Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS YURIDIS RUANG TERBUKA HIJAU

TERHADAP PENCEGAHAN BANJIR DI SEBAGIAN


JAKARTA BARAT

Parts of West Jakarta's Green Open Space for Flood


Prevention: Juridical Analysis ISSN 2657-182X (Online)

Nadya Rahma Putri, Hasni Hasni* REFORMASI


Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia HUKUM
TRISAKTI
ABSTRAK
Ruang Terbuka Hijau dibagi menjadi 2 jenis yaitu Ruang Terbuka Hijau Publik dan Volume 5 Nomor 1 Februari 2023
Privat. Mengenai proporsi ruang terbuka hijau yang harus dimiliki oleh kawasan
perkotaan diatur di Undang-undang tentang penataan ruang nomor 26 Tahun 2007.
Rumusan masalah adalah bagaimanakah ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Publik • Diterima
terhadap pencegahan banjir di sebagian wilayah Jakarta Barat dan bagaimanakah September 2022
upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mencapai minimal 30% Ruang Terbuka • Revisi
Hijau di wilayah Jakarta Barat. Penelitian ini menggunakan metode normatif dan November 2022
deskriptif analisis dengan bersumber pada dua data yaitu data sekunder dan primer. • Disetujui
Selain itu analisis dilakukan dengan metode kualitatif dan menarik kesimpulan dengan Januari 2023
logika deduktif. Hasil penelitian dan pembahasan yaitu menjelaskan ruang terbuka • Terbit Online
hijau pada wilayah Jakarta Barat masih dibawah presentase minimal yaitu 30%, Februari 2023
sehingga belum dapat berfungsi sebagai daerah resapan air guna sebagai *Email
pencegahan banjir di sebagian wilayah Jakarta Barat dengan baik dan maksimal. Koresponden:
Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Barat saat ini mencapai 8,64% yang artinya angka hasni.sh9@gmail.com
tersebut masih jauh dari target yang telah ada yaitu minimal 30% sehingga Ruang
Terbuka Hijau saat ini belum dapat mencegah terjadinya banjir di sebagian wilayah Kata Kunci:
Jakarta Barat dan upaya dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk memenuhi target • pencegahan banjir
minimal 30% Ruang Terbuka Hijau yaitu dilakukannya pembebasan tanah. • ruang terbuka hijau

ABSTRACT Keywords:
Public and private green open space are the two categories that make up green open • flood prevention
space. The 2007 Law on Spatial Planning Number 26 regulates the percentage of • green open space
green open space that urban areas must own. How can efforts be made to obtain at
least 30% green open space in the West Jakarta region and how is the availability of
public green open space for flood prevention in some areas of West Jakarta
formulated as the problem? Utilizing normative and descriptive analysis techniques
on two types of data-namely, secondary and primary data-in this study. Additionally,
the analysis was conducted utilizing qualitative techniques, and results were reached
using deductive reasoning. The findings of the study Discussion explain that the West
Jakarta region's green open spaces still fall below the recommended minimum of
30%, making it impossible for them to effectively and efficiently serve as water
catchment areas to prevent flooding in some regions of West Jakarta. The amount of
green open space in West Jakarta is currently 8.64%, which is far below the existing
target of at least 30%. As a result, green open space cannot currently prevent
flooding in some areas of West Jakarta, and the Regional Government is making
efforts to achieve the minimum target of 30% green open space, including land
acquisition.

Sitasi artikel ini:


Putri, Hasni. 2023. Analisis Yuridis Ruang Terbuka Hijau terhadap Pencegahan Banjir di sebagian Jakarta Barat. Reformasi Hukum
Trisakti. 5(1): 73-81. Doi: https://doi.org/10.25105/refor.v5i1.15416

73
Analisis Yuridis Ruang Terbuka Hijau terhadap Pencegahan Banjir di sebagian
Jakarta Barat
Putri, Hasni
Reformasi Hukum Trisakti, Vol. 5 No. 1, Halaman 73-81, Februari 2023
e-ISSN 2657-182X, Doi: https://doi.org/10.25105/refor.v5i1.15869

I. LATAR BELAKANG

Lingkungan dan masyarakat adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling
membutuhkan. Lingkungan memerlukan masyarakat untuk dapat melakukan pembangunan
serta pemeliharaan lingkungan begitupun masyarakat memerlukan keberadaan lingkungan
yang baik dan sehat demi menunjang kehidupan yang baik bagi masyarakat dari generasi ke
generasi. Disamping itu mengingat bahwa pesatnya perkembangan yang terjadi khususnya
diperkotaan seperti Ibukota Jakarta dapat berdampak buruk bagi lingkungan apabila tidak
mengindahkan presensi dari Ruang Terbuka Hijau, hal ini pun telah diatur didalam Undang-
undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007. Ruang Terbuka Hijau pada perkotaan
merupakan bagian dari ruang terbuka pada suatu wilayah perkotaan yang diisi tumbuhan dan
vegetasi guna dapat mendukung manfaat ekologis, sosial budaya dan arsitertural yang dapat
mendorong ekonomi masyarakat.1
Pada saat ini masalah mengenai lingkungan cukup menjadi momok yang banyak
dibicarakan karena memberikan dampak secara langsung kepada masyarakat hingga dampak
yang juga mungkin di tuai oleh generasi masa depan. Permasalahan lingkungan dimungkinkan
terjadi apabila penggunaan atau penerapan Undang-undang Penataan Ruang tidak dijalankan
dengan baik. Salah satu isu yang sering menjadi pembicaraan permasalahan lingkungan yaitu
terjadinya banjir diberbagai kawasan perkotaan seperti salah satunya di wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta. Hal ini juga mengingat karena lebih banyaknya bangunan-bangunan
dibandingkan keberadaan Ruang Terbuka Hijau. Pesatnya perkembangan kawasan perkotaan
diiringi juga dengan kemungkinan terjadinya banjir yang lebih luas karena kebutuhan lahan
untuk pemenuhan kegiatan penduduk juga akan meningkat sehingga semakin terbatasnya
lahan perkotaan yang seharusnya diperuntukan untuk Ruang Terbuka Hijau.
Dengan adanya masalah lingkungan yang ada, penulis pun tertarik untuk membuat
analisis terkait ketersediaan Ruang Terbuka Hijau terhadap banjir yang terjadi pada wilayah
Jakarta Barat karena Jakarta Barat masuk ke dalam tiga wilayah Jakarta dengan tingkat banjir
yang tinggi, tercatat dalam laporan tahunan terkakhir Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Provinsi DKI Jakarta pada Tahun 2021 bahwa sebanyak 308 Rukun Warga, 118 Kelurahan dan
35 Kecamatan di wilayah Jakarta Barat terkena bencana banjir dan wilayah Jakarta Barat
merupakan wilayah dengan laporan banjir terbanyak disamping wilayah Jakarta Timur

1
Agung Dwiyanto. 2009. Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau di Permukiman Perkotaan. Teknik. 30(2): 88-92,
http://eprints.undip.ac.id/20182/.

74
Analisis Yuridis Ruang Terbuka Hijau terhadap Pencegahan Banjir di sebagian
Jakarta Barat
Putri, Hasni
Reformasi Hukum Trisakti, Vol. 5 No. 1, Halaman 73-81, Februari 2023
e-ISSN 2657-182X, Doi: https://doi.org/10.25105/refor.v5i1.15869

berdasarkan data dari Pantau Banjir Jakarta.2 Selain curah hujan tinggi yang dapat
menimbulkan air pada sungai meluap hingga terjadi banjir, Jakarta Barat juga merupakan
dataran rendah yang diperkirakan sekitar 7 m di atas permukaan laut dan hal lainnya
mengingat walaupun Jakarta Barat tidak berdampingan langsung dengan bibir pantai seperti
Jakarta Utara, namun Jakarta Barat juga mengalami banjir karena adanya banjir rob dari
Jakarta Utara atau bisa dikatakan limpahan banjir yang terjadi di Jakarta Barat. Dari hal
tersebut diatas maka timbul ketertarikan dari penulis untuk membahas apakah ruang terbuka
hijau publik wilayah Kota Jakarta Barat masih tidak efektif dalam membantu peresapan air
hujan sehingga terjadi begitu banyak wilayah yang tergenang air.
Sebagai contoh terjadinya bencana banjir di sebagian wilayah Jakarta Barat yaitu pada
tanggal 18 Januari 2022 terjadi banjir di DKI Jakarta yang berdasarkan wawancara dari
M. Insyaf selaku Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
DKI Jakarta dengan Kompas bahwa tercatat oleh BPDP DKI setidaknya ada 7 Kelurahan dan
46 Rukun Tetangga (RT) atau 0,033% dari 30.470 Rukun Tetangga yang tergenang banjir.
Lokasi yang tergenang banjir dimayoritasi di Jakarta Barat, titik-titik banjir di antaranya satu
Kelurahan Kapuk terdiri dari 18 RT dengan ketinggian 40 s.d 50 cm, Kelurahan Cengkareng
Timur terdiri dari 6 RT dengan ketingian 40 s.d 70 cm, Kelurahan Cengkareng Barat terdiri dari
1 RT dengan ketinggian 40 cm, Kelurahan Kamal terdiri dari 3 RT dengan ketinggan 45 cm,
Kelurahan Tegal Alur terdiri dari 16 RT dengan ketinggian 50 s.d 90 cm, Kelurahan Kembangan
Utara terdiri dari 1 RT dengan ketinggian 50 cm, dan Kelurahan Wijaya Kusuma terdiri dari 1
RT dengan ketinggian 40 cm.3 Kemudian pada tanggal 20 Februari 2022 terjadi banjir pada
113 Rukun Warga di Jakarta Barat yang merupakan limpasan air dari hujan yang terjadi di
Depok.4 Dari hal tersebut diatas maka timbul ketertarikan dari penulis untuk menjadikan
rumusan masalah mengenai apakah Ruang Terbuka Hijau Publik pada wilayah Kota Jakarta
Barat masih tidak efektif dalam membantu peresapan air hujan sehingga terjadi begitu banyak
wilayah yang tergenang air.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, dapat dikemukakan suatu pokok
masalah. Bagaimanakah ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Publik terhadap pencegahan banjir
disebagian wilayah Jakarta Barat dan upaya apa yang dapat dilakukan dalam rangka mencapai

2
Pantau Banjir, Dasbor Pantau Banjir, diakses April 28, 2022, https://pantaubanjir.jakarta.go.id/dasbor-pantau-banjir.
3
Mita Amalia Hapsari, 46 RT dan 5 Ruas Jalan Tergenang Banjir di Jakarta Barat Hingga Selasa Sore, Kompas, diakses Februari
22, 2022, https://megapolitan.kompas.com/read/2022/01/18/21204011/46-rt-dan-5-ruas-jalan-tergenang-banjir-di-
jakarta-barat-hingga-selasa?page=all#page2.
4
Muhamad Agil Aliansyah, 8 Kelurahan di Jakarta Barat Terdampak Banjir, Merdeka, diakses Maret 1, 2022,
https://www.merdeka.com/jakarta/8-kelurahan-di-jakarta-barat-terdampak-banjir.html.

75
Analisis Yuridis Ruang Terbuka Hijau terhadap Pencegahan Banjir di sebagian
Jakarta Barat
Putri, Hasni
Reformasi Hukum Trisakti, Vol. 5 No. 1, Halaman 73-81, Februari 2023
e-ISSN 2657-182X, Doi: https://doi.org/10.25105/refor.v5i1.15869

minimal 30% Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Barat. Berdasarkan dari permasalahan tersebut,
maka penulis tertarik untuk membahasnya ke dalam sebuah artikel dengan judul Analisis
Yuridis Ruang Terbuka Hijau terhadap Pencegahan Banjir di Sebagian Jakarta Barat.

