pendek pada pemberian bolus
dosis tunggal dikarenakan pendeknya distribusi waktu paruhnya (2-8 menit). Pada lansia
direkomendasikan pengurangan dosis induksi dan laju infus propofol yang diberikan, karena Vd
mereka yang lebih kecil.

• Biotransformasi dan Eksresi

Propofol dimetabolisme dengan cepat menjadi metabolit inaktif di hepar dan dieksresikan
melalui ginjal. Laju klirens propofol (20-30 ml/kg/ mnt) melampaui aliran darah hepar, sehingga
diduga propofol juga dimetabolisme di organ yang lain seperti paru (ekstra hepatik).

Efek pada Sistem Organ

• Kardiovaskular

Propofol menghambat aktivitas simpatis vasokonstriktor sehingga menurunkan resistensi


pembuluh darah perifer, preload dan kontraktilitas otot jantung yang akhirnya akan menurunkan
tekanan darah arteri. Hipotensi yang terjadi saat induksi biasanya akan pulih akibat dari stimulasi
laringoskopi dan intubasi. Hipotensi pada iduksi propofol dipengaruhi oleh dosis yang besar,
kecepatan injeksi dan usia tua. Propofol secara nyata mempengaruhi barorefleks arterial terhadap
hipotensi. Perubahan pada denyut jantung dan cardiac output biasanya hanya sementara dan tidak
bermakna pada pasien yang sehat, tetapi dapat diperparah pada pasien lansia, konsumsi β-adrenergic
blockers atau pada pasien dengan gangguan fungsi ventilasi.

• Respirasi

Pada dosis induksi propofol menekan secara dalam fungsi pernafasan hingga menyebabkan
apnea. Meski hanya dengan dosis sub anestetik propofol menghambat respon normal terhadap
hiperkarbia. Propofol menekan refleks jalan nafas atas melebihi thiopental sehingga tindakan intubasi,
endoskopi dan pemasangan LMA dapat dilakukan tanpa blokade neuromuskular.4,7 Walaupun
melepaskan histamin, timbulnya wheezing pada pasien asma yang diinduksi dengan propofol jarang
terjadi.
• Otak

Propofol menurunkan CBF, cerebral metabolit rate dan tekanan intra kranial. Ketika dosis
besar diberikan, efek penurunan tekanan darah sistemik yang nyata dapat menurunkan CPP.
Autoregulasi pembuluh darah otak dalam merespon perubahan tekanan darah arteri dan reaksi CBF
terhadap perubahan tekanan CO2 tidak mengalami perubahan. Propofol memiliki kemampuan yang
sama dengan thiopental sebagai protektor otak terhadap fokal iskemia. Induksi propofol dapat disertai
dengan fenomena eksitasi seperti kedutan otot, gerakan spontan, ophisthotonus dan cegukan. Propofol
mempunyai efek anti konvulsan dan dapat digunakan untuk mengatasi keadaan status epileptikus.

Interaksi Obat

Banyak dokter memberikan sejumlah kecil midazolam (misalnya, 30 mcg/kg) sebelum


induksi dengan propofol; midazolam dapat mengurangi dosis propofol yang dibutuhkan >10%.
Propofol sering dikombinasikan dengan remifentanil, dexmedetomidine, atau ketamine untuk TIVA.

 Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut minyak
kedelai & postasida telur yg dimurnikan.
 Kadang terasa nyeri pada penyuntikan  dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol 
jarang pada anak karena sakit & iritasi pada saat pemberian
 Analgetik tidak kuat
 Dapat dipakai sebagai obat induksi & obat maintenance
 Obat setelah diberikan  didistribusi dgn cepat ke seluruh tubuh.
 Metabolisme di liver & metabolit tdk aktif dikeluarkan lwt ginjal.
 Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi & apnea sejenak

Efek Samping

 bradikardi.
 nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
 Ekstasi, nyeri lokal pd daerah suntikan
 Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan
 Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan napas, ginjal, liver, syok
hipovolemik.

3. Thiopental

 Ultra short acting barbiturat


 Dipakai sejak lama (1934)
 Tidak larut dlm air, tapi dalam bentuk natrium (sodium thiopental) mudah larut dalam air

4. Pentotal
 Zat dari sodium thiopental. Bentuk bubuk kuning dalam amp 0,5 gr(biru), 1 gr(merah) & 5 gr.
Dipakai dilarutkan dengan aquades
 Larutan pentotal bersifat alkalis, ph 10,8
 Larutan tidak begitu stabil, hanya bisa disimpan 1-2 hari (dlm kulkas lebih lama, efek
menurun)
 Pemakaian dibuat larutan 2,5%-5%, tapi dipakai 2,5% u/ menghindari overdosis, komplikasi
> kecil, hitungan pemberian lebih mudah
 Obat mengalir dalam aliran darah (aliran ke otak ↑)  efek sedasi & hipnosis cepat terjadi,
tapi sifat analgesik sangat kurang
 TIK ↓
 Mendepresi pusat pernapasan
 Membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan
 depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah  hipotensi. dapar
menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal
 tak berefek pd kontraksi uterus, dapar melewati barier plasenta
 dapar melewati ASI
 menyebabkan relaksasi otot ringan
 reaksi. anafilaktik syok
 gula darah sedikit meningkat.
 Metabolisme di hepar
 cepat tidur, waktu tidur relatif pendek
 Dosis iv: 3-5 mg/kgBB

Kontraindikasi

 syok berat
 Anemia berat
 Asma bronkiale  menyebabkan konstriksi bronkus
 Obstruksi sal napas atas
 Penyakit jantung & liver
 kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)

B. Obat Anestetik inhalasi

1. Halothan/fluothan

Halothane adalah alkana terhalogenasi. Halothane bersifat tidak mudah terbakar dan tidak
meledak karena ikatan karbon-fluoridanya. Halothane adalah gas anestesi terhalogenasi volatil kuat
yang telah dikaitkan dengan banyak kasus injuri hepar akut yang berat. Halothane merupakan agen
inhalasi anestesi utama yang dahulu digunakan pada tahun 1956-1990. Potensi halotan untuk
menyebabkan hepatotoksisitas dan adanya keamanan yang lebih tinggi dari anestesi generasi yang
lebih baru menyebabkan halothale lebih jarang digunakan terutama pada anak-anak dan saat ini hanya
digunakan pada situasi khusus. Halothane sudah tidak digunakan di amerika serikat, namun karena
harganya yang relatif murah, beberapa negara berkembang masih terus menggunakan halothane.

Efek pada Sistem Organ

• Kardiovaskular

Meskipun halotan merupakan vasodilator arteri koroner, aliran darah koroner menurun karena
penurunan tekanan arteri sistemik. Perfusi miokard yang adekuat biasanya dipertahankan karena
kebutuhan oksigen miokard juga turun. Pada umumnya, hipotensi menghambat baroreseptor di arkus
aorta dan bifurkasio karotid, menyebabkan penurunan stimulasi vagal dan peningkatan kompensasi
denyut jantung. Halotan menginhibisi refleks ini. Perlambatan konduksi nodus sinoatrial dapat
menyebabkan irama junctional atau bradikardia. Pada bayi, halotan menurunkan curah jantung dengan
kombinasi penurunan denyut jantung dan penurunan kontraktilitas miokardium. Halotan juga
membuat jantung peka terhadap efek aritmogenik epinefrin, sehingga dosis epinefrin >1,5 mcg/kg
harus dihindari.

• Respirasi

Halotan biasanya menyebabkan pernapasan yang cepat dan dangkal. Peningkatan frekuensi
pernapasan yang tidak cukup untuk mengatasi penurunan volume tidal, sehingga ventilasi alveolus
menurun, dan PaCO2 istirahat meningkat. Halothane memberikan efek ventilasi melalui mekanisme
sentral (depresi meduler) dan perifer (disfungsi otot interkosta). Perubahan ini meningkat terutama
pada pasien dengan penyakit paru yang sebelumnya dan dilemahkan oleh stimulasi bedah. Halotan
adalah bronkodilator kuat, karena dapat mengatasi bronkospasme yang diinduksi oleh asma. Halotan
menurunkan refleks jalan napas dan merelaksasi otot polos bronkus dengan menghambat mobilisasi
kalsium intraseluler. Halotan juga menekan pembersihan lendir dari saluran pernapasan (fungsi
mukosiliar), dimana hal ini dapat menyebabkan hipoksia pasca operasi dan atelektasis.

• Otak

Dengan melebarkan pembuluh darah otak, halotan menurunkan resistensi pembuluh darah
otak dan meningkatkan volume darah otak dan aliran darah otak. Halothane menyebabkan inhibisi
pada autoregulasi pada maintenance aliran darah otak konstan selama perubahan tekanan darah arteri.
Peningkatan tekanan intrakranial secara bersamaan dapat dicegah dengan memberikan hiperventilasi
sebelum pemberian halotan. Halothane juga bawah menurunkan aktivitas serebral, menyebabkan
perlambatan elektroensefalografi dan sedikit pengurangan dalam kebutuhan oksigen metabolik.

• Neuromuskular

Halotan melemaskan otot rangka dan meningkatkan potensi agen penghambat neuromuskular
nondepolarisasi (NMBA). Seperti anestesi volatil kuat lainnya, halothane merupakan pemicu
hipertermia maligna.

• Ginjal

Halotan dapat mengurangi aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan output urin. Hal ini
dapat dijelaskan oleh penurunan tekanan darah arteri dan curah jantung. Karena penurunan aliran
darah ginjal lebih besar daripada penurunan laju filtrasi glomerulus, fraksi filtrasi meningkat. Hidrasi
pra-operasi dapat mencegah perubahan ini.

• Hepar

Halotan menurunkan aliran darah hepatik sebanding dengan penurunan curah jantung.
Vasospasme arteri hepatik telah dilaporkan selama anestesi halotan. Metabolisme dan pembersihan
beberapa obat (misalnya, fentanil, fenitoin, verapamil) terganggu oleh halotan. Pada fungsi hati
terdapat peningkatan transaminase hati minor.

Biotransformasi & Toksisitas

Halotan dioksidasi di hati oleh isozim tertentu CYP (2EI) menjadi metabolit utamanya, asam
trifluoroasetat. Dengan tidak adanya oksigen, metabolisme reduktif dapat menghasilkan sejumlah
kecil produk akhir hepatotoksik yang secara kovalen berikatan dengan makromolekul jaringan. Ini
lebih cenderung terjadi setelah induksi enzim oleh paparan kronis terhadap barbiturat. Disfungsi hati
pasca operasi memiliki beberapa penyebab: virus, hepatitis, gangguan perfusi hati, penyakit hati yang
sudah ada sebelumnya, hipoksia hepatosit, sepsis, hemolisis, kolestasis intrahepatik pasca operasi
jinak, dan hepatitis yang diinduksi obat.

Hepatitis akibat halotan sangat jarang terjadi. Pasien yang terpapar beberapa kali anestesi
halotan dalam interval pendek, wanita paruh baya dengan obesitas, dan orang-orang dengan
kecenderungan keluarga terhadap toksisitas halotan atau riwayat toksisitas pribadi dianggap berisiko
tinggi. Hal ini dapat ditandai dengan dengan tanda-tanda injuri hepar, seperti peningkatan serum
alanin dan transferase aspartat, peningkatan bilirubin dan ensefalopati

Kontraindikasi

Penggunaan halotan pada pasien dengan disfungsi hepar sebaiknya dihindari. Halotan, seperti
semua anestesi inhalasi, harus digunakan dengan hati-hati. Pada pasien dengan lesi massa intrakranial
terdapat peningkatan kemungkinan terjadinya hipertensi intrakranial sekunder. Pasien hipovolemik
dan beberapa pasien dengan penurunan fungsi ventrikel kiri yang berat mungkin tidak mentoleransi
efek inotropik negatif halotan.

Interaksi Obat

Depresi miokard yang akibat halotan diperburuk oleh agen penghambat - adrenergik dan agen
penghambat saluran kalsium. Antidepresan trisiklik dan inhibitor monoamine oksidase telah dikaitkan
dengan fluktuasi tekanan darah dan aritmia, meskipun keduanya bukanlah merupakan kontraindikasi
absolut. Kombinasi halotan dan aminofilin dapat mengakibatkan aritmia ventrikel.

***

 Tidak berwarna, mudah menguap


 Tidak mudah terbakar/meledak
 Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya

Efek **

 Tidak merangsang traktus respiratorius


 Depresi nafas Þ stadium analgetik
 Menghambat salivasi
 Nadi cepat, ekskresi airmata
 Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup
 Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus
 Depresi otot jantung Þ aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)
 Depresi otot polos pembuluh darah Þ vasodilatasi Þ hipotensi
 Vasodilatasi pembuluh darah otak
 Sensitisasi jantung terhadap katekolamin
 Meningkatkan aktivitas vagal  vagal refleks
 Pemberian berulang (1-3 bulan)  kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)
 Menghambat kontraksi otot rahim
 Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh
 Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance

Keuntungan **
 cepat tidur
 Tidak merangsang saluran napas
 Salivasi tidak banyak
 Bronkhodilator  obat pilihan untuk asma bronkhiale
 Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
 Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak

Kerugian **

 overdosis
 Perlu obat tambahan selama anestesi
 Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
 aritmia jantung
 Sifat analgetik ringan
 Cukup mahal
 Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

2. Nitrogen Oksida (N2O)

Nitrous oxide (N2O) yang juga disebut dengan laughing gas, adalah gas tidak bewarna, tidak
berbau dan memiliki kemampuan yang sama dengan oksigen dalam pembakaran. Berbeda dengan
agen volatil kuat, nitrous oxide dapat disimpan sebagai cairan di bawah tekanan karena suhu kritisnya
(suhu dimana suatu zat tidak dapat disimpan sebagai cairan terlepas dari tekanan yang diberikan)
terletak di atas suhu kamar. Nitrous oxide adalah anestesi yang relatif murah. Karena tingkat
keamanannya, klinisi banyak lebih memilih alternatif seperti xenon.

Efek pada Sistem Organ

• Kardiovaskular

Nitrous oxide cenderung bekerja dengan merangsang sistem saraf simpatik. Jadi, meskipun
Nitrous oxide secara langsung menekan kontraktilitas miokard in vitro, tekanan darah arteri, curah
jantung dan denyut jantung pada dasarnya tidak berubah in vivokarena stimulasi katekolamin. Depresi
miokard mungkin muncul pada pasien dengan penyakit arteri koroner atau hipovolemia berat.
Konstriksi otot polos pembuluh darah paru meningkatkan resistensi pembuluh darah paru, yang
menghasilkan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kana. Vasokonstriksi dan resistensi
pembuluh darah perifer tidak berubah secara signifikan

• Respirasi

Nitrous oxide meningkatkan laju pernapasan (takipneu) dan menurunkan volume tidal sebagai
akibat dari stimulasi SSP. Efek adalah perubahan minimal pada minute ventilation dan resting arterial
pCO2. Pada kondisi hipoksia, respon ventilasi terhadap hipoksia arteri yang diperantarai oleh
kemoreseptor perifer di badan karotis, yang sangat ditekan bahkan oleh bahkan hanya sejumlah kecil
nitrous oxide.

• Otak

Dengan meningkatkan aliran darah otak dan volume darah otak, nitrous oxide menghasilkan
sedikit peningkatan tekanan intrakranial. Nitrous oxide juga meningkatkan konsumsi oksigen serebral
(CMRO2). Konsentrasi nitrous oxide di bawah MAC dapat memberikan analgesia pada operasi gigi,
persalinan, cedera traumatis, dan prosedur bedah minor.

• Neuromuskular

Berbeda dengan agen inhalasi lainnya, nitrous oxide tidak memberikan relaksasi otot yang
signifikan. Bahkan, pada konsentrasi tinggi di ruang hiperbarik, nitrous oxide menyebabkan kekakuan
otot rangka. Nitrous oxide tidak memicu hipertermia maligna.

• Ginjal

Nitrous oxide dapat menurunkan aliran darah ginjal dengan meningkatkan resistensi
pembuluh darah ginjal. Hal ini menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan output urin.

• Hepar

Aliran darah hepatik dapat turun selama anestesi nitrous oxide, namun pada tingkat yang
lebih rendah dibandingkan dengan agen volatil.

• Gastrointestinal

Penggunaan nitrous oxide pada orang dewasa meningkatkan risiko mual dan muntah pasca
operasi, hal ini mungkin disebabkan proses aktivasi zona pemicu kemoreseptor dan pusat muntah di
medula.

Biotransformasi & Toksisitas

Hampir seluruh nitrous oxide dieliminasi melalui pernafasan dan sedikit berdifusi keluar
melalui kulit. Dengan mengoksidasi atom kobalt secara ireversibel dalam vitamin B12, nitrous oxide
menghambat enzim yang bergantung pada vitamin B12. Enzim-enzim ini termasuk metionin sintetase,
yang diperlukan untuk pembentukan mielin, dan timidilat sintetase, yang diperlukan untuk sintesis
DNA.

Paparan yang berkepanjangan terhadap konsentrasi anestesi nitrous oxide dapat


mengakibatkan depresi sumsum tulang (anemia megaloblastik) dan bahkan defisiensi neurologis
(neuropati perifer). Karena terdapat kemungkinan memiliki efek teratogenik, nitrous oxide sering
dihindari pada pasien hamil yang belum memasuki trimester ketiga.

Efek Samping

• Depresi Pernapasan

Ketika digunakan sendiri, nitrous memiliki efek pernapasan yang terbatas, namun bila
digunakan dalam kombinasi dengan obat penenang, hipnotik, atau opioid lainnya, dapat
meningkatkan efek depresan pernapasan dari agen ini.

• Hipoksia Difusi

Setelah penghentian nitrous oxide, gradien konsentrasi antara gas di paru dan sirkulasi
alveolar dengan cepat berbalik. Hal ini dapat menyebabkan pengenceran oksigen dalam waktu cepat
dalam alveoli dan hipoksia. Dalam hal ini, pemberian oksigen 100% harus segera diberikan sesaat
setelah penghentian nitrous oxide.

• Mual dan Muntah Pasca Operasi

Nitrous oxide memiliki risiko mual dan muntah pascaoperasi (PONV) yang lebih tinggi
dibandingkan dengan agen lain, tetapi ini dapat dikontrol dengan antiemetik profilaksis. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa PONV terjadi lebih parah dengan penggunaan nitrous oxide pada
prosedur yang berlangsung lebih dari 2 jam. Studi ini juga menunjukkan bahwa penggunaan nitrous
oxide tidak terkait dengan peningkatan mortalitas, komplikasi kardiovaskular, atau infeksi luka

Kontraindikasi

• Pasien dengan kondisi kritis

Nitrous oxide menonaktifkan metionin sintase melalui oksidasi kobalt dalam vitamin B12 dan
dapat menyebabkan anemia megaloblastik. Enzim ini penting untuk metabolisme vitamin B12 dan
folat serta berperan dalam sintesis DNA dan RNA serta sintesis zat lain. Pada pasien yang sedang
dalam kondisi kritis, hal ini dapat menyebabkan konsekuensi neurologis atau hematologi sehingga
harus dihindari.

• Penyakit jantung berat

Metionin sintase juga digunakan untuk mengubah homosistein menjadi metionin.


Peningkatan kadar homosistein serum dikaitkan dengan peningkatan risiko kejadian penyakit jantung
koroner. Namun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan dampak yang sebenarnya.

• Trimester pertama kehamilan

Efek nitrous oxide terhadap metabolisme B12 dan folat, penggunaan nitrous tidak dianjurkan
pada trimester pertama kehamilan.

• Pneumotoraks, COPD, small bowel obstruction, operasi telinga bagian tengah, dan operasi
retina yang melibattkan pembentukan intraocular gas bubble

Nitrous oxide 35 kali lebih larut daripada nitrogen. Nitrous oxide berdifusi lebih cepat ke
dalam ruang tertutup daripada nitrogen dapat berdifusi keluar, hal ini menyebabkan peningkatan
volume dan tekanan gas di dalam ruang tertutup. Dalam kasus laparoskopi, nitrous oxide dapat
menumpuk di pneumoperitoneum, dan sehingga dalam penggunaannya perlu dipertimbangkan lebih
lanjut dalam kasus ini.

• Gangguan jiwa berat

Nitrous oxide dapat menyebabkan mimpi dan halusinasi sehingga harus dihindari pada pasien dengan
gangguan kejiwaan yang berat.

• Hipertensi pulmonal

Nitrous oxide dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis melalui stimulasi saraf simpatis
sehingga perlu dihindari pada pasien dengan hipertensi pulmonal.

• Prosedur pada area kepala dan leher yang menggunakan kauter


Karena sifatnya yang dapat memperbesar pembakaran, penggunaanya harus dihindari dalam
prosedur ini.

Interaksi Obat

Tingginya nilai MAC nitrous oxide mencegah penggunaannya sebagai complete general
anesthetic, sehingga sering digunakan dalam kombinasi dengan agen volatil yang lebih kuat.
Penambahan nitrous oxide dapat menurunkan kebutuhan agen (65% nitrous oxide menurunkan MAC
dari anestesi volatil sekitar 50%). Meskipun nitrous oxide tidak boleh dianggap sebagai gas pembawa
yang aman, nitrous oxide dapat melemahkan efek peredaran darah dan pernapasan dari anestesi volatil
pada orang dewasa. Konsentrasi nitrous oxide yang mengalir melalui mesin dapat mempengaruhi
konsentrasi anestesi volatil yang diberikan. Misalnya, penurunan konsentrasi nitrous oxide (yaitu,
peningkatan konsentrasi oksigen) meningkatkan konsentrasi zat volatil. Perbedaan ini disebabkan oleh
kelarutan relatif nitrous oxide dan oksigen dalam anestesi cair yang mudah menguap.

Efek **

 Analgesik sangat kuat setara morfin


 Hipnotik sangat lemah
 Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
 Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.  Bila murni N2O =
depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
 jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain seperti
halotan dan sebagainya.

3. Eter

- tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat merangsang
- iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus
- margin safety sangat luas
- murah
- analgesi sangat kuat
- sedatif dan relaksasi baik
- memenuhi trias anestesi
- teknik sederhana

4. Enfluran

 isomer isofluran
 tidak mudah terbakar, namun berbau.
 Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak seperti kejang (pada
EEG).
 Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif dibanding halotan.

5. Isofluran

Isoflurane merupakan anestesi volatil yang tidak mudah terbakar dengan bau halus yang
menyengat. Agen ini biasa digunakan secara terpisah atau dikombinasikan dengan nitrit oksida,
anestesi intravena, dan muscle relaxant.

Efek pada Sistem Organ


• Kardiovaskular

Isoflurane dapat menyebabkan depresi jantung minimal in vivo. Curah jantung dipertahankan
dengan meingkatkan frekuensi denyut jantung karena pemeliharaan parsial dari bero reflek karotis.
Stimulasi ringan -adrenergik dapat meningkatkan aliran darah otot rangka, menurunkan resistensi
vaskuler dan menurunkan tekanan darah arterial. Peningkatan konsentrasi isoflurane yang cepat dapat
memicu peningkatan sementara denyut jantung, tekanan darah arterial, dan kadar norepinefrin dalam
plasma. Isoflurane memiliki potensi sebagai dilator yang lebih rendah dibanding nitrogliserin atau
adenosin.

• Respirasi

Depresi pernapasan selama anestesi isoflurane mirip dengan anestesi volatil lainnya, kecuali
takipnea yang tidak terlalu tampak. Efek yang muncul lebih jelas adalah penurunan pada ventilasi
semenit yang lebih jelas. Konsentrasi isoflurane yang rendah (0,1 MAC) dapat menyebabkan respon
ventilasi normal terhadap hipoksia dan hiperkapnia. Isoflurane adalah bronkodilator yang cukup baik,
meskipun mungkin tidak sekuat halotan.

• Otak

Pada konsentrasi MAC >1, isoflurane dapat meningkatkan aliran darah otak dan tekanan
intrakranial. Efek ini dianggap kurang menonjol dibandingkan dengan halotan dan dapat
dikembalikan oleh hiperventilasi. Berbeda dengan halotan, hiperventilasi tidak harus dilakukan
sebelum penggunaan isoflurane untuk mencegah hipertensi intrakranial. Isoflurane dapat mengurangi
kebutuhan oksigen metabolik serebral.

• Neuromuskular

Isoflurane dapat melemaskan otot rangka.

• Ginjal

Isoflurane menurunkan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan

output urin.

• Hepar

Aliran darah hepar total (aliran arteri dan vena porta) berkurang selama anestesi isoflurane.
Isoflurane mampu mempertahankan suplai oksigen hepatik mungkin lebih baik daripada halothane.
Fungsi hepar hanya terpengaruh minimal.

Biotransformasi & Toksisitas

Isoflurane dimetabolisme menjadi asam trifluoroasetat. Meskipun kadar cairan fluoride serum
dapat meningkat, nefrotoksisitas sangat jarang terjadi. Sedasi berkepanjangan (>24 jam dengan 0,1-
0,6% isoflurane) pada pasien sakit kritis dapat meningkatkan kadar fluorida plasma (15-50 mol/L)
tanpa adanya bukti gangguan pada ginjal. Metabolisme oksidatifnya yang terbatas juga
meminimalkan kemungkinan risiko disfungsi hati yang signifikan.

Efek Samping
Isoflurane harus dititrasi secara hati-hati dengan memperhatikan hemodinamik pasien karena
dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis akibat vasodilatasi perifer yang bergantung
pada dosis. Hal ini harus diperhatikan terutama pada pasien hipovolemik.

Kontraindikasi

Pasien dengan hipovolemia berat mungkin tidak mentoleransi efek vasodilatasi isoflurane.
Semua anestesi volatil terhalogenasi, termasuk isofluran, diketahui sebagai pemicu hipertermia
maligna. Setiap pasien dengan riwayat pribadi atau keluarga yang diketahui atau dicurigai menderita
hipertermia maligna harus dipertimbangkan untuk meningkatkan risiko hipertermia maligna.
Pemilihan penggunaan anestesi intravena total untuk menginduksi dan mempertahankan anestesi
umum harus dipertimbangkan.

Interaksi Obat

Isoflurane dapat meningkatkan potensi NMBA nondepolarisasi.

**

 cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar
 menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap penyimpanan sampai
dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.
 Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran

6. Sevofluran

Sevofluran termasuk dalam golongan halogenated ether dan digunakan sebagai agen anestesi
inhalasi. Agen ini biasa digunakan secara terpisah atau dikombinasikan dengan nitrit oksida, anestesi
intravena, dan muscle relaxant. Sevofluran merupakan agen anestesi volatil yang masuk dalam
kelompok polyfluorinated methyl isopropyl ether. Agen ini memiliki rumus molekul C4H3F7O dan
berat molekul sebesar 200,1. kelarutan dalam darah sevoflurane sedikit lebih besar dari desflurane
(0,65 dan 0,42) (lihat Tabel 1). Sifatnya yang non-volatile dan cepatnya peningkatan konsentrasi
sevoflurane dalam alveolar membuat sevoflurane pilihan yang sangat baik untuk induksi inhalasi pada
pasien anak dan dewasa. Induksi inhalasi dengan sevoflurane 4-8% dalam campuran 50% nitro oksida
dan oksigen dapat dicapai dalam 1 menit. Demikian juga, kelarutan darahnya yang rendah
menyebabkan penurunan yang cepat dalam konsentrasi anestesi alveolar pada saat dihentikan dan
onset yang lebih cepat dibandingkan dengan isoflurane.

Efek pada Sistem Organ

• Kardiovaskular

Sevoflurane dapat sedikit menekan kontraktilitas miokardium. Resistensi vaskular sistemik


dan penurunan tekanan darah arterial berkurang lebih sedikit dibandingkan dengan isoflurane atau
desflurane. Sevoflurane hanya dapat menyebabkan sedikit peningkatan denyut jantung sehingga curah
jantung tidak dapat dipertahankan sebaik dengan isoflurane atau desflurane. Sevoflurane dapat
memperpanjang interval QT. Perpanjangan QT dapat bermanifestasi 60 menit setelah munculnya
anestesi pada bayi.

• Respirasi
Sevoflurane dapat mendepresi respirasi dan menyebabkan bronkospasme seperti isoflurane.

• Otak

Mirip dengan isoflurane dan desflurane, sevoflurane dapat menyebabkan sedikit peningkatan
aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Konsentrasi tinggi sevoflurane (>1,5 MAC) dapat
mengganggu autoregulasi aliran darah otak, sehingga menyebabkan penurunan aliran darah otak
selama hipotensi hemoragik. Efek pada autoregulasi aliran darah otak ini tampaknya kurang jelas
dibandingkan dengan isoflurane.

• Neuromuskular

Sevoflurane menghasilkan relaksasi otot yang memadai untuk intubasi setelah induksi
inhalasi.

• Ginjal

Sevofluran sedikit menurunkan aliran darah ginjal. Metabolismenya menjadi substansi


dihubungkan dengan gangguan fungsi tubulus ginjal yang didiskusikan selanjutnya.

• Hepar

Sevofluran menurunkan aliran darah vena porta, tetapi meningkatkan aliran darah arteri
hepatika, sehingga mempertahankan aliran darah total hepar dan pengangkutan oksigen.

Biotransformasi & Toksisitas

Sevoflurane dimetabolisme di hepar dan di ekskresikan melalui ginjal secara minimal. Enzim
mikrosomal pada hati P-450 (khususnya isoform 2E1) memetabolisme sevofluran dengan kecepatan
seperempat kali (5%)dibanding halotane (20%), tetapi 10 atau 25 kali dibanding isofluran atau
desfluran dan dapat diinduksi dengan preterapi etanol atau fenobarbital. Potensi nefrotoksik dari
akibat peningkatan inorganik fluorida (F–) didiskusikan sebelumnya. Konsentrasi serum fluorida
lebih dari 50 mol/L kira- kira pada 7% pasien yang menerima sevofluran, tetapi secara klinis disfungsi
ginjal yang signifikan tidak dihubungkan dengan anestesia sevofluran. Secara keseluruhan kecepatan
metabolisme sevofluran 5%, atau 10% dibanding isofluran. Namun, tidak ada hubungan puncak kadar
fluorida setelah penggunaan sevofluran dan abnormalitas apapun yang menyangkut ginjal. Sevofluran
tidak digunakan pada pasien dengan disfungsi ginjal sebelumnya.

Efek Samping

Hipotensi, delirium emergensi dan agitasi, mual dan muntah, spasme laring dan apnea.

Kontraindikasi

Kontraindikasi termasuk hipovolemia berat, kerentanan terhadap hipertermia maligna, dan


hipertensi intrakranial

Interaksi Obat

Seperti anestesi volatil lainnya, sevoflurane dapat meningkatkan potensi NMBA.

**
 tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak dipilih untuk
induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa.
 tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis

C. Obat Muscle Relaxant

 Bekerja pd otot bergaris  terjadi kelumpuhan otot napas & otot-otot mandibula, otot
intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas.
 Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata ekstremitas  mandibula intercostalis
abdominal diafragma.
 Pd pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan.
 Obat ini membantu pd operasi khusus spt operasi perut agar organ abdominal tdk keluar &
terjadi relaksasi
 Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi

Dosis awal Dosis Durasi Efek samping


(mg/kgBB) rumatan (menit)
(mg/kgBB)
Non depol long-acting
1. D-tubokurarin (tubarin) 0.40-0.60 0.10 30-60 Hipotensi
2. Pankuronium 0.08-0.12 0.15-0.020 30-60 Takikardi
3. Metakurin 0.20-0.40 0.05 40-60 Hipotensi
4. Pipekuronium 0.05-0.12 0.01-0.015 40-60 KV stabil
5. Doksakurium 0.02-0.08 0.005-0.010 45-60 KV stabil
6. Alkurium (alloferin) 0.15-0.30 0.5 40-60 Takikardi
Non depol intermediate acting
1. Gallamin (flaxedil) 4-6 0.5 30-60 Hipotensi
2. Atrakurium (tracrium/notrixum) 0.5-0.6 0.1 20-45 Amanhepar&ginjal
3. Vekuronium (norcuron) 0.1-0.2 0.015-0.02 25-45
4. Rokuronium (roculax/esmeron) 0.6-1.0 0.10-0.15 30-60
5. Cistacuronium 0.15-0.20 0.02 30-45 Isomer atrakurium
Non depol short acting
1. mivakurium (mivacron) 0.20-0.25 0.05 10-15 Hipotensi &
2. ropacuronium 1.5-2.0 0.3-0.5 15-30 histamin +
Depol short acting
1. suksinilkolin (scolin) 1.0 3-10
2. dekametonium 1.0 3-10

 Durasi
 Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
 Short (10-15 menit) : mivakurium
 Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
 Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,
doksakurium, galamin

 Efek terhadap kardiovaskuler


 tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan histamin
dan (penghambatan ganglion)
 pankuronium : menaikkan tekanan darah
 suksinilkolin : aritmia jantung

Antikolinesterase  antagonis pelumpuh otot non depolarisasi


1. neostigmin metilsulfat 0,04-,0,08mg/kg (prostigmin)
2. piridostigmin 0,1-0,4mg/kg
3. edrofonium 0,5-1,0mg/kg

- fungsi: efek nilotinik + muskarinik  bradikardi, hiperperistaltik, hipersekresi, bronkospasme,


miosis, kontraksi vesicaurinaria

- pemberian dibarengi SA untuk menghindari bradikardi. (2:1)

MAC (Minimal Alveolar Concentration)  konsentrasi zat anestesi inhalasi dalam alveoli

D. Obat Darurat

Nama Berikan bila Berapa yang diberikan?

