Anda di halaman 1dari 11

© xxx Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan ITERA

JURNAL ARSITEKTUR LANSKAP ITERA


Volume xx Issue x(xxxx) : xx-xxxx

Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Berbasis Rimba Kota


Julia Komala Dewi

Program Studi Arsitektur Lanskap, Institut Teknologi Sumatera, julia.120390059@student.itera.ac.id

ABSTRAK
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan area lanskap yang berupa jalur/memanjang yang berkelompok dan penggunaan RTH sendiri
bersifat terbuka, RTH juga merupakan tempat tumbuhnya tanaman yang terjadi melalui proses alamiah ataupun sengaja ditanam oleh
manusia. Berdasarkan PERMEN ATR KBPN No 14 Tahun 2022 RTH paling sedikit, yaitu 30% dari suatu wilayah yang terdiri dari
20% RTH terbuka dan 10% RTH privat. Rimba Kota adalah kawasan yang berada di dalam kota maupun berada di sekitar kota yang
areanya tertutupi oleh pepohonan dan vegetasi hijau lainnya. Penataan tanaman pada rimba kota tidak tertata secara rapih tidak seperti
taman dan terlihat seperti hutan pada umumnya. (A. Aji Prakoso, S.T. 2019. Hutan Kota-Pengertian, Bentuk, dan Manfaat. Artikel
Informasi Kehutanan dan Lingkungan Hidup) Luasan rimba kota paling sedikit yaitu 95% area tutupan hijau dan 5% area terbangun.
Tujuan perencanaan kawasan RTH ini yaitu untuk meningkatkan ketersediaan lahan hijau pada Kota Bandar Lampung, sebagai upaya
memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan secara alami, serta sebagai sarana edukasi dan penelitian bagi akademika dan
masyarakat umum. Perencanaan kawasan RTH ini lebih difokuskan kepada perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan pada
tapak. Lokasi tapak yang akan dijadikan sebagai RTH berlokasikan di Kecamatan Tanjung Senang, Kota Bandar Lampung, Lampung.
Perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota ini sendiri bertujuan untuk menangani permasalahan degradasi lingkungan,
memperbaiki lingkungan dan estetika lingkungan.
Metodelogi yang digunakan dalam melakukan perencanaan kawasan RTH ini mengacu kepada prinsip Lagro, dengan tahapan
melakukan inventarisasi yang meliputi atribut fisik, atribut biologis, dan atribut cultural. Inventarisasi adalah proses pengumpulan
data untuk kebutuhan perencanaan yang akan dilakukan. Setelah melakukan inventarisasi, selanjutnya kita akan melakukan analisis
dan sintesis dengan menggunakan metode scoring untuk menentukan hasil akhir kesesuain tapak untuk kepentingan perencanaan
masterplan perencanaan kawasan RTH. Tahapan berikutnya adalah tahapan menentukan konsep dasa, visi dan misi, serta perencanaan
fisik. Setelah menyelesaikan tahapan rencana fisik kita melanjutkan ke tahapan pembuatan masterplan perencanaan kawasan RTH
yang natinya akan divisualisasikan. Tahapan akhir adalah menyusun rencana non fisik dari perencanaan kawasan RTH ini.
Dengan adanya perencanaan kawasan RTH ini dapat disimpulkan bahwa dalam upaya melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas
lingkungan dapat dilakukan dengan cara melakukan perencanaan kawasan RTH. Dalam proses perencanaan kawasan RTH ini
terdapat beberapa kebijakan yang mengatur aturan dan kebijakan dalam melakukan perencanaan rimba kota yang benar. Pada
perencanaan kawasan RTH ini juga terdapat metodelogi yang digunakan dalam perencanaan kawasan RTH yang bertujuan untuk
mendapatkan data yang konkret dan perencanaan kawasan RTH yang sesuai serta mengetahui daya dukung dari tapak dan
perencanaan kawasan RTH.

Kata kunci: Ruang Terbuka Hijau, Rimba Kota, Degradasi Lingkungan, Prinsip Lagro

ABSTRACT
Green Open Space (RTH) is landscape area which in the form of a long path in one group and RTH usually can accesed by public.
RTH is also a place of the plants can live and grow naturally or intentionslly planted by human. Based on Ministrial Regulation ATR
KBPN No 14 of 2022 that the least percentage of Green Open Space (RTH) is 30% on one area, 20% for public and 10% privat. Forest
city is an area was located in the city which covered by trees and other green vegetations. The arrangement of plants at forest park is
not very neat, it’s different from the garden which has neat arrangement for plants, forest city’s view has the same view as other forests.
(A. Aji Prakoso. 2019. Forest City-The Meaning, form, and benefit. Forestry and environmental informatin article). The least
percentage area of forest city is 95% with green area and 5% for building area.
The purpose of Green Open Space (RTH) planning is to increase the capacity of green open space in Bandar Lampung City, as an effort
to repair and increase the quality of Environment with naturally method, as education place for academics and general public to compile
a study about green open space. This planning more focus on repair and increase the quality of environment at location site. The
location site of the gren open space planning is located in Tanjung Senang sub-district, Bandar Lampung City, Lampung. The purpose
of this planning is to finish environmental degradation, repair environment, and aesthetical environment.
In this planning we use methods based on Lagro’s principle, the methods must begin with inventory site to compile information and
data about existing site which consist of physical aspect, biologis aspect, and cultural aspect. Inventory site is a process to compile and
find informations about existing site to behalf of the green open space planning. After inventory site process, we have to continue next
process to compile scoring site analysis and scoring synthesis site. The purpose of this process is to know the final results, it used for
42
Dewi, JK. 2023. Perencanaan Kawasan RTH Berbasis Rimba Kota. Jurnal Arsitektur Lanskap ITERA, 1(1), 42-48, doi:10.14710/jil.15.1.42-48

the behalf of this planning later. The next process is to make vision and mission, and make physical plan. After finish this process, the
next process is to make a planning of green open space or masterplan. The results will be illustrated on 3d design illustration, and the
last process of this planning is to compile a non physical plan of it.
With this plan can be conclude that in the process of repair and increase the quality of environment can do with planning green open
space. In this planning, theres some regulation must be implemented in this plan. The regulations have to arrange the process and
planning of this green open space. In this plan is also used the methods to get concrete data of the site and get the correct green open
space planning, and the last to get carryng capacity of it.

