Anda di halaman 1dari 3

FAKTOR RISIKO PENYAKIT DI KOTA BONTANG BERBASIS LINGKUNGAN

Kota Bontang, Kalimantan Timur. Bontang sebagaimana diketahui merupakan sebuah


kota kecil yang berada pada koordinat 0° 01’ Lintang Utara - 0° 12’ Lintang Utara dan 117° 23’
Bujur Timur - 117° 38’ Bujur Timur, dengan luas wilayah 14.780 (empat belas ribu tujuh ratus
delapan puluh) hektar. Batas wilayah Kota Bontang pada sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Kutai Timur, pada sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar, pada sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara, dan pada sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Kutai Timur (RTRW Kota Bontang tahun 2012-2032). Bontang sebagai
sebuah kota kecil yang terdapat di provinsi Kalimantan Timur merupakan kota yang berbasis
pada sektor industri dengan tiga perusahaan besarnya yaitu PT Badak NGL, PT Pupuk
Kalimantan Timur, dan PT Indominco Mandiri. Disamping ketiga perusahaan tersebut, di kota
ini juga terdapat banyak perusahaan kecil lainnya yang bergerak di bidang industri sebagai
penunjang untuk ketiga perusahaan besar tersebut. Konsekuensi negatif yang dapat
diakibatkan dari masalah perkembangan dan pembangunan perkotaan salah satunya
adalah masalah lingkungan. Pada permasalahan lingkungan dalam perkembangan dan
pembangunan suatu kota dampak negatif yang mucul dapat berupa kerusakan
lingkungan, banjir, polusi udara maupun air, dan sebagainya. Dampak negatif tersebut
dapat muncul salah satunya dikarenakan oleh berkurangnya ruang terbuka hijau, (Riani,
2017)

Selain itu perlu diketahui bahwa kota Bontang masih mempunyai berbagai macam
masalah kesehatan. Sehubungan dengan informasi yang didapatkan dari Puskesmas Bontang
Utara 2, diketahui bahwa masalah kesehatan yang dihadapi Kota Bontang selain penyakit
COVID-19 adalah penyakit tidak menular dan penyakit infeksi. Hal ini dilihat dari laporan
tahunan mengenai 10 penyakit tertinggi khususnya di Puskesmas Bontang Utara 2,
diketahui bahwa hipertensi dan diabetes melitus merupakan PTM dengan jumlah kasus
tertinggi dan tuberkulosis merupakan penyakit infeksi dengan jumlah kasus tertinggi di
wilayah kerja puskesmas ini. Hal ini dikarenakan wilayah tempat tinggal masyarakat
merupakan lokasi kerja dari salah satu perusahaan yang setiap harinya menghasilkan gas
kimia seperti gas amonia. (Agustini et al., 2022)

Hal tersebut juga selaras dengan perusahaan lain yang berdampak pada kesehatan
lingkungan. PT. Pupuk Kalimantan Timur Tbk. merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang didirikan pada tanggal 7 Desember 1977 dengan tujuan utama untuk pengembangan
industri dan ekonomi nasional, khususnya sektor industri pupuk dan industri kimia. Pabrik PT
Pupuk Kaltim ini. berlokasi di wilayah kota Bontang, Propinsi Kalimantan Timur. Unit pabrik
urea ini, pada kegiatan prosesnya dalam keadaan beroperasi normal mengeluarkan emisi debu
urea melalui unit Prilling Tower dan unit Granulator dan dibuang keudara / lingkungan. Dilihat
dari aspek produksi debu urea yang keluar dari peralatan Prilling Tower dan Granulator
merupakan kehilangan produksi Urea yang jumlahnya dari seluruh unit pabrik urea diperkirakan
sekitar 2 ton setiap harinya atau 730 ton dalam setahun.
Aspek-aspek lingkungan dengan adanya paparan debu urea dari prilling tower salah
satunya yaitu meliputi sudut pandang kesehatan. Ditinjau dari sudut pandang (aspect) kesehatan
sebenarnya jelas bahwa paparan debu urea akan memberikan dampak (impact) terhadap
kesehatan karyawan, pemukiman maupun lingkungan lainnya. Dengan mencari data sekunder
dari rumah sakit PT. Pupuk Kaltim terdapat paparan debu urea dengan kesehatan, terutama
penyakit ISPA, dalam bentuk trend bahaya pada kesehatan. (Rachman, 2006)

DAPUS

Agustini, R. T., Permana, L., & Helwena, H. (2022). Optimalisasi jendela informasi kesehatan
terkini sebagai media promosi kesehatan di puskesmas. Jurnal Inovasi Hasil Pengabdian
Masyarakat (JIPEMAS), 5(1), 92. https://doi.org/10.33474/jipemas.v5i1.13109
Rachman, S. (2006). Pengelolaan Emisi Debu Urea menjadi Produksi Bersih (Studi Kasus di PT.
Pupuk Kaltim Tbk. Bontang). In Tesis.
Riani, U. W. (2017). Bantuan Kepada Pemerintah.

Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat sampai saat ini.
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kondisi sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan adalah demam berdarah Dengue. Setiap tahunnya sekitar 50-100 juta penderita
demam berdarah dengue dilaporkan oleh WHO diseluruh dunia,dengan jumlah kematian sekitar
22.000 jiwa terutama anak-anak. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus
demam dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang merupakan perawatan di rumah sakit, dan
90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh
penyakit DHF mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2013)

Berdasarkan angka kesakitan demam berdarah pada tahun 2013 per 100.000 penduduk menurut
provinsi, provinsi Kalimantan Timur (KalTim) berada pada peringkat keempat dengan
presentase sebesar 92,73% setelah tiga provinsi berturut-turut Bali 168,48%, DKI Jakarta
104,4% dan DI Yogyakarta 95,99% (Kemenkes, 2014). Berdasarkan data Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2014 kasus Demam Berdarah di wilayah Kalimantan
Timur sebanyak 6.709 kasus yang tercatat. Jumlah penderita DBD terbesar ketujuh di Provinsi
Kalimantan Timur terdapat di Kota Bontang dengan jumlah penderita sebanyak 159 kasus.

Menurut (Anwar, 2000 dalam Sofian,2009) bahwa faktorfaktor resiko yang mempengaruhi
terjadinya penyakit demam berdarah dengue antara lain tingkat pengetahuan tentang tanda dan
gejala, cara penularan dan tingkat peningkatan kasus DBD dikarenakan pencegahan penyakit
DBD, kebiasaan tidur siang, kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan membersihkan tempat
penampungan air, kebiasaan membersikan halaman disekitar rumah yang terbuka dan tempat
penampungan air didalam atau diluar rumah yang positif jentik. Semua faktor-faktor tersebut
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian DBD.

Tingginya kasus demam berdarah dengue sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat. Perilaku
yang tidak sehat memberi ruang leluasa perilaku pada nyamuk Aedes aegypti untuk hidup dan
berkembang biak. Menurut Sebagian besar masyarakat yang telah mengetahui program
pemberantasan nyamuk demam berdarah melalui program 3M (menguras, menutup dan
mengubur), namun sebagian besar tidak banyak yang melaksanakannya, masyarakat lebih senang
jika pemberantasan nyamuk demam berdarah dilakukan dengan cara yang langsung dapat dilihat
yaitu dengan cara pengasapan (fogging) (Tatik, 2008 dalam (Limbong, 2012) .

https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/604/MASNIATI
%20ABDULLAH%20PUTRI%20--.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai