Anda di halaman 1dari 19

SPEKTRUM GELOMBANG

1. Pendahuluan

Spektrum gelombang bukan menjelaskan tentang detail permukaan gelombang dari data observasi
namun lebih menkelaskan muka laut sebagai proses stokastik, yaitu untuk mengetaui semua
kemungkinan karakteristik dari data observasi yang mungkin tejadi pada pengamatan aktual.
Pengamatan secara formal diartikan sebagai relasi dari proses stokastik. Treatment ini berdasarkan
pada random-phase/ model amplitudo, yang mengarahkan pada spektrum gelombang yang merupakan
bentuk paling penting dari gelombang laut dijelaskan.

Konsep dasar dari spektrum gelombang merupakan hal yang sederhana, tapi banyak aspek yang
membuat terlihat complicated. Untuk membedakan esensi dari aspek tambahan, lihat rekaman
gelombang terlebih dahulu, yaitu elevasi permukaan (t) pada suatu lokasi pada fungsi waktu dengan
durasi D, yang diperoleh dari laut dengan menggunakan wave buoy atau wave pole.

Gambar 3.4 observasi elevasi permukaan dan amplitudo serta fase spektrum

Kemudian rekaman yang ada dapat dibentuk kembali sebagai sum dari nilai terbesar dari komponen
harmonic gelombang dengan menggunakan deret forier:
N

(t) = ∑ ai cos(2πfi t + αi )
𝑖=1
(3.5.1)

dimana ai dan αi adalah amplitudo dan fase dari masing – masing frekuensi fi = i/ D (I = 1,2,3 ….) oleh
karena itu interval frekuensi f = 1/D. Dengan menggunakan analisis fourier diperoleh determinan dari
hasil amplitudo dan fase untuk tiap frekuensi dan diperoleh amplitudo serta fase spektrum untuk
rekaman yang ada. Dengan mensubsitusikan amplitudo dan fase ke persaman 3.5.1 maka akan dapat
mereproduce rekaman yang ada.

Untuk sebagian besar record, fase ternyata memiliki nilai antara 0 hingga 2π dengan masing-masing
preferensi untuk setiap nilai. Umumnya terjadi pada perairan dalam (bukan pada steep waves), maka
fase spektrum akan diabaikan (ingat distribusi yang seragam dan gunakan ketika dibutuhkan).
Kemudian hanya amplitudo spektrum yang menjadi ciri dari record gelombang. Ketika percobaan
diulangi yaitu pada kondisi elevasi permukaan yang secara statistika identik (misalnya pada badai yang
mirip dengan observasi pertama), waktu rekaman akan berbeda dan begitu pula dengan amplitudo
spektrum. Untuk menghilangkan karakter sampel dari spektrum ini, maka harus mengulang percobaan
berulangkali (M), lalu rata-ratakan semua percobaan, hal ini dilakukan untuk mencari average dari
amplitudo spektrum:
M
1
a̅i = ∑ ai,m
M
m=1
untuk semua frekuensi fi (3.5.2)

Dimana ai,m adalah nlai dari ai pada percobaan dengan nomor urut m. Untuk nilai M yang besar, nilai
dari a̅i konvergen (mendekati konstan ketika nilai M meningkat), sehingga masalah sampling dapat
1 2
diselesaikan. Namun, hal tersebut lebih penting pada distribusi variasi dari tiap komponen ̅̅̅
a . Ada
2 𝑖
dua alasan, pertama variasi dari kuantitas lebih relevan secara statistic daripada amplitudo. Misalnya
jumlah dari variasi dari komponen gelombang sama dengan variasi dari jumlah komponen gelombang
(yaitu elevasi permukaan laut acak). Berbeda dengan jumlah amplitudo yang tidak sama dengan
amplitudo jumlah (tidak ada amplitudo elevasi permukaan laut acak).

Alasan kedua adalah teori linier untuk gravity waves menunjukkan energi dari gelombang sebanding
dengan varian. Dapat diartikan bahwa varian adalah tautan terhadap sifat fisik seperti energi gelombang,
1 2
namun juga induksi gelombang kecepatan partikel dan variasi tekanan. Varian spektrum ̅̅̅ 2 𝑖
a adalah
diskrit, yaitu hanya frekuensi fi = i/ D yang ditampilkan, padahal banyak frekuensi yang ada pada laut.
1 2
Untuk menyelesaikan masalah tersebut maka perlu dilakukan distribusi varian ̅̅̅ a diseluruh interval
2 𝑖
1 ̅̅̅
frekuensi fi = i/ D, sehingga varian densitas a2𝑖 /f pada masing-masing frekuensi (yaitu konstan dalam
2
band frekuensi f). maka semua frekuensi akan dapat terwakili karena terdapat densitas varian. Ketika
varian telah terdistribusi di semua frekuensi tapi nilainya masih “lompat” dari satu frekuensi ke band
berikutnya (discontinuous). Maka dapat diselesaikan dengan membuat interval frekuensi f mendekati
nol. Maka dari itu varian dari densitas spektrum menjadi:
1 1 ̅̅̅ 1 1
E(f) = lim 𝑎2 atau E(f) = lim 𝐸 { 𝑎2 } (2.5.3)
𝑓  0 f 2 𝑓  0 f 2

1 2
Pada defines formalnya, untuk diperlakukan seperti diatas, everage 2 ̅̅̅
a𝑖 akan digantikan dengan nilai
1
yang diharapkan 𝐸 { 𝑎2 } dan band frekuensi harus berbeda pada tiap frekuensinya. Garis bawah pada
2
𝑎 menandakan bahwa amplitudo akan dianggap sebagai variabel acak. Pada frekuensi spektrum E(f)
satu dimensi hanya menjelaskan secara singkat konsep dari spektrum dan akan dijelaskan lebih lanjut
pada materi berikutnya.

2. Fase-acak / Model amplitudo

Model dasar untuk menjelaskan pergerakan elevasi permukaan (t) adalah fase-acak/ model amplitudo,
dimana elavasi permukaan dianggap sebagai jumlah dari banyak gelombang harmonic, yang masing-
masing memiliki amplitudo konstan dan fase yang dipilih acak untuk tiap waktu record (lihat Appendix
A7):
N

(𝑡) = ∑ 𝑎𝑖 cos(2𝜋f𝑖 t + 𝛼𝑖 )
𝑖=1
(3.5.4)

Dimana N adalah nilai yang besar (dari frekuensi) dan garis bawah dari amplitudo 𝑎𝑖 dan fase 𝛼𝑖
mengindikasikan data tersebut merupakan variabel acak.
Gambar 3.5 Penjumlahan banyak gelombang harmonic, konstan tapi dengan amplitudo dan fase acak,
membentuk muka laut yang acak.

Fase dan amplitudo menjadi variabel acak, sepenuhnya ditandai dengan probabilitas masing – masing
fungsi densitas. Pada model ini, fase tiap frekuensi fi tidak terdistribusi merata antara 0 hingga 2π;
1
𝑝(𝛼𝑖 ) = 2𝜋
untuk 0 < αi , 2π (3.5.5)

Dan amplitudo 𝑎𝑖 terdapat pada setiap frekuensi Rayleigh (dengan satu parameter μi yang bervariasi
pada frekuensi);

𝜋 𝑎𝑖 𝜋𝑎 2
𝑝(𝑎𝑖 ) = 2 exp(− 2𝑖 ) untuk 𝑎𝑖 ≥ 0 (3.5.6)
2 𝜇𝑖 4𝜇𝑖

Dimana μi adalah nilai yang diharapkan (expected value) dari amplitudo μi = E{ai} (lihat pada
Appemdix A untuk arti dari mean value sebagai expected value. Nilai frekuensi dari fi pada penjumlahan
dari persamaan (3.5.4) tidak terlalu penting selama
a. Frekuensinya terdistribusi secara rapat sepanjang sumbu frekuensi (yaitu perbedaan antara dua
frekuensi berurutan fi dan fi + 1 harus kecil bila dibandingkan dengan beberapa frekuensi gelombang
karakteristik)
b. Harus berada pada rentang yang tepat (0,05 – 1.0 Hz untuk gelombang laut)
Karena μi = E{ai} hanya satu-satunya parameter pada persamaan (3.5.6), karakteristik statistic dari ai
hanya disebabkan oleh satu parameter (setiap frekuensinya). Fungsi tersebut menunjukkan mean dari
amplitudo sepanjang sumbu frekuensi disebut sebagai amplitudo spektrum E{ai} (lihat gambar 3.6).

Untuk spektrum amplitudo tertentu, realisasi (t) dapat diselesaikan dengan persamaan (3.5.4) dengan
menggambarkan contoh nilai dari amplitudo ai dan fase αi dari fungsi densitas probabilitas masing-
masing, dimana setiap frekuensi berada dan independent. Wave record di laut dapat dilihat sebagai
suatu reaslisasi. Untuk setiap realisasi baru dari (t), nilai sampel dari ai dan αi juga secara acak
digambarkan dari fungsi probabilitas densitas. Ini (secara hipotesis) mungkin untuk membentuk sebuat
set (besar) dari realiasi dari muka laut (disebut sebagai ensemble).

Penerapan dari fase-acak/ model amplitudo pada gelombang laut yang nyata, harus mengikuti
pernyataan berikut:
 Fase acak/ model amplitudo terbentuk pada proses stasionary (Gausian). Untuk menggunakan
pendekatan ini pada kondisi di laut yang tidak pernah stasioner maka wave record perlu untuk
dibagi menjadi segmen yang dianggap mendekati stasioner ( dengan durasi 15 – 30 menit
merupakan waktu yang biasa digunakan untuk wave record pada laut, dan mungkin akan
overlapping pada segmennya). Selain itu di laut komponen gelombang tidak benar-benar
independen satu sama lain (sebagai fase-acak/ model amplitudo) karena ada tetap ada interaksi.
Namun apabila gelombang tidak terlalu curam atau tidak berada di perairan dangkal, interaksinya
lemah dan dapat diabaikan, membuat fase acak/ model amplitudo sebagai model dasar untuk
menjelaskan gelombang laut.

 Fase acak/ model amplitudo adalah penjumlahan dari komponen gelombang pada frekuensi diskrit
fi, dimana pada faktanya kontinum frekuensi apa di laut.

Ggambar 3.6 Fase-acak/ model amplitudo: pada setiap frekuensi tidak terdistribusi merata untuk fase
acak dan satu distribusi Rayleigh untuk amplitudo acak (ditandai oleh nilai yg diharapkan {𝑎𝑖 } ).
Gambar bagian atas: adalah deret dari frekuensi fi = 1,2,3,4,5, dst. Gambar bawah: ekspektasi hasil
dari amplitudo sebagai fungsi dari frekuensi yaitu amplitudo spektrum.

3. Variasi Densitas Spektrum

Amplitudo spektrum mengandung cukup informasi untuk menjelaskan elevasi muka laut realistis
sebagai stasioner, yaitu proses Gaussian. Untuk beberapa alasan ini akan lebih relevan untuk
1
menjelaskan informasi dalam spektrum dengan cara berbeda: mempertimbangkan varian 𝐸{2 𝑎𝑖2 }
daripada ekspektasi amplitudo E{ai}. Jadi lebih pertimbangkan varian spektrum daripada amplitudo
spektrum (lihat gambar 3.7 dan Note 3A). Cukup sepele dann juga cukup untuk mencirikan elevasi
muka laut. antara amplitudo dan varian spektrum berasal dari perbedaan frekuensi, dimana di alam tidak
terjadi pemisahan frekuensi. Semua frekuensi ada di laut. fase acak/ model amplitudo perlu untuk
1
dimodifikasi. Hal ini dilakukan dengan mendistribusikan varian 𝐸{2 𝑎𝑖2 } sepanjang interval frekuensi
fi pada frekuensi fi. hasil dari varian spektrum densitas E*fi adalah:
1 1
𝐸(𝑓) = lim ∆f
𝐸 {2 𝑎2 } (3.5.7)
∆𝑓𝑖 →0

fi adalah interval antar frekuensi. Spektrum di definisikan untuk semua frekuensi, namun tetap
bervariasi secara terputus-putus dari satu pita frekuensi ke pita frekuensi lainnya (lihat gambar 3.7).
fungsi kontinu dapat diperoleh dengan membuat pita frekuensi fi mendekati nol (lihat gambar 3.7):
1 1
𝐸(𝑓) = lim ∆f
𝐸 {2 𝑎 2 } (3.5.8)
∆𝑓 →0

Fungsi E(f) disebut sebagai varian densitas spektrum. Merupakan salah satu konsep terpenting
dalam buku ini.

Varian densitas spektrum memberikan penjelasan yang lengkap dari elevasi permukaan gelombang laut
secara statistika, asal elevasi permukaan dapat dilihat sebagai sesuatu yg stasioner, proses Gaussian.
Dapat diartikan semua karakteristik statistical dari medan gelombang dapat dijelaskan pada syarat
spektrum (dijelaskan pada bagian 5).

Gambar 3.7 transformasi dari disktit amplitudo spektrum dari fase acak/ model amplitudo menjadi
varian densitas spektrum kontinu

Dimensi dan satuan S.I. dari varian densitas E(f) mengikuti langsung dari definisinya (persamaan 3.5.8):
dimensi dari amplitudo a adalah [panjang] dan satuan internasionalnya adalah [m]; dimensi dari pita
frekuensi f adalah [waktu]-1 dan satuan internasionalnya adalah [s-1] atau [Hz]. Dimensi dari E(f)
adalah [panjang2/1/waktu] dan satuannya adalah [m2 s] atau [m2/Hz].

NOTE 3A Varian dari elevasi muka laut


Variam dari elevasi permukaan (t) dapat diartikan sebagai rata-rata (average) dari kuadrat elevasi
permukaan (relatif terhadap mean nya) 2 (overbar menunjukkan time-everaging). Pada gelombang
1 2
harmonik dengan amplitudo a, variannya adalah 2 = 2
𝑎 .

Pada fase acak/ model amplitudo untuk gelombang laut acak, sebagian besar dari gelombang
harmonik ditambahkan dan varian adalah jumlahnya (sum), yaitu elevasi permukaan acak (t),
bergantung pada penjumlahan varian individual (varian dari sum adalah sum dari varian)

N
1
Varian = 2 = E{2} = ∑ 𝐸 { 𝑎𝑖2 }
2
𝑖=1
Untuk E{} = 0

Akar kuadrat dari varian adalah deviasi standar  dari elevasi permukaan, yang mana dapat dilihat
sebagai skala vertikal dari tinggi gelombang. contohnya, tinggi signifikan gelombang HS ≈ 4 (liat
sesi 4.2.2)

4. Interpretasi varian densitas spektrum

Varian densitas spektrum telah dijelaskan pada sesi sebelumnya dengan mentransformasikan spektrum
amplitudo yang diskrit menjadi distribusi varian yang kontinu sepanjang frekuensi yang ada. Spektrum
menunjukkan seberapa banyak var dari pita frekuensi f berkontribusi pada total varian (lihat gambar
3.8):
∆var = ∫∆𝑓 𝐸(𝑓)d𝑓 (3.5.9)

Oleh karena itu total varian 2 (lihat Note 3A) dari elevasi muka laut adalah sum dari varian dari semua
pita frekuensi f atau pada spektrum berkelanjutan

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 = 2 = ∫0 𝐸(𝑓) 𝑑𝑓 (3.5.10)

Gambar 3.8 Interpretasi dari varian spektrum densitas sebagai distribusi dari total varian dari elevasi
muka laur semua frekuensi
Ingat, pada gelombang acak di lapangan kontrbusi dari frekuensi single untuk total varian sangat kecil.
Karena spectral bandwidth dari single frekuensi adalah nol: f  0 dan kontribusi var = E(f) f0.
Bagaimanapun spektrum merupakan salah satu gelombang harmonik, yaitu gelombang dengan satu
frekuensi, terdapat energi yang terbatas. Oleh karena itu spektrum terdiri dari delta fungsi pada
frekuensinya (sangat kecil dan tinggi tak terhingga, dengan integral berdasarkan varian dari gelombang
harmonik, gambar 3.9).

Varian densitas spektrum E(f) menunjukan bahwa varian dari elevasi muka laut terdistribusi pada
semua frekuensi, sehingga agak sulit untuk dipahami: karakteristik statistical (varian) terdistribusi pada
semua frekuensi komponen harmonik lah yang membentuk proses. Hal tersebut mungkin membantu
pada multi spektrum dengan g. kemudian diperoleh energi densitas spektrum. Spektrum menunjukkan
bagaimana energi gelombang terdistribusi sepanjang frekuensi, sebagaimana mudah untuk dipahami.

Secara umum bentuk gelombang dapat disimpulkan dari bentuk spektrum: semakin sempit spektrumnya
maka makin teratur gelombangnya. Spektrum yang sempit sesuai dengan gelombang harmonik.
Kemudian spektrum terdegenerasi menjadi fungsi delta pada suatu frekuensi, distribusi varian
sepanjang frekuensi yang sedikit lebih lebar membuat modulasi lambat gelombang harmonik, karena
berbeda sedikit dalam frekuensi dan karena itu keluar dari fase satu samalain dengan perlahan, inilah
yang membuat medan gelombang yang cukup teratur. Distribusi dari varian gelombang sepanjang
frekuensi yang lebih lebar membuat medan gelombang yang acak-acakan (ireguler waves), karena
komponen dalam waktu rekaman keluar dari fase satu sama lain dengan cepat.

Gambar 3.9 karakter (ir)regular dari gelombang untuk masing-masing lebar spektrum

Energi dari gelombang dapat dinyatakan dalam bentuk dari varian elevasi permukaan Karen enerfi dari
gelombang harmonic (per unit horizontal luas muka laut) adalah akar kuadrat dari waktu elevasi
percepatan gravitasi g dan densitas dari air , jadi total energi yaitu penjumlahan dari semua komponen,
per unit horizontal luasan muka laut:
Eenergi=  g 2 (3.5.11)
Sehingga dapat dikalikan varian densitas spektrum Evariance(f) = E(f) dengan g dan diperoleh energi
densitas spektrum sebagai:
Eenergi(f) =  g Evarian(f) (3.5.12)

Hubungan tersebut menunjukkan penggunaan kata ‘spektrum’ kurang tepat, karena bergantung antara
varian densitas spektrum dan energi densitas spektrum. Seringnya dua kondisi tersebut digunakan tanpa
memandang kondisi, dengan konteks indikasi dari keduanya tidak dimaksud. Hanya sebagai varian
densitas spektrum yang digunakan untuk menjelaskan aspek statistical dari gelombang, jadi energi
densitas spektrum dapat digunakan untuk menjelaskan aspek fisik dari gelombang (dengan limitasi dari
stasionary, model Gaussian dan teori linier dari gelombang gravitasi permukaan). Dengan alasan
spektrum diatas, komponen gelombang diasmsikan secara stasistikal dapat independent. Komponen
dapat di asumsikan bukan efek dari satu sama lain (harus berperilaku sebagai gelombang linier). Ini
menunjukkan keadaan sebenarnya untuk gelombang yang dibangkitkan oleh angina dan
menyederhanakan interpretasi dari spektrum karena perilaku dari gelombang linier lebih dimengerti.

5. Definisi Alternatif

Varian densitas spektrum dapat didefinsikan dengan cara lain yang mungkin yaitu: (a) domain
spectral atau (b) definisi formal.

Domain spectral

Varian densitas diatas dijelaskan sebagai kerentuan dari frekuensi f = 1/T (dimana T adalah periode
gelombang harmonic), namun dapat pula di formulasikan dalam keadaan frekuensi radian  = 2π/T.
korespondensi spektrum E() kemudian didefinisikan dama dengan cara yang sama dengan E(f);
perbedaannya hanya pada cos(2πft + α) yang digantikan dengan cos(t + α). Kemudian sprektral related
denga E(C) dan dapat dinyatakan dalam E(f) dan sebaliknya, namun harus diperhatikan bahwa total
varian 2 harus ada pada transformasi.
∞ ∞
2 = ∫0 𝐸(𝜔) 𝑑𝜔 = ∫0 𝐸(𝑓) 𝑑𝑓 (3.5.13)

Yang dengan mudah dapat dijelaskan dengan


E()d = E(f) df (3.5.14)

Atau

𝑑𝑓
𝐸() = 𝐸(𝑓) 𝑑 = 𝐸(𝑓)𝐽 (3.5.15)

J = df/d dan ini disebut dengan Jacobian. Pada hal ini, transformasi E(f) menjadi E() adalah nilai
dari J = 1/(2π). Oleh karena itu, bukan hanya mentransformasikan frekuensi f menjadi , namun juga
mentransformasikan densitas E(f) menjadi densitas E().

Definisi Fornal

Varian densitas spektrum dapat didefinisikan dalam kondisi fase acak/ model amplitudo. Definisi
alternatif dari spektrum sebenarnya dapat disamakan dengan interpretasi dalam menunjukan distribusi
varian total pada frekuensi, pada dasarnya berdasarkan transformasi Fourier dari fungsi auto-covariance
dari elevasi muka laut:

𝐸̃ (𝑓) = ∫−∞ 𝐶(𝜏) cos(2𝜋𝑓𝜏) 𝑑𝜏 untuk -∞ ≤ f ≤ ∞ (3.5.16)

Dimana fungsi auto-covariance C(τ) didefinisikan sebagai average produk dari elevasi pada momen t
dan t + τ. pada proses stasioner, nilai dari t tidak relevan (karena definisi semua karakteristik statistical
tidak konstan terhadap waktu) dan fungsi auto-covariance hanya bergantung pada perbedaan waktu τ:
𝐶(𝜏) = 𝐸 {(𝑡)(𝑡 + 𝜏)} untuk 𝐸 {(𝑡)} = 0 (3.5.17)

Untuk kondisi gelombang stasioner, antara Ẽ(f) dan C(τ) adalah fungsi genap, yaitu Ẽ(-f) = Ẽ(f) dan C(-
τ) = C(τ). Varian densitas spektrum E(f) didefinisikan sebagai
E(f) = 2 Ẽ(f) untuk F ≥ 0 (3.5.18)

Karena C(τ) memiliki semua covariance dari dungsi densitas daro (t) dan (t + τ) untuk setiap t dan
τ, sehingga dapat menjelaskan secara lengkap tentang proses dalam esensi statistical (jika menggunakan
proses statistical dan Gaussian dan mean nol). Pada bagian 3 varian densitas spektrum juga memuat
penjelasan yang lengkap. Pernyataan ini berdasarkan fakta transformasi Fourier itu reversibel. Jadi
terbentuk persamaan (3.5.16). reversibelitas ini menyebabkan suatu fungsi dapat dinyatakan dalam pada
terms lainnya tanpa kehilangan informasi. Varian densitas spektrum juga mengandung informasi yang
sama dengan fungsi auto-covariance dan dijelaskan sebagai stasioner, proses Gaussian juga dengan

lengkap sebagai fungsi auto-covariance. Juga diikuti oleh total varian 2 = 𝐶(0) = ∫ 𝐸̃ (𝑓)d𝑓 =
−∞

∫0 𝐸(𝑓)d𝑓, dimana hal itu menunjukkan bahwa spektrum E(f) memberikan distribusi dari varian total
disemua frekuensi. Ingat definisi untuk tidak memerlukan asumsi dari komponen gelombang
independen (namun sedikit relastis untuk gelombang yang dibangkitkan angina dan menyederhanakan
interpretasi dari spektrum).

Definisi dari varian densitas spektrum yang berdasarkan fungsi auto-covariance tidak digunakan terlalu
sering karena komputasi korespondensi (fungsi auto-covariance dan transformasi Fourier) kurang
efektif bila dibandingkan dengan menghitung amplitudo secara langsung dari wave record dengan
persaman (3.5.8) (Atau bisa disebut dengan Fast Fourier Transform, FFT).

6. Frekuensi – Arah Spektrum

Pada varian sensitas spektrum satu dimensi karakteristiknya stasioner, Elevasi permukaan Gaussian
sebagai fungsi dari waktu (pada satu lokasi geografis). Untuk menjelaskan pada keadaan sebenarnya,
tiga dimensi pergerakan gelombang digunakan dengan menambahkan dimensi horizontal. Pada
akhirnya menggembangkan fase acaka/ model amplitudo dengan mempertimbangkan gelombang
harmonif yang berpropagasi dalam x,y dengan arah  yang relative terhadap sumbu x positif
(menggunakan  daripada f untuk mempersingkat notasi):
(𝑥, 𝑦, 𝑡) = 𝑎 cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑥 𝑐𝑜𝑠𝜃 − 𝑘𝑦 𝑠𝑖𝑛𝜃 + 𝛼) (3.5.19.a)

Atau
(𝑥, 𝑦, 𝑡) = 𝑎 cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑥 𝑥 − 𝑘𝑦 𝑦 + 𝛼) (3.1.19.b)

Dimana wave number k = 2π/L (L adalah panjang gelombang harmonic), kx = k cos , ky = k sin , dan
 adalah aeah dari propagasi gelombang (yaitu normal dari puncak dari masing-masing komponen).
Analogi untuk model satu dimensi yang sesuai dengan tiga dimensi fase acak/ model amplitudo (dalam
x, y, dan t) adalah Idari banyak nilai dari propagasi gelombang harmonik).

Gambar 3.10 Pergerakan acak gelombang terhadap waktu, yaitu penjumlahan dari banyak nilai dari
komponen gelombang harmonic, bergerak melintasi muka laut dengan periode, arah, amplitudo, dan
fase yang berbeda.

(𝑥, 𝑦, 𝑡) = ∑N M
𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑎𝑖,𝑗 cos(𝜔𝑖 𝑡 − 𝑘𝑖 𝑥𝑐𝑜𝑠𝜃𝑗 − 𝑘𝑖 𝑦 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑗 − 𝛼𝑖,𝑗 ) (3.5.20)

Dengan menambahan dua dimensi ke satu dimensi awal fase acak/ model amplitudo (dimensi x dan y,
ditambahkan waktu t atau ekivalen wave number k dan arah , ditambahkan dalam frekuensi ) akan
menghasilkan dua indeks lagi dalam penjumlahan persamaan (3.5.20). jadi indeks untuk wave number
k sama dengan indeks untuk frekuensi , karena frekuensi dan wave number terkait (hubungan disperse
dari teori linier dari gelombang grabitasi permukaan, 2 = g k tanh(kd), dimana d adalah kedalaman
air). setiap wave bumber k berkorespondens dengan satu frekuensi  dan sebaliknya. Sepertinya fase
acaka/ model amplitudo tiga dimensi direduksi menjadi model dua dimensi dalam terms dari frekuensi
(atau wave number) atau arah. Setiap komponen gelombang juga dapat diindikasikan dengan
menggunakan persamaan (3.5.20) dengan hanya dua indicator: I (untuk frekuensi atau wave number)
dan j (untuk arah).

Sebagai model satu dimensi, setiap individual komponen dalam model dua dimensi memiliki amplitudo
acak 𝑎𝑖,𝑗 (distribusi Rayleigh) dan fase acak 𝛼𝑖,𝑗 (distribusi tidak merata). Terlebih analogi dari definisi
spektrum satu dimensi adalah nilai pasti dari frekuensi I dan arah j tidak terlalu penting selama
intervalnya kecil (misalnya pada fraksi yang kecil dari karakteristik periode gelombang dan fraksi kecil
dari 360), frekuensi adalah rentang dari gelombang yang dibangkitkan angina dan arah dalam satu
putaran. Fase acak/model amplitudo dua dimensi menggambarkan proses Gaussian dan ini stasioner
terhadap waktu dan homogeny dalam bidang x dan y: pola spasial daei pergerakan elevasi permukaan
yang acak, dilihat sebagai sum dari propagasi banyak komponen gelombang dengan amplitudo yang
beragam, fase dan frekuensi (atau panjang gelombang) falam arah yang berbeda. Menyebabkan
representasi realistis yang acak.

Dengan menggunakan teknik yang sama, diskrit amplitudo dua dimensi spektrum dapat
ditransformasikan menjadi varian densitas dua dimensi yang kontinu, untuk semua I dan j (gambar 3.11)
1 1
𝐸(𝜔, 𝜃) = lim lim 𝐸 {2 𝑎2 } (3.5.21)
∆𝜔→0 ∆𝜃→0 ∆𝜔∆𝜃

Atau, pada terms dari frekuensi f,


1 1
𝐸(𝑓, 𝜃) = lim lim 𝐸 {2 𝑎2 } (3.5.22)
∆𝑓→0 ∆𝜃→0 ∆𝑓∆𝜃

Dengan menggunakan Jacobian,


1
𝐸(𝜔, 𝜃) = 2𝜋
𝐸(𝑓, 𝜃) (3.5.23)

Dimensi dan satuan internasional dari E(f,) diikuti secara langsung oleh definisinya: dimensi dari
amplitudo 𝑎 adalah {panjang} dan satuan S.I nya adalah [m]. dimensi dari frekuensi band f adalah
[waktu]-1 dan satuan S.I.nya adalah [s-1] atau [Hz]. Arah band  adalah dimensional namun satuanya
antara radian atau derajat. Dimensi dari E(f,) antara persamaan (3.5.22) [panjang2/(1/time)] dan
satuannya [m2/Hz/radian] atau [m2/Hz/degree].

Gambar 3.11 spektrum dua dimensi dari gelombang yang dibangkitkan angina (dalam koordinat
polar)

Spektrum E(f,) dua dimensi menunjukan varian dari (x, y, t) terdistribusi pada semua frekuensi dan
arah seperti pada frekuensi spektrum satu dimensi. Volume dari E(f,) adalah varian total 2 dari elevasi
muka laut:
∞ 2𝜋
2 = ∫0 ∫0 𝐸(𝑓, 𝜃)d𝜃 d𝑓 (3.5.24)
Kontribusi dari spektral bin (f, ) pada total varian (lihat gambar 3.12 dan persamaan 3.5.9)

Gambar 3.12 Kontribusi var dari spektral bin (f, ) untuk varian total dari gelombang
∆𝑣𝑎𝑟 = ∫∆𝑓 ∫∆𝜃 𝐸(𝑓, 𝜃)d𝜃 d𝑓 (3.5.25)

Pada frekuensi spektrum E(f) satu dimensi tidak terdapat informasi arah, dapat diperoleh dari arah
frekuensi spektrum E(f,) dengan menghilangkan semua informasi arah dengan mengintegralkan semua
arah (tiap frekuensi):
2𝜋
𝐸(𝑓) = ∫0 𝐸(𝑓, 𝜃)d𝜃 (3.5.26)

7. Spektrum di Laut

Berdasarkan badai di laut Norwegia yang membentuk swell yang bergerak ke selatan menuju laut utara,
swell akan sampai satu hingga dua hari setelah keluar dari pantai Belanda, yang dapat bertemu dengan
young sea state yang dibangkitkan oleh angin lokal dari arah baratan. Spektrum yang keluar dari pantai
Belanda akan menunjukkan dua sistem gelombang: swell dari utara dan angina laut baru dari barat.

Swell umumnya memiliki frekuensi yang lebih lemah dibandingkan angina laut baru, jadi pada kasus
ini dua sistem gelombang terpisah, setiap frekuensi dan pada arah. Terlebih swell lebih teratus dan long-
crested, jadi spektrum ini sempit (antara frekuensi dan arahnya0. Sedangkan angina laut baru lebih acak
dan short-creasted dan spektrum ini jauh lebih luas. Spektrum keluar dari pantai Belanda akan sedikit
berbeda pada situasi ini: panah, spektrum frekuensi rendah yang berorientasi di arah selatan (arah
propagasi) menggambarkan swell dan lebih spektrum yang lebih luas pada frekuensi yang lebih atas
yang bergerak menuju arah timur menggambarkan angin laut lokal. Spektrum satu dimensi diperoleh
dengan mengintegralkan spektrum dua dimensi pada arah adalah sama dengan berbeda karena swell
dan angin lokal pebeda frekuensi.
Gambar 3.13 interpretasi dari spektrum gelombang keluar dari pantai Belanda ketika ada swell yg
bergerak ke utara yang dibangkitkan oleh badai di pantai Norwegia, bertemu dengan angina laut lokal
baratan

8. Wave-number Spektral

Telah dijelaskan bahwa elevasi permukaan dianggap spasial, permukaan bergerak yaitu sebagai fungsi
dari ruang dan waktu: (x, y, t). dapat pula dianggap sebagai fungsi ruang saja, yaitu satu mement pada
waktu (permukaan yang ‘frozen’). Elevasi permukaan dapat menjadi fungsi antara dua koordinat
spasial; (𝑥, 𝑦) atau hanya pada satu koordinat spasial saja (horizontal) (𝑥).

Pergerakan spasial muka laut (𝑥, 𝑦, 𝑡) dapat dijelaskan tanpa menggasumsikan dengan hubungan
disperse dari teori gelombang linier. Kemudian dijelaskan dengan menggunakan tiga dimensi frekuensi
wave number spektrum.

Wave number Spektrum Satu dimensi

Definisi dariwave number spektrum saru dimensi identik dengan frekuensi spektrum satu dimensi
kecuali pada waktu t yang digantikan dengan koordinat horizontal x dan frekuensi radian  diganti
dengan wave number k. Spektrum varian densitas satu dimensi dengan terms wave number, E(k):
1
𝐸(𝑘) = lim 𝐸 {2 𝑎2 } (3.5.27)
∆𝑘

Dimana k adalah wave number bandwidth. Karena frekuensi  dan wave number k terkait melalui
hubungan disperse dari teori linier untuk gravity waves permukaan, spektrum wave number dapat
didapat dari frekuensi spektrum dengan
𝑑𝜔
𝐸(𝑘) = 𝐸(𝜔) 𝑑𝑘 (3.5.28)
Dimana d/dk adalah Jacobian yang diperlukan untuk merubah dari frekuensi radian menjadi domain
wave number(cg = d/dk), jadi:
𝐸(𝑘) = 𝑐𝑔 𝐸(𝜔) (3.5.29)

Semua karakteristik spektrum wave number satu dimensi identik atau sejlan dengan frekuensi spektrum,
misalnya total varian gelombang diperoleh dengan:

2 = ∫0 𝐸(𝑘)d𝑘 (3.5.30)

Spektrum Frekuensi Wave number Dua Dimensi

Komponen gelombang harmonik yang mendasari deskripsi spektral dari muka laut frozen, dalam
dpasial dua dimensi x dan y:
(𝑥, 𝑦) = 𝑎𝑖,𝑗 cos(𝑘𝑥,𝑖 𝑥 + 𝑘𝑦,𝑗 + 𝛼𝑖,𝑗 (3.5.31)

Dan sesuai dengan spektrum wave number dua dimensi E(kx, ky). Analogi dari definisi diatas dari
berbagai spektrum sebagai:
1 1
𝐸(𝑘𝑥 𝑘𝑦 ) = lim lim∆𝑘 ∆𝑘
𝐸 {2 𝑎2 } (3.5.32)
∆𝑘𝑥 →0 ∆𝑘𝑦 →0 𝑥 𝑦

Dimana kx dan ky adalah bandwidths spektral. Kx = k cos  dan Ky = k sin , dan 𝑘 = √𝑘𝑥2 + 𝑘𝑦2
dan  = arctan(ky/kx), jadi ekifalen spektrum dua dimensi dapat didefinisikan menjadi:
1 1
𝐸(𝑘, 𝜃) = lim lim 𝐸 { 𝑎2 } (3.5.33)
∆𝑘→0 ∆𝜃→0 ∆𝑘∆𝜃 2

Karena k dan  dalah bandwidths spektral, maka dua spektral terkait dengan:
𝐸(𝑘, 𝜃) = 𝐸(𝑘𝑥 𝑘𝑦 ) 𝐽 (3.5.34)

Dimana J = k, Jacobian digunakan untuk mentransformasi spektrum dari dua dimensi domain 𝑘⃗ menjadi
dua dimensi domain k, . Arah frekuensi spektrum dua dimensi E(, ) diperoleh dari E(k, )
𝐸(𝜔, 𝜃) = 𝐸(𝑘, 𝜃)𝐽 (3.5.35)

Dimana Jacobian J = dk/d = 1/cg. sehingga dapat dicari dengan c = /k


𝑐𝑐𝑔
𝐸(𝑘𝑥 𝑘𝑦 ) = 𝜔
𝐸(𝜔, 𝜃) (3.5.36)

Spektrum wave number satu dimensi diperoleh dari E(k, ) dengan mengintegralkan semua:
2𝜋
𝐸(𝑘) = ∫0 𝐸(𝑘, 𝜃)d𝜃 (3.5.37)

Spektrum Frekuensi Wave number Tiga Dimensi

Jika hubungan disperse tidak diasumsikan prioritas (untuk dengan mudah memverivikasi hubungan
dengan pengamatan), maka transformasi tidak dapat dibentuk. Muka laut acak dapat dilihat sebagai sum
dari propagasi banyak gelombang harmonic dengan frekuensi dan wave number yang independen:
N M P

(𝑥, 𝑦, 𝑡) = ∑ ∑ ∑ 𝑎𝑖,𝑗,𝑙 cos(𝜔𝑖 𝑡 − 𝑘𝑗 𝑥 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑙 − 𝑘𝑗 𝑦 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑙 + 𝛼𝑖,𝑗,𝑙


𝑖=1 𝑗=1 𝑙=1
(3.5.38)

Terdapat tiga indeks dalam persamaan: frekuensi pada model ini memiliki indeks i dan ini berbeda
dengan indeks wave number j. dengan menggunakan teknik yang sama, varian spektrum densitas tiga
dimensi dapat didefinisikan menjadi:
1 1
𝐸(𝜔, 𝑘, 𝜃) = lim lim lim 𝐸 {2 𝑎2 } (3.5.39)
∆𝜔→0∆𝑘→0∆𝜃→0 ∆𝜔∆𝑘∆𝜃

Frekuensi alternative vektor spektrum wave number E(,kx,ky) = E(,𝑘⃗) dan dapat ditransformasikan
menjadi spektrum tiga dimensi E(, k, ) dengan Jacobian yang tepat, karena hubungan antara wave
number k dan arah  pada satu tangan dan wave number vector 𝑘⃗ = (kx,ky)pada tangan lainnya
(persamaan 3.5.34). Definisi dari spektrum E(,kx,ky) pada dasarnya sama dengan model yang
digunakan untuk mendefinisikan E(, k, ), dengan kj cos l dan kj sin l digantikan dengan kx,j dan ky,l.

Jika gelombang berperilaku sebagai gelombang linier, maka spektrum E(, k, ) collapses ke bidang
spektral , kx,ky (hubungan dispersi). Deviasi dari teori hubungan dispersi (tanpa ambient current)
mungkin disebabkan oleh ambient current. Kecepatan dan arah arus dapat disimpulkan dari pengamatan
E(,kx,ky).

9. Akusisi Spektrum

Teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum satu atau dua dimensi pada dasarnya mengikuti:
Pengukuran elevasi muka laut dengan teknik in situ atau remote sensing dan analisis dari rekaman
atau prediksi spektrum dengan menggunakan model gelombang numerik menggunakan angina,
pasang dan informasi topografi dasar laut.

Spektrum tiga dimensi sangat sulit untuk didapat karena harus melibatkan pengukuran pemukaan laut
secara tiga dimensi, pergerakaan permukaan (namun kadang dapat dilakukan, misalnua dengan stereo
atau radar-film, atau menggunakan teknik seperti yang dijelaskan pada 2.4.1). pengoperasian model
spektral gelombang selalu mengasumsikan gelombang linier dan memprediksikan spektrum dua
dimensi (umumnya E(f, )). Pengukuran in situ (misalnya dengan bouy), diikuti dengan analisis spektral
yang sesuai dapat menghsilkan estimasi yang reasonable dari spektrum frekuensi satu dimensi E(f) atau
E().

Mean arah dan penyebaran directional tiap frekuensi dapat ditentukan jika ditambahkan beberapa
karakteristik spasial dari gelombang yang diukur (misalnya dengan pitch-and-roll bouy). Remote
sensing dan model gelombang numeric dapat mengestimasi secara penuh spektrum dua dimensi,
terutama spektrum wave number E(kx, ky) (remote sensing) atau E(f, ) (model gelombang), dari
frekuensi spektrum satu dimensi E(f) dan akan dipeoleh dengan mudah.
STATISTIK

Short-term statistic

Karakteristik gelombang angin (wind wave) dibagi menjadi dua skala, yaitu skala pendek dan skala
panjang. Skala pendek mengasumsikan bahwa elevasi permukaan sebagai gelombang stasioner (proses
Gaussian). Asumsi ini biasa digunakan pada pengukuran gelombang dengan durasi pengamatan 15 - 30
menit. Namun biasanya asumsi ini terlalu disimplifikasi karena gelombang dengan karakteristik
tersebut dapat dihasilkan oleh badai di permukaan laut yang berlangsung 6 - 12 jam.

Statistik berhubungan dengan efek kumulatif gelombang dan nilai ekstrim gelombang. Efek kumulatif
gelombang meliputi elevasi permukaan sesaat, elevasi permukaan pada level tertentu, tinggi puncak,
dan kelompok gelombang Sedangkan nilai ekstrim meliputi tinggi puncak dan tinggi gelombang
terbesar pada durasi tertentu.

1. Elevasi permukaan sesaat

Dalam pendekatan gelombang linear, yaitu model fase/amplitudo acak, elevasi permukaan sesaat yang
terjadi pada momen sembarang t1 dalam waktu η(𝑡) = η(𝑡1 ) merupakan distribusi Gaussian.
Asumsikan rata-ratanya adalah nol (𝐸 {η} = 0), maka fungsi probabilitas densitas Gausian dapat ditulis
sebagai berikut
1 η2
𝑝(η) = (2𝜋 𝑚 )1/2
𝑒𝑥𝑝 (− 2𝑚 ) Untuk zero-mean 𝐸 = {} 4.2.1
0 0

dimana 𝑚01/2 merupakan standar deviasi σ pada elevasi permukaan.

Note 4A Momen Spektrum Gelombang

Ketika elevasi permukaan laut acak dianggap stasioner, proses Gaussian, maka semua karakteristik
statistiknya ditentukan oleh variasi densitas spektrum 𝐸(𝑓), digambarkan dalam bentuk momen
spektrum, yang dirumuskan sebagai berikut

𝑚𝑛 = ∫0 𝑓 𝑛 𝐸(𝑓)𝑑𝑓 dengan n = …, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, …

Momen mn disebut sebagai ‘momen ke-n’ dari 𝐸(𝑓). Contoh: variasi dari elevasi permukaan η2 adalah
momen ke-0 (𝜇η = 𝐸 {η} = 0), maka

Variasi = 𝐸 {η2 } = ∫0 𝑓 𝑛 𝐸(𝑓)𝑑𝑓 = 𝑚0

Dengan perhitungan empiris tersebut, akan memerlukan pengamatan gelombang yang banyak di laut
dengan kondisi statistic yang identik (dimana harus ada badai badai yang identic juga) untuk
memperoleh sejumlah besar nilai sampel η pada waktu t1 untuk membandingkannya dengan distribusi
gaussian. Hal ini tidak mungkin.
Gambar 4.1 Histogram pengamatan elevasi muka laut dan korespondensi probabilitas fungsi densitas
Gaussian. Gambar a: gelombang steep pada perairan dalam (Hs 2,7 m mean period 5.3 s, steepness
0,06, kedalaman 70 m). gambar b1 dan b2: gelombang tinggi pada perairan dangkal )Hs: 3,55 ,,
kedalaman 8,8 m, rasio Hs/kedalaman 0,44).

Sehingga, dipertimbangkan bahwa elevasi permukaan sebagai fungsi waktu dari gelombang stasioner
(dengan asumsi proses ergodic, yaitu rata rata ensemble sama dengan waktu rata-rata). Nilai dari elevasi
permukaan η(𝑡𝑗 ), η(𝑡𝑗+1 ), η(𝑡𝑗+2 ), … kemudian diganti dengan nilai ensemble dari tinggi permukaan
η(𝑡𝑗+1 ) pada waktu t1. Biasanya pengamatan dan teori probabilitas densitas memperoleh hasil yang
cukup baik, setidaknya pada open sea (perairan dalam), tetapi tinggi puncak hasil pengamatan sedikit
lebih sering daripada model Gaussian dan palungnya sedikit lebih jarang. Untuk steep wave (gelombag
curam) di perairan dangkal perbedaannya akan lebih besar karena gelombangnya lebih non linier.
Berdasarkan gambar diatas terlihat bagaimana perbandingan distribusi hasil pengamatan dan Gaussian.
Gelombang curam (dengan kecuraman 0,06) pada perairan dalam dan gelombang tinggi (Hm0 = 0,44
dari kedalamannya) pada perairan dangkal sama-sama memiliki karakter nonlinier yang kuat. Secara
umum terlihat bahwa puncak grafik distribusi gaussian tidak sama dengan pengamatannya, baik
gelombang curam di perairan dalam maupun gelombang tinggi di perairan dangkal.

Gambar 4.2 Analogi perbedaan gelombang harmonic dan gelombang Stokes


Gambar diatas menunjukkan perbedaan antara gelombang harmonik dan gelombang linear. Gambar (a)
menunjukkan gelombang harmonic dan gelombang di lapangan (tipe stokes) sedangkan gambar (b)
menunjukkan distribusi gaussian dan probabilitas densitas pada laut. Perbedaan diakibatkan karena
gelombang nonlinier mengakibatkan puncak lebih tinggi dan lebih tajam sedangkan palung
gelombangnya menjadi lebih datar. Hal ini menunjukkan, pada gelombang nonlinear, ketinggian
gelombang di puncak lebih lama jika dibandingkan dengan gelombang harmonik. Dapat dikatakan
probabilitas elevasi permukaan berada di ketinggian yang lebih besar menyebabkan fraksi waktu yang
besar. Hal ini menjelaskan mengapa model gaussian (yang merupakan model gelombang stasioner)
underestimate dibanding hasil pengamatan. Jika dilihat pada gambar, di dekat garis tengah (η=0),
kemiringan yang cukup curam dari gelombang di lapangan mengurang fraksi waktu elevasi di sekitar
nol, dan mengurai probabilitasnya. Total efek adalah fungsi probabilitas densitas dari elevasi
permukaan lapangan yang condong ke nilai negatif tetapi ekstremnya, baik positif maupun negative,
sama-sama digeser ke atas. Karakter miring ini juga terlihat secara visual pada kertas rekaman
gelombang. Terlihat bahwa puncak yang lebih curam dan lembah yang lebih datar berorientasi terbalik
atau tidak.

Gambar 4.3 Up crossing elevasi muka lauy pada level  dan interval waktu yang sesuai T secara
statistic pada gelombang stasioner.

2. Wave height and period

Karakteristik statistic dari tinggi gelombang dapat diperoleh dari spektrum gelombang. Perumusan ini
diperoleh dari Rice (1944, 1945, 1954) untuk rata-rata time interval antara level crossing pada stasioner,
proses Gaussian. Fungsi probabilitas pada tinggi puncak dan tinggi gelombang dapat diperoleh dari
rumus-rumus berikut dengan syarat spektrumnya harus sempit.

Wave height

Integral dari fungsi probabilitas densitas Gaussian menghasilkan probabilitas dimana η(𝑡) berada
dibawah level η tertentu, atau fraksi waktu dimana η(𝑡) berada dibawah level tersebut. Fraksi waktu
tidak menunjukkan seberapa sering elevasi permukaan melwati level tersebut atau interval waktu saat
crossing.

Rata-rata dari interval waktu (𝑇η antara up dan down crossing yang melewati level η) di rumuskan
sebagai berikut
𝑚 η 2
𝑇̅η = √𝑚0⁄𝑒𝑥𝑝 (− 2𝑚 ) (4.2.2)
2 0

Dimana 𝑚0 dan 𝑚2 adalah momen ke-0 dab ke-2 yang merepresentasikan variasi spektrum densitas
𝐸(𝑓). Sedangkan rumus untuk mencari spektrum frekuensi adalah
𝑚 η2
𝑓η̅ = √𝑚2⁄𝑒𝑥𝑝 (− 2𝑚 ) (4.2.3)
0 0

Ketika momen ke-0, maka η = 0, sehingga


𝑚
𝑇̅0 = √𝑚0 (4.2.4)
2

dan
𝑚
𝑓0̅ = √𝑚2 (4.2.5)
0

Nilai dari 𝑚2 , sayangnya, sangat sensitif terhadap error kecil atau variasi saat pengukuran dan teknik
analisisnya. Contohnya, integrasi interval menggunakan 𝑚0 dan 𝑚2 dari spektrum harus menggunakan
𝑓 = 0 hingga 𝑓 = ∞, sedangkan dipraktik sebenarnya dari 0 hingga batas atasnya. Energi densitas dari
frekuensi tinggi akan meningkat seiring pertambahan momennya. Ini menunjukkan nilai momen yang
besar akan lebih sensitif pada spektrum di frekuensi tinggi. Sama halnya dengan mengestimasi 𝑇̅0 secara
langsung (tanpa menggunakan momen dari spektrum), dikatakan bahwa semua hasil rekaman
gelombang digunakan untuk mencari rata-rata. Pada praktiknya, digunakan nilai batas untuk
menghindari variasi non fisik dekat zero-level. Berdasarkan hal tersebut, 𝑇̅0 tidak selalu bisa digunakan
untuk mengestimasi karakteristik periode gelombang. Sehingga, terkadang digunakan rumus lain
dimana rata-rata periode dengan perhitungan yang tidak terlalu bergantung dengan frekuensi tinggi.
𝑚 −1
−1
𝑇𝑚01 = 𝑓𝑚𝑒𝑎𝑛 = (𝑚1 ) (4.2.6)
0

Karakteristik lain dari periode gelomvang adalah periode gelombang signifikan 𝑇1/3. Sama halnya
dengan 𝑇𝑚01 , periode signifikan tidak bergantung pada gangguan frekuensi tinggi, tapi bergantung pada
gelombang yang lebih tinggi. Untuk alun (atau gelombang dengan spektrum sempit), 𝑇1/3 sama dengan
periode puncak spektrum (kebalikan dari frekuensi puncak).
𝑇1/3 ≈ 𝑇𝑝𝑒𝑎𝑘 untuk alun (4.2.7)

Sedangkan untuk gelombang angin, kasusnya tidak sama dengan alun. Tapi secara empiris, jika
spektrum angin laut unimodal (modusnya hanya ada satu), maka rata-rata periode dari gelombang yang
lebih tinggi 𝑇̅𝐻 akan lebih pendek dari kebalikan dari frekuensi puncak 𝑓𝑝𝑒𝑎𝑘
𝑇̅𝐻 ≈ 0.95𝑇𝑝𝑒𝑎𝑘 untuk angin laut dan 𝐻 ≥ 1.5𝐻̅ (4.2.8)

Dimana 𝐻 ̅ adalah rata-rata tinggi gelombang. Karena periode gelombang signifikan diambil dari
gelombang-gelombang yang lebih tinggi, maka
𝑇1/3 ≈ 0.95𝑇𝑝𝑒𝑎𝑘 untuk angin laut (4.2.9)

Anda mungkin juga menyukai