Keywords: Green Open Space, Forest City, Environmental Degradation, Lagro’s Priciple

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan PERMEN ATRKBPN Nomor 14 Tahun 2022, Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan area
memanjang/jalur yang mengelompok dengan penggunaannya yang bersifat terbuka, tempat tumbuhnya
tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun yang disengaja ditanam oleh manusia, dengan
mempertimbangkan aspek funngsi ekologis, resapan air, ekonomi, sosial budaya, dan estetika. Menurut
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada
wilayah kota adalah minimal 30% dari luas wilayah kota yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH
privat. (Suryaden, 2022).

Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik menurut PERMEN ATRKBPN Nomor 14 Tahun 2022,
yaitu Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dimiliki, dikelola, dan diperoleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota atau Pemerintah Daerah khusus Ibu Kota melalui kerja sama dengan pemerintah dan
masyarakat dengan memperhatikan kepentingan umum atau publik, sedangkan pengertian Ruang Terbuka
Hijau (RTH) privat berdasarkan PERMEN ATRKBPN Nomor 14 Tahun 2022, yaitu RTH milik institusi
tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas yang bersifat privat. Untuk
memenuhi kebutuhan 30% dari RTH kota, hal ini memicu gencarnya banyak institusi di perkotaan yang
merencanakan RTH guna menyokong penyediaan RTH kota. (Suryaden, 2022).

Dengan mempertimbangkan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota sesuai dengan PERMEN
ATRKBPN Nomor 14 Tahun 2022 dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang
menjadi latar belakang dari adanya Perencanaan Hutan Kota dengan Pendekatan Ekologis. Hal ini
dikarenakan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung yang masih kurang dari 30%
wilayah Kota Bandar Lampung, selain itu juga perencanaan hutan kota ini ditujukan untuk mewujudkan
Sustainable Development Goals (SDGs) yang bertujuan untuk menerapkan pembangunan berkelanjutan dunia.
Selain itu, latar belakang perencanaan hutan kota ini adalah sebagai green infrastructure yang dapat dijadikan
sebagai sarana infrastruktur hijau kota yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan kota dengan
memikirkan keberlanjutan lingkungan dan ekosistem pada tapak.

Dalam perencanaan ini lebih dicondongkan untuk keperluan perbaikan kualitas lingkungan pada tapak.
Hal ini dilatar belakangi oleh pengalihan fungsi lahan sebagai lahan pesawahan sehingga menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan dan mengancam keanekaragaman hayati serta Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Jika pengalihan fungsi lahan ini tidak diiringi dengan treatment yang baik akan mengakibatkan penurunan
kapasitas lahan alami kota. Dalam proses perencanaan ini, lahan persawahan nantinya akan dijadikan sebagai
srana infrastruktur hijau berupa hutan kota yang bertujuan untuk mengembalikan ekosistem alami pada
tapak ini. Dengan adanya hutan kota ini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan tapak,
mengembalikan ekosistem alami tapak, sebagai penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, dapat
mewujudkan pembangunan keberlanjutan yang didasarkan kepada Sustainable Development Goals (SDGs),
dan dapat menghadapi isu peruhan iklim (climate change) ekstream.

43
© 2023, Program Studi Arsitektur Lanskap Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan ITERA
Jurnal Arsitektur Lanskap ITERA (2023), 1(1): 42-48.

2. METODELOGI
2.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi tapak perencanaan kawasan RTH ini berlokasikan di Kecamatan Tanjung Senang, Kota Bandar
Lampung, Lampung dengan luas area 51,5 hektar, yang didominasi oleh area pertanian dan permukiman.

Gambar 2.1 Lokasi Studi


Sumber: Peta Tematik Indonesia

Waktu dari perencanaan atau timeline perencanaan kawasan RTH ini sejak tanggal 30 Agustus 2023. Untuk
lebih rincinya tahapan perencanaan kawasan RTH dapat dilihat pada gambar 2.2

