Anda di halaman 1dari 8

Wajah Baru Ber-‘Cadar’ Asap

Tim Penulis : Peserta Latihan Keterampilan dan Manajemen Mahasiswa Wilayah, ISMKI
Wilayah 3 2019, Regio Kalimantan

Per tanggal 27 Agustus 2019, Bapak Joko Widodo kembali membuat dunia menyoroti
pengumuman yang beliau umumkan. Kali ini, Dunia menyoroti keputusan Presiden ke-7
Indonesia itu untuk memindahkan ibukota negara, yang selama ini merupakan gelar yang
dipegang oleh Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ke sebuah daerah di Kalimantan, tepatnya
Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara. Dalam pemaparan
pengumuman beliau tersebut, Bapak Jokowi, begitu ia akrab disapa, menjelaskan ada beberapa
faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemindahan ibukota ini, salah satunya adalah karena
Pulau Jawa kini sudah dianggap daerah rawan bencana, sehingga dapat membahayakan
pemerintahan Indonesia kedepannya. Oleh karena itu, beliau memilih Kalimantan, khususnya
Kalimantan Timur karena dianggap aman dari ancaman bencana. Namun, benarkah Kalimantan
aman dari bencana?

Mirisnya, hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Memang, seperti yang tertera pada data
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang termuat dalam Data Informasi Bencana
Indonesia (DIBI), pulau Kalimatan dianggap aman dari bencana alam seperti gempa bumi dan
gunung meletus. Hal ini disebabkan karena di Kalimantan tidak terdapat gunung merapi karena
daerah Kalimantan tidak termasuk kedalam daerah ring of fire, dan pulau Kalimantan bukan
merupakan daerah pertemuan antara dua lempeng bumi (Pasifik-Hindia) seperti daerah lain di
Indonesia. Namun, hal ini belum bisa membuktikan bahwa kalimat “Kalimantan bebas bencana”
adalah benar. Faktnya, bencana lain masih mengancam pulau Kalimantan, seperti polusi udara.

Seperti kita ketahui, polusi udara merupakan salah satu masalah lingkungan yang sudah
lama menjadi “kawan akrab” masyarakat pulau Kalimantan. Namun, sebenarnya apa tolak ukur
kebersihan udara suatu daerah? Seperti yang dikutip pada Portal Layanan Data dan Kebakaran
Hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, salah satu tolak
ukur dalam pengukuran tingkat kebersihan udara adalah Indeks Standar Pencemaran Udara atau
ISPU, dimana ISPU merupakan suatu laporan kualitas udara kepada masyarakat untuk
menerangkan seberapa bersih atau tercemarnya kualitas udara dan bagaimana dampaknya
terhadap kesehatan setelah menghirup udara tersebut selama beberapa jam/hari/bulan. Penetapan
ISPU ini mempertimbangkan tingkat mutu udara terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan,
bangunan dan nilai estetika. ISPU ditetapkan berdasarkan kadar 5 zat yang dianggap sebagai
pencemar di udara sekitar, yaitu Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2), Nitrogen
Dioksida (NO2), Ozon Permukaan (O3), dan Partikel Debu (PM10). Batas-batas ISPU sendiri
dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu baik, sedang, tidak sehat, sangat tidak sehat, dan
berbahaya, yang dapat dilihat di table dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dibawah
ini.
Tabel 1.Batas-batas ISPU Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemudian, dalam infoDATIN oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun


2015, didatakan tingkatan ISPU oleh provinsi-provinsi di Kalimantan Timur, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, yaitu secara berurutan adalah 186, 132, 622,
dan 2230. Hal ini tentu menyadarkan kita bahwa tingkat polusi udara di Kalimantan, seperti
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Berat sudah menyentuh level sangat berbahaya (ISPU >
400). Sedangkan untuk Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur sudah berada pada tahap
tidak sehat (ISPU antara 101-199).
INDEKS STANDAR PENCEMARAN UDARA (ISPU)
PROVINSI DI KALIMANTAN 2015
2400
2300
2200 2230
2100
2000
1900
1800
1700
1600
1500
1400 ISPU
1300
1200
1100
1000
900
800
700
600
622
500
400
300
200
100 186
132
0
Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Barat

Grafik 1. Data ISPU 4 Provinsi di Pulau Kalimantan, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Tengah, dan Kalimantan Barat.

Banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, seperti kebakaran lahan yang semakin hari
semakin meluas. Menurut data dari Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, luas
kebakaran hutan yang terjadi di provinsi-provinsi di Pulau Kalimantan mengalami kenaikan yang
sangat memprihatinkan di tahun 2018, seperti yang ditampilkan pada table berikut.