Efedrin TD menurun >20% dari TD awal 2 cc spuit


(biasanya bila TD sistol <90
diberikan)

Sulfas atropin Bradikardi (<60) 2 cc spuit

Aminofilin bronkokonstriksi 5 mg/kgBB

Spuit  24mg/ml

Dexamethason Reaksi anafilaksis 1 mg/kgBB

Spuit  5 mg/cc

Adrenalin Cardiac arrest 0,25 – 0,3 mg/kgBB, 1 mg/cc (teori)

Prakteknya  beri sampai aman

Succinil cholin Spasme laring 1 mg/kgBB (1cc spuit 


Kokain , Klorprokain, Benzokain,
Ester
Prokain, Tetrakain
Struktur
Kimia obat Lidokain, Prilokain,
2.5 ANESTESI LOKAL/ REGIONAL
Amide
Etidokain, Bupivakain,
Mepivakain, Ropivakain
 blokade reversibel konduksi saraf, mencegah DEPOLARISASI dengan blokade ion Na+
ke channel Na ( blokade konduksi)  mencegah permeabilitas membran saraf terhadap ion Na+
Topical Regional iv
Penggolongan anestesi lokal: Blok Saraf Tepi
infiltrasi ganglion

Blok nerv pleksus


Anestesi Lokal Cara
Pemberian
spinal
servikal
Blok Saraf Sentral
epidural torakal

lumbal
Short Acting
Potensi Obat Sacral/
Medium Acting
kaudal
Long acting
Potensi Obat

SHORT act MEDIUM act LONG act

Prototipe Prokain Lidokain Bupirokain

Gol Ester Amida Amida

Onset 2’ 5’ 15’

Durasi 30-45’ 60-90’ 2-4jam

Potensi 1 3 15

Toksisitas 1 2 10

Dosis max 12 Mg/KgBB 6 mg/KgBB 2 Mg/KgBB

Metabolisme Plasma Liver Liver

Keterangan:

Bupivacaine

- Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang digunakan
<20ml.
Lidokain (Xylocaine, Lidonest)

- Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot baik.
- 0,8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
- 1,5% lazim digunakan untuk pembedahan.
- 2% untuk relaksasi pasien berotot.

2.6 OPIOID DAN ANALGETIKA NON-OPIOID

2.6.1 OPIOID

1. Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin, fentanil.
2. Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor
morfin. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam
anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan.

A. Klasifikasi Opioid
Penggolongan opioid antara lain:
1. opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)
2. semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)
3. sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).

B. Obat-obat opioid yang biasa digunakan dalam anastesi antara lain:


1. MORFIN
a. Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos.
Efek morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi.
Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar.
Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal,
konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).
b. Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin
juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah
pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian
parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui
janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan
dalam tinja dan keringat.
c. Indikasi
Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan
nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya
makin besar dosis yang diperlukan juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk
meredakan nyeri yang timbul pada infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik
empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut,
pleuritis dan pneumotorak spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan
nyeri pasca bedah.
d. Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan,
nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan
tekanan pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.
e. Dosis dan sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan
diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi
nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena
dan dapat diulang sesuai yang diperlukan.

2. PETIDIN
a. Farmakodinamik
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor µ. Seperti halnya
morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas
dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah
dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan
klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri
neuropatik.
b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :
1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.
2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam
meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih
aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah
berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.
3) Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan
takikardia.
4) Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.
5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada
hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.
6) Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

c. Farmakokinetik
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi
kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam
plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat
bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara
cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang
lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama
dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat
yang kemudian sebagian mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat
sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam
urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan
intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat
masuk ke fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.
d. Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis,
meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin.
Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat
preanestetik.
e. Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50
mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong
dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
f. Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing,
berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan,
palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.

3. FENTANIL
a. Farmakodinamik
As. Karboksilat
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik,
fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan
lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil
dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal
pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg
lemah (dosis yang tinggi menekan hantara As.
As. propionat saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid
asetat
pada terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan
neureptanalgesia.
b. Farmakokinetik
Ibuprofen,
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama
Naproksen,
dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali
Ketoprofen
melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan,
sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
c. Indikasi As. pirolasetat
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB
analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia
pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan
untuk induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam
dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50
mg/ml.
d. Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah
dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin
plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol.

2.6.2 ANALGETIKA NON OPIOID (NSAID)

Pirazolon Oksikam

Dipiron Piroksikam

Salisilat As. antranilat

As. Asetil As.


salisilat, Mefenamat,
Dflunisal Floktafenin
Indometasin Ketorolac Diklofenak

Keterangan

1. Ketorolak

- Diberikan secara oral, intramuskular, intravena.


- Efek analgesia dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam.
- Lama kerja 4-6 jam.
- Dosis awal 10-30mg/hari dosis maks. 90mg/hari, pada manula, gangguan faal ginjal, dan BB
<50kg dibatasi maks. 60mg/hari.
- 30mg ketorolak=12mg morfin=100mg petidin, dapat digunakan bersama opioid.
- Cara kerja menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di
sistem saraf pusat.
- Tidak untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita menyusui, usia lanjut,
anak usia <4th, gangguan perdarahan, tonsilektomi.

2. Ketoprofen

- Diberikan secara oral, kapsul, tablet 100-200 mg/hari.


- Per-rektal 1-2 suppositoria.
- Suntikan intarmuskuler 100-300mg/hari.
- As.dihabiskan
Intravena per-infus indolasetatdalam 20 menit. As. fenilasetat

3. Piroksikam

- Oral, kapsul, tablet, flash, suppositoria, ampul 10-20mg/hari.

4. Tenoksikam

- Suntikan itramuskuler, intravena ampul 20mg/hari dilanjutkan oral.


- Hasil metabolisme dibuang lewat ginjal dan sebagian lewat empedu.

5. Meloksikam

- Inhibitor selektif Cox-2 dengan efektifitas=diklofenak atau piroksikam tetapi efek samping
lebih minimal.
- Dosis satu tablet 7,5mg atau 15mg/hari

6. Asetaminofen

- Tak punya sifat anti inflamasi dan sifat inhibitor terhadap sintesis prostaglandin sangat lemah,
karena itu tak digolongkan NSAID.
- Biasa untuk nyeri ringan dan dikombinasi analgetik lain
- Dosis oral 500-1000mg/4-6jam, dosis maksimal 4000mg/hari.
- Dosis toksis dapat menyebabkan nekrosis hati karena dirusak oleh enzim mikrosomal hati.
- Lebih disukai dari aspirin karena efek samping terhadap lambung dan gangguan pembekuan
minimal.

Efek samping golongan NSAID

- Gangguan saluran cerna: nyeri lambung, panas, kembung, mual-muntah, konstipasi, diare,
dispepsia, perdarahan tukak lambung, ulserasi mukosa lambung.
- Hipersensitivitas kulit: gatal, pruritus, erupsi, urtikaria, sindroma Steven-Johnson.
- Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus,
retensi natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-kreatinin, pererenal azotemia, nekrosis
papil ginjal, nefritis, sindroma nefrotik.
- Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin, bilirubin, ikterus
hepatoseluler.
- Gangguan sistem darah: trombositopenia, leukimia, anemia aplastik.
- Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema, hipertensi, gagal jantung.
- Gangguan respirasi: tonus bronkus meningkat, asma.
- Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan, anak kecil,
manula.
2.7 ALERGI OBAT OBATAN ANESTESI
Alergi obat dapat terjadi melalui semua 4 mekanisme hipersensitifitas Gell dan Coomb, yaitu:

� Reaksi hipersensitivitas segera (tipe I), terjadi bila obat atau metabolitnya berinteraksi
membentuk antibodi IgE yang spesifik dan berikatan dengan sel mast di jaringan atau sel basofil di
sirkulasi.

- � Reaksi antibody sitotoksik (tipe II), melibatkan antibodi IgG dan IgM yang mengenali
antigen obat di membran sel. Dengan adanya komplemen serum, maka sel yang dilapisi
antibodi akan dibersihkan atau dihancurkan oleh sistem monosit-makrofag.

- � Reaksi kompleks imun (tipe III), disebabkan oleh kompleks soluble dari obat atau
metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG.

- � Reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV)


adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik obat.

- Bisa terjadi alergi obat melalui keempat mekanisme tersebut terhadap satu obat, namun yang
tersering melalui tipe I dan IV. Jenis obat penyebab alergi sangat bervariasi dan berbeda
menurut waktu, tempat dan jenis penelitian yang dilakukan. Pada umumnya laporan tentang
obat tersering penyebab alergi adalah golongan penisilin, sulfa, salisilat, dan pirazolon. Obat
lainnya yaitu asam mefenamat, luminal, fenotiazin, fenergan, dilantin, tridion. Namun
demikian yang paling sering dihubungkan dengan alergi adalah penisilin dan sulfa. Alergi
obat biasanya tidak terjadi pada paparan pertama. Sensitisasi imunologik memerlukan
paparan awal dan tenggang waktu beberapa lama (masa laten) sebelum terjadi reaksi alergi.

Pengobatan Alergi Obat


 Obat-obatan : antihistamin, steroid, bila terjadi reaksi anafilaksis beri adrenalin
1/1000 sc dan pengobatan sesuai seperti reaksi anafilaksis karena sebab lain.
 Menghindari alergen penyebab.
 Pengobatan lain dengan cara desensitisasi

BAB III

KESIMPULAN

- Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat
anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi
lokal/regional, dan analgesia (opioid dan non-opioid).
- Metode pemberian obat anestesi terdiri dari oral, lidah dan mukosa pipi, intramuskular,
subkutan, intravena, rektal, transdermal, inhalasi, epidural, dan spinal.
- Anamnesis riwayat kemungkinan alergi obat sebelumnya penting untuk selalu dilakukan
walaupun harus dinilai dengan kritis untuk menghindari tindakan berlebihan.
- Pengobatan alergi obat terdiri dari antihistamin, steroid, bila terjadi reaksi anafilaksis beri
adrenalin 1/1000 sc dan pengobatan sesuai seperti reaksi anafilaksis karena sebab lain,
menghindari alergen penyebab, dan cara desensitisasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Prakis Anestesiologi


Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI;
2002.
2. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.
3. Komplikasi Anestesi Lokal. Available at:
httapi://www.gudangmateri.com/2010/03/komplikasi-anastesi-lokal.html.
Accessed: September 16th, 2011.
4. Patofisiologi Alergi. Available at:
httapi://www.irwanashari.com/pdf/patofisiologi-alergi.html. Accessed:
September 16th, 2011.
5. Resiko Anestesi. Available at:
httapi://irwanto-fk04usk.blogspot.com/2011/06/resiko-anestesi.html.
Accessed : September 16th, 2011.
6. Seputar Obat Bius. Available at:
httapi://www.ikatanapotekerindonesia.net/articles/general-articles/743-
seputar-obat-bius-lain-jenis-lain-kegunaannya.html. Accessed: September
16th, 2011.
7. Apakah Alergi Obat Itu. Available at: httapi://www.sehatgroup.web.id/?
p=1115. Accessed: September 16th, 2011.
8. Alergi Obat. Available at: httapi://www.facebook.com/note.php?
note_id=92634282078. Accessed: September 16th, 2011.
9. Seputar Obat Bius. Available at:
httapi://www.hypnosis45.com/download/Seputar%20Obat%20Bius.pdf.
Accessed: September 17th, 2011.
10. Menguak Misteri Kamar Bius. Available at:
httapi://www.slideshare.net/rennechiaki/menguak-misterikamarbius.
Accessed: September 17th, 2011.

Anda mungkin juga menyukai