Perencanaan kawasan
RTH berbasis rimba kota ini
menggunakan tahapan
perencanaan pengumpulan
data, analisis scoring, analisis
kesesuaian lahan, sintesis,
penyusunan konsep, rencana
pengembangan fisik,
Gambar 2.2 Tahapan Perencanaan masterplan, visualisasi, dan
Sumber: Dokumen Pribadi, 2023 rencana non fisik.
Data yang dikumpulkan terdiri
dari data sekunder yang meliputi aspek fisik (topografi, klimatologi, geologi, jenis tanah, hidrologi,
kebencanaan, sirkulasi), aspek ekologis (flora dan fauna, vegetasi), dan aspek cultural (regulasi, kepemilikan,
sensory, aktivitas, dan landuse). Data primer dapat diperoleh melalui survei tapak secara langsung pada lokasi
tapak dengan melakukan pendataan berkenaan potensi, kekurangan dan permasalahan tapak dalam skala
besar, sedangkan data sekunder dapat diperoleh dari studi literatur yang dapat kita peroleh dari beberapa
publikasi, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan Kecamatan Tanjung Senang, Kota Bandar Lampung,
Lampung.
Metode analisis yang diterapkan dalam proses perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota ini
berupa kesesuaian lahan berdasarkan scoring dari buku Analisis dan Perencanaan Tapak (Nurisyah, 2004).
Analisis kesesuaian lahan menggunakan metode scoring dengan cara menentukan kategori kesesuaian yang
didasarkan pada hirarki yang jelas dan konkret yang disesuaikan lagi dengan kebutuhan perencanaan pada
tapak. Untuk analisis pada tapak juga menerapkan meode scoring yang disesuaikan lagi dengan kebutuhan
perencanaan pada tapak. Analisis yang dibutuhkan dalam perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota
terdiri dari aspek fisik (jenis tanah, sirkulasi, kelembaban, dan suhu), aspek biologis (vegetasi dan fauna),
aspek cultural (regulasi RTRW dan aktivitas). Kemudian tahapan sintesis menggunakan metode scoring yang
terdiri dari hasil scoring sintesis aspek fisik, aspek biologis, dan aspek cultural. Hasil sintesis ini yang nantinya
akan dijadikan sebagai dasar perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota.
Kemudian penyusunan rencana pengembangan yang meliputi rencana fisik dan non fisik
(manajemen dan pengelolaan). Untuk rencana fisik memiliki kategori yang mendeskripsikan perencanaan
pada tapak dengan penjabaran dari visi perencanaan, prinsip perencanaan, rencana zonasi, aksebilitas dan
sirkulasi, sarana dan prasarana, ruang terbuka hijau tata vegetasi, mitigasi bencana, rencana tahapan
pembangunan (skala prioritas), rencana pengendalian pemanfaatan ruang, rencana tapak dan visualisasi
tapak. Rencana pengembangan fisik memiliki luaran berupa rencana tapak (masterplan) dan visualisasi tapak
yang menggambarkan sarana dan prasarana yang ada pada perencanaan tapak.
Rencana non fisik (manajemen dan pengelolaan) menjabarkan tentang rencana pengelolaan tapak,
pelibatan dan pemberdayaan masyarakat, kemitraan dan pengembangan manajemen setiap zona. Rencana

44
© 2023, Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan ITERA
Dewi, JK. 2023. Perencanaan Kawasan RTH Berbasis Rimba Kota. Jurnal Arsitektur Lanskap ITERA, 1(1), 42-48, doi:10.14710/jil.15.1.42-48

pengembangan non fisik adalah penjelasan secara deskriptif dan data konkret mengenai pengelolaan tapak
setelah dibangun dengan perencanaan skala kecil dan skala besar yang mencakup keseluruhan tapak.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Kondisi Umum Tapak
Provinsi Lampung terletak di bagian
ujung selatan Pulau Sumatera, Indonesia.
Ibu kota dan pusat pemerintahan Provinsi
Lampung berada di Kota Bandar Lampung.
Provinsi ini memiliki dua kota yang terdiri
dari Kota Bandar Lampung dan Metro, serta
13 kabupaten. Secara geografis di sebelah
barat berbatasan dengan Samudra Hindia, di
sebelah timur dengan Laut Jawa, di sebelah
utara berbatasan dengan provinsi Sumatera
selatan dan Bengkulu, serta di sebelah
Gambar 3.1 Tampak Atas Tapak RTH selatan berbatasan dengan Selat Sunda.
Sumber: Google Earth Lokasi tapak ini terletak di Kecamatan
Tanjung Senang, Kota Bandar Lampung,
Lampung dengan luasan tapak yang diambil yaitu 51,5 hektare. Lanskapnya didominasi oleh lahan
pesawahan yang berbatasan dengan pemukiman, tapak ini memiliki keadaan yang cukup panas, jenis tanah
pada tapak adalah tanah gambut, memiliki permaslahan pencemaran limbah rumah tangga pada air irigasi.

3.2 Analisis Kesesuaian Lahan


Luas tapak yang berlokasi di
Kecamatan Tanjung Senang, Kota Bandar
Lampung memiliki luas sekitar 51,5 hektare.
Jenis tanah pada tapak adalah tanah luvisol
yang tergolong ke dalam jenis tanah yang
subur, hanya saja beberapa jenis tanah yang
terletak dekat dengan area permukiman
pasti merupakan tanah yang tergolong
kurang subur dan perlu dilakukan treatment
dan penyesuaian untuk perencanaan
kawasan RTH berbasis rimba kota. Dalam
analisis scoring jenis tanah pada tapak dapat
digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu
tidak subur, cukup subur, dan subur.
Analisis ini didasarkan kepada tingkat
Gambar 3.2 Scoring Kesesuaian Lahan Aspek Fisik
kesuburan pada persebarab tanah sesuai
Sumber: Dokumen Pribadi, 2023 dengan lokasi tanah tersebut.

Kelembaban pada Kota Bandar Lampung tergolong ke dalam kategori sedang. Dalam analisis scoring
yang didapat memiliki 3 kategori kelembaban yang terdiri dari rendah, standar rata-rata, dan tinggi. Hal ini
didapatkan berdasarkan kriterian yang didasarkan kepada standarisasi kelembaban, yaitu kelembaban < 40%
tergolong ke dalam kelembaban rendah dan kurang sesuai, kelembaban stadar rata-rata yang berkisar sekitar
40-60% dan cukup sesuai untuk perencanaan rimba kota, dan yang terakhir adalah kategori kelembaban
>60%yang tergolong ke dalam kelembaban tinggi dan termasuk tidak sesuai. Area yang memiliki
kelembaban tinggi dapat dilakukan treatment khusus untuk menangani permasalahan ini dan disesuaikan
lagi dengan kebutuhan perencanaan tapak.
Suhu pada Kota Bandar Lampung tergolong ke dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil analisis
scoring pada tapak menghasilkan 3 (tiga) kategori jenis suhu pada tapak, yaitu suhu rata-rata < 23o C (rendah),
suhu rata-rata antara 26oC-27o C (sedang), dan suhu rata-rata > 30oC (tinggi). Kategori didasarkan kepada
tingkat kenyamanan suhu terhadap manusia sehingga menyebabkan kategori suhu tinggi tidak sesuai

45
© 2023, Program Studi Arsitektur Lanskap Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan ITERA
Jurnal Arsitektur Lanskap ITERA (2023), 1(1): 42-48.

dengan perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota. Hal ini dapat dilakukan treatment sesuai dengan
kebutuhan perencanaan pada tapak.

Pada tapak ini terdapat 2 (dua) sirkulasi utama yang terdiri dari Jl. Terusan Ryacudu dan Jl. Pulau
Damar. Sirkulasi pada tapak sudah cukup memadai, hanya saja masih terdapat kerusakan pada beberapa
sirkulasi sekunder pada tapak. Sirkulasi manusia pada tapak terdiri dari sirkulasi alami yang terbuat akibat
aktivitas manusia pada tapak seperti sirkulasi manusia pada area sawah, sirkulasi manusia masih kurang
memadai dari segi sarana dan prasarana. Dalam analisis kesesuaian lahan berdasarkan metode scoring
didapatkan 3 (tiga) kategori kriteria, yaitu lahan tidak bisa diakses sama sekali, lahan memiliki sedikit akses,
dan lahan memiliki banyak akses. Kategori ini disesuaikan dengan kriteria ada atau tidaknya akses pada
tapak.

Vegetasi pada tapak cukup beragam jenisnya, terdapat beberapa jenis vegetasi yang akan
dipertahankan dan beberpanya lagi akan dialihkan atau dipangkas dikarenakan tidak sesuai dengan
kebutuhan perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota. Dalam analisis scoring vegetasi terdiri dari 3
kategori, yaitu tidak sesuai, cukup sesuai, dan sesuai. Kriteria ini didasarkan kepada kesesuaian jenis dan
fungsional vegetasi pada perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota.

Fauna pada tapak cukup beragam sesuai dengan lokasi pada tapak, pada tapak ditemukan habitat
capung pada area sawah yang menjadi indikator bahwa area sawah masih cukup asri dan belu tercemar
polusi udara dan pencemaran lainnya. Pada analisis scoring fauna terdapat 3 kategori yang meliputi, tidak
sesuai, cukup sesuai, dan sesuai. Kategori ini didasarkan kepada area atau letak yang nantinya akan
direncanakan sebagai kawasan RTH berbasis rimba kota. Area tidak sesuai adalah area yang terletak pada
area permukiman, area cukup sesuai adalah area yang terletak di pinggiran area permukiman. Area sesuai
adalah area sawah yang masih alami.

Regulasi (RTRW) pada tapak yang terletak pada Kecamatan Tanjung Senang, Kota Bandar Lampung,
Lampung dengan luas 51,5 hektare ini tergolong ke dalam area yang sesuai untuk perencanaan kawasan RTH
berbasis rimba kota. Menurut RTRW Tahun 2021-2041, area tersebut direncanakan akan dibangung sebuah
kawasan RTH. Hal ini dapat disimpulkan bahwa keseluruhan tapak sesuai untuk perencanaa RTH (memiliki
nilai 3 poin dan sesuai).

Tata guna lahan eksisting pada tapak yaitu terdiri dari daerah permukiman dan daerah pertanian.
Berdasarkan analisis scoring tata guna lahan terdapat 2 kategori yang meliputi, sesuai dan tidak sesuai.
Kesesuaian tata guna lahan dalam perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota dikategorikan berdasarkan
area eksisting permukiman (tidak sesuai) dan area pertanian (sesuai). Hal ini sudah disesuaikan dengan
kebutuhan perencanaan RTH berbasis rimba kota. Aktivitas pada tapak banyak didominasi oleh aktivitas
Bertani atau aktivitas sehari-hari masyarakat pada area permukiman. Pada tapak ini sendiri terdapat 3
kategori dalam analisis kesesuaian lahan yang terdiri dari tidak sesuai, cukup sesuai, dan sesuai. Kategori
kesesuaian didasarkan kepada aktivitas yang ada pada tapak eksisting. Area tapak yang tidak sesuai adalah
area tapak permukiman yang didominasi oleh aktivitas sehari-hari manusia, area tapak yang cukup sesuai
adalah area pinggiran permukiman yang tidak terlalu banyak aktivitas manusia, untuk kategori tapak yang
sesuai adalah area sawah yang memiliki aktivitas manusia yang minim.

Kesesusain lahan pada aspek fisik berupa hasil scoring dan sintesis yang didapatkan dari analasis
scoring yang sudah dilakukan. Terdapat 4 kategori pada hasil scoring aspek fisik yang meliputi kategori 1-3
(tidak sesuai), 4-7 (kurang sesuai), dan 8-11 (cukup sesuai), 12-15 (sesuai). Dalam aspek fisik ini terdapat
scoring suhu, kelembaban, akses, dan jenis tanah. Untuk sintesis dari hasil scroring ini, yaitu kategori tidak
sesuai akan dilakukan perbaikan dan pengelolaan terhadap suhu, kelembaban, akses, dan jenis tanah yang
tidak sesuai yang nantinya akan disesuaikan kembali dengan kebutuhan perencanaan. Untuk sintesis
kategori kurang sesuai akan dipertimbangkan lagi dengan cara memperbaiki kualitas suhu, kelembaban,
akses, dan jenis tanah. Untuk sintesis kategori cukup sesuai akan dilaukan proses persiapan dan perencanaan
hutan kota yang akan disesuaikan dengan kebutuhan perencanaannya. Untuk sintesis kategori sesuai dapat
dilakukan perencanaan hutan kota.

46
© 2023, Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan ITERA
Dewi, JK. 2023. Perencanaan Kawasan RTH Berbasis Rimba Kota. Jurnal Arsitektur Lanskap ITERA, 1(1), 42-48, doi:10.14710/jil.15.1.42-48

Kesesuaian pada tapak berdasarkan


aspek biologis berupa hasil scoring dan
sintesis yang didapatkan dari scoring analisis
aspek biologis (vegetasi dan fauna). Kategori
kesesuaian pada hasil scoring ini, meliputi
tidak sesuai (1-2) dan sesuai (3-4). Kategori ini
sudah disesuaikan dengan kriteria dan
kategori yang ada pada tahapan analisis
sebelumnya. Untuk sintesis kategori tidak
sesuai (1-2) akan dilakukan perencanaan
terhadap tata guna lahan yang sesuai dengan
cara merencanakan vegetasi yang sesuai
dengan perencanaan hutan kota. Untuk
sintesis kategori sesuai (2-4) akan
dikembangkan menjadi area perencanaan
Gambar 3.2 Scoring Kesesuaian Lahan Aspek Biologis kawasan RTH hutan kota. Hasil scoring dan
(Sumber: Dokumen Pribsdi, 2023) sintesis akan disesuaikan lagi dengan
kebutuhan perencanaan kawasan RTH hutan
kota dan dijadikan sebagai acuan perencanaan vegetasi dan fauna yang benar sesuai dengan topik
perencanaannya.

Kesesuaian lahan pada aspek cultural


berupa hasil scoring kesesuaian lahan dan
sintesis yang ada pada aspek cultural
(aktivitas, regulasi RTRW, dan tata guna
lahan). Hasil scoring ini merupakan hasil dari
analisis scoring aspek cultural yang
disesuaikan dengan kriteria dan kategori
yang terdapat dalam tahapan analisis
sebelumnya. Dalam hasil scoring ini terdapat
3 kategori yang terdiri dari tidak sesuai (1-3),
cukup sesuai (4-6), dan sesuai (7-9). Untuk
sintesis pada kategori tidak sesuai (1-3) akan
dilakukan pengelolaan dan perencanaan yang
sesuai untuk area tidak sesuai. Untuk sintesis
kategori cukup sesuai (4-6) akan dioptimalkan
Gambar 3.3 Scoring Kesesuaian Lahan Aspek Cultural
perencanaan yang cukup sesuai untuk
(Sumber: Dokumen Pribadi,2023)
perencanaan kawasan RTH hutan kota. Untuk
sintesis kategori sesuai (7-9) akan dilakukan perencanaan kawasan RTH hutan kota.

3.3 Konsep dan Pengembangan


Dalam perencanaan tapak ini memiliki topik perencanaan kawasan RTH, untuk konsep dasar
perencanaan ini disesuaikan dengan topik perencanaan tapak dan kebutuhan tapak. Maka, munculah ide
untuk menciptakan suatu perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota yang berjudulkan “Losimba Park”
(Lost in Ghimba Park) yaitu suatu konsep perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota yang ditujukan
sebagai upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan yang dapat dijadikan sebagai sarana
edukasi dan penelitian bagi akademika dan masyarakat umum. Dalam perencanaan kawasan RTH berbasis
rimba kota ini menerapkan beberapa nilai SDGs yang terdiri dari poin 7 energi bersih dan terjangkau, poin
13 penanganan peubahan iklim, dan poin 15 menjaga ekosistem darat. Dengan penerapan poin-poin SDGs
ini diharapkan dapat menghasilkan perencanaan kawasan RTH yang dapat menghasilkan perencanaan
rimba kota yang dapat menghasilkan dan melestarikan kualitas tanah dan air bersih pada tapak, perencanaan
rimba kota sebagai mitigasi iklim pada Kota Bandar Lampung, dan sebagai perencanaan hutan kota yang
dapat mempertahankan, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas dan ekosistem darat pada tapak.
Sasaran perencanaan RTH berbasis rimba kota ini lebih difokuskan kepada sarana RTH yang
ditujukan kepada perbaikan kualitas lingkungan pada tapak dengan beberapa kegiatan manusia seperti
aktivitas jogging, bersepeda, penelitian, dan aktivitas pengelolaan pada kawasan RTH ini, aktivitas manusia
yang ada pada tapak merupakan aktivitas minoritas yang tidak memberikan dampak negatif terhadap
47
© 2023, Program Studi Arsitektur Lanskap Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan ITERA
Jurnal Arsitektur Lanskap ITERA (2023), 1(1): 42-48.