LUAS KEBAKARAN LAHAN (Ha)


PROVINSI
2017 2018
Kalimantan Utara 82,22 625,82
Kalimantan Timur 676,38 26.605,57
Kalimantan Tengah 1.743,82 41.521,31
Kalimantan Selatan 8.290,34 98.637,99
Kalimantan Barat 7.467,33 68.311,06
Tabel 2. Perbandingan Luas Kebakaran Lahan pada 5 Provinsi di Pulau Kalimantan pada tahun 2017 dan 2018.

Dari data yang tersaji pada table tersebut, kita dapat melihat betapa parahnya kebakaran
hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2017-2018 di pulau Kalimantan. Yang terparah, yaitu
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat mengalami kenaikan luas kebakaran hutan sebanyak
91% dan 89% secara berurutan dari tahun 2017 ke tahun 2018. Namun, kebakaran lahan
bukanlah satu-satunya faktor parahnya polusi udara di Kalimantan, namun pengolahan hasil
tambang yang tidak diimbangi oleh pelestarian lingkungan sekitar galian tambang dan
diperparah dengan asap kendaraan motor di perkotaan juga ikut berperan dalam semakin
parahnya kondisi ini.

Tentunya, polusi udara ini sangat merugikan bagi masyarakat dalam berbagai aspek
kehidupan, salah satunya adalah aspek kesehatan, seperti penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Atas (ISPA). Menurut data yang dikutip dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018 oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang dibagi menjadi dua jenis data, yaitu menurut
diagnosis tenaga kesehatan dan berdasarkan diagnosis gejala, menggambarkan bahwa angka
kasus masyarakat terjangkit ISPA di Kalimantan masih tergolong berbahaya. Provinsi
Kalimantan Tengah memegang predikat provinsi dengan polusi udara terburuk di pulau
Kalimantan, dimana menurut Riskesdas 2018, prevalensi jumlah kasus masyarakat terjangkit
ISPA Kalimantan Tengah berada pada angka 5,0 (menurut tenaga kesehatan) dan angka 9,2
(menurut gejala). Walaupun mengalami penurunan dibandingkan angka prevalensi tahun 2013
(15,0 menurut tenaga kesehatan dan 25,0 menurut gejala), namun hal ini tetap harus diwaspadai
oleh masyarakat sekitar.

Selain ISPA, penyakit pernafasan lain juga tentu harus menjadi perhatian kita dalam
menyikapi polusi udara ini, seperti Pneumonia. Seperti data yang dimuat oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) Kalimantan Selatan dalam Profil Kesehatan Kalimantan Selatan 2017, presentase
masyarakat terjangkit Pneumonia pada Kalimantan Selatan adalah 61,91% atau mendekati 62%,
artinya pada setiap 100 orang terdapat 62 orang yang menderita pneumonia di Provinsi
Kalimantan Selatan. Kemudian pada Kalimantan Utara, menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
Kalimantan Utara menyebutkan bahwa presentase kasus pneumonia di Kalimantan Utara per
tahun 2016 adalah 35,8% atau mendekati 36%, yang berarti dari 100 orang akan terdapat sekitar
36 orang menderita pneumonia di Provinsi Kalimantan Utara. Hampir setara pada presentase
pada Kalimantan Utara, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur dalam Profil
Kesehatan Kalimantan Timur 2017, bahwa presentase masyarakat terjangkit pneumonia 30,96%
atau sekitar 31%, yang artinya setiap 100 orang terdapat 31 orang yang menderita pneumonia di
Provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan, untuk Kalimantan Tengah, menurut data dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Tengah, memaparkan bahwa jumlah kasus pneumonia yang
terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah adalah 741 kasus per tahun 2016.

Melihat dari data-data diatas, tentunya kita tidak dapat menganggap remeh dan mudah
mengenai permasalahan polusi udara ini, begitupula dengan pemerintah. Dikutip dari Buletin
“Jendela Epidemiologi : Pneumonia Balita” oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2010, dan infoDATIN oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2015,
pemerintah telah melakukan berbagai upaya dan langkah-langkah konkrit untuk menyelesaikan
masalah polusi udara ini, antara lain :
 Mendistribusikan bantuan logistic kesehatan ke provinsi terdampak kabut asap, antara
lain : masker, masker N95, MPASI, PMT Bumil, kacamata google, air purifier, water
purifier, tenda isolasi, oxican, dan paket obat.
 Memobilisasi tim Rapidh Health Assessment (RHA) ke provinsi terdampak kabut asap
untuk melakukan penilaian kebutuhan dan pendampingan teknis selama terjadi bencana
kabut asap.
 Memobilisasi tim bantuan kesehatan, terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, dan
perawat, dari rumah sakit vertical Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ke
provinsi terdampak kabut asap.
 Mengkoordinasikan pembelian masker dan multivitamin untuk provinsi terdampak kabut
asap dengan menggunakan dana siap pakai yang ada di Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB).
 Memantau perkembangan permasalahan kesehatan akibat Kebakaran Hutan dan Lahan
(Karhutla) selama 24 jam dengan memonitor data penyakit dan pelayanan kesehatan
akibat dampak kabut asap di puskesmas, rumah sakit, dan pos kesehatan.
 Menambah jam operasional layanan kesehatan di puskesmas dan puskesmas pembantu
menjadi 24 jam per hari
 Menghimbau masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas di luar rumah bila tidak perlu,
dan bila harus keluar rumah untuk menggunakan masker, cukup minum dan
mengonsumsi buah; segera berobat bila sakit; dan menyediakan kipas angina atau air
purifier di dalam ruangan.

Nah, itu adalah peran dari pihak pemerintah. Kemudian, bagaimana peran kita, sebagai
masyarakat daerah terdampak kabut asap untuk bersikap waspada terhadap bahaya kabut asap?
Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mengurangi atau bahkan
menghindari dampak buruk yang ditimbulkan oleh kabut asap, seperti :

 Mengurangi kegiatan di luar rumah guna menghindari kontak langsung dengan kabut
asap.
 Menggunakan masker atau kain untuk menutupi hidung dan mulut, baju lengan panjang,
dan penutup kepala ketika terpaksa keluar rumah, terutama untuk kelompok bumil, bayi,
balita, dan lansia.
 Hindari berpergian ke daerah yang sedang mengalami kebakaran, karena udara di sekitar
daerah kebakaran memiliki kadar CO2, CO, dan Partikel debu yang tinggi.
 Masuk ke ruang tertutup atau yang memiliki kipas angin atau filter udara.
 Perbanyak makan buah, sayur, dan makan-makanan bergizi seimbang lainnya.
 Cuci bagian tubuh segera setelah berkontak dengan udara berasap dan berdebu.
 Tutup sumber air minum dan cuci wadah makan dan minum dengan rutin agar tidak
terpapar partikel debu yang jatuh ke makanan atau air.
Namun, langkah-langkah diatas tentu tidak akan selalu sukses menghindarkan kita dari
paparan kabut asap pada udara sekitar. Oleh karena itu, kami, mahasiswa Fakultas Kedokteran
yang berada di Pulau Kalimantan, menuntut pemerintah untuk lebih giat dalam mengatasi
masalah kabut asap yang melanda provinsi-provinsi di Kalimantan ini. Terlebih, tak lama, di
pulau Kalimantan, akan berdiri sebuah wilayah Ibukota Negara, wilayah yang akan menjadi
pusat pemerintahan Republik Indonesia, wilayah yang akan menjadi pusat pertahanan Republik
Indonesia, wilayah yang akan menjadi pusat pembangunan Republik Indonesia, dan tentunya,
wilayah ini akan menjadi wajah Republik Indonesia yang baru di hadapan dunia. Apa kita ingin,
wajah baru Republik Indonesia nantinya akan ber’cadar’kan asap?
DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2019. Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI).

https://bnpb.cloud/dibi/ di kunjungi pada 30 Agustus 2019.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

2018. Hasil Utama RISKESDAS 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia.

Badan Pusat Statistika Provinsi Kalimantan Tengah. 2016. Jumlah Kasus 10 Penyakit Terbanyak

di Provinsi Kalimantan Tengah 2016.


https://kalteng.bps.go.id/statictable/2017/07/19/466/jumlah-kasus-10-penyakit-
terbanyak-di-provinsi-kalimantan-tengah-2016.html di kunjungi pada 1 September 2019.

Badan Pusat Statistika dan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. 2017. Profil

Kesehatan Kalimantan Selatan tahun 2017. Banjarmasin: Dinas Kesehatan Provinsi


Kalimantan Selatan.

Badan Pusat Statistika dan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. 2017. Profil Kesehatan

Kalimantan Timur tahun 2017. Samarinda: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur.

Badan Pusat Statistika dan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Utara. 2016. Profil Kesehatan

Kalimantan Utara tahun 2016. Tanjung Selor: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Utara.

Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan Republik Indonesia. 2018. SiPongi : Karhutla Monitoring Sistem.


http://sipongi.menlhk.go.id/home/main di kunjungi pada 1 September 2019.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. InfoDATIN :Masalah Kesehatan akibat

Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Jendela Epidemiologi Vol.3 : Pneumonia

Balita. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Pusat Layanan Data Kualitas Udara dan Kebakaran Hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Republik Indonesia. 2014. Indeks Standar Pencemaran Udara.
http://kualitasudara.menlhk.go.id/ispu/tentang_ispu di kunjungi pada 30 Agustus 2019.

Anda mungkin juga menyukai