II. METODE PENELITIAN

Tipe yang akan digunakan dalam Penelitian ini adalah penelitian normatif. Sehingga akan
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang ada dan berdasarkan keilmuan hukum.
Deskriptif analisis merupakan sifat dari penelitian ini, dengan memberikan suatu data yang
akurat mengenai situasi ataupun kejadian-kejadian.5
Dalam penulisan ini data yang akan digunakan yaitu:
a. Data Sekunder yang meliputi:
1) Bahan Hukum Primer yaitu akan menggunakan beberapa peraturan perundang-
undangan terkait dengan penanggulangan bencana, penataan ruang terbuka hijau,
pengelolaan lingkungan hidup, dan peraturan-peraturan lainnya terkait penulisan
artikel ini.
2) Bahan Hukum Sekunder yaitu merupakan beberapa bahan hukum untuk membantu
atau mendukung bahan hukum primer.
b. Data Primer yang berupa wawancara kepada Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI
Jakarta dan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan.

Pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Menganalisis dengan menggunakan


Metode Kualitatif. Penarikan Kesimpulan yang akan digunakan yaitu Logika Deduktif.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, luas
Ruang Terbuka Hijau pada wilayah Jakarta Barat yaitu sebanyak 8,64% dengan luas total
Ruang Terbuka Hijau sebanyak 2.880.269.909 M2 dan dengan perbandingan luas total Jakarta
0,448%. Adapun target Ruang Terbuka Hijau pada kawasan kota Jakarta Barat yaitu 1,68%
dari luas total wilayah Kota Jakarta.6

5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, UI-PRESS, 2019.
6
Hasni dan Gunawan Djayaputra, Hukum Penataan Ruang dn Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, Kencana,
2020, hal 193.

76
Analisis Yuridis Ruang Terbuka Hijau terhadap Pencegahan Banjir di sebagian
Jakarta Barat
Putri, Hasni
Reformasi Hukum Trisakti, Vol. 5 No. 1, Halaman 73-81, Februari 2023
e-ISSN 2657-182X, Doi: https://doi.org/10.25105/refor.v5i1.15869

Dalam upaya penambahan Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Barat terdapat kesulitan dalam
upaya penyediaan tanah karena adanya keterbatasan tanah baru dengan skala yang cukup
luas di wilayah Jakarta Barat untuk dikembangkan, hal ini juga karena Jakarta Barat
merupakan pusat komersial, sehingga untuk saat ini mengenai ruang terbuka hijau dinas
pertamanan dan hutan kota DKI Jakarta lebih memperbanyak lagi penegakan mengenai
pohon-pohon, membersihkan area-area yang tidak terawatt atau area yang diisi oleh
penghuni- penghuni liar.7 Maka dari itu persentase pembebasan tanah untuk ketersediaan
Ruang Terbuka Hijau tidak seluas daerah lainnya seperti Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
Selain pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, dilakukan juga
penambahan luas, peningkatan kualitas dan pembersihan Ruang Terbuka Hijau. Penambahan
dari luas ini artinya bahwa Pemerintah Daerah melakukan pembelian lahan yang sebelumnya
dimiliki oleh pihak lain yang kemudian peruntukannya memang ditujukan untuk penghijauan,
kemudian apabila sudah pindahkan kepemilikannya menjadi milik Pemerintah Daerah barulah
dapat dimulai proses peningkatan kualitas dari Ruang Terbuka Hijau yang sudah ada.
pembersihan ruang terbuka hijau dilakukan oleh pasukan yang biasa dikenal dengan pasukan
hijau, yang memiliki tugas untuk melakukan pemeliharaan terhadap ruang terbuka hijau di
wilayah DKI Jakarta.8
Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta menjaga dan
memastikan agar dapat mengendalikan dan memanfaatkan ruang secara efektif dan efesien
sebagaimana tercantum dalam rinci rencarna tata ruang dan peraturan zonasi. Pemerintah
Provinsi telah berupaya untuk meningkatkan ruang terbuka hijau pada wilayah DKI Jakarta
dengan cara mengatur zonasi-zonasi khusus untuk kawasan hijau, hal ini tertuang dalam
Peraturan Daerah terkait rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi Nomor 1 Tahun
2014.9
Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta berkoordinasi untuk
seluruh instansi terkait dalam menyusun dokumen rencana tata ruang untuk mewujudkan
kualitas ruangan diukur menurut standar dan pedoman teknis peraturan dan perundang-
undangan. Selain itu juga memberikan informasi kepada Dinas Pertamanan dan Hutan DKI
Jakarta tentang setiap kegiatan pembebasan tanah oleh Pemprov DKI Jakarta untuk
memenuhi pencapaian kebutuhan ruang terbuka hijau di wilayah DKI Jakarta. Mengenai target