ekosistem yang ada pada kawasan RTH. Perencanaan kawasan RTH ini mempertimbangkan keanekaragam
hayati pada tapak, pemilihan vegetasi yang sesuai dengan kebutuhan perencanaan, mempertimbangkan
makhluk hidup yang ada pada tapak eksisting dan dikembangkan menjadi kawasan rimba kota yang bertuan
untuk meningkatkan kualitas dan kelestarian lingkungan ekosistem tapak. Visi pada perencanaan kawasan
RTH ini yaitu sebagai mitigasi perubahan iklim, rehabilitasi lingkungan, menciptakan energi terbarukan, dan
sebagai sarana edukasi. Prinsip perencanaan kawasan RTH ini, yaitu menciptakan suatu perencanaan hutan
kota alami yang dijukan untuk menciptakan ekosistem rimba kota sebagai RTH, menciptakan ruang edukasi
berkenaan dengan ekosistem rimba kota, menciptakan energi terbarukan khususnya pada pelestarian
kualitas tanah dan air pada tapak, melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan melalui
perencanaan kawasan RTH.
Perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota ini memiliki peranan penting terhadap permasalahan
degradasi lingkungan, perubahan iklim, dan kerusakan lingkungan pada Kota Bandar Lampung sebagai
upaya menangani permasalahan-permasalahan tersebut. Perencanaan kawasan RTH ini bertujuan juga
sebagai penyedia RTH pada Kota Bandar Lampung yaitu paling sedikit 30% dari suattu wilayah/daerah.
Dengan mengembangkan perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota yang terdiri dari 95% ruang hijau
akan menyokong ketersediaan ruang hijau pada Kota Bandar Lampung khususnya pada tapak.

3.4 Perencanaan
Perencanaan ini disusun dan
direncanakan berdasarkan data hasil survei,
keadaan eksisting, analisis permasalahan dan
potensi, serta kebutuhan perencanaan hutan
kota sesuai dengan peraturan dan regulasi
mengenai perencanaan RTH. Dalam tahap ini,
perencanaan tapak terdiri dari 10 jenis
rencana yang meliputi, rencana struktur
ruang kawasan, rencana zonasi kawasa,
rencana aksebilitas dan sirkulasi, rencana
sarana dan prasarana, rencana ruang terbuka
hijau, rencana tata vegetasi, rencana mitigasi
bencana, rencana pentahapan bangunan,
rencana pengendalian pemanfaatan ruang,
dan rencana arsitektural. Rencana zonasi
Gambar 3.4 Rencana Zona Ruang yang dihasilkan akan disertai dengan ilustrasi
(Sumber: Dokumen Pribadi,2023) dan visualisasi pada tapak yang direncanakan
(Gambar 3.4)

Zonasi ruang pada perencanaan kawasan RTH ini didasarkan kepada hasil analisis kesesuaian lahan
yang didapatkan dari hasil scoring yang disesuaikan dengan kategori-kategori yang ada pada analisis. Dari
hasil scoring analisis dan sintesis dihasilkan 12 zona utama pada perencanaan kawasan RTH berbasis rimba
kota, yaitu (A) Welcome area, zona ini merupakan area enterance yang didalamnya terdapat gerbang utama
dan area dengan vegetasi pengarah dan estetika untuk mengarahkan pengunjung menuju area parkir utama
dan keluar kea rah Jl. Pulau Damar, (B) Taman edukasi, area ini merupakan area taman edukasi yang
didalamnya terdapat fasilitas edukasi dan vegetasi herbal dan vegetasi yang diperuntukkan sebagai sarana
edukasi, (C) Area parkir, area parkir ini merupakan area parkir utama yang terdapat fasilitas parkir motor,
mobil, dan bus, (D) Area bersantai, merupakan area yang memiliki sarana bersantai bagi pengunjung berupa
gazebo, area berkumpul, dan toilet, (E) Konservasi air, merupakan area pelestarian kualitas tanah dan air
yang didalamnya terdapat ekosistem capung, (F) Area parkir sepeda, merupakan area parkir sepeda dan
sekaligus sebagai area penyewaan sepeda bagi pengunjung, (G) Taman estetika, merupakan area estetika
yang memiliki visualisasi yang cantik dan bisa dijadikan sebagai area berfoto, (H) Konservasi tanaman
endemic, merupakan area yang berfokus kepada pemilihan vegetasi endemik yang merupakan tanaman asli
dari Pulau Sumatera, (I) Kolam retensi, merupakan area konservasi penampungan air limpasan hujan, (J)
Jalur sepeda, merupakan area jalur sepeda bagi pengunjung yang akan menyewa sepeda untuk berkeliling
pada area RTH, (K) Area hijau, merupakan area hijau yang didalamnya dikhususkan untuk area hijau sebagai
fasilitas hijau yang berisikan vegetasi-vegetasi besar dan penutup hijau.
Perencanaan aksebilitas dan sirkulasi pada perencanaan kawasan RTH ini disesuaikan dengan
analisis scoring dan kebutuhan dari perencanaan kawasan RTH. Tapak ini memiliki 2 akses utama yaitu akses
Jl. Terusan Ryacudu dan Jl. Pulau Damar dengan melakukan perencanaan sirkulasi masuk dan keluar

48
© 2023, Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan ITERA
Dewi, JK. 2023. Perencanaan Kawasan RTH Berbasis Rimba Kota. Jurnal Arsitektur Lanskap ITERA, 1(1), 42-48, doi:10.14710/jil.15.1.42-48

kendaraan dan manusia dengan menggunakan material ramah lingkungan. Terdapat sirkulasi pejalan kaki
alami yang menggunakan rumput dan material ramah lingkungan pada zona-zona yang telah disebutkan.
Jalur pesepeda menggunakan material ramah lingkungan, jalur sepeda ini memanjang dan mengelilingi area
taman estetika, area hijau, dan kolam retensi. Dalam perencanaan RTH harus memikirkan dan
mempertimbangkan material yang digunakan pada setiap zonanya, terutama pada pemilihan material
sirkulasi yang ada pada tapak. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dari perencanaan setiap zona yang ada
pada tapak.
Perencanaan vegetasi pada perencanaan kawasan RTH ini disesuaikan dengan kebutuhan
perencanaan setiap zona pada RTH, mulai dari jenis, kriteria, bentuk, dan fungsinya. Vegetasi yang
digunakan pada perencanaan kawasan RTH ini terdiri dari jenis vegetasi peneduh, vegetasi pengarah,
vegetasi estetika, vegetasi air, dan vegetasi pengundang capung. Pemilihan jenis vegetasi harus disesuaikan
lagi dengan perencanaan setiap zona yang ada pada tapak.

3.5 Masterplan
Penyusunan masterplan perencanaan
kawasan RTH berbasis rimba kota ini
didasarkan kepada penggabungan aspek-aspek
analisis dengan menciptakan ruang-ruang yang
ramah lingkungan dan sesuai dengan
kebutuhan serta fungsional tapak. Perencanaan
masterplan ini disusun dan direncanakan
berdasarkan data hasil survei, keadaan eksisting,
analisis permasalahan dan potensi, serta
kebutuhan perencanaan hutan kota sesuai
dengan peraturan dan regulasi mengenai
perencanaan RTH. Masterplan memiliki durasi
perencanaan 10-20 tahun. Perencanaan pada
masterplan ini terdapat beberapa zona atau area
yang akan dibangun dalam kurun waktu 12
tahun (Gambar 3.3 Masterplan).
Gambar 3.5 Masterplan
(Sumber: Dokumen Pribadi, 2023)
Permasalahan yang ada pada tapak seperti ketidaksesuain fungsional dan perencanaan yang belum
sesuai, hal ini dapat ditangani dengan melakukan perencanaan dan pengelolaan yang disesuaikan dengan
kebutuhan perencanaannya supaya dapat berjalan sesuai dengan tujuan, sasaran, dan fungsi
perencanaannya. Masterplan dengan perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota sudah sesuai dengan
perencanaan dan kebutuhan tapak yang terdapat pada RTRW 2021-2041. Perencanaan Losimba Park ini
memiliki tujuan utama untuk menyediakan area RTH di Kota Bandar Lampung dan bertujuan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan pada tapak. Perencanaan RTH ini memiliki konsep
merencanakan RTH berbasis rimba kota yang menerapkan poin 7 SDGs, poin 13 SDGs, dan poin 15 SDGs
dengan tujuan merencanakan rimba kota sebagai upaya rehabilitasi lingkungan, mitigasi perubahan iklim,
menciptakan energi terbarukan, dan sebagai sarana edukasi dan penelitian bagi akademika dan masyarakat
umum.
Visualisasi masterplan perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota ini diwujudkan dengan
menambahkan vegetasi hijau peneduh, vegetasi estetika, vegetasi air, dan vegetasi endemik Sumatera. Untuk
fasilitas yang ditambahkan meliputi, fasilitas playground, gerbang utama, area parkir utama, area edukasi,
konservasi air, jalur sepeda, jogging treck, kolam retensi, area estetika, dan area berkumpul, serta fasilitas
berupa toilet. Hal ini disesuaikan lagi dengan kebutuhan perencanaan kawasan RTH supaya berjalan lebih
efektif dalam kegunaan dan sasaran dari perencanaannya. Perencanaan lampu dan utilitas tambahan guna
memenuhi kebutuhan aktivitas manusia pada tapak. Perencanaan pada area konservasi endemik Sumatera
dan konservasi air harus lebih dipertimbangkan, dikarenakan pada kawasan konservasi ini terdapat
ekosistem yang harus diperhatikan dan dikelola dengan baik untuk keberlanjutan ekosistem pada area
konservasi kedepannya.

49
© 2023, Program Studi Arsitektur Lanskap Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan ITERA
Jurnal Arsitektur Lanskap ITERA (2023), 1(1): 42-48.

3.6 Rencana Non Fisik


Rencana non fisik pada tapak perencanaan kawasan RTH ini terdiri dar 4 (empat) rencana pengelolaan
yang dikhususkan untuk pemeliharaan dan menjaga keutuhan fisik tapak dari kerusakan, baik dari faktor
internal maupun eksternal. Rencana pengelolaan tapak pada perencanaan ini dinaungi oleh Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Kehutanan Provinsi lampung. Unit-unit ini memiliki tanggung jawab
terhadap kebijakan pengelolaan tapak seperti, manajemen lingkungan, koordinasi, dan pengendalian
pemanfaatan ruang-ruang di dalam tapak.
Pihak akademika yang berkecimpung pada pengelolaan rencana tapak ini lebih berfokus kepda
akademika yang berasal dari Institut Teknologi Sumatera (ITERA) yang memiliki studi berkaitan dengan
perencanaan dan tata kelola perencanaan RTH berbasis rimba kota, seperti program studi Arsitektur Lanskap
sebagai perencana utama zona atau ruang perencanaan pada tapak, program studi Arsitektur sebagai pihak
yang merencanakan perencanaan green building, program studi Teknik Lingkungan yang membantu dalam
peningkatan kualitas lingkungan, program studi Tata Kelola Air yang berkontribusi dalam melakukan
perencanaan dan tata kelola pada konservasi air, dan program studi Rekayasa Kehutanan berperan sebagai
pihaka akademika yang mendukung tata kelola konservasi endemik Sumatera.
Dalam membuat suatu rencana pengelolaan RTH ini membutuhkan kerjasama dengan suatu instansi
atau perusahaan untuk mendukung dan menyokong perencanaan tapak ini, dalam menyusun rencana
pengelolaan RTH ini juga terdapat kontribusi dari komunitas cinta alam dan media masa sebagai branding
untuk tapak ini sendiri. Untuk perencanaan tata kelola di setiap zonasi terdapat fasilitas dan aktivitas yang
telah direncanakan pada tapak (Tabel 3.1)

LUAS
NO RUANG SUB RUANG AKTIVITAS FASILITAS
(M2)
Gerbang Utama Aktivitas Loket masuk,
1. Welcome Area kendaraan gerbang 29.014
dan manusia utama
Signage
Area toga, taman Aktivitas
2. Taman Edukasi taman 8.550
bunga, area hijau edukasi
edukasi
3. Area Parkir Area parkir motor, Aktivitas Pos 5.562,8
mobil, dan bis kendaraan keamanan,
dan manusia dan area
parkir motor,
bis
Aktivitas
Area taman pasir, Fasilitas
4. Playground bermain 786,11
area playground playground
anak-anak
Aktivitas Fasilitas area
Area gazebo, area
bersantai, berkumpul,
5. Area Bersantai berkumpul, area 16025,45
aktivitas gazebo, dan
estetika, area hijau
manusia toilet
Aktivitas
pengelolaan
Area hijau, area Fasilitas
6. Konservasi Air konservasi air 751.954
konservasi air konservasi air
dan
penelitian
Aktivitas
Fasilitas
menyewa
Area Parkir Area parkir sepeda, parkir
7. sepeda dan 1.393,5
Sepeda area hijau sepeda, pos
memakirkan
jaga
sepeda

50
© 2023, Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan ITERA
Dewi, JK. 2023. Perencanaan Kawasan RTH Berbasis Rimba Kota. Jurnal Arsitektur Lanskap ITERA, 1(1), 42-48, doi:10.14710/jil.15.1.42-48

Fasilitas
Aktivitas bench,
Area estetika, area bersantai, fasilitas
8. Taman Estetika 22.504
hijau aktivitas taman
berfoto estetika, dan
spot foto
Aktivitas
penelitian
Fasilitas
dan
Konservasi Area hijau, area konservasi
pelestarian
9. Tanaman pelestarian tanaman tanaman 29.606,8
pada
Endemik endemik Sumatera endemik
tanaman
Sumatera
endemik
Sumatera
Aktivitas
pengelolaan
Area kolam retensi, Fasilitas
kolam
10. Kolam Retensi area hijau, jogging jogging trek, 30.695,9
retensi,
trek kolam retensi
edukasi dan
jogging
Jalur sepeda,
Aktivitas
Area jalur sepeda, rest area,
11. Jalur Sepeda bersepeda 55.061
area hijau dan area
dan bersantai
hijau
Aktivitas
12. Area Hijau Area hijau Fasilitas hiaju 16.607
alami

4. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapatkan dari perencanaan kawasan RTH berbasis rimba kota ini adalah suatu
perencanaan rimba kota dapat dijadikan sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
lingkungan. Perencanaan kawasan RTH ini memiliki topik utama perencanaan RTH dan memiliki konsep
dasar merencanakan kawasan RTH berbasis rimba kota dengan menarapkan poin SDGs 7, SDGs 13, dan
SDGs 15. Perencanaan ini memiliki visi sebagai mitigasi perubahan iklim, sebagai rehabilitasi lingkungan,
smenciptakan energi terbarukan, dan menciptakan sarana edukasi bagi masyarakat umum. Perencanaan
kawasan RTH berbasis rimba kota ini memiliki 12 zona ruang yang sudah disesuaikan dengan analisis dan
sintesis. Perencanaan kawasan RTH memiliki rencana non fisik sebagai manajemen pengelolaan dan menjaga
tapak perencanaan dari kerusakan yang berasal dari faktor enternal dan eksternal.

51
© 2023, Program Studi Arsitektur Lanskap Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan ITERA
Jurnal Arsitektur Lanskap ITERA (2023), 1(1): 42-48.

REFERENSI

Peran RTH Privat Dalam Menjaga dan Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di Kawasan Kota, data
diperoleh melalui situs internet: https://newberkeley.wordpress.com/2010/06/13/peran-rth-privat-
dalam-menjaga-dan-meningkatkan-kualitas-lingkungan-hidup-di-kawasan-kota/. Diunduh pada tanggal
11 Oktober 2023.

Pemerintah Republik Indonesia, 2002. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.

Pemerintah Republik Indonesia, 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan.

Peranan Hutan Kota dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup, data diperoleh melalui situs internet:
https://www.neliti.com/publications/313754/peranan-hutan-kota-dalam-peningkatan-kualitas-
lingkungan-hidup. Diunduh pada tanggal 15 November 2023.

Hutan Kota-Pengertian, Bentuk dan Manfaat, data diperoleh melalui situs internet:
https://rimbakita.com/hutan-kota/. Diunduh pada tanggal 20 September 2023.

Pengertian, Klasifikasi, dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau, data diperoleh melalui situs internet:
https://perkimtaru.pemkomedan.go.id/artikel-699-pengertian-klasifikasi-dan-fungsi-ruang-terbuka-hijau-
.html. Diunduh pada tanggal 20 Oktober 2023.

Fitri Y. (2016) Kualitas Ruang Terbuka Hijau Publik Di Kota Bandar Lampung. Skripsi, Universitas Lampung.

Master Plan Pertamanan Kota Bandar Lampung, 2005:34 RPJMD kota Bandar Lampung tahun 2016-2021

52
© 2023, Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan ITERA

Anda mungkin juga menyukai