Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kasus

KONTRAKTUR

Oleh :

Herva P. D. Karwur

220141010056

Masa KKM 29 Mei 2023 – 10 Agustus 2023

Supervisor Pembimbing :
Dr. dr. Mendy Hatibie SpBP-RE(K)

Residen Pembimbing:
dr. Ryan Senduk

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAMRATULANGI

RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul:

Kontraktur

Oleh :

Herva P. D. Karwur

220141010056

Masa KKM 29 Mei 2023– 10 Agustus 2023

Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada 2023, untuk memenuhi syarat
tugas Kepanitraan Klinik Madya di bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Sam
Ratulangi Manado

Residen Pembimbing Supervisor Pembimbing

dr. Ryan Senduk Dr. dr. Mendy Hatibie, SpBP-RE(K)

1
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................2
A. Definisi..............................................................................................................................2
B. Proses Penyembuhan Luka...............................................................................................3
C. Mekanisme........................................................................................................................3
D. Klasifikasi.........................................................................................................................5
E. Pencegahan.......................................................................................................................6
F. Penanganan...........................................................................................................................6
G.Tatalaksana Luka Bakar...............................................................................................................7
H. Diagnosis dan Tatalaksana Fraktur..................................................................................11
BAB III LAPORAN KASUS........................................................................................................23
A. Identitas.................................................................................................................................23
B. Primary Survey......................................................................................................................23
C. Secondary Survey..................................................................................................................23
D. Anamnesis.............................................................................................................................23
E. Pemeriksaan Fisik..................................................................................................................24
Status Lokalis.........................................................................................................................25
Foto Klinis Masuk RS............................................................................................................25
F. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................................26
G. Resume..................................................................................................................................29
K. Diagnosis...............................................................................................................................29
L. Penatalaksanaan.....................................................................................................................29
J. Follow up........................................................................................................................31
BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................37

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka, terutama luka
bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari sisa kulit yang sehat di sekitar luka,
yang tertarik kesisi kulit yang terluka. Kontraktur yang terkena hingga lapisan otot dan
jaringan tendon dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan. Istilah kontraktur berbeda
artinya dengan kontraksi. Kontraksi adalah suatu proses dinamik yang aktif yang melibatkan
fungsi darisel-sel yang hidup dan pemindahan energi. Proses kontraksi jelas terlihat pada
luka yang besar yang dibiarkan sembuh sendiri tanpa tindakan penutupan sekunder atau skin
graft. Pada luka tersebutakan terjadi pengecilan dari luas luka. Misalnya luka-luka amputasi
pada paha dimana diameter luka-luka tersebut 18-20 cm atau lebihakan mengecil menjadi
kurang lebih 4-5 cm diameternya karena proses kontraksi.
Kontraksi merupakan suatu proses yang normal pada proses penyembuhan luka,
sedangkan kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi.
Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik berlebihan dari proses
penyembuhan luka.
Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi akibat
suatu keadaan antara lain imbalance kekuatan otot, penyakit neuromuskular, penyakit
degenerasi, luka bakar, luka trauma yang luas, inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan
nyeri.
Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur dikarenakan kurangnya disiplin
penderita sendiri untuk sedini mungkin melakukan mobilisasi dan kurangnya pengetahuan
tenaga medis untuk memberikan terapi pengegahan, seperti perawatan luka, pencegahan
infeksi, proper positioning dan mencegah immobilisasi yang lama. Efek kontraktur
menyebabkan terjadinya gangguan fungsional, gangguan mobilisasi dan gangguan aktifitas
kehidupan sehari-hari.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif
maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit.

B. Proses Penyembuhan Luka


Proses penyembuhan luka sangat mempengaruhi terjadinya sikatrik dan jaringan yang
menyebabkan kontraktur, untuk itu perlu diingat kembali fase-fase penyembuhan luka. 6
1. Fase Inflamasi / fase substrat / fase eksudasi / lag phase
Biasanya berlangsung mulai hari pertama luka sampai hari kelima. Fase ini
bertujuan menghilangkan mikroorganisme yang masuk kedalam luka, bendabenda asing
dan jaringan mati. Semakin hebat infamasi yang terjadi makin lama fase ini
berlangsung, karena terlebih dulu harus ada eksudasi yang diikuti penghancuran dan
resorpsi sebelum fase proliferasi dimulai. Fase ini mempunyai 3 komponen, yaitu :
a. Komponen vaskuler
Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubule
berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi dan retraksi ujung pembuluh
darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan scrotonin dan histamin yang
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan
sel radang disertai vasodilatasi lokal yang menyebabkan udem.
b. Komponen hemostatik
Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling
melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk ikut membekukan darah
yang keluar dari pembuluh darah.
c. Komponen seluler
Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding
pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit
mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka.

2
Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut memakan dan menghancurkan
kotoran luka dan bakteri.
2. Fase proliferasi / fase fibroplasi / fase jaringan ikat
Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga,
mempunyai 3 komponen, yaitu :
a. Komponen epitelisasi
Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah
mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk
dari proses mitosis. Proses migrasi hanya dapat terjadi ke arah yang lebih rendah
atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup
seluruh permukaan luka.
b. Komponen kontraksi luka
Kontraksi luka disebut juga pertumbuhan intussuseptif, tujuan utama adalah
penutupan luka atau memperkecil permukaan luka. Proses terjadinya kontraksi luka
ini berhubungan erat dengan proses fibroplastik. Fibroblast berasal dari sel
mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam
aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan
mempertautkan luka. Serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian
diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengkerut. Sifat ini bersamaan
dengan sitat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka.
c. Reparasi jaringan ikat
Luka dipenuhi sel radang, fbroblast dan kolagen yang disertai dengan adanya
peningkatan vaskularisasi karena proses angiogenesis membentuk jaringan
berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut jaringan
granulasi.

3. Fase remodeling/fase resorpsi/fase maturasi/fase diferensiasi/penyudahan


Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali
jaringan yang berlebihan. Fase ini dimulai akhir minggu ketiga sampai berbulan bulan
dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Udem dan sel radang
diserap, sel mudah menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap, kolagen yang
3
berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama
proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan
dari dasar. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira
80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah
penyembuhan.

C. Mekanisme
Mekanisme yang pasti mengenai proses kontraksi pada luka memang belum jelas, tapi
kenyataannya luka dengan kerusakan permukaan kulit dengan dasar luka yang lemah,
misalnya kelopak mata, bibir, atau pipi akan menimbulkan kontraksi. Sedangkan di daerah
dahi atau kepala dimana kulit relatif lebih erat hubungannya dengan tulang di bawahnya,
proses kontraksi pada luka lebih terbatas. Biasanya, jaringan kulit yang terbentuk karena
kontraktur adalah jaringan non-elastik, yang karena terjadinya cedera, tumbuh menggantikan
jaringan kulit yang normal dan elastic. Jaringan kulit ini tidak dapat bergerak dengan
normal. Pada tahap penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada hari ke-4 dimana proses
ini bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan seluler dari penyembuhan luka.
Kontraktur fleksi dapat terjadi hanya karena kehilangan lapisan superficial dari kulit.
Biasanya dengan dilakukan eksisi dari jaringan parut yang tidak elastic ini akan
menyebabkan sendi dapat ekstensi penuh kembali.
Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam jangka
waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan
menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang dipertahankan memendek dalam 5-7 hari akan
mengakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan
pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih,
jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur.

D. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka kontraktur dapat
diklasifikasikan menjadi
1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen

4
Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut dapat
terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang dalam
dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi.
2. Kontraktur Tendogen atau Myogen
Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi
oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada
penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit degenerasi dan
inflamasi.
3. Kontraktur Arthrogen
Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini bahkan dapat
sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi yang lama dan
terus menerus, sehingga terjadi gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi,
misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri.
Menurut bentuknya, kontraktur terbagi atas :
1. Kontraktur linier
Gambaran klinis dari kontraktur linier :
a. Berbentuk garis lurus
b. Di pinggir garis ini terdapat web yang merupakan kelebihan kulit
c. Penangananannya dibuat desain Z-plasty, yaitu dua buah flap segitiga yang saling
dipindahkan tempatnya. Dengan desain ini maka garis kontraktur tersebut akan
diperpanjang dengan memanfaatkan kelebihan kulitpada sisi-sisi garis kontraktur
tersebut.
2. Kontraktur difusa
Gambaran klinis dan penanganan dari bentuk kontraktur ini adalah :
a. Berbentuk difus pada persendian
b. Dilakukan penanganan dengan pelepasan darikontraktur dan kekurangan kulit yang
tiimbul ditutupdengan Full Thickness Skin Graft (FTSG).

E. Pencegahan
Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program
pencegahan kontraktur meliputi : 1,2,3,6,9,10
5
1. Mencegah infeksi
Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera perlu
diperhatikan. Keterlambatan penyembuhan luka dan jaringan granulasi yang berlebihan
akan menimbulkan kontraktur.
2. Skin graft atau Skin flap
Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini mungkin,
bila perlu penutupan kulit dengan skin graft atau flap.
3. Fisioterapi
Tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi ;
a. Proper positioning (posisi penderita)
b. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi)
c. Stretching
d. Splinting / bracing
e. Mobilisasi / ambulasi awal

F. Penanganan
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian fungsi
dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan aktifitas lain.
Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan
program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan
1,2,6,8,10
untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren. Penanganan kontraktur dapat
dliakukan secara konservatif dan operatif :
1. Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih
mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi :
a. Proper positionin
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan keadaan
ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat di tempat tidur. 3,4
Posisi yang nyaman merupakan posisi kontraktur. Program positioning anti
kontraktur adalah penting dan dapat mengurangi udem, pemeliharaan fungsi dan

6
mencegah kontraktur.1,2,4,10 Proper positioning pada penderita luka bakar adalah
sebagai berikut :
1) Leher : ekstensi / hiperekstensi
2) Bahu : abduksi, rolasi eksterna
3) Antebrakii : supinasi
4) Trunkus : alignment yang lurus
5) Lutut : lurus, jarak antara lutut kanan dan kiri 20”
6) Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna
7) Pergelangan kaki : dorsofleksi
b. Exercise
Tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi dan
mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus pada seluruh
persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak terkena, merupakan
tindakan untuk mencegah kontraktur. 2,8,10 Adapun macam-macam exercise adalah :
1) Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri.
2) Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan
kontraksi otot tanpa gerakan sendi.
3) Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri tetapi
mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau anggota gerak penderita
yang sehat.
4) Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan
melawan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat mekanik.
5) Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap penderita.
c. Stretching
Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan kontraktur berat
dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan proper
positioning. Berdiri adalah stretching yang paling baik, berdiri tegak efektif untuk
stretching panggul depan dan lutut bagian belakang. 2,10
d. Splinting / bracing
Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk mempertahankan posisi yang
7
baik selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita
yang mengalami kesakitan dan kebingungan.
e. Pemanasan
Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka bakar,
ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya selama 10 menit per
lapangan. Ultrasound merupakan modalitas pilihan untuk semua sendi yang
tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar.

2. Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan terapi
konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut dapat dilakukan
dengan beberapa cara : 11
a. Z - plasty atau S – plasty
Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan dengan
kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga memerlukan
beberapa Z-plasty.
b. Skin graft
Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar. Kontraktur
dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan parut, selanjutnya
dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya. Sebaiknya dipilih split thickness graft
untuk l potongan, karena full thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-hati pada
ujung luka dan akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian
dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan latihan
aktif pada minggu ketiga post operasi.
c. Flap
Pada kasus kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya terdiri dari
jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut dan mengeluarkan /
mengekspos pembuluh darah dan saraf tanpa ditutupi dengan jaringan lemak,
kemudian dilakukan transplantasi flap untuk menutupi defek tadi. Indikasi lain
8
pemakaian flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft bebas untuk
koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan yang dekat ke
defek dalam 1 kali kerja.

G. Tatalaksana Luka Bakar

Gambar 1. Alur tatalaksana awal pada luka bakar.8

Pasien dengan cedera listrik pada awalnya harus dievaluasi sebagai pasien trauma. Jalan
napas, pernapasan, sirkulasi, dan imobilisasi tulang belakang harus dilakukan sebagai
bagian dari survei primer. Pertahankan indeks kecurigaan yang tinggi dan evaluasi cedera
tersembunyi. Akses intravena, pemantauan jantung, dan pengukuran saturasi oksigen
harus dimulai selama survei primer. Penggantian cairan adalah aspek yang paling penting
dari resusitasi awal. Seperti cedera termal konvensional, cedera listrik menyebabkan
pergeseran cairan yang masif dengan kerusakan jaringan yang luas dan asidosis. Oleh
karena itu, penting melakukan pemantauan terhadap hemodinamik pasien.9
Pertolongan pertama pada pasien luka bakar adalah menghentikan paparan atau proses
pembakaran dan memindahkan pasien ke area yang aman, dan menurunkan suhu luka. 11
Menghentikan proses pembakaran akan mengurangi kerusakan jaringan. Menurunkan

9
suhu permukaan akan mengurangi produksi mediator inflamasi (cytokines) dan promosi
maintenance viabilitas di zona stasis. Oleh karenanya, hal ini sangat membantu
pencegahan progres kerusakan yang terjadi pada luka bakar dalam 24 jam pertama. 8 Pada
luka bakar akibat tersengat listrik, menghentikan arus atau menggunakan isolator penting
dilakukan sebelum menyentuh pasien. Setelah itu, untuk menurunkan suhu, lokasi cedera
harus dibilas dengan air dingin. Hal ini tidak hanya memadamkan api tetapi juga
mendinginkan luka dan mengurangi konveksi panas dan rasa sakit.11
Setelah melakukan pertolongan pertama maka dilanjutkan dengan survei primer yaitu
mengamankan jalan napas, pernapasan, ventilasi, sirkulasi, disability, dan exposure.
Untuk menghindari hipotermia, terutama pada anak-anak dan lansia, pengkajian ini harus
dilakukan dengan tetap menjaga lingkungan yang hangat. Kemudian dilakukan
pemeriksaan perkiraan awal luas luka bakar menggunakan, Rule of Nines. Penilaian luas
luka bakar sangat penting karena jumlah resusitasi cairan oral atau intravena didasarkan
pada ukuran luka bakar. Mengingat sifat gagal napas yang mengancam jiwa, menilai
tingkat keparahan luka bakar juga harus mencakup penentuan dini apakah pasien
mengalami cedera akibat menghirup asap. Paparan produk pembakaran di ruang tertutup,
luka bakar wajah dan jelaga di rongga mulut tidak dengan sendirinya menunjukkan
cedera inhalasi tetapi memerlukan pemeriksaan fisik lebih lanjut dari faring posterior
untuk bukti cedera termal, termasuk eritema mukosa, pengelupasan dan pembengkakan
atau jelaga di pita suara. Tanda-tanda klinis seperti stridor, suara serak, sputum yang
mengandung karbon, dan dispnea juga menunjukkan cedera inhalasi dan membutuhkan
penanganan lebih lanjut.11
Survei sekunder seringkali dilakukan di unit gawat darurat termasuk analisis
laboratorium dan pencitraan. Oleh karena luka bakar merupakan luka terbuka maka
survei sekunder termasuk memastikan profilaksis tetanus yang memadai. Analisis
laboratorium awal pada pasien dengan luas luka bakar ≥15% meliputi hitung darah
lengkap, penilaian elektrolit, profil koagulasi dan pengukuran gas darah arteri. Pada
pasien dengan dugaan cedera inhalasi asap, oksigenasi normal dan rontgen dada tidak
mengesampingkan diagnosis karena respon inflamasi paru mungkin memerlukan waktu
untuk berkembang. Aspek penting dari survei sekunder adalah menghitung kebutuhan
awal laju cairan secara intravena.11 Kebutuhan cairan awal dihitung menggunakan rumus
10
Parkland yaitu 3-4 mL/ KgBB/ % luas luka bakar + tetesan maintanance pada anak-anak.
Cairan yang direkomendasikan yaitu cairan kristaloid. Pemberian cairan yaitu separuh
kebutuhan cairan berdasarkan kalkulasi volume diberikan dalam delapan jam kemudian
separuh sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pemantauan kecukupan resusitasi
cairan yaitu dengan memantau jumlah produksi urine (Dewasa: 0,5 mL/KgBB/jam).8
Syok luka bakar, yang menggabungkan fitur hipovolemik, distributif, dan kardiogenik,
terjadi dalam 48 jam awal sekunder akibat respons inflamasi yang tidak teratur setelah
luka bakar, dan ditandai dengan kebocoran kapiler difus di mana hilangnya protein,
elektrolit, dan plasma semakin mengurangi volume intravaskular, merusak perfusi organ
dan menghasilkan disoksia seluler (metabolisme oksigen seluler yang menyimpang).
Secara umum, pasien dengan luas luka bakar >20% akan memerlukan resusitasi cairan.
Namun, pasien dengan luka bakar yang lebih kecil mungkin juga memerlukan resusitasi
cairan dalam keadaan di mana terdapat gangguan lain, seperti cedera listrik, inhalasi asap
atau trauma bersamaan. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah untuk mempertahankan
perfusi organ akhir sambil menghindari morbiditas terkait resusitasi seperti sindrom
kompartemen ekstremitas, perut, dan orbita (kondisi yang ditandai dengan peningkatan
tekanan akut pada kompartemen tertentu, memerlukan dekompresi darurat untuk
menghindari kematian sel). Cairan pilihan awal adalah kristaloid atau yang paling sering
digukana yaitu larutan Ringer Laktat yang dihangatkan. Namun, pada sebagian besar
pasien dengan luka bakar parah, penggunaan larutan kristaloid secara eksklusif dapat
menyebabkan resusitasi berlebihan (yaitu, resusitasi kristaloid volume tinggi
berkelanjutan yang dikaitkan dengan perkembangan morbiditas terkait resusitasi). Untuk
mengatasi situasi ini, maka dapat menggunakan tambahan lain seperti albumin atau
plasma.11
Pada luka bakar listrik, konduksi arus listrik yang melalui dada dapat menyebabkan
gangguan ritmik jantung atau bahkan henti jantung, namun hal ini jarang ditemukan pada
luka bakar tersengat listrik tegangan rendah. Penderita dengan sengatan listrik tegangan
tinggi, penurunan kesadaran, atau memiliki EKG yang abnormal saat masuk rumah sakit
memerlukan pemantauan EKG selama 24 jam. Kejadian gangguan ritmik jantung
meningkat pada pasien dengan gangguan pada jantung sebelumnya.8

11
Umumnya, luka bakar steril saat luka bakar terjadi. Tindakan yang tepat untuk
penatalaksanaan luka adalah menutupinya dengan penutup plastik atau kain bersih. Jika
proses rujukan pasien lebih dari delapan jam, atau luka telah terkontaminasi maka dapat
diberikan antimikroba topikal. Bersihkan luka kemudian balut menggunakan antimikroba
yang mengandung silver atau krim silver sulfadiazin. Selain itu, dapat dilakukan elevasi
pada ekstremitas yang mengalami cedera untuk mengurangi edema. Tatalaksana luka
bakar dilakukan sesederhana mungkin dengan tujuan untuk memperkecil terganggunya
fungsi baik lokal maupun sistemik.8
Bila luka bakar melibatkan seluruh ketebalan dermis dan kulit kehilangan elastisitasnya
terutama ketika terdapat edema, maka diperlukan tindakan yaitu membuat sayatan pada
kulit hingga kedalaman subkutis, yang dikenal dengan eskarotomi. Pada pasien dengan
luka bakar, perlu dilakukan penilaian terhadap sirkulasi perifer setiap jam. Hal-hal yang
dinilai yakni warna kulit, edema, capillary refill time (CRT), pulsasi perifer, dan sensasi
rasa raba pada kulit. Jika terdapat luka masuk atau keluar yang parah, kemungkinan
adanya edema di bawah fasia, di mana edema dapat menyebabkan peningkatan tekanan
kompartemen oleh karena ada gangguan pada sirkulasi. Peningkatan tekanan
kompartemen ditandai dengan nyeri saat istirahat dan saat menggerakkan sendi-sendi
distal, ekstremitas terlihat pucat karena sirkulasi ke distal terganggu. Selain itu, CRT akan
melambat dan saturasi oksigen tidak terdeteksi pada pemeriksaan menggunakan pulse
oximetry, pada perabaan nadi tidak teraba, dan tidak ada denyut pada pemeriksaan USG
Doppler. Pasien juga akan mengeluh adanya rasa kesemutan hingga hilang rasa
(numbness). Pada keadaan ini maka perlu dilakukan tindakan fasiotomi.

12
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Kaeng Alfian
Jenis kelamin: Laki-laki
No. RM : 00741198
Tgl. Lahir/Umur : 15-04-1990 / 33 tahun
Alamat : Minahasa
Pekerjaan : Buruh
Agama : Kristen
MRS : 05 Juni 2023

B. Primary Survey
Airway : Tidak ada sumbatan jalan napas
Breathing :RR 20/menit, dada simetris, retraksi (-), deviasi trakea (-)
Circulation : Nadi 80x/menit, TD 110/80 mmHg
Disability : GCS E3V5M6, pupil isokor 3mm/3mm, RC +/+ Exposure, SB 36,5°C
Evaluate : Lengan kiri

C. Secondary Survey
Allergy : Tidak ada

Medication : Tidak ada

13
Past Illness : Tidak ada

Last Meal : 6 Jam SMRS

Enviroment : Rumah

D. Anamnesis
Penderita datang dengan keluhan utama sulit menggerakan lengan kiri
sejak 6 bulan yang lalu. Pasien memiliki Riwayat luka bakar akibat listrik pada
tahun 2021 bulan mei. Gerakan mengangkat lengan terbatas (+). Pasien kemudian
berobat ke RSUP Prof Dr. R. D. Kandou untuk pengobatan lebih lanjut.
E. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
• Keadaan umum : tampak sakit sedang
• Kesadaran : GCS E3V5M6
• Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/80

Respirasi : 20x/menit
Nadi : 80/menit

Suhu : 36,5oC

SpO2 : 98% on room air

• Kepala dan Leher

a. Rambut : Warna hitam


b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
c. Hidung : Tidak ada deviasi, sekret(-), epistaksis (-)
d. Bibir : Mukosa bibir kering
e. Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan tiroid

14
f. Thorax : Dalam batas normal
g. Abdomen : Dalam batas normal
h. Extremitas Superior : Tidak Ditemukan Kelainan
i. Extremitas Inferior : Luka lecet di regio axila sinistra 8x10 cm

Status Lokalis

Regio femur sinistra


a. Look : Scar (+) Keloid (+)
b. Feel : Nyeri tekan (-)
c. Move : ROM terbatas karena kontraktur

Foto Klinis Masuk RS

15
F. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium (06/6/2023)

Nama Tindakan Hasil Nilai Rujukkan

Leukosit 14 4x103-1x104/uL

Eritrosit 4.82 4.7 x 106 – 6.1 x 106/uL

Hemoglobin 14.8 13 – 16.5 g/dL

Hematokrit 42 39-51%

Trombosit 227 150-450 x 106/uL

GDS 57 70 – 140 mg/dL

SGOT 13 <33

SGPT 15 <43

Ureum 29 10-40 mg/dL

Kreatinin 1.0 0.5-1.5 mg/dL

Natrium 137 135-153 mmol/L

Kalium 3.1 3.5-5.1 mmol/L

Klorida 98 97-111 mmol/L

16
- Pemeriksaan Radiologi (06-6/2023)

- Cor: Besar dan bentuk normal


- Pilmo: Aerasi baik. Tidak dampak perselubungan, infiltrate, cavitas atau
nodul. Vascular marking baik, gtidak ada pembesaran KGB
- Sinus costophrenicus: kanan dan kiri tajam
- Hemidiaphragma: kanan dan kiri baik. Tulang-tulang normal
- Soft tissue: dinding dada normal
17
G. Resume

Penderita datang dengan keluhan utama sulit menggerakan lengan kiri sejak 6 bulan yang
lalu. Pasien memiliki Riwayat luka bakar akibat listrik pada tahun 2021 bulan mei. Gerakan
mengangkat lengan terbatas (+). Pasien kemudian berobat ke RSUP Prof Dr. R. D. Kandou untuk
pengobatan lebih lanjut. Pemeriksaan fisik tampak sakit sedang Kesadaran : GCS E3V5M6
Tanda-tanda vital Tekanan darah 110/80, respirasi 20x/menit, nadi 80/menit, suhu
36,5’C, saturasi 98% RA. Regio axilla sinistra Look: Scar (+) keloid (+), Feel: Nyeri
tekan (-), Move: ROM terbatas karena kontraktur.

H. Diagnosis

Kontraktur e.c Luka Bakar Axilla sinistra – truncus sinistra lateral keloid

I. Penatalaksanaan
- IVFD NaCl0.9% 20tpm

- Pro release kontraktur (7/6-2023)

- X foto thorax AP tegak

- Cek Lab lengkap

18
- Swab antigen

Laporan Operasi (09/6/2023)

- Pasien posisi prone dengan GA


- Asepsis dan antiseptik lapangan operasi
- Identifikasi tampak kontraktur soft tissue axila sinistra
- Release kontraktur + gradual stretching axila sinistra dengan preservasi
neurovascular, hingga posisi tangan ekstensi semaksimal mungkin dengan
observasi status distalis
- Observasi status distalis tampak CRT<2detik, hangat, warna sama dengan
kulit sekitar, kesan status distalis baik
- Debridement luka daerah thoracal sinistra dan brachium sinistra hingga
didapatkan perdarahan baik
- Cuci luka dengan NaCl 0,9%
- Desain flap transposisional dari lateral dan medial axila sinistra
- Injeksi vasokonstriktor, tunggu 7 menit
- Insisi sesuai desain, elevasi flap dengan plane subfascial hingga flap
dapat ditangkupkan ke defek axila atau tension
- Inseting flap ke axila sinistra, jahit dengan vycril 3.0
- Pasang drain hanscoen
- Harvesting STSG dari femur sinistra menggunakan dermatome
- Inseting sheet STSG didaerah debridement dan meshed STSG didaerah
sisahnya, fiksasi dengan silk 2.0
- Tutup luka donor dan STSG dengan tulle, kassa, hypafix
- Pasang elastic verband di femur kiri
- Pasang backslab thoracal sinistra hingga axila dan brachium sinistra
- Operasi selesai

19
Foto Intra dan Post operasi (06/6/2023)

20
21
J. Follow up

Tanggal S O A P

22
10 Juni Nyeri pada KU: sedang kontraktur IVFD NaCl0.9%
2023 luka sebelah e.c Luka 20tpm
GCS E4V5M6 Bakar ar posisi lengan
kiri (+) T : 110/80 axilla elevasi
nadi 80x/min sinistra -
resp 20x/min sefazoline 2x1gr iv
truncus
suhu 36.5C ketorolac 3x30mg
sinistra
sarutasi 98% iv
Kepala: Pupil lateral
keloid post ranitidine 2x50mg
bulat isokor, iv
diameter 3mm, release
RC (+/+) kontraktur
Thorax: simertis,
sonor ki=ka; SN:
bronkovesikular
Abdomen: BU
(+) normal
Ekstremitas :
akral hangat,
CRT <2”
Sensorik : dalam
batas normal
Status lokalis :
Regio axilla
sinistra - truncus
lateralis
sinistra
Look : scar (+)
keloid (+)
Feel : nyeri
tekan (-)
Movement :
ROM terbatas
karena
kontraktur

23
14 Juni nyeri pada luka KU: sedang, kontraktur IVFD NaCl0.9%
2023 GCS E4V5M6 e.c Luka 20tpm
operasi (+)
T : 110/80 Bakar ar posisi lengan
nadi 80x/min axilla elevasi
resp 20x/min sinistra -
suhu 36.5C sefazoline 2x1gr
truncus
sarutasi 98% iv
sinistra
Kepala: Pupil ketorolac 3x30mg
bulat isokor, lateral
keloid post iv
diameter 3mm, ranitidine
RC (+/+) release
Thorax: kontraktur 2x50mg iv
simertis, sonor Onoiwa 2x1sch
ki=ka; SN:
bronkovesikula
r
Abdomen: BU
(+) normal
Ekstremitas :
akral hangat,
CRT <2”
Sensorik :
dalam batas
normal
Status lokalis :
Regio axilla
sinistra -
truncus
lateralis
sinistra
Look : scar (+)
keloid (+)
Feel : nyeri
tekan (-)
Movement :
ROM terbatas
karena
kontraktur

15 Juni nyeri pada luka KU: sedang, kontraktur IVFD NaCl0.9%


2023 operasi (+) dan GCS E4V5M6 e.c Luka 20tpm
T : 110/80 Bakar ar posisi lengan
sekitar axilla
nadi 80x/min elevasi
resp 20x/min sinistra - sefazoline 2x1gr
balutan truncus
suhu 36.5C iv
sinistra
sarutasi 98% ketorolac 3x30mg
24
Kepala: Pupil lateral iv
bulat isokor, keloid post ranitidine
diameter 3mm, release 2x50mg iv
RC (+/+) kontraktur Onoiwa 2x1sch
Thorax: simertis,
sonor ki=ka; SN:
bronkovesikular
Abdomen: BU
(+) normal
Ekstremitas :
akral hangat,
CRT <2”
Sensorik : dalam
batas normal
Status lokalis :
Regio axilla
sinistra - truncus
lateralis
sinistra
terbalut

16 April nyeri pada luka KU: sedang, kontraktur IVFD NaCl0.9%


2023 operasi (+) GCS E4V5M6 e.c Luka 20tpm
T : 110/80 Bakar ar posisi lengan
nadi 80x/min axilla elevasi
resp 20x/min sinistra - sefazoline 2x1gr
suhu 36.5C truncus iv
sarutasi 98% sinistra ketorolac 3x30mg
Kepala: Pupil lateral iv
bulat isokor, keloid post ranitidine
diameter 3mm, release 2x50mg iv
RC (+/+) kontraktur Onoiwa 2x1sch
Thorax: simertis,
sonor ki=ka; SN:
bronkovesikular
Abdomen: BU
(+) normal
Ekstremitas :
akral hangat,

25
CRT <2”
Sensorik : dalam
batas normal
Status lokalis :
Regio axilla
sinistra - truncus
lateralis
sinistra
terbalut

17 April nyeri pada luka KU: sedang, kontraktur IVFD NaCl0.9%


2023 operasi (+) GCS E4V5M6 e.c Luka 20tpm
T : 110/80 Bakar ar posisi lengan
nadi 80x/min axilla elevasi
resp 20x/min sinistra - sefazoline 2x1gr iv
suhu 36.5C truncus ketorolac 3x30mg
sarutasi 98% sinistra iv
Kepala: Pupil lateral ranitidine 2x50mg
bulat isokor, keloid post iv
diameter 3mm, release Onoiwa 2x1sch
RC (+/+) kontraktur
Thorax: simertis,
sonor ki=ka; SN:
bronkovesikular
Abdomen: BU
(+) normal
Ekstremitas :
akral hangat,
CRT <2”
Sensorik : dalam
batas normal
Status lokalis :
Regio axilla
sinistra - truncus
lateralis
sinistra
terbalut

26
18 Juni nyeri pada luka : KU: sedang, kontraktur IVFD NaCl0.9%
2023 operasi (+) GCS E4V5M6 e.c Luka 20tpm
berkurang. T : 110/80 Bakar ar posisi lengan
nadi 80x/min axilla elevasi
resp 20x/min sinistra - sefazoline 2x1gr iv
suhu 36.5C truncus ketorolac 3x30mg
sarutasi 98% sinistra iv
Kepala: Pupil lateral ranitidine 2x50mg
bulat isokor, keloid post iv
diameter release Onoiwa 2x1sch
3mm, kontraktur
RC (+/+)
Thorax:
simertis, sonor
ki=ka; SN:
bronkovesikul
ar
Abdomen: BU
(+) normal
Ekstremitas :
akral hangat,
CRT <2”
Sensorik :
dalam batas
normal
Status lokalis :
Regio axilla
sinistra -
truncus
lateralis
sinistra
terbalut

27
BAB IV

PEMBAHASAN

Luka bakar listrik terbagi menjadi tiga yaitu listrik tegangan rendah, tegangan tinggi, dan
sengatan petir, di mana setiap kelompok memiliki gambaran tersendiri. Tegangan listrik rendah
bila kurang dari 1.000 volt, sedangkan tegangan listrik tinggi jika lebih dari 1.000 volt. Arus
sebesar 11.000 atau 33.000 volt pada kabel transmisi tegangan tinggi merupakan arus yang
paling umum digunakan. Tegangan lebih tinggi dijumpai pada pembangkit tenaga listrik maupun
gardu listrik. Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan dibawahnya
yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini disebabkan karena tarikan
parut abdnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan maupun proses deneratif.
Kontraktur yang banyak dijumpai adalah akibat luka bakar. Rehabilitasi luka bakar perlu
dilakukan dengan baik dan benar untuk mencegah terjadinya kontraktur

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R. De jong Buku Ajar Ilmu Bedah Sistem Organ dan Tindak Bedahnya.
Vol. 3, Egc. 2017. 1689–1699 p.
28
2. Denisiuk M, Afsari A. Femoral Shaft Fractures. [Updated 2023 Jan 2]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-.
3. Sembiring T, Rahmadhany H. Karakteristik Pendertia Fraktur Femur Akibat Kecelakaan
Lalu Lintas Di RSUP Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2016-2018. Ibnu Sina: Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan-Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara
Volume 21 No.1 Tahun 2022.
4. Calabrese N. Orthopaedics for Physician Assistants [Internet]. Second edi. Elsevier Ltd;
2022. 189–209 p. Available from: www.elsevier.com.
5. Netter F. Atlas of Human Anatomy [Internet]. Edisi Keen. Hansen JT, Benninger B,
Bruecker-collins J, Hoagland TM, Tubbs SR, editors. Elsevier; 2014. Available from:
www.elsevier.com
6. Egol, K dkk. Femoral Neck Fractures; Handbook of Fractures, 5th Ed. Lippincott
Williams & Wilkins, 2015. Hal: 349.
7. Solomon, L dkk. Fractures of the Femoral Neck; Apley’s System of Orthopaedic and
Fractures, 9th Ed. Arnold, 2010. Hal: 847.
8. Ibrahim DA, Swenson A, Sassoon A, Fernando ND. Classifications In Brief: The
Tscherne Classification of Soft Tissue Injury. Clin Orthop Relat Res. 2017
Feb;475(2):560–4.
9. Enninghorst N, McDougall D, Evans JA, Sisak K, Balogh ZJ. Populationbased
epidemiology of femur shaft fractures. J Trauma Acute Care Surg.
2013 Jun;74(6):1516–20.
10. AlTurki AA, AlAqeely KS, AlMugren TS, AlZimami IS. Analysis of femoral fracture
post motor vehicle accidents. Saudi Med J. 2019 Jan;40(1):41–4.
11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional RISKESDAS [Internet].
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan; 2018. Available from:
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/L
aporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf
12. Jones CB. Open Fractures. In: Skeletal Trauma: Basic Science, Management, and
Reconstruction [Internet]. Sixth. Elsevier Inc.; 2020. p. 530–60. Available from:
https://doi.org/10.1016/B978-0-323-61114-5.00018-5
29
13. Whittle AP. GENERAL PRINCIPLES OF FRACTURE TREATMENT [Internet].
Fourteenth. Campbell’s Operative Orthopaedics, 4-Volume Set. Elsevier Inc.; 2023.
2757-2811.e8 p. Available from: https://doi.org/10.1016/B978-0-323-67217-7.00053-5
14. Romeo NM, Firoozabadi R. Classifications in Brief: The Pipkin Classification of
Femoral Head Fractures. Clin Orthop Relat Res. 2018 May;476(5):1114–9.
15. Nandi S. Revisiting Pauwels’ classification of femoral neck fractures.
World J Orthop. 2021 Nov;12(11):811–5.
16. Kazley JM, Banerjee S, Abousayed MM, Rosenbaum AJ. Classifications in Brief: Garden
Classification of Femoral Neck Fractures. Clin Orthop Relat Res. 2018 Feb;476(2):441–
5.
17. Garrison I, Domingue G, Honeycutt MW. Subtrochanteric femur fractures: current
review of management. EFORT Open Rev. 2021;6(2):145–51.
18. Gerónimo D, López AM. Fracture and Dislocation Classification Compendium. J Orthop
Trauma. 2018;0(9781461479864):23–71.
19. Berner A, Schütz M. Distal Femur Fractures. Bone Jt Inj Trauma Surg III [Internet].
2022 Aug 1 [cited 2023 Jan 19];297–311. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551675/
20. Gwinnutt CL, Driscoll P. Advanced trauma life support. Tenth Edit. Vol. 48, Anaesthesia.
2021. 441–442 p.
21. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Kesehatan Primer. Satu. Tim editor PB IDI, editor. Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia; 2017.
22. Sabharwal S, Kumar A. Methods for assessing leg length discrepancy. Clin Orthop Relat
Res. 2008 Dec;466(12):2910–22.
23. Hand TL, Hand EO, Welborn A, Zelle BA. Gram-Negative Antibiotic Coverage

in Gustilo-Anderson Type-III Open Fractures. JBJS [Internet]. 2020;102(16).

Available from:

https://journals.lww.com/jbjsjournal/subjects/Infection/Fulltext/2020/08190

/Gram_Negative_Antibiotic_Coverage_in.16.aspx

30
24. Gómez-Barrena E, Rosset P, Lozano D, Stanovici J, Ermthaller C, Gerbhard F.

Bone fracture healing: cell therapy in delayed unions and nonunions. Bone. 2015

Jan;70:93–101.

25. Morgan EF, De Giacomo A, Gerstenfeld LC. Overview of skeletal repair

(fracture healing and its assessment). Methods Mol Biol. 2014;1130:13–31.

26. Einhorn TA, Gerstenfeld LC. Fracture healing: mechanisms and interventions.

Nat Rev Rheumatol. 2015 Jan;11(1):45–54.

27. Dhital M, Regmi S, Regmi R, et al. Cardiac Arrhythmias in Patients with Electrical
Injury: Hospital Based Study. Nepalese Heart Journal; 2020.

31

Anda mungkin juga menyukai