Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN

PRAKTIK ISLAMOLOGI TERAPAN (PIT)

PERAN PEREMPUAN DALAM INDUSTRI GERABAH

(Studi Kasus; Perempuan Pengrajin Gerabah di Dusun Kebagusan Desa Sitiwinangun


Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon)

Periode 10 Februari 2020 – 10 April 2020

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir

Dosen Pembimbing Lapangan : Udin Komarudin S.PdI, SE.Sy, ME

Disusun Oleh :

FITRI NURAJIZAH

NIM : 16120013

FAKULTAS SYARI’AH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

INSTITUT STUDI ISLAM FAHMINA


( I S I F ) CIREBON TAHUN AKADEMIK 2019/2020
Jl. Swasembada No.15 Majasem – Karyamulya Cirebon Jawa Barat 45132

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan mengucapkan Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Atas

kelimpahan kasih dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Praktik Islamologi Terapan

(PIT) serta menyelesaikan laporan PIT ini guna memenuhi salah satu syarat untuk

menyelesaikan tugas akhir yang dilaksanakan di Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang

Kabupaten Cirebon. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Dimana laporan Praktik Islamologi Terapan ini disusun berdasarkan hasil observasi dan

wawancara langsung yang berisi tentang hidup bersama masyarakat serta segala kegiatan

yang dilakukan oleh penulis selama 2 bulan melaksanakan PIT di Desa Sitiwinangun serta

pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama mengikuti Praktik Islamologi Terapan

(PIT).

Dalam proses pelaksanaan PIT dan penyusunan Laporan Praktik Islamologi Terapan

(PIT) ini dapat terlaksana dengan baik. Penulis telah banyak menerima dukungan, bimbingan,

pengarahan dalam pelaksanaan PIT serta saran dan bantuan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Allah Swt atas segala rahmatnya penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan

tugas PIT (Praktik Islamologi Terapan) di Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang

Kabupaten Cirebon

2. Hj. Afwah Mumtazah, M.Pd.I , Selaku Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF)

3. Bapak Dr. Muhammad Ali, M.Ag selaku Deputi Rektor I Bidang Akademik dan

Kelembagaan.

2
4. Bapak Nadisa Astawi, Lc., M.Sh selaku Kepala Penelitian dan Pemberdayaan

Masyarakat (LP2M)

5. Bapak Samud. M.H.I selaku Dekan Fakultas Ekonomi Institut Studi Islam Fahmin

6. Ibu Zainab, M.E.I selaku ketua studi program Ekonomi Syariah Institut Studi Islam

Fahmina (ISIF) dan terima kasih kepada Seluruh dosen serta staff atas segala bantuan

selama proses belajar.

7. Bapak Udin Komarudin, selaku dosen pembimbing lapangan PIT yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan

kepada penulis untuk menyelesaikan Laporan Islamologi Terapan (PIT) ini.

8. Bapak Ratija Bratamanggala selaku kuwu di Desa Sitiwinangun beserta staff/pegawai

desa yang telah membantu kelancaran selama melaksanakan PIT.

9. Bapak Wastani Bajuri selaku pendamping lapangan desa yang telah memberikan

banyak informasi, bantuan serta dukungan selama melaksanakan PIT di Desa

Sitiwinangun.

10. Terimakasih untuk semua teman yang bekerjasama dalam melaksanakan PIT di Desa

Sitiwinangun, terimakasih untuk semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

sudah membantu dalam melaksanakan Praktik Islamologi Terapan (PIT) ini,

terimaksih telah memberikan do’a, dukungan serta pengalaman yang bermanfaat.

semoga selalu dalam lindungan Allah Swt.

Laporan Praktik Islamologi Terapan ini masih jauh dari sempurna, karena masih

banyak kekurangan baik dari segi isi maupun tata bahasa, maka penulis menerima saran dan

kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini, untuk perbaikan lebih lanjut

dengan harapan akan meningkatkan ilmu pengetahuan ke depan.

3
Untuk itu penulis berharap agar diberikan arahan atau bimbingan untuk kegiatan

selanjutnya agar lebih baik. Penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat

bagi orang yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Cirebon, 7 Juni 2020

Penulis

Fitri Nurajizah

4
LEMBAR PENGESAHAN

Pengesahan Laporan Praktik Islamologi Terapan (PIT) di Desa Sitiwinangun


Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon yang dilakukan oleh :

Nama : Fitri Nurajizah

NIM : 16120013

Prodi : Ekonomi Syari’ah

Fakultas : Syari’ah

Penulis telah melaksanakan kegiatan PIT di Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang


Kabupaten Cirebon dari tanggal 10 Februari 2020 sampai dengan 10 April 2020. Rincian
kegiatan PIT terangkum dalam laporan ini.

Cirebon, 7 Juni 2020

Mengetahui,

Dosen pembimbing lapangan Kepala Penelitian dan


Pemberdayaan Masyarakat (LP2M)

Udin Komarudin, SE.Sy, ME Nadisa Astawi, Lc., M.Sh

5
Abstrak

Usaha kerajinan gerabah di Desa Sitiwinangun merupakan usaha industri rumah


tangga yang sifatnya turun temurun. Pembuatan kerajinan ini merupakan mata pencaharian
yang cukup mendapat perhatian dari para kaum perempuan di desa ini. Dengan begitu peran
perempuan dalam rumah tangga saat ini telah bergeser ke ranah publik atau keluar rumah.
Dalam arti yang sebelumnya seorang istri hanya bertugas mengurus segala sesuatu yang
berkaitan dengan domestik, saat ini perempuan juga ikut berperan aktif di luar rumah. untuk
bekerja mencari penghasilan. Fenomena peran dan kontribusi perempuan bekerja sangat
besar, hal itu bisa dilihat dari semangat para perempuan dalam bekerja. Perempuan di Desa
Sitiwinangun Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon. mereka sudah terbiasa bekerja
membuat kerajinan gerabah setiap harinya. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui
bagaimana keterlibatan perempuan dalam industri kerajinan gerabah. (2) untuk mengetahui
dampak perempuan pengrajin gerabah terhadap ekonomi keluarga. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif yang dikumpulkan bersifat gambar, foto-foto dan catatan
lainnya. Cara pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara
observasi, wawancara, dokumentasi dan menganalisis data. Hasil penelitian menunjukan
perempuan pengrajin gerabah di Dusun Kebagusan Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang
(1) terlibat secara langsung dalam industri kerajinan gerabah mulai dari menyiapkan bahan
sampai pada wilayah pemasaran. (2) perempuan juga sangat berperan aktif dalam mencari
nafkah bagi anggota keluarganya denga cara membuat kerajinan gerabah.

6
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Dasar Pemikiran

Desa Sitiwinangun merupakan daerah pedesaan dengan lahan pertanian yang

cukup luas. Tersedianya lahan pertanian yang cukup luas ini menjadi sebagian

penduduknya bekerja sebagai petani dan buruh tani, khususnya laki-laki. Selain

sebagai buruh tani, laki-laki di Desa Sitiwinangun ini juga banyak yang bekerja pada

sektor informal lain.

Desa Sitiwinangun juga memiliki potensi alam berupa tanah liat yang tersedia

dalam jumlah yang cukup. Ketersediaan tanah liat dan kemampuan masyarakatnya

dalam membuat gerabah dimanfaatkan oleh masyarakat di beberapa dusun di desa

tersebut untuk membuat gerabah. Salah satunya Dusun Kebagusan.

Dusun Kebagusan sudah sejak lama tersohor dengan keterampilan masyarakatnya

membuat gerabah dan produk gerabahnya yang berkulaitas. Dusun Kebagusan

merupakan tempat tertua penghasil gerabah di Jawa Barat yang memiliki pengrajin

gerabah yang hampir kebanyakan pengrajinnya adalah perempuan.

Selain sebagai pengrajin gerabah, perempuan yang ada di dusun ini juga bekerja

pada sektor ekonomi lainnya, seperti pedagang dan karyawan pengrajin ban bekas.

tetapi, peneliti lebih tertarik untuk meneliti perempuan yang bekerja sebagai pengrajin

gerabah karena pekerjaan tersebut membutuhkan keterampilan, kesabaran, kecekatan,

dan ketepatan yang tinggi.

7
Alasan lainnya, karena Dusun Kebagusan memang terkenal dengan pengrajin

gerabah dan gerabahnya. Dusun pertama yang masyarakatnya pengrajin gerabah di

Desa Sitiwinangun adalah Dusun Kebagusan.

Pembuatan kerajinan gerabah termasuk pekerjaan yang rumit karena

pengerjaannya membutuhkan proses yang panjang. Proses tersebut dimulai dengan

menjemur tanah liat yang masih basah hingga kering yang membutuhkan waktu 1-2

hari, mengayak pasir, membuat adonan dengan mencampur tanah liat dan pasir sambil

diinjak-injak, membentuk gerabah, menjemur gerabah menjadi setengah kering,

menghaluskan gerabah, menjemur gerabah hingga kering dan membakar gerabah.

Proses pembakaran dilakukan di atas tungku atau tempat pembakaran terbuka. Untuk

membakar gerabah bahan-bahan yang dibutuhkan ialah jerami, kayu, dan karet ban

bekas. 1

Pendapatan suami dari bekerja pada sektor informal tidak juga seringkali tidak

menentu dan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal inilah

yang menjadi salah satu alasan perempuan di Dusun Kebagusan ikut terlibat pada

ranah publik sebagai pengrajin gerabah. Alasan lain yang diungkapkan adalah untuk

mengisi waktu luang setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, serta untuk

menjaga tradisi yang telah tuun temurun.

Apapun alasan perempuan ikut terlibat pada ranah publik dan sekecil apapun hasil

yang mereka peroleh, mereka telah memberikan sumbangan ekonomi yang berharga

bagi ekonomi keluarga. Menurut Leacock (dalam Sihite, 2007:24), mengatakan :

“diakui atau tidak, lebih dari separuh perempuan di hampir seluruh dunia pada

hakikatnya telah menjadi penyumbang pendapatan keluarga dengan berbagai

bentuk/jenis pekerjaan, perempuan yang posisinya masih terpinggirkan dalam

1
Wwawancara dengan Mimi Marini, beliau adalah salah satu pengrajin di Dusun Kebagusan.

8
ketenagakerjaan tetap berjuang bekerja untuk menghidupi keluarganya bersam-sama

dengan laki-laki atau dalam status sebagai orang tua tunggal (singel parent)”.2

Berperannya perempuan dalam ranah publik menyumbangkan pendapatan yang

cukup diperhitungkan, meskipun pada kenyataannya tetap dianggap sebagai pekerja

rumah tangga. Anggapan tersebut tidak menjadi penghalang bagi perempuan untuk

bekerja pada ranah publik guna membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga. Hal

ini terjadi pula di Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon.

Perempuan memilih ikut terlibat pada ranah publik sebagai pengrajin gerabah guna

menunjang ekonomi keluarga agar kesejahteraan keluarga dapat tercapai.

Berangkat dari fakta-fakta tersebut, mendorong dan memberikan akses bagi

perempuan untuk mempunyai pekerjaan yang bisa menghidupi diri dan keluarganya

adalah menjadi hal penting.

Karena tidak semua perempuan mempunyai suami yang bisa sendirian mencukupi

kebutuhan keluarga, sehingga ketika istri dan suami saling bahu membahu memenuhi

kebutuhan keluarga, bebannya akan terasa ringan.

Selain itu, rezeki suami juga tidak selamanya lancar, sewaktu-waktu bisa saja

turun dan tidak bisa memenuhi semua kebutuhan keluarga, kemudian selama ini telah

banyak kasus perempuan yang ditinggalkan oleh suaminya, sehingga istri harus mulai

mencari nafkah sendiri untuk dirinya dan anak-anaknya.

Selain dari sisi ekonomi, keterlibatan perempuan dalam proses produksi kerajinan

gerabah menjadi salah satu upaya supaya untuk memberi ruang gerak bebas untuk

perempuan dalam mengekspresikan hobi dan kreasi seninya.

2
Ilyani Indria Lestari dkk, Peran Wanita Pengrajin Gerabah dalam Menunjang Ekonomi Keluarga di Desa
Masbagik Timur Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur, diunduh pada tanggal 13 Maret 2020.

9
B. Fokus PIT

Setelah penulis terlibat langsung dengan masyarakat Desa Sitiwinangun yang

sebagian besar masyarakatnya adalah pengrajin gerabah, penulis tertarik untuk

mendalami tentang peran perempuan pengrajin gerabah dalam industri kerajinan gerabah

di Dusun Kebagusan, Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon.

Sebab, setelah melakukan Praktik Islamologi Terapan (PIT) selama dua bulan yang

terhitung sejak 10 Februari-10 April 2020, penulis menemukan bahwa di sana perempuan

lebih banyak yang terlibat dalam produksi kerajinan gerabah dibandingkan dengan laki-

laki.

Adapun hal-hal yang akan penulis uraikan adalah peran perempuan dalam industri

kerajinan gerabah mulai dari cara menyiapkan bahan baku sampai pada pemasarannya.

Kemudian penulis juga akan menambahkan soal peran perempuan dalam kehidupan

keluarga.

Dalam penelitian ini, penulis juga fokus pada perempuan pengrajin gerabah di Dusun

Kebagusan, Desa Sitiwinangun. Karena, Dusun tersebut merupakan salah satu cagar

budaya di Diabudparpora, Kabupaten Cirebon.3 Dengan begitu Dusun Kebagusan

mempunyai nilai sejarah yang tinggi.

C. Tujuan PIT

Praktik Islamologi Terapan (PIT) adalah mata kuliah pada semua program studi di

ISIF. Model perkuliahannya dilakukan dengan cara terlibat langsung di masyarakat. PIT

dilakukan untuk mengokohkan kemampuan analisis mahasiswa terhadap persoalan-

persoalan di masyarakat ISIF percaya bahwa mahasiswa dipersiapkan bukan menjauh dari

masyarakat tetapi untuk hidup bermasyarakat. Materi Mata Kuliah Hidup bersama

Masyarakat (HBM) dan Penelitian Aksi Partisipatoris (PAR) yang telah dipelajari oleh
3
Diambil dari Cirebon.tribunnews.com, dalam tulisan berjudul Warga Desa Sitiwinangun Gelar Tradisi
Membersihkan al-Qur’an, Jum’at 13 Maret 2020,

10
mahasiswa di semua program studi tidak hanya menggantung dalam angan saja,

melainkan penting juga untuk dipraktikkan.

Adapun tujuan penulisan Praktik Islamologi Terapan yang dilakukan di Desa

Sitiwinangun Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang Cirebon yaitu :

1. Ingin mengetahui sejarah dan kondisi masyarakat Desa Sitiwinangun

2. Kesejahteraan Masyarakat Desa Sitiwinangun

3. Belajar hidup bersama masyarakat Desa Sitiwinangun melalui pendekatan

4. Mengetahui letak geografis Desa Sitiwinangun

5. 5Untuk mengetahui bagaimana peran perempuan dalam perekonomian keluarga di

masyarakat pengrajin gerabah

6. Untuk memenuhi syarat dalam penyelesaian dan penulisan tugas akhir, penulis juga

mengenal dan mengetahui secara langsung serta dapat menilai pengembangan ilmu

yang mereka miliki.

D. Manfaat Praktik Islamologi Terapan

Manfaat Praktik Islamologi Terapan terkait dengan Prodi Ekonomi Syariah penulis bisa
mengaplikasikan konsep PAR (Partisipasi Aksi Riset) secara langsung di lapangan.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai wadah untuk melatih daya fikir,

analisis dan mengaplikasikan teori yang diterima selama kuliah untuk pembekalan di

lapangan, bersosialisasi, serta menambah pengalaman penulis dalam penelitian dan

memperluas wawasan.

Adapun manfaat Praktik Lapangan Profesi (PLP) bagi penulis sendiri adalah :

1. Menambah wawasan dan pengetahuan untuk mempersiapkan diri secara teori

maupun praktik.

2. Penulis mendapat pengalaman nyata serta permasalahan yang dihadapi.

11
3. Membangun mental penulis terhadap pendekatan kepada masyarakat baik kesiapan

dalam menghadapi karakter masyarakat yang berbeda maupun dalam hubungan

lingkungan yang baru.

4. Dapat memperbaiki sikap penulis terutama dalam hal cara berkomunikasi,

Penampilan maupun sopan santun yang terdapat dalam suasana yang sebenarnya.

5. Untuk menerapkan teori dan pengetahuan yang telah didapatkan selama proses

pembekalan yang telah diberikan dalam perkuliahan.

Adapun manfaat Praktik Islamologi Terapan (PIT) bagi Kampus Institut Studi Islam

Fahmina (ISIF) adalah :

1. Untuk memperkenalkan Institut Studi Islam Fahmina Dengan masyarakat Desa

Sitiwinangun

2. Membantu mahasiswa agar dapat bersosialisasi dan bisa belajar hidup bersama

masyarakat.

3. Diharapkan ada penerus lanjutan untuk dapat membantu meningkatkan nilai

ekonomi yang lebih tinggi dan bisa membantu untuk arah yang lebih maju dan

berkembang.

E. Metode Penulisan Laporan PIT

a. Sumber dan Jenis Data

Data-data yang digunakan dalam menyusun tulisan ini berdasarkan hasil

penelitian di lapangan selama penulis melakukan PIT dan hasil dari kajian pustaka

yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Beberapa jenis referensi utama

yang digunakan adalah buku, jurnal ilmiah edisi online dan artikel yang bersumber

dari internet. Jenis data yang diperoleh ialah data kualitatif.

b. Teknik Pengumpulan Data

12
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan

jenis pendekatan analisis deskriptif, maka data lapangan diperoleh dengan langkah

berikut;

 Observasi (pengamatan). Observasi merupakan cara yang sangat efektif untuk

mengetahui apa yang dilakukan orang dalam konteks tertentu, pola rutinitas

dan pola interaksi dari kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam penelitian kualitatif observasi lebih dipilih sebagai alat karena peneliti

dapat melihat, mendengar atau merasakan informasi yang ada secara

langsung.4

 Wawancara (interview). Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat

digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Secara singkat wawancara

adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi anatara pewawancara dan

sumber informasi atau sumber yang diwawancarai melalui komunikasi

langsung.5

 Dokumentasi merupakan salah satu metode pengumpulan data yang

digunakan dalam metode penelitian kualitatif. Dalam pengertian lain

dokumentasi adalah suatu kegiatan untuk melakukan pencarian, penyelidikan,

pengumpulan, penguasaan, pemakaian dan penyediaan dokumen terhadap

suatu perihal tertentu.

Para ahli memberikan pengertian dokumentasi sebagai sesuatu yang tertulis

atau tercetak dan segala benda yang memiliki keterkaitan dan keterangan

yang dipilih untuk dikumpulkan, disusun, disediakan atau disebarkan. Oleh

sebab itu, kemudian dokumen tersebut sangat penting keberadaannya.6

4
Anggi Anggito dkk, 2018, Metode Penelitian Kualitatif, CV Jejak, Jawa Barat hal. 110
5
Prof. Dr. A. Muri Yusuf, 2017, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabunga, Kencana,
Jakarta hal. 1
6
Pengertiandepinisi.com, diunduh pada tanggal 14 Maret 2020.

13
c. Analisis Data

Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian.

Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang telah disiapkan

secara logis dan sistematis. Teknis analisis data bersifat deskriptif argumentatif.

d. Penarikan Kesimpulan

Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah. tujuan

penulisan, serta pembahasan. Simpulan yang ditarik mempresentasikan pokok

bahasan karya tulis, serta didukung dengan saran prkatis sebagai rekomendasi

selanjutnya.

14
BAB II

LOKASI PRAKTIK ISLAMOLOGI TERAPAN: PROFIL DESA SITIWINANGUN

A. Sejarah Desa Sitiwinangun

Sitiwinangun adalah salah satu desa yang sudah ada sejak abad ke-12, kurang lebih

pada 1222 Masehi, bertepatan dengan akan munculnya Kerajaan Majapahit. Tanda-tanda

atau bukti tentang ini adalah ditemukannya beberapa artepak di Singosari, yang kebetulan

artepak tersebut hampir sama dan mirip dengan gerabah Sitiwinangun.

Hal ini juga bisa dilihat dari penulisan yang ada di pesarean Mbah Buyut Kebagusan.

Lama sebelum Cirebon ini berdiri di Sitiwinangun sudah ada Padukuhan yang diberi

nama Padukuhan Kebagusan, pendiri Padukuhan tersebut adalah seorang alim ulama

bernama Ratna Gumilang, beliau adalah pase awal dari pada berdirinya Desa

Sitiwinangun. Kemudian berkembang pada abad ke-14 yaitu pase ke-2. Pada pase ke-2

ini mulai masuknya Mbah Kuwu Cirebon atau bisa dikenal dengan nama pangeran

Walasungsang, dan juga seorang alim ulama dari Baghdad yang bernama Syekh

Abdurohman.

Syekh Abdurohman datang ke Desa Sitiwinangun dengan cara pendekatan kultural,

yaitu dengan cara ikut serta andil dalam perkembangan gerabah di masyarakat Padukuhan

Kebagusan. Dengan cara itu, Syekh Abdurahman mulai membuat alat-alat ritual atau alat-

alat untuk ibadah salah satunya adalah “Padasan”. Padasan ini adalah tempat untuk

berwudhu. Dan “Momolo”. (Kubah Masjid dari tanah liat). Setiap Syekh Abdurahman

membuat alat-alat ibadah masyarakat pasti akan bertanya tujuan dan fungsi alat tersebut,

15
pada kesempatan itulah Syekh Abdurahman akan menjelaskan sekaligus mendakwahkan

ajaran-ajaran Islam.

Pada pase ke-3, perjuangan penyebaran Islam diteruskan oleh Cucu ke tiga dari Syekh

Abdurohman yang bernama Syekh Dinurja, Kemudian terus berkembang sampai

berdirilah Desa Sitiwinangun.

Nama Sitiwinangun diambil dari kebiasaan masyarakat Kebagusan pada waktu itu, di

mana mereka membuat sebuah kerajinan dari tanah, tanah ini diberi nama “SITI”.

Kerajinan mereka untuk membuat sebuah kerajinan dari tanah ini adalah

“WINANGUN”. Jadi Sitiwinangun adalah tanah yang dibentuk. 7

B. Kondisi Umum Desa Sitiwinangun

Secara administratif Desa Sitiwinangun merupakan salah satu dari 8 Desa di Wilayah

Kecamatan jamblang Kabupaten Cirebon yang terletak 2 Km kearah selatan dari

Kecamatan Jamblang. Desa Sitiwinangun berada di ketinggian 230 Mdl diatas permukaan

laut dengan wilayah ± 65.432 Hektar.Desa Sitiwinangun Berbatasan dengan beberapa

desa yaitu :

a. Sebelah Barat Berbatasan dengan Desa Jamblang

b. Sebelah Timur Berbatasan dengan Desa Kasugengan Lor

c. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Jamblang

d. Sebelah Utara Berbatasan dengan Desa Jamblang

Suhu didaerah desa Sitiwinangun adalah 320 C. Iklim Desa Sitiwinangun

sebagaimana desa-desa lain diwilayah Indonesia mempunyai iklim Kemarau dan

Penghujan, hal Tersebut mempunyai Pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada

di Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang.

7
Wawancara dengan Pak Wastani Bajuri sebagai aparat Desa sekaligus pemandu wisatawan di Desa
Sitiwinangun. Wawancara dilakukan pada 17 Februari 2020 , 14;00 -15;00 WIB, Cirebon.

16
Iklim suatu daerah sangat berpengaruh dalam kehidupan utamanya untuk

pertumbuhan tanaman dan kelangsungan hidup binatang ternak selain itu,kondisi

geografis desa Sitiwinangun umumnya merupakan dataran.

C. Kondisi Demografis Desa Sitiwinangun

Desa Sitiwinangun merupakan desa yang mempunyai jumlah penduduk 5.004 jiwa,

1.515 KK yang terbagi dalam 5 Dusun. Jumlah penduduk laki-laki adalah 2.563 Jiwa dan

Penduduk Perempuan adalah 2.441 jiwa. Dengan rincian sebagai berikut :

TABEL. I

JUMLAH PENDUDUK

DUSUN I DUSUN II DUSUN III DUSUN IV DUSUN V

1.063 ORANG 985 ORANG 1.068ORANG 973 ORANG 915 ORANG

TABEL. II

JUMLAH KEPALA KELUARGA (KK)

DUSUN I DUSUN II DUSUN III DUSUN IV DUSUN V

327 KK 308 KK 330 KK 277 KK 273 KK

TABEL. III

KLASIFIKASI PENDUDUK MENURUT UMUR DAN JENIS KELAMIN

Kelompok umur Laki – laki Perempuan Jumlah

( Thn)

00 – 01 72 61 133

02 – 05 176 163 339

06 – 09 183 160 343

17
10 – 14 211 194 402

15 – 19 209 215 424

20 – 24 243 223 466

25 – 29 251 218 469

30 – 34 252 215 467

35 – 39 210 205 415

40 – 44 188 186 374

45 – 49 158 156 314

50 – 54 135 137 272

55 – 59 99 107 206

60 – 64 60 55 115

65 – 69 63 58 121

70 – 74 25 44 69

75 – 79 22 26 48

80 – 84 3 13 16

>85 3 8 11

D. Keadaan Sosial

Penduduk Desa Sitiwinangun kebanyakan berpendidikan SD-SMP karena akses

layanan pendidikan cukup jauh, jarak Desa ke SMP ± 5KM. Pemeluk agama 100 %

beragam Islam. Pendidikan agama hanya MDA ( Madrasa Diniyah Awwaliyah ) dan

Pengajian rutin ibu-ibu Baiturrohman. keadaan sosial merupakan mata pencaharian

18
masyarakat kebanyakan petani. budaya yang dianut masih ada upacara adat seperti pada

acara pernikahan.

E. Keadaan Pendidikan

Pendidikan adalah satu hal yang penting dalam memajuhkan tingkat kesejateraan pada

umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya dengan tingkat pendidikan yang

tinggi maka akan mendongkrak tingkat kecakapan tingkat kecakapan juga akan

mendorong munculnya lapangan pekerjaan baru.

Dengan begitu akan membantu program pemerintah untuk pembukaan lapangan kerja

baru guna mengatasi pengangguran. Pendidikan biasanya akan dapat mempertajam

sisitimatika piker atau pola piker individu, selain itu mudah menerima informasi yang

lebih maju.

Dibawah ini tabel yang menunjukan tingkat rata-rata pendidikan warga Desa

Sitiwinangun.

TABEL. IV

TINGKAT PENDIDIKAN

No Kelompok Umur Jumlah

1. Usia 3 – 6 tahun belum masuk TK 164

2. Usia 3 – 6 tahun Sedang masuk TK 141

3. Usia 7 – 18 tahun tidak pernah sekolah 29

4. Usia 7 – 18 tahun yang sedang sekolah 921

5. Usia 18 – 56 tahun tidak pernah sekolah 100

6. Usia 18 – 56 tahun pernah SD tapi tidak tamat 507

7. Tamat SD/ Sederajat 739

8. Tamat SMP/ Sederajat 451

19
9. Tamat SMA / Sederajat 595

10. Tamat DI / Sederajat 28

11 Tamat DII/ Sederajat 9

12. Tamat DIII/ Sederajat 17

13. Tamat SI / Sederajat 74

14. Tamat S2/ Sederajat 3

15. Tamat S3/ Sederajat 0

Jumlah 3778

F. Keadaan Ekonomi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,manusia akan berusaha untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Usaha tersebut dilihat dari kegiatan manusia

berjuang demi kelangsungannya itu, setiap manusia mempunyai usaha yang berbeda-beda

menurut kemampuan mereka.

Penduduk Desa Sitiwinangun umumnya bermata pencaharian sebagai petani, pengrajin

industri rumah tangga dan yang lainya. Namun, keadaan ekonomi di Desa Sitiwinangun

lebih di dominasi oleh pertanian dan kerajinan industri rumah tangga seperti gerabah dan

pengrajin ban bekas. Selengkapnya dapat di lihat dalam table berikut;

TABEL. V

MATA PENCAHARIAN PENDUDUK

NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH JIWA

1. Petani 15

2. Buruh Tani 23

3. Buruh /swasta 211

20
4. Pegawai Negeri 57

5. Pengrajin industri Rumah Tangga 39

6. Pedagang 299

7. Ternak 4

8. Nelayan 1

9. Montir 6

10. Perawat Swasta 2

11 Pembantu Rumah Tangga 18

12. Dukun Melahirkan -

13. Jasa -

14. POLRI 15

15. TNI 2

16. Pensiunan PNS/TNI/POLRI 24

17. Pengusaha Kecil Menengah 13

18. Guru 30

19. Guru Swasta 8

20. Karyawan perusahaan swasta 255

21. Karyawan perusahaan pemerintah 5

22. Wiraswasta 93

23. Tenaga Honorer 12

24. Perangkat Desa 14

21
TABEL.VI

KEPEMILIKAN TERNAK

AYAM/ITIK KAMBING SAPI KERBAU AYAM

733 Ekor 62 Ekor 10 Ekor 0 Ekor 0 Ekor

TABEL. VII

LUAS DAN PENGGUNAAN LAHAN

No Penggunaan Lahan Luas ( Ha )

1 Tanah Sawah 32,336

2 Tanah Pemukiman 29,665

3 Tanah Pekarangan / Perkebunan -

4 Hutan Negara -

5 Hutan Rakyat -

6 Perkantoran 4.273

7 Carik -

8 Lain-lain -

Jumlah 66.274

TABEL. VIII

SARANA DAN PRASARANA

JALAN MASJID BALAI POSYANDU JALAN JALAN KAB

DESA DESA KEC

5 bh 5 bh 1 bh 5 bh 5KM 2 KM

22
G. Kondisi Pemerintah Desa

1. Pembagian Wilayah Desa

Desa Sitiwinangun terbagi menjadi 5 Dusun dengan Luas Wilayah 65,432 Ha

Dalam 1 Dusun terdiri dari 2 RW dan 6 RT dengan Total RW sebanyak 10 dan RT

sebanyak 30.

2. Struktur Organisasi Pemerintah Desa

KUWU
KUWU
RATIJA BRATA MENGGALA

Ratija Brata

SEKRETARIS
SEKRETARIS
DESA
SUDARTO
DESA

SEKSI SEKSI PEREKONOMIAN URUSAN URUSAN


SEKSI SEKSI URUSAN URUSAN URUSANURUSAN
PEMERINTAHAN & PEMBERDAYAAN DAN PEMBANGUNAN UMUM KEUANGAN PROGRAM
PEREKONOMI
PEMBINAAN MASYARAKAT
AN DAN
NURSANTI ARKIMA
KEMASYARAKATAN WASTANI B KEUANGAN
SUKARJAYA
IMAM SOLEH PEMBANGUN
AN STAF BENDAHARA

SUJENA MUIRA

KADUS KADUS
KADUS KADUS KADUS KADUS
LEBAK SENTUL KADUS
CAPLEK KIDUL
KADUS
CAPLEK LOR
KADUS
KEBAGUSAN
SUGIHARTO MISNEN
II HERMANTO SUTRISNO KADMIYA
III IV V

BAB III

Peran Perempuan dalam Industri Kerajinan Gerabah di Desa Sitiwinangun

23
A. Sejarah Gerabah Desa Sitiwinangun

Sitiwinangun adalah nama sebuah desa di Kecamatan Jamblang yang terletak 15

Km ke arah barat kota Cirebon. Sitiwinangun berasal dari bahasa jawa yang berarti tanah

yang di bentuk. (siti = tanah, wangun = bentuk). Tradisi membuat gerabah sudah

dilakukan oleh nenek moyang penduduk Sitiwinangun yang berbudaya agraris sejak

jaman dahulu.

Pada tahun 1222 di daerah Kebagusan sudah ada padukuhan namanya Padukuhan

Kebagusan dan masyarakat Kebagusan pada waktu itu juga sudah mengenal kerajinan

gerabah.

Kerajinan gerabah yang ditemukan pada masa kerajaan Majapahit ataupun

Singasari memiliki kesamaan dengan gerabah yang dibuat oleh warga Kebagusan. Seiring

dengan perkembangan Islam mulai berkembang, pada jaman itu sudah masuk para

pendakwa dari Arab salah satunya adalah Syekh Abdurahman yang berasal dari Baghdad

beliau mendapat gelar Pangeran Panjunan karena ahli membuat gerabah (anjun).

Pangeran Panjunan menyebarkan agama Islam di padukuhan Kebagusan dengan

menggunakan pendekatan kultural atau tradisi masyarakat Kebagusan pada waktu itu.

dengan begitu beliau berdakwah sambil mengajari gerabah atau mengajari cara membuat

gerabah agar lebih baik lagi.

Motif-motif gerabah Sitiwinangun sangat kental dengan ajaran agama Islam salah

satunya momolo masjid, padasan (tempat menyimpan air untuk berwudhu), dan alat-alat

untuk upacara tradisi keagamaan. Selain itu motif gerabah Sitiwinangun juga terpengaruh

oleh tiga kebudayaan yaitu Islam, China, Arab. Setelah masa beliau, datanglah cucu dari

Syekh Syarif untuk melanjutkan dakwah tersebut.

Dalam masyarakat Sitiwinangun terdapat satu adat yaitu adat mengelilingi makam

Ki Jagabaya. Jadi, jika seseorang ingin bisa membuat gerabah maka ia harus

24
mengelilingi makam Ki Jagabaya sebanyak 3x dengan mengangkat batu dibarengi dengan

puasa, membaca shalawat dalam satu kali tarikan nafas.

Ketika seseorang ingin bisa membuat gerabah dengan ukuran kecil maka dia harus

mengambil batu kecil kemudian mengelilingi makam Ki JagabayA 3x, begitupun

sebaliknya tergantung dari ukuran gerabah besar atau kecilnya batu yang diangkat.

Namun saat ini, tradisi tersebut sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Desa

Sitiwinangun.8

Desa Sitiwinangun sudah sejak lama terkenal sebagai sentra kerajinan gerabah

meskipun secara nasional popularitasnya masih kalah jika dibandingkan dengan sentra

gerabah lainnya.

Gerabah Sitiwinangun mengalami masa kejayaan dimana pada masa itu gerabah

di jadikan sebagai mas kawin seseorang ketika ingin menikah, tidak hanya berlaku untuk

di Sitiwinangun saja melainkan ketika ada warga Sitiwinangun yang menikah dengan

desa lain pun gerabah dijadikan sebagai mas kawin.

Hal ini membuktikan bahwa ada kepercayaan bahwa gerabah Sitiwinangun

memiliki kwalitas yang bagus. Namun dalam perkembangannya sempat mengalami

kondisi surut sampai titik nadir. Bahkan pada satu periode tertentu usaha gerabah

Sitiwinangun bisa dikatakan mati suri.

Mulai sekitar Tahun 1980’an tak ada lagi orang yang mau membeli gerabah

kecuali gentong untuk memasak.

Barulah pada sekitar dekade 2000’an, pesanan gerabah mulai datang kembali

kepada para pengrajin gerabah Sitiwinangun. Hapara pemesan lebih tertarik pada

8
Wawancara dengan pak Jaji, beliau adalah salah satu pengrajin gerabah dan beliau juga masih termasuk
keturunan Mbah Buyut Kebagusan. Wawancara dilakukan pada 18 Februari 2020.

25
kerajinan yang bernilai seni, bukan lagi kerajinan yang biasa dipakai untuk kehidupan

sehari-hari. 9

B. Keterlibatan Perempuan dalam Memproduksi Gerabah Sitiwinangun

Vincentelli seorang peneliti kajian tentang gender dan gerabah, yang telah

melakukan penelitian hampir ke seluruh benua di dunia, menyebutkan bahwa dalam

tradisi Timur, empat dari lima masyarakat pengrajin gerabah adalah perempuan.

Menurut Vincentelli, peran perempuan dalam disain sebuah karya seni sering

diabaikan, sehingga banyak penelitian tentang karya seni termasuk gerabah, yang bias

gender. Vincentelli juga banyak mengkritisi hasil-hasil penelitian ahli sejarah dari Barat

yang menggunakan perspektif maskulin.

Menurut ahli sejarah Barat, peran perempuan Barat dalam produksi gerabah hanya

sebatas dekorasi saja sedangkan laki-laki mengambil peran sebagai disainer. Ahli sejarah

dari Barat juga mempercayai bahwa aktor utama dalam proses produksi gerabah adalah

laki-laki.

Namun pernyataan tersebut dibantah oleh Vincentelli yang telah melakukan

penelitian mengenai gerabah di beberapa negara di Eropa, Afrika, dan Asia. Menurutnya

para pembuat gerabah di berbagai belahan dunia yang ditemuinya kebanyakan adalah

perempuan.

Dalam teknik produksi gerabah pun, terdapat perbedaan metode antara pengrajin

laki-laki dan perempuan. Menurut para ahli sejarah Barat, laki-laki membuat gerabah

dengan menggunakan dudukan berputar (wheels), sedangkan perempuan tetap

menggunakan teknik tradisional yaitu menggunakan tangan (hand-building). Saat ini

9
Wawancara dengan Sariman, pengrajin gerabah Desa Sitiwinangun, pada tanggal 20 Maret 2020.

26
perempuan pengrajin gerabah tetap resisten terhadap metode ‘maskulin’ dan lebih

memilih mengunakan tangan dan teknologi rendah untuk menjaga sebuah tradisi.

Pada kenyataannya teknik pembuatan gerabah secara tradisional justru sangat

diminati oleh para wisatawan. Tidak hanya produk hasil yang dijual namun proses

pembuatan gerabah dapat dikemas sebagai wisata atraksi yang menjadi daya tarik

wisatawan. Demonstrasi proses pembuatan gerabah dengan teknik tradisional dapat

menjamin keaslian suatu produk (authenticity of product). 10

Dalam proses produksi gerabah, perempuan banyak terlibat dalam aktivitas

produktif antara lain: pembentukan gerabah, menyiapkan adonan gerabah, mengeringkan

gerabah, pembakaran gerabah, proses finishing, kontrol kualitas dan penjualan.

Sementara pekerjaan pendukung dalam pembuatan gerabah seperti membakar

gerabah, menyediakan bahan baku, dan menjual gerabah biasanya dibantu oleh tenaga

laki-laki. Berikut ini penjelasan secara singkat mengenai peran perempuan dalam proses

pembuatan gerabah di Desa Sitiwinangun.

a. Persiapan Tanah Liat

Tanah liat sebagai bahan baku pembuatan gerabah dapat ditemukan di sekitar

desa. Perempuan pengrajin gerabah biasanya membeli perlengkapan bahan baku

gerabah kepada kuli tanah di pinggir sungai Jamblang. Lalu para perempuan akan

menggunakan jasa kuli giling atau kuli ngedek lemah untuk menyampurkan tanah liat,

dan pasir. Sehingga tanah tersebut bisa digunakan untuk membuat gerabah.

Warna tanah liat merupakan salah satu dasar dalam mengklasifikasikan jenis

gerabah yang dihasilkan. Tanah liat bahan baku gerabah bisa berwarna merah atau

10
Deshinta Vibriyanti, Peran Kaum Perempuan dalam Industri Kerajinan Gerabah di Desa Banyumulek, Lombok
Barat, Nusa Tenggara Barat, diunduh pada tanggal 10 Maret 2020.

27
hitam. Warna dasar tanah liat akan menghasilkan warna yang berbeda pada gerabah

ketika melalui tahap pembakaran.

Tanah liat yang terdapat di Desa Sitiwinagun biasa disebut dengan tanah lempung

yaitu tanah yang mengandung pasir. Sehingga gerabah yang dihasilkan adalah

gerabah yang tahan api dan tahan lama. Maka tidak heran jika gerabah-gerabah di

Sitiwinangun banyak yang dibiarkan begitu saja di lingkungan terbuka, bahkan

banyak yang sampai sudah berlumut.

Namun, saat ini para pengrajin gerabah cukup kesusahan untuk mencari bahan

baku pembuatan gerabah, karena mulai dari tanah, pasir, dan bahan bakar semuanya

harus dibeli dari para kuli. Sementara, harga yang hasilkan dari setiap kerajinan

gerabah makin hari makin menurun.

Berbeda dengan jaman leluhurnya, pada masa itu masyarakat bisa dengan leluasa

mengambil tanah liat dari sawah, pinggir sungai Jamblang dan dari tanah-tanah yang

menganggur. Selain itu, pada beberapa masa jabatan kuwu, pemerintah desa

menyediakan satu lahan bagi para pengrajin gerabah untuk mengambil tanah dan

memproduksinya menjadi kerajinan gerabah.

Sejalan dengan mulai berkurangnya sumber tanah liat dan keterbatasan akses

perempuan pengrajin dalam memperoleh tanah liat, maka saat ini pola pembelian

tanah liat kepada pemilik lahan dan kemudian diantarkan langsung ke rumah

pengrajin banyak dijumpai.

Menurut salah satu sumber menyebutkan, para pengrajin membayar kepada

pemilik lokasi tanah atau kepada kuli tanah sekitar Rp 100.00 per satu gerobak.

Biasanya tanah liat tersebut berasal dari sungai Jamblang atau dari desa sebelah yaitu

Desa Wangunharja.

b. Proses Pembentukan Gerabah

28
Sebelum melakukan proses pengadukan bahan dasar, yang terdiri dari tanah

liat dan pasir yang telah disaring, tanah liat terlebih dahulu mengalami proses

perendaman selama 1 –2 hari.

Proses perendaman itu disebut sebagai sistem basah. Proses ini berguna untuk

menyaring tanah liat dari kerikil-kerikil kecil yang masih menempel pada tanah liat.

Sementara menunggu rendaman tanah liat selesai, pasir disaring untuk menghasilkan

pasir yang benar-benar halus. Pasir sebagai bahan campuran tersebut biasanya diambil

dari pinggiran sungai Jamblang yang jaraknya lumayan dekat dengan Dusun

Kebagusan.

Setelah proses perendaman selesai dan pasir telah disaring, kedua bahan

tersebut dicampurkan dengan cara di giling atau di edek11 hingga menghasilkan bahan

dasar gerabah yang mudah dibentuk sesuai dengan desain yang diinginkan.

Dalam proses pembentukan gerabah, pengrajin Dusun Kebagusan masih

menggunakan peralatan sederhana seperti: sepotong kayu, botol kecil bekas atau batu

yang berbentuk bulat, perbot (alat pemutar yang terbuat dari kayu atau besi), plastik

atau kain untuk menghaluskan, kayu-kayu kecil untuk mengukir, kerig, serat, dan

pisau sabit bekas.

Tanah liat yang siap dibentuk diletakkan di perbot ( kayu putaran) kemudian

dibentuk dengan tangan oleh pengrajin. Teknik pembuatan gerabah Sitiwinangun

termasuk Dusun Kebagusan sedikit berbeda dengan gerabah lainnya. Pembentukan

gerabah dilakukan sedikit demi sedikit dengan menambahkan/menempelkan tanah liat

berupa gulungan.

Setelah dibentuk dengan tangan kemudian permukaan gerabah dihaluskan

dengan menggunakan sepotong bambu/kayu, kain, kerig, sepang, botol plastik bekas

dan sebilah sabit bekas hingga pori-pori permukaan gerabah benar-benar halus.
11
Di edek adalah tanah dan pasir dicampurkan dengan cara diinjak-injak sampai dirasa halus .

29
Sebelum dijemur di bawah terik matahari, gerabah yang sudah agak mengeras

dihaluskan dengan air dan kain kecil lalu diukir. Setelah itu baru dijemur hingga

benar-benar kering. Lamanya waktu penjemuran disesuaikan dengan cuaca dan panas

matahari serta sesuai dengan bentuk yang dihasilkan para pengrajin.

c. Pembakaran Gerabah

Secara teknis, proses pembakaran gerabah baru dapat dilakukan jika gerabah

dalam kondisi benar-benar kering. Keunggulan gerabah Sitiwinangun juga dapat

dilihat dari proses pembakarannya.

Para pengrajin gerabah Sitiwinangun tetap mempertahankan teknik

pembakaran tradisional, yaitu dengan menggunakan jerami dan kayu bakar yang

banyak dilakukan di lahan terbuka. Atau saat ini ada yang menggunakan tungku atau

tempat pembakaran yang tertutup.

Proses pembakaran membutuhkan bahan-bahan seperti: kayu bakar,

jerami/daun bambu kering, limbah ban bekas, dan bancik12 sebagai alas untuk

meletakkan gerabah.

Sebelum dibakar, gerabah terlebih dahulu dilumuri dengan sejenis campuran

cairan yang terbuat dari tanah liat merah. Cairan tersebut bertujuan untuk

menghaluskan dan membuat permukaan gerabah menjadi mengkilap. Setelah

dilumuri cairan tersebut gerabah dikeringkan 4 – 5 jam sebelum dimasukkan ke

dalam tungku pembakaran.

Proses pembakaran gerabah di lahan terbuka biasanya berlangsung sekitar 40

menit – 4 jam. Sedangkan pembakaran gerabah di tungku atau tempat tertutup

biasanya 3-6 jam.

12
Bancik adalah alat yang terbuat dari gerabah seperti tungku kecil yang digunakan untuk alas membakar
gerabah.

30
Namun, ada beberapa pengrajin gerabah yang melakukan proses pembakaran

dua tahap. Tahap pertama, gerabah di bakar sesuai tempat pembakaran, kemudian

tahap ke dua, gerabah diasap di tungku.

Tujuan dari pengasapan ini selain hasilnya lebih unik yaitu agak kehitam-

hitaman dan lebih mengkilap, harga jualnya juga lebih mahal. Misalnya coet. coet jika

hanya dibakar menggunakan satu tahap pembakaran biasa, harga jualnya hanya Rp.

1.600 atau 2.000, sedangkan coet yang menggunakan dua tahap pembakaran biasanya

bisadijual dengan harga 2.500 sampai 5.000 rupiah.

d. Proses Finishing

Setelah melalui proses pembakaran, gerabah pun masuk pada tahap

penyelesaian (finishing). Tahap ini merupakan tahap penting untuk mengubah

tampilan gerabah yang masih polos dan kasar menjadi gerabah yang menarik dan

bernilai seni tinggi.

Oleh karena itu, biasanya para pengrajin secara kreatif melakukan inovasi-

inovasi dalam ornamen-ornamen gerabah. Teknik dekorasi dengan menempelkan

tanah liat pada permukaan gerabah merupakan salah satu teknik lama yang masih

digunakan oleh pengrajin gerabah Sitiwinangun.

Selain itu, pengrajin juga akan mengelap gerabah dengan kain kering untuk

menghilangkan debu-debu yang menempel selama pembakaran berlangsung,

tujuannya supaya gerabah tersebut lebih mengkilat dan bersih.

Menurut Vincentelli perempuan pengrajin gerabah dinilai sebagai pembawa

identitas budaya di era gobalisasi saat ini. Mereka beradaptasi dengan dinamis

terhadap kondisi dan kesempatan yang baru melalui pameran-pameran, demonstrasi

dan bisnis pariwisata.

31
Hal tersebut didorong oleh permintaan pasar pariwisata yang menuntut

pengrajin gerabah untuk melakukan diversifikasi produk secara kreatif.

Pada gerabah Sitiwinangun perubahan tersebut dapat terlihat dari bentuk,

motif, dan warna yang semakin variatif. Contohnya pada masa leluhur gerabah

Sitiwinangun lebih banyak bertampilan polos atau diukir dengan tulisan-tulisan

bahasa Arab.

Namun, Melalui intervensi program pelatihan dari pemerintah daerah, dan

masukan dari dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) akhirnya masyarakat pengrajin

mulai mengaplikasikan ciri khas-ciri khas yang ada di Cirebon seperti model sulur

kangkung, anyaman, motif tali duri ikan, tumpal, pilin, meander, melati, mega

mendung, patung berbentuk paksi naga liman atau singa barong dan yang lainnya. 13

e. Sistem Pemasaran Gerabah di Sitiwinangun

Dahulu sistem pemasaran gerabah masih bersifat tradisonal dengan jangkauan

pemasaran yang tidak luas. Pedagang keliling adalah bagian dari masyarakat usaha

gerabah yang memiliki peran cukup penting dalam sebuah jaringan pemasaran.

Pengrajin gerabah menjual hasil produksi kepada pedagang keliling dan

kemudian pedagang keliling menjajakannya dengan cara memikul gerabah berjalan

kaki di sekitar desa terdekat. Tawar menawar harga terjadi antara pengarajin dengan

pedagang.

Biasanya pedagang dengan mudah dapat menekan harga dengan menggunakan

alasan kualitas gerabah yang kurang baik saat menemukan sedikit retakan atau

permukaan gerabah yang tidak mulus.

13
Wawancara dengan Pak Sariman, salah satu pengelola Showroom Desa Sitiwinangun, pada tanggal 27
Februari 2020.

32
Jika kesepakatan harga telah tercapai maka pedagang akan menyusun gerabah-

gerabah dengan hati-hati ke dalam keranjang, menyeimbangkannya di kedua

keranjang, lalu memikulnya dengan berjalan kaki.

Pedagang keliling ini akan menjajakan gerabah sampai beberapa hari hingga

semua gerabah terjual. Pedagang keliling kebanyakan adalah suami-suami pengrajin

gerabah atau warga desa laki-laki lainnya.14

Sejalan dengan waktu terjadi perubahan situasi pemasaran yang tadinya

menggunakan cara tradisional yaitu dari hanya didagangkan dengan jalan kaki

menjadi sangat meluas, misalnya pada tahun desa 1980, gerabah desa Sitiwinangun

menjadi gerabah yang paling diminiati oleh masyarakat, sehingga pada tahun itu

pembeli dari luar kota biasa membeli gerabah Sitiwinangun dalam jumlah banyak.

Bahkan setiap harinya bisa sampai lima sampai enam truk barang dikirim ke

berbagai daerah di Indonesia. Jenis gerabah yang banyak diminati oleh pembeli saat

itu adalah perabotan rumah tangga seperti gentong, pendil, kendi dan yang lainnya.

Selain itu, pada tahun 1990 salah satu dosen ITB yang tinggal di Sitiwinangun

memberi inovasi-inovasi baru terhadap pengrajin gerabah sehingga gerabahnya

semakin mengikuti perkembangan jaman dan semakin axsis.

Inovasi yang diajarkan oleh Bapak Bonzan Eddy Prasetio (dosen ITB) ialah

tehnik modern berupa glasir, menurut pengrajin gerabah tehnik ini mampu

memperkaya motif gerabah Sitiwinangun tanpa meninggalkan sentuhan tradisional.

Sehingga pada masa itu gerabah Sitiwinangun bukan hanya banyak dibeli oleh

masyarakat umum tetapi juga oleh perusahaan-perusahaan seperti cafe, hotel dan

kantor lobby pemerintahan swasta.

14
Wawancara dengan Pak Dija, beliau adalah suami Ibu Marini (salah satu pengrajin gerabah) di Dusun
Kebagusan. Wawancara dilakukan pada tanggal 9 Maret 2020

33
Namun, tidak lama setelah masa itu, gerabah Sitiwinangun mulai redup karena

pengaruh produk-produk yang terbuat dari plastik dan alumunium. Keadaan tersebut

mempengaruhi pada jumlah pengrajin gerabah di Sitiwinangun. Mereka lebih banyak

yang berpindah pada kerajinan ban bekas menjadi kursi atau memilih untuk merantau.

Namun, berbeda dengan pengrajin perempuan, ada banyak pengrajin

perempuan yang dari masa terpuruk sampai saat ini masih tetap bertahan membuat

berbagai kerajinan gerabah. alasannya tentu bermacam-macam. Seperti yang telah di

uraikan di dalam pendahuluan di atas.

Pada tahun 2015 pemerintah desa mulai berinisiatif membangun Desa

Sitiwinangun menjadi desa wisata. Tujuannya selain mendatangkan para wisatawan

dan bisa menambah penghasilan desa, mereka juga berharap para pengrajin yang

sudah sangat sedikit menjadi bertambah dan kerajinan gerabah Sitiwinangun tetap

bisa dilestarikan. 15

Analisa Usaha Kerajinan Gerabah

A. Modal Kerajinan Gerabah

No Bahan yang digunakan Biaya

1 Tanah Lempung 1 Gerobak Rp. 100.000 Rp. 100.000

2 Pasir 1 Gerobak Rp. 100.000 Rp. 100.000

3 Jerami 2 Ikat Rp. 50.000 Rp. 100.000

4 Limbah ban 3 Karung Rp. 50.000 Rp. 50.000

5 Perbot harga satuan Rp. 250.000 Rp. 250.000


15
Wawancara dengan Pak Kadmiya (Aparatur Desa), wawancara dilakukan pada tanggal 20 Maret 2020

34
6 Cet pewarna kayu 2 kaleng Rp. 3.500 Rp. 7.000

7 Semen putih dan itam 2 Kg x Rp. 4.000 Rp. 8.000

8. Ongkos penggilingan tanah atau pengedek Rp. 100.000

lemah 1x100.000

9 Ongkos kuli pengantar tanah Rp. 25.000

Jumlah Rp. 740.000

Modal awal kerajinan gerabah setiap pengrajin berbeda, tergantung dengan kerajinan

yang diproduksinya. Tidak semua kerajinan membutuhkan cet pewarna kayu, semen putih

dan semen hitam. Untuk alat pembuatannya seperti perbot, sepotong bambu/kayu, kain dan

sebilah sabit bekas tidak dibeli setiap memproduksi gerabah.

Dengan begitu modal yang perlu dimiliki oleh semua pengrajin gerabah di Sitiwinangun

setiap membuat berbagai macam kerajinan gerabah adalah sebesar Rp. 475.000 per satu

produksi dengan hasil dan harga yang berbeda-beda tergantung dengan kerajinan serta tehnik

yang dilakukannya.

B. Analisa Produksi

No Komponen Waktu Hasil

1  Lama pembuatan gerabah Minggu 2-4

perabotan rumah tangga

35
Bulan 1-3

 Lama pembuatan gerabah

hiasan/pajangan

2  Harga gerabah alat-alat Satuan 2.500

dapur

 Harga gerabah hiasan Satuan 300.000

3 Penghasilan per satu bulan

 Pengrajin alat-alat dapur Rp 2.500x100x2= 500.000

 Pengrajin gerabah hiasan


Rp 300.000x4x1= 1.200.000

4 Biaya modal kerajinan gerabah Rp. 475.000

5 Biaya peralatan gerabah Rp 150.000

6 Keuntungan Rp 500.000-625.000 = -125.000

1.200.000-625.000 = 575.000

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa keuntungan kerajinan gerabah dilihat dari

jenis kerajinan yang dibuat. Saat ini gerabah jenis hiasan memang harganya cukup tinggi

dibandingkan dengan gerabah alat-alat dapur. Namun, kendala yang dialami oleh setiap

pengrajin gerabah Sitiwinangun adalah soal pemasaran, teruatama pemasaran gerabah hiasan.

36
Para pengrajin masih kesusahan menjual hasil kerajinan mereka selain ke

bandar/pengepul atau ke para wisatawan yang datang ke Desa Sitiwinangun. Dengan begitu

penghasilan yang diperoleh dari setiap kerajinan mereka tergantung dengan harga yang

ditawarkan oleh bandar atau tergantung pada wistawan yang membeli.16

C. Peran Perempuan Pengrajin Gerabah Sitiwinangun dalam Kehidupan Keluarga

Kegiatan perempuan di Dusun Kebagusan Desa Sitiwinangun ini mempunyai usaha

sampingan dalam menunjang penghasilan suami mereka yang sangatlah minim atau pas-

pasan.

Usaha sampingan tersebut merupakan upaya mereka dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari dari keluarganya. Adapun pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh

perempuan di Dusun Kebagusan adalah berdagang dan menjadi pengrajin gerabah.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan di lapangan, peneliti

memperoleh hasil mengenai peran publik dan sumbangan ekonomi perempuan pengrajin

gerabah bagi keluarga di Dusun Kebagusan Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang

Kabupaten Cirebon.

Adapun Aktivitas ekonomi perempuan pengrajin gerabah Sitiwinangun terbagi dalam

4 aspek yaitu lama kerja, alasan kerja, alokasi waktu kerja, dan proses kerja. Dengan

begitu akitivitas ekonomi perempuan pengrajin gerabah dapat dilihat pada tabel-tabel di

bawah ini.

Tabel 1. Lama Kerja Perempuan Pengrajin Gerabah di Dusun Kebagusan

No Nama Lama Kerja

1. Ibu Marini 60 Tahun

16
Wawancara dengan Ibu Tarina, salah satu perempuan pengrajin gerabah di Dusun Kebagusan, pada tanggal
20 Maret 2020.

37
2. Ibu Naresih 63 Tahun

3. Ibu Rasiti 20 Tahun

4. Ibu Tarina 18 Tahun

Sumber; data Primer 2020

Berdasarkan tabel 1 di atas, diketahui bahwa perempuan pengrajin gerabah di Dusun

Kebagusan telah ikut terlibat pada ranah publik sebagai pengrajin gerabah antara 18 – 63

tahun.

Tabel 2. Alasan Bekerja sebagai Pengrajin Gerabah

No Nama Pengrajin Alasan

1 Ibu Marini a. Melestarikan tradisi

b. Mencari nafkah untuk keluarga

c. Senang dengan dunia seni

2 Ibu Naresih a. Mencari nafkah

b. Hanya ini pekerjaan yang bisa dilakukan

3 Ibu Rasiti a. Mencari nafkah

4 Ibu Tarina a. Mencari Nafkah

Sumber; data primer 2020

Berdasarkan tabel 2 di atas, maka dapat diketahui bahwa secara umum alasan

perempuan di Dusun Kebagusan bekerjaan sebagai pengrajin gerabah karena untuk mencari

38
nafkah dan hanya ini yang bisa mereka lakukan. Alasan lain adalah untuk melestarikan tradisi

leluhur.

Tabel 3. Alokasi Waktu Kerja Perempuan Pengrajin Gerabah di Dusun Kebagusan

No Nama Pengrajin Alokasi Waktu

1 Ibu Marini 8 Jam

2 Ibu Naresih 6-7 Jam

3 Ibu Rasiti 8 Jam

4 Ibu Tarina 7 Jam

Sumber data primer 2020

Tabel 3 di atas menunjukkan waktu yang dialokasikan oleh wanita pengrajin gerabah

untuk bekerja berkisar antara 6 – 8 jam setiap harinya.

Tabel 4 Proses Kerja Perempuan Pengrajin Gerabah di Dusun Kebagusan

No Proses Waktu yang

dibutuhkan

1 Menjemur tanah liat 1 hari

2 Mengayak pasir 1 hari

3 Membuat adonan : mencampur tanah liat, 1 hari

pasir, dan air sambil diinjak-injak atau

digiling

39
4 Membentuk gerabah sesuai keinginan 3 hari

5 Menjemur gerabah setengah kering 2 hari

6 Menghaluskan gerabah 1 hari

7 Menjemur gerabah hingga kering 5 hari

8 Pembakaran gerabah 1 hari

9 Pembakaran gerabah tahap dua 1 hari

Sumber; data primer 2020

Proses pembuatan gerabah yang dilakukan oleh masing-masing informan hampir

sama. Berdasarkan tabel 4 di atas, dapat diketahui bahwa proses pembuatan gerabah secara

umum membutuhkan proses yang lama dan cukup rumit. Proses tersebut dimulai dengan

menjemur tanah liat, mengayak pasir, membuat adonan, membentuk adonan menjadi

gerabah, menjemur gerabah hingga setengah kering, menghaluskan gerabah, menjemur lagi

hingga kering, dan proses pembakaran.

40
BAB IV

TEORISASI DAN REFLEKSI FOKUS PIT

A. Pembahasan

Keluarga merupakan sebuah kelompok kecil yang memiliki hubungan erat

satu sama lain, saling tergantung yang terorganisir dalam satu unit tunggal dalam

rangka mencapai tujuan tertentu. Keluarga memiliki beberapa fungsi dasar, salah

satunya fungsi ekonomi. Fungsi ekonomi berhubungan erat dengan fungsi keluarga

untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti makan, minum, dan tempat

tinggal, untuk itu keluarga memerlukan sumber keuangan.17

Pada awalnya fungsi ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga

merupakan tugas suami. Suamilah yang bekerja di luar rumah menjalankan mencari

nafkah untuk anak dan istrinya, sedangkan istri bekerja di dalam rumah menjalankan

peran domestiknya menyelesaikan tugas kerumahtangganya.

Namun, Peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga tidak selamanya

berjalan sebagaimana mestinya. Hal yang paling sering kita temui terutama pada

masyarakat pedesaan adalah istri ikut bekerja di luar rumah. Perempuan yang

biasanya hanya menjalankan peran domestiknya juga ikut terlibat pada ranah publik

dengan berbagai motivasi.

Peran publik yang dilakukan oleh perempuan pengrajin gerabah di Dusun

Kebagusan Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang meliputi aktivitas ekonomi dan

aktivitas pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, memasak, mengasuh anak dan lain-

17
Ilyani Indria Lestari dkk, Peran Wanita Pengrajin Gerabah dalam Menunjang Ekonomi Keluarga di Desa
Masbagik Timut Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur, hlm. 10.

41
lain. Aktivitas ekonomi merupakan segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Aktivitas ekonomi yang dilakukan ini meliputi lama kerja, alasan kerja,

alokasi waktu kerja, dan proses kerja. Perempuan di Dusun Kebagusan Desa

Sitiwinangun Kecamatan Jamblang telah bekerja sebagai pengrajin gerabah guna

menunjang ekonomi keluarga telah berlangsung selama 20 – 63 tahun. Waktu yang

mereka alokasikan setiap harinya untuk bekerja antara 7 – 8 jam.

Alasan perempuan Dusun Kebagusan bekerja sebagai pengrajin gerabah

karena hanya itu pekerjaan yang bisa dilakukan dan salah satu cara untuk terus

melestarikan tradisi leluhur.

Perempuan pengrajin gerabah tersebut mengungkapkan jika pendapatan suami

sangat minim dan kadang tidak dapat cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan

keluarganya. selain itu, dua dari empat informan yang penulis wawancarai mereka

adalah seorang single parent, sehingga mereka harus tetap bekerja dengan membuat

gerabah untuk memenuhi kebutuhan sehar-harinya.

Proses kerja perempuan pengrajin gerabah dalam membuat gerabah

membutuhkan waktu dua minggu untuk memperoleh hasilnya. Proses pembuatan

gerabah tersebut juga cukup rumit, yaitu dimulai dengan menjemur tanah liat,

mengayak tanah liat, membuat adonan dengan cara mencampur tanah liat, pasir, dan

air smabil diinjak-injak, membentuk adonan menjadi gerabah, menjemuh gerabah

hingga setengah kering, menghaluskan gerabah, menjemmur gerabah hingga kering,

hingga proses pembakaran.

42
Dengan begitu, saat ini istri tidak bisa hanya ditempatkan pada wilayah

domestik saja tetapi perempuan juga harus didorong untuk dapat berperan aktif

diwilayah domestik.

Karena menurut Leacock “diakui atau tidak, lebih dari separuh perempuan di

hampir seluruh dunia telah menjadi penyumbang pendapatan keluarga dengan

berbagai bentuk/jenis pekerjaan, perempuan yang posisinya masih terpinggirkan

dalam ketenagakerjaan tetap berjuang bekerja untuk menghidupi keluarganya bersama

dengan laki-laki atau dalam statusnya sebagai orang tua tunggal (single parent)”.18

Perempuan yang ikut terlibat untuk mencari nafkah bagi anggota keluarganya

juga secara hukum Islam sangat diperbolehkan bahkan malah justru dianjurkan untuk

bekerja. Sebab, tidak semua perempuan mempunyai suami yang bisa sendirian

mencukupi kebutuhan keluarga.

Perempuan yang mempunyai pekerjaan dapat bahu membahu memenuhi

kebutuhan keluarga bersama suami. Lalu, rejeki suami sebagaimana rejeki istri tidak

ada yang menjamin terus menerus lancar sehingga suami yang sedang lancar

rejekinya juga sewaktu-waktu bisa bangkrut, mereka yang punya posisi bagus di

sebuah perusahaan juga bisa kena Pemutusa Hak Kerja (PHK).

Kemudian alasan lainnya ialah tidak semua laki-laki setia kepada istri dan

keluarga sepanjang usia perkawinan sehingga perempuan bisa sewaktu-waktu

ditelantarkan suami kemudian harus menghidupi sendiri anak-anaknya.

18
Sihite, R. 2007, Suatu Tinjauan Berwawasan Gender Perempuan, Kesetaraan, & Keadilan, ( Jakarta: P Raja
Grafindo Persada), hlm. 24.

43
Kemudian yang terakhir, Allah tidak memberikan jaminan bahwa usia suami

pasti lebih panjang daripada istri sehingga perempuan bisa sewaktu-waktu ditinggal

mati oleh suami lalu menjadi pencari nafkah tunggal keluarganya. 19

Dengan uraian tersebut, peran perempuan dalam industri kerajinan gerabah di

Desa Sitiwinangun sangat penting untuk diperhitungkan. Sebab, perannya tersebut

sangat bermanfaat bagi perekonomian keluarga. Sekaligus menjadi ruang gerak yang

menyenangkan bagi perempuan untuk mengekspresikan berbagai nilai seni yang

mereka miliki.

19
https://mubaadalahnews.com/kolom/detail_publik/2016-09-14/17, diunduh tanggal 21 Maret 2020.

44
BAB V

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat penulis jelaskan selama melaksanakan Praktik

Islamologi Terapan (PIT) di Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang Kabupaten

Cirebon khususnya di Dusun Kebagusan yaitu peran perempuan pengrajin

gerabah dalam bla...bla....berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang

direncanakan dalam bentuk pengabdian belajar hidup bersama masyarakat.

Meskipun target waktu yang direncanakan dalam melaksanakan Praktik

Islamologi Terapan ini tidak sepenuhnya dijalankan dengan hal tersebut. PIT ini

dengan sasaran masyarakat Desa Sitiwinangun Dusun Kebagusan sebagai bagian

isi dari laporan ini.

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan penulis pada bab-bab yang

sebelumnya. Penulis dapat menyimpulkan bahwa perempuan ikut terlibat dalam

aktivitas ekonomi sebagai perempuan pengrajin gerabah untuk memenuhi

kebutuhan keluarga. Selain itu perempuan pengarjin gerabah juga terlibat

langsung dalam kerajinan gerabah tersebut dari mulai menyiapkan bahan sampai

pada pemasarannya.

Rata-rata perempuan pengrajin gerabah telah menekuni pekerjaan tersebut

selama 20 – 63 tahun, dan alokasi waktu kerja setiap harinya selama 7-8 jam, dan

proses pembuatan gerabah hingga bisa dijual membutuhkan waktu kira-kira dua

minggu sampai satu bulan tergantung dengan kerajinan yang dibuatnya.

Adapun kesimpulan dari pelaksanaan Praktik Islamologi Terapan (PIT) yaitu

dapat terlaksana dengan baik dan lancar berkat dukungan dan kerjasama antar

warga dan pihak desa, masyarakat yang sangat membantu dan mendukung.

45
Dengan demikian hasil kesimpulan diatas menunjukan bahwa secara garis

besar kegiatan Praktik Islamologi Terapan (PIT) dapat dikatakan sukses dan

lancar meskipun waktu yang diberikan kurang lama.

B. Rekomendasi

Setelah melakukan Praktik Islamologi Terapan (PIT) pada Desa Sitiwinangun

Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon yaitu tempat dimana penulis

melaksanakan PIT sebagai syarat untuk tugas akhir. Adapun rekomendasi yang

dapat penulis berikan yaitu :

1. Kendala yang dihadapi para pengrajin perempuan yaitu terkait dengan

masalah modal atau pembiayaan sehingga membuat masyarakat sekitar

kesulitan untuk mencari modal. Maka penulis sarankan pemerintah desa perlu

membantu untuk kerjasama dengan lembaga keuangan yang siap memberikan

modal.

2. Pemerintah harus memperhatikan kebutuhan para pengrajin gerabah misalnya

terkait harga tanah liat dan pasir, serta biaya penggilingan yang dirasa mahal.

Sehingga bisa meringankan beban modal para pengrajin.

3. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, maka penulis menyarankan agar

dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga dapat membantu perekonomian

masyarakat lebih maju lagi dan bisa melakukan kerjasama dengan pihak pihak

yang bisa merubah hasil pendapatan tersebut.

4. Adapun saran penulis pagi perempuan pengrajin gerabah adalah harus berani

mencoba tehnik pembuatan gerabah yang lain seperti tehnik pengasapan.

Setelah penulis melakukan penelitian selama dua bulan ternyata gerabah hasil

yang dibakar dengan cara pengasapan hasilnya lebih mengkilap dan halus.

Sehingga harganya pun bisa dua sampai tiga kali lipat.

46
5. Saran yang penulis butuhkan adalam masukan dan kritik yang membangun

dari pembaca.

47
Daftar Pustaka

1. Ilyani Indria Lestari dkk, Peran Wanita Pengrajin Gerabah dalam Menunjang

Ekonomi Keluarga di Desa Masbagik Timur Kecamatan Masbagik Kabupaten

Lombok Timur. Diambil pada tanggal 13 Maret 2020

2. Cirebon.tribunnews.com, Warga Desa Sitiwinangun Gelar Tradisi Membersihkan al-

Qur’an, diambil pada Jum’at 13 Maret 2020,

3. Anggi Anggito dkk, 2018, Metode Penelitian Kualitatif, CV Jejak, Jawa Barat

4. Prof. Dr. A. Muri Yusuf, 2017, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan

Penelitian Gabunga, Kencana, Jakarta

5. Pengertiandepinisi.com, diambil pada tanggal 14 Maret 2020

6. Deshinta Vibriyanti, Jurnal ekonomi, Peran Kaum Perempuan dalam Industri

Kerajinan Gerabah di Desa Banyumulek, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Diakses dan diambil di internet pada tanggal 10 Maret 2020

7. Sihite, R. 2007. Suatu Tinjauan Berwawasan Gender Perempuan, Kesetaraan, &

Keadilan. Jakarta: P Raja Grafindo Persada.

8. https://mubaadalahnews.com/kolom/detail_publik/2016-09-14/17. Website di akses

pada tanggal 21 Maret 2020

9. Wawancara dengan Bapak Kadmiya : Kepala Dusun Kebagusan

10. Wawancara dengan Bapak Wastani Bajuri : Aparatur Desa Sitiwinangun

11. Wawancara dengan Ibu Marini : Pengrajin gerabah

12. Wawancara dengan Ibu Rasiti : Pengrajin gerabah

13. Wawancara dengan Ibu Tarina : Pengrajin gerabah

14. Wawancara dengan Ibu Naresih : Pengrajin gerabah

15. Wawancara dengan Bapak Dija : Pengrajin gerabah

16. Wawancara dengan Bapak Jaji : Pengrajin gerabah

48
17. Wawancara dengan Bapak Sariman : Pengelola Showroom Desa Sitiwinangun

49

Anda mungkin juga menyukai