7
Wawancara dengan Merlinda Herlina, tanggal 08 April 2022 di Kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta
8
Ibid
9
Wawancara dengan Eko Nurrizky Wicaksono, tanggal 24 Juni 2022 di Kantor Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan
DKI Jakarta

77
Analisis Yuridis Ruang Terbuka Hijau terhadap Pencegahan Banjir di sebagian
Jakarta Barat
Putri, Hasni
Reformasi Hukum Trisakti, Vol. 5 No. 1, Halaman 73-81, Februari 2023
e-ISSN 2657-182X, Doi: https://doi.org/10.25105/refor.v5i1.15869

pemenuhan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau setiap tahunya tergantung pada anggaran
berdasarkan anggaran pendapatan dan belanja daerah.10

3.1 Analisis mengenai Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Publik terhadap


Pencegahan Banjir di sebagian Wilayah Jakarta Barat

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertamanan dan Kehutanan Kota
DKI Jakarta, dapat diketahui bahwa ruang terbuka hijau di wilayah Kota Jakarta Barat yaitu
baru mencapai 8,64% sedangkan proporsi dari ruang terbuka hijau minimal 30% dari luas
wilayah kota.11 Dengan perbandingan luas kota Jakarta yaitu 0,448% sedangkan target yang
ditetapkan untuk kota Jakarta Barat yaitu 1,68% dari total luas wilayah Jakarta. Artinya Kota
Jakarta Barat masih jauh dari minimal target yang telah di tentukan didalam undang-undang.
Sehingga belum dapat mencapai tujuan untuk menjaga keserasian, keseimbangan dan
peningkatan kualitas lingkungan kawasan perkotaan, serta belum dapat mencapainya fungsi
Ruang Terbuka Hijau baik dari fungsi ekologis, ekonomi, sosial budaya dan estetika secara
maksimal.
Pada proses untuk terpenuhinya 30% Ruang Terbuka Hijau terdapat hambatan yang
dialami oleh pemerintah Kota Jakarta Barat yaitu terbatasnya tanah yang dikuasai oleh
Pemerintah Kota Jakarta Barat, sehingga harus dilakukan pembebasan tanah. Dimana dalam
melakukan pembebasan tanah ini, ada tahap negosiasi kepada pemilik tanah untuk
mempertimbangkan ganti kerugian yang sesuai sehingga akan memakan waktu yang cukup
lama dan juga bergantung pada ada atau tidaknya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Disamping itu juga mungkin saja apabila ganti kerugian yang dipilih adalah uang, pemilik tanah
memberikan nilai ganti kerugian diatas nilai objek tanah sehingga dapat menghambat
perolehan pembebasan tanah.
Meskipun laju pertumbuhan penduduk Kota Jakarta Barat dari tahun 2010 sampai tahun
2020 sebanyak 0,63% merupakan laju pertumbuhan penduduk per tahun yang paling kecil di
banding dengan wilayah Kota Jakarta lainnya, namun pada kenyataanya lebih dari 50%
Kelurahan di Jakarta Barat tergenang banjir pada tahun 2020 dan merupakan wilayah kota
Jakarta ketiga terbesar yang terdampak banjir. Maka dapat diketahui bahwa memang
diperlukan dilakukan penambahan ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan air pada
wilayah Jakarta Barat untuk dapat menyeimbangi pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan

10 Ibid.
11 Pemerintah Pusat, Pasal 29 (1) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, LN.2007/NO.68, TLN
No.4725, LL SETNEG: 50 HLM, 2007.

78
Analisis Yuridis Ruang Terbuka Hijau terhadap Pencegahan Banjir di sebagian
Jakarta Barat
Putri, Hasni
Reformasi Hukum Trisakti, Vol. 5 No. 1, Halaman 73-81, Februari 2023
e-ISSN 2657-182X, Doi: https://doi.org/10.25105/refor.v5i1.15869

pemukiman, karena apabila tidak maka dampak-dampak negatif sebagai akibat dari kurangnya
penhijauan pada kawasan perkotaan akan semakin meningkat, artinya banjir yang terjadi pun
akan jadi semakin parah setiap tahunnya.
Dengan kurangnya ruang terbuka hijau pada Kota Jakarta Barat sehingga pemerintah
harus memerlukan penambahan untuk dapat mencegah terjadinya banjir. Walaupun
keberadaan Ruang Terbuka Hijau tidak dapat sepenuhnya menjamin tidak terjadi banjir di
sebagian wilayah Jakarta Barat, namun setidaknya dengan adanya daerah resapan air
dimungkinkan untuk mencegah terjadinya banjir di sebagian wilayah Jakarta Barat.

3.2 Analisis Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mencapai Minimal 30%
Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Jakarta Barat

Upaya guna mewujudkan minimal 30% ruang terbuka hijau pada Wilayah Jakarta Barat
bisa dilakukan oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta sebagai Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang memiliki ranah dengan melakukan pembebasan tanah karena
tidak banyak tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah di wilayah Jakarta Barat untuk
kemudian dibangun menjadi Ruang Terbuka Hijau, dimana pembebasaan tanah memakan
waktu dalam proses negosiasi atau musyawarahnya, dalam proses ini perlu dilakukan
pendekatan sosial ekonomi dengan memberikan penjelasan kepada pemilik tanah untuk
melepaskan tanahnya, bahwa tanah tersebut dibutuhkan untuk pelestarian lingkungan hingga
memberikan ganti kerugian yang wajar tanpa ada pihak yang merasa dirugikan.
Tetapi meskipun nominal ganti kerugian berbentuk uang sudah sesuai dengan hitungan.
Pemerintah Daerah sendiri memiliki keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
sedangkan anggaran guna memenuhi kebutuhan tanah yang diperuntukan untuk Ruang
Terbuka Hijau penting untuk mewujudkan pelaksanaannya. Keterbatasan dana tidak hanya
muncul dalam ganti kerugian berbentuk uang, tetapi juga bisa dalam bentuk tanah pengganti
dan pemukiman kembali. Ketiga bentuk ganti kerugian tersebut sama-sama memerlukan
anggaran yang besar sedangkan anggaran tidak hanya dipergunakan untuk kebutuhan ruang
terbuka hijau saja tetapi juga untuk melakukan pembangunan lain pada sektor-sektor publik
lainnya.
Perlu diketahui bahwa anggaran yang diperlukan untuk melakukan pembebasan tanah
dan pembangunan Ruang Terbuka Hijau adalah hal yang berbeda meskipun sudah terdapat
tanah yang dilakukan pembebasan tanah oleh Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan
DKI Jakarta guna Ruang Terbuka Hijau, pembangunan belum tentu dapat langsung

79
Analisis Yuridis Ruang Terbuka Hijau terhadap Pencegahan Banjir di sebagian
Jakarta Barat
Putri, Hasni
Reformasi Hukum Trisakti, Vol. 5 No. 1, Halaman 73-81, Februari 2023
e-ISSN 2657-182X, Doi: https://doi.org/10.25105/refor.v5i1.15869

dilaksanakan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta karena tergantung pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Sehingga pemerintah seharusnya lebih dapat memisahkan dana-dana yang memang
secara khusus diperuntukan untuk kebutuhan tersedianya Ruang Terbuka Hijau mengingat
pemerintahlah yang memiliki kewajiban untuk memenuhi 20% Ruang Terbuka Hijau Publik
pada setiap wilayah kota. Kota Jakarta Barat yang setiap tahunnya memilki persoalan banjir
yang tidak terselesaikan seharusnya mendapatkan perhatian khusus mengenai pencegahan
yang dapat diupayakan oleh Pemerintah Daerah.
Apabila Pemerintah Daerah sudah mendapatkan atau menguasai tanah baru yang dapat
diperuntukan menjadi Ruang Terbuka Hijau kemudian terhambat pada anggaran
pembangunan, Pemerintah Daerah juga dapat bekerja sama dengan Pemerintah Pusat untuk
menambahkan anggaran dalam proses pembangunan ruang terbuka hijau. Sehingga apabila
penambahan ini dijadikan priotitas oleh Pemerintah Pusat maka hal tersebut dapat
diupayakan.
Penyelenggaraan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau dapat terlaksana dengan baik apabila
setiap stakeholders berkesinambungan untuk memiliki tujuan yang sama demi menciptakan
terselanggaranya pembangunan Ruang Terbuka Hijau pada kawasan perkotaan yang akan
berdampak pada keberlanjutan lingkungan hidup. Bila ketersediaan tanah sebagai kawasan
peresapan air terjaga dan/atau berfungsi dengan baik maka akan tercipta pula keseimbangan
ekosistem perkotaan yang lebih sehat untuk kehidupan masyarakat perkotaan.

IV. KESIMPULAN

Saat ini Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Barat baru memiliki presentase 8,64% yang
artinya masih jauh dari target minimal 30% dari yang sudah ditentukan didalam undang-
undang terkait penataan ruang Nomor 26 Tahun 2007. Sehingga ketersediaan Ruang Terbuka
Hijau pada bagian Jakarta Barat saat ini belum mampu untuk dapat mencegah terjadinya
banjir di sebagian wilayah Jakarta Barat. Sehingga Pemerintah Daerah dapat melakukan suatu
upaya dengan melakukan pembebasan tanah. Namun dalam upaya ini terdapat kendala
karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang terbatas sehingga Pemerintah harus
bekerja sama dengan masyarakat, swasta, dan Pemerintah Pusat untuk dapat mencapai 30%
Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Barat.

80
Analisis Yuridis Ruang Terbuka Hijau terhadap Pencegahan Banjir di sebagian
Jakarta Barat
Putri, Hasni
Reformasi Hukum Trisakti, Vol. 5 No. 1, Halaman 73-81, Februari 2023
e-ISSN 2657-182X, Doi: https://doi.org/10.25105/refor.v5i1.15869

DAFTAR PUSTAKA

Aliansyah, Muhamad Agil. 8 Kelurahan di Jakarta Barat Terdampak Banjir. Merdeka. Diakses
Maret 1, 2022. https://www.merdeka.com/jakarta/8-kelurahan-di-jakarta-barat-
terdampak-banjir.html.

Dwiyanto, Agung. 2009. Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau di Permukiman
Perkotaan. Teknik 30(2): 88-92. http://eprints.undip.ac.id/20182/.

Hapsari, Mita Amalia. 46 RT dan 5 Ruas Jalan Tergenang Banjir di Jakarta Barat Hingga Selasa
Sore. Kompas. Diakses Februari 22, 2022.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/01/18/21204011/46-rt-dan-5-ruas-jalan-
tergenang-banjir-di-jakarta-barat-hingga-selasa?page=all#page2.

Hasni, dan Gunawan Djayaputra. Hukum Penataan Ruang dan Perlindungan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Jakarta, Kencana, 2020.

Pantau Banjir. Dasbor Pantau Banjir. Diakses April 28, 2022.


https://pantaubanjir.jakarta.go.id/dasbor-pantau-banjir.

Pemerintah Pusat. Pasal 29 (1) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. LN.2007/No.68, TLN NO.4725, LL SETNEG: 50 HLM, 2007.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta, Universitas Indonesia, UI-PRESS,


2019.

Wawancara dengan Eko Nurrizky Wicaksono, tanggal 24 Juni 2022 di Kantor Dinas Cipta Karya,
Tata Ruang dan Pertanahan DKI Jakarta, n.d.

Wawancara dengan Merlinda Herlina, tanggal 08 April 2022 di Kantor Dinas Pertamanan dan
Hutan Kota DKI Jakarta, n.d.

81

Anda mungkin juga menyukai