“Lapar ga? saya lapar euy”, tanya sang lelaki memecahkan lamunan hinata.
“Eh? eu.. mau makan apa?”, jawab hinata yang nyatanya tidak menjawab pertanyaan.
“Daerah sini biasanya ada tukang apa malem-malem gini?”. Hinata mengedarkan
matanya, ia menemukan mie ayam roda biru kesukaannya di bahu kiri jalan.
“Mie ayam mau ngga?” tunjuk Hinata.
“Hayu, kebetulan saya suka mie ayam“, balasnya. “lah sama dong, Nata juga suka”,
Hinata tersenyum kecil.
Sama-sama suka mie ayam saja membuat Hinata senang, bagaimana jika mereka sama-sama
suka dalam makna cinta. Betapa bahagianya pikir Hinata.
Marka meminggirkan motornya tepat disamping roda mie ayam tersebut. Mereka turun
dari motornya lalu segera menempati meja yang hanya ada satu di tempat itu.
“mas pesen dua ya“, ucap sang lelaki. Hinata seketika menyambar ucapan tersebut
“yang Nata saosnya sedikit”. Marka lagi-lagi terkekeh.
Entah berapa kali hari ini Hinata melihat ekspresi Marka yang jarang sekali ia
temukan di kampus. Ekspresi senyum dan tawa kecil yang sangat manis baginya.
“yang satu saos nya sedikit ya mas”, tambah lelaki itu memperbaiki pesanannya.
Sambil menunggu mie ayam, mereka mengobrol. Tanpa Hinata sadari ia semakin jatuh
suka. Tatapan mata Marka yang selalu menatap lawan bicara tidak bisa dielakan
pesonanya.
“Oh, jadi kamu ga suka pedes?”, tanya Marka sambil menatap mata Hinata begitu
hangat.
‘Sadar Hinata, dia hanya menanyakan suka pedes atau tidak, bukan bertanya suka dia
atau tidak’, batin Hinata meraung menyadarkannya agar tak hilang kendali.
“Iya, ngga suka”, jawab Hinata pelan. “Kenapa ga suka?,” tanyanya lagi.
“Ya karena pedes lahh,” jawab Hinata dengan nada kesal. Dia tidak suka pedas karena
pedas, apalagi selain itu jawabannya? Orang-orang yang tidak suka pedas pun pasti
berfikir demikian pikir Hinata.
Kali ini Marka tertawa, tidak lagi terkekeh atau tersenyum kecil. Tawanya renyah
sekali hingga gigi gerahamnya terlihat, ya dia tertawa lebar selebar rasa suka
Hinata kepadanya. Hinata semakin jatuh suka.
Mie ayam sudah tersaji di meja. Mereka makan dengan khusyuk dan nikmat. Bagi Hinata
makan mie ayam kali ini sangat berbeda dari biasanya. Mie ayam dengan rasa jatuh
suka ditemani orang yang ia suka.
Rasa Hinata kepada Marka seperti kutipan Franz Kafka, “If a million loved you, I am
one of them, and if one loved you, it was me, if no one loved you, then know that I
am dead.” — Franz Kafka
Analisis penalaran cerpen yang berjudul Bandung Malam dan Mie Ayam.