Anda di halaman 1dari 22

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No.

2, Agustus 2018

Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreneurship” Bidang Pertanian dan Peternakan:


Studi Kasus Desa Bukit Langkap Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau1
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan2
Abstraksi
Penelitian dilakukan di Desa Bukit Langkap, Kabupaten Lingga, Kepualauan Riau. Desa Bukit Langkap
merupakan desa transmigrasi yang dibentuk pada tahun 1988. Sebanyak 80% lahan masyarakat belum
dibuka dan dimanfaatkan. Pembukaan lahan yang dilakukan masyarakat berbasis social entrepreneurship.
Tujuan penelitian (1) mengetahuai proses pemberdayaan masyarakat berbasis social enterpreneurship di
bidang pertanian dan peternakan (2) mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan
masyarakat berbasis social enterpreneurship di bidang pertanian dan peternakan. Metode penelitian adalah
kualitatif dengan teknik analisis data pendekatan deskriptif desain Grounded Theory Approach. Sampel yang
digunakan adalah purposive sampling sebanyak 33 orang yang dipilih. Pengumpulan data dilakukan melalui
observasi, wawancara dan dokumentasi. Validasi data dilakukan dengan cara member checking. Analisis data
menggunakan open, axial, dan selective coding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemberdayaan
masyarakat melalui tahapan (1) Penyadaran, melibatkan tokoh masyarakat sebagai penyuluh, penggerak,
motivator dan teladan, (2) Pengakapasitasan, melalui kegiatan pelatihan,(3) Pendayaan, melalui otoritas
masyarakat. Faktor pendukung social entrepreneurship adalah (a) Modal awal, (b) Partisipasi aktif
kelompok tani dan ternak dan (c) Peran tokoh masyarakat. Faktor penghambat social entrepreneurship
adalah (a) Rendahnya leadership, (b) Kurang siapnya sumberdaya manusia dan (c) Kurangnya kemampuan
di bidang pertanian dan peternakan.
Kata kunci: pemberdayaan masyarakat, pertanian dan peternakan, social enterpreneurship
Abstract
Research conducted in Bukit Langkap Village, Riau Islands. As much as 80% of community land hasn’t been
opened and utilized. Research objectives to know: (1) process of community empowerment-based social
enterpreneurship in agriculture and animal husbandry (2) the factor endowments and barrier community
empowerment-based social enterpreneurship. The research method is qualitative data analysis techniques
with descriptive approach with Grounded Theory Approach design and use purposive sampling numerous
33 people chosen by purposive. Data collection is carried out by observation, interview and documentation.
Validation and accuracy of the data is done by of a member's checking. Data analysis using open, axial, dan
selective coding. The results showed through stages (1) Awareness, engage community leaders as extension
officers, driving, motivator and role model, (2) Capabilities, through training activities, (3) Leverage existing,
authority of the public. The supporting factors is (a) initial capital, (b) active participation of farmers and
livestock groups (c) role of community leaders. Restricting factors of social entrepreneurship is (a) low level
of leadership, (b) Less prepared human resources (c) lack of ability in field of agriculture and animal
husbandry.
Keywords: community empowerment, agriculture and animal husbandry, social enterpreneurship

1 Untuk mengutip artikel ini: Utami, Bekti Nur, Khonitan, Dwi. 2018. “Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social
Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan di Desa Bukit Langkap, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau”.
Jurnal Pemikiran Sosiologi 5 (2): 126-147
2 Politeknik Pembangunan Pertanian (PolBangtan) Malang, Jawa Timur. Contact:bekti.n.utami@gmail.com

126
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

A. Pendahuluan kegiatan untuk memperkuat dan atau


mengoptimalkan keberdayaan (dalam arti
Desa Bukit Langkap merupakan salah satu
kemampuan dan atau keunggulan bersaing)
desa di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan
kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
Riau yang memiliki jumlah kependudukan
individu-individu yang megalami masalah
sejumlah 131 KK (Anonim, 2017). Di Desa
kemiskinan. Berdasarkan Undang-Undang
Bukit Langkap terdapat 4 kelompok tani yang
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013
aktif dalam kegiatan pertanian dan sosial.
tentang Perlindungan & Pemberdayaan Petani
Kelompok Tani tersebut adalah Jatayu,
pada Pasal 1 Ayat 2 tertulis pengertian
Buntayu, Gemaripa dan Pangestu. Selain
pemberdayaan petani yang berbunyi
anggota kelompok tani, masyarakat yang tidak
“pemberdayaan petani adalah segala upaya
tergabung dengan kelompok tani juga aktif di
untuk meningkatkan kemampuan petani
dalam kegiatan sosial pertanian. Kegiatan
untuk melaksanakan usaha tani yang lebih
sosial pertanian ini adalah pembukaan lahan
baik melalui pendidikan dan pelatihan,
masyarakat yang ada di hutan dan rawa untuk
penyuluhan dan pendampingan,
dijadikan lahan persawahan produktif dan
pengembangan sistem dan sarana pemasaran
meningkatkan pendapatan masyarakat
hasil pertanian, konsolidasi dan jaminan
nantinya serta merantas nilai kemiskinan di
luasan lahan pertanian, kemudahan akses
desa Bukit Langkap. Walaupun masyarakat
ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi,
memiliki tanah yang luas, namun belum bisa
serta penguatan kelembagaan petani”. Petani
menambah pendapatan. Setidaknya ada 80%
perlu diberikan perlindungan serta
lahan masyarakat di Desa Bukit Langkap yang
pemberdayan supaya petani memiliki
belum diolah. Setiap KK memiliki 1 hektar
kapasitas untuk terus tumbuh dan
tanah yang belum dibuka dan diolah, sehingga
berkembang menjadi lebih sejahtera.
diadakanlah kegiatan pertanian yang berbasis
social entrepreneurship di Desa Bukit Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007, h.2-5)
Langkap. membagi tiga proses pemberdayaan, pertama,
tahap penyadaran, target sasaran adalah
Dukungan dari beberapa faktor
masyarakat yang kurang mampu yang harus
pendukungpun juga berperan didalam
diberikan “pencerahan” dengan memberikan
pemberdayaan masyarakat pada kegiatan
penyadaran bahwa mereka memiliki hak
Social Entrepeneurship di desa Bukit Langkap,
untuk mampu dalam menghadapi masalah
menurut Mardikanto & Soebiato (2013, h.16)
yang dihadapi. Mereka harus diberikan
pemberdayaan merupakan serangkaian

127
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

motivasi bahwa mereka mempunyai masyarakat yang belum dibuka. Uraian social
kemampuan untuk keluar dari lingkaran entrepreneurship diawali dengan
kemiskinan. Kedua, tahap pengkapasitasan, pembahasan tentang penelitian terdahulu dari
tahap ini terdiri dari tiga jenis Certo & Miller (2008: 267-271) yang
pengkapasitasan yaitu pengkapasitasan mengungkapkan bahwa terdapat tiga cara
manusia, organisasi dan sistem nilai. melihat social entrepreneurship. Pertama,
Pengkapasitasan manusia dilakukan dengan dari misi secara keseluruhan, dimana social
memberikan pendidikan, pelatihan, dan entrepreneurship mempunyai misi untuk
kegiatan lainnya untuk meningkatkan penciptaan nilai sosial dengan profit sebagai
keterampilan individu atau kelompok. efek tidak langsung. Kedua, ukuran performa,
Pengkapasitasan organisasi dilakukan dengan dimana sulit melakukan penguran performa
melakukan restrukturisasi organisasi social entrepreneurship sebab nilai sosial
sehingga dapat memunculkan inovasi baru yang sulit diukur. Ketiga, pemanfaatan sumber
dalam perubahan yang dilakukan. daya, dimana social entrepreneurship
Pengkapasitasan sistem nilai dilakukan memanfatkan sumber daya secara sukarela.
dengan membuat “aturan main” didalam Social entrepreneurship mempunyai tujuan
organisasi yang berupa peraturan yang harus mencapai profit atau berorientasi pada hasil.
dipatuhi oleh seluruh anggotanya. Ketiga, Mengenai profit penulis meninjau dari
tahap pendayaan pada tahap ini target sasaran Colander (2008: 200) , Slavin (2008: 201), dan
diberikan daya atau kekuatan, kekuasaan, Nicholson & Snyder (2007: 273) bahwa tujuan
otoritas atau peluang yang disesuaikan profit membuat social entrepreneurship erat
dengan kemampuan yang dimiliki sehingga dengan konsep opportunity cost dan profit
target sasaran dapat menjalankan kekuasaan maximalization. Social entrepreneurship
yang diberikan dan mampu membawa melakukan kegiatan sosial dengan
perubahan lebih baik. mendapatkan profit kemudian
mendistribusikannya sebagai upaya
Kegiatan social entrepreneurship telah terjadi
penciptaan nilai sosial.
sejak satu tahun yang lalu dengan awal
pembukaan lahan sebanyak 5 orang dengan
luas 1 hektare setiap orangnya dengan
pembiayaan bantuan dari Kepala Desa Bukit
Langkap, orientasi profit dari kegiatan ini
adalah untuk memperluas lahan-lahan

128
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

B. Metode Penelitian paling membantu dalam memahami fenomena


sentral (Creswell, 1998). Informan yang
Penelitian ini bertujuan untuk
menjadi sumber data dalam penelitian ini
(1) Mengetahui bagaimana pemberdayaan sebanyak 33 orang yang terdiri dari Kepala
masyarakat yang berbasis social Desa, Sekretaris Desa, Ketua PKK, Ketua RW,
enterpreneurship di bidang pertanian Ketua RT, 4 orang pemuda anggota karang
dan peternakan taruna dan masyarakat umum yang sebanyak
(2) Mengetahui faktor pendukung dan 13 ibu rumah tangga dan 11 kepala keluarga.
penghambat dalam pemberdayaan Pengumpulan data dilakukan dengan cara
masyarakat berbasis social observasi, wawancara dan dokumentasi.
enterpreneurship dibidang pertanian dan Analisis data menggunakan open, axial, dan
peternakan. selective coding (Strauss&Corbin,1998) untuk

Penelitian dilakukan di Desa Bukit Langkap menganalisis data.

Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau. Observasi yang dilaksanakan adalah observasi
Metode penelitian menggunakan pendekatan partisipatif jenis partisipatif pasif. Observasi
kualitatif desain Grounded Theory Approach. dilakukan terhadap kegiatan penanaman
Objek dalam penelitian ini adalah proses sampai pemanenan padi di Desa Bukit
pemberdayaan masyarakat yang berbasis Langkap selama 3 bulan. Alat yang digunakan
social enterpreneurship serta faktor dalam obervasi ini adalah catatan-catatan
pendukung dan penghambat pemberdayaan untuk merekam setiap peristiwa yang terjadi
masyarakat berbasis social enterpreneurship selama observasi. Teknik wawancara dalam
bidang pertanian dan peternakan di desa penelitian ini berjenis wawancara
Bukit Langkap Kabupaten Lingga. semiterstruktur. Alat yang digunakan untuk

Teknik analisis data dengan pendekatan merekam hasil wawancara berupa handphone

deskriptif dimana selama berada di lapangan berjenis smartphone dalam bentuk file

mencakup tiga kegiatan secara bersamaan: berekstensi.amr. instrumen penelitian


merujuk pada penelitian terdahulu dari Certo
(1) reduksi data,
& Miller (2008). Dokumentasi yang dilakukan
(2) penyajian data,
berupa pengumpulan foto selama kegiatan
(3) penarikan kesimpulan (verifikasi).
berlangsung yang dikumpulkan dalam satu
Sampel yang digunakan adalah purposive bentuk folder. Validasi dan keakuratan data
sampling yaitu dengan memilih orang yang dilakukan dengan cara member checking.

129
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

C. Temuan Penelitian dan Pembahasan dengan perlakuan pengolahan lahan dengan


Hasil Penelitian: Praktik “Social
pemupukan.
Entrepreunership”
Kebutuhan pokok pangan masayarakat Desa
Bukit Langkap diperoleh dari ibukota
Desa Bukit Langkap merupakan desa
kecamatan. Jarak desa Bukit Langkap ke
transmigrasi yang dibentuk pada tahun 1988.
ibukota kecamatan sejauh 25 km. Pasokan
Letak Desa Bukit Langkap berada di antara
bahan pangan di ibukota kecamatan berasal
dua bukit yaitu bukit bayi dan bukit syaigon di
dari Batam atau pulau-pulau sekitar yang
Pulau Lingga Provinsi Kepualauan Riau.
diangkut dengan kapal. Cuaca sangat
Penduduk Desa Bukit Langkap adalah Warga
berpengaruh bagi pelayaran kapal dalam
Negara Indonesia yang mengikuti program
pengangkutan bahan pangan tersebut,
transmigrasi. Mayoritas penduduk berasal
sehingga sering mengalami keterlambatan
dari sejumlah daerah di Jawa seperti Pati,
apabila cuaca sedang buruk. Selain itu, dengan
Tegal, dan Klaten. Jumlah penduduk sebanyak
terus meningkatnya pertumbuhan penduduk
131 Kepala Keluarga. Setiap kepala keluarga
di Desa Bukit Langkap, menyebabkan
mendapat lahan seluas 2,5 hektar. Sebagian
bertambahnya kebutuhan pangan. Hal
lahan tersebut digunakan pendirian rumah,
tersebut, mendorong Bupati Lingga, H. Alias
namun masih banyak lahan yang belum
Wello, S.IP, merancang program
dibuka dan dimanfaatkan. Setiap kepala
pembangunan pertanian dan peternakan pada
keluarga memiliki lahan yang belum
masa jabatannya. Salah satu program kegiatan
dimanfaatkan berukuran sekitar 1,5 hektar.
pembangunan pertanian adalah pembukaan
Oleh karena itu, jika di Desa Bukit Langkap ada lahan hutan untuk dijadikan sawah.
131 KK maka terdapat sekitar 196,5 hektar Pencetakan sawah tersebut bertujuan untuk
lahan yang belum dibuka dan dimanfaatkan. memproduksi padi karena kebutuhan pangan
Lahan yang belum dibuka tersebut masih beras masih dipasok dari daerah lain. Hal ini
dalam keadaan hutan belantara dan rawa, dikarenakan subsektor tanaman bahan
namun sudah memiliki sertifikat. Berdasarkan makanan di Kabupaten Lingga masih
hasil analisis PUTK (Perangkat Uji Tanah mencakup tanaman ubi kayu dan ubi jalar
Kering), tanah di Desa Bukit Langkap (Kabupaten Lingga, 2013). Pembangunan di
mempunyai pH sebesar 5-6 yang tergolong bidang peternakan yaitu pemanfaatan lahan
sedikit masam. Tanah tersebut cocok untuk untuk pembuatan kandang koloni sebagai
penanaman padi dan hijauan pakan ternak tempat budidaya ternak. Selain itu,

130
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

pembukaan lahan juga dimnfaatkan untuk jalan menuju sawah. Jalan menuju sawah
penanaman hijauan pakan ternak. ditimbun dengan batu dan kerikil sehingga
jalan keras dan apabila hujan tidak berumpur.
Kegiatan program pembangunan pertanian
Jalan menuju sawah yang lebih baik
dan peternakan yang dilakukan masyarakat di
menjadikan petani tetap beremangat ke
Desa Bukit Langkap berbasis social
sawah meskipun turun hujan. Sudarmin
entrepreneurship. Elemen utama dalam Social
selaku kepala desa mengatakan “memberikan
entrepreneurship adalah :
dorongan positif dengan memperbaiki akses
1. Social value (Nilai Sosial) jalan melalui laba bersama, menurut saya bisa

Social value merupakan eleman khas dari meningkatkan motivasi lebih dari para

social entreprenerurship yaitu menciptakan petani”.

manfaat sosial yang nyata bagi masyarakat b. Pembukaan lahan untuk penanaman
dan lingkungan sekitarnya. Manfaat sosial hijauan pakan ternak
yang bisa dirasakan bagi masyarakat Desa
Lahan milik masyarakat yang masih berupa
Bukit Langkap adalah
hutan belantara mulai dibuka. Pembukaan
a. Jalan menuju sawah yang lebih baik lahan menggunkan alat dan mesin pertanian.

Jalan menuju sawah semula jelek, yaitu berupa Pembukaan hutan bertujuan untuk

jalan tanah biasa. Jalan tanah tersebut, apabila menyedikan lahan penanaman hijauan pakan

hujan menjadi berlumpur dengan air yang ternak. Dana pembukaan lahan hutan

menggenang sehingga menyulitkan petani diperoleh dari laba hasil penjualan pupuk

melewatinya bahkan tidak bisa dilewati. Pada organik yang dipasarkan melalui BUMDes.

pengembangan fasilitas publik ini sangat Atik menyatakan bahwa sangat kreatifnya

berpengaruh dalam kehidupan masyarakat, bapak-bapak dan karang taruna di desa

Warok mengatakan “Dengan adanya tersebut dalam mengubah kotoran sapi

perbaikan jalan ini sangat mendukung saya menjadi uang untuk menhasilkan keuntungan

untuk membantu orangtua dalam bersama membuat desa tersebut menjadi desa

pengambilan hasil panen, tidak perlu lagi yang aktif serta kreatif dalam kegiatan

pengangkutan dengan jalan kaki, lebih efisien kebersamaan.

karena motor saya bisa masuk”. Adanya laba 2. Civil society


hasil penjualan padi melalui BUMDes
Social society pada social entrepreneurship
digunakan sebagai dana untuk memperbaiki
pada umumnya merupakan pengoptimalan

131
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

modal sosial yang berasal dari inisiatif dan rasa keterpanggilan, mampu
partisipasi masyarakat, di Desa Bukit Langkap mengorganisasikan dan mengkoordinasikan
sendiri Social society sudah terlihat sangat kegiatan anggotanya, mempunyai keuletan,
jelas ketika kami berbaur dalam kegiatan pengetahuan dan pengalaman yang cukup
masyarakat sehari-hari. serta yang penting adalah merupakan hasil
pilihan dari anggotanya.
a. Norma
b. Kepercayaan
Social society di masyarakat Desa Bukit
Langkap ditunjukkan dengan adanya Kepala Desa Bukit langkap, Bapak Sudarmin
pembentukan organisasi baru. Organisasi mempunyai insiatif dana awal yang
tersebut merupakan organisasi yang diperlukan untuk social entrepreneurship.
mengelola social entrepreneurship di Desa Dana awal untuk pembukaan lahan seluas 10
Bukit Langkap. Pada organisasi tersebut hektar sebanyak Rp 50 juta berasal dari
disusun struktur organisasi yang mempunyai APBDes. Dana yang diberikan akan
fungsi dan tugas untuk tiap-tiap bidangnya. dikembalikan secara berangsur melalui
Beberapa bidang yang diemban dalam keuntungan dari kegiatan social
pembagian tugas ini antara lain bidang entrepreneuship, secara berkala dana akan
pengadaan yang mengatur pembiayaan dan terus berputar untuk mengembangkan
pembagian keuntungan antar anggota, bidang program selanjutnya, meningat dana tersebut
penyediaan sarana prasarana bertugas untuk adala dana yang diberikan untuk
menyediakan kebutuhan pelaksanaan kesejahteraan ekonomi dan sosial
kegiatan, bidang teknisi bertugas untuk masyarakat. Masyarakat juga percaya, bahwa
pelaksanaan kegiatan dengan arahan dari social entrepreneurship berbasis pertanian
pihak BPTP, serta bidang administrasi dengan dan peternakan yang dilakukan akan berhasil,
tugas pencatat segala kegiatan dan data yang sehingga masyarakat melaksanakannya
diperlukan kelompok. Aturan juga dibuat dengan sungguh-sungguh dan sesuai aturan
untuk menjalankan aktifitas organisasinya. serta rencana yang tela disusun sebelumnya.
Aturan dalam kepengurusan program ini pada
c. Gotong-royong
hakekatnya dibentuk dari, oleh dan untuk
anggota kelompok pengurus program dipilih Masyarakat Desa bukit Langkap secara

dari anggota kelompok yang mau dan mampu bergotong-royong berpartisipasi dalam

mendukung pengembangan program, pelaksanaan pembukaan lahan hutan.

memiliki kualitas seperti kesediaan mengabdi, Pembukaan lahan hutan dilaksanakan secara

132
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

bertahap. Konsep gotong royong juga dapat diberikan membuat kami memiliki banyak
dimaknai dalam konteks pemberdayaan pengetahuan dan keterampilan khususnya
masyarakat (Pranadji, 2009: 62), karena bisa bisa meningkatkan penghasilan”. Pelatihan
menjadi modal sosial untuk membentuk tersebut melibatkan pihak luar sebagai
kekuatan kelembagaan di tingkat komunitas, narasumber dan pelatih. Pihak luar yang
masyarakat negara serta masyarakat lintas terlibat adalah Bank Indonesia dan Balai
bangsa dan negara Indonesia dalam Penelitian Teknologi Pertanian Provinsi
mewujudkan kesejahteraan. Hal tersebut juga Kepulauan Riau, dengan adanya keterkaitan
dikarenakan di dalam gotong royong beberapa pihak luar desa kegiatan sosial
terkandung makna collective action to berupa socio entrepreneurship dapat berjalan
struggle, self governing, common goal, dan dengan baik karena memiliki dukungan penuh
sovereignty dari pihak yang berkompeten.

Tahap pertama dalam kegiatan Social


Entreprenurship dibuka seluas 10 hektar.
3. Innovation
Proses pembukaan lahan dilakukan
menggunakan alat dan mesin pertanian. Inovasi yang diterapkan oleh masyarakat Desa

Tujuan pembukaan lahan tersebut adalah Bukit Langkap merupakan penerapan

untuk pencetakan sawah. Secara bergotong- teknologi baru di bidang pertanian dan

royong, masyarakat desa juga berpartisipasi peternakan yang memadukan kearifan lokal.

dalam mencetak sawah baru. Bapak-bapak Inovasi tersebut adalah

berpartisipasi menyumbangkan tenaga dan a. Pembuatan pupuk organik


ibu-ibu menyediakan makanan dan minuman.
Masayarakat Desa Bukit Langkap mempunyai
d. Jaringan kegemaran memelihara sapi potong jenis bali.

Pengetahuan dan keterampilan masyarakat Setiap kepala keluarga memiliki minimal satu

Desa Bukit Langkap mengenai teknis ekor sapi. Sapi tersebut dipelihara bebas di

pertanian dan peternakan masih rendah. halaman rumah. Kotoran sapi semula belum

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dimanfaatkan, hanya dibiarkan bigitu saja.

teknis pertanian dan peternakan bagi Kemudian ada pelatihan pembuatan pupuk

masyarakat dilakukan dengan mengadakan organik bagi masyarakat Bukit Langkap yang

pelatihan. Ketua kelonpok tani Slamet diselenggarakan oleh Bank Indonesia.

mengatakan “Banyaknya pelatihan yang

133
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

Gambar 02. Hasil pupuk organik dari limbah


kotoran ternak (Sumber: Dokumentasi Data
Gambar 01. Kegiatan pelatihan pembuatan
pupuk organik (Sumber: Dokumentasi Data Primer/Observasi)
Primer/ Observasi)

Setelah masyarakat bisa mengolah kotoran


sapi menjadi pupuk organik, selanjutnya
kotoran tersebut dikumpulkan dan dibuat
menjadi pupuk organik dengan sentuhan
teknologi fermentasi. Pupuk organik hasil
pengolahan tersebut digunakan untuk
pemupukan tanaman dan selebihnya dijual
dengan dipasarkan melaui BUMDes.

134
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

b. Penanaman padi sawah dengan


metode tanpa olah tanah

Tanah di Desa Bukit Langkap merupakan


tanah yang masam. Produksi padi yang
dihasilkan masyarakat Desa Bukit Langkap
masih rendah. Hal tersebut karena
masyarakat belum mempunyai pengetahuan
dan keterampilan budidaya pada jenis tanah Gambar 4. Pertumbuhan Padi Inpari 30 yang
sudah dipindahkan ke lahan sawah (Sumber:
masam. Kemudian diadakan pelatihan Dokumentasi Data Primer/Observasi).
menganai budidaya padi tanpa olah tanah oleh
Balai Bengkajian Penerapan Teknologi (BPTP)
Penanaman padi tidak perlu dilakukan olah
Badan Penelitian dan Pengembangan
tanah. Hanya saja tanah perlu diberi kapur dan
Pertanian di Kepulauan Riau.
pemupukan di bagian permukaan tanah tanpa
proses pembalikan tanah. Setelah pemupukan
kemudian langsung dilakukan penanaman.
Wati seorang petani mengatakan “Baru kali ini
inovasi yang belum perah diberian pada kami
bisa membantu kegiatan bertanam padi,
waktu singkat dan kelihatanya hasilnya juga
akan maksimal daripada panen sebelumnya”.
Setelah Produksi padi yang dihasilkan lebih
banyak dengan cara penanaman padi tanpa
olah tanah dari pada melalui proses olah tanah

c. Penanaman hijauan pakan ternak

Penanaman hijauan pakan ternak merupakan


salah satu kegiatan dalam pembangunan
Gambar 3. Kegiatan pemindahan bibit padi peternakan di Desa Bukit Langkap. Lokasi
Inpari 30 untuk dipindahkan ke lahan sawah
penamanan hijauan pakan ternak dilakukan di
(Sumber: Dokumentasi Data Primer/
Observasi). lahan hutan yang dibuka. Lahan hijauan pakan
ternak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
desa sebagai lahan penyedia pakan dan lahan

135
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

penyedia bibit pakan yang dapat diperbanyak. dengan sempurna. Selain itu pemberian kapur
Awal penanaman, bibit tanaman hijauan juga dilakukan untuk menurunkan kadar
pakan ternak adalah melalui bantuan bibit keasaman pada tanah yang diolah sehingga
dari pihak Balai Penelitian Teknologi kadar keasaman tanah netral atau berada
Pertanian Provinsi Kepualauan Riau dengan pada angka 7. Dengan lubang sejumlah 2.000
jumlah tanam sekitar 2.000 lubang tanam per per hektar nantinya mampu memenuhi
satu hektar dengan bibit berupa stek rumput kebutuhan hijauan pakan ternak tepatnya sapi
gajah odot, Rumput gajah jenis ini berbeda bali di Desa Bukit Langkap. Penanaman
dari rumput gajah yang biasa dibudidayakan hijauan pakan ternak ini juga diperhatikan
oleh petani saat ini. Carry Capacity dari lahan sehingga kebutuhan
ternak sebanyak jumlah sapi di desa dapat
Rumput gajah biasa tingginya sekitar 4,5
dicukupi dengan baik.
meter, sedangkan rumput odot bisa mencapai
satu meter, dengan rumpun yang sangat rapat d. Pembuatan kandang koloni
mirip pandan. Dengan kondisi ini, tentunya
Pembukaan lahan hutan juga dimanfaatkan
rumput odot jauh lebih efisien dalam
untuk pembangunan di bidang peternakan.
penggunaan lahan. Untuk lahan 1 meter
Inovasi di bidang peternakan yaitu pembuatan
persegi rumput gajah biasa hanya
kandang koloni. Kandang koloni tersebut
menghasilkan sekitar 29,5 kg/ha/tahun, maka
bertujuan untuk menampung semua ternak
rumput odot bisa mencapai sekitar 36
sapi yang ada di Desa Bukit Langkap.
kg/tahun. Hampir semua bagian rumput odot
Masyarakat masih membuat kandang di dekat
bisa dimakan oleh sapi, sedangkan rumput
rumah atau bahkan ada yang menempel
gajah biasa hanya sekitar 60-70 % saja.
dengan rumah. Kandang yang dekat dengan
(Bramanda dan Handian, 2014).
rumah akan mengganggu kesehatan dari
Penananaman dilakukan dengan cara
ternak maupun pemiliknya. Penggembalaan
membuat lubang dengan ukuran 30 cm x 30
sapi dengan cara membiarkan berkeliaran di
cm dengan jarak sistem tanam yaitu jajar
halaman sekitar rumah. Hal tersebut
legowo 2:1, dengan jarak tanam antar
menyebabkan kotoran yang tercecer dimana-
keduanya yaitu 60 cm, pengolahan tanam
mana di halaman rumah. Kotoran tersebut
dengan mesin berupa jhondeer dengan 2 alat
mengganggu kesehatan dan keindahan. Oleh
bantu yaitu singkal dan rotari. Pengolahan
karena itu, pembuatan kandang koloni
lahan ini berfungsi untuk mengolah tanah agar
letaknya terpisah dari lokasi perumahan
pupuk yang dicampurkan dapat meresap
masyarakat Desa Bukit Langkap. Pemilihan

136
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

lokasi pembuatan kandang koloni yang jauh beratap) yang becek. Pembuangan feses
dari perumahan adalah selain karena alasan dilakukan secara berkala yaitu tiga sampai
kesehatan dan kemudahan dalam empat kali setahun atau sesuai kebutuhan.
pemeliharaan.
Kelebihan sistem perkandang koloni
Syarat kandang yang baik juga sangat semiintensif adalah ternak lebih bebas dan
diperhatikan berdasarkan penggunaanya adanya rak penyimpanan pakan kering
kandang sapi dapat berupa kandang barak (seperti jerami) sehingga pakan hijauan
ataupun kandang individual. Luas kandang kering selalu tersedia. perlu mendapat
barak diperhitungkan ridak boleh kurang dari perhatian untuk kandang pembesaran adalah
2,0 m2/ekor agar ternak lebih leluasa kepadatan kaitannya dengan kecukupan
bergerak, sedangkan kandang individual sarana (palungan), dan kondisi ternak yang
dapat lebih kecil daripada kandang barak dipelihara dalam satu kandang harus
yaitu sekitar1m7 km m2 /ekor dengan mempunyai kondisi badan yang sama atau
masing-masing sapi sebesar 150 kg. Palungan hampir sama, untuk menghindari persaingan
pakan sapi bisa dalam bentuk memanjang dan sesamanya. Pemeliharaan berikutnya setelah
terbuka, palungan ini biasanya terbuat dari dari kandang pembesaran dilakukan
kayu dengan panjang sekitar 3 m dan lebar pemisahan antara jantan dan betina, yaitu
0,75 m yang mamu menyediakan pakan untuk ternak jantan dipelihara pada kandang
10-14 ekor sapi, selain dalam bentuk penggemukan atau sebagai calon pejantan dan
permanen palungan pakan ini dapat pula yang betina sebagai replacement stok untuk
dibuat dalam bentuk yang dapat dipindahkan calon induk.
tempatkan atau didorong atau dihela (Santosa,
Kandang penggemukan untuk pemeliharaan
2011) Lantai kandang koloni menggunakan
sapi jantan dewasa beberapa bulan sampai
lantai semen atau betton berpori (model
mencapai bobot tertentu. Lama pemeliharaan
wavin) terutama pada bagian lantai yang tidak
ternak pada kandang penggemukan berkisar
beratap. Pada bagian belakang kandang
antara 4 – 12 bulan, tergantung pada kondisi
dilengkapi selokan pembuangan terutama
awal ternak (umur dan bobot badan) dan
untuk menjaga kebersihan lantai kandang
ransum yang diberikan. Tipe kandang untuk
pada musim hujan. Alas lantai pada model
penggemukan jantan dewasa adalah tipe
kandang ini tidak menggunakan alas dasar
kandang individu dalam kandang koloni,
litter, namun bahan alas litter hanya
untuk menghindari perkelahian sesamanya.
disebarkan pada lantai (terutama lantai yang
(Hartati dan Ainun, 2007). Pembuatan

137
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

kandang koloni dibantu oleh Bank Indonesia Selanjutnya kas KWT digunakan untuk
Provinsi Kepulauan Riau dalam pendanaanya penghijauan fasilitas umum seperti menaman
beserta kelompok ternak Jatayu dalam sayuran di balai desa.
ketenagaan dan beberapa perangkat desa
terkait yang bertugas dalam kegiatan
socialenterperenuship. b. Pupuk organik

4. Economic activity (Aktivitas Ekonomi) Hasil pengolahan pupuk organik dipasarkan


melalui BUMDes. Laba penjualan pupuk
Social entrepreneurship di desa Bukit
organik dikumpulkan untuk social
Langkap berhasil menyeimbangkan antara
enterepreneurship. Aktifitas sosial dari hasil
aktivitas sosial dan aktivitas bisnis. Aktifitas
aktifitas bisnis yang dilakukan masyarakat
bisnis/ekonomi dikembangkan untuk
desa di bidang peternakan yaitu pembukaan
menjamin kemandirian dan keberlanjutan
lahan untuk penanaman tanaman hijauan
aktifitas sosial.
pakan ternak dan pembangunan kandang
a. Kawasan Rumah Pekarangan Lestari koloni sapi bali masyarakat Desa Bukit
(KRPL) Langkap. “Selain rumputnya bisa
dimanfaatkan menjadi pakan ternak kami,
Pengembangan KRPL di Desa Bukit Langkap
tanah yang baru dibuka ini juga semakin
dilakukan oleh ibu-ibu anggota kelompok
berjalannya waktu semakin tekstur tanahnya
wanita tani Bukit Langkap Kegiatan KRPL
membaik dengan pupuk organik” tutur Erna
mempunyai misi sosial yaitu menciptakan
pemilik lahan.
kawasan yang rindang, bersih dan indah
secara gorong-royong. Selain itu, kegiatan c. Padi
KRPL juga bertujuan pada output ekonomi
Lahan hutan yang dibuka sebagian digunakan
yaitu untuk memperoleh keuntungan dari
untuk pencetakan sawah. Pada sawah yang
hasil penjualan sayuran segar. Keuntungan
dicetak tersebut ditanami padi jenis Inpari 30.
lain yang didapat yaitu dari pengolahan
Beras hasil panen dipasarkan di BUMDes.
sayuran menjadi stik seperti stik kangkung,
“Beras yang kami pasarkan di BUMDes
bayam dan sebagainya. Kegiatan KRPL dapat
diberikan label nama Jagung Manis, melalui
menambah pendapatan masyarakat. Dari hasil
brand ini diharapkan mampu terjual
KRPL, setiap rumah bisa mengumpulkan 5%
dipasaran dengan baik” ucap Sudarmin. Laba
labanya untuk dikumpulkan ke dalam kas
penjualan pemasran padi digunakan untuk
kelompok wanita tani Bukit Langkap

138
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

social entrepreneurship yaitu untuk 1. Penyadaran


perbaikan jalan atau infrastruktur menuju
Sebanyak 80% masyarakat di Desa Bukit
sawah. Pembangunan tempat giling bersama
Langkap (Anonim, 2018) memiliki lahan yang
saat ini juga menjadi slaah satu hasil dari
belum dibuka dan diolah untuk diproduksi
keberhasilan social enterpreneurship di Desa
sebagai lahan produktif. Sebanyak 40% dari
Bukit Langkap. Setelah bertahun-tahun harus
80% masyarakat adalah penduduk yang
menggiling hasil panen menuju desa sebelah
tergolong dalam status pendapatan menengah
dengan jarak sekitar 12 km dan harus melalui
ke bawah. Tujuan pemberdayaan masyarakat
jalan dengan keadaan sulit. Pendirian tempat
adalah untuk merubah status sosial sehingga
mesin giling ini sangat diapresiasi oleh
masyarakat akan memperoleh kesejahteraan
masyarakat karena sangat membantu dalam
hidupnya, salah satunya yaitu melalui social
meningkatkan efektivitas kegiatan social
entrepeneurship. Social entrepreneurship
entrepreneurship, pembiayaan dalam
ditunjukkan dengan kegiatan pembukaan
pendirian tempat penggilingan ini berasal dari
lahan pertanian.
APBDes dengan inisiatif Kepala Desa Bukit
Langkap, sehingga dana dapat tersalurkan Social entrereneurship dapat berjalan dengan

dalam rangka memenuhi kebutuhan baik karena keterlibatan tokoh masyarakat.

pascapanen padi dari kegiatan social Tokoh masyarakat di Desa Bukit Langkap

entrepreneurship. yaitu kepala desa, ketua RT, ketua RW, ketua


PKK, Tokoh agama dan ketua karang taruna.
Peran tokoh masyarakat adalah sebagai :
D. Proses Pemberdayaan Masyarakat di
Desa Bukit Langkap a. Penyuluh

Tokoh masyarakat yang berperang sebagai


penyuluh dalam social entrepreneurship
Pemberdayaan masyarakat yang berbasis
adalah Kepala Desa Bukit Langkap, Bapak
social enterpreneurship di Desa Bukit
Sudarmin. Kepala desa bersama Petugas
dilakukan melalui kegiatan pertanian.
Penyuluh Lapangan (PPL) Desa Bukit
Pemberdayaan masyarakat di Desa Bukit
Langkap, Bapak Marwanto, melakukan
Langkap dilakukan secara swadaya untuk
penyuluhan pemasaran Beras Cap Jagung
meningkatkan kesejahteraan ekonomi
Manis. Beras Cap jagung Manis adalah beras
masyarakat. Adapun proses pemberdayaan
hasil produksi anggota kelompok tani Jatayu
tersebut antara lain:
Desa Bukit langkap. Kepala Desa Bukit

139
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

Langkap mewajibkan masyarakat penanaman hijauan pakan ternak dan


memasarkan beras hasil panenan kelompok perluasan kandang koloni.
tani nya di BUMDes. Beras produksi petani di
b. Penggerak
wilayah Desa Bukit Langkap yang dipasarkan
melalui BUMDes bertujuan untuk memenuhi Tokoh masyarakat yang berperan sebagai

kebutuhan konsumsi masyarakat di wilayah penggerak dalam social entrepreneurship

Desa Bukit Langkap selain itu juga dipasarkan adalah

di kabupaten kota bahkan bupati sudah (1) Ketua PKK


mengapresiasi tentang pemasaran beras Cap
Ketua PKK yang berperan sebagai penggerak
Jagung Manis ini, nantinya setiap pegawai
yaitu Ibu Atik. Ketua PKK merupakan sosok
yang ada di Kabupaten Lingga akan
yang mempunyai jiwa kepemimpinan yang
diwajibkan untuk makan nasi dari hasil petani
tinggi sehingga dapat menggerakkan
Kabupaten Lingga terkhusus dari Desa Bukit
anggotanya untuk melaksakana kegiatan
Langkap. Selain itu, laba keuntungan
KRPL.
penjualan akan digunakan untuk social
entrepreneurship yaitu memperluas lahan (2) Ketua Karang Taruna
pertanian di Desa Bukit Langkap.
Ketua karang taruna yaitu Mas Pujo berperan
Di bidang peternakan, kepala desa juga sebagai penggerak di kalangan pemuda. Para
berperan sebagai penyuluh peternakan. pemuda karang taruna bersama ibu-ibu PKK
Penyuluhan di bidang peternakan yaitu membuat demplot pertanian. Jadwal demplot
pembuatan kandang koloni untuk kelompok pertanian diatur yaitu para peuda yang masih
ternak. Ternak milik masyarakat desa akan bersekolah bertugas di hari minggu ketika
dikumpulkan di kandang koloni sehingga libur, sedangkan hari selain itu adalah tugas
memudahkan dalam pemeliharaan. Selain itu, ibu-ibu PKK sehingga kegiatan demplot
kotoran ternak akan mudah dikumpulkan berjalan dengan lancar.
untuk selanjutnya dibuat pupuk organik.
(3) Ketua RT dan Ketua RW
Pupuk organik hasil olahan akan digunakan
untuk pemupukan tanaman dan selebihnya Pak Sono sebagai ketua RT dan Pak Marno
dipasarkan melalui BUMDes. Laba hasil sebagai ketua RW juga merupakan tokoh
penjulan pupuk organik digunakan untuk masyarakat yang berperan dalam social
social entrepreneurship. Social enterpreneurship di Desa Bukit Langkap.
entrepreneurship di bidang peternakan yaitu Ketua RT dan Ketua RW berperan

140
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

meyelasraskan kegiatan yang ada di Desa d. Teladan


Bukit Langkap yang disesuaikan dengan
Keberhasilan dari kegiatan social
keadaan dan permaahan yang ada. Kegiatan
entrepreneuership di Desa Bukit Langkap
tersebut diharapkan dapat memperoleh
tidak terlepas dari tokoh yang bisa menjadi
keuantungan baik secara ekonomi dan soasial
teladan para masyarakat desa. Tokoh
yang bermanfaat bagi masyarakat dan
masyarakat yang menjadi teladan di Desa
mendukung social entrepreneurship di Desa
Bukit Langkap adalah Kiyai yaitu Bapak
Bukit Langkap.
Syaidin dimana beliau berhasil melaksanakan
panen pertama di Desa Bukit Langkap dengan
dibantu kedelapan anaknya beliau menjadi
c. Motivator
sosok teladan para warga dalam melakukan
Dalam menumbuhkan keinginan untuk penanaman padi. Padi yang berhasil dipanen
melaksanakan kegiatan social di desa ini juga menjadi salah satu komoditi
entreprenurship masyarakat untuk yang dijadikan peluang kepala desa untuk
meningkatkan kesejahteraanya ekonomi dan digunakan sebagai salah satu icon kegiatan
sosialnya, kepala Desa Bukit Langkap Bapak social enterpreneurship selain pembangunan
Sudarmin dengan bantuan Balai Penelitian kandang koloni. Kegigihan kiyai desa ini juga
Teknologi Pertanian Provinsi Kepulauan Riau ditiru para warga dalam kegiatan bertani.
melaksanakan kegiatan budidaya padi dengan
Tantangan yang merupakan suatu masalah
jenis padi Inpari 30 dengan sistem tanam
besar dalam masyarakat di Desa Bukit
Tanpa Olah Tanamdan jajar legowo 5:1,
Langkap adalah belum optimalnya kemauan
dengan bimbingan terus menerus hasilnya
dan penyadaran masyarakat untuk
sangat baik, sehingga mampu memotivasi
mengembangkan lahan. Lahan yang dimiliki
masyarakat untuk melaksanakan kegiatan
masayarakat belum menjadi lahan yang dapat
budidaya padi, lalu ketekunan dalam merawat
menghasilkan profit maximalization padahal
hewan ternak berupa sapi bali juga
lahan tersebut merupakan opportunity cost
mendorong masyarakat untuk merawat sapi
yang dapat dimanfaatkan secara baik oleh
balinya secara baik, pembenaran manajemen
masyarakat desa. Dalam penumbuhan
perkandangan, pakan, dan kesehatan juga saat
kemauan dan penyadaran masyarakat ini
ini sudah membaik dengan bantuan beberapa
tokoh masyarakat memberikan suatu teladan
pihak terkait seperti petugas dari dinas
untuk beragribisnis dan berorientasi pada
kesehatan hewan ternak.
kegiatan sosial. Pemberian teladan ini

141
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

dilakukan oleh tokoh masyarakat di desa ini pertanian. Pelatihan di bidang peternakan
seperti pengolahan lahan pribadi dengan adalah pembuatan pupuk organik dari
budidaya padi varietas inpari 30 dan kotoran ternak sapi. Hasil pembuatan pupuk
menghasilkan beras yang mampu di pasarkan organik digunakan untuk pemupukan lahan
dengan label BUMDes dengan memperoleh yang siap diolah.
laba yang digunakan sebesar 30% untuk dana
Tahapan pengkapasitasan selanjutnya adalah
pengembangan lahan masyarakat lain yang
dengan pembentukan struktur organisasi
belum dibuka dan diolah, setidaknya setiap
masyarakat desa dalam kegiatan social
satu KK memiliki tanah sebesar 1 hektar
enterpreneurship. Struktur organisasi yang
sampai 2 hektar yang belum dibuka dan
disusun didasarkan pada kemampuan
diolah. Penyadaran yang dilakukan di desa ini
leadership setiap posisi jabatan dalam
berjalan dengan baik dan memperoleh respon
organisasi. Penyusunan struktur organisasi di
yang baik pula antara lain: (a) masyarakat
desa ini bertujuan untuk monitoring dan
aktif dalam bergotong royong dalam
peyelarasan tugas dan fungsi pokok masing-
mensukseskan kegiatan social
masing anggota. Pembentukan organisasi
enterpreneurship (b) masyarakat yang telah
dilakukan secara musyawarah mufakat dari
dibuka lahannya mau menyisakan 30%
masyarakat di desa. Kegiatan social
keuntungan untuk dijadikan modal
enterpreneurship dapat berjalan dengan baik
pengembangan (c) masyarakat yang telah
karena koordinasi yang baik antar elemen
mengikuti kegiatan ini mau untuk mengajak
jabatan organisasi. Selain pembentukan
keluarga lain yang belum mengikuti kegiatan
organisasi di desa ini, masyarakat juga
ini.
membuat aturan yang mengikat anggota
2. Pengkapasitasan terkait social enterpreneurship. Aturan yang
digunakan merupakan aturan yang berasal
Pada tahapan ini pemberdayaan masyarakat
dari kesepakatan bersama demi mencapai
di Desa Bukit Langkap dilakukan dengan cara
tujuan awal program. Sudarmin selaku kepala
pelatihan. Pelatihan diselenggarakan secara
desa mengatakan “Adanya aturan ini sebagai
swadaya oleh tokoh masyarakat desa. Materi
pengontrol masyarakat sehingga teteap
pelatihan adalah bidang pertanian dan
berjalan sesuai alurm aturan yang dibuat juga
peternakan. Di bidang pertanian dimulai
tidak memberatkan masyarakat karena turan
dengan pembukaan lahan. Terkait kegiatan
itu bersumber dari kesepakatan mereka
pembukaan lahan tersebut, diperlukan
sendiri” Aturan tersebut dinamakan sebagai
keterampilan pengoperasian alat dan mesin

142
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

“Aturan Pembagian Hasil Untuk Semua”. diberikan sesuai dengan kemampuan


Aturan ini digunakan untuk memberikan masyarakat sehingga masyarakat memiliki
keadilan dalam pembagian manfaat sosial di peluang yang besar untuk memaksimalkan
masyarakat sehingga tidak ada salah satu social entrepreneurship yang
pihak yang diuntungkan dan dirugikan dalam dilaksanakannya. Bentuk otoritas tersebut
aturan program ini. Adapun keuntungan yang adalah penggunaan dana dari laba BUMDes.
diberikan dalam hal pengkapasitasan ini : Laba yang diperoleh dari BUMDes digunakan
untuk social entrepreneurship di Desa Bukit
(a) terbentuknya struktur organisasi
Langkap. Selain penggunaan dana, otoritas
yang jelas
tentang pengorganisasian juga diberikan
(b) terciptanya pemikiran inovasi baru
secara penuh kepada masyarakat desa.
(c) perubahan sikap leadership
Beberapa keuntungan pendayaan ini adalah
masyarakat
(a) peluang keuntungan bisa disesuaikan
(d) penambahan wawasan
dengan kebutuhan masyarakat (b) tidak
masyarakat.
adanya paksaan terhadap beberapa pihak (c)
Adanya organisasi dan kegiatan pelatihan, munculnya sikap bertanggung jawab atas
masyarakat bisa membuat pembuatan pupuk pelaksanaan social enterpreneurship di Desa
organik melalui fermentasi dari kotoran Bukit Langkap.
ternak sapi. Pupuk organik hasil pengolahan
Faktor pendukung dan Faktor Penghambat
selanjutnya dipasarkan melalui BUMDes
dengan sistem pembagian keuntungan untuk Keberhasilan pembedayaan masyarakat
kegiatan social enterpreneruship. Keuntungan berbasis social enterpreneurship dibidang
hasil penjualan selanjutnya digunakan untuk pertanian di Desa Bukit Langkap ditunjang
kepentingan sosial yaitu pembukaan lahan oleh faktor pendukung dan penghambat.
dan pembangunan sarana desa seperti saluran
Faktor Pendukung
irigasi dan jalan baik sebagai akses
transportasi maupun akses menuju lahan. Faktor pendukung sangat berperan untuk
keberhasilan social enterpreneurship dalam
3. Pendayaan
pemberdayaan masyarakat di Desa Bukit
Social enterpreneurship di Desa Bukit Langkap. Faktor pendukung mampu
Langkap, kepala desa memberikan otoritas memperkuat pelaksanaan social
kepada masyarakat untuk menjalankan entrepreneurship. Terbukti dengan
aturan dengan baik. Otoritas pelaksanaan ini terlaksananya pembukaan lahan milik

143
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

masyarakat. Pada tahap awal, seluas 10 (c) Tokoh masyarakat yang berdikari
hektare lahan masyarakat telah berhasil
Tokoh masyarakat di desa Bukit Langkap
dibuka. Lahan tersebut akan digunakan untuk
sangat berperan baik dalam pemberian
persawahan dan pembutan kandang
motivasi, meringankan modal awal ,
kelompok.
pemberian ilmu terhadap masyarakat, serta
(a) Modal awal menjadi agen of change dalam meningkatkan
kemandirian dan peningkatan finansial
Modal awal ini merupakan faktor pendukung
masyarakat Desa Bukit Langkap.
awal dalam pelaksanaan kegiatan, melalui
perhitungan cash flow setidaknya dalam
kegiatan social entreprenurship modal awal
Faktor Penghambat
akan segera kembali dan akan
menguntungkan masyarakat karena Selain faktor pendukung dalam

pendanaan terus berlanjut melalui pemberdayaan masyarakat di Desa Bukit

keuntungan bersaa sehingga selain ekonomi Langkap adapula faktor yang menjadi

meningkat, infrastruktur yang menjadi penghambat social entrepreneurship yang

kebutuhan bersama juga semakin dijalankan oleh masyarakat. Faktor

berkembang dan layak digunakan bersama. pendukung tersebut adalah :

(b) Kerukunan masyarakat (a) Rendahnya leadership

Kerukunan metupakan kunci keberhasilan Jiwa leadership masyarakat di Bukit Langkap

kegiatan bersama dengan adanya kerukunan masih rendah. Hal ini terlihat, karakter

masyarakat mampu meningkatkan motivasi masyarakat yang belum dewasa dalam

dalam menjalankan program Social menjalankan social leadership. Masayakat

enterpreneurship karena terciptanya belum mampu malaksanakan sendiri social

kesadaran untuk sukses bersama. entrepreneurship. Pelaksanaan social

Partisispasi aktif masyarakat pada kelompok leadership didorong oleh tokoh nasyarakat di

tani dan ternak di Desa Bukit Langkap Desa Bukit Langkap tersebut.

menjadikan power tersendiri dalam (b) Kurang siapnya sumber daya manusia
peningkatan kesadaran masyarakat sehingga
Sumberdaya manusia di Desa Bukit Langkap
istilah bersama kerja dalam kerjasama di desa
belum memahami opportunity cost dari social
ini bisa terwujud.
entrepreneurship. Hal ini terlihat dari

144
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

masyarakat yang tidak tertib dalam (b) masyarakat yang telah dibuka
penjadwalan kegiatan rutin dan memilih lahannya mau menyisakan 30%
melaksanakan kegiatan pribadi diluar keuntungan untuk dijadikan modal
pekerjaan mereka. pengembangan
(c) masyarakat yang telah mengikuti
(c) Kurangnya pengetahuan dan
kegiatan ini mau untuk mengajak
keterampilan teknis di bidang pertanian dan
keluarga lain yang belum mengikuti
peternakan.
kegiatan ini.
Masyarakat Desa Bukit Langkap yang
Kedua, pengkapasitasan. Adapun keuntungan
merupakan masyarakat dari program
yang diberikan dalam hal pengkapasitasan ini:
transmigrasi mempunyai latar belakang yang
(a) Terbentuknya sistematika organisasi yang
beranekaragam. Masyarakat belum
jelas
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan
teknis di bidang pertanian dan peternakan, (b) terciptanya pemikiran inovasi baru
sehingga kegiatan kadang kala terkendala
(c) perubahan sikap leadership masyarakat
karena kurangnya kesiapan teknis pada setiap
(d) penambahan wawasan masyarakat.
anggota pelaksanaan program.
Ketiga, pendayaan dalam program Social
Enterpreneurship di desa Bukit Langkap
E. Kesimpulan masyarakat diberikan otoritas dari kepala
desa untuk menjalankan aturannya dengan
Pemberdayaan masyarakat yang berbasis
baik. Beberapa keuntungan pendayaan ini
social enterpreneurship di desa Bukit Langkap
adalah:
bisa dinilai dari proses pemberdayaan
masyarakat. Proses pemberdayaan tersebut (a) peluang keuntungan bisa disesuaikan
antara lain dijabarkan sebagai berikut. dengan kebutuhan masyarakat
Pertama, penyadaran yang dilakukan di desa
(b) tidak adanya paksaan terhadap beberapa
ini berjalan dengan baik dan memperoleh
pihak
respon yang baik pula diantaranya:
(c) munculnya sikap bertanggung jawab atas
(a) masyarakat aktif dalam bergotong
pelaksanaan program Social
royong dalam mensukseskan kegiatan
Enterpreneurship.
social enterpreneurship

145
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

Sementara itu penelitian juga Daftar Pustaka


mengidentifikasi faktor pendukung dan
Ainur , R dan Hartati. (2007) Petunjuk Teknis
penghambat dalam pelaksanaan social Perkandangan Sapi Potong. Grati,
entrepreunership di Desa Bukit Langkap. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan.
Faktor pendukung dalam pemberdayaan
Anonim. (2017) Data Morfologi Desa Bukit
masyarakat berbasis social enterpreneurship Langkap 2017. Lingga.
antara lain: Bramada W.P, Handian. (2014). Pemanfaatan
Lahan Tidur Untuk Penggemukan
(a) Modal awal Sapi. Bogor. Risalah Kebijakan
Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 2
(b) Kerukunan masyarakat Agustus 2014: 92-96 ISSN : 2355-
6226.
(c) tokoh masyarakat yang berdikari.
Creswell, J.W. (1998). Qualitative inquiry and
research design: Choosing among five
Adapun faktor penghambat antara lain:
traditions. Thousand Oaks, CA:Sage.
(a) kurangnya pemahaman masyarakat Certo, T. S., and Miller, T. Social
entrepreneurship: Key issues and
tentang opportunity cost dari program ini
concepts. U.S.A. Business Horizons
(2008) 51, 267—271
(b) belum ratanya jiwa leadership dikalangan
Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebiato.
masyarakat.
(2013) Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Presektif Kebijakan Publik.
Meskipun masyarakat desa Bukit Langkap Bandung, Alfabeta.
adalah kelompok transmigran, akan tetapi
Pranadji, Tri. 2009. Penguatan Kelembagaan
dalam kenyataannya dalam pelaksanaan Gotong Royong dalam Perspektif Sosio
Budaya Bangsa. Bogor. Jurnal Forum
social entrepreunership di bidang pertanian
Penelitian Agro Ekonomi, IPB.Volume
dan peternakan meraka belum cukup terampil 27 No. 1, Juli 2009.
dikarenakan kendala teknis maupun dalam Rozikin, M. , Hermawan, dan Astuti, L.I. Tanpa
penguasaan pengetahuan dan ketrampilan Tahun. Pemberdayaan Masya rakat
Dalam Pembangunan Pertanian
termasuk kendala sosial seperti kesenjangan Berkelanjutan. Malang, Jurnal
antara tokoh masyarakat dengan warga desa Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No.
11.
(para petani dan peternak).
Strauss, A., & Corbin, J. (1998) . Basic of
qualitative research (Edisi ke-2).
Newburry Park, CA:Sage.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Petani. Jakarta,

146
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 2, 2018
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis “Social Entrepreunership” Bidang Pertanian dan Peternakan: Studi Kasus
Desa Bukit Langkap, Kabupaten Linggau, Kepulauan Riau
Bekti Nur Utami, Dwi Khonitan

Menteri Hukum dan Hak Asasi


Manusia Republik Indonesia.
Undang, Santosa. (2011) Mengeola
Peternakan Sapi Secara Profesional.
Jakarta, Penerbit Swadaya.
Wrihatnolo, Randy R dan Riant Nugroho
Dwidjowijoto. (2007) Manajemen
Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan
Panduan untuk Pemberdayaan
Masyarakat. Jakarta, Media Komputin.

147

Anda mungkin juga